Anda di halaman 1dari 8

Rasha Audina Prameswari Zakaria

240210120036
IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

Ekstraksi adalah suatu cara untuk mendapatkan minyak dari bahan yang
diduga mengandung minyak. Cara-cara ekstraksi minyak sangat beragam
diantaranya rendering (wet and dry), mechanical expression, dan solvent
extraction (Ketaren, 1996). Cara-cara yang digunakan untuk memisahkan lemak
dan minyak dari sumbernya yang berupa tumbuh-tumbuhan atau hewan sangat
berbeda sesuai dengan sifat sumber minyak tersebut. Tujuan proses ekstrasi
adalah :
1. Untuk memperoleh minyak atau lemak tanpa dirusak oleh proses itu dan
dalam keadaan semurni mungkin.
2. Memperoleh minyak dan lemak setinggi mungkin.
3. Menghasilkan sisa berupa residu yang bernilai setinggi mungkin. (Buckle
et al., 1957).
Minyak yang dibuat kali ini adalah minyak kelapa. Minyak Kelapa adalah
minyak nabati yang berasal dari daging buah kelapa tua baik dalam bentuk segar
maupun daging kering (kopra). Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain,
minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan tesendiri, yakni rendahnya
kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang
tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan, tetapi juga untuk memenuhi
kebutuhan non-pangan.
Praktikum kali ini dilakukan ekstraksi minyak dari kelapa dengan cara
basah dan dengan ekstraksi enzimatis menggunakan berbagai macam ragi.
Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua diperkirakan mencapai 30%-
35%, atau kandungan minyak dalam kopra mencapai 63-72%. Setiap minyak
nabati memiliki sifat dan ciri tersendiri yang sangat ditentukan oleh struktur asam
lemak pada rangkaian trigliseridanya. Minyak kelapa kaya akan asam lemak
berantai sedang (C
8
C
14
), khususnya asam laurat dan asam meristat.

4.1. Pembuatan Minyak Kelapa dengan Metode Ekstraksi Basah
Ekstraksi dengan cara basah dikenal sebagai metode ekstraksi rendering
basah. Ekstraksi ini digunakan pada bahan yang mengandung air yang sangat
Rasha Audina Prameswari Zakaria
240210120036
tinggi. Pembuatan minyak kelapa diawali dengan pembuatan santan kelapa yang
merupakan cairan hasil ekstraksi dari kelapa parut dengan menggunakan air. .
Prinsip pembuatan minyak kelapa cara basah atau melalui santan adalah
pemecahan sistem emulsi santan melalui denaturasi protein. Denaturasi protein
sendiri terjadi dikarenakan adanya proses pemanasan. Tujuan lain pemanasan
adalah untuk menghilangkan kandungan air pada santan.
Pembuatan minyak kelapa pada praktikum kali ini dibuat dari 500 gram
kelapa parut yang ditambahkan dengan air hangat. Penggunaan air hangat
ditujukan untuk menggumpalkan protein pada dinding sel bahan dan untuk
memecahkan dinding sel tersebut, sehingga mudah ditembus oleh minyak atau
lemak yang terkandung di dalamnya (Ketaren, 1996). Terdapat dua perlakuan
perbandingan kelapa parut dan air yang digunakan yaitu 1:1 dan 1:2 . Kemudian
kelapa parut tersebut diperas dan disaring hingga menghasilkan santan. Santan
merupakan jenis emulsi minyak dalam air (o/w), di mana yang berperan sebagai
media pendispersi adalah air dan fasa terdispersinya adalah minyak. Globula-
globula minyak dalam santan dikelilingi oleh lapisan tipis protein dan fosfolida.
Lapisan protein menyelubungi tetes-tetes minyak yang terdispersi di dalam air.
Untuk dapat menghasilkan minyak maka lapisan protein itu perlu dipecah
sehingga tetes-tetes minyak akan bergabung menjadi minyak. Kemudian santan
dipanaskan dengan menggunakan api kecil sambil diaduk hingga terbentuk
galendo. Kemudian, setelah galendo terbentuk dilakukan proses pemisahan
galendo dengan minyak dengan cara penyaringan. Berikut ini hasil pengamatan
dari pembuatan minyak secara basah ini dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Pembuatan Minyak Kelapa Secara Basah
Pengamatan
Perbandingan Santan : Air
1 : 1 1 : 2
Lama Pemanasan 39 menit 72 menit
Bau / Aroma Khas galendo Khas galendo
Warna minyak Kuning jernih kehijauan Kuning kecokelatan
Berat kelapa 500 g 500 g
Volume santan 500 ml 1090 ml
Kejernihan Kurang jernih Keruh
Volume minyak 25 ml 25 ml
Rendemen 5 % 2,29 %
(Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)
Rasha Audina Prameswari Zakaria
240210120036
Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan minyak kelapa dengan cara
ekstraksi basah menunjukkan bahwa pada masing-masing minyak kelapa yang
dihasilkan memiliki karakteristik yang berbeda yaitu berbeda dalam hal lama
pemanasan, aroma, warna minyak, serta rendemen minyak yang dihasilkan.
Waktu yang dibutuhkan untuk pemanasan santan berbeda antara perbandingan 1:1
dengan 1:2. Semakin besar rasio antara santan dan air maka waktu yang
dibutuhkan untuk pemanasan semakin lama. Waktu yang dibutuhkan pada
pembuatan minyak kelapa dengan perbandingan 1:2 adalah 72 menit lebih lama
dari pembuatan minyak kelapa dengan perbandingan 1:1 yaitu hanya 39 menit.
Hal tersebut diakibatkan karena semakin banyak air yang ditambahkan, semakin
lama pula waktu yang dibutuhkan untuk menguapkan air hingga tersisa galendo.
Indikator kecukupan proses pemanasan dapat dilihat dari timbulnya minyak jernih
pada permukaan santan yang dipanaskan. Selain itu, dihasilkan galendo dengan
warna kecoklatan.
Proses pemanasan yang lama dengan api kecil akan menyebabkan minyak
yang dihasilkan berwarna lebih keruh. Seperti hasil pada minyak kelapa yang
sebelumnya ditambahkan air 2 kali jumlahnya dari santan kelapa akan
menyebabkan proses pemanasan memakan waktu yang lebih lama.Hal ini juga
dapat mengakibatkan pemanasan terhadap minyak yang terkandung pada santan,
sehingga warna minyak menjadi cokelat keruh seperti minyak bekas proses
penggorangan. Warna coklat ini dapat terbentuk karena reaksi hidrolisis minyak
akibat banyaknya air yang ditambahkan dan reaksi oksidasi akibat panas pada saat
proses pemanasan santan menjadi mnyak goreng. Lain halnya dnegan minyak
kelapa yang ditambahkan 500 mL air yang menunjukkan warna kuning kehijauan
jernih. Proses pemanasan yang singkat menyebabkan warna minyak lebih jernih
dan baik. Sebenarnya, perbandingan air yang ditambahkan dengan kelapa parut
tidak mempengaruhi minyak yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengamatan
minyak yang dihasilkan dari dua perlakuan berbeda tersebut memiliki jumlah
minyak yang sama yaitu 25 mL.
Adapun warna kuning pada minyak kelapa dengan perbandingan 1:1
disebabkan oleh pigmen karotenoid yang bersifat larut dalam minyak. Karotenoid
tidak stabil terhadap panas sehingga ketika dilakukan pemanasan maka warna
Rasha Audina Prameswari Zakaria
240210120036
kuning akan hilang (Ketaren, 1996). Oleh sebab itu, pada minyak kelapa
perbandingan 1:2 warna kuning coklat dihasilkan oleh proses oksidasi terhadap
tokoferol. Suhu pemanasan yang terlalu tinggi dan waktu pemanasan yang lama
menyebabkan minyak teroksidasi sehingga berwarna lebih gelap.
Pemanasan yang tinggi juga menyebabkan aroma yang berbeda pada
minyak yang dihasilkan. Tetapi pada praktikum kali ini minyak dengan
perbandingan 1:1 memiliki aroma yang sama dengan perbandingan 1:2.
Seharusnya aroma khas kelapa pada minyak dengan perbandingan 1:1 lebih kuat
dibandingkan dengan minyak perbandingan 1:2. Hal tersebut diakibatkan karena
dengan jumlah air yang tinggi maka pemanasan dilakukan lebih lama sehingga
menyebabkan zat volatil pada minyak kelapa cenderung menguap lebih banyak.
Perbedaan perbandingan antara air dengan parutan kelapa pada praktikum
kali ini menghasilkan perbedaan yaitu pada rendemen dan lama waktu pemanasan.
Rendemen adalah persentase berat minyak yang diperoleh dari berat bahan asal
yang digunakan. Rendemen minyak dengan perbandingan 1:1 lebih tinggi dari
pada minyak dengan perbandingan 1:2 dengan nilai masing-masing 5% dan
2,29%. Perbedaan rendemen minyak tersebut kemungkinan disebabkan oleh
perbedaan banyak air yang digunakan pada santan, selain itu juga umur kelapa,
luas permukaan wadah untuk memanaskan, serta besarnya api juga mempengaruhi
terhadap hasil akhir rendemen. Lamanya pemanasan sendiri dipengaruhi oleh
kandungan air yang terdapat dalam santan tersebut. Lama pemanasan yang tinggi
pada rasio santan dan air yang besar kemungkinan menyebabkan beberapa asam
lemak yang memilki rantai pendek menguap sehingga rendemennya menurun.

4.2. Ekstraksi Secara Enzimatis
Pembuatan minyak secara enzimatis pada prinsipnya adalah perusakan
protein yang menyelubungi globula lemak menggunakan enzim proteolitik. Enzim
yang dimaksud adalah enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme yang
digunakan sebagai inokulum. Cara enzimatis ini dilakukan dengan fermentasi.
Langkah-langkah yang dilakukan yaitu 500 gram kelapa parut dicampur dengan
air hangat dengan perbandingan 1:1 kemudian dilakukan pemerasan dan
penyaringan sehingga menghasilkan santan. Selanjutnya, santan didiamkan
Rasha Audina Prameswari Zakaria
240210120036
selama dua jam untuk memisahkan antara skim dan krim. Krim yang diperoleh
kemudian ditambahkan inokulum yang berbeda pada tiap perlakuan.
Inokulum yang digunakan pada praktikum adalah fermipan 0,02% dan ragi
tempe 0,1%. Selanjutnya dilakukan fermentasi hingga komponen minyak
terbentuk (3 hari), yaitu terlihat pada bagian sela-sela krim terdapat tetesan
minyak mengapung diatas air yang terbentuk, kemudian dilakukan pemisahan
minyak dan galendo dengan pemanasan selama 15- 30 menit. Hasil pembuatan
minyak kelapa cara enzimatis dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini.

Tabel 2. Perlakuan pada Sampel Pembuatan Minyak Ekstraksi Enzimatis
No
Inokulum Berat
Kelapa
Parut (g)
V Santan (ml) V Krim (ml)
V
minyak(ml)
Rendemen
1
Fermipan
0,02%
500 300 70 -
-
2
Ragi tempe
0,1%
500 300 75 -
-
( Sumber: Dokumentasi Pribadi, 2014)

Dwijoseputro dalam Tarigan (1988) menyebutkan bahwa ragi tempe
merupakan populasi campuran yang tediri dari spesies-spesies genus Aspergilius,
Saccharomyces, Candida, Hansenulla, dan bakteri Acetobacter. Genus tersebut
hidup bersama-sama secara sinergis. Aspergillus menyederhanakan tepung
menjadi glukosa serta memproduksi enzim glukoamilase yang akan memecah pati
dengan mengeluarkan unit-unit glukosa, sedangkan Saccharomyces, Candida, dan
Hansenula dapat menguraikan gula menjadi alkohol dan bermacam-macam zat
organik lain. Sementara itu Acetobacter dapat merombak alkohol menjadi asam.
Beberapa jenis jamur juga terdapat dalam ragi tempee, antara lain
Chlamydomucor oryzae, Mucor sp, dan Rhizopus sp. Beberapa spesies
mikroorganisme yang sering terdapat dalam inokulum tape adalah
Chlamydomucor oryzae, Rhizopus oryzae, Mucor sp., Candida sp.,
Saccharomyces cerevicae, Saccharomyces verdomanii, dan lain-lain.
(Rochintaniawati, 2010)
Adanya keberagaman mikroorganisme pada ragi tempee menyebabkan
enzim yang dihasilkan dari tiap mikroorganisme tidak hanya protease saja tetapi
Rasha Audina Prameswari Zakaria
240210120036
ada juga amilase dari mikroorganisme amilolitik dan sebagainya. Keberagaman
mikroorganisme menyebabkan mikroorganisme penghasil enzim protease juga
menjadi lebih sedikit dibandingkan dengan ragi pada tempe yang memang secara
khusus hanya mengandung Rhizopus yang memproduksi enzim protease saja.
Fermipan merupakan ragi kering instan berbentuk pelet halus biasanya
mudah larut dan tersebar dalam adonan serta cepat tumbuh berkembang pada saat
dicampurkan dengan adonan. Ragi ini hanya mengandung khamir
Saccharomycess cereviceae dan biasanya digunakan dalam pembuatan adonan
roti. Yeast dapat tumbuh dalam media sederhana yang mengandung karbohidrat
yang dapat terfermentasi sebagai sumber karbon untuk biosintesis, protein yang
cukup untuk sintesis protein, garam mineral, dan faktor tumbuh lainnya.
Ketersediaan molekul oksigen juga diperlukan walaupun ada beberapa strain
seperti Saccharomyces cerevisiae yang mutlak tidak membutuhkan oksigen
(Umbreit, 1959). Ragi fermipan menghasilkan enzim yang memecah karbohidrat
menjadi alkohol dan jika fermentasi dilanjutkan akan membentuk asam laktat
sehingga menghasilkan aroma asam pada produk akhir.
Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan minyak dengan metode
enzimatis tidak berhasil karena pada saat fermentasi tiga hari, minyak belum
terbentuk dan sudah ditumbuhi kapang. Hal ini dapat terjadi karena pemilihan
buah kelapa yang belum terlalu masak, sehingga kandungan minyaknya masih
sedikit. Hal lain yang dapat menyebabkan gagalnya pembuatan minyak dengan
metode ini, yaitu kelapa parut yang digunakan sudah agak asam karena didiamkan
terlalu lama, sehingga kemungkinan sudah terkontaminasi dengan
mikroorganisme yang ditandai dengan adanya bau asam. Selain itu, kebersihan
praktikum, peralatan, dan ruangan pada saat proses pembuatan minyak pun kurag
baik, sehingga menyebabkan kontaminasi,d an mengakibatkan kinerja dari
mikroorganisme dalam fermipan dan ragi tempe tidak optimal.

Rasha Audina Prameswari Zakaria
240210120036
V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan, di antaranya:
Waktu yang dibutuhkan pada pembuatan minyak kelapa dengan
perbandingan 1:2 adalah 72 menit lebih lama dari pembuatan minyak kelapa
dengan perbandingan 1:1 yaitu hanya 39 menit.
Semakin besar rasio antara santan dan air maka waktu yang dibutuhkan untuk
pemanasan semakin lama.
Proses pemanasan yang lama dengan api kecil akan menyebabkan minyak
yang dihasilkan berwarna lebih keruh, seperti pada minyak kelapa dengan
penambahan air 2 kali lipat.
Warna kuning pada minyak kelapa dengan perbandingan 1:1 disebabkan oleh
pigmen karotenoid yang bersifat larut dalam minyak.
Pada minyak kelapa perbandingan 1:2 warna kuning coklat dihasilkan oleh
proses oksidasi terhadap tokoferol, suhu pemanasan yang terlalu tinggi dan
waktu pemanasan yang lama.
Rendemen minyak dengan perbandingan 1:1 lebih tinggi dari pada minyak
dengan perbandingan 1:2 dengan nilai masing-masing 5% dan 2,29%.
Kegagalan pembuatan minyak dengan metode ekstraksi enzimatis dapat
diakibatkan oleh pemilihan buah kelapa yang belum terlalu masak, kelapa
parut yang digunakan sudah agak asam. kebersihan praktikum, peralatan, dan
ruangan pada saat proses pembuatan minyak kurang baik.


5.2. Saran
Sebaiknya pada saat inokulasi ragi ke dalam krim dilakukan secara aseptis
dengan bantuan pembakar bunsen disekitarnya agar mikroorganisme yang
memfermentasi di dalam krim murni dari ragi saja.Selain itu, pemilihan buah
kelapa pun harus diperhatikan agar minyak yang terkandung lebih banyak.
Rasha Audina Prameswari Zakaria
240210120036
DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M., 2008. Sehat Dengan Tempe.Panduan Lengkap Menjaga Kesehatan
dengan Tempe. PT Dian Rakyat, Jakarta.

Buckle, K.A. Edwards,R.A. dkk. 1957. Ilmu Pangan. UI Press,Jakarta.

Ketaren, S. 1996. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak. UI Press, Jakarta.


Tarigan, Jeneng. 1988. Pengantar Mikrobiologi. Departemen dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai