Anda di halaman 1dari 20

TEORI - TEORI PEMBELAJARAN

Pendidikan adalah aspek universal yang mempunyai tujuan instruksional sebagai tujuan
yang menggambarkan pengetahuan, kemampuan, dan sikap yang harus dimiliki oleh peserta
didik sebagai akibat dari hasil pembelajaran yang dinyatakan dalam bentuk tingkah laku
(behavior) yang dapat diamati dan diukur, yang selalu harus ada dalam kehidupan manusia.
Tanpa adanya pendidikan manusia tidak akan pernah mendapatkan kebudayaan, jika tanpa
kebudayaan, kehidupan manusia tentu tidak akan mengarah kepada kehidupan statis, namun
akan hidup secara dinamis, bahkan bisa mengalami kemunduran yang berujung pada kepunahan.
Oleh karena itu, pendidikan merupakan suatu fakta yang tidak dapat terbantahkan dan sangat
berpengaruh bagi kehidupan manusia.

Esensi pendidikan itu sendiri adalah bagaimana cara kita untuk menciptakan sebuah
kehidupan yang lebih baik yang tercipta dari proses pendidikan yang konseptual dan mampu
menyerap aspirasi zaman modern ini dengan tepat dan sesuai. Dari sekian banyak teory yang
dikeluarkan oleh para ilmuwan dan teoretikus pendidikan, tentu saja akan terjadi falsifikasi teory
yang menuntut kearifan untuk menilai dan mengimplikasikannya serta menggunakannya. Dari
kebanyakan teory tersebut, kita tidak usah bingung dengan metode dan model apa yang akan kita
gunakan tapi pikirkanlah bagaimana cara kita untuk menyampaikan materi dengan baik dan
dapat dipahami oleh para pesrerta didik.

Seiring berjalannya waktu dan semakin pesatnya tingkat intelektual manusia, dimensi
dimensi pendidikan pun menjadi semakin kompleks dan tentu membutuhkan sebuah desain
pendidikan yang tepat dan sesuai dengan kondisinya. Oleh karena itulah berbagai teory, metode,
dan desain pembelajaran ( teory - teory Pembelajaran ) itu pun dibuat dan diciptakan yang
bertujuan untuk mengapresiasikan keberagaman pendidikan manusia yang semakin intelektual
dalam berpikir.

Pengertian dan Prinsip Belajar
- Pengertian belajar
Mendengar kata belajar biasanya terkait dengan kata sekolah. Padahal seharusnya belajar
tidak harus dibatasi dengan sekolah, belajar dapat terjadi di mana-mana, kapan saja dan apa saja.
Dalam pengertian yang sangat luas, Anita E. Woolfolk menegaskan bahwa belajar terjadi
ketika pengalaman menyebabkan suatu perubahan pengetahuan dan perilaku yang relative
permanent pada individu. Abin Syamsudin mendefinisikan bahwa belajar adalah perbuatan yang
menghasilkan perubahan perilaku dan pribadi.
Dari semua definisi, sebenarnya ada empat kata kunci di balik definisi kata belajar, yaitu
perubahan, pengetahuan, perilaku-pribadi, pemanen, dan pengalaman. Jika dirumuskan secara
komperhensif bahwa belajar merupakan aktivitas dan pengalaman yang menghasilkan perubahan
pengetahuan, perilaku dan pribadi yang bersifat permanen. Perubahan itu dapat bersifat
penambahan atau pengayaan pengetahuan, perilaku atau kepribadian. Mungkin juga dapat
bersifat pengurangan atau reduksi pengetahuan, perilaku atau kepribadian yang tidak
dikehendaki.
Di samping itu ada sejumlah karakteristik perbuatan belajar yang perlu diketahui, yang
pertama perubahan yang terjadi harus bertujuan intensional, kedua perubahan itu bersifat positif,
ketiga perubahan itu harus benar-benar hasil pengalaman, dan yang keempat perubahan itu
bersifat efektif. Pada dasarnya kalau lebih dispesifikasikan, bahwa perubahan yang dihasilkan
dari belajar itu adalah pengetahuan atau perilaku atau pribadi individu.

- Prinsip belajar
Prinsip belajar adalah konsep-konsep yang harus diterapkan didalam proses belajar
mengajar . Seorang guru akan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik apabila ia dapat
menerapkan cara mengajar yang sesuai dengan prinsip-prinsip orang belajar. Dengan kata lain
supaya dapat mengotrol sendiri apakah tugas-tugas mengajar yang dilakukannya telah sesuai
dengan prinsip-prinsip belajar maka guru perlu memahami prinisp-prinsip belajar itu.
Ada banyak teori-teori belajar, setiap teori memiliki konsep atau prinsip sendiri tentang
belajar dan pembelajaran . Berdasarkan perbedaan sudat pandang ini maka tercipta bermacam
macam teori belajar yang di antaranya adalah teory Behaviorisme, Kognitivisme,
Konstuktivisme, dan Humanisme

A. Teory Belajar Behaviorisme
Teory belajar behaviorisme mempunyai landasan dasar belajar pada perubahan
perubahan tingkah laku yang bisa diamati dan memfokuskan diri pada sebuah pola perilaku baru
yang diulangi sampai ia menjadi pola perilaku yang automatis.
Menurut kelompok teori behaviorisme seperti: ivan pavlov dan skuinnes beranggapan
bahwa manusia sangat dipengaruhi oleh kejadian-kejadian di dalam lingkungannya yang akan
memberikan pengalaman-pengalaman belajar baru. Teori behaviorisme ini sangat menekankan
pada apa yang dapat dilihat yaitu tingkah laku dan tidak memperhatikan apa yang terjadi di
dalam fikiran manusia itu karena sebagai akibat dari rangsangan yang diterapkan lingkungan
kepada peserta didik yang merupakan kebiasaan yang harus dipelajari.
Behaviorisme merupakan salah satu cara materi pembelajaran psikologi tentang hakokat
belajar yang terbagi menjadi 3 materi pokok pembelajaran yakni : (1) teori Responded
conditioning, (2) Operant Conditioning, dan (3) Observational Learning.

1. Teori Responded Conditioning
Teori belajar Responded Conditioning diperkenalakan oleh ivan pavlov, yang didasarkan
pada pemikiran bahwa perilaku atau tingkah laku merupakan respon yang dapat diamati dan
diramalkan. Guy. R. Lefrancola menjelaskan bahwa pada kondisi tertentu (stimuli atau
rangsangan) dapat mempengaruhi individu dan membawanya ke arah perilaku yang diharapkan.
Keterpakuannya pada perilaku yang aktual dan dapat diamati menjadikan teri ini masuk dalam
teory nelajar Behaviorisme.

2. Teory Operant Conditioning
B.F. Skinner sebagai tokoh teori Operant conditioning berpendapat bahwa belajar
menghasilkan perubahan perilaku yang dapat diamati, sedangkan perilaku dan belajar sering kali
diubah oleh kondisi lingkungan. Teory ini berunsur pada rangsangan, respon dan konsekuensi.
Rangsangan bertindak sebagai pemancing respon, sedangkan konsekuensi berupa tanggapan
yang dapat bersifat positive atau negative, namun keduanya saling memperkokoh satu sama lain
untuk menunjang pembelajaran.
Penelitian tentang teory ini menunjukan bahwa perilaku seoramg peserta didik dapat
diubah melalui pengubahan respon rangsangan yang diterima dan konsekoensi yang di alami
oleh para peserta didk. Skinner berpandangan bahwa dalam proses belajar akan ditemukan
adanya hal hal berikut :
(1) kesempatan terjadinya peristiwa yang menmbulkan respon belajar peserta didik.
(2) respon belajar peserta didik.
(3) konsekuensi yang bersifat menguatkan respon tersebut, Pemerkuat terjadi pada stimulus
yang menguatkan konsekuensi belajar.

3. Teory Observational learning
Albert Bandura menjelaskan bahwa belajar observasi merupakan sarana dasar untuk
memperoleh perilaku baru atau perubahan pola perilaku yang sudah dikuasai. Beliau juga
menambahkan bahwa pola pikir para peserta didik akan berubah jika melihat atau meng-
observasi perilaku orang lain dengan baik akan membawa manfaat yakni dapat menghilangkan
perilaku belajar yang salah dan mengambil pola belajar yang benar dari hasil pengamatan
peseerta didik tersebut.
Belajar observasi biasa juga disebut social learning karena yang menjadi obyek
observasinya adalah perilaku belajar orang lain pada umumnya. Belajar sosial mencakup
perilaku yang diterima dan diharapkan publik agar dikuasai oleh masing masing individu.
Di dalam belajar sosial berlangsung proses belajar ada yang tidak diterima oleh publik
karena perilaku yang diterima secara sosial itu sangat bervarisasi sesuai budaya, sub-budaya dan
golongan masyarakat itu sendiri. Yang terpenting adalah bagaimana tiap tiap individu bisa
menerima rangsangan yang timbul akibat perbedaan budaya budaya tersebut

B. Teory Belajar Kognitivisme
Teory Kognitivisme mengacu pada wacana psikologi kognitif yang disukai seorang
individu dalam memproses informasi yang menganalisis secara ilmiah proses mental dan struktur
ingatan atau cognition dalam aktivasi belajar. Cognition dapat diartikan sebagai aktivitas
mengetahui, memperoleh, mengorganisasikan dan menggunakan pengetahuan dalam proses
pembelajaran.
Kognitivisme pun bedasarkan pada proses pemikiran dibalik perilakau. Perubahan
perubahan yang diamati dan digunakan sebagai indikator dalam keterkaitannya pada apa yang
terjadi dalam proses pemikiran pembelajaran.
Kelompok teori kognitif seperti: Maslow dan Gardner beranggapan bahwa belajar adalah
pengorganisasian aspek-aspek kognitif dan perseptual untuk memperoleh pemahaman. Dalam
model ini tingkah laku seseorang ditentukan oleh persepsi serta pemahamannya tentang situasi
yang berhubungan dengan tujuan dan perubahan tingkah laku sangat dipengaruhi oleh proses
berfikir internal yang terjadi selama proses belajar.
Prinsip-prinsip teori kognitifisme yaitu belajar adalah perubahan persepsi dan
pemahaman yang tidak selalu dapat terlihat sebagai tingkah laku. Teori ini menekankan pada
gagasan bahwa bagian-bagian suatu situasi saling berhubungan dengan kontek situasi secara
keseluruhan. Yang termasuk dalam kelompok teori ini adalah (1) teori perkembangan kognitif,
(2) teori kognisi sosial, dan (3) teory pempropsesan informasi

1. Teory Perkembangan Kognitif
Teory ini dikemukakan oleh Jean Piaget, yang memandang individu sebagai struktur
kognitif, para mental, skema atau jaringan konsep guna memahami dan menanggapi
pengalamannya dalam berinteraksi dengan lingkungan. Pandangan Piaget mempunyai pokok
pemikiran penting yakni, Perilaku, Struktur Kognitif, Fungsi Asimilasi Akomodasi, dan
tuntutan lingkugan.
Individu bereaksi pada lingkungan melalui upaya mengasimilasikan berbagai informasi
ke dalam struktur kognitifnya. Dalam proses asimilasi, perilaku individu diperintah struktur
kognitifnya. Waktu mengakomodasikan lingkungan, struktur kognitifnya diubah lingkungan.
Asimilasi ditempuh ketika individu menyatukan informasi baru ke perbendaharaan informasinya
yang sudah dimiliki atau diketahuinya kemudian menggantikannya dengan informasi yang
terbaru (long-term memory). Ingatan jangka panjang yang terorganisasikan inilah yang diartikan
sebagai struktur kognitif. Struktur kognitif berisi sejumlah codding yang mengandung segi segi
intelek yang mendasari penetapan tahap tahap perkembanagn kognitif. Pandangan Piaget :

1) Sensoriotor Inteligence ( lahir s.d. usia 2 tahun ) ; perilaku terikat pada panca
inddra dan gerak motorik. Bayi belum mampu berpikir konseptual namun
perkembangan kignitifnya dapat diamati
2) Preoperation thought ( 2 - 7 tahun ): tampak kemampuan berbahasa,
berkembang pesat penguasaan konsep. Bayi belum mampu berpikir konseptual
namun perkembangan kignitifnya dapat diamati.
3) Concrete Operation ( 7 11 tahun ):berkembang daya mampu anak berpikir
logis unutuk memcahkan masalah kongkrit, Konsep dasra enda, jumlah waktu, ruang, an
kaulitas.
4) Formal Operation (11 15 tahun ) kecakapan kognitif mencapai
puncak perkembanagan

Proses kognitif sebagai mediator penting dalam mengaitkan pengalamn lingkungan
dengan perilaku oeserta didik. Sementara itu yang lebih penting adalah pikiran dipandang
sebagai mediator hubungan lingkungan dengan perilaku. Oleh karena itu pikiran sebagai pusat
fokus sentral perkembangan lebih daripada perilaku utama peserta didik

2. Teory Kognisi Sosial
Teory ini dikembangkan oleh L.S. Vygotski, yang didasari oleh pemikiran bahwa budaya
berperan penting dalam proses pembelajaran seseorang. Budaya adalah penentu perkembangan,
tiap individu berkembang dalam konteks budaya sehingga proses belajar individu yang
dipengaruhi oleh lingkungan terutama budaya di dalam keluarga.
Vygotski menegaskan bahwa perkembangan kognisi sosial peserta didik akan terjadi
dalam tempat yang bebas dari kehidupan sosial karena pengaruh sosial terhadap perkembangan
kognitif dan peranan pengajaran itu sangat mempengaruhi perkembangan perilaku peserta didik

3. Teory Pemprosesan Informasi
Studi pembelajaran pemerolehan informasi peserta didik berkenaan dengan proses dasar
seperti persepsi, perhatian, ingatan, dan berpikir dalam memaknai suatu informasi yang
diperolehnya di lingkungan.
Berdasarkan temuan riset Psikologi, kajian belajar teori ini berpusat pada proses
pembelajaran dan cara menggambarkan suatu ondividu dalam memanipulasi simbol simbol
tertentu untuk memproses suatu informasi yang diperolehnya.
Model belajar pemprosesan informasi ini sering pula disebut model kognitif information
processing, karena dalam proses pembelajarannya tersedia tiga saraf struktural sistem informasi,
yaitu :

1) Sensory atau intake register : informasi masuk ke sistem melalui memory
register, tetapi hanya disimpan untuk periode waktu terbatas.
2) Working Memory : operasi pola berpikir sedang berlangsung (bekerja) dengan secara
sadar di dalam sistem kognitif
3) Long-term memory : sistem kognitif yang berfungsi untuk menampung
seluruh informasi yang sudah dimiliki peserta didk yang tidak terbatas kapasitatnya

C. Teory Belajar Kontruktivisme
Konsep dasar belajar menurut teory ini adalah pengetahuan baru akan dikonstruksi
sendiri oleh peserta didik secara aktif berdsarakan pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya.
Pendekatannya didasari oleh kenyataan bahwa tiap individu mempunyai kemampuan untuk
mengkontruksi kembali pengalaman yang dimilikintya.
Teory ini dapat dikatakan sebagai suatu teknik pembelajaran yang melibatkan peserta
didik untuk membina sendiri secrara aktif dengan menggunakan pengetahuan yang telah ada dan
dibina dalam diri mereka masing masing. Perserta didik akan mengaitkan materi pembelajaran
baru debgan materi pembelajaran lama yang telah dikuasainya.
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu
tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik
yang memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara stimulus
respon, kontruktivisme lebih memahami belajar sebagai kegiatan manusia membangun atau
menciptakan pengetahuan dengan memberi makna pada pengetahuannya sesuai dengan
pengalamanya.
Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui
dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi
pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti :
(1) Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
(2) Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
(3) Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses
saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
(4) Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif
dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
(5) Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku
apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
(6) Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar
untuk menarik minat pelajar.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa menurut teori belajar konstruktivisme,
pengetahuan tidak dapat dipindahkan begitu saja dari pikiran guru ke pikiran siswa. Artinya,
bahwa siswa harus aktif secara mental membangun struktur pengetahuannya berdasarkan
kematangan kognitif yang dimilikinya. Dengan kata lain, siswa tidak diharapkan sebagai botol-
botol kecil yang siap diisi dengan berbagai ilmu pengetahuan sesuai dengan kehendak sang guru
pembimbing.
Sehubungan dengan hal di atas, Tasker mengemukakan tiga penekanan dalam teori
belajar konstruktivisme sebagai berikut. Pertama adalah peran aktif siswa dalam mengkonstruksi
pengetahuan secara bermakna. Kedua adalah pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam
pengkonstruksian secara bermakna. Ketiga adalah mengaitkan antara gagasan dengan informasi
baru yang diterima..
Pembelajaran kontruktuvisme merupakan pembelajaran yang cukup baik dimana siswa
dalam pembelajaran terjun langsung tidak hanya menerima pelajaran yang pasti seperti
pembelajaran behavioristik. Misalnya saja pada pelajaran pkn, tentang tolong menolong dan
siswa di tugaskan untuk terjun langsung dan terlibat mengamati suatu lingkungan bagaimana
sikap tolong menolong terbangun. Dan setelah itu guru memberi pengarahan yang lebih lanjut.
Siswa lebih mamahami makna ketimbang konsep

D. Teory Belajar Humanisme
Kajian konsep dasar teory ini didasarkan pada pemikiran bahwa belajar merupakan
kegiatan yang dilakukan seseorang dalam upayanya memenuhi kebutuhan hidupnya. Setiap
manusia memiliki kebutuhan dasar akan kehangatan, penghargaan, penerimaan, pengagungan
dan cinta kasih dari orang lain. Dalam proses pembelajaran, kebutuhan - kebutuhan tersebut
sangat perlu diperhatikan agar peserta didik tidak merasa dikecewakan. Apabila peserta didik
merasa upaya pemenuhan kebutuhannya terabaiakan maka besar kemungkinan didalam dirinya
tidak akan tumbuh motivasi berprestasi dalam belajarnya.

Humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini
melihat kejadian yaitu bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal-hal yang
positif. Kemampuan bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para
pendidik yang beraliran humanisme biasanya memfokuskan pengajarannya pada pembangunan
kemampuan positif ini.Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi
positif yang terdapat dalam domain afektif. emosi adalah karakterisitik yang sangat kuat yang
nampak dari para pendidik beraliran humanisme.

1. ABRAHAM MASLOW
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi
kebutuhan yang bersifat hirarkis. Menurut Maslow, manusia termotivasi untuk memenuhi
kebutuhan-kebutuhan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan tersebut memiliki tingkatan atau hirarki,
adapun hirarki kebutuhan tersebut adalah

1. Kebutuhan aktualisasi diri
2. Kebutuhan untuk dihargai
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi
4. Kebutuhan akan rasa tenteram dan aman
5. kebutuhan fisiologi/dasar

2. ARTHUR COMBS
Guru tidak bisa memaksakan materi yang tidak disukai atau tidak relevan dengan
kehidupan siswa. Guru harus memahami perilaku siswa dengan mencoba memahami dunia
persepsi siswa tersebut sehingga apabila ingin merubah perilakunya, guru harus berusaha
merubah keyakinan atau pandangan siswa yang ada. Combs memberikan lukisan persepsi diri
dan dunia seseorang seperti dua lingkaran (besar dan kecil) yang bertitik pusat pada satu yaitu
lingkaran kecil dan lingkaran besar.

3. CARL ROGER
Carl Rogers adalah seorang psikolog humanisme yang menekankan perlunya sikap saling
menghargai dan tanpa prasangka dalam membantu individu mengatasi masalah-masalah
kehidupannya. Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya
guru memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran serta juga sejumlah penerapan teory
humanisme dalam proses pembelajaran.
Teori humanisme merupakan konsep belajar yang lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia. Berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Teori humanisme
ini cocok untuk diterapkan pada materi-materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
kepribadian, hati nurani, perubahan sikap, dan analisis terhadap fenomenasosial Psikologi
humanisme memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator.

Pada dasarnya, instruksi dan perencanaan Learner-Centered adalah berfokus kepada siswa dan
bukan kepada gurunya. Prinsip Learner-Centered itu sendiri menekankan pembelajaran dan
pelajar yang aktif dan reflektif . American Psychological Association (APA) mengklarifikasikan
prinsip tersebut kedalam beberapa faktor yaitu :
a. Faktor Kognitif dan Metakognitif
Didalam faktor ini terdiri lagi dalam 6 prinsip yaitu :
1. Sifat proses pembelajaran
2. Tujuan proses pembelajaran
3. Konstruksi pengetahuan
4. Pemikiran strategis
5. Memikirkan tentang pemikiran (metakognitif)
6. Konteks pembelajaran
b. Faktor Motivasi dan Emosional
Merupakan aspek penting yang diklarifikasikan lagi kedalam 2 prinsip yaitu :
1. Pengaruh motivasi dan emosi terhadap pembelajaran
2. Motivasi instrinsik untuk belajar
3. Efek motivasi terhadap usaha
c. Faktor Sosial dan Developmental
Sosial dan developmental juga menjadi faktor penting dalam Learner-Centered sehingga
diklarifikasikan lagi kedalam beberapa prinsip.
1. Pengaruh perkembangan pada pembelajaran
2. Pengaruh sosial terhadap pembelajaran
d. Faktor Perbedaan Individual
Setiap individu di dunia ini pasti memiliki perbedaan masing-masing. Karena itulah faktor ini
dibagi lagi kedalam 3 prinsip sekaligus menjadi faktor terakhir yaitu :
1. Perbedaan individual dalam pembelajaran
2. Pembelajaran dan diversitas
3. Standar dan Penilaian
Dari klasifikasi-klasifikasi berdasarkan beberapa faktor, dapat kita tarik kesimpulan bahwa pada
dasarnya semua faktor ini berfokus utama kepada orang yang belajar (Learner) karena itulah
proses ini disebut Learner-Centered.

STRATEGI PEMBELAJARAN
A. Strategi Pembelajaran
Salah satu kemampuan dan keahlian profesional utama yang harus dimiliki oleh guru adalah
kemampuan bidang pendidikan dan keguruan, khususnya terkait dengan strategi pembelajaran.
Jika di amati, sejak pertengahan abad ini, revolusi psikologi kognitif telah memberi kontribusi
wawasan baru tentang hakekat berpikir, baik pada guru maupun siswa. Pandangan mengenai
bagaimana belajar terjadi menjadi isu dari dekade ke dekade selanjutnya. Setidak-tidaknya ada
tiga kategori pandangan mengenai belajar yang berkembang di abad 20 hingga awal abad 21 ini,
yakni belajar sebagai pemerolehan respon, belajar sebagai pemerolehan pengetahuan, dan belajar
sebagai konstruksi pengetahuan. Proses belajar yang terjadi dari pandangan pertama adalah
menerima dan mengingat, pandangan kedua bercirikan menerima dan memahami isi serta
melihat hubungan-hubungan, dan yang ketiga adalah interpretasi dan konstruksi dari apa yang
dialami (dilakukan, dilihat, didengar, dan dibaca) pebelajar atau siswa.

Sedangkan dalam perspektif yang berbeda, pembelajaran didefinisikan sebagai upaya untuk
membelajarkan siswa. Ungkapan ini mengandung pengertian bahwa konsepsi atau pandangan
tentang bagaimana belajar terjadi menjadi titik tolak bagaimana upaya membelajarkan siswa
ditempuh. Dalam konteks pandangan belajar yang pertama, dan kedua di atas, yakni belajar
sebagai pemerolehan respon, dan belajar sebagai pemerolehan pengetahuan, metode
pembelajaran dimaknai sebagai cara-cara yang dapat digunakan untuk mencapai hasil
pembelajaran yang diharapkan; dan strategi pembelajaran dimaknai sebagai penataan cara-
caraitu sehingga tersusun suatu urutan langkah-langkah yang ditempuh untuk mencapai hasil
pembelajaran yang diinginkan. Sedangkan, dalam konteks konsepsi atau pandangan belajar yang
ketiga, yakni belajar sebagai proses konstruksi pengetahuan, metode/strategi pembelajaran
dimaknai sebagai upaya penciptaan lingkungan belajar yang dapat mendukung proses
membangun pengetahuan oleh siswa.
Pada karya tulis yang berbentuk makalah ini, akan dipaparkan strategi pembelajaran yang
dikembangkan dengan pijakan tiga pandangan tentang bagaimana belajar terjadi itu. Pada bagian
awal dipaparkan tiga metafora belajar itu, dan kemudian dilanjutkan dengan paparan strategi
pembelajaran yang relevan dengan masing-masing pandangan tentang belajar.

B. Konsep Belajar dalam Berbagai Perspektif
Kita yang aktif dalam dunia pendidikan ataupun yang memiliki high reponsibility tinggi
terhadap dunia pendidikan pasti akan selalu pempertanyakan beberapa hal yang terkait langsung
dengan dunia pendidikan, yaitu apa itu belajar. Pandangan bahwa belajar sebagai pemerolehan
respon, belajar sebagai pemerolehan pengetahuan, dan belajar sebagai konstruksi pengetahuan,
memberikan gambaran pergeseran pandangan tentang bagaimana belajar terjadi, yang
berkembang terutama setengah abad terakhir. Pandangan belajar sebagai pemerolehan respon
menganggap proses belajar terjadi secara mekanistik. Respon yang berhasil adalah memperkuat
otomatisasi, dan sebaliknya kegagalan respon dipandang sebagai lemahnya otomatisasi.
Implikasinya dalam pembelajaran, metafora belajar sebagai pemerolehan respon ini adalah
pembuatan situasi yang dapat membangkitkan respon siswa dan pemberian reinforcement untuk
setiap respon. Drill dan latihan (praktik) adalah epitome pembelajaran dalam pandangan belajar
ini, dan tujuan pembelajaran adalah menambah tingkah laku yang benar. Hasil belajar dapat
dievaluasi dengan pengukuran seberapa besar perubahan tingkah laku itu. Pandangan ini telah
menjadi dasar yang amat kuat dalam praktik dan penelitian belajar dan mengajar lebih dari
setengah abad ini, dan puncaknya terjadi pada masa-masa setelah Perang Dunia II.
Belajar dipandang sebagai pemerolehan pengetahuan, merupakan metafora baru setelah
revolusi kognitif tahun 1950-an dan 1960-an. Dalam pandangan ini siswa menjadi pemproses
informasi dan guru sebagai penyaji informasi. Karena pemerolehan pengetahuan menjadi pusat
perhatian para ahli psikologi, maka kurikulum menjadi fokus pembelajaran. Implikasinya dalam
pembelajaran jelas sekali, seperti penciptaan situasi yang dapat membuat siswa memperoleh
pengetahuan. Dengan metafora ini, pembelajaran berdasarkan buku teks dan ceramah menjadi
fokus, untuk tujuan pembelajaran menambah pengetahuan dalam diri siswa, dan hasil belajar
dapat dievaluasi dengan mengukur jumlah perolehan pengetahuan dan retensi. Tes pilihan ganda
dan tes-tes prestasi yang lain menjadi populer sebagai alat ukur.
Ketiga, kegiatan belajar dipadnang sebagai konstruksi pengetahuan, muncul setelah
pertumbuhan psikologi kognitif pada dekade 1970-1980-an. Pandangan terhadap siswa berubah
dari penerima pengetahuan ke pembangun (konstruktor) pengetahuan, suatu otonomi siswa
dalam menggunakan metakognisinya, untuk mengontrol proses kognitifnya, selama belajar
berlangsung.Orang bukanlah perekam informasi, tetapi pembangun struktur pengetahuan.
Mengetahui sesuatu tidak berarti hanya telah menerima informasi, tetapi juga telah
menginterpretasikannya dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang lain. Terampil
adalah tidak hanya mengetahui bagaimana melakukan sejumlah tindakan, tetapi juga mengetahui
kapan melakukannya dan mengadaptasi unjuk kerja ke berbagai keadaan. Meskipun
konstruktivisme dalam pendidikan tidak dimaksudkan untuk mengembangkan strategi
pembelajaran, namun para ahli pembelajaran menggunakannya sebagai pijakan untuk
mengembangkan strategi pembelajaran. Hingga sekarang, teori pembelajaran yang bervisi pada
belajar konstruktivis ini boleh dikatakan masih dalam proses kajian. Para peneliti masih terus
berusaha mengembangkan teori dan model pembelajaran baru berdasarkan konstruktivisme, dan
asumsi-asumsinya mengenai hakekat belajar.
Mengenai pandangan terhadap belajar yang terakhir ini, pusat perhatian pembelajaran
terletak pada pengubahan dari apa yang dikehendaki kurikulum ke kognisi siswa. Seperti
tercermin dalam lima prinsip pembelajaran konstruktivis yaitu; Pertama, penyikapan masalah-
masalah yang muncul dan relevan pada belajar siswa; Kedua, menstrukturkan belajar menurut
konsep utama; Ketiga, menemukan dan memaknai pandangan-pandangan
siswa; Keempat,penyesuaian kurikulum yang diarahkan pada konsepsi siswa;
dan Kelima, pengukuran belajar siswa dalam konteks pembelajaran. Berhubungan dengan hal ini,
evaluasi terhadap belajar siswa lebih mengarah pada penemuan bagaimana struktur dan proses
pengetahuan siswa daripada berapa banyak yang dipelajari siswa. Pertanyaan yang lazim
diajukan bukan lagi apakah pembelajaran lebih efektif, tetapi makna apa yang dapat diperoleh
siswa atau guru dari aktivitas pembelajaran itu.

C. Pengembangan Strategi Pembelajaran
Ungkapan pengembangan strategi pembelajaran lebih sering dipakai untuk konteks
pandangan belajar yang pertama dan kedua. Sedangkan bagi pandangan belajar yang ketiga lebih
sering menyebut pengembangan strategi pembelajaran dengan ungkapan penggubahan
lingkungan belajar. Dalam makalah ini, kedua ungkapan tersebut digunakan dengan maksud agar
dapat dipakai sebagai penunjuk terminologis dalam basis teori belajar apa strategi pembelajaran
itu dikembangkan.
Menurut taksonomi variabel pembelajaran, metode pembelajaran dikategorikan menjadi tiga
ranah:

a. Strategi pengorganisasian isi pembelajaran.
b. Strategi penyampaian pembelajaran.
c. Strategi pengelolaan pembelajaran
Strategi pengorganisasian isi pembelajaran lazim didasarkan pada tujuan dan karakteristik
bidang studi (dikenali dengan melakukan analisis isi dan tujuan pembelajaran), strategi
penyampaian pembelajaran didasarkan pada karakteristik bidang studi dan kendala, sedangkan
strategi pengelolaan lazim ditetapkan berdasarkan karakteristik siswa, dan secara simultan
dikelola untuk mendukung strategi penyampaian pembelajaran, dengan mengacu pada organisasi
isi.

D. Strategi Pengorganisasian Isi
Dua langkah yang amat penting dalam penetapan strategi pengorganisasian isi pembelajaran
adalah synthesizing dan sequencing. Synthesizing dilakukan dengan cara menunjukkan
keterkaitan antar isi bidang studi secara keseluruhan, dengan maksud untuk membuat isi-isi
bidang studi menjadi lebih bermakna bagi siswa. Sequencing dilakukan untuk menunjukkan
urutan-urutan yang perlu diikuti dalam mempelajari isi bidang studi.
Pembuatan pensintesis dan pengurutan isi pembelajaran merupakan satu kegiatan yang tak
terpisahkan dengan analisis tujuan dan analisis karakteristik bidang studi. Oleh karena itu,
tepatlah jika penggarapan strategi pengorganisasian isi dilakukan segera setelah dilakukan
analisis tujuan dan isi atau karakteristik bidang studi. Pengorganisasian dapat melibatkan
keseluruhan isi bidang studi, atau hanya melibatkan sebagian kecil isi bidang studi.
Pengorganisasian yang pertama menuntut strategi makro, sedangkan pengorganisasian yang
kedua menuntut strategi mikro.

E. Strategi Penyampaian Pembelajaran
Penetapan strategi penyampaian isi pembelajaran menaruh perhatian pada pemilihan dan
penetapan media yang optimal untuk menyampaikan isi pembelajaran. Penetapan ini akan sangat
tergantung pada hasil analisis kondisi, terutama analisis sumber belajar yang tersedia dan dapat
digunakan dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil analisis sumber dapat ditetapkan
bentuk-bentuk interaksi siswa-media-guru.
Teknik-teknik penyampaian isi di dalam kelas yang sudah lazim digunakan guru, yang
meliputi penggunaan ceramah, tanya jawab, penjelasan, pemberian ilustrasi, pendemonstrasian,
atau mengarahkan siswa secara langsung ke sumber informasi selama pembelajaran berlangsung,
atau menggunakan buku teks untuk pemberian tugas-tugas rumah, menjadi bagian penting dari
strategi penyampaian pembelajaran. Semua itu dirancang, dan dijalankan oleh guru.

F. Strategi Pengelolaan Pembelajaran
Strategi pengelolaan pembelajaran menaruh perhatian pada penataan interaksi siswa dengan
sumber belajar yang dirancang akan dipakai dalam pembelajaran. Perhatian utama diberikan
pada penjadwalan penggunaan setiap sumber belajar ini. Oleh karena fokus perhatiannya terletak
pada penataan interaksi siswa dengan sumber belajar, maka strategi pengelolaan ini amat
tergantung pada hasil analisis karakteristik siswa. Deskripsi hasil analisis karakteristik siswa
menjadi pijakan dalam memilih dan menetapkan strategi pengelolaan. Hasil kegiatan dalam
langkah ini akan berupa penjadwalan penggunaan komponen strategi pengorganisasian dan
penyampaian pembelajaran.
Strategi pembelajaran yang dikembangkan secara terstruktur tersebut, didasari pandangan
belajar yang berperspektif bihavioris-kognitivis. Bahwa, belajar dipandang sebagai pembentukan
respon, dan belajar dipandang sebagai pemerolehan belajar atau penyerapan informasi, sehingga
adagium pembelajaran yang terkenal selama ini berbunyi peningkatan daya serap atau
peningkatan perolehan belajar. Semua strategi pembelajaran dirancang untuk meningkatkan daya
serap atau perolehan belajar. Adagium pembelajaran ini akan menjadi lain, jika kita berpijak dari
pandangan konstruktivistik.

G. Penggubahan Lingkungan Belajar
Pembelajaran yang berperspektif konstruktivis, mungkin beberapa strategi pembelajaran
tradisional seperti penggunaan ceramah, tanya jawab, penjelasan, pemberian ilustrasi,
pendemonstrasian, atau mengarahkan siswa secara langsung ke sumber informasi selama
pembelajaran berlangsung, atau menggunakan buku teks untuk pemberian tugas-tugas rumah
masih berguna, meskipun hadirnya di dalam kelas-kelas konstruktivis menjadi lebih tipikal.
Strategi yang menonjol antara lain adalah strategi belajar kooperatif dengan mengutamakan
aktivitas siswa daripada aktivitas guru, mengenai kegiatan laboratorium, pengalaman lapangan,
studi kasus, pemecahan masalah, panel diskusi, diskusi, brainstorming, dan simulasi.
Peranan guru yang utama adalah mengendalikan ide-ide dan interpretasi siswa dalam
belajar, mengarahkan siswa ke dalam ide-ide alternatif dari yang diyakini sebelumnya, dan
memberikan alternatif-alternatif itu melalui aplikasi, bukti-bukti, dan argumen-argumen.
Pergeseran perspektif kelas yang seperti ini sejalan dengan pergeseran pandangan terhadap
belajar dan mengajar yang ketiga, yakni belajar sebagai pembangunan pengetahuan.
Karakteristik lingkungan belajar dan pembelajaran yang berperspektif konstruktivis
mempertimbangkan konsepsi utama yang dibawa siswa ke dalam situasi belajar sebagai bagian
dari aktivitas pembelajaran. Belajar adalah proses aktif pada diri siswa, yang mencakup
konstruksi makna dan acapkali terbentuk melalui negosiasi interpersonal. Guru juga membawa
konsepsi mereka ke dalam situasi pembelajaran, tidak hanya konsepsi mengenai pengetahuan
mereka, tetapi juga konsepsi mereka terhadap belajar dan mengajar. Konsepsi-konsepsi itu dapat
mempengaruhi keputusan-keputusan atau cara-cara mereka berinteraksi dengan siswa di dalam
kelas.
Peranan guru dalam pembelajaran dipengaruhi oleh konsepsi-konsepsi mereka terhadap
belajar dan mengajar. Pendek kata, pergeseran pandangan tentang belajar dan mengajar dari
siswa sebagai perespon dan penerima informasi ke siswa sebagai pengkonstruk/pembangun
pengetahuan telah mengubah pula perspektif kehidupan kelas yang menempatkan interaksi guru-
siswa dan siswa-siswa ke dalam hubungan yang unik.
Implikasi epistemologis dari pandangan bahwa ilmu pengetahuan sebagai sesuatu yang
terkonstruksi, adalah hubungan skema konseptual dengan dunia nyata secara langsung.
Penekanan belajar tidak dalam hal hubungannya dengan otoritas eksternal, tetapi konstruksi
pengetahuan oleh siswa. Modul-modul seringkali diangkat dari pengalaman personal siswa,
mempertimbangkan isu kehidupan nyata yang dihadapi siswa, masyarakat sekitar atau
masyarakat umum. Belajar tentang dunia tidak menempatkannya dalam vakum sosial. Melalui
bahasa dan kultur, anak memiliki cara-cara berpikir dan berimajinasi. Pandangan terhadap
pengetahuan yang demikian itu, memiliki konsekuensi yang sungguh-sungguh terhadap
konseptualisasi pengajaran dan belajar.
Kurikulum tidak dipandang sebagai kumpulan entitas keterampilan yang ditransfer kepada
siswa, tetapi lebih berguna dipandang sebagai rangkaian tugas dan strategi. Tujuan umum dalam
pengembangan kurikulum adalah membuat lingkungan kelas yang memberikan setting sosial
untuk mendukung proses pembangunan pengetahuan oleh siswa. Lingkungan itu bukan hanya
tugas belajar sebagai paket, tetapi tugas belajar seperti diinterpretasikan oleh siswa. Lingkungan
belajar juga mencakup organsiasi sosial dan interaksi antara siswa-guru dan siswa-siswa.
Karakteristik lingkungan kelas yang berperspektif konstruktivis ini antara
lain: Pertama,siswa tidak dipandang secara pasif, tetapi aktif untuk belajar mereka sendiri
mereka membawa konsepsi mereka ke dalam situasi belajar; Kedua, belajar mengutamakan
proses aktif, siswa mengkonstruksi makna, dan acapkali dengan melalui negosiasi
interpersonal; Ketiga, pengetahuan tidak bersifat out there, tetapi terkonstruk secara personal
dan secara sosial; Keempat, guru juga membawa konsepsi mereka ke dalam situasi belajar, tidak
hanya dalam hal pengetahuan mereka, tetapi juga pandangan mereka terhadap belajar dan
mengajar yang dapat mempengaruhi cara mereka berinteraksi dengan siswa di dalam
kelas; Kelima, pengajaran bukan mentransmisi pengetahuan tetapi mencakup organisasi situasi di
dalam kelas dan desain tugas yang memudahkan siswa menemukan makna
dan Keenam, kurikulum bukan sesuatu yang perlu dipelajari tetapi program tugas-tugas belajar,
bahan-bahan, sumber-sumber lain, dan wacana dari mana siswa mengkonstruk pengetahuan
mereka.

H. Kerangka Teoritis untuk Pengembangan Strategi Pembelajaran
Bahasan tentang konstruktivisme dalam pendidikan lekat dengan domain kognitif. Pokok
pikirannya terletak pada domain knowledge, yaitu proses membangun pengetahuan oleh orang
yang belajar. Banyak teori pembelajaran untuk domain kognitif dideskripsikan dalam berbagai
literatur-dari metode pengorganisasian bahan tercetak hingga penciptaan lingkungan belajar
terbuka. Membandingkan teori-teori itu sama halnya membandingkan apel dengan jeruk. Namun
demikian, ada gunanya membandingkan teori untuk membangun kerangka pemahaman teoretik
kita terhadap teori satu dengan teori yang lain. Ada enam poin strategi pembelajaran, yaitu (1)
tipe belajar, (2) kontrol belajar, (3) fokus belajar, (4) pengelompokan belajar, (5) interaksi
belajar, dan (6) pendukung belajar.
a. Tipe belajar
Berkaitan dengan tujuan belajar yang ingin dicapai. Pada hakikatnya, poin ini merupakan
aplikasi taksonomi pembelajaran, misalnya, menginginkan pengembangan kognitif. Untuk tujuan
ini, mensintesis taksonomi belajar: mengingat informasi (memorizing information), memahami
hubungan-hubungan (understanding relationships), menerapkan keterampilan intelektual
(applying skills), dan menerapkan keterampilan intelektual yang lebih tinggi (applying generic
skills).
Dari poin di atas menunjukkan, bahwa kita bisa melihat kategori secara terpisah, sekaligus
kita bisa melihat kategori-kategori tersebut secara overlap. Misalnya, mungkin penting bagi
siswa mengingat informasi untuk menerapkan suatu keterampilan, akan tetapi ini tidak selalu
demikian.
Penekanan tujuan belajar akan menunjukkan tipe belajar. Pembelajaran yang menekankan
keterampilan berpikir tingkat tinggi (kemampuan analisis, sintesis, dan evaluasi), akan
menempatkan ketegori ini pada kuadran empat, yakni apllying generic skills. Sementara itu bagi
para konstruktivis tujuan belajar untuk pengembangan keterampilan berpikir tingkat tinggi
seperti itu, juga digunakan untuk mengembangkan level belajar yang lebih rendah, secara
simultan untuk mengembangkan keterampilan yang lebih tinggi. Di dalam perspektif
konstruktivis ini, siswa bekerja kolaboratif dengan yang lain, menggunakan bebagai sumber,
melakukan simulasi, dan eksperimen untuk memecahkan berbagai masalah yang menantang.
Melalui aktivitas pemecahan masalah, siswa mengembangkan keterampilan, pemahaman, dan
juga memperluas informasi dalam beberapa domain.
b. Kontrol Belajar
Dalam paradigma pembelajaran tradisional, kontrol belajar ada pada guru atau desainer
pembelajaran. Penetapan tujuan belajar, pemilihan isi, penetapan strategi pembelajaran, dan
evaluasi dilakukan oleh guru. Kunci dalam paradigma teori pembelajaran yang baru adalah
penciptaan lingkungan yang berfokus pada siswa (learner-centered), di mana siswa lebih
berperan dalam penentuan hasil belajar dan pemilihan cara untuk mencapai hasil belajar mereka.
Pengambilan peran antara yang perpusat pada guru dan berpusat pada siswa lebih
menggambarkan sebuah kontinum. Satu titik ekstrem tidak selalu lebih baik daripada yang lain,
penetapan titik kontinum yang berbeda lebih tepat untuk kondisi yang berbeda.
Teacher centered Learner centered
Ada sejumlah pertanyaan pemandu untuk menetapkan strategi pembelajaran yang tepat
pada kontinum tersebut, yakni:
a) Siapa yang menentukan tujuan pembelajaran?
b) Siapa yang menentukan bagaimana tujuan itu akan dicapai?
c) Siapa yang memilih isi?
d) Siapa yang memilih jenis dan level sumber dan bahan pendukung?
e) Siapa yang memilih kapan sumber dan bahan pendukung itu digunakan?
f) Siapa yang mengatur kegiatan apa yang akan dilakukan, dan di jenjang apa?
g) Siapa yang mengevaluasi belajar?
Di sini, kontrol belajar adalah guru. Guru yang menetapkan strategi pembelajaran, dan
membimbing proses belajar. Guru pula yang memilih isi yang penting bagi siswa. Sementara
bagi yang lain menekankan peran guru sebagai pencipta lingkungan belajar agar siswa dapat
mengontrol belajarnya sendiri.
c. Fokus Belajar
Fokus belajar memiliki rentangan cakupan yang amat luas, dari menggunakan topik khusus
dari domain tertentu hingga pemecahan masalah yang interdisipliner. Ada pengorganisasi belajar
di sekitar skenario berbasis tujuan. Skenario memiliki tujuan proses maupun tujuan isi, dan
menuntut siswa belajar isi tertentu untuk bisa mencapai misi atau tujuan. Strategi ini fleksibel,
sementara orientasi belajar pemecahan masalah tercapai, di sisi lain siswa belajar domain
spesifik atau interdisipliner yang terkait dengan tujuan belajar atau misi yang telah diplih.

d. Pengelompokan Belajar
Aspek ini mempertimbangkan jumlah siswa yang bekerjasama. Siswa bekerja individual
atau berkelompok? Untuk tujuan pembandingan biasanya dibedakan atas: individual,
berpasangan, tim (3-6), dan kelompok (7+). Setiap tipe pengelompokan memiliki pertimbangan
logis dan proses yang harus dipertimbangkan ketika merencanakan pembelajaran.

e. Fasilitas Pendukung Belajar
Fasilitas pendukung belajar diperlukan siswa untuk tumbuh dan berkembang. Pendukung ini
ada dua macam: pendukungkognitif dan pendkung emosional. Pendukung kognitif terdiri atas
elemen-elemen yang memberi dukungan terhadap proses siswa membangun pemahaman, dan
kompetensi, di area bidang studi. Ini bisa berbentuk bahan-bahan cetak, komputer, interaksi
manusia, akses informasi, umpnbalik, evaluasi, dsb. Sedangkan pendukung emosional terdiri atas
elemen-elemen yang mendukung sikap siswa, motivasi, dan keyakinan diri.
Model-model pemberian dukungan untuk belajar yang berfokus pada strategi perencanaan
pesan pembelajaran, seperti pemilihan dan pengorganisasian pesan agar bahan-bahan mudah
dipelajari siswa, merupakan bentuk cognitive support. Bagi para konstruktivis yang memaknai
strategi pembelajaran sebagai penciptaan lingkungan belajar berfokus pada elemen emosional
sebaik fokus pada elemen kognitif. Penggunaan penekanan tentang pentingnya tugas, dorongan
tingkat keyakinan, pengurutan atau penataan tingkat kesulitan tugas-tugas merupakan strategi-
strategi untuk emotional support. Secara kognitif, guru bisa memberikan kasus-kasus yang
terkait, sumber-sumber informasi yang relevan, pengetahuan, perangkat konstruksi pengetahuan,
perangkat kolaborasi dan percakapan antar siswa. Guru juga bisa memberikan umpanbalik,
strategi-strategi berpikir, dan kasus-kasus yang terkait.
Model-model pembelajaran berbasis proyek atau berbasis masalah (project or problem-based
learning) merupakan model-model pembelajaran yang berorientasi pada pemberian dukungan
kognitif maupun emosional.

Anda mungkin juga menyukai