Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH NUTRISI DAN CAIRAN II

KESEIMBANGAN ASAM BASA




Disusun oleh :

Abdul Sholeh (22020111140108)
Bunga Anggraini (22020111130027)
Fitri Chandra Dewi (22020111120018)
Intan Septiana ( 22020111120015)
Sholikah Dian Pertiwi (22020111130033)
Tri Ambarsari (22020111120012)
Tri Purnaningsih (22020111130026)
Yudhanoorsanti Elmonita (22020111130060)




PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2012

1. Jelaskan definisi sistem penyangga tubuh
Dalam keadaan normal Ph dari cairan tubuh termasuk darah kita adalah antara
7.35-7.5. walaupun sejumlah besar ion H
+
selalu ada sebagai hasil metabolisme dari zat-
zat tetapi keadaaan setimbang harus selalu di pertahankan dengan jalan membuang
kelebihan asam tersebut, sebab penurunan Ph sedikit saja menujukkan keadaan sakit
misalnya pada diabetic coma dimana Ph darah turun sampai 6.82 sehingga harus selalu
ada kesetimbangan asam basa dalam tubuh kita. Untuk ini maka tubuh kita mempunyai :
a. Sistem buffer
Untuk mempertahankan Ph tubuh agar tetap normal
b. Sistem pernafasan.
Dengan mengatur pernafasan CO
2
melalui pernafasan, jadi juga mengatur kosentrasi
H2CO3 dalam tubuh.
c. Ginjal
Mengatur kelebihan asam basa melalui ginjal.
Sistem Buffer
Buffer atau penyangga adalah larutan kimia yang menahan perubahan PH jika
terdapat penambahan asam atau basa. Larutan buffer terdiri dari : larutan asam lemah dan
garamnya,seperti asam karbonat dan natrium bikarbonat atau larutan basa lemah dan
garamnya,seperti larutan amonia dan amonium klorida.
Jika Ph menurun, maka garam ( natrium bikarbonat ) berperan sebagai basa yang
akan menerima ion hidrogen yang ditambahkan pada larutan. Jika Ph meningkat asam
lemah ( asam karbonat ) akan mendonorkan ion hidrogen kepada larutan, sehingga
perubahan Ph akan disangga. Hal yang dsebaliknya berlaku untuk basa lemah dan
garamnya.
Secara umum buffer bereaksi dengan melepaskan atau mengambil ion hidrogen:
Penurunan konsentrasi ion hidrogen
H
+
+ Buffer
-
Hbuffer
Peningkatan konsentrasi ion hidrogen
Perhatikan bahwa ion hidrogen tidak dibuang dari tubuh hanya terperangkap oleh
buffer. Sistem buffer kimiawi utama dalam tubuh adalah :
a) Sistem buffer bikarbonat
b) Sistem buffer fosfat
c) Sistem buffer Protein
d) Sistem Buffer Hemoglobin
e) Sistem Buffer Amonia
Semua sistem buffer akan bekerja sama untuk mengembalikan pH dalam sekejap,
tetapi terdapat keterbatasan perubahan pH sebesar apa yang dapat dijaga konstan oleh
buffer. Hal ini tergantung pada cadangan buffer yang tersedia, disebut juga kapasitas
buffer. Jumlah asam atau basa yang ditambahkan sangat besar maka sistem buffer tidak
bisa mengatasinya.
1. Sistem Buffer bikarbonat
Sistem buffer bikarbonat merupakan buffer ekstra selular utama dan bertanggung
jawab mempertahankan Ph darah. Karbondioksida yang terbentuk selama respirassi
sel akan larut dalam air (plasma untuk membentuk asam karbonat. Asam Karbonat
ini akan berdisosiasi sebagai menghasilkan ion hidrogen dan ion bikarbonat. Ion
bikarbonat akan berperna sebagai akseptor ion hidrogen. Jika iopn hidrogen
ditambahkan kedalam tubuh, seperti asam laktat yang dihasilkan saat berolahraga,
maka ion bikarbonat dan ion hidrogen yang terbentuk dari asam laktat akan
membentuk asam karbonat. Asam karbonat berperan sebagai donor ion hidrogen.
Jika ion hidrogen hilang dari tubuh, sepereti pada kasus muntah-muntah berat, asam
karbonat akan berdisosiasi lebih banyak untuk melepaskan ion hidrogen dan ion
bikarbonat. Rasio normal bikarbonat terhadap asam karbonat adalah 20:1 (lihat
persamaan 1).
Sistem bikarbonat menyangga 90% ion hidrogen dalam darah dan sngat penting
karena jumlah karbondioksida dan ion bikarbonat juga dapat diatur oleh paru dan
ginjal. Jumlah ion bikarbonat yang tersedia untuk buffer disebut juga cadangan
alkali.
2. Sistem buffer Fosfat
Sistem ini serupa dengan sistem buffer bikarbonat. Garam natrium dari dihidrogen
fosfat dan monohidrogen fosfat masing-masing akan berperan sebagai asam lemah
dan basa lemah (lihat persamaan 2).
Buffer fosfat terutama mempertahankan Ph fluida intra selular dan tubulus ginjal,
sehingga tidak akan mempertahankan Ph darah, namun merupakan buffer yang
penting untuk urine.
3. Sistem Buffer Protein
Protein merupakan rantai panjang asam-asam amino yang bersatu. Asam amino
mengandung gugus amino dasar ( NH
2
) dan gugus asam (COOH). Tiga bentuk asam
amino yang ada tergantung dari Ph ( lihat persamaan 3).
Buffer protein merupakan sistem yang sangat komplek dan akan mempertahankan
Ph fluida intra selular dan plasma. Protein hemoglobin memiliki dua fungsi khusus,
yaitu mentransport oksigen kejaringan dan juga menyangga ion hidrogen yang
transit dari sel ke paru.
4. Sistem buffer Hemoglobin
Karbon dioksida berdifusi ke dalam eritrosit (sel darah merah). Di dalam sel, karbon
dioksida akan diubah menjadi asam karbonat oleh enzim karbonat anhidrase. Asam
karbonat akan berdisosiasi sebagian menghasilkan ion hidrogen dan ion bikarbonat
(lihat persamaan 4).
Kemudian hemoglobin dan ion hidrogen tersebut bergabung membentuk
hemoglobin tereduksi (lihat persamaan 5).
Reaksi ini terjadi karena hemoglobin tereduksi merupakan asam yang lebih lemah
dibandingkan oksihemoglobin dan asam karbonat sehingga akan berikatan lebih kuat
dengan hidrogen. Sehingga ketika oksigen dilepas, ion hidrogen yang terbentuk dari
asupan karbondioksida akan terperangkap oleh hemoglobin, dan hal ini akan
mencegah perubahan pH.
Saat ion bikarbonat terbentuk dalam eritrosit, ion bikarbonat ini akan berdifusi
keluar kedalam plasma, menjadi bagian jadangan alkali dan menyangga ion
hidrogen. Pada saat ion bikarbonat berdifusi keluar eritrosit, ion klorida akan
berdifusi masuk kedalam. Hal ini terjadi untuk mempertahankan muatan sel tetap
netral atau seimbang, dan disebut juga reaksi pergeseran klorida.
Di alveoli paru terjadi kebalikan dari seluruh proses ini, karbondioksida dan air akan
dibuang melalui proses pernafasan.
5. Sistem buffer amonia
Amonia terbentuk dalam tubulus ginjal dari pemecahan asam amino. Amonia akan
berdifusi kedalam tubulus ginjal, menyanggha ion hidrogen dalam filtrat ginjal dan
membentuk ion amonium. Ion amonium diekskresi diurin dan mencegah urin terlalu
asam.
NH
3
+ H
+
NH
4
+
Amonia ion hidrogen ion amonium





2. Jelaskan definisi asidosis metabolic, alkaslosis metabolic, asidosis respiratorik,
alkalosis respiratorik, asidosis dan alkalosis metabolic
3. Asidosis metabolik (kekurangan basa bikarbonat) adalah gangguan klinis yang
ditandai oleh rendahnya pH (peningkatan konsentrasi ion hidrogen) pH darah arteri di
bawah 7,35 dan rendahnya konsentrasi bikarbonat plasma dibawah 22mEq/L.
Asidosis secara klinis dibagi menjadi 2 bentuk berdasarkan pada nilai-nilai gap anion
((AG) : Asidosis anion tinggi dan asidosis anion normal. Gap anion mencerminkan
anion tidak terukur yang normal dalam plasma (fosfat, sulfat dan protein).
Hasil pemeriksaan laboratorium pada klien asisdosi metabolik akan menunjukkan
penurunan pH, PCO
2
normal lama-lama akan menurun karena proses kompensasi,
HCO
3
-
menurun, pH urune kurang dari 6,0 dan pH darah kurang dari 7,35.
Kompensasi yang dilakukan oleh tubuh dalam keadaan ini adalah hiperventilasi
untuk mengeluarkan CO
2
. Asisdosis metabolik ini biasanya terjadi pada pasien
ketoasidosis diabetik.

4. Alkalosis metabolik (kelebihan basa bikarbonat) adalah gangguan klinis yang ditandai
oleh pH yang tinggi (penurunan konsentrasi ion hidrogen) dan konsentrasi bikarbonat
plasma tinggi. Kondisi ini diakibatkan oleh penambahan bikarbonat atau kehilangan
ion hidrogen.
Hasil pemeriksaan laboratprium akan menunjukkan pH meningkat, PCO
3
normal
tetapi mulai naik, HCO
3
-
meningkat, dan pH urine lebih besar dari 7,0. Pada klien
alkalosis metabolik akan terjadi depresi pernapasam yang bertujuan untuk menahan
CO
2
, sehingga dapat dikombinasi dengan ion hidrogen untuk membentuk asam
karbonat. Oleh sebab itu, pada klien yang mengalami alkalosis metabolik
diupayakan untuk menggunakan masker rebreathing agar CO
2
dapat dihirup
kembali. Alkalosis respiratorik ini biasanya terjadi pada pasien pengobatan dengan
diuretik dan hormon yang menambah eksresi H
+
, K
+
, dan Cl
-
ginjal, kehilangan
cairan dari lambung melalui muntah atau penghisapan nasogastrik, penyakit
Cushing, aldosteronisme, mencerna alkali berlebihan.
5. Alkalosis respiratorik (kekurangan asam karbonat) adalah kondisi klinis dimana pH
arteri lebih tinggi dari 7,45 dan PCO
3
kurang dari 38 mmHg, HCO
3
-
normal tetapi
kemudian menurun untuk kompensasi dan pH urine lebih besar dari 7,0. Kompensasi
yang dilakukan tubuh adalah ginjal meningkatkan ekskresi ion-ion HCO
3
-
, serta
kecepatan dan kedalaman bernapas menurun. Alkalosis respiratorik ini biasanya
terjadi pada pasien hipoksia, ansietas, emboli paru, kehamilan, penyebab
hiperventilasi lainnya.
6. Asidosis respiratorik (kelebihan asam karbonat) adalah gangguan klinis dimana pH
kurang dari 7,35 dan tekanan parsial karbondioksida arteri (PCO
2
) lebih dari 42
mmHg, HCO
3
-
normal kemudian meningkat karena kompensasi dan pH urine kurang
dari 6,0. Kompensasi yang dilakukan tubuh adalah produksi bikarbonat oleh ginjal
meningkat, ekskresi ion hidrogen ke urine meningkat. Untuk meningkatkan
pengeluaran CO
2
dapat dilakukan dengan latihan napas dalam dan purse lips
breathing. Terjadi dengan pasien yang mengalami penyakit paru obstruktif, depresi
pusat pernafasan oleh obat atau penyakit.
7. Asidosis metabolik dan respiratorik (gangguan asam basa campuran) adalah dimana
dari pemeriksaan asam basa darah tidak sesuai dengan pita kepastian baik untuk
asidosis metabolik maupun asidosis respiratorik. Jika dianalisis sebagai asidosis
respiratoris, konsentrasi bikarbonat (HCO
3
-
) ditemukan lebih rendah dari pada yang
cocok untuk kadar PCO
2
. Jika pada awalnya diinterpretasikan sebagai asidosis
metabolik, PCO
2
tidak cukup tinggi untuk bikarbonat ( HCO
3
-
) yang diukur.
Biasanya keadaan ini terjadi pada pasien dengan henti kardiopulmoner akut, edema
paru berat, Overdosis salisilat dan sedatif dab penyakit paru dengan gagal ginjal atau
sepsis.


3. Asidosis metabolic terkompensasi penuh dan terkompensasi sebagian
Bila terjadi penurunan pH atau terjadi penambahan keasaman, bikarbonat akan
mengompensasinya. Namun, cadangan bikarboant menjadi berkurang apabila
produksi asam masih terus berlanjut maka buffer tidak mampu untuk mengompensasi
dan timbullah asidosis metabolic.
Peningkatan produksi asam terjadi pada waktu timbul ketoasidosis asidosis
uremia, dan asidosis laktat. Hasil pemeriksaan laboratorium pada klien asidosis
metabolic akan menunjukkan penurunan pH, PaCO2 normal lama-lama akan menurun
karena proses kompensasi, HCO3- menurun, pH urine kurang dari 6,0 dan pH darah
kurang dari 7,35. Kompensasi yang dilakukan oleh tubuh dalam keadaan ini adalah
hiperventilasi untuk mengeluarkan CO2.
Respon segera terhadap beban [H
+
] pada asidosis metabolic adalah mekanisme
penyangga ECF melalui bikarbonat, sehingga mengurangi plasma. [H
+
] yang
berlebihan juga memasuki sel dan disangga oleh protein dan fosfat (yang merupakan
60% dari sifat penyangga).
Mekanisme kedua pada asidosis metabolic yang bekerja dalam beberapa menit
kemudian adalah kompensasi pernafasan. [H
+
] arteri yang meningkat merangsang
kemoreseptor pada badan karotis, yang akan merangsang peningkatan ventilasi
alveolar (hiperventilasi). Akibatnya, PaCo
2
menurun dan pH pulih kembali menuju
7,4.
Kompensasi ginjal merupakan usaha terakhir untuk memperbaiki keadaan
asidosis metabolic, meskipun berlangsungnya lebih lambat dan mungkin
membutuhkan beberapa hari. Kompensasi ini terjadi melalui beberapa mekanisme. H
+
yang berlebih disekresi ke dalam tubulus dan diekskresi sebagai NH
4
+
atau asam yang
dapat dititrasi (H
3
PO
4
). Ekskresi NH
4
+
yang meningkat diikuti dengan peningkatan
reabsorbsi HCO
3
-
, tetapi ekskresi H
3
PO
4
mengakibatkan pembentukan bikarbonat
baru. Insufisiensi atau gagal ginjal akan menurunkan keefektifan dari pembuangan
H
+
.
Gangguan keseimbangan asam basa.
Gangguan keseimbangan asam basa
& kompensasi
Nilai analisis gas darah
pH PaCO
2
HCO
3
-
Asidosis metabolic
Nilai Normal 7,35-7,45 80-100 22-26
Murni normal
Terkompensasi sebagian
Terkompensasi penuh Normal
Asidosis metabolik yang tak terkompensasi. Tekanan CO2 dalam batas normal
dan pH di bawah 7,30. Merupakan keadaan kritis yang memerlukan intervensi dengan
perbaikan ventilasi dan koreksi dengan bikarbonat. Asidosis metabolik terkompensasi.
Tekanan CO2 < 30 mmHg dan pH 7,30--7,40. Asidosis metabolik telah
terkompensasi dengan perbaikan ventilasi.
1. asidosis Respiratorik yang terkompensasi penuh dan terkompensasi sebagian
Setiap kondisi yang menurunkan ventilasi dapat meingkatkan konsentrasi CO2 dan
berdampak adanya peningkatan asam karbonat. Kondisi ini disebut asidosis
respiratorik.
Hasil pemerikasaan laboratorium menunjukkan pH menurun, PaCO2
meningkat, HCO3 normal tetapi kemudian meningkat karena kompensasi, dan pH
urine kurang dari 6,0. Kompensasi yang dilakukan oleh tubuh adalah produksi
bikarbonat oleh ginjal meningkat, ekskresi ion hydrogen ke urine meningkat. Untuk
meningkatkan pengeluaran CO2 dapat dilakukan dengan latian napas dalam dan purse
lips breathing.
Gangguan keseimbangan asam basa.
Gangguan keseimbangan asam basa
& kompensasi
Nilai analisis gas darah
pH PaCO
2
HCO
3
-
Asidosis respiratorik
Nilai normal 7,35-7,45 80-100 22-26
Murni Normal
Terkompensasi sebagian
Terkompensasi penuh Normal

Normal bila tekanan CO2 40 mmHg dan pH 7,4. Jumlah CO2 yang diproduksi
dapat dikeluarkan melalui ventilasi. Asidosis respiratorik. Peningkatan tekanan CO2
lebih dari normal akibat hipoventilasi dan dikatakan akut bila peninggian tekanan
CO2 disertai penurunan pH. Misalnya, pada intoksikasi obat, blokade neuromuskuler,
atau gangguan SSP. Dikatakan kronis bila ventilasi yang tidak adekuat disertai dengan
nilai pH dalam batas normal, seperti pada bronkopulmonari displasia, penyakit
neuromuskuler, dan gangguan elektrolit berat.
5. Apa yang disebut dengan alkalosis metabolik terkompensasi sebagian dan
terkompensasi penuh?
Alkalosis metabolik merupakan gangguan yang disebabkan oleh kelebihan HCO
3
-
yang
ditandai dengan peningkatan primer dari kadar bikarbonat plasma sehingga terjadi
peningkatan pH.
Alkalosis metabolik sering disertai berkurangnya volume ECF dan hipokalemia.
Alkalosis metabolik disebabkan oleh kehilangan H
+
dan ion klorida atau bertambahnya
retensiHCO
3
-
. HCl dapat hilang melalui saluran cerna, seperti pada muntah dan
penyedotan nasogastrik yang berkepanjangan, atau melalui kemih akibat pemberian
diuretik simpai atau tiazid.
Patogenesis alkalosis metabolik paling baik dipahami dengan memperhatikan ketiga
tahapannya, yaitu saat timbul, bertahan, dan pemulihan. Timbulnya alkalosis metabolik
disebabkan kehilangan H
+
tubuh yang berakibat meningginya HCO
3
-
ECF atau akibat
penambahan HCO
3
-
eksogen. Bertahannya alkalosis metabolik terjadi karena kelebihan
basa tak dapat diekskresi. Berbagai faktor; kekurangan Cl
-
dan K
+
, penurunan volume
ECF (Na
+
dan air), dan kelebihan aldosteron; dapat menyebabkan keadaan ini.
Berhentinya keadaan yang menyebabkan alkalosis metabolik, misalnya muntah, tidak
berarti selalu diikuti pemulihan dari keadaan alkalosis. Terapi yang spesifik jelas
dibutuhkan jika kita memahami faktor-faktor yang menyebabkan alkalosis tetap bertahan.
Alkalosis metabolik tekompensasi penuh adalah dimana pH menjadi naik, PCO
2
turun
diikuti dengan HCO
3
. Alkalosis metabolik terkompensasi sebagian adalah keadaan
dimana pH menjadi normal, yaitu 7,35-7,45. PCO
2
turun dan HCO
3
juga turun.
Jenis Gangguan pH PCO
2
HCO
3

Alkalosis
Metabolik
Normal 7,35
7,45
80 100 22 26
Murni N
Terkompensasi
penuh

Terkompensasi
sebagian
N

Respon kompensatorik segera terhadap alkalosis metabolik adalah penyangga
intraselular. H
+
keluar dari sel untuk menyangga kelebihan HCO
3
-
ECF. K
+
berpindah
masuk ke dalam sebagai penukar H
+
. Terjadi juga sedikit peningkatan produksi asam
laktat di dalam sel guna memproduksi lebih banyak H
+
. Akibatnya timbul paradoks
(keadaan yang berlawanan) asidosis ICF dan alkalosis ECF.
Peningkatan pH ditangkap oleh kemoreseptor pada badan karotis yang membangkitkan
refleks menekan ventilasi alveolar. Tetapi, kompensasi pernafasan ini umumnya cukup
kecil. Tingkat hipoventilasi dan kenaikan PaCO
2
dibatasi oleh kebutuhan akan oksigen
dan jarang melebihi 50-55 mmHg.
Koreksi akhir oleh ginjal terhadap alkalosis metabolik adalah dengan ekskresi HCO
3
-

yang berlebihan. Alkalosis metabolik yang berlarut-larut karena pemberian bikarbonat
tidak mudah terjadi, karena dalam keadaan normal ginjal mempunyai kapasitas yang
besar untuk mengekskresi HCO
3
-
.

6. Apa yang disebut dengan alkalosis respiratorik terkompensasi sebagian dan
terkompensasi penuh?
Alkalosis respiratorik adalah keadaan karena kekurangan asam karbonat yang disertai
dengan penurunan PaCO2 (hipokapnea), sehingga terjadi penurunan pH. PaCO
2
< 35 mmHg
dan pH >7,45. Kompensasi ginjal berupa penurunan ekskresi H
+
dengan akibat lebih sedikit
absorpsi HCO
3
-
. Penurunan HCO
3
-
serum berbeda-beda, tergantung apakah keadaannya akut
atau kronik.
Sebab dasar dari alkalosis respiratorik adalah hiperventilasi alveolar atau ekskresi
CO
2
yang berlebihan pada udara ekspirasi. Hiperventilasi dapat terjadi pada frekuensi
pernafasan (takipnea), yang dapat atau tidak menyertai hiperventilasi. Hiperventilasi dapat
terjadi pada frekuensi pernafasan normal jika tidal volume meningkat. Hiperventilasi hanya
dapat ditentukan melalui penurunan PaCO2.
Alkalosis respiratorik tekompenasi sebagian adalah keadaan dimana pH normal PCO2
dan HCO3 naik. Alkalosis terkompensasi penuh adalah keadaan dimana pH naik, PCO2 dan
HCO3 juga naik.
Jenis Gangguan pH PCO
2
HCO
3

Alkalosis
Respiratorik
Normal 7,35 7,45 80 100 22 26
Murni N
Terkompensasi
penuh

Terkompensasi
sebagian
N

Penanganan untuk menghindari alkalosis adalah dengan menyingkirkan sebab yang
mendasarinya. Hiperventilasi dengan ventilator mekanik dapat dikoreksi dengan menurunkan
ventilasi jika berlebihan, atau menambah ruang sepi udara (dead space). Jika hal ini tidak
dapat dicapai dengan penyesuaian oksigenasi, campuran gas yang mengandung 3% CO
2

dapat digunakan untuk sementara waktu.
Pada kecemasan yang berat menyebabkan sindrom hiperventilasi, maka membuat
pasien bernafas dalam kantong kertas yang disungkupkan rapat di sekitar hidung dan mulut
umumnya dapat menghentikan serangan akut.


7. Bagaimana peran paru-paru dan ginjal dalam menjaga keseimbangan asam basa?

Ginjal
Ginjal mengatur kadar bikarbonat dalam cairan ekstraselular, ginjal mampu meregenerasi
ion-ion bikarbonat dan juga meeabsorbsi ion-ion dari sel-sel tubulus ginjal. Dalam keadaan
asidosis metabolik, ginjal mengekskresikan ion-ion hidrogen dan menyimpan ion-ion
bikarbonat untuk membantu mempertahankan keseimbangan. Dalam keadaan alkalosis
metabolik dan respiratorik, ginjal mempertahankan ion-ion hidrogen dan mengekskresikan
ion-ion bikarbonat untuk membantu mempertahankan keseimbangan. Ginjal jelas tidak dapat
mengkompensasi asidosis metabolik yang diakibatkan oleh ginjal. Kompensasi ginjal untuk
ketidakseimbangan secara relatif lambat (dalam beberapa jam atau hari).
Paru-paru
Paru-paru di bawah kendali medula otak, mengendalikan karbon dioksida, dan karena itu juga
mengendalikan kandungan asam karbonik dari cairan ekstraselular. Paru-paru melakukan hal
ini dengan menyesuaikan ventilasi sebagai respons terhadap jumlah karbon dioksida dalam
darah. Kenaikan dari tekanan parsial karbon dioksida dalam darah arteri (PaCO
2
) merupakan
stimulan yang kuat untuk respirasi. Tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (PaO
2
) juga
mempengaruhi respirasi. Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek yang dihasilkan
PaCO
2
.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat, sehingga
menyebabkan eliminasi karbon dioksida yang lebih besar yang bertujuan untuk mengurangi
kelebihan asam. Pada keadaan alkalosis metabolik, frekuensi pernapasan diturunkan, dan
menyebabkan penahanan karbon dioksida yang bertujuan untuk meningkatkan beban asam.
Paru-paru akan berupaya untuk mengkompensasi kelebihan bikarbonat dengan menahan
karbon dioksida sehingga tekanan parsial karbon dioksida akan meningkat. Pada keadaan
asidosis respiratorik pusat pernapasan yaitu paru-paru menjadi sensitif secara relatif terhadap
karbon dioksida sebagai stimulan pernapasan, namun menyisakan hipoksemia sebagai
dorongan utama pernapasan.

8. Bagaimana perubahan paru-paru dan ginjal dalam berespon terhadap perubahan
asam-basa?
a. Sistem paru-paru
Peranan sistem respirasi dalam keseimbangan asam basa adalah mempertahankan
agar PaCO
2
selalu konstan walaupun terdapat perubahan kadar CO
2
akibat proses
metabolisme tubuh. Keseimbangan asam basa respirasi bergantung pada keseimbangan
produksi dan ekskresi CO
2
. Jumlah CO
2
yang berada di dalam darah tergantung pada laju
metabolisme sedangkan reaksi ekskresi CO
2
tergantung pada fungsi paru. Kelainan ventilasi
dan perfusi pada dasarnya akan mengakibatkan ketidakseimbangan rasio ventilasi perfusi
sehingga akan terjadi ketidakseimbangan, ini akhirnya menyebabkan hipoksia maupun retensi
CO
2
sehingga terjadi gangguan keseimbangan asam basa.
Paru-paru, dibawah kendali medulla otak, mengendalikan karbondioksida, dan karena
itu juga mengendalikan kandungan asam karbonik dari cairan ekstraseluler. Paru-paru
melakukan hal ini dengan menyesuaikan ventilasi darah. Kenaikan dari tekanan parsial
karbondioksida dalam darah arteri (PaCO
2
) merupakan stimulan yang kuat untuk respirasi.
Tentu saja, tekanan parsial oksigen dalam darah arteri (PaO
2
) juga mempengaruhi respirasi.
Meskipun demikian, efeknya tidak sejelas efek yang sejelas efek yang dihasilkan oleh PaCO
2
.
Pada keadaan asidosis metabolik, frekuensi pernapasan meningkat, sehingga
menyebabkan eliminasi karbondioksida yang lebih besar (untuk mengurangi kelebihan
asam). Pada keadaan alkalosis metabolik, frekuensi pernapasan diturunkan, dan
menyebabkan penahanan karbondioksida (untuk meningkatkan beban asam).
b. Sistem ginjal
Ginjal mengatur kadar bikarbonat dalam cairan ekstraselular; ginjal mampu
meregenerasi ion-ion bikarbonat dan juga mereabsorpsi ion-ion ini dari sel-sel tubulus
ginjal. Dalam keadaaan asidosis metabolik, ginjal mengekskresi ion-ion hidrogen dan
menyimpan ion-ion bikarbonat untuk membantu membantu mempertahankan keseimbangan.
Dalam keadaan alkalosis metabolik dan respiratorik, ginjal mempertahankan ion-ion
hidrogen dan mengekskresikan ion-ion bikarbonat untuk membantu mempertahankan
keseiimbangan. Ginjal jelas tidak dapat mengkompensasi asidosis metabolik yang
diakibatkan oleh gagal ginjal. Kompensasi ginjal untuk keseimbangan secara relatif lambat
(dalam beberapa jam atau hari).
9. Identifikasi kebutuhan cairan dan elektrolit klien dengan gangguan keseimbangan
asam basa.
Gangguan keseimbangan asam basa ada 4 macam yaitu asidosis metabolic, asidosis
respiratorik, alkalosis metabolic dan alkalosis respiratorik. Berikut adalah identifikasi
masing-masing gangguan keseimbangan asam basa.
A. Asidosis metabolik
Indikasi koreksi asidosis metabolik perlu diketahui dengan baik agar koreksi dapat
dilakukan dengan tepat tanpa menimbulkan hal-hal yang membahayakan pasien.
1. Langkah Pertama
Menetapkan berat ringannya gangguan asidosis. Gangguan tersebut letal bila pH darah
kurang dari 7 atau kadar ion H lebih dari 100nmol/L.Gangguan yang perlu mendapat
perhatian bila pH darah 7,1 7,3 atau kadar ion H antara 50 80 nmol/L.
2. Langkah Kedua
Menetapkan menetapkan anion-gap atau anion-gap urine untuk mengetahui dugaan
etiologi asidosis metabolik.Dengan bantuan tanda klinik lain kita dengan mudah
menetapkan etiologi.
3. Langkah Ketiga
Bila kita mencurigai adanya kemungkinan asidosis laktat,hitung rasio delta anion-gap
dengan delta HCO
3
(delta anion gap: anion gap pada saat pasien diperiksa dikurangi
dengan median anion gap normal; Delta HCO3; kadar HCO3 normal dikurangi dengan
kadar HCO3 pada saat pasien diperiksa). Bila rasio lebih dari 1, asidosis disebabkan oleh
asidosis laktat atau lebih tepat 1,6. Langkah ketiga adalah menetapkan sampai sejauh
mana koreksi dapat dilakukan.
Koreksi yang dilakukan dengan pemberian Na-Bikarbonat, setalah diketahui
kebutuhan bikarbonat pada pasien.Kebutuhan bikarbonat adalah berapa banyak bikarbonat
yang akan kita berikan untuk mencari kadar bikarbonat darah yang kita tuju.
Untuk ini kita harus mengetahui bicarbonate space atau ruang bikarmobat pasien pada
kadar bikarmbonat tertentudari pasien. Ruang bikarbonat adalah besarnya kapasitas
penyangga total tubuh, kermasuk bikarbonat ekstra seluler, protein intraseluler dan
bikarbonat tulang.
Rumus untuk menghitung ruang bikarbonat pada kadar bikarbonat plasma tertentu
adalah sebagai berikut.
Ru-bikar = {0,4 +(2,6 :[HCO3]} x bb (kg)
B. Asidosis respiratorik
Asidosis Respiratorik adalah keasaman darah yang berlebihan karena
penumpukan karbondioksida dalam darah sebagai akibat dari fungsi paru-paru yang
buruk atau pernafasan yang lambat. Kecepatan dan kedalaman pernafasan mengendalikan
jumlah karbondioksida dalam darah.Dalam keadaan normal, jika terkumpul
karbondioksida, pH darah akan turun dan darah menjadi asam. Berikut cara pemenuhan
kebutuhan cairan:

1. Nalokson hidroklorida (Narcan) dan
Bermanfaat dalm membangunkan pasien dan merangsang fungsi pernafasan
pada adanya obat sedasi.
2. Natrium bikarbonat
Diberikan pada situasi darurat untuk memperbaiki asidosis bila pH berkurang
dari 7,25 dan hiperkelemia penyerta.
3. Larutan IV dari laktat Ringer atau larutan 0,6 M Na laktat
Mungkin bemanfaat dalm situasi tidak darurat untuk membantu mengontrol
asidosis, sampai masalah pernapasan dasar dapat diperbaiki
4. Kalium klorida
Asidosis perpindahan kalium keluar dari sel dan hidrogen ke dalam sel.
Perbaikan asidosis kemudian dapat menyebabkan hipokelemia serum saat kalium
masuk kembali ke sel.

C. Alkolisis Metabolik
1. Pada keadaan alkolisis metabolik disebut letal bila pH darah lebih dari 7,7.
2. Bila ada deplesi volume cairan tubuh normalkan kembali volum plasma dengan
pemberian NaCl isotonik
3. Bila penyebabnya hipokalemi, koreksi kalium dalam plasma.
4. Bila penyebabnya hipokloremi koreksi klorida dengan pemberian NaCl isotonis
5. Bila etiologinya adalah pemberian bikarbonat berlebih, stop pemberian
bikarbonat.
6. Dalam keadaa fungsi ginjal turun atau pada keadaan edema akibat gagal jantung,
cor-pulmonale atau sirosis hati, koreksi dengan NaCl isotonis tidak dapat
dilakukan karena ditakutkan terjadi retensi Na dan kelebihan cairan atau ( edema
bertambah). Dapat diberika antagonis enzime karbonik anhidrase, sehinga
reabsobsi bikarbonat terhambat bila dengan antalgonis enzime karbonik
unhindrase tak berhasil, dapat diberikan HCl dalam larutan isotonis (150 meq /L)
selam 8-24 ja. Kebutuhan HCl dapat dihitung dengan mengetahui jumplah
distribusei bikarbonat pada keadaan elkolisis tersebut sebagai berikut:
Kelebihan bikarbonat = 0,5 x bb x (HCO3 plasma -24)
D. Alkalosis respiratorik
Alkalosis Respiratorik adalah suatu keadaan dimana darah menjadi basa karena
pernafasan yang cepat dan dalam, sehingga menyebabkan kadar karbondioksida
dalam darah menjadi rendah. Berikut tindakan untuk memenuhi kebutuhan cairan:
1. Pantau kalium serum (gantikan sesuai indikasi). Hipokalemia dapat terjadi saat
kalium hilang (urine) atau pindah kedalam sel dalam pertukaran untuk hidrogen
dalam upaya memperbaiki alkalosis.
2. Berikan CO
2
, atau gunaan masker rebreathing sesuai indikasi. Kurangi frekuensi
pernapasan/volume tidal,atau tambahkan ruang mati (selang) pada ventilator
mekanik. Hal ini untuk meningkatkan retensi CO
2
sehingga dapat memperbaiki
defisit asam karbonik.
3. Berikan sedasi sesuai indikasi. Mungkin diperlukan untuk menurunkan penyebab
psikogenik.
10. Jelaskan tanda dan gejala perubahan keseimbangan asam basa pada klien
11. apakah kebutuhan dasar manusia yang terganggu akibat perubahan asam basa
1. Asidosis
Klien yang mengalami asidosis akan cepat merasa haus atau dehidrasi (kebutuhan cairan
meningkat) karena ginjal akan berusaha mengeluarkan kelebihan asam yang tinggi
melalui proses pengeluaran urine (untuk meningkatkan beban basa).
Klien juga akan mengalami ketidakseimbangan elektrolit berupa Hiperkalemia (kelebihan
jumlah kalium >5,3 mEq/L), pada keadaan ini ekskresi urine akan meningkat untuk
membuang kelebihan ion K. Ion K dapat ditukar dengan ion H, sehingga denga
pembuangannya dapat mengurangi kadar ion H dalam tubuh.
a. Asidosis Respiratori
Asidosis respiratori berdampak pada kebutuhan dasar manusia pada pemenuhan
istirahat dan tidur. Asidosis respiratori dapat menyebabkan sakit kepala dan rasa
mengantuk. Jika keadaannya memburuk, rasa mengantuk akan berlanjut menjadi
stupor (penurunan kesadaran) dan koma. Stupor dan koma dapat terjadi dalam
beberapa saat jika pernapasan terhenti atau jika pernapasan sangat terganggu; atau
setelah berjam-jam jika pernapasan tidak terlalu terganggu.
b. Asidosis Metabolik
Asidosis metabolik berdampak pada kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
eliminasi karena mengakibatkan pernafasan menjadi lebih dalam dan lebih cepat
sebagai usaha tubuh untuk menurunkan kelebihan asam dalam darah dengan cara
menurunkan jumlah karbondioksida. Pada akhirnya, ginjal juga berusaha
mengkompensasi keadaan tersebut dengan cara mengeluarkan lebih banyak asam
dalam air kemih.
2. Alkalosis
Klien yang mengalami alkalosis, akan mengalami ketidakseimbangan elektrolit
berupa Hipokalemia(kekurangan jumlah kalium<3,5 mEq/L). Pada keadaan iniginjal
akan menahan kalium sehingga pertukaran ionhidrogen akan meningkat dan saluaran
urin akan menurun(kebutuhan cairan dalam tubuh akan menurun atau normal).


a. Alkalosis Respiratori
Alkalosis respiratorik dapat berdampak pada kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan rasa nyaman karena dapat membuat penderita merasa cemas dan dapat
menyebabkan rasa gatal disekitar bibir dan wajah. Jika keadaannya makin memburuk,
bisa terjadi kejang otot dan penurunan kesadaran.
ataunormal).

b. Alkalosis Metabolik
Alkalosis metabolik dapat berdampak pada kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
rasa nyaman menyebabkan iritabilitas (mudah tersinggung), otot berkedut dankejang
otot; atau tanpa gejala sama sekali. Bila terjadi alkalosis yang berat, dapat terjadi
kontraksi (pengerutan) dan spasme (kejang) otot yang berkepanjangan (tetani).




12. Susunlah rencana keperawatan pada klien dengan perubahan asam basa!

Diagnosa keperawatan tujuan intervensi rasional
A. Asidosis Respiratorik (kelebihan asam karbonat)
DS :
- Pasien sering mengkonsumsi obat dosis opiate
- Pasien sering merasa susah bernafas saat tidur
DO :
- saat tiduranritme nafas pasien tidak teratur
- kelebihan berat badan (sindrom pickwikian)
- pasien sering terengah-engah
- deformitas rogga dada : kifoskoliosis

Intervensi :
1. Independen
a. Monitor jumlah pernafasan, kedalaman dan kesulitan pasien bernafas
(cuping hidung)
b. Auskultasi suara nafas
c. Kaji penurunan tingkat kesadaran
d. Monitor denyut nadi dan ritmenya
e. Catat warna kulit dan kelembabannya
f. Atur pasien untuk batuk dan nafas dalam, tempatkan pada posisi
semifowler, lakukan suction jika perlu, berikan nafas tambahan/ oksigen
sesuai indikasi

2. Kolaborasi
a. Bantu dengan mengidentifikasi/ mengobati sesuai penyakitnya
b. Monitor analisa darah dan semua kadar elektrolitberikan oksigen sesuai
indikasi melalui masker
c. Meningkatkan jumlah pernafasan atau tidal volume
d. Memberi obat sesuai indikasi antara lain :
o Naloxane hidroclorida (narean) untuk menstimulasi fungsi
pernafasan dalam pasien menggunakan obat sedative
o Sodium bikarbonat cairan IV seperti RL atau 0,6 M cairan Na
lactal
o Potasium clorida
e. Memebatasi penggunaan obat penenang atau tranquilizer
f. Jaga kelembaban dengan menggunakan humidikasi
g. Berikan chist terapidada termasuk di dalamnya postural drainage
h. Bantu dengan alat bantu ventilator bila perlu








DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arief. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
Price, Sylvia A., dan Wilson, Lorraine M. 1994. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Terj. Peter Anugerah. Jakarta: EGC.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Asmadi. 2008. Teknik Prosedural Keperawatan : Konsep Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien.
Jakarta : Salemba Medika
adjie, bayu,2011, gangguan keseimbangan asam basa, dilihat pada senin 3 agustus 2012,
http://www.docstoc.com/docs/85085430/ASKEP-KLIEN-Asam-Basa#
Brunner &Suddarth. 2002. Buku ajar keperawatan medical bedah brunner & suddarth. Vol 1.
Edisi 8. Egc.jakarta.

Anda mungkin juga menyukai