Anda di halaman 1dari 19

Tugas Manajemen Kompensasi

Pembahasan Mengenai Teori Motivasi menurut para ahli







Dibuat oleh :

Nama : Vira Silvia Nofri
NPM : 01012681318037
Angkatan : XXXVII Reguler Malam

Magister Manajemen fakultas Ekonomi
Universitas Sriwijaya
2014
Maslows need hierarchy
(Teori Hirarki Kebutuhan Maslow)

Maslow menyusun teori motivasi manusia, dimana variasi kebutuhan manusia
dipandang tersusun dalam bentuk hirarki atau berjenjang. Setiap jenjang kebutuhan
dapat dipenuhi hanya jenjang sebelumnya telah (relatif) terpuaskan (tabel.1)
menyajikan secara ringkas empat jenjang basic need atau deviciency need, dan satu
jenjang metaneeds atau growth needs. Jenjang motivasi bersifat mengikat, maksudnya ;
kebutuhan pada tingkat yang lebih rendah harus relatif terpuaskan sebelum orang
menyadari atau dimotivasi oleh kebutuhan yang jenjangnya lebih tinggi. Jadi kebutuhan
fisiologis harus terpuaskan lebih dahulu sebelum muncul kebutuhan rasa aman.
Sesudah kebutuhan fisiologis harus terpuaskan lebih dahulu sebelum muncul
kebutuhan rasa aman. Sesudah kebutuhan fisiologis dan rasa aman terpuaskan, baru
muncul kebutuhan kasih sayang, begitu seterusnya sampai kebutuhan dasar terpuaskan
baru akan muncul kebutuhan meta.

Tabel 1 : Jenjang Kebutuhan

Jenjang Needs Deskripsi


Kebutuhan orang untuk menjadi
yang

seharusny
a sesuai dengan
K
e
b
u
t
u
h
a
n

B
e
r
k
e
m
b
a
n
g
(
M
e
t
a
n
e
e
d
s
)


potensiny
a. Kebutuhan kreatif,
Self
actualization
realisasi diri, perkembangan
self.

needs


Kebutuhan harkat kemanusiaan
untuk
(Metaneeds)
mencapai tujuan, terus maju,
menjadi
lebih baik. Being-values -> 17
kebutuhan berkaitan dengan

pengetahua
n dan pemahaman,
pemakaian kemampuan kognitif

secara
positif
menca
ri kebahagiaan

dan
pemenuhan kepuasan alih-alih

menghinda
ri rasa sakit. Masing-

masing
kebutuhan berpotensi sama,
satu bisa mengganti
lainnya.
Esteem needs
1. Kebutuhan kekuatan,
penguasaan,
kompetensi, kepercayaan diri,

kemandirian
.
K
e
b
u
t
u
h
a
n

K
a
r
e
n
a

K
e
k
u
r
a
n
g
a
n
(
B
a
s
i
c
N
e
e
d
s
)


2. Kebutuhan prestise,
penghargaan

dari orang lain, status,
ketenaran,
dominasi, menjadi penting,
kehormatan dan apresiasi.
Love needs/ Kebutuhan
kasi
h sayang, keluarga,
Belonging-ness sejawat, pasangan, anak.

Kebutuhan menjadi bagian
kelompok,

masyaraka
t.
(Menuru
t

Maslow,kegagalan kebutuhan cinta
&

memiliki ini menjadi sumber
hampir

semua bentuk
psikopatologi).
Safety needs Kebutuhan keamanan, stabilitas,

proteksi, struktur, hukum,
keteraturan,

batas, bebas dari takut dan cemas.


Psychological Kebutuhan homeostatik : makan,
needs
minum,
gula, garam, protein, serta
kebutuhan istirahat dan seks.


Pemisahan kebutuhan tidak berarti masing-masing bekerja secara eksklusif,
tetapi kebutuhan bekerja tumpang tindih sehingga orang dalam satu ketika dimotivasi
oleh dua kebutuhan atau lebih. Tidak ada dua orang yang basic need-nya terpuaskan
100%. Maslow memperkirakan rata-rata orang terpuaskan (tabel 2) :
Tabel 2 : prosentasi pemuasan kebutuhan

No Kebutuhan Prosentase
terpuaskan terpuaskan sampai
1 Fisiologis 85%
2 Keamanan 70%
3
Dicintai dan
mencitai 50%
4 Self esteem 40%
5 Aktualisasi Diri 10%

Dalam mencapai kepuasan kebutuhan, seseorang harus berjenjang, tidak perduli
seberapa tinggi jenjang yang sudah dilewati, kalau jenjang dibawah mengalami
ketidakpuasan atau tingkat kepuasannya masih sangat kecil, dia akan kembali ke
jenjang yang tak terpuaskan itu sampai memperoleh tingkat kepuasan yang
dikehendaki.





















a. Kebutuhan Kebutuhan Dasar 1 : Kebutuhan Fisiologis
Umumnya kebutuhan fisiologis bersifat neostatik (usaha menjaga keseimbangan
unsur-unsur fisik) seperti makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan
istirahat dan seks. Kebutuhan fisiologis ini sangat kuat, dalam keadaan absolut
(kelaparan dan kehausan) semua kebutuhan lain ditinggalkan dan orang
mencurahkan semua kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan ini.

b. Kebutuhan Dasar 2 : Kebutuhan Keamanan (Safety)
Sesudah kebutuhan keamanan terpuaskan secukupnya, muncul kebutuhan
keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan
dari rasa takut dan cemas. Kebutuhan fisiologis dan keamanan pada dasarnya
adalah kebutuhan mempertahankan kehidupan. Kebutuhan fisiologis adalah
pertahanan hidup jangka pendek, sedang keamanan adalah pertahanan hidup
jangka panjang.

c. Kebutuhan Dasar 3 : Kebutuhan Dimiliki dan Cinta (Belonging dan Love)
Sesudah kebutuhan fisiologis dari keamanan relatif terpuaskan, kebutuhan
dimiliki atau menjadi bagian dari kelompok sosial dan cinta menjadi tujuan yang
dominan. Orang sangat peka dengan kesendirian, pengasingan, ditolak
lingkungan, dan kehilangan sahabat atau kehilangan cinta. Kebutuhan dimiliki ini
terus penting sepanjang hidup.

Ada dua jenis cinta (dewasa) yakni Deficiency atau D-Love dan Being atau B-love.
Kebutuhan cinta karena kekurangan, itulah D-Love; orang yang mencintai
sesuatu yang tidak dimilikinya, seperti harga diri, seks, atau seseorang yang
membuat dirinya menjadi tidak sendirian. Misalnya : hubungan pacaran, hidup
bersama atau perkawinan yang membuat orang terpuaskan kenyamanan dan
keamanannya. D-love adalah cinta yang mementingkan diri sendiri, yang
memperoleh daripada memberi.

B-Love didasarkan pada penilaian mengenai orang lain apa adanya, tanpa
keinginan mengubah atau memanfaatkan orang itu. Cinta yang tidak berniat
memiliki, tidak mempengaruhi, dan terutama bertujuan memberi orang lain
gambaran positif, penerimaan diri dan perasaan dicintai, yang membuka
kesempatan orang itu untuk berkembang.

d. Kebutuhan Dasar 4 : Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem)
Ketika kebutuhan dimiliki dan mencintai sudah relatif terpuaskan, kekuatan
motivasinya melemah, diganti motivasi harga diri. Ada dua jenis harga diri :
1. Menghargai diri sendiri (self respect) : kebutuhan kekuatan, penguasaan,
kompetensi, prestasi, kepercayaan diri, kemandirian, dan kebebasan.
2. Mendapat penghargaan dari orang lain (respect from other) : kebutuhan
prestise, penghargaan dari orang lain, status, ketenaran, dominasi, menjadi
orang penting, kehormatan, diterima dan apresiasi. Orang membutuhkan
pengetahuan bahwa dirinya dikenal dengan baik dan dinilai dengan baik
oleh orang lain.

e. Kebutuhan Dasar Meta 5 : Kebutuhan Aktualisasi Diri
Akhirnya sesudah semua kebutuhan dasar terpenuhi, muncullah kebutuhan
meta atau kebutuhan aktualisasi diri, kebutuhan menjadi sesuatu yang orang itu
mampu mewujudkannya secara maksimal seluruh bakat kemampuann
potensinya. Aktualisasi diri adalah keinginan untuk memperoleh kepuasan
dengan dirinya sendiri (Self fullfilment), untuk menyadari semua potensi dirinya,
untuk menjadi apa saja yang dia dapat melakukannya, dan untuk menjadi kreatif
dan bebas mencapai puncak prestasi potensinya. Manusia yang dapat mencapai
tingkat aktualisasi diri ini menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan
dari kebutuhan-kebutuhan yang orang lain bahkan tidak menyadari ada
kebutuhan semacam itu.











Herzberg two factor theory (Teori Dua Faktor Hezberg)

Teori Dua Faktor (juga dikenal sebagai teori motivasi Herzberg atau
teorihygiene-motivator). Teori ini dikembangkan oleh Frederick Irving Herzberg (1923-
2000), seorang psikolog asal Amerika Serikat. Ia dianggap sebagai salah satu pemikir
besar dalam bidang manajemen dan teori motivasi. Frederick Herzberg menyatakan
bahwa ada faktor-faktor tertentu di tempat kerja yang menyebabkan kepuasan kerja,
sementara pada bagian lain ada pula faktor lain yang menyebabkan ketidakpuasan.
Dengan kata lain kepuasan dan ketidakpuasan kerja berhubungan satu sama lain.
Faktor-faktor tertentu di tempat kerja tersebut oleh Frederick Herzberg diidentifikasi
sebagaihygiene factors (faktor kesehatan) dan motivation factors (faktor pemuas).

Frederick Herzberg. Courtesy: historiadaadministracao.com.br

Dua faktor ini oleh Frederick Herzberg dialamatkan kepada faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik, dimana faktor intrinsik adalah faktor yang mendorong karyawan
termotivasi, yaitu daya dorong yang timbul dari dalam diri masing-masing orang, dan
faktor ekstrinsik yaitu daya dorong yang datang dari luar diri seseorang, terutama dari
organisasi tempatnya bekerja.Teori ini merupakan pengembangan dari teori hirarki
kebutuhan Maslow. Dan juga berhubungan erat dengan teori tiga faktor
sosial McClelland.

Two Factor Theory. Courtesy: research-methodology.net

1. Hygiene Factors
Hygiene factors (faktor kesehatan) adalah faktor pekerjaan yang penting
untuk adanya motivasi di tempat kerja. Faktor ini tidak mengarah pada
kepuasan positif untuk jangka panjang. Tetapi jika faktor-faktor ini tidak
hadir, maka muncul ketidakpuasan. Faktor ini adalah faktor ekstrinsik untuk
bekerja. Faktor higienis juga disebut sebagai dissatisfiers atau faktor
pemeliharaan yang diperlukan untuk menghindari ketidakpuasan. Hygiene
factors (faktor kesehatan) adalah gambaran kebutuhan fisiologis individu
yang diharapkan untuk dipenuhi. Hygiene factors (faktor kesehatan) meliputi
gaji, kehidupan pribadi, kualitas supervisi, kondisi kerja, jaminan kerja,
hubungan antar pribadi, kebijaksanaan dan administrasi perusahaan.
2. Motivation Factors
Menurut Herzberg, hygiene factors (faktor kesehatan) tidak dapat dianggap
sebagai motivator. Faktor motivasi harus menghasilkan kepuasan positif.
Faktor-faktor yang melekat dalam pekerjaan dan memotivasi karyawan
untuk sebuah kinerja yang unggul disebut sebagai faktor pemuas. Karyawan
hanya menemukan faktor-faktor intrinsik yang berharga pada motivation
factors (faktor pemuas). Para motivator melambangkan kebutuhan
psikologis yang dirasakan sebagai manfaat tambahan. Faktor motivasi
dikaitkan dengan isi pekerjaan mencakup keberhasilan, pengakuan,
pekerjaan yang menantang, peningkatan dan pertumbuhan dalam pekerjaan.

Teori ini menurut Cushway dan Lodge, 1995 mengabaikan pekerja kerah biru.
Uang/gaji tidak dimasukkan sebagai faktor motivasi dan ini mendapat kritikan oleh
para ahli. Pekerjaan kerah biru sering kali dilakukan oleh mereka bukan karena faktor
intrinsik yang mereka peroleh dari pekerjaan itu, tetapi kerena pekerjaan itu dapat
memenuhi kebutuhan dasar.
Teori dua faktor juga memiliki keterbatasan lain yaitu variabel situasional.
Herzberg mengasumsikan adanya korelasi antara kepuasan dan produktivitas. Namun
penelitian yang dilakukan oleh Herzberg menekankan pada kepuasan dan mengabaikan
produktivitas. Tidak ada ukuran komprehensif kepuasan digunakan. Seorang karyawan
mungkin menemukan pekerjaannya diterima meskipun fakta bahwa ia mungkin
membenci obyek pekerjaannya.Teori dua faktor menurut para ahli juga tidak bebas dari
bias karena didasarkan pada reaksi alami dari karyawan ketika mereka ditanya sumber
kepuasan dan ketidakpuasan di tempat kerja. Mereka akan menyalahkan ketidakpuasan
pada faktor-faktor eksternal seperti struktur gaji, kebijakan perusahaan dan hubungan
dengan karyawan lainnya. Juga, karyawan tentunya subyektif terhadap diri mereka
sendiri untuk menilai faktor kepuasan kerja.
Meskipun mendapatkan kritik namun demikian teori dua faktor Herzberg diterima
secara luas oleh para ahli.
Teori Dua-Faktor menyiratkan bahwa manajer harus fokus untuk menjamin kecukupan
faktor hygiene (faktor kesehatan) guna menghindari ketidakpuasan karyawan. Juga,
manajer harus memastikan bahwa pekerjaan sebagai perangsang dan bermanfaat
sehingga karyawan termotivasi untuk bekerja dan melakukannya lebih keras dan lebih
baik. Teori ini menekankan pada kerja pengayaan sehingga memotivasi karyawan.
Pekerjaan harus memanfaatkan keterampilan karyawan dan kompetensi mereka secara
maksimal. Berfokus pada faktor-faktor motivasi dapat meningkatkan kerja berkualitas.







Expectancy Theory (Teori Pengharapan)

Teori nilai harapan (value-expectancy theory) dikemukakan oleh Dr. Martin
Fishbein pada awal tahun 1970-an. Teori ini pertama kali dijelaskan dalam buku Martin
Fishbein dan Icek Ijzen tahun 1975 yaitu Belief, Attitude, Intention, and Behaviour: An
Introduction to Theory and Research. Penelitian teori ini juga dapat dilihati dalam
disertasi Fishbein yakni A Theoretical and Empirical Investigation of the Interrelation
between Belief about an Object and the Attitude toward that Object (1961, UCLA). Teori
ini juga dijelaskan dalam dua artikel lainnya tahun 1962 dan 1963 dalam jurnal Human
Relations. Penelitian Fishbein dituliskan oleh peneliti lain seperti Ward Edwards, Milton
Rosenberg, dan John B. Watson.
Dr. Martin Fishbein adalah seorang Profesor Kehormatan dari Harry C. Coles Jr.
di jurusan Komunikasi Annenberg School for Communication dan Direktur Health
Communication Program (Program Komunikasi Kesehatan) di Annenberg Public Policy
Center. Di samping value-expectancy theory, beliau juga penggagas theory of reasoned
action. Dr. Fishbein menerbitkan 200 artikel dan bab dalam buku profesionan dan
jurnal, serta mengarang dan mengedit enam buku.
Penelitian Dr. Fishbein terdiri dari teori sikap dan tindakan, komunikasi dan
persuasi, prediksi dan perubahan tingkah laku. Ia meneliti di lapangan dan
laboratorium terdiri dari penelitian terhadap keefektifan dari tingkah laku kesehatan.
Beliau adalah pimpinan Society Consumer Psychology and the Interamerican
Psychological Society.

A. Pengertian Teori
Value-expectancy theory adalah salah satu teori tentang komunikasi massa yang
meneliti pengaruh penggunaan media oleh pemirsanya dilihat dari kepentingan
penggunanya. Teori ini mengemukakan bahwa sikap seseorang terhadap segmen-
segmen media ditentukan oleh nilai yang mereka anut dan evaluasi mereka tentang
media tersebut.
Teori ini merupakan tambahan penjelasan dari teori atau pendekatan uses and
gratifications adalah dijelaskannya teori yang mendasarkan diri pada orientasi
khalayak sendiri sesuai dengan kepercayaan dan penilaiannya atau evaluasinya.Intinya,
sikap kita terhadap sejumlah media akan ditentukan oleh kepercayaan tentang
penilaian kita terhadap media tersebut. (Palmgreen dkk. dalam Littlejohn, 1996:345)
membatasigratification sought (pencarian kepuasan) berkaitan dengan apa yang
diberikan media serta evaluasi kita terhadap isi media tersebut. Jika kita percaya bahwa
film India dapat memberikan hiburan terhadap kita, dan kita menilai hiburan tersebut
termasuk bagus (misalnya bersifat edukatif), maka kita akan mencari kepuasan dengan
menonton film India tersebut sebagai hiburan. Itu contohnya. Juga sebaliknya, jika kita
menilai film India sebaliknya dari itu, maka kita tidak akan menontonnya.
Film-film televovela dari Amerika Latin yang sekarang banyak ditayangkan oleh
televisi swasta, banyak disukai oleh kaum hawa, terutama ibu-ibu rumah tangga. Itu
sebuah fenomena. Dari fenomena tersebut, bisa diguga bahwa kaum hawa menilai
positif kehadiran film-film tersebut. Padahal jika kita menilik alur ceritanya, banyak
peristiwa budaya yang sama sekali tidak rasional dan bahkan sangat bertentangan
dengan pola budaya di Indonesia. Dilihat dari aspek rasionalitas ceritanya juga sangat
banyak yang aneh-aneh atau ganjil. Dramatisasinya sangat bertele-tele, dsb. Namun
demikian, toh kaum hawa masih tetap menyukainya. Mungkin sebagian dari kita kaum
laki-laki juga banyak yang menyukainya. Tampaknya masalah hiburan tidak selalu
mempertimbangkan aspek rasionalitas dan logika cerita.
Contoh lain, bila kita percaya bahwa segmen gosip akan menghadirkan hiburan
bagi kita, dan kita senang dihibur, maka kita akan memenuhi kepentingan kita dengan
menonton/mendengar/ membaca acara gosip. Di pihak lain bila kita percaya bahwa
bergosip itu termasuk bergunjing dan melihatnya sebagai hal yang negatif, dan kita
tidak menyukainya, kita akan menghindar diri dari menonton/ mendengar/
membacanya.
Klandersman dalam value-expectancy theory nya menyatakan bahwa perilaku
seseorang merupakan fungsi nilai (value) dari hasil yang diharapkan dari sebuah
perbuatan. "Individual's behavior is a function of the value of expected outcomes of
behavior" (Klandersman,1997,h.26). Perilaku seseorang akan menghasilkan sesuatu,
semakin tinggi nilai yang diharapkan, semakin tinggi pula keinginan untuk mewujudkan
perilaku tertentu.
Teori ini mengandung dua komponen yaitu nilai (value) dari tujuan yang akan
dicapai dan harapan (expectancy) agar berhasil mencapai tujuan itu. Dari duakomponen
tersebut oleh Keller dikembangkan menjadi empat komponen. Keempat komponen
model pembelajaran itu adalah attention, relevance, confidence dan satisfaction dengan
akronim ARCS (Keller dan Kopp, 1987: 289-319). Model pembelajaran ini menarik
karena dikembangkan atas dasar teori-teori belajar dan pengalaman nyata para
instruktur (Bohlin, 1987: 11-14).

B. Konsep Utama Teori
Value-expectation theory memiliki tiga komponen dasar yakni:
1. Individu merespon informasi baru tentang suatu hal atau tindakan dengan
menghasilkan suatu keyakinan dari hal atau tindakan tersebut. Bila keyakinan
sudah terbentuk, itu dapat dan seringkali berubah dengan informasi baru.
2. Setiap individu memberikan sebuah nilai (value) pada setiap sifat di mana
keyakinan tersebut tergantung/berdasar.
3. Sebuah harapan (expectation) terbentuk atau termodifikasi berdasarkan hasil
perhitungan antara keyakinan (beliefs) dan nilai-nilai (values)
Sebagai contoh, seorang mahasiswa menemukan bahwa seorang profesor
memiliki sifat humoris. Mahasiswa tersebut memberikan nilai positif pada humor di
kelas, jadi mahasiswa tersebut memiliki harapan bahwa pengalamannya dengan
profesor akan positif. Ketika mahasiswa menghadiri kelas dan menemukan sang
profesor humoris, mahasiswa tersebut akan memperhitungkan bahwa itu adalah kelas
yang baik.

C. Penerapan Teori
Salah satu kegunaan value-expectancy theory adalah dalam pendekatan persuasi
(persuasion approaches). Berdasarkan teori ini kita mengharapkan sesuatu untuk
mengontrol sikap kita (e.g. Fishbein & Ajzen, 1975; Rosenberg, 1956). Memengaruhi
seseorang meliputi mengubah nilai yang mereka harapkan untuk diterima. Sebagai
contoh, jika kita mengharapkan hasil yang baik dari pendapat namun seseorang
meyakinkan kita bahwa pendapat tersebut tidak bagus, maka kita akan mengubah isi
dari pendapat tersebut.
Ada dua penjelasan utama mengapa seseorang mengubah pendiriannya.
Konsistensi Afektif-Kognitif (Affective-Cognitive Consistency). Teori ini
menyatakan bahwa pengaruh dan kesadaran kita mengenai suatu hal terdiri dari dua
aspek.
Affect meliputi sikap kita, bagaimana suatu hal terasa
menyenangkan. Cognitions kepercayaan yang berhubungan dengan objek. Jika kita
percaya konsekuensi yang baik akan didapat dari pendapat, kita akan memakai
pendapat itu. Affective-Cognitive Consistency menjelaskan hukum sikap kognitif: jika
kita mengubah kepercayaan seseorang tentang pendapat, sikapnya akan berubah secara
otomatis dalam kesamaan tujuan dan tingkat sesuai dengan perubahan keyakinan.
Sebagai contoh, kita dihadapkan pada pilihan bahwa mendapat nilai yang tinggi akan
lebih sulit saat ujian akhir, kita akan mengubah kebijakan saat ujian dan lebih
konsentrasi pada tugas. Sebaliknya jika kita yakin ujian berarti nilai rendah dan banyak
tekanan kita akan bersikap sebaliknya.
Konsistensi kognitif tidak hanya mengubah keyakinan untuk menghasilkan
perubahan pada sikap, tetapi juga menyebabkan perubahan sikap-sikap untuk
menuntun perubahan keyakinan. Rosenberg (1960) membuat sebuah penelitian untuk
menguji ide ini. Ia menghipnotis orang dan mengubah sikap mereka. Dia menemukan
bahwa ketika sikap berubah dari senang menjadi tidak senang, individu akan
memproses untuk mengubah keyakinan tentang suatu program dari baik ke buruk.
Mereka melakukannya dengan lengkap. Tak ada orang yang mengatakan,Program ini
akan menghasilkan efek buruk Penelitian ini menunjukkan bukti meyakinkan bahwa
kita mencoba untuk membuat perasaan dan keyakinan kita tentang suatu hal tetap
konsisten.
Penelitian lain menemukan bahwa ketika seseorang mengajukan pendapat dan
pembicara meyakinkan bahwa ada banyak konsekuensi buruk dari pendapat, individu
akan mulai yakin bahwa konsekuensi baik akan terjadi sedikit, kita tak ragu bahwa hal
tersebut akan menghasilkan hal baik dari hubungan sebelumnya. Penelitian juga
menunjukkan menyetujui konsekuensi baik tidak sama dan tidak seefektif menyetujui
konsekuensi buruk. Faktanya, pendengar menyukai pembicara yang mengatakan
konsekuensi baik. Strategi dasar dalam persuasi adalah dengan meyakinkan seseorang
bahwa pemikiran mereka tidak berhubungan dengan pendapat. Sebagai contoh orang
tidak pernah berpikir bahwa ketika mereka mengevalusi hasil ujian itu akan menambah
stress. Orang jarang berpikir mereka salah. Mereka cenderung mengubah keyakinan
mereka sendiri setelah menemukan hasil buruk dari pendapat. Pernyataan bahwa hasil
lebih tinggi tak akan diperoleh dari sistem baru akan kurang efektif dibandingkan
memberikan ide bahwa ujian tengah semester akan lebih berat.
Ide yang sama dapat diterapkan pada seseorang yang ingin meyakinkan
penerima pendapat. Penerima yakin konsekuensi buruk akan timbul. Di lain pihak
pembicara yakin akan timbul konsekuensi baik. Di sini terjadi dua pendapat yang
berbeda. Akan menjadi lebih baik untuk memberikan si penerima dengan fakta-fakta
tentang konsekuensi baik dan membiarkan dia menerima banyak tekanan dan
kemungkinan buruk. Dibandingkan dengan meyakinkan penerima bahwa tekanan
tinggi tidak akan berhasil mengubah nilai ujian, pembicara harus menekankan bahwa
akan terjadi hasil baik. Tentu saja orang tersebut tak perlu bertanya langsung tentang
kemungkinan konsekuensi buruk. Apa yang kita katakan belum tentu strategi baik bagi
pendapat sukarelawan yang menyayangkan keyakinan penerima. Dengan membiarkan
sendiri si penerima mengubah keyakinannya, sebenarnya pembicara telah mengajak
dalam pesan. Penerima bebas untuk tidak berbicara atau menyatakan secara tidak
langsung (Infante 1975c).
Teori Pembelajaran (Learning Theory). Ini merupakan penjelasan kedua untuk
persuasi dalam kerangka value-expectancy. Ide di sini ialah kita mempelajari untuk
menghubungkan konsekuensi dengan pendapat, karakteristik seseorang, perlengkapan
dengan objek (Cronkhite, 1969). Perasaan mendatangkan dengan sebuah konsekuensi
menjadi terhubungkan dengan pendapat tersebut. Pendapat tersebut dapat
diidentifikasi dalam berbagai emosi. Menyebutkan pendapat akan menimbulkan emosi
yang luar biasa. Empat konsekuensi hasil yang lebih rendah, lebih banyak tekanan,
lebih banyak ujian akhir, dan sedikit kesempatan untuk meraih nilai rata-rata dapat
dikondisikan pada pendapat kita untuk mengubah kebijakan pada ujian akhir. Sikap
penerima akan mewakili total dari perasaan negatif dari empat konsekuensi. Ide ini
timbul dari kondisi klasik dalam psikologi. Dalam percobaan Pavlov, seekor anjing
datang menanggapi bel bersamaan saat ia menanggapi bubuk daging di mulutnya, ia
pun mengeluarkan air liur. Menanggapi bubuk daging yang terhubung pada bel dengan
menempatkan bubuk di mulut anjing dengan segera setelah membunyikan bel.
Beberapa saat kemudian, anjing tersebut mengeluarkan air liur sebagai tanggapan
terhadap bel. Tak bisa dipungkiri bahwa proses ini mirip persuasi.
Dalam iklan konsekuensi terdiri dari pendapat dalam harapan terhadap reaksi
orang-orang akan terkondisikan pada pendapat tersebut. Jika tercipta kondisi yang
sukses, pendapat tersebut akan menghasilkan reaksi khalayak yang akan sama dengan
reaksi mereka untuk menghubungkan elemen-elemen. Menyebutkan sebuah perubahan
dalam kebijakan menghadapi ujian akhir memiliki efek yang sama dengan menyebutkan
kemungkinan dalam kualitas lebih rendah, lebih banyak tekanan, lebih banyak soal
ujian, dan sedikit kemungkinan mengubah nilai rata-rata. Pengkondisian akan
memungkinkan untuk menimbulkan ketidaksenangan khalayak tanpa disertai
keperluan untuk mengulang konsekuensi.

Persuasi meliputi pengkondisian perasaan baru pada pendapat dan
membolehkan yang tak diinginkan sebelumnya dengan menghubungkan pada
kelemahan. Tujuannya adalah untuk memusnahkan hubungan antara pendapat dan
hubungan sebelumnya. Sebagai contoh seseorang mencoba seseorang untuk mengubah
keyakinan kebijakan pada ujian akhir, bahwa ada tiga konsekuensi yang timbul dari
pendapat tersebut: lebih sedikit tekanan pada akhir semester, lebih banyak waktu
untuk melakukan aktivitas lain, dan lebih sedikit begadang. Ini merupakan konsekuensi
baru yang penerima belum mempertimbangkan sebelumnya. Ide ini adalah sikap
seseorang dikontrol oleh keyakinan yang terkuat atau lebih penting (Fishbein dan
Ajzen, 1975). Jika seseorang meyakini khalayak tentang tiga konsekuensi baik,
keyakinan baru akan menjadi seorang penerima akan lebih disadari, dan mereka
didorong keyakinan yang lebih awal untuk level kesadaran yang lebih rendah. Jika
penerima kurang menyadari keyakinannya, keyakinan tersebut memiliki efek yang
kurang pada kesadaran penerima.
Di samping menambahkan keyakinan baru pada pemikiran penerima tentang
sebuah pendapat, seseorang dapat menambah kepercayaan pada keyakinan lama.
Seorang penerima yang melawan kebijakan baru ujian akhir akan memiliki keyakinan
tentang konsekuensi baik seperti lebih banyak waktu luang untuk mencari pekerjaan
musim panas. Tetapi keyakinan tersebut belum tentu seyakin keyakinan tentang
konsekuensi buruk seperti hasil rendah dalam ujian. Strategi dilakukan untuk membuat
khalayak lebih sadar akan keyakinannya, sekaligus mengurangi kesadaran pada
keyakinan negatif.
Kita perlu membuat keyakinan baik lebih menjulang karena dua alasan. Pertama,
pembicara dapat menyajikan fakta-fakta dan berbagai alasan untuk
mendemonstrasikan mengapa konsekuensi baik akan terjadi jika pendapat itu
diterapkan. Kedua, pembicara dapat menunjukkan bagaimana pentingnya konsekuensi
baik akan terjadi pada penerima dan teman-temannya. Khalayak menjadi kurang sadar
pada keyakinan negatif karena pemikiran akan menjadi sadar hanya dengan banyak hal
pada satu waktu. Sesuai affective-cognitive consistency theory, pembicara dapat
menghindari menyebutkan keyakinan negatif karena mereka akan lebih menonjol jika
pembicara memikirkan tentang mereka. Sesuai dengan learning theory, keyakinan
paling atas akan menentukan sikap seseorang.

Equity Theory (Teori Keadilan)

Menurut teori ini bahwa kepuasan seseorang tergantung apakah ia merasakan ada
keadilan (equity) atau tidak adil (unequity) atas suatu situasi yang dialaminya. Teori ini
merupakan variasi dari teori perbandingan sosial. Komponen utama dari teori ini
adalah:
1. Input
Yaitu sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung
pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha
yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan pribadi yang dipergunakan
untuk pekerjaannya
2. Hasil (outcomes)
Adalah sesuatu vang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh
dari pekerjaannya, seperti gaji, keuntungan sampingan, simbol status,
penghargaan, serta kesempatan untuk berhasil atau ekspresi diri.
3. Orang bandingan (comparison person)
Bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama atau di tempat lain bahkan
bisa pula dengan dirinya sendiri terhadap pekerjaannya di waktu lampau.
Menurut teori ini, seseorang akan membandingkan rasio input- hasil dirinya
dengan rasio input-hasil-orang bandingan. Jika perbandingan itu dianggapnya
cukup adil, maka ia akan merasa puas. Namun jika perbandingan itu tidak
seimbang dan justru merugikan (kompensasi kurang), akan menimbulkan
ketidakpuasan dan menjadi motif tindakan bagi seseorang untuk menegakkan
keadilan
Ada bermacam cara seorang karyawan berusaha menegakkan keadilan, yaitu
:
a. Meningkatkan atau mengurangi input-input pribadi, khususnya usaha
membujuk orang bandingan untuk meningkatkan atau mengurangi input-
input pribadinya.
b. Membujuk organisasi untuk merubah hasil perseorangan pekerja atau
hasil orang bandingan.
c. Pengabaian psikologis terhadap input-input atau hasil-hasil orang
bandingan.
d. Memilih orang bandingan yang lain.
Bagaimana seseorang berusaha menurunkan ketidakadilan akan ditentukan oleh sifat
selisih hasil dan input serta biaya relatif reaksi alternatif dalam situasi tertentu. Teori
keadilan memiliki implikasi terhadap pelaksanaan kerja para karyawan disamping
terhadap kepuasan kerja. Teori ini meramalkan bahwa seorang karyawan akan
mengubah input usahanya jika tindakan ini lebih layak dari pada reaksi lainnya
terhadap ketidakadilan. Adapun kelemahan teori ini adalah kenyataan bahwa kepuasan
orang juga ditentukan oleh perbedaan individu (misalnya saja pada waktu seseorang
ditanya jumlah gaji yang diinginkan saat melamar pekerjaan). Selain itu tidak liniernya
hubungan antara besarnya kompensasi dengan tingkat kepuasan lebih banyak
bertentangan dengan kenyataan. Implikasi ketidakadilan terhadap pelaksanaan kerja
juga belum menunjukkan kesimpulannya. Kebanyakan studi memiliki kelemahan
metodologis atau lainnya dan terlalu singkat kurun waktu untuk mengevaluasi segala
hal, kecuali akibat-akibat jangka pendek ketidakadilan terhadap pelaksanaan
kerja. Untuk masa sekarang teori keadilan tampaknya kurang bermanfaat untuk
meramalkan usaha dan pelaksanaan kerja dibanding dengan meramalkan apakah
karyawan akan kecewa dengan aspek-aspek pekerjaan tertentu yang mungkin sekali
dijadikan perbandingan sosial, seperti gaji, promosi, penghargaan, serta simbol status

































Reinforcement Theory (Teori Penguatan)

Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat dari perilaku dengan
pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan itu tergantung dari
prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat ketergantungan tersebut bertautan
dengan hubungan antara perilaku dan kejadian yang mengikuti perilaku tersebut.

Teori ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = f ( R & C ) M = Motivasi
R = Reward (penghargaan) - primer/sekunder
C = Consequens (Akibat) - positif/negative

Motivasi seseorang bekerja tergantung pada reward yang diterimanya dan punishment
yang akan dialaminya nanti (Arep Ishak & Tanjung Hendri, 2003:35-37).
Penguatan adalah segala sesuatu yang digunakan seorang pimpinan untuk
meningkatkan atau mempertahankan tanggapan khusus individu. Jadi menurut
teori ini, motivasi seseorang bekerja tergantung pada penghargaan yang
diterimanya dan akibat dari yang akan dialaminya nanti. Teori ini menyebutkan bahwa
perilaku seorang di masa mendatang dibentuk oleh akibat dari perilakunya yang
sekarang.
Jenis reinforcement ada empat, yaitu:
1. positive reinforcement (penguatan positif), yaitu penguatan yang dilakukan
ke arah kinerja yang positif;
2. negative reinforcement (penguatan negatif), yaitu penguatan yang dilakukan
karena mengurangi atau mcnghentikan keadaan yang tidak disukai. Misalnya,
berupaya cepat-cepat menyelesaikan pekerjaan karena
tidak tahan mendengar atasan mengomel terus-menerus;
3. extinction (peredaan), yaitu tidak mengukuhkan suatu perilaku, sehingga
perilaku tersebut mereda atau punah sama sekali. Hal ini dilakukan untuk
mengurangi perilaku yang tidak diharapkan;
4. punishment, yaitu konsekuensi yang tidak menyenangkan dari tanggapan
perilaku tertentu.

Reward adalah pertukaran (penghargaan) yang diberikan perusahaan atau jasa yang
diberikan penghargaan, yang secara garis besar terbagi dua kategori, yaitu:
1. gaji, keuntungan, liburan;
2. kenaikan pangkat dan jabatan, bonus, promosi, simbol (bintang) dan penugasan
yang menarik.
Sistem yang efektif untuk pemberian reward (penghargaan) kepada para
karvawan harus:
1. memenuhi kebutuhan pegawai;
2. dibandingkan dengan reward yang diberikan oleh perusahaan lain;
3. di distribusikan secara wajar dan adil;
4. dapat diberikan dalam berbagai bentuk;
5. dikaitkan dengan prestasi.


Goal setting theory (Teori penetapan tujuan)

Teori penetapan tujuan atau goal setting theory awalnya dikemukakan oleh Dr.
Edwin Locke pada akhir tahun 1960. Lewat publikasi artikelnya Toward a Theory of
Task Motivation and Incentives tahun 1968, Locke menunjukkan adanya keterkaitan
antara tujuan dan kinerja seseorang terhadap tugas. Dia menemukan bahwa tujuan
spesifik dan sulit menyebabkan kinerja tugas lebih baik dari tujuan yang mudah.
Beberapa tahun setelah Locke menerbitkan artikelnya, penelitian lain yang
dilakukan Dr. Gary Latham, yang mempelajari efek dari penetapan tujuan di tempat
kerja. Penelitiannya mendukung persis apa yang telah dikemukakan oleh Locke
mengenai hubungan tak terpisahkan antara penetapan tujuan dan kinerja. Pada tahun
1990, Locke dan Latham menerbitkan karya bersama mereka, A Theory of Goal Setting
and Task Performance. Dalam buku ini, mereka memperkuat argumen kebutuhan
untuk menetapkan tujuan spesifik dan sulit.

Edwin A. Locke. Courtesy: leansystemsinstitute.com

Lima Prinsip Penetapkan Tujuan
a. Kejelasan.
b. Tantangan.
c. Komitmen.
d. Umpan balik (feedback).
e. Kompleksitas tugas.

a. Kejelasan
Tujuan harus jelas terukur, tidak ambigu, dan ada jangka waktu tertentu yang
ditetapkan untuk penyelesaian tugas. Manfaatnya ketika ada sedikit
kesalahpahaman dalam perilaku maka orang masih akan tetap menghargai atau
toleran. Orang tahu apa yang diharapkan, dan orang dapat menggunakan hasil
spesifik sebagai sumber motivasi.
b. Menantang
Salah satu karakteristik yang paling penting dari tujuan adalah tingkat
tantangan. Orang sering termotivasi oleh prestasi, dan mereka akan menilai
tujuan berdasarkan pentingnya sebuah pencapaian yang telah diantisipasi.
Ketika orang tahu bahwa apa yang mereka lakukan akan diterima dengan baik,
akan ada motivasi alami untuk melakukan pekerjaan dengan baik. Dengan
catatan sangat penting untuk memperhatikan keseimbangan yang tepat antara
tujuan yang menantang dan tujuan yang realistis.
c. Komitmen
Tujuan harus dipahami agar efektif. Karyawan lebih cenderung memiliki tujuan
jika mereka merasa mereka adalah bagian dari penciptaan tujuan tersebut.
Gagasan manajemen partisipatif terletak pada ide melibatkan karyawan dalam
menetapkan tujuan dan membuat keputusan. Mendorong karyawan untuk
mengembangkan tujuan-tujuan mereka sendiri, dan mereka menjadi berinisiatif
memperoleh informasi tentang apa yang terjadi di tempat lain dalam organisasi.
Dengan cara ini, mereka dapat yakin bahwa tujuan mereka konsisten dengan visi
keseluruhan dan tujuan perusahaan.

d. Umpan balik (feedback)
Umpan balik memberikan kesempatan untuk mengklarifikasi harapan,
menyesuaikan kesulitan sasaran, dan mendapatkan pengakuan. Sangat penting
untuk memberikan kesempatan benchmark atau target, sehingga individu dapat
menentukan sendiri bagaimana mereka melakukan tugas.

e. Kompleksitas Tugas
Faktor terakhir dalam teori penetapan tujuan memperkenalkan dua persyaratan
lebih untuk sukses. Untuk tujuan atau tugas yang sangat kompleks, manajer
perlu berhati-hati untuk memastikan bahwa pekerjaan tidak menjadi terlalu
berlebihan. Orang-orang yang bekerja dalam peran yang kompleks mungkin
sudah memiliki motivasi tingkat tinggi. Namun, mereka sering mendorong diri
terlalu keras jika tindakan tidak dibangun ke dalam harapan tujuan untuk
menjelaskan kompleksitas tugas, karena itu penting untuk memberikan orang
waktu yang cukup untuk memenuhi tujuan atau meningkatkan kinerja.
Sediakan waktu yang cukup bagi orang untuk berlatih atau mempelajari apa
yang diharapkan dan diperlukan untuk sukses. Inti dari penetapan tujuan adalah
untuk memfasilitasi keberhasilan. Oleh karena itu pastikan bahwa kondisi
sekitar tujuan tidak menyebabkan frustrasi atau menghambat orang untuk
mencapai tujuan mereka.

Penentuan tujuan adalah sesuatu yang diperlukan untuk kesuksesan. Dengan
pemahaman teori penetapan tujuan, kemudian dapat secara efektif menerapkan
prinsip-prinsip untuk tujuan yang akan ditetapkan.

Implikasi dari yang dapat diambil dari teori ini,yaitu :

1. Teori ini jelas mempengaruhi cara organisasi mengukur kinerjanya. Dengan
menggunakan konsep penetapan tujuan yaitu adanya kejelasan, tujuan yang
menantang, dan berkomitmen untuk mencapainya. Memberikan umpan balik
pada kinerja. Mempertimbangkan kompleksitas tugas.
2. Memungkinkan manajemen untuk melakukan diagnosis kesiapan, misalnya
apakah tenaga kerja, organisasi dan teknologi sesuai dengan program goal
setting.
3. Mempersiapkan tenaga kerja berkenaan dengan interaksi antara individu,
komunikasi, pelatihan (training) dan perencanaan.
4. Penekanan pada sasaran yang harus diketahui dan dimengerti oleh manajer
dan bawahannya
5. Mengevaluasi tindak lanjut untuk penyesuaian sasaran yang ditentukan.
6. Tinjauan akhir untuk memeriksa cara pengerjaan dan modifikasi yang
ditentukan. Manajemen berdasarkan sasaran memberi kesempatan kepada
tenaga kerja untuk membuat penilaiannya sendiri mengenai hasil-hasil
operasi, artinya jika ia membicarakan hasil maka sebenarnya individu
tersebut menilai dirinya sendiri dan mungkin sekali mendapatkan wawasan
mendalam bagaimana ia harus memperbaiki sikapnya. cara-caranya atau
kelakuannya.








































Sumber :
http://perilakuorganisasi.com/teori-dua-faktor.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_hierarki_kebutuhan_Maslow
http://wardalisa.staff.gunadarma.ac.id/.../Materi+07+-+TeoriAbrahamMaslow
https://id.scribd.com/doc/83642587/Expectancy-Theory-of-Motivation
http://vthreeorange.blogspot.com/2011/05/teori-keadilan-equity-theory.html
http://daraainy.blogspot.com/2013/01/teori-penguatan-reinforcement-theory.html
http://rei5055raikom.blogspot.com/2011/05/reinforcement-theory-teori-
pengukuhan.html
http://perilakuorganisasi.com/teori-penetapan-tujuan.html

Anda mungkin juga menyukai