Anda di halaman 1dari 4

5

ular. Banyaknya gumpalan menunjukkan


bahwa enzim tidak dapat menghidrolisis fibrin
pada kondisi perlakuan.

Analisis SDS-PAGE
Tahapan kerja yang dilakukan dalam
analisis SDS-PAGE meliputi preparasi gel
pemisah dan penahan, preparasi sampel dan
loading, kondisi running, pewarnaan gel dan
pelunturan warna.
Preparasi gel pemisah dan penahan.
Pembuatan gel pemisah 10% dan gel penahan
4% untuk SDS-PAGE dilakukan dengan
komposisi yang tertera pada Tabel 1 berikut :

Tabel 1 Komposisi gel pemisah dan gel
penahan untuk SDS-PAGE dan zimografi
Pereaksi Gel pemisah
10%(l)

Gel penahan
4% (l)
Larutan A 15.00 1.34
Larutan B 6.00 -
Larutan C - 2.50
Akuades 9.00 6.00
APS 0.30 0.10
TEMED 0.03 0.01
Total 30.33 9.95
Komposisi larutan A, B, dan C pada lampiran 1, APS =
amonium persulfat, dan TEMED = N,N,N,N,-
tetrametilendiamin

Preparasi sampel dan loading. Sebanyak
50 l yang telah dipresipitasi dengan APS
60% ditambahkan ke dalam 50 l bufer
sampel yang mengandung 2-merkaptoetanol,
lalu dipanaskan pada suhu 100C selama 4
menit. Tiap sampel dimasukkan (loading) ke
dalam sumur gel dengan kisaran volume 40
l, sedangkan volume marker LMW yang
digunakan sebanyak 10 l. Standar protein
yang digunakan adalah LMW (Low Marker
Weight).

Kondisi running, pewarnaan, dan
pelunturan warna. Gel dijalankan pada
tegangan 150V selama 1 jam dalam bufer
elektroforesis. Setelah proses running, gel
langsung diwarnai dengan larutan pewarna
(Coomassie Brilliant Blue R-250) selama 15
menit. Pelunturan warna pada gel dilakukan
dengan larutan peluntur berulang kali sampai
diperoleh pita protein berwarna biru dengan
latar gel bening. Diagram alir penelitian dapat
dilihat pada Lampiran 3.




HASIL DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi dan Isolasi

Bisa ular kobra yang diperoleh merupakan
cairan kental berwarna kuning. Pengambilan
bisa ular kobra dilakukan dengan menekan
kepala ular, lalu menekankan taring ular ke
gelas yang bagian pinggirnya karet. Proses ini
disebut milking (Mackessy & Huang 2003).
Bisa yang dikeluarkan dari setiap ular
sangat bervariasi, volume sekali pengambilan
sekitar 0.05-0.50 ml. Ekstrak bisa yang
digunakan pada penelitian ini dikumpulkan
dari sekitar 15 ekor dengan volume 2.5 ml.

Kadar Air

Kadar air suatu bahan adalah nilai persen
banyaknya air yang terkandung dalam suatu
bahan terhadap bobot keringnya. Pengeringan
bisa ular dilakukan dengan cara freeze dry
pada suhu -50C. Hasil pengeringan 2.5 ml
bisa ular dengan bobot awal 2.8510 gram
menghasilkan bobot bisa setelah pengeringan
2.0516 gram. Bentuk dan warna setelah
pengeringan dapat dilihat pada Gambar 3.
Kadar air bisa ular yang diperoleh dari hasil
pengeringan yaitu 28.22%. Kadar air ini lebih
kecil dibandingkan dengan kadar air bisa ular
kobra pada penelitian Saputra (2000) yaitu
71.45%, dan menurut Lim et al.(2002) kadar
air bisa ular kobra sekitar 98.81%. Kadar air
yang sedikit dalam ekstrak bisa ular
disebabkan karena kandungan lipid yang
banyak. Hal ini terlihat setelah proses frezee
dry ekstrak bisa berbentuk seperti minyak. Hal
lain yang dapat menyebabkan perbedaan
kandungan air dalam perolehan ekstrak kering
bisa adalah ukuran ular dan usia ular
(Mackessy & Huang 2003).


Gambar 3 Bisa ular kobra hasil freeze dry




6
Fraksinasi

Pemurnian protein dilakukan dengan
metode kromatografi kolom (filtrasi gel).
Filtrasi gel adalah cara pemisahan berdasarkan
ukuran molekul protein di dalam suatu gel
berbahan dasar dekstran, seperti sephadex.
Cara ini cukup baik untuk purifikasi dan
pemisahan biomolekul dengan rentang lebar
(Widowati et al. 2007)
Pemurnian protein pada ekstrak kasar bisa
ular digunakan jenis gel sephadex G-75
dengan jangkauan bobot molekul yang dapat
dipisahkan antara 3000 sampai 75.000 dalton.
Filtrasi gel dilakukan pada suhu 4C untuk
menghindari kerusakan enzim yang terdapat
dalam bisa ular. Tiap tabung fraksi ditampung
volume sebanyak 8 ml dan diperoleh hasil
kolom sebanyak 20 fraksi. Komponen-
komponen ekstrak akan terpisah bergantung
pada besar berat molekul (BM). Sephadex
dapat mengembang menghasilkan pori-pori
dengan ukuran tertentu. Molekul kecil dapat
menyusup ke dalam pori-pori yang akan
bergerak lebih lambat, sebaliknya molekul
besar bergerak di bagian pinggir pori-pori
yang bergerak lebih cepat (Widowati et al.
2007)
Pengukuran serapan dilakukan mengguna-
kan spektrofotometer UV pada panjang
gelombang 280 nm bertujuan menentukan
protein secara cepat. Hasil serapan fraksi
kolom pada Lampiran 4.
Hasil absorbans ke-20 fraksi kolom
terdapat tiga fraksi yang memiliki serapan
tertinggi (puncak) yaitu fraksi nomor 4, 9,
dan 13 dengan serapan masing-masing 4.000,
7.550, dan 3.467 (Gambar 4).


Gambar 4 Nilai absorbans 20 fraksi kolom
ekstrak bisa ular kobra pada 280
nm.

.Uji Kandungan Protein

Penentuan kandungan protein tiap fraksi,
dilakukan pengukuran dengan metode
Bradford pada Lampiran 5. Hasil pengukuran
kandungan protein ketiga fraksi tertera pada
Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan protein 3 fraksi dan
ekstrak kasar bisa ular kobra hasil
kolom filtrasi gel.

Nama fraksi Kandungan protein
(mg/ml)
Ekstrak kasar 0.3150
Fraksi kolom no. 4 0.0703
Fraksi kolom no. 9 0.1402
Fraksi kolom no.13 0.0319

Berdasarkan data di atas, diperoleh bahwa
sebagian besar protein ekstrak kasar
terkumpul pada fraksi nomor 9. Untuk
beberapa fraksi hasil pengukuran protein pada
panjang gelombang 590 nm (metode
Bradford) sangat berbeda dibandingkan hasil
serapan pada panjang gelombang 280 nm. Hal
ini diduga karena adanya senyawa lain yang
tidak termasuk golongan protein tetapi
menyerap cahaya pada panjang gelombang
280 nm.

Uji Aktivitas Hemolisis

Uji aktivitas hemolisis menggunakan sel
darah merah (SDM) sapi 4%. Pada kondisi
normal, SDM yang ditempatkan ke dalam
suatu pelat akan menggelinding dan
berkumpul membentuk bulatan di dasar pelat.
Sel-sel darah merah terpisah dari medium cair
(pelarut). Sebaliknya, larutan SDM yang
mengalami lisis akan berwarna kemerahan
setelah beberapa saat (kontrol sebagai
pembanding) dikatakan mengalami hemolisis.
Hemolisis menyebabkan sel darah merah
pecah akibat lepasnya hemogobin dari stroma
eritrosit.


Gambar 5 Sel darah merah yang tidak
mengalami hemolisis (a) dan yang
mengalami hemolisis (b) setelah
penambahan ekstrak bisa ular
kobra.

Berdasarkan hasil uji aktivitas hemolisis
dari semua fraksi hasil filtrasi gel yang
a b
7
diujikan menunjukkan adanya aktivitas
hemolisis (Gambar 6). Hal ini dibuktikan
dengan larutan SDM yang menjadi merah dan
tidak terlihat adanya kumpulan sel darah pada
dasar pelat, sedangkan pada fraksi yang tidak
mengalami hemolisis, sel-sel darah merah
berkumpul di dasar pelat.
Uji ekstrak kasar pada bisa ular, SDM
yang ditambahkan berkumpul di dasar pelat.
Penurunan konsentrasi ekstrak tidak
berpengaruh terhadap kemungkinan adanya
aktivitas hemolisis.
Hemolisis terjadi pada semua fraksi, ada
hemolisis sempurna dan tidak sempurna.
Hemolisis yang tidak sempurna kemungkinan
disebabkan adanya senyawa inhibitor pada
fraksi itu. Hemolisis yang tidak sempurna
terjadi pada sel darah merah yang tidak
sepenuhnya hancur. Hemolisis tidak sempurna
terjadi pada fraksi 1, 2, 11, 12, dan 23, sisanya
hemolisis sempurna. Inhibitor juga terdapat
pada ekstrak kasar dan menghambat aktivitas
enzim penyebab hemolisis. Beberapa
konsentrasi ekstrak kasar tidak berpengaruh
pada aktivitas inhibitor. Pengaruh inhibitor
dapat dihilangkan yaitu dengan memisahkan
komponen ekstrak kasar menggunakan filtrasi
gel.


Gambar 6 Aktivitas hemolisis SDM ekstrak
kasar dan fraksi kolom bisa ular
kobra, 1-23 = fraksi kolom, dan
EK = ekstrak kasar.

Pemurnian berpengaruh terhadap aktivitas
enzim hemolisis pada membran sel darah
merah. Pemurnian akan menyebabkan
pemecahan (pemisahan) senyawa fospolipid
yang tidak atau memiliki aktivitas sehingga
dapat meningkatkan atau menurunkan
kemampuan menghidrolisis sel darah. Hasil
pemurnian bisa ular Naja naja menyebabkan
enzim fosfolipase A
2
hanya mampu
menghidrolisis hingga 70% fosfatidilkolin dan
20% fosfatidiletanolamin sel darah merah
manusia.


Uji Aktivitas Fibrinolisis

Uji aktivitas fibrinolisis substrat (fibrin)
menggunakan 2 konsentrasi fibrin, yaitu 0.01
g dan 0.02 g serta ekstrak kasar bisa ular
kobra 5% dan 10%. Tujuannya melihat
pengaruh konsentrasi substrat terhadap produk
degradasi yang terhidrolisis. Hasil uji
menunjukkan bahwa terdapat aktivitas
fibrinolisis bisa ular kobra pada konsentrasi
10% dengan substrat 0.02 g (Gambar 7b)


(a) (b)
Gambar 7 Uji fibrinolisis substrat dengan
ekstrak kasar bisa ular kobra, (a)
tidak terjadi fibrinolisis (b)
fibrinolisis.

Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh
konsentrasi substrat, semakin besar
konsentrasi substrat maka aktivitas enzim
akan meningkat sampai kondisi jenuh, yakni
kondisi ketika sisi aktif enzim telah habis
bereaksi dengan substrat (Lehninger 1982;
Girindra 1990).
Secara makroskopik, produk degradasi
fibrin dengan konsentrasi enzim yang sama
menunjukkan tidak adanya perbedaan, tetapi
jika dilihat secara mikroskopik ternyata
hasilnya sangat berbeda (Gambar 7).
Michaelis et al. menyatakan bahwa reaksi
yang dikatalisis oleh enzim pada berbagai
konsentrasi substrat mengalami 2 fase, yaitu
(1) jika konsentrasi substrat masih rendah,
daerah yang aktif pada enzim tidak semuanya
terikat dengan substrat; (2) jika jumlah
molekul substrat meningkat maka daerah yang
aktif terikat seluruhnya oleh substrat, pada
saat ini enzim telah bekerja dengan kapasitas
penuh (Girindra 1993).
Hasil penelitian bisa ular dan aktivitas
enzim protease oleh beberapa peneliti pada
berbagai ular kobra memang ada
ditemukannya aktivitas fibrinolisis dalam bisa
ular spesies Naja sputatrix (Markland 1998).

Penentuan Bobot Molekul Protein dengan
Metode Elektroforesis SDS-PAGE

Hasil elektroforesis untuk pemisahan
protein-protein bisa ular dapat dilihat pada
Gambar 8. Pita ini adalah enzim yang
8
menyebabkan hemolisis dan fibrinolisis sel
darah merah.
Berdasarkan hasil uji SDS-PAGE
menunjukkan bahwa fraksi 3 memiliki 7
subunit protein dengan bobot molekul 189.2,
116.5, 54.7, 30.2, 27.2, 21.9, dan 16.7 (kD).
Fraksi 4 memiliki 6 subunit protein dengan
bobot molekul 222.4, 189.2, 75.6, 54.7, 27.2,
dan 21.9 (kD). Bobot molekul tersebut
ditentukan dengan persamaan kurva
hubungan antara jarak migrasi dan log BM
pada Lampiran 6. Ekstrak kasar bisa ular tidak
terbaca pada elektroforesis ini, mungkin
karena kandungan lemak yang banyak. Fraksi
3 dan 4 mempunyai beberapa kesamaan pita,
kemungkinan kesamaan tersebut
menunjukkan adanya aktivitas untuk
hemolisis dan fibrinolisis.


Gambar 8 Pita pemisahan enzim bisa ular
kobra dengan SDS-PAGE, M =
marker, EK = ekstrak kasar, F3 =
fraksi 3, F4 = fraksi 4.


SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Ekstrak kasar dan fraksi kolom bisa ular
kobra mempunyai aktivitas hemolisis yang
sangat tergantung pada konsentrasinya.
Aktivitas fibrinolisis hanya dilakukan pada
ekstrak kasar dan terdapat aktivitas tersebut
pada konsentrasi 10% dengan substrat (fibrin)
0.02 g.
Hasil elektroforesis mempunyai aktivitas
hemolisis yang sangat tergantung pada
konsentrasinya. Aktivitas fibrinolisis hanya
dilakukan pada ekstrak kasar dan terdapat
aktivitas tersebut pada konsentrasi 10%
dengan substrat (fibrin) 0.02 g.
Hasil elektroforesis fraksi 3 dan 4
menghasilkan 7 dan 6 pita secara berturut-
turut 189.2, 116.5, 54.7, 30.2, 27.2, 21.9, 16.7
(kD), dan 222.4, 189.2, 75.6, 54.7, 27.2, 21.9
(kD). Kesamaan bobot molekul kemungkinan
yang memberi aktivitas hemolisis maupun
fibrinolisis.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui apakah enzim hemolisis
yang diperoleh adalah fosfolipase. Di samping
itu, perlu dilakukan uji aktivitas lain.


DAFTAR PUSTAKA

Alexander JN & Simon MI. 2000. Methods in
enzimology dalam M.P. Deutscher
(Penyunting) Guide to Protein
Purification. San Diego: Academic
Press.

Arikan H et al. 2003. Electrophoretic patterns
of some viper venoms from Turkey.
Turkey: Biology Division.

Bororing SR. 2004. Pengaruh latihan aerobik
terhadap fibrinolisis, viskositas darah
dan plasma darah. Jakarta: Fakultas
Kedokteran UI.

Bradford MM.1976. A rapid and sensitive
methods for the quantitation of
microgram quantities of protein
utilizing the principle of protein-dye
binding. Anal Biochem 72:248-254.

Brown BA. 1980. Hematology: Principle and
Procedures. Ed. 3. London: Henry
Publishers.

Condrea E. 1980. Hemolytic Effect of Snake
Venoms in Natural Toxins (Eaker dan
Wadstrom). London: Pengamon Press.

Delima DC et al. 2005. Any clue for
antibiotics and CAM. Snake Venom. 2
(1):39-47.

Fry BG. 1999. Stucture-function properties of
venom components from Australian
elapids. Toxicon 37:11-32.

(kD) M EK F3 F4
203


118


86


51.6

34.1


29.0
19.2
7.5


189.2






54.7





27.2

Anda mungkin juga menyukai