bahwa enzim tidak dapat menghidrolisis fibrin pada kondisi perlakuan.
Analisis SDS-PAGE Tahapan kerja yang dilakukan dalam analisis SDS-PAGE meliputi preparasi gel pemisah dan penahan, preparasi sampel dan loading, kondisi running, pewarnaan gel dan pelunturan warna. Preparasi gel pemisah dan penahan. Pembuatan gel pemisah 10% dan gel penahan 4% untuk SDS-PAGE dilakukan dengan komposisi yang tertera pada Tabel 1 berikut :
Tabel 1 Komposisi gel pemisah dan gel penahan untuk SDS-PAGE dan zimografi Pereaksi Gel pemisah 10%(l)
Gel penahan 4% (l) Larutan A 15.00 1.34 Larutan B 6.00 - Larutan C - 2.50 Akuades 9.00 6.00 APS 0.30 0.10 TEMED 0.03 0.01 Total 30.33 9.95 Komposisi larutan A, B, dan C pada lampiran 1, APS = amonium persulfat, dan TEMED = N,N,N,N,- tetrametilendiamin
Preparasi sampel dan loading. Sebanyak 50 l yang telah dipresipitasi dengan APS 60% ditambahkan ke dalam 50 l bufer sampel yang mengandung 2-merkaptoetanol, lalu dipanaskan pada suhu 100C selama 4 menit. Tiap sampel dimasukkan (loading) ke dalam sumur gel dengan kisaran volume 40 l, sedangkan volume marker LMW yang digunakan sebanyak 10 l. Standar protein yang digunakan adalah LMW (Low Marker Weight).
Kondisi running, pewarnaan, dan pelunturan warna. Gel dijalankan pada tegangan 150V selama 1 jam dalam bufer elektroforesis. Setelah proses running, gel langsung diwarnai dengan larutan pewarna (Coomassie Brilliant Blue R-250) selama 15 menit. Pelunturan warna pada gel dilakukan dengan larutan peluntur berulang kali sampai diperoleh pita protein berwarna biru dengan latar gel bening. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Lampiran 3.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ekstraksi dan Isolasi
Bisa ular kobra yang diperoleh merupakan cairan kental berwarna kuning. Pengambilan bisa ular kobra dilakukan dengan menekan kepala ular, lalu menekankan taring ular ke gelas yang bagian pinggirnya karet. Proses ini disebut milking (Mackessy & Huang 2003). Bisa yang dikeluarkan dari setiap ular sangat bervariasi, volume sekali pengambilan sekitar 0.05-0.50 ml. Ekstrak bisa yang digunakan pada penelitian ini dikumpulkan dari sekitar 15 ekor dengan volume 2.5 ml.
Kadar Air
Kadar air suatu bahan adalah nilai persen banyaknya air yang terkandung dalam suatu bahan terhadap bobot keringnya. Pengeringan bisa ular dilakukan dengan cara freeze dry pada suhu -50C. Hasil pengeringan 2.5 ml bisa ular dengan bobot awal 2.8510 gram menghasilkan bobot bisa setelah pengeringan 2.0516 gram. Bentuk dan warna setelah pengeringan dapat dilihat pada Gambar 3. Kadar air bisa ular yang diperoleh dari hasil pengeringan yaitu 28.22%. Kadar air ini lebih kecil dibandingkan dengan kadar air bisa ular kobra pada penelitian Saputra (2000) yaitu 71.45%, dan menurut Lim et al.(2002) kadar air bisa ular kobra sekitar 98.81%. Kadar air yang sedikit dalam ekstrak bisa ular disebabkan karena kandungan lipid yang banyak. Hal ini terlihat setelah proses frezee dry ekstrak bisa berbentuk seperti minyak. Hal lain yang dapat menyebabkan perbedaan kandungan air dalam perolehan ekstrak kering bisa adalah ukuran ular dan usia ular (Mackessy & Huang 2003).
Gambar 3 Bisa ular kobra hasil freeze dry
6 Fraksinasi
Pemurnian protein dilakukan dengan metode kromatografi kolom (filtrasi gel). Filtrasi gel adalah cara pemisahan berdasarkan ukuran molekul protein di dalam suatu gel berbahan dasar dekstran, seperti sephadex. Cara ini cukup baik untuk purifikasi dan pemisahan biomolekul dengan rentang lebar (Widowati et al. 2007) Pemurnian protein pada ekstrak kasar bisa ular digunakan jenis gel sephadex G-75 dengan jangkauan bobot molekul yang dapat dipisahkan antara 3000 sampai 75.000 dalton. Filtrasi gel dilakukan pada suhu 4C untuk menghindari kerusakan enzim yang terdapat dalam bisa ular. Tiap tabung fraksi ditampung volume sebanyak 8 ml dan diperoleh hasil kolom sebanyak 20 fraksi. Komponen- komponen ekstrak akan terpisah bergantung pada besar berat molekul (BM). Sephadex dapat mengembang menghasilkan pori-pori dengan ukuran tertentu. Molekul kecil dapat menyusup ke dalam pori-pori yang akan bergerak lebih lambat, sebaliknya molekul besar bergerak di bagian pinggir pori-pori yang bergerak lebih cepat (Widowati et al. 2007) Pengukuran serapan dilakukan mengguna- kan spektrofotometer UV pada panjang gelombang 280 nm bertujuan menentukan protein secara cepat. Hasil serapan fraksi kolom pada Lampiran 4. Hasil absorbans ke-20 fraksi kolom terdapat tiga fraksi yang memiliki serapan tertinggi (puncak) yaitu fraksi nomor 4, 9, dan 13 dengan serapan masing-masing 4.000, 7.550, dan 3.467 (Gambar 4).
Gambar 4 Nilai absorbans 20 fraksi kolom ekstrak bisa ular kobra pada 280 nm.
.Uji Kandungan Protein
Penentuan kandungan protein tiap fraksi, dilakukan pengukuran dengan metode Bradford pada Lampiran 5. Hasil pengukuran kandungan protein ketiga fraksi tertera pada Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan protein 3 fraksi dan ekstrak kasar bisa ular kobra hasil kolom filtrasi gel.
Berdasarkan data di atas, diperoleh bahwa sebagian besar protein ekstrak kasar terkumpul pada fraksi nomor 9. Untuk beberapa fraksi hasil pengukuran protein pada panjang gelombang 590 nm (metode Bradford) sangat berbeda dibandingkan hasil serapan pada panjang gelombang 280 nm. Hal ini diduga karena adanya senyawa lain yang tidak termasuk golongan protein tetapi menyerap cahaya pada panjang gelombang 280 nm.
Uji Aktivitas Hemolisis
Uji aktivitas hemolisis menggunakan sel darah merah (SDM) sapi 4%. Pada kondisi normal, SDM yang ditempatkan ke dalam suatu pelat akan menggelinding dan berkumpul membentuk bulatan di dasar pelat. Sel-sel darah merah terpisah dari medium cair (pelarut). Sebaliknya, larutan SDM yang mengalami lisis akan berwarna kemerahan setelah beberapa saat (kontrol sebagai pembanding) dikatakan mengalami hemolisis. Hemolisis menyebabkan sel darah merah pecah akibat lepasnya hemogobin dari stroma eritrosit.
Gambar 5 Sel darah merah yang tidak mengalami hemolisis (a) dan yang mengalami hemolisis (b) setelah penambahan ekstrak bisa ular kobra.
Berdasarkan hasil uji aktivitas hemolisis dari semua fraksi hasil filtrasi gel yang a b 7 diujikan menunjukkan adanya aktivitas hemolisis (Gambar 6). Hal ini dibuktikan dengan larutan SDM yang menjadi merah dan tidak terlihat adanya kumpulan sel darah pada dasar pelat, sedangkan pada fraksi yang tidak mengalami hemolisis, sel-sel darah merah berkumpul di dasar pelat. Uji ekstrak kasar pada bisa ular, SDM yang ditambahkan berkumpul di dasar pelat. Penurunan konsentrasi ekstrak tidak berpengaruh terhadap kemungkinan adanya aktivitas hemolisis. Hemolisis terjadi pada semua fraksi, ada hemolisis sempurna dan tidak sempurna. Hemolisis yang tidak sempurna kemungkinan disebabkan adanya senyawa inhibitor pada fraksi itu. Hemolisis yang tidak sempurna terjadi pada sel darah merah yang tidak sepenuhnya hancur. Hemolisis tidak sempurna terjadi pada fraksi 1, 2, 11, 12, dan 23, sisanya hemolisis sempurna. Inhibitor juga terdapat pada ekstrak kasar dan menghambat aktivitas enzim penyebab hemolisis. Beberapa konsentrasi ekstrak kasar tidak berpengaruh pada aktivitas inhibitor. Pengaruh inhibitor dapat dihilangkan yaitu dengan memisahkan komponen ekstrak kasar menggunakan filtrasi gel.
Gambar 6 Aktivitas hemolisis SDM ekstrak kasar dan fraksi kolom bisa ular kobra, 1-23 = fraksi kolom, dan EK = ekstrak kasar.
Pemurnian berpengaruh terhadap aktivitas enzim hemolisis pada membran sel darah merah. Pemurnian akan menyebabkan pemecahan (pemisahan) senyawa fospolipid yang tidak atau memiliki aktivitas sehingga dapat meningkatkan atau menurunkan kemampuan menghidrolisis sel darah. Hasil pemurnian bisa ular Naja naja menyebabkan enzim fosfolipase A 2 hanya mampu menghidrolisis hingga 70% fosfatidilkolin dan 20% fosfatidiletanolamin sel darah merah manusia.
Uji Aktivitas Fibrinolisis
Uji aktivitas fibrinolisis substrat (fibrin) menggunakan 2 konsentrasi fibrin, yaitu 0.01 g dan 0.02 g serta ekstrak kasar bisa ular kobra 5% dan 10%. Tujuannya melihat pengaruh konsentrasi substrat terhadap produk degradasi yang terhidrolisis. Hasil uji menunjukkan bahwa terdapat aktivitas fibrinolisis bisa ular kobra pada konsentrasi 10% dengan substrat 0.02 g (Gambar 7b)
(a) (b) Gambar 7 Uji fibrinolisis substrat dengan ekstrak kasar bisa ular kobra, (a) tidak terjadi fibrinolisis (b) fibrinolisis.
Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh konsentrasi substrat, semakin besar konsentrasi substrat maka aktivitas enzim akan meningkat sampai kondisi jenuh, yakni kondisi ketika sisi aktif enzim telah habis bereaksi dengan substrat (Lehninger 1982; Girindra 1990). Secara makroskopik, produk degradasi fibrin dengan konsentrasi enzim yang sama menunjukkan tidak adanya perbedaan, tetapi jika dilihat secara mikroskopik ternyata hasilnya sangat berbeda (Gambar 7). Michaelis et al. menyatakan bahwa reaksi yang dikatalisis oleh enzim pada berbagai konsentrasi substrat mengalami 2 fase, yaitu (1) jika konsentrasi substrat masih rendah, daerah yang aktif pada enzim tidak semuanya terikat dengan substrat; (2) jika jumlah molekul substrat meningkat maka daerah yang aktif terikat seluruhnya oleh substrat, pada saat ini enzim telah bekerja dengan kapasitas penuh (Girindra 1993). Hasil penelitian bisa ular dan aktivitas enzim protease oleh beberapa peneliti pada berbagai ular kobra memang ada ditemukannya aktivitas fibrinolisis dalam bisa ular spesies Naja sputatrix (Markland 1998).
Penentuan Bobot Molekul Protein dengan Metode Elektroforesis SDS-PAGE
Hasil elektroforesis untuk pemisahan protein-protein bisa ular dapat dilihat pada Gambar 8. Pita ini adalah enzim yang 8 menyebabkan hemolisis dan fibrinolisis sel darah merah. Berdasarkan hasil uji SDS-PAGE menunjukkan bahwa fraksi 3 memiliki 7 subunit protein dengan bobot molekul 189.2, 116.5, 54.7, 30.2, 27.2, 21.9, dan 16.7 (kD). Fraksi 4 memiliki 6 subunit protein dengan bobot molekul 222.4, 189.2, 75.6, 54.7, 27.2, dan 21.9 (kD). Bobot molekul tersebut ditentukan dengan persamaan kurva hubungan antara jarak migrasi dan log BM pada Lampiran 6. Ekstrak kasar bisa ular tidak terbaca pada elektroforesis ini, mungkin karena kandungan lemak yang banyak. Fraksi 3 dan 4 mempunyai beberapa kesamaan pita, kemungkinan kesamaan tersebut menunjukkan adanya aktivitas untuk hemolisis dan fibrinolisis.
Gambar 8 Pita pemisahan enzim bisa ular kobra dengan SDS-PAGE, M = marker, EK = ekstrak kasar, F3 = fraksi 3, F4 = fraksi 4.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak kasar dan fraksi kolom bisa ular kobra mempunyai aktivitas hemolisis yang sangat tergantung pada konsentrasinya. Aktivitas fibrinolisis hanya dilakukan pada ekstrak kasar dan terdapat aktivitas tersebut pada konsentrasi 10% dengan substrat (fibrin) 0.02 g. Hasil elektroforesis mempunyai aktivitas hemolisis yang sangat tergantung pada konsentrasinya. Aktivitas fibrinolisis hanya dilakukan pada ekstrak kasar dan terdapat aktivitas tersebut pada konsentrasi 10% dengan substrat (fibrin) 0.02 g. Hasil elektroforesis fraksi 3 dan 4 menghasilkan 7 dan 6 pita secara berturut- turut 189.2, 116.5, 54.7, 30.2, 27.2, 21.9, 16.7 (kD), dan 222.4, 189.2, 75.6, 54.7, 27.2, 21.9 (kD). Kesamaan bobot molekul kemungkinan yang memberi aktivitas hemolisis maupun fibrinolisis.
Saran Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui apakah enzim hemolisis yang diperoleh adalah fosfolipase. Di samping itu, perlu dilakukan uji aktivitas lain.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander JN & Simon MI. 2000. Methods in enzimology dalam M.P. Deutscher (Penyunting) Guide to Protein Purification. San Diego: Academic Press.
Arikan H et al. 2003. Electrophoretic patterns of some viper venoms from Turkey. Turkey: Biology Division.
Bororing SR. 2004. Pengaruh latihan aerobik terhadap fibrinolisis, viskositas darah dan plasma darah. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI.
Bradford MM.1976. A rapid and sensitive methods for the quantitation of microgram quantities of protein utilizing the principle of protein-dye binding. Anal Biochem 72:248-254.
Brown BA. 1980. Hematology: Principle and Procedures. Ed. 3. London: Henry Publishers.
Condrea E. 1980. Hemolytic Effect of Snake Venoms in Natural Toxins (Eaker dan Wadstrom). London: Pengamon Press.
Delima DC et al. 2005. Any clue for antibiotics and CAM. Snake Venom. 2 (1):39-47.
Fry BG. 1999. Stucture-function properties of venom components from Australian elapids. Toxicon 37:11-32.