Anda di halaman 1dari 102

MEMBANGUN KEBIJAKAN PUBLIK

PROPENYANDANG DISABILITAS
Permasalahan di Indonesia dan Rekomendasi Kebijakan
Paska Pengesahan Konvensi Mengenai Hak-Hak
Penyandang Disabilitas
Disusun oleh:
Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel
KATA PENGANTAR
Publikasi ini disusun berdasarkan komitmen dan kerjasama secara simultan antara seluruh anggota Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel
yang memiliki komitmen terhadap perubahan sosial yang terkait dengan hak-hak penyandang disabilitas. Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel
telah memiliki anggota kurang lebih 50 lembaga dan individu yang tersebar di 8 propinsi di Indonesia antara lain di Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah
Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Selatan. Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel
atau disingkat dengan Konas Difabel adalah forum jaringan nasional yang diinisiasi pada tgl 10 Desember 2010 oleh beberapa Lembaga Swadaya
Masyarakat lokal di Yogyakarta.
Visi Konas Difabel adalah mendorong penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak-hak penyandang disabilitas di setiap
sektor kehidupan di Indonesia. Untuk mendukung visi ini diperlukan langkah-langkah antara lain:
1. Mensosialisasikan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas secara terus menerus di lintas sektoral
2. Melakukan kajian kebijakan yang ada di Indonesia dalam rangka mendorong penerapan Konvensi Mengenai Hak-hak Penyandang
Disabilitas di segala sektor kehidupan secara nyata di tingkat daerah maupun tingkat nasional
3. Melakukan konsolidasi internal dan eksternal dalam gerakan hak-hak difabel di Indonesia
4. Melakukan penguatan bagi organisasi-organisasi lokal untuk advokasi hak-hak difabel
5. Melakukan advokasi kebijakan kepada Pemerintah dan masyarakat tentang penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak-hak
difabel di segala bidang
6. Memberikan best practices dalam upaya-upaya penghormatan, perlindungan, pemenuhan dan pemajuan hak-hak difabel bagi lintas stake
holders
7. Berjejaring untuk meningkatkan kapasitas dan kemampuan advokasi di tingkat nasional maupun international
iii
Tujuan Konas Difabel adalah untuk mewujudkan keadilan sosial dan kesamaan hak-hak serta kesempatan dalam setiap aspek kehidupan bagi
komunitas difabel di Indonesia. Konas Difabel adalah forum jaringan yang sifatnya saling mendukung dan memberikan sinergi yang positif dan
konstruktif dalam mendukung perwujudan keadilan sosial bagi komunitas difabel yang terintegrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Adapun perwakilan organisasi penyandang disabilitas maupun organisasi-organisasi lain yang telah berpartisipasi aktif dalam proses
penyusunan buku rekomendasi kebijakan ini adalah:
1. Dria Manunggal,
2. ILAI (Independent Legal Aid Institute)
3. SIGAB (Sasana Integrasi dan Advokasi Difabel)
4. Ciqal (Center for Improving Qualified Activity in Life of People of Disability)
5. UCP Roda Untuk Kemanusiaan
6. Fosdis (Foundation For Self Reliance of Disabled People)
7. ASB (Arbeiter Samariter Bund)
8. LPT (Lembaga Pemberdayaan Tuna Netra) Surabaya
9. D'Care
10. SAPDA (Sentra Advokasi Perempuan, Difabel dan Anak)
11. Pusat Rehabilitasi YAKKUM
12. Karina KAS
13. HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia) NTB
14. HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia) DIY
15. DMC (Difabel Motor Cycle Club)
16. PPRBM (Pusat Pelatihan dan Rehabilitasi Berbasis Masyarakat)
17. Sehati
18. Bilic (Bandung Independent Living Centre)
19. Mandiri Craft
iv
v
20. PPCS (Persatuan Penyandang Cacat Sleman)
21. TAGO
22. Yaketunis (Yayasan Kesejahteraan Tuna Netra Islam)
23. AMPFA (Asociation of Mouth & Foot Painting Artists)
24. FPDB (Forum Peduli Difabel Bantul)
25. PPCKP (Persatuan Penyandang Cacat Kulon Progo)
26. GERKATIN DIY (Gerakan Untuk Kesejahteraan Tuna Rungu Indonesia)
27. PPCK (Persatuan Penyandang Cacat Klaten)
28. NPC/BPOC DIY (National Paralympic Committee)
29. Talenta
30. PERMATA NAS (Perhimpunan Mandiri Kusta)
31. PKBI DIY (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia)
32. Rifka Annisa
33. Samin
34. YAPTI (Yayasan Pendidikan Tuna Netra Indonesia)
35. PERTUNI DIY (Persatuan Tuna Netra Indonesia)
36. YEU (Yakkum Emergency Unit)
37. PPCI (NTB) (Persatuan Penyandang Cacat Indonesia)
38. PERMATA NTT (Perhimpunan Mandiri Kusta)
39. Persani NTT (Perhimpunan Tuna Daksa Kristiani)
40. GKTE NTT (Gabungan Kristiani Tuna Netra Ebenhaizer)
41. PERTUNI SULSEL (Persatuan Tuna Netra Indonesia)
42. PSLD-UIN (Pusat Studi dan Layanan Difabel, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga)
43. Balairung UGM
vi
44. PSIK-UGM ( Pusat Studi Ilmu Keperawatan, Universitas Gadjah Mada)
45. PSKK UGM (Pusat Studi Kebijakan dan Kependudukan, Universitas Gadjah Mada)
46. CUDD (Central for Universal Design and Difability, Universitas Gadjah Mada)
47. Pusat Studi Hak Asasi Manusia Universitas Islam Indonesia
48. Pusat Studi Hak Asasi Manusia dan Demokrasi, Universitas Atmajaya
Substansi dari publikasi tentang rekomendasi-rekomendasi yang terdiri dari 8 cluster yaitu pendidikan; kesehatan; ketenagakerjaan;
mobilitas; habilitasi dan rehabilitasi; bencana alam, seni, olahraga dan pariwisata; serta informasi dan komunikasi; merupakan rujukan program dan
kebijakan yang bisa dilakukan oleh lintas sektoral yaitu di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah, lembaga/perusahaan swasta, LSM maupun
organisasi-organisasi sosial yang bergerak di bidang pemberdayaan penyandang disabilitas maupun organisasi-organisasi lainnya.
Rekomendasi yang terangkum dalam 8 cluster tersebut ditujukan untuk mendorong terjadinya perubahan kebijakan yang adil dan memihak
serta adanya perubahan sosial yang nyata bagi penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas di berbagai
sektor kehidupan di Indonesia. Rekomendasi yang telah disusun ini merupakan upaya tindak lanjut ratifikasi CRPD/Konvensi Hak Penyandang
Disabilitas yang telah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia pada tanggal 10 November 2011 ke dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2011,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 nomor 107. Ratifikasi Konvensi Hak Penyandang Disabilitas ini merupakan titik tolak adanya
perubahan yang fundamental bagi upaya penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan bagi para penyandang disabilitas di seluruh
Indonesia. Upaya ini harus dilakukan secara kolektif, terkoordinasi dengan baik dan memiliki kesinambungan dalam jangka pendek, menengah dan
jangka panjang dengan melibatkan sektor pemerintah, swasta, masyarakat sipil, komunitas penyandang disabilitas serta keluarganya.
Rekomendasi yang disusun secara sistematis dan mencakup lintas sektoral dalam kehidupan penyandang disabilitas serta analisis peraturan
dan kebijakan yang ada di Indonesia ini, dapat terwujud menjadi sebuah publikasi atas dukungan Handicap International Federation Indonesia dan
kerjasama intensif antara UCP Roda Untuk Kemanusiaan dan Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel di Indonesia. Melalui proses-proses diskusi
yang panjang dalam kolaborasi kedua lembaga tersebut, maka rekomendasi kebijakan dan program dalam mendukung upaya implementasi Konvensi
Hak Penyandang Disabilitas dapat disosialisasikan kepada publik. Adapun yang terpenting dari publikasi ini adalah mewujudkan hak-hak
vii
penyandang disabilitas secara nyata di lintas sektoral dan mendukung upaya pemerintah agar secara konsisten dan berkesinambungan dalam
mewujudkan upaya-upaya penghormatan, pemajuan, pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia.
Salam solidaritas,
Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel

Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel
HANDICAP
INTERNATIONAL
Co-winner of Nobel Peace Prize
1. HALAMAN JUDUL...................................
2. KATA PENGANTAR..................................
3. DAFTAR ISI....................................
4. RINGKASAN EKSEKUTIF...............................
5. BAB I REKOMENDASI BIDANG MOBILITAS.................
6. BAB II REKOMENDASI BIDANG BENCANA ALAM.......
7. BAB III REKOMENDASI BIDANG REHABILITASI, HABILITASI DAN JAMINAN
SOSIAL................................................................................
8. BAB IV REKOMENDASI BIDANG INFORMASI DAN KOMUNIKASI..........................
9. BAB V REKOMENDASI BIDANG PENDIDIKAN............................................
10. BAB VI REKOMENDASI BIDANG KESEHATAN...................
11. BAB VII REKOMENDASI BIDANG KETENAGAKERJAAN..............................
12. BAB VIII REKOMENDASI BIDANG OLAHRAGA, BUDAYA, REKREASI DAN HIBURAN..
DAFTAR ISI
viii
i
iii
viii
1
9
23
29
37
43
57
71
94
RINGKASAN EKSEKUTIF

Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel Indonesia melakukan analisis terhadap kebijakan nasional yang berkaitan dengan difabel atau
1
penyandang disabilitas dan realitas hidup sehari-hari para penyandang disabilitas. Analisa ini dilakukan berdasarkan pasal-pasal dalam Konvensi
Hak-hak Penyandang Disabilitas (Convention on the Rights of Persons with Disabilities) untuk menemukan permasalahan yang masih ada, dengan
harapan dapat memberikan pemahaman bahwa masih ada kesenjangan antara Konvensi yang telah diratifikasi oleh Negara Republik Indonesia pada
tanggal 10 November 2011 ke dalam Undang-undang nomor 19 tahun 2011 dengan upaya pemajuan, penghormatan, perlindungan dan pemenuhan
hak-hak penyandang disabilitas di Indonesia. Dengan demikian, Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel telah sekaligus mengidentifikasi berbagai
persoalan yang dihadapi oleh penyandang disabilitas terkait pasal-pasal dalam CRPD yang masih dan perlu terus diadvokasi pasca ratifikasi
Konvensi disertai dengan berbagai rekomendasi yang relevan untuk menjawab persoalan-persoalan tersebut. Ini berarti bahwa baik duty bearer atau
pemegang kebijakan Negara yang diwakili pemerintah dan masyarakat serta penyandang disabilitas sebagai pengampu hak harus memastikan untuk
bekerjasama dalam menyelesaikan pekerjaan rumah yang masih terlampau banyak dengan cara mengimplementasikan CRPD secara konsisten
sebagai wujud untuk menghormati dan melindungi hak-hak penyandang disabilitas.
Analisis masalah dan rekomendasi dikelompokkan ke dalam 8 (delapan) ranah penting dalam hidup sehari-hari penyandang disabilitas yang
termaktub dalam CRPD, yaitu:
1
Di Indonesia istilah yang dipakai untuk menyebut orang yang memiliki disabilitas/kecacatan mengalami banyak perkembangan sehubungan dengan interpretasi dan pemakaian menurut rasa bahasa
yang dinilai memberikan penghormatan bagi komunitas tersebut. Istilah yang seringkali dipakai di berbagai kalangan antara lain difabel dan penyandang disabilitas untuk menggantikan istilah
penyandang cacat.
1
Analisis yang dilakukan menunjukkan bahwa hampir semua kewajiban duty bearer dalam pasal-pasal tersebut telah ada dalam peraturan perundang-
undangan. Artinya, jika Negara dalam hal ini Pemerintah Republik Indonesia menerapkan saja apa yang telah dimiliki dalam perundang-
undangan nasional, maka banyak sekali masalah yang berkaitan dengan pemenuhan, penghormatan dan perlindungan hak-hak penyandang
disabilitas sudah teratasi. Tetapi, sayang sekali bahwa implementasi tidak dilakukan secara serius. Bahkan ditemukan beberapa produk kebijakan
yang tidak konsisten dan tidak memiliki perspektif hak penyandang disabilitas.
Oleh karena itu, analisis masalah dilakukan untuk mengidentifikasi hal-hal sebagai berikut :
1. Apa yang sudah ada dalam peraturan perundang-undangan tetapi mandatnya tidak dilaksanakan ?
2. Apa yang sudah ada dan telah dilaksanakan tetapi standar atau kualitasnya tidak memenuhi standar universal internasional yang berlaku ?
3. Apa yang belum ada dalam peraturan perundang-undangan dan kebijakan nasional dan perlu diadakan atau diatur regulasinya ?
2
Mobilitas
Olah Raga, Budaya, Rekreasi dan Hiburan
4, 9 , 20
11
26, 28
21
24
25
27
30
Mobilitas
Ranah Persoalan Pasal CRPD Persoalan Kunci No.
4, 9, 20 Aturan sudah ada, namun diperlukan pengawasan dan evaluasi yang lebih intensif dan
berkelanjutan agar pelaksanaan dan pemenuhan hak-hak mobilitas bagi penyandang
disabilitas dapat terwujud
Bencana Alam
(situasi darurat)
Penyandang disabilitas belum sepenuhnya dilibatkan dalam perencanaan dan pelatihan
khususnya disaster risk management and disability risk reduction program
21
Rehabilitasi, Habilitasi,
Jaminan Sosial
Rehabilitasi dan habilitasi yang dilakukan belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan
penyandang disabilitas untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
Penyandang disabilitas masih mengalami hambatan dalam mengakses jaminan sosial
Informasi dan
Komunikasi
Informasi yang disediakan belum sepenuhnya ramah terhadap kebutuhan penyandang
disabilitas.
26, 28
Pendidikan Layanan pendidikan yang tersedia belum sepenuhnya dapat diakses oleh penyandang
disabilitas
25 Kesehatan Layanan kesehatan yang tersedia belum sepenuhnya dapat diakses oleh penyandang
disabilitas
Ketenagakerjaan Kesempatan kerja yang tersedia bagi penyandang disabilitas masih sangat terbatas 27
Olah Raga, Budaya,
Rekreasi dan Hiburan
Pengembangan potensi penyandang disabilitas di bidang olah raga dan budaya belum
setara dengan non penyandang disabilitas
Penyediaan sarana dan prasarana rekreasi dan hiburan belum sepenuhnya dapat diakses
oleh penyandang disabilitas
01
02
03
04
05
06
07
08
11
24
30
3
Hasil analisis tersebut menunjukkan beberapa persoalan kunci sebagai berikut:
Berdasarkan analisis tersebut, maka rekomendasi secara umum yang diajukan oleh Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel adalah sebagai berikut:
1. Semua kebijakan dan peraturan nasional serta program-program dalam pembangunan nasional harus mengacu dan berpedoman pada prinsip-
2
prinsip umum CRPD dan pasal-pasal yang termaktub dalam CRPD yaitu dalam memberikan penghormatan, pemenuhan, pemajuan dan
perlindungan bagi hak-hak penyandang disabilitas.
2. Masyarakat Indonesia adalah juga meliputi penyandang disabilitas yang memiliki hak yang sama dalam mengakses berbagai bidang
kehidupan dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, Negara Indonesia berwajiban memberikan pelayanan yang
adaptif dan aksesibel, serta melakukan perbaikan kualitas layanan yang ada di segala bidang kehidupan untuk mendukung kemandirian dan
partisipasi sosial bagi penyandang disabilitas.
3. Upaya pemenuhan dan perlindungan hak-hak penyandang disabilitas harus dilakukan secara kolektif dari lintas pemangku kepentingan yaitu
lintas kementerian/departemen di tingkat pusat maupun daerah, lintas sektoral baik dari sektor swasta, pemerintah, organisasi dan masyarakat
secara berkelanjutan.
4. Adanya disability rights mainstreaming atau pengarusutamaan hak-hak penyandang disabilitas dalam perencanaan program dan pengang-
garan program pembangunan di tingkat pusat dan daerah;
5. Melibatkan partisipasi dan peran serta penyandang disabilitas sebagai bagian dari pelaku aktif dalam proses pembangunan baik di tingkat pu-
sat maupun daerah di Indonesia.

2
Prinsip-prinsip Konvensi adalah sebagai berikut:
(a) Penghormatan pada martabat yang melekat, otonomi individual, termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan, dan kemerdekaan perseorangan;
(b) Nondiskriminasi;
(c) Partisipasi penuh dan efektif dan keikutsertaan dalam masyarakat;
(d) Penghormatan atas perbedaan dan penerimaan penyandang disabilitas sebagai bagian dari keragaman manusia dan kemanusiaan;
(e) Kesetaraan kesempatan;
(f) Aksesibilitas;
(g) Kesetaraan antara laki-laki dan perempuan;
(h) Penghormatan atas kapasitas yang terus tumbuh dari penyandang disabilitas anak dan penghormatan hak penyandang disabilitas anak guna mempertahankan identitas mereka.
4
Rekomendasi yang disusun secara sistematis ini diharapkan dapat memberikan masukan untuk perbaikan dan reformasi hokum dan kebijakan di
masa mendatang mampu menjadi landasan hukum maupun landasan pembuatan program pembangunan dan penganggaran yang memiliki perspektif
hak-hak penyandang disabilitas yang sudah diatur dalam CRPD. Implementasi CRPD akan bisa terwujud apabila dilakukan secara kolektif dan
berkelanjutan di lintas pemangku kepentingan atau lintas sektoral serta memiliki perimbangan antara kebijakan dan penganggaran yang proporsional
di tingkat pusat maupun daerah. Setelah CRPD diratifikasi di Indonesia, sudah saatnya semua sektor di negara ini melakukan perubahan yang
sistematis dan berkesinambungan demi tercapainya kesetaraan dan kesamaan hak-hak bagi penyandang disabilitas.
Salam solidaritas,
Prof. Irwanto, Ph.D. Risnawati Utami, S.H., M.S./IHPM
Direktur PUSKA UI Ketua Konsorsium Nasional Untuk Hak Difabel
Advocacy Manager UCP Roda Untuk Kemanusiaan
5
ISI CRPD
PERUNDANG-UNDANGAN,
PERMASALAHAN &
REKOMENDASI
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
BAB I. REKOMENDASI BIDANG MOBILITAS
9
Pasal 4:
1. Negara-negara Pihak
berkewajiban untuk menjamin
dan memajukan pemenuhan
semua hak asasi manusia dan
kebebasan mendasar semua
orang penyandang disabilitas
tanpa diskriminasi atas dasar
kecacatan mereka. Untuk itu,
Negara-negara Pihak
berkewajiban untuk:
(f) Untuk melakukan atau
memajukan penelitian dan
pengembangan barang-
barang, pelayanan jasa,
peralatan, dan fasilitas-
fasilitas yang dirancang
secara universal,
sebagaimana didefinisikan
dalam pasal 2 dari
Konvensi ini, yang
mewajibkan adanya
adaptasi yang seminimum
mungkin dan biaya
serendah mungkin untuk
memenuhi kebutuhan
khusus seorang
penyandang disabilitas,
untuk memajukan
1. Permen PU
No. 30/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan
Aksesibilitas pada Bangunan
dan Lingkungan.
2. Perda di beberapa daerah (Solo,
Sleman, Jakarta, Daerah
Istimewa Yogyakarta).
3. UU RI No. 28 Tahun 2002
tentang Bangunan Gedung
Pasal 27 ayat 2.
4. PP No. 36 Tahun 2005 tentang
Peraturan Pelaksanaan UU No.
28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung pasal 54,
55
5. Panduan Penyediaan
Aksesibilitas pada Bangunan
& Lingkungan, Lembaga
Pelayanan Sosial Penyandang
Cacat, Departemen Sosial RI
Tahun 2005
Penerapan Standar Aksesibilitas
1. Ukuran dasar ruang belum
memperhitungkan kemudahan
pergerakan bagi teman-teman
yang menggunakan alat bantu
kursi roda/kruk/tongkat putih.
2. Area parkir khusus bagi difabel
belum disediakan sesuai
standar ukuran maupun
kebutuhan/terletak jauh dari
pintu masuk/dipergunakan
oleh yang tidak berhak/tidak
dapat diakses karena dipagar
atau dialihfungsikan.
3. Pintu belum didesain untuk
mudah dibuka-tutup, dikunci
dan dilalui oleh difabel (ruang
depan pintu yang tidak
nyaman & aman, material
panel pintu yang berat, lebar
pintu yang kurang dari 90cm,
pegangan dan pengunci pintu
yang tidak aksesibel).
4. Ram belum tersedia/belum
sesuai dengan standard (sudut
yang curam, material lantai
yang licin, handrail yang
ringkih).
1. Sosialisasi peraturan dan
standar yang lebih sering
kepada arsitek, Dinas PU &
Dinas Perizinan Bangunan di
daerah-daerah, dan masyarakat
melalui institusi (Dep. PU,
Ikatan Arsitek Indonesia, dll),
dan media massa.
2. Standard aksesibilitas
dijadikan bagian yang diaudit
dalam perizinan membangun
bangunan gedung atau fasilitas
publik lainnya.
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
10
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
ketersediaan dan kegunaan
mereka, serta untuk
memajukan rancangan
universal dalam
pengembangan standar-
standar dan panduan-
panduan;
(g) Untuk melakukan atau me-
majukan penelitian dan
pengembangan, serta
untuk memajukan
ketersediaan dan
penggunaan teknologi-
teknologi baru, termasuk
teknologi informasi dan
komunikasi, alat-alat bantu
gerak, peralatan dan
teknologi pendukung yang
sesuai dengan orang-orang
penyandang cacat, dengan
memberikan prioritas bagi
teknologi-teknologi
dengan biaya yang
terjangkau;
(h) Untuk menyediakan
informasi yang dapat
diakses oleh orang-orang
penyandang disabilitas
mengenai alat-alat bantu
6. Kep. Gubernur Kepala DKI
Jakarta No. 66 th 1981
7. Kep. Gubernur Kepala DKI
Jakarta No. 140 th 2001
8. Instruksi Kepala Dinas Pena-
taan dan Pengawasan
Bangunan Prop. DKI Jakarta
No. 15 th 2002
5. Tangga belum sesuai dengan
standar aksesibilitas (lebar dan
tinggi anak tangga, pegangan
tanggal, material tangga).
6. Lift belum direncanakan untuk
dapat dilalui dan dipergunakan
dengan mudah oleh semua
orang (ukuran pintu yang kecil,
tombol yang tinggi atau tidak
dapat diidentifikasi, dll.).
7. Toilet aksesibel belum tersedia
sesuai rasio pengguna
(kebutuhan) serta seringkali
belum sesuai dengan standar
(lebar pintu, lebar ruang, letak
kloset, handrail dll.).
8. Pancuran dan wastafel belum
sesuai dengan standar letak,
ruang gerak, spesifikasi produk
yang memudahkan difabel
untuk menggunakannya.
9. Telepon dan perlengkapan dan
peralatan kontrol belum dipilih
dan diletakkan sesuai standar
jangkauan dan ruang yang
ditentukan.
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
gerak, peralatan dan
teknologi pembantu,
termasuk teknologi-
teknologi baru, serta
bentuk-bentuk perbantuan
lainnya, pelayanan dan
fasilitas pendukung;
Pasal 9 :
1. Dalam rangka memampukan
orang-orang penyandang
disabilitas untuk hidup secara
mandiri dan berpartisipasi
penuh dalam segala aspek
kehidupan, Negara-negara
Pihak harus melakukan
langkah-langkah yang
diperlukan untuk menjamin
akses orang-orang
penyandang disabilitas
terhadap lingkungan fisik,
transportasi, informasi dan
komunikasi, termasuk
teknologi dan sistem informasi
dan komunikasi, serta fasilitas
dan pelayanan lalinnya yang
terbuka atau disediakan bagi
publik baik di daerah
10. Perabot belum didesain
dengan ukuran, detil dan
fitur-fitur yang sesuai dengan
standar kemudahan,
keamanan dan kenyaman
pengguna termasuk
penyandang disabilitas
11. Rambu dan marka yang ada
sangat terbatas jumlahnya,
belum dapat dipahami dan
belum ditempatkan secara
tepat sesuai standar.
Implementasi pada Bangunan
Gedung
1. Belum adanya penegakan
hukum akan pelanggaran
terhadap ketentuan dan
peraturan yang harus dipenuhi,
kaitannya dengan difabilitas.
2. Untuk bangunan dan fasilitas
publik yang sudah ada, perlu
diadakan evaluasi dan
perbaikan untuk memenuhi
persyaratan aksesibilitas.
3. Pengelola fasilitas publik
belum mampu menjamin
standard pelayanan (baik fisik
dan non fisik) yang memenuhi
azas aksesibilitas.
1. Penerapan aksesibilitas bisa
menjadi syarat utama dalam
pembuatan perijinan untuk
mendirikan bangunan publik,
sedangkan penerapan prinsip
Universal Design menjadi
keunggulan yang harus
dihargai lebih.
2. Penegakan hukum dengan
sanksi yang jelas.
3. Mekanisme pelaporan yang
jelas dan mudah.
4. Kontrol dan pengawasan oleh
stakeholders.
11
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
perkotaan maupun pedesaan,
atas dasar kesetaraan dengan
orang-orang lain. Langkah-
langkah ini, yang di dalamnya
harus termasuk identifikasi
dan penghapusan semua
hambatan terhadap
aksesibilitas, antara lain harus
berlaku bagi:
(i) Bangunan, jalan,
transportasi dan fasilitas
di dalam dan luar ruangan
lainnya, termasuk sekolah,
perumahan, fasilitas
kesehatan, dan tempat
kerja;
(ii) Informasi, komunikasi,
dan pelayanan lainnya,
termasuk pelayanan
elektronik dan pelayanan
gawat darurat;
2. Negara-negara Pihak juga
harus mengambil langkah-
langkah yang selayaknya
untuk:
(i) Membangun,
menyebarluaskan, dan
memonitor pelaksanaan
12
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
standar-standar minimum
dan panduan bagi
aksesibilitas fasilitas dan
pelayanan yang terbuka
atau disediakan untuk
publik;
(ii) Menjamin bahwa entitas
privat yang menawarkan
fasilitas dan pelayanan
yang terbuka atau
disediakan untuk publik
mempertimbangkan semua
aspek dalam hal
aksesibilitas bagi orang-
orang penyandang
disabilitas;
(iii) Menyediakan pelatihan
bagi para stakeholders
berkaitan dengan persoalan
aksesibilitas yang dihadapi
oleh orang-orang
penyandang disabilitas;
(iv) Menyediakan tanda-tanda
dalam tulisan Braille dan
dalam bentuk yang mudah
dibaca serta dipahami di
bangunan-bangunan dan
fasilitas lainnya yang
terbuka bagi publik;
(v) Menyediakan berbagai
13
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
bentuk bantuan dan
mediasi, termasuk
pemandu, pembaca, dan
interpreter bahasa isyarat
yang profesional, untuk
memfasilitasi aksesibilitas
terhadap bangunan-
bangunan dan fasilitas
lainnya yang terbuka bagi
publik;
(vi) Memajukan bentuk-bentuk
bantuan dan dukungan
lainnya bagi orang-orang
penyandang disabilitas
untuk menjamin akses
mereka terhadap
informasi;
(vii) Memajukan akses bagi
orang-orang penyandang
disabilitas bagi informasi
serta teknologi dan sistem
komunikasi terbaru,
termasuk Internet;
(viii) Memajukan rancangan,
pengembangan, produksi,
dan distribusi teknologi
dan sistem informasi dan
komunikasi pada tingkatan
awal, sehingga teknologi
dan sistem tersebut dapat
diakses dengan biaya yang
seminimal mungkin.
14
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
Pasal 20
Negara-negara Pihak harus
melakukan langkah-langkah
yang efektif untuk menjamin
mobilitas personal orang-orang
penyandang untuk
sedapat mungkin menjamin
independensi mereka, termasuk
dengan:
(a) Memfasilitasi mobilitas
personal orang-orang
penyandang
dengan cara dan pada waktu
yang mereka pilih sendiri,
dan dengan biaya yang
terjangkau;
(b) Memfasilitasi akses bagi
orang-orang penyandang
terhadap alat bantu
mobilitas, peralatan,
teknologi pendukung, dan
berbagai bentuk bantuan dan
mediasi kehidupan yang
berkualitas, termasuk dengan
menyediakan hal-hal tersebut
dengan biaya yang
terjangkau;
(c) Menyediakan pelatihan untuk
keahlian mobilitas bagi
disabilitas
disabilitas
disabilitas
1. KepMen Perhubungan RI No.
KM. 71 th 1995 tentang
aksesibilitas bagi penyandang
cacat dan orang sakit pada
sarana dan prasarana
perhubungan
1. UU RI No.14 th 1992 tentang
lalu lintas dan angkutan jalan
pasal 49
2. PP RI No.41 th 1993 tentang
Angkutan Jalan pasal 53
3. KepMen Perhubungan RI No.
KM. 6 th 1994 tentang tanda-
Mobilitas secara umum
1. Transportasi publik darat, laut,
udara serta fasilitas
penunjangnya (seperti bandara,
terminal, pelabuhan dan halte)
yang masih belum bisa diakses
atau diskriminatif, baik sarana
fisik maupun non fisik oleh
semua penyandang disabilitas.
2. Diskriminatif dalam pelayanan
dan kebijakan transportasi
publik terhadap penyandang
disabilitas.
3. Pencapaian lokasi bangunan-
bangunan publik yang juga
masih diskriminatif.
4. Pilihan moda transportasi yang
aksesibel masih sangat
terbatas.

Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan
1. Belum adanya perlindungan
terhadap penyandang
disabilitas pengguna
kendaraan pribadi.
2. Penyeberangan masih
menyulitkan penyandang
1. Penerapan aksesibilitas hingga
universal design, pada fasilitas
transportasi seperti halte, peron
khusus di sarana fisik dan
pelayanan harus dijamin
pelaksanaannya.
2. Penegakan hukum dengan
sanksi yang jelas.
3. Pelatihan pelayanan
aksesibilitas bagi operator
transportasi (sopir taksi, bus,
bandara, pramugari/a, dll.).
4. Memancing adanya
transportasi alternatif yang
aksesibel seperti accessible
taxi.
1. Melengkapi kelengkapan
perizinan dan informasi jalan
raya.
2. Menunjuk bengkel atau pabrik
dan menginformasikan atau
menstandarkan kendaraan
bermotor modifikasi yang
15
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
orang-orang penyandang
dan bagi staf
spesialis yang bekerja dengan
orang-orang penyandang
;
(d) Mendorong entitas-entitas
yang memproduksi alat bantu
mobilitas, peralatan, dan
teknologi pendukung untuk
mempertimbangkan segala
aspek dari mobilitas bagi
orang-orang penyandang
.
disabilitas
disabilitas
disabilitas
tanda khusus bagi penderita
cacat tuna netra dan cacat tuna
rungu dalam berlalu lintas di
jalan
4. KepMen Perhubungan RI No.
31 th 1995 tentang terminal
transportasi jalan pasal 6
5. KepMen Perhubungan RI No.
KM. 71 th 1995 tentang
aksesibilitas bagi penyandang
cacat dan orang sakit pada
sarana dan prasarana
perhubungan
disabiltas untuk melintas.
3. Kendaraan yang dimodifikasi
harus dipromosikan
penggunaannya namun juga
harus tersertifikasi aman.
4. Terminal dan halte sebagian
besar belum didesain aksesibel
atau dilengkapi dengan
fasilitas aksesibilitas, seperti
loket yang tinggi, emplasemen
yang tidak sejajar dengan
lantai bus, perbedaan lantai
tanpa ram, dll.
5. Bus atau angkutan darat yang
dipergunakan hingga saat ini
sebagian besar belum
menyediakan ruang khusus
untuk kursi roda maupun
tempat duduk yang
diutamakan bagi penyandang
disabilitas.
6. Rambu, marka dan informasi
belum dapat diterima dan
dipahami oleh semua orang.
7. Staf bus belum secara merata
mengetahui dan mampu
melayani pengguna
penyandang disabilitas secara
aman sesuai standar keamanan
kendaraan.
3. Untuk perencanaan
terminal/halte baru harus
merujuk pada peraturan-
peraturan dan standar
aksesibilitas yang telah ada
4. Terminal-terminal yang telah
ada dan belum aksesibel harus
segera disempurnakan dan
dilengkapi dengan fitur-fitur
yang bisa menghilangkan
hambatan aksesibilitas tersebut
5. Bus/angkutan umum yang
dipergunakan diganti dengan
berlantai datar atau low floor
bus dengan standar
aksesibilitas yang lainnya
(seperti lebar pintu, ruang
khusus kursi roda, dll) atau
menyediakan bus khusus yang
aksesibel dan jadwal khusus
pelayanan.
6. Variasi metode penyampaian
informasi dan kelengkapan
rambu disediakan.
7. Memberikan sosialisasi dan
pelatihan standar pelayanan
bagi penyandang disabilitas
16
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
1. UU RI No.13 th 1992 tentang
Perkeretaapian, Pasal 35
2. KepMen Perhubungan RI No.
KM. 71 th 1995 tentang
aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas dan orang sakit
pada sarana dan prasarana
perhubungan.
baik dan benar.
Perkeretaapian
1. Stasiun kereta sebagian besar
belum didesain aksesibel atau
dilengkapi dengan fasilitas
aksesibilitas, seperti loket
yang tinggi, emplasemen yang
tidak sejajar dengan lantai
kereta, perbedaan lantai tanpa
ram, dll.
2. Kereta yang dipergunakan
hingga saat ini sebagian besar
belum menyediakan ruang
khusus untuk kursi roda
maupun tempat duduk yang
diutamakan bagi penyandang
disabilitas, serta toilet yang
aksesibel.
3. Rambu, marka dan informasi
belum dapat diterima dan
dipahami oleh semua orang
4. Staf perkeretaapian belum
secara merata mengetahui dan
mampu melayani pengguna
penyandang disabilitas secara
baik dan benar.
pada pengelola dan staf
terminal, bus, angkutan umum,
taksi, dll.
1. Untuk perencanaan stasiun-
stasiun baru harus merujuk
pada peraturan-peraturan dan
standar aksesibilitas yang
telah ada.
2. Stasiun-stasiun yang telah ada
dan belum aksesibel harus
segera disempurnakan dan
dilengkapi dengan fitur-fitur
yang bisa menghilangkan
hambatan aksesibilitas
tersebut.
3. Gerbong-gerbong kereta yang
dipergunakan diganti dengan
gerbong-gerbong berlantai
datar dengan standar
aksesibilitas yang lainnya
(seperti lebar pintu, ruang
khusus kursi roda, dll) atau
menyediakan satu gerbong
khusus yang aksesibel dalam
rangkaian kereta.
4. Variasi metode penyampaian
informasi dan kelengkapan
rambu disediakan.
17
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
1. UU RI No.15 th 1992 tentang
penerbangan pasal 42
2. PP RI No. 40 th 1995 tentang
angkutan udara pasal 46
3. KepMen Perhubungan RI No.
KM. 71 th 1995 tentang
aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas dan orang sakit
pada sarana dan prasarana
perhubungan.
4. KepMen Perhubungan RI No.
KM. 48 th 2002 tentang
penyelenggaraan Bandar
udara umum.
1. UU RI No. 21 th 1992 tentang
pelayaran pasal 83
2. PP RI No. 82 th 1999 tentang
Angkutan di Perairan pasal 86
Penerbangan
1. Bandara udara sebagian besar
telah didesain aksesibel atau
dilengkapi dengan fasilitas
aksesibilitas, namun masih
belum diperuntukkan untuk
penumpang penyandang
disabilitas mandiri.
2.Perlakuan terhadap
penumpang penyandang
disabilitas seringkali
disamakan sebagai orang sakit,
sehingga standar pelayanan
menjadi berlebihan sekaligus
tidak tepat.
3. Rambu, marka dan informasi
belum dapat diterima dan
dipahami oleh semua orang.
Pelayaran
1. Pelabuhan sebagian besar
belum didesain aksesibel atau
dilengkapi dengan fasilitas
5. Memberikan sosialisasi dan
pelatihan standard pelayanan
bagi penyandang disabilitas
pada pengelola dan staf
perkeretaapian.
1. Untuk perencanaan bandara
udara baru harus menerapkan
aksesibilitas secara lengkap.
2. Bandara udara yang telah ada
harus segera disempurnakan
dan dilengkapi dengan fitur -
fitur aksesibilitas.
3. Variasi metode penyampaian
informasi dan kelengkapan
rambu disediakan.
4. Memberikan sosialisasi dan
pelatihan standar pelayanan
bagi penyandang disabilitas
pada pengelola dan staf
bandara udara.
1. Untuk perencanaan
pelabuhan-pelabuhan baru
harus merujuk pada peraturan-
18
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
3. KepMen Perhubungan RI No.
KM. 71 th 1995 tentang
aksesibilitas bagi penyandang
disabilitas dan orang sakit
pada sarana dan prasarana
perhubungan.
4. KepMen Perhubungan RI No.
KM. 32 th 2001 tentang
penyelenggaraan angkutan
penyeberangan.
5. KepMen Perhubungan RI No.
KM. 73 th 2004 tentang
penyelenggaraan angkutan
sungai dan danau.
Permen PU No. 30/PRT/M/2006
tentang Pedoman Teknis Fasilitas
dan Aksesibilitas pada Bangunan
dan Lingkungan
aksesibilitas, seperti loket
yang tinggi, akses menuju
kapal yang sulit, perbedaan
ketinggian lantai tanpa ram,
dll.
2. Desain kapal menyulitkan
akses masuk penyandang
disabilitas ke dalam kapal
maupun bergerak di dalam
kapal.
3. Rambu, marka dan informasi
belum dapat diterima dan
dipahami oleh semua orang.
4. Staf pelayaran belum secara
merata mengetahui dan
mampu melayani pengguna
penyandang disabilitas secara
baik dan benar.
Pedestrian
1. Jalur pedestrian yang sempit
(tidak memungkinkan untuk
dilalui).
2. Jalur pedestrian yang tidak
aman dari lubang, rambu-
peraturan dan standar
aksesibilitas yang telah ada.
2. Pelabuhan yang telah ada dan
belum aksesibel harus segera
disempurnakan dan dilengkapi
dengan fitur-fitur yang bisa
menghilangkan hambatan
aksesibilitas tersebut.
3. Mencari kemungkinan kapal
yang didesain aksesibel atau
fitur-fitur tambahan yang bisa
menghilangkan hambatan
aksesibilitas.
4. Variasi metode penyampaian
informasi dan kelengkapan
rambu disediakan.
5. Memberikan sosialisasi dan
pelatihan standar pelayanan
bagi penyandang disabilitas
pada pengelola dan staf
pelayaran.
1. Mempertegas batasan bersih
jalur pedestrian untuk
pedestrian (kegiatan di luar
mobilitas pedestrian tidak
dihitung).
2. Kualitas minimum sebuah
19
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
rambu maupun pedagang kaki
lima dan parkir.
3. Jalur pedestrian yang tidak
dilengkapi ubin pengarah dan
peringatan.
1. Fisik, berupa fasilitas
pendidikan dan fasilitas
publik (community public),
layanan pemerintah, pasar,
fasilitas ibadah, tempat wisata,
tempat parkir dan fasilitas lain
yang sangat dekat dengan
warga, yang aksesibel.
2. Fisik. Terintegrasinya sarana
transportasi, mobilitas dan
fasilitas publik sebagai satu
kesatuan unit aksesibilitas.
3. Non fisik. Pelayanan personal
asisten bagi penyandang
disabilitas yang tidak bisa
melakukan mobilitas mandiri
terutama bagi masyarakat
menengah ke bawah.
pedestrian harus memenuhi
empat azas aksesibilitas.
3. Melengkapi pedestrian sesuai
atau di atas standar peraturan
yang ada.
1. Pemerintah perlu melakukan
sosialisasi kepada seluruh
elemen masyarakat tentang
fasilitas yang aksesibel
terutama untuk difabel.
2. Training difabilitas bagi
pelayan publik.
3. Pemerintah perlu
menyediakan personal asisten
dan alat bantu khusus di
tempat fasilitas publik.
4. Perizinan IMB harus menyer-
takan keterhubungan
bangunan dengan bangunan
lain atau fasilitas umum
lainnya yang terjamin
aksesibilitasnya.
5. Pembangunan motivasi
bagipenyandang disabilitas,
dapat berupa pelatihan bagi
penyandang disabilitas untuk
lebih percaya diri.
20
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
1. Banyaknya fasilitas publik
baik yang dikelola pemerintah
maupun swasta yang belum
aksesibel/menerapkan
peraturan aksesibilitas.
2. Peraturan-peraturan mengenai
aksesibilitas seperti Permen
PU No. 30/PRT/M/2006
belum diketahui secara merata
dan belum digunakan sebagai
acuan aturan desain.
3. Keberadaan fasilitas-fasilitas
publik yang aksesibel yang
terbatas dan belum terpetakan
dan terinformasikan ke
masyarakat kota.
4. Peraturan pemerintah di level
kota dan kabupaten belum ada
dan atau belum dilaksanakan.
5. Keterbatasan informasi
teknologi maupun keberadaan
teknologi yang mampu
6. Pemerintah/swasta pengelola
bangunan perlu menyediakan
personal asisten dan alat
bantu khusus di tempat
fasilitas publik sebagai wujud
pelayanan bagi semua orang.
1. Kontrol ketat terhadap
perizinan pendirian bangunan
dengan keharusan
mengimplementasikan
aksesibilitas.
2. Sosialisasi peraturan yang
lebih sering kepada arsitek,
Dinas PU & Dinas Perizinan
Bangunan di daerah-daerah,
dan masyarakat melalui
institusi (Dep. PU, Ikatan
Arsitek Indonesia, dll), dan
media massa.
3. Peluncuran informasi fasilitas-
fasilitas aksesibel lewat
selebaran, peta-peta wilayah
maupun website wilayah.
4. Mendesak daerah-daerah me-
nerbitkan peraturan daerah
tentang penerapan
aksesibilitas pada bangunan
21
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
UUD 1945 Pasal 28 H ayat 2
dan Pasal 28 I ayat 2
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
menunjang aksesibilitas dan
terjangkau.
gedung dan fasilitas publik
lainnya.
5. Mendorong berbagai pihak
(universitas, lembaga
penelitian dan industri) untuk
lebih banyak melakukan
pengembangan dan riset
teknologi-teknologi
aksesibilitas; serta dukungan
melalui skema dana penelitian
dan lainnya.
22
ISI CRPD MENGENAI
MOBILITAS
BAB I. Rekomendasi Bidang Mobilitas
ISI CRPD MENGENAI
BENCANA ALAM
(SITUASI DARURAT)
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
BAB II. REKOMENDASI BIDANG BENCANA ALAM (SITUASI DARURAT)
23
Pasal 11:
Negara-negara Pihak harus
mengambil semua kebijakan yang
diperlukan untuk menjamin
perlindungan dan keselamatan
penyandang disabilitas dalam
situasi berisiko, termasuk situasi
konflik bersenjata, darurat
kemanusiaan, dan terjadinya
bencana alam, selaras dengan
kewajiban mereka di bawah
hukum internasional, termasuk
hukum humaniter internasional
dan hukum hak asasi manusia
internasional.
Undang-Undang No 24 Tahun
2007 tentang Penanggulangan
Bencana
Pasal 6:
Tanggung jawab Pemerintah
dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana
meliputi:
a. Pengurangan risiko bencana
dan pemaduan pengurangan
risiko bencana dengan program
pembangunan;
b. Perlindungan masyarakat dari
dampak bencana;
c. Penjaminan pemenuhan hak
masyarakat dan pengungsi
yang terkena bencana secara
adil dan sesuai dengan standar
pelayanan minimum;
d. Pemulihan kondisi dari dampak
bencana;
e. Pengalokasian anggaran
penanggulangan bencana
dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara yang
memadai;
f. Pengalokasian anggaran pe-
nanggulangan bencana dalam
PRA BENCANA
1.1 Adanya sosialisasi dan
peningkatan kesadaran
mengenai kebutuhan khusus
penyandang disabilitas bagi
para pemangku kepentingan.
2.1 Meningkatkan partisipasi
penyandang disabilitas agar
kebutuhan dan kepentingan
mereka sebagai subyek dari
program pengurangan risiko
bencana diperhatikan dan
diwujudkan dalam bentuk
program kegiatan dan
kebijakan yang
mengikutsertakan
penyandang disabilitas
dalam pengurangan risiko
bencana.
2.2 Membuat program
pengurangan risiko bencana
yang memperhitungkan
kebutuhan khusus
penyandang disabilitas
dengan melibatkan
penyandang disabilitas
1. Kurang adanya program
persiapan bencana yang
sensitif terhadap penyandang
disabilitas.
2. Kurang adanya keterlibatan
penyandang disabilitas dalam
program-program pendidikan
pengurangan risiko bencana,
(penyandang disabilitas lebih
diposisikan sebagai obyek
dalam program tersebut,
bukan subyek, antara lain
dalam program simulasi
evakuasi).
ISI CRPD MENGENAI
BENCANA ALAM
(SITUASI DARURAT)
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
45
bentuk dana siap pakai; dan
pemeliharaan arsip/dokumen
otentik dan kredibel dari
ancaman dan dampak bencana.
Pasal 8:
Tanggung jawab pemerintah
daerah dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana
meliputi:
a. Penjaminan pemenuhan hak
masyarakat dan pengungsi
yang terkena bencana sesuai
dengan standar pelayanan
minimum;
b. Perlindungan masyarakat dari
dampak bencana;
c. Pengurangan risiko bencana &
pemaduan pengurangan risiko
bencana dengan program
pembangunan; dan
d. Pengalokasian dana
penanggulangan bencana
dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah yang
memadai.
3. Kurangnya aksesibilitas
informasi dan materi
ajar/belajar terkait dengan
pengurangan risiko bencana.
Informasi yang tersedia kurang
dapat diakses oleh penyandang
disabilitas dengan kriteria
tertentu, seperti tuna netra,
gangguan intelektual, dan tuna
rungu).
dalam program-program
evakuasi secara bersama-
sama dengan masyarakat
yang lain. Program yang
dikembangkan harus
menggunakan media yang
aksesibel bagi semua warga
masyarakat.
3.1 Adanya pembuatan dan
penyebaran informasi yang
aksesibel untuk penyandang
disabilitas, misalnya:
Tuna rungu menggunakan
tanda gambar atau lampu.
Tuna netra menggunakan
suara atau bunyi-bunyian,
Tuna grahita
menggunakan pendekatan
bahasa yang sederhana
dan memberikan isyarat
tanda bahaya.
3.2 Mengintegrasikan
pendidikan pengurangan
risiko bencana dan praktek
simulasi evakuasi bagi anak-
anak berkebutuhan khusus
yang melibatkan semua anak
BAB II. Rekomendasi Bidang Bencana Alam (Situasi Darurat)
24
ISI CRPD MENGENAI
BENCANA ALAM
(SITUASI DARURAT)
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
Pasal 26:
(1) Setiap orang berhak :
a. Mendapatkan perlindungan
sosial dan rasa aman,
khususnya bagi kelompok
masyarakat rentan
bencana;
b. Mendapatkan pendidikan,
pelatihan, dan keterampilan
dalam penyelenggaraan
penanggulangan bencana.
c. Mendapatkan informasi
secara tertulis dan/atau
lisan tentang kebijakan
penanggulangan bencana.
d. Berperan serta dalam
perencanaan,
pengoperasian, dan
pemeliharaan program
penyediaan bantuan
pelayanan kesehatan
termasuk dukungan
psikososial;
e. Berpartisipasi dalam
pengambilan keputusan
terhadap kegiatan
penanggulangan bencana,
khususnya yang berkaitan
dengan diri dan
1. Penyandang disabilitas belum
sepenuhnya dapat bertindak
cepat melakukan
penyelamatan diri ketika
terjadi bencana karena adanya
hambatan lingkungan yang
menghalangi mobilitasnya.
2. Dalam tindakan penyelamatan
ketika terjadi bencana,
lingkungan terdekat
penyandang disabilitas
(keluarga, sekolah, asrama,
masyarakat) kurang dapat
bertindak cepat dan tepat
dalam membantu penyandang
disabilitas melakukan
penyelamatan.
ke dalam program dan/atau
kurikulum sekolah (SLB
dan Sekolah Inklusi).
1.1. Adanya rencana penye-
lamatan bagi penyandang
disabilitas, terutama
penyandang disabilitas yang
memiliki hambatan
mobilitas.
2.1. Rencana penyelamatan perlu
mencakup siapa yang
bertanggung jawab dan
bagaimana melaksanakan
tindakan ketika terjadi
bencana. Misalnya, untuk
tuna grahita yang mampu
rawat, hendaknya ada pihak
keluarga terdekat yang
bertanggung jawab dalam
proses penyelamatan, dan
kewajiban pemerintah
dalam mensosialisasikan
dan mengadakan pelatihan
terhadap keluarga
penyandang disabilitas
KETIKA TERJADI BENCANA
BAB II. Rekomendasi Bidang Bencana Alam (Situasi Darurat)
25
ISI CRPD MENGENAI
BENCANA ALAM
(SITUASI DARURAT)
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
komunitasnya; dan
f. Melakukan pengawasan
sesuai dengan mekanisme
yang diatur atas
pelaksanaan
penanggulangan bencana.
(2) Setiap orang yang terkena
bencana berhak mendapatkan
bantuan pemenuhan
kebutuhan dasar.
(3) Setiap orang berhak untuk
memperoleh ganti kerugian
karena terkena bencana yang
disebabkan oleh kegagalan
konstruksi.
Pasal 69 :
(1) Pemerintah dan pemerintah
daerah menyediakan
bantuan santunan duka cita
dan kecacatan bagi korban
bencana.
(2) Korban bencana yang
kehilangan mata
pencaharian dapat diberi
pinjaman lunak untuk usaha
produktif.
(3) Besarnya bantuan santunan
1. Kurangnya pendataan yang
spesifik mengenai identitas
dan kondisi penyandang
disabilitas. Biasanya
pendataan hanya berkisar luka
ringan, berat dan meninggal,
penyandang disabilitas.
2. Kurangnya fasilitas dan
layanan fisik dan non fisik
yang aksesibel (informasi dan
layanan konseling) bagi
penyandang disabilitas di
tempat penampungan
pengungsi.
1.1 Adanya pemetaan dan
assessment yang jelas
mengenai kondisi
penyandang disabilitas
sekurang-kurangnya
mencakup jenis kelamin,
umur, jenis disabilitas,
kondisi fisik dan psikis
akibat bencana (luka
ringan/berat, meninggal,
trauma psikis), dan
tindakan medis dan psikis
pertama yang sudah
diberikan.
2.1 Tersedianya fasilitas dan
layanan fisik dan non fisik
yang aksesibel bagi
penyandang disabilitas di
tempat penampungan
pengungsi.
2.2 Harus ada pendampingan
medis dan psikososial bagi
penyandang disabilitas
korban bencana.
PASCA BENCANA
26
BAB II. Rekomendasi Bidang Bencana Alam (Situasi Darurat)
ISI CRPD MENGENAI
BENCANA ALAM
(SITUASI DARURAT)
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
duka cita dan kecacatan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan pinjaman lunak
untuk usaha produktif
sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) menjadi tanggung
jawab Pemerintah dan
pemerintah daerah.
(4) Tata cara pemberian dan
besarnya bantuan
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur
lebih lanjut dengan
Peraturan Pemerintah.
(5) Unsur masyarakat dapat
berpartisipasi dalam
penyediaan bantuan.
3. Kurang teridentifikasinya
kebutuhan khusus bagi
penyandang disabilitas pasca
bencana.
4. Pemberdayaan ekonomi bagi
penyandang disabilitas yang
kehilangan mata pencaharian
akibat bencana (lama dan
baru).
3.1 Adanya pemetaan dan
assessment yang jelas dan
terperinci mengenai
kebutuhan yang sesuai
dengan kondisi
penyandang disabilitas.
4.1 Perlunya dikembangkan
program dukungan sosial-
ekonomi bagi penyandang
disabilitas yang kehilangan
mata pencaharian akibat
bencana.
BAB II. Rekomendasi Bidang Bencana Alam (Situasi Darurat)
27
ISI CRPD MENGENAI
REHABILITASI, HABILITASI
DAN JAMINAN SOSIAL
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
BAB III. REKOMENDASI BIDANG REHABILITASI, HABILITASI DAN JAMINAN SOSIAL
29
Pasal 26:
1. Negara-Negara Pihak wajib
menerapkan langkah yang
efektif, dan tepat termasuk
dengan memberikan dukungan
lewat sesama, untuk
memungkinkan penyandang
disabilitas mencapai
kemandirian maksimal,
kemampuan fisik, mental,
sosial dan keterampilan penuh
serta keikutsertaan dan
partisipasi penuh dalam seluruh
aspek kehidupan.
Untuk itu, Negara-Negara Pihak
wajib mengorganisasikan,
memperkuat dan memperluas
program dan pelayanan
habilitasi dan rehabilitasi,
terutama di bidang kesehatan,
lapangan kerja, pendidikan, dan
layanan sosial, yang di
dalamnya layanan dan program
ini:
1. Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat
Pasal 16:
Pemerintah dan/atau masyarakat
menyelenggarakan upaya :
1. Rehabilitasi;
2. Bantuan sosial;
3. Pemeliharaan taraf
kesejahteraan sosial.
2. Peraturan Pemerintah No. 43
Tahun 1998 tentang Upaya
Peningkatan Kesejahteraan
Sosial Penyandang Cacat
Pasal 36
Rehabilitasi bagi penyandang
cacat meliputi rehabilitasi medik,
pendidikan, pelatihan, dan sosial.
3. Keputusan Menteri Tenaga
Kerja RI NOMOR :
KEP-205/MEN/1999 Tentang
Pelatihan Kerja dan
Penempatan Tenaga Kerja
Penyandang Cacat
REHABILITASI & HABILITASI
1. Belum tersedianya pusat
rehabilitasi yang
menyelenggarakan program
rehabilitasi dan habilitasi
secara komprehensif (aspek
sosial, kesehatan, ekonomi,
pendidikan) di setiap propinsi.
1.1 Program Rehabilitasi
idealnya tersedia di setiap
Provinsi dan
diselenggarakan secara
menyeluruh termasuk
diantaranya harus
menyediakan layanan
kesehatan, terapi fisik,
bimbingan konseling/psikis,
vokasional, kehidupan sosial
dan pendidikan.
1.2 Program rehabilitasi dan
habilitasi harus ditujukan
untuk penguatan dan
pemberdayaan, oleh karena
itu Undang-Undang yang
berkaitan dengan rehabilitasi
dan habilitasi atau
penyelenggaranya harus
memasukkan ketentuan
sebagai berikut :
1) Setiap disabilitas harus
dilakukan assessment
sehingga dapat diketahui
kebutuhannya,
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
(a) Dimulai pada tahap
seawal mungkin, dan
didasarkan pada
asessment multi
disipliner terhadap
kebutuhan dan kekuatan
individu;
(b) Mendukung partisipasi
dan keikutsertaan di
seluruh aspek
masyarakat secara
sukarela, dan tersedia
bagi penyandang
disabilitas di lokasi
terdekat dengan tempat
tinggal mereka,
termasuk di daerah
perdesaan.
2. Negara-Negara Pihak wajib
memajukan pengembangan
pelatihan pendahuluan dan
lanjutan bagi profesional dan
karyawan yang bekerja dalam
layanan habilitasi dan
rehabilitasi.
Pasal 8
(1) Tenaga kerja penyandang
cacat berhak memperoleh
rehabilitasi vokasional setelah
mendapat rehabilitasi medis,
sosial dan atau edukasional.
(2) Rehabilitasi vokasional
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi bimbingan
penyuluhan jabatan, pelatihan
kerja dan penempatan secara
selektif.
(3) Untuk memperoleh
rehabilitasi vokasional
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tenaga kerja
penyandang cacat harus
mendaftarkan diri pada
penyelenggara penempatan
tenaga kerja.
7. Undang-undang Nomor 40
Tahun 2007 tentang
Perseroan Terbatas
Pasal 74 :
(1) Perseroan yang menjalankan
kegiatan usahanya di bidang
dan/atau berkaitan dengan
2) Peningkatan
kemampuan tenaga
pelaksana habilitasi dan
rehabilitasi,
3) Mengembangkan
pengetahuan, ristek dan
alat-alat yang
diperlukan dalam
habilitasi dan
rehabilitasi.
4) Evaluasi alat bantu
penyandang disabilitas
secara berkala untuk
mendukung kesehatan
dan partisipasi sosial
penyandang disabilitas
secara optimal.
2.1 Mengadopsi prinsip,
strategi dan konsep RBM-
Rehabilitasi Berbasis
Masyarakat (Community
Based
Rehabilitation/CBR) dan
mensosialisasikan kepada
penyelenggara rehabilitasi
baik pemerintah maupun
swasta serta memastikan
2. Rehabilitasi masih selalu dilihat
secara medik, sehingga
rehabilitasi yang dilakukan
sebatas medis. Rehabilitasi
social sudah dilakukan oleh
Kemensos tetapi belum sesuai
kebutuhan penyandang
disabilitas.
ISI CRPD MENGENAI
REHABILITASI, HABILITASI
DAN JAMINAN SOSIAL
30
BAB III. Rekomendasi Bidang Rehabilitasi, Habilitasi dan Jaminan Sosial
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
3. Negara-Negara Pihak wajib
memajukan ketersediaan,
pengetahuan dan penggunaan
alat bantu dan teknologi,
didesain bagi penyandang
disabilitas, terkait dengan
habilitasi dan rehabilitasi.
sumber daya alam wajib
melaksanakan Tanggung
Jawab Sosial dan Lingkungan.
(2) Tanggung Jawab Sosial dan
Lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
merupakan kewajiban
Perseroan yang dianggarkan
dan diperhitungkan sebagai
biaya Perseroan yang
pelaksanaannya dilakukan
dengan memperhatikan
kepatutan dan kewajaran.
(3) Perseroan yang tidak
melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dikenai sanksi sesuai
dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(4) Ketentuan lebih lanjut
mengenai Tanggung Jawab
Sosial dan Lingkungan diatur
dengan Peraturan Pemerintah.
untuk dilaksanakan.
2.2 Membangun dan
mengembangkan peer group
counseling/penguatan
sesama teman untuk
memampukan penyandang
disabilitas dengan
mempertahankan
kemandirian serta
mengembangkan partisipasi
penuh dalam semua aspek
kehidupan dan penghidupan.
3.1 Pendampingan harus
dilakukan mulai dari
pelatihan soft skill, tips
interview, sampai pada
tahap penempatan kerja,
selama bekerja,
perlindungan produk dan
perlindungan pasar.
3. Rehabilitasi vokasional yang
dilakukan selama ini tidak
dijalankan secara serius.
Rehabilitasi vokasional
dilakukan sebatas pelatihan
kerja. Sebenarnya rehabilitasi
vokasional juga mencakup
vokasional terapi, kemudian
sampai pada penempatan
kerja, dan perlindungan
terhadap produk dan
pemasarannya.
4. Pelatihan ekonomi masih
bersifat stigmatis (misal: pijat
4.1 Setiap disabilitas harus
dilakukan assessment secara
31
BAB III. Rekomendasi Bidang Rehabilitasi, Habilitasi dan Jaminan Sosial
ISI CRPD MENGENAI
REHABILITASI, HABILITASI
DAN JAMINAN SOSIAL
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
detail sehingga dapat
diketahui potensi yang bisa
dikembangkan.
4.2 Pelibatan keluarga dan
masyarakat melalui strategi
RBM akan mengurangi
praktek pelatihan yang
bersifat stigmatis.
Mendukung sektor swasta untuk
membuat tindakan-tindakan
afirmasi dalam upaya pemenuhan
hak-hak penyandang disabilitas
melalui program-program CSR,
diantaranya dengan menyusun
peraturan yang terkait dengan
pelaksanaan Program CSR untuk
pemberdayaan penyandang
disabilitas dan
mensosialisasikannya kepada
sektor publik dan swasta.
untuk tuna netra, jahit untuk
tuna daksa, dsb.).
5. Peraturan mengenai pelak-
sanaan program CSR
(Corporate Social
Responsibility) belum
mengatur penggunaan dana
CSR bagi program
pengembangan dan
pemenuhan hak-hak
penyandang disabilitas,
termasuk rehabilitasi dan
habilitasi.
6. Kurangnya sensitifitas dari
sektor publik dan swasta
untuk pengembangan dan
pemberdayaan komunitas
penyandang disabilitas dalam
hal kesejahteraan sosial.
32
ISI CRPD MENGENAI
REHABILITASI, HABILITASI
DAN JAMINAN SOSIAL
BAB III. Rekomendasi Bidang Rehabilitasi, Habilitasi dan Jaminan Sosial
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
7.1 Penyediaan alat bantu yang
kaitannya dengan
assessment klinis harus
difasilitasi oleh Kementrian
Kesehatan. Sedangkan
kebijakannnya di jalankan
oleh Kementerian Sosial.
8.1 Kebutuhan akan alat bantu
tersebut, harus dialokasikan
dalam kebijakan nasional
dan dalam Anggaran Belanja
Negara maupun Anggaran
Belanja Daerah.
9.1 Peningkatan kemampuan
tenaga pelaksana rehabilitasi
dan habilitasi dalam hal
assessment klinis
penyediaan alat bantu
(sesuai dengan panduan
WHO tentang penyediaan
alat bantu di negara
berkembang).
10.1 Peningkatan kemampuan
tenaga pelaksana rehabilitasi
dan habilitasi dalam hal
7. Masih terjadi tumpang-
tindih Kebijakan antara
Kementerian Kesehatan dan
Kementerian Sosial terkait
dengan layanan alat bantu.
8. Ketersediaan alat bantu hanya
diberikan kepada pemegang
ASKES.
9. Beberapa alat bantu (prostetik
orstetik, kacamata) masih
dianggap sebagai aksesoris,
sehingga ketersediaan dalam
layanan kesehatan di berbagai
institusi pemberi layanan
kesehatan masih kurang atau
belum tersedia.
10. Produksi alat bantu (kursi
roda, tongkat tuna netra,
prostetik-orstetik, alat bantu
33
ISI CRPD MENGENAI
REHABILITASI, HABILITASI
DAN JAMINAN SOSIAL
BAB III. Rekomendasi Bidang Rehabilitasi, Habilitasi dan Jaminan Sosial
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
assessment klinis
penyediaan alat bantu
(sesuai dengan panduan
WHO/Organisasi Kesehatan
Dunia tentang penyediaan
alat bantu di negara
berkembang).
10.2 Pemerintah mendorong
munculnya kearifan lokal
terkait dengan penyediaan
alat bantu dengan
memanfaatkan sumberdaya
lokal.
Pasal 28:
1. Negara-Negara Pihak
mengakui hak-hak penyandang
disabilitas untuk mendapatkan
standar kehidupan yang layak
bagi mereka sendiri dan
keluarganya, mencakup
makanan, pakaian dan
perumahan yang layak dan
untuk peningkatan
berkelanjutan kondisi hidup,
dan akan mengambil tindakan
yang diperlukan untuk
1. Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 28 H ayat (3) :
Setiap orang berhak atas jaminan
sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara
utuh sebagai manusia yang
bermartabat.
2. Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat
Pasal 16:
JAMINAN SOSIAL
1. Jaminan sosial belum
menyeluruh, dan hanya untuk
penyandang disabilitas berat
dan dengan pendekatan yang
dipakai adalah kemiskinan.
2. Penyandang disabilitas belum
menjadi sasaran khusus dalam
kelompok sasaran penerima
manfaat Jaring Pengaman
Sosial.

1.1 Konsep bantuan sosial harus
diganti menjadi jaminan
sosial di semua aspek hak
asasi dan tidak berdasarkan
pada pendekatan kemiskinan.
2.1 Adanya skema khusus Jaring
Pengaman Sosial bagi
penyandang disabilitas.
34
ISI CRPD MENGENAI
REHABILITASI, HABILITASI
DAN JAMINAN SOSIAL
dengar, dll.) di Indonesia
belum dapat memenuhi
kebutuhan para penyandang
disabilitas.
BAB III. Rekomendasi Bidang Rehabilitasi, Habilitasi dan Jaminan Sosial
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
melindungi dan memajukan
pemenuhan hak ini tanpa
diskriminasi atas dasar
disabilitas;
2. Negara-Negara Pihak
mengakui hak penyandang
disabilitas untuk perlindungan
sosial dan penikmatan hak
tersebut tanpa diskriminasi
atas dasar disabilitas, dan akan
mengambil tindakan yang
diperlukan untuk melindungi
dan memajukan pemenuhan
hak ini, termasuk tindakan:
(a) Menjamin akses yang
sama bagi penyandang
disabilitas terhadap
pelayanan air bersih dan
untuk menjamin akses
terhadap pelayanan,
peralatan, dan bantuan
lain terkait disabilitas
yang layak dan
terjangkau.
(b) Menjamin akses bagi
penyandang disabilitas,
terutama penyandang
Pemerintah dan/atau masyarakat
menyelenggarakan upaya :
1. Rehabilitasi;
2. Bantuan sosial;
3. Pemeliharaan taraf
kesejah teraan sosial.
3. Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia
Pasal 41:
Setiap warga negara berhak atas
jaminan sosial yang dibutuhkan
untuk hidup layak serta untuk
perkembangan pribadinya secara
utuh.
4. Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2005 tentang
Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak-
hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya
Pasal 9:
Negara Pihak dalam Kovenan ini
mengakui hak setiap orang atas
jaminan sosial, termasuk asuransi
sosial.
35
ISI CRPD MENGENAI
REHABILITASI, HABILITASI
DAN JAMINAN SOSIAL
3. Masih adanya kasus
penyandang disabilitas ditolak
menjadi peserta produk
asuransi oleh penyelenggara
asuransi.
3.1 Penyusunan peraturan
perasuransian yang
menegaskan bahwa semua
penyelenggara asuransi
harus mengakomodasi
penyandang disabilitas.
BAB III. Rekomendasi Bidang Rehabilitasi, Habilitasi dan Jaminan Sosial
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
disabilitas perempuan dan
anak-anak terhadap
program perlindungan
sosial dan program
pengentasan kemiskinan.
(c) Menjamin akses bagi
penyandang disabilitas
dan keluarganya yang
hidup dalam kemiskinan
untuk mendapatkan
bantuan dari Negara
melalui pengeluaran
terkait disabilitas,
mencakup pelatihan,
bimbingan, bantuan
finansial dan perawatan
sementara (respite care);
(d) Menjamin akses bagi
penyandang disabilitas
terhadap program
perumahan umum;
(e) Menjamin akses bagi
penyandang disabilitas
terhadap manfaat dan
program pensiun.
5. Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional
Pasal 16 :
Setiap orang berhak
mendapatkan manfaat dan
informasi tentang pelaksanaan
jaminan sosial yang diikuti.
6. Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional
Pasal 18 :
Jenis program jaminan sosial
meliputi:
a. jaminan kesehatan
b. jaminan kecelakaan kerja
c. jaminan hari tua
d. jaminan pensiun
e. jaminan kematian
36
ISI CRPD MENGENAI
REHABILITASI, HABILITASI
DAN JAMINAN SOSIAL
BAB III. Rekomendasi Bidang Rehabilitasi, Habilitasi dan Jaminan Sosial
ISI CRPD MENGENAI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
BAB IV. BIDANG INFORMASI DAN KOMUNIKASI
37
Pasal 21:
Negara-negara Pihak harus
mengambil semua langkah yang
sesuai untuk menjamin bahwa
penyandang disabilitas dapat
menggunakan hak atas kebebasan
berekspresi dan berpendapat,
termasuk kebebasan untuk
mencari, menerima, dan
memberikan informasi dan ide
atas dasar kesetaraan yang
lainnya, dan melalui semua
bentuk komunikasi sesuai pilihan
mereka, sebagaimana tertuang
dalam Pasal 2 dari Konvensi ini,
termasuk dengan:
a) Menyediakan informasi yang
ditujukan untuk masyarakat
umum kepada penyandang
disabilitas dalam bentuk dan
teknologi yang dapat dijangkau
sesuai dengan berbagai jenis
disabilitas secara tepat waktu
dan tanpa adanya biaya
tambahan;
b) Menerima dan memfasilitasi
penggunaan bahasa isyarat,
Braille, komunikasi
UU Nomor 14 tahun 2008
tentang Keterbukaan Informasi
Publik
Pasal 9:
(1) Setiap Badan Publik wajib
mengumumkan Informasi
Publik secara berkala.
(2) Informasi Publik sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. Informasi yang berkaitan
dengan Badan Publik;
b. Informasi mengenai
kegiatan dan kinerja Badan
Publik terkait;
c. Informasi mengenai laporan
keuangan; dan/atau
d. Informasi lain yang diatur
dalam peraturan perundang-
undangan.
(3) Kewajiban memberikan dan
menyampaikan Informasi
Publik sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dilakukan paling
sedikit 6 (enam) bulan sekali.
(4) Kewajiban menyebarluaskan
Informasi Publik sebagaimana
1. Belum adanya peraturan yang
mendorong badan publik
maupun badan milik swasta
untuk menyediakan informasi
yang ditujukan kepada
masyarakat umum dalam
berbagai bentuk yang
aksesibel bagi penyandang
disabilitas seperti dokumen
standar dalam format huruf
braille maupun dokumen cetak
yang diperbesar. Belum
adanya peraturan tersebut
menyebabkan kebijakan
layanan informasi publik yang
diselenggarakan oleh badan
publik maupun badan milik
swasta tidak memperhatikan
kebutuhan aksesibilitas
informasi publik bagi
penyandang disabilitas.
2. Adanya hambatan yang
dihadapi penyandang
disabilitas untuk dapat
menyampaikan pendapat dan
memahami pendapat orang
lain pada pertemuan umum.
1.1 Penyusunan prinsip
aksesibilitas informasi dan
komunikasi publik bagi
penyandang disabilitas
dalam peraturan tingkat
nasional maupun daerah
yang mewajibkan
penyelenggara informasi dan
komunikasi baik milik
publik maupun swasta
untuk menyediakan format-
format informasi alternatif,
seperti bahasa isyarat,
braille, dokumen dengan
cetak perbesaran maupun
format lain yang
memudahkan bagi
penyandang disabilitas
menerima dan memahami isi
informasi.
2.1 Penyelenggaraan pertemuan
umum yang lebih ramah
dan aksesibel bagi
penyandang disabilitas,
seperti dengan penyediaan
penterjemah bahasa isyarat
ISI CRPD MENGENAI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
augmentative dan alternatif,
dan semua cara, alat dan
bentuk komunikasi lainnya
yang dapat dijangkau sesuai
dengan pilihan penyandang
disabilitas dalam interaksi
resmi;
c) Menyerukan entitas-entitas
swasta yang menyediakan
layanan kepada masyarakat
umum, termasuk melalui
Internet, untuk menyediakan
informasi dan layanan dalam
bentuk yang dapat dijangkau
dan digunakan oleh
penyandang disabilitas;
d) Mendorong media massa,
termasuk penyedia informasi
melalui internet, untuk
membuat layanan mereka
dapat dijangkau oleh
penyandang disabilitas;
e) Mengakui dan memajukan
pemakaian bahasa isyarat.
dimaksud pada ayat (1),
disampaikan dengan cara
yang mudah dijangkau oleh
masyarakat dan dalam bahasa
yang mudah dipahami.
(5) Cara-cara sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
ditentukan lebih lanjut oleh
Pejabat Pengelola Informasi
dan Dokumentasi di Badan
Publik terkait.
(6) Ketentuan tentang kewajiban
Badan Publik memberikan
dan menyampaikan Informasi
Publik secara berkala
sebagaimana dimaksud ayat
(1), ayat (2), dan ayat (3)
diatur lebih lanjut dengan
Petunjuk Teknis Komisi
Informasi.
Pasal 10:
(1) Badan Publik wajib
mengumumkan secara serta-
merta suatu informasi yang
dapat mengancam hajat
hidup Orang banyak dan
ketertiban umum.
(2) Kewajiban menyebarluaskan
Hal ini disebabkan belum
ramah dan aksesibelnya
komunikasi yang terjadi pada
pertemuan umum tersebut,
seperti tidak adanya
penterjemah bahasa isyarat dan
running text yang disediakan
bagi tuna rungu, tidak tersedia
materi tertulis yang berkaitan
dengan materi yang dibahas
dalam bentuk cetakan format
huruf braille bagi tuna netra,
alur proses komunikasi terlalu
cepat, dan sebagainya.
dan running text bagi tuna
rungu, penyediaan materi
tertulis dalam bentuk cetakan
format huruf braille bagi
tuna netra, alur komunikasi
disesuaikan dengan kesiapan
peserta dalam mengikuti alur
pembicaraan (tidak terlalu
cepat), serta penggunaan
bahasa yang sederhana yang
bisa diakses oleh
penyandang disabilitas
mental atau orang dengan
masalah kejiwaan/ODMK.
2.2 Pengembangan code of
conduct komunikasi publik
yang memberikan akomodasi
penuh atas media
komunikasi yang dibutuhkan
oleh penyandang disabilitas.
2.3 Penyusunan prosedur tetap
(Protap) yang
mengharuskan adanya alur,
media, dan sarana yang
ramah dan aksesibel bagi
penyandang disabilitas pada
pertemuan umum yang
38
BAB IV. Rekomendasi Bidang Informasi & Komunikasi
ISI CRPD MENGENAI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
Informasi Publik
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disampaikan dengan
cara yang mudah dijangkau
oleh masyarakat dan dalam
bahasa yang mudah
dipahami.
3. Belum adanya sistem
informasi yang adaptif seperti
pengumuman dalam bentuk
audio visual dan format huruf
braille pada tempat-tempat
publik dan tempat pelayanan
publik, serta belum adanya
petugas informasi pada
tempat-tempat umum dan
tempat pelayanan publik yang
mampu berkomunikasi dengan
bahasa isyarat.
4. Mahalnya harga perangkat
teknologi informasi yang
aksesibel bagi penyandang
disabilitas, sehingga tidak
terjangkau bagi sebagian besar
penyandang disabilitas.
diselenggarakan oleh
pemerintah dan DPR/
DPRD seperti acara
Musrenbang dan penjaringan
aspirasi masyarakat
3.1 Pemerintah mendorong
pengelola-pengelola
pelayanan publik untuk
menyediakan media
informasi yang aksesibel
seperti pengumuman dalam
bentuk audio visual, format
huruf braille, maupun
petugas informasi yang
memahami bahasa isyarat.
4.1 Pemerintah membuat
kebijakan khusus berupa
pengurangan pajak bea
masuk dan PPN untuk
perangkat teknologi
informasi yang aksesibel
bagi penyandang disabilitas
sehingga dapat menekan
harga perangkat tersebut di
pasar Indonesia.
39
BAB IV. Rekomendasi Bidang Informasi & Komunikasi
ISI CRPD MENGENAI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
5. Kurangnya penelitian di
Indonesia dalam rangka
pengembangan teknologi
informasi yang aksesibel bagi
penyandang disabilitas.
Akibatnya, perangkat
teknologi informasi yang
aksesibel bagi penyandang
disabilitas sebagian besar
masih merupakan produk dari
luar negeri, seperti screen
reader software.
6. Berbagai penyedia layanan
melalui internet seperti e-
banking dan lain-lain tidak
memperhatikan standar
aksesibilitas yang
4.2 Pemerintah memberikan
subsidi/bantuan kepada
penyandang disabilitas
untuk pembelian perangkat
teknologi informasi yang
aksesibel.
5. 1 Pemerintah mendorong
penelitian, pengembangan
dan produksi teknologi
informasi di Indonesia
yang dapat mendukung
penyediaan sarana
informasi yang aksesibel
dan murah bagi penyandang
disabilitas. Untuk
melaksanakan hal ini
pemerintah perlu
mengembangkan kerja sama
dan melibatkan perguruan
tinggi maupun sektor swasta
di bidang teknologi
informasi.
6.1 Pemerintah menyusun
aturan yang mewajibkan
kepada penyedia layanan
internet untuk menerapkan
standar aksesibilitas website
40
BAB IV. Rekomendasi Bidang Informasi & Komunikasi
ISI CRPD MENGENAI
INFORMASI DAN KOMUNIKASI
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
menyebabkan penyandang
disabilitas visual tidak dapat
memanfaatkannya secara
mandiri.
bagi penyandang disabilitas.
6.2 Pemerintah menyusun
aturan yang mewajibkan
kepada penyedia layanan
perbankan online untuk
menyediakan fitur layanan
aksesibilitas bagi
penyandang disabilitas,
antara lain berupa token
suara bagi tuna netra.
41
BAB IV. Rekomendasi Bidang Informasi & Komunikasi
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
BAB V. REKOMENDASI BIDANG PENDIDIKAN

43
Pasal 24 ayat 1
Setiap penyandang disabilitas
memiliki hak atas pendidikan dan
negara harus menjamin
pemenuhan hak tersebut melalui
sistem pendidikan yang inklusif
di semua tingkatan pendidikan
dan pembelajaran jangka panjang.
1. Undang-Undang Dasar 1945
Pasal 28C :
(1) Setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui
pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapat
pendidikan dan memperoleh
manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi,
seni dan budaya, demi
meningkatkan kualitas
hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.
Pasal 31 :
(1) Setiap warga negara berhak
mendapat pendidikan.
2. UU Nomor 4 Tahun 1997
Tentang Penyandang Cacat
Pasal 11:
Setiap penyandang cacat
mempunyai kesamaan
kesempatan untuk mendapatkan
pendidikan pada satuan, jalur,
jenis, dan jenjang pendidikan
sesuai dengan jenis dan derajat
1. Kesadaran yang masih rendah
pada pemerintah, dan
masyarakat, termasuk
penyelenggara pendidikan
mengenai hak-hak pendidikan
penyandang disabilitas.
2. Pemahaman pemerintah dan
penyelenggara pendidikan
yang kurang mengenai
prinsip- prinsip
penyelenggaraan pendidikan
bagi penyandang disabilitas.
3. Kedua faktor di atas
menyebabkan minimnya
layanan pendidikan bagi
penyandang disabilitas atau
tidak teraksesnya pendidikan
umum bagi siswa penyandang
disabilitas, yang kemudian
berimbas pada rendahnya
partisipasi penyandang
disabilitas pada semua jenjang
pendidikan: pendidikan dini,
dasar dan menengah, apalagi
pendidikan tinggi.
1. Semua Peraturan Perundang-
undangan yang memuat hak
pendidikan warga Negara
harus secara tegas atau
eksplisit menyebutkan pula
hak pendidikan bagi
penyandang disabilitas.

2. Segala Peraturan Perundang-
undangan tentang hak
pendidikan yang belum
menyebut secara eksplisit hak
penyandang disabilitas, harus
diubah atau diganti sehingga
memuat secara eksplisit
tentang hak pendidikan bagi
penyandang disabilitas.
3. Sosialisasi mengenai
penyelenggaraan pendidikan
bagi penyandang disabilitas
bagi penyelenggara
pendidikan dan masyarakat.
4 Sosialisasi mengenai hak
pendidikan penyandang
disabilitas kepada masyarakat
luas, termasuk orang tua dari
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
kecacatannya.
Pasal 12:
Setiap lembaga pendidikan
memberikan kesempatan dan
perlakuan yang sama kepada
penyandang cacat sebagai peserta
didik pada satuan, jalur, jenis,
dan jenjang pendidikan sesuai
dengan jenis dan derajat
kecacatan serta kemampuannya.
3.Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional
Pasal 15 :
Jenis pendidikan mencakup
pendidikan umum, kejuruan,
akademik, profesi, vokasi,
keagamaan, dan khusus.
Penjelasan Pasal 15:
Pendidikan khusus merupakan
penyelenggaraan pendidikan
untuk peserta didik yang
berkelainan atau peserta didik
yang memiliki kecerdasan luar
biasa yang diselenggarakan
4. Dalam UUD masih disebutkan
secara umum (tidak
menyebutkan secara spesifik
hak pendidikan bagi
penyandang disabilitas).
5. Dalam UU No. 4 tahun 1997
penyebutan sesuai dengan
derajat kecacatannya
merupakan restriksi terhadap
hak penyandang disabilitas
untuk memperoleh pendidikan
secara inklusif, karena tidak
ada lembaga yang memiliki
kewenangan secara sah untuk
menetapkan derajat kecacatan
seseorang yang akan
memasuki suatu jalur, jenis,
dan jenjang pendidikan
tertentu.
6. UU No. 20 tahun 2003
meletakkan pendidikan
inklusif hanya sebagai
alternatif (inklusivisme tidak
dijadikan sebagai prinsip
utama sistem pendidikan
nasional).
anak penyandang disabilitas/
berkebutuhan khusus.
44
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
secara inklusif atau berupa
satuan pendidikan khusus pada
tingkat pendidikan dasar dan
menengah.
Pasal 32 :
(1) Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses
pembelajaran karena kelainan
fisik, emosional, mental,
sosial, dan/atau memiliki
potensi kecerdasan dan bakat
istimewa.
(2) Pendidikan layanan khusus
merupakan pendidikan bagi
peserta didik di daerah
terpencil atau terbelakang,
masyarakat adat yang
terpencil, dan/atau
mengalami bencana alam,
bencana sosial, dan tidak
mampu dari segi ekonomi.
(3) Ketentuan mengenai
pelaksanaan pendidikan
khusus dan pendidikan
7. UU No. 23 tahun 2002
tentang Perlindungan Anak
(pasal 9 ayat 2) bahkan
mengarahkan pendidikan
segregatif bagi penyandang
disabilitas (berlawanan
dengan prinsip inklusivisme).

8. Isi Permendiknas No. 70
tahun 2009 yang antara lain
menyebutkan bahwa
pemerintah memfasilitasi
penyelenggaraan pendidikan
inklusi dengan penyediaan
paling sedikit 1 SD dan 1
SMP di tiap kecamatan, dan 1
SMA atau SMK di tiap
kabupaten pasti tidak
mungkin akan dapat segera
memenuhi hak pendidikan
bagi anak penyandang
disabilitas secara cepat
(terutama bagi mereka yang
tempat tinggalnya jauh dari
lembaga pendidikan yang
dapat diaksesnya).
45
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
layanan khusus sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan
ayat (2) diatur lebih lanjut
dengan peraturan pemerintah

4. UU Nomor 39 Tahun 1999
Tentang HAM
Pasal 12 :
Setiap orang berhak atas
perlindungan bagi
pengembangan pribadinya,
untuk memperoleh pendidikan,
mencerdaskan dirinya, dan
meningkatkan kualitas hidupnya
agar menjadi manusia yang
beriman, bertaqwa, bertanggung
jawab, berakhlak mulia, bahagia,
dan sejahtera sesuai dengan hak
asasi manusia.
5. Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional RI No. 70
Tahun 2009 tentang
Pendidikan Inklusif bagi
Peserta Didik yang memiliki
Kelainan dan Memiliki Potensi
Kecerdasan dan/atau Bakat
Istimewa
46
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
6. Undang-Undang No. 23
Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak
Pasal 9 :
(1) Setiap anak berhak
memperoleh pendidikan dan
pengajaran dalam rangka
pengembangan pribadinya
dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan minat dan
bakatnya.
(2) Selain hak anak sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1),
khusus bagi anak yang
menyandang cacat juga.
berhak memperoleh
pendidikan luar biasa,
sedangkan bagi anak yang
memiliki keunggulan juga
berhak mendapatkan
pendidikan khusus.
Pasal 24, ayat 2
Pemerintah harus memastikan
bahwa tidak ada penyandang
disabilitas yang dikucilkan dari
sistem pendidikan umum karena
Sampai ditetapkannya
PERMENDIKNAS no. 70 Th
2009 kebijakan mengenai
pendidikan inklusi masih belum
tegas dan belum mempunyai arah
yang jelas, sehingga sampai saat
1. Sosialisasi dan edukasi
masyarakat mengenai prinsip-
prinsip dan ideologi
pendidikan inklusi, misalnya:
demokrasi dan anti
diskriminasi, memahami
47
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
ini implementasinya pun tidak
maksimal. Ini terlihat pada :
a. Kurangnya komitmen
penyelenggara pendidikan
termasuk dinas pendidikan di
daerah dan sekolah-sekolah
umum dalam melaksanakan
pendidikan inklusi atau
melibatkan anak berkebutuhan
khusus.
b. Minimnya pemahaman
mengenai pendidikan inklusi
sehingga penyelenggaraan
pendidikan inklusif tidak
sesuai dengan prinsip-prinsip
yang seharusnya.
c. Secara keseluruhan dana
pendidikan yang dialokasikan
untuk pendidikan inklusif
masih terbatas
d. Keterbatasan dana berimbas
pada terbatasnya sarana dan
prasarana pendukung pada
penyelenggaraan pendidikan
inklusi yang menghambat
aksesibilitas atau
perbedaan, dan inklusi sebagai
perubahan sistem pendidikan
bukan sebagai proses
asimilasi anak penyandang
disabilitas di pendidikan umum.
2. Adanya mekanisme sangsi dan
reward yang jelas bagi
penyelenggara pendidikan
dalam menjamin partisipasi
penyandang disabilitas pada
sekolah reguler.
3. Disediakannya sarana dan
prasarana yang memadai mulai
dari aksesibilitas fisik,
perlengkapan alat
pembelajaran, penyediaan guru,
serta dilakukannya modifikasi
kurikulum, metode
pembelajaran serta evaluasi.
4. Adanya alokasi anggaran yang
jelas bagi pelaksanaan
pendidikan inklusi dan
mekanisme pengalokasian
yang jelas.
5. Perlu adanya insentif bagi
guru-guru untuk pendidikan
khusus bagi anak berkebutuhan
khusus, terutama dalam
runjangan fungsionalnya.
1. Pemerintah hendaknya
48
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
alasan disabilitasnya. Pemerintah
juga harus memastikan
tersedianya pendidikan inklusi
pada semua jenjang pendidikan.
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
Pasal 24, ayat 3
Pemerintah hendaknya
memastikan bahwa penyandang
disabilitas bisa mengembangkan
keterampilan sosialnya untuk
menfasilitasi proses partisipasinya
dalam pendidikan sebagaimana
anggota masyarakat lain. Untuk
tujuan ini pemerintah
berkewajiban menyediakan
informasi dan sarana komunikasi
dalam bentuk-bentuk alternatif
seperti Braille atau bahasa isyarat.
Pemerintah juga harus
memastikan bahwa pendidikan
anak tuna netra dan tuna rungu
dilakukan dengan metode
komunikasi dan lingkungan
pembelajaran yang sesuai
sehingga bisa memaksimalkan
perkembangan akademik dan
sosial dari siswa tersebut.
1. Tersedianya informasi dan
sarana komunikasi alternatif
masih sangat terbatas pada
konteks pendidikan khusus
yang segregatif (terpisah).
Sementara pada institusi
penyelenggara pendidikan
inklusi fasilitas seperti ini
belum tersedia sehingga siswa
tuna netra dan tuna rungu
misalnya masih belum
terakomodasi pada sekolah
inklusi.
2. Bahkan pada pendidikan
khusus (SLB), sarana
pembelajaran seperti buku atau
alat peraga dalam format
alternatif (ex. Braille, audio
dan digital) masih terbatas dan
tidak secara regular direvisi
untuk disesuaikan dengan
perkembangan kurikulum.
memastikan bahwa
penyelenggara pendidikan
menyediakan sarana belajar
yang aksesibel, antara lain
meliputi:
a. Bahan ajar dan buku teks,
dalam bentuk alternatif. Yang
dimaksud dengan bentuk
alternatif adalah bentuk
Braille, Audio (buku yang
berbentuk kaset), atau buku
digital (CD) yang bisa
diakses tuna netra.
b. Penerjemah bahasa isyarat
untuk siswa tuna rungu
c. Penyediaan gambar-gambar
alat peraga visual yang sangat
membantu siswa yang
memiliki autisme.
d Modifikasi dalam kurikulum
serta metode penyampaian
materi pembelajaran untuk
memastikan teraksesnya
pendidikan bagi penyandang
disabilitas.
2. Pemerintah juga perlu memberi
perhatian pada pengembangan
teknologi bantu belajar
(assistive devices) baik berupa
49
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
piranti lunak atau piranti keras.
Yang masuk dalam kategori
assistive devices misalnya:
a. Program pembaca layar
(screen reader) yang
menyuarakan tulisan pada
layar komputer bagi tuna
netra.
b. Alat peraga belajar seperti
peta yang tactile (bisa
diraba).
c. Kaca pembesar atau mesin
pembesar font buku cetak
bagi siswa yang memiliki low
vision (kadar penglihatan
yang sangat rendah).
d. Alat yang mampu memin-
dahkan/menterjemahkan
suara ke dalam bentuk
tertulis di layar komputer
bagi siswa/mahasiswa tuna
rungu.
Semua akomodasi di atas harus
tersedia di institusi pendidikan
dalam semua jenjang karena
sangat penting bagi terciptanya
aksesibilitas informasi dan literasi
yang sangat vital bagi pendidikan
penyandang disabilitas.
50
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
Pasal 24, ayat 4
Dalam proses realisasi
pemenuhan hak penyandang
disabilitas pemerintah juga harus
mengambil langkah-langkah
tertentu untuk menyediakan guru
yang mempunyai keterampilan
Braille atau bahasa isyarat,
termasuk guru-guru penyandang
disabilitas.
Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen
Pasal 8:
Guru wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan
rohani, serta memiliki
kemampuan untuk mewujudkan
tujuan pendidikan nasional.
Penjelasan Pasal 8:
Yang dimaksud dengan sehat
jasmani dan rohani adalah kondisi
kesehatan fisik dan mental yang
memungkinkan guru dapat
melaksanakan tugas dengan baik.
Kondisi kesehatan fisik dan
mental tersebut tidak ditujukan
kepada penyandang disabilitas.
1. Minimnya jumlah guru yang
terlibat dalam pendampingan
ABK di sekolah reguler dan
sekolah khusus.
2. Kompetensi guru, khususnya
di sekolah reguler yang masih
minim mengenai pendidikan
khusus atau inklusi sehingga
dalam pengajaran siswa
berkebutuhan khusus tidak
maksimal.
3. Minimnya pengetahuan guru
dan pejabat sektor pendidikan
mengeni anak-anak yang
mempunyai hambatan mental
dan perilaku (ADHD, Austism,
Conduct Disorder, slow
laerners, dll.) di sekolah-
sekolah umum menyebabkan
anak kurang dipahami dan
diperlakukan dengan buruk.
1. Penambahan jumlah guru
bantu yang mendukung
pendampingan ABK di
sekolah reguler dan sekolah
khusus.
2. Komponen pendidikan khusus
dan inklusi hendaknya
menjadi komponen wajib pada
kurikulum pendidikan guru di
semua jurusan kependidikan.
3. Adanya pengembangan
kemampuan atau training yang
diberikan secara rutin kepada
guru-guru sekolah umum
maupun sekolah khusus,
mengenai pendidikan ABK
dan inklusi.
4. Pemerintah hendaknya
memberi perhatian pada
pengembangan penelitian
berkaitan dengan pendidikan
dan pembelajaran penyandang
disabilitas.
51
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
Pasal 24 ayat 5
Negara harus memastikan bahwa
individu penyandang disabilitas
bisa mengakses pendidikan
tinggi, pelatihan keterampilan,
pendidikan dewasa dan
pendidikan berkesinambungan
tanpa mengalami diskriminasi.
Untuk itu, pemerintah wajib
menyediakan akomodasi yang
layak bagi individu penyandang
disabilitas.
Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen
Pasal 45:
Dosen wajib memiliki kualifikasi
akademik, kompetensi, sertifikat
pendidik, sehat jasmani dan
rohani, dan memenuhi
kualifikasi lain yang
dipersyaratkan satuan pendidikan
tinggi tempat bertugas, serta
memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan
nasional.
Penjelasan Pasal 45:
Yang dimaksud dengan sehat
jasmani dan rohani adalah
kondisi kesehatan fisik dan
mental yang memungkinkan
dosen dapat melaksanakan tugas
dengan baik. Kondisi kesehatan
fisik dan mental tersebut tidak
ditujukan kepada penyandang
disabilitas.
1. Belum ada kebijakan yang
secara spesifik menjamin
pemenuhan hak penyandang
disabilitas pada pendidikan
tinggi, pendidikan ketrampilan
(vokasional) atau pendidikan
non formal. Kebijakan
pendidikan inklusi masih
sangat terfokus pada
pendidikan dasar dan
menengah.
2. Tidak adanya kebijakan
tersebut berimbas pada tidak
teraksesnya pendidikan tinggi
bagi penyandang disabilitas
karena tidak adanya
akomodasi yang disediakan
oleh penyelenggara
pendidikan tinggi. Partisipasi
penyandang disabilitas di
pendidikan tinggi menjadi
sangat rendah, diperkirakan
kurang dari 1% dari jumlah
penyandang disabilitas.
3. Masih minimnya buku atau
sumber informasi dan
1. Perlu dirumuskan kebijakan
yang secara spesifik menjamin
pemenuhan penyandang
disabilitas di pendidikan tinggi,
termasuk di dalamnya
memberi mandat bagi
penyelenggara pendidikan
tinggi untuk menyediakan
akomodasi yang layak.
2. Akomodasi tersebut
menyangkut berbagai aspek
yang menunjang pembelajaran
penyandang disabilitas dan
meliputi:
a. Aksesibilitas fisik bangunan
seperti: tersedianya ram, lift
dan kamar mandi yang bisa
diakses kursi roda, serta
nomor atau nama kelas
dalam tulisan Braille.
b. Modifikasi kurikulum &
teknik pembelajaran.
Misalnya : penggunaan
proyektor oleh dosen di
dalam kelas harus disertai
dengan keterangan tertulis.
c. Penyediaan bahan ajar
52
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
pengetahuan yang tersedia
dalam format alternatif yang
bisa diakses penyandang
disabilitas guna meningkatan
kemampuan diri sebagai
bentuk pendidikan
berkesinambungan.
Perpustakaan umum dan toko
buku misalnya tidak memiliki
buku atau sumber-sumber
informasi lain dalam format
Braille, audio, dan digital.
dalam bentuk braille, audio,
maupun digital bagi tuna
netra,
d. Tersedianya sign languange
interpreter di kelas bagi
tuna rungu.
e. Modifikasi pada saat ujian/
evaluasi dan tes masuk juga
harus dilakukan. Misalnya
soal ujian tersedia dalam
bentuk Braille, atau soft file
yang bisa diakses dengan
komputer yang sudah
dilengkapi dengan pembaca
layar.
3. Pemerintah hendaknya
mengambil langkah yang
mendukung/diskriminasi
positif yang ditujukan untuk
meningkatkan partisipasi
penyandang disabilitas seperti
pemberian kuota bagi
mahasiswa penyandang
disabilitas dan beasiswa
khusus untuk penyandang
disabilitas.
53
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
4. Pemerintah juga penting
menjamin hak penyandang
disabilitas atas aksesibilitas
literasi dan informasi dengan
mendorong atau mewajibkan
penyedia informasi:
percetakan, penerbit,
perpustakaan untuk
menyediakan informasi dan
literasi dalam format alternatif.
Belum diatur dalam CRPD
1.CRPD tidak menyentuh
permasalahan keterlibatan
orang tua penyandang
disabilitas dalam
penyelenggaraan pendidikan.
CRPD juga tidak mengatur
mekanisme keterlibatan orang
tua anak penyandang disabilitas
dalam proses penentuan
kebijakan yang berkaitan
dengan pendidikan penyandang
disabilitas.
2. Pasal CRPD ini tidak secara
spesifik menyebutkan bentuk
kebutuhan khusus selain tuna
netra dan tuna rungu.
1. Pemerintah perlu mewajibkan
instansi pendidikan termasuk
sekolah untuk melakukan
sosialisasi dan edukasi
terhadap masyarakat mengenai
pentingnya pendidikan bagi
penyandang disabilitas.
2. Pemerintah juga perlu
mengatur mekanisme yang
lebih jelas mengenai kewajiban
orang tua untuk terlibat secara
aktif dalam proses pendidikan
anak penyandang disabilitas,
misalnya melalui dewan
komite sekolah.
54
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
PENDIDIKAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
3. Ratifikasi CRPD harus diikuti
oleh peraturan operasional
yang dapat mendukungnya,
termasuk misalnya peraturan
mengenai pemenuhan hak
pendidikan bagi kelompok
penyandang disabilitas di luar
tuna rungu dan tuna netra
seperti mereka anak dengan
disabilitas non fisik seperti
anak down sindrome, autis,
anak yang memiliki kesulitan
belajar karena dyslexia,
disgrafia atau kesulitan belajar
lain.
4. Orang tua atau keluarga yang
membantu menyelenggarakan
pendidikan khusus bagi anak-
anak mereka seharusnya
memperoleh fasilitasi optimal
dari sektor terkait, khususnya
pendidikan.
55
BAB V. Rekomendasi Bidang Pendidikan
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
BAB VI. REKOMENDASI BIDANG KESEHATAN
HAK ATAS KESEHATAN SECARA
UMUM DAN HAK HIDUP
57
Pasal 25
Kesehatan
Negara-Negara Pihak mengakui
bahwa penyandang disabilitas
memiliki hak untuk menikmati
standar kesehatan tertinggi yang
tersedia tanpa diskriminasi atas
dasar disabilitas mereka. Negara-
Negara Pihak wajib mengambil
semua langkah yang diperlukan
untuk menjamin akses bagi
penyandang disabilitas terhadap
pelayanan kesehatan yang sensitif
gender, termasuk rehabilitasi
kesehatan. Secara khusus,
Negara-Negara Pihak wajib:
a) Menyediakan bagi penyandang
disabilitas, program dan
perawatan kesehatan gratis
atau terjangkau, kualitas dan
standar yang sama dengan
orang lain, termasuk dalam
bidang kesehatan seksual dan
reproduksi serta program
kesehatan publik berbasis
populasi;
b) Menyediakan pelayanan
kesehatan khusus yang
U U N o T ahun
tentang K esehatan
Pasal
Setiap orang berhakatas
kesehatan
Pasal
Setiap orang m em puny aihak
y ang sam adalam
m em perolehaksesatas
sum berday adibidang
kesehatan
Setiap orang m em puny aihak
dalam m em perolehpelay anan
kesehatany ang am an
berm utu danterjangkau
Setiap orang berhaksecara
m andiridanbertanggung
jawab m enentukansendiri
pelay anankesehatany ang
diperlukanbagidiriny a
Pasal
Setiap orang berhakuntuk
m endapatkaninIorm asidan
edukasitentang kesehatany ang
seim bang danbertanggung jawab
1. Masih adanya sikap yang
membolehkan aborsi pada
janin yang diduga penyandang
disabilitas.
2. Sterilisasi (vasektomi,
tubektomi) pada penyandang
disabilitas mental tanpa
disertai informed consent
(pernyataan persetujuan
M asihm arakny apeny ekapan
pengikatandanpem asungan
bagipeny andang disabilitas
m ental
1.1 Adanya larangan aborsi
dengan alasan janin didiagnosa
penyandang disabilitas (aborsi
tidak aman).
2.1 Adanya informed consent dari
penyandang disabilitas
mental terhadap tindakan
sterilisasi (vasektomi,
tubektomi).
3.1 Adanya kebijakan dan
larangan yang tegas dari
pemerintah untuk
memberikan sanksi pidana
maupun administratif atau
sesuai dengan undang-undang
dan peraturan yang berlaku
bagi orang-orang atau
institusi-institusi yang
melakukan penyekapan,
pengikatan dan pemasungan
bagi penyandang disabilitas
mental.
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
58
dibutuhkan penyandang
disabilitas karena disabilitas
yang dimiliki, termasuk
identifikasi awal dan intervensi
yang patut serta pelayanan
yang dirancang untuk
meminimalkan dan mencegah
disabilitas lebih lanjut,
termasuk bagi anak-anak dan
orang-orang lanjut usia;
c) Menyediakan pelayanan
kesehatan sedekat mungkin
dengan komunitas penyandang
disabilitas, termasuk di
wilayah perdesaan;
d) Mewajibkan para profesional
di bidang kesehatan untuk
menyediakan perawatan
dengan kualitas sama kepada
penyandang disabilitas
sebagaimana tersedia kepada
orang-orang lain, termasuk
atas dasar free and informed
consent dengan cara, inter alia,
meningkatkan kesadaran akan
hak asasi manusia, martabat,
kemandirian, dan kebutuhan
penyandang disabilitas melalui
Pasal
Setiap orang berkewajiban
turutsertadalam program
jam inankesehatansosial
Program jam inankesehatan
sosialsebagaim anadim aksud
padaay at diatursesuai
denganketentuanperaturan
perundang undangan
Pasal
Pem erintahbertanggung
jawab m erencanakan
m engatur m eny elenggarakan
m em bina danm engawasi
peny elenggaraanupay a
kesehatany ang m eratadan
terjangkauolehm asy arakat
Tanggung jawab Pem erintah
sebagaim anadim aksudpad
ay at dikhususkanpada
pelay ananpublik
FASILITAS DAN PELAYANAN
KESEHATAN
4. Tidak adanya pendamping di
layanan kesehatan bagi
penyandang disabilitas saat
mengakses layanan kesehatan.
4.1 Adanya pendamping
kesehatan atau ada
pembekalan tentang
disabilitas bagi staf layanan
kesehatan yang melayani
kebutuhan khusus
5. Dalam kondisi darurat
persalinan penyandang
disabilitas tidak mendapat
layanan kesehatan yang
memadai.
5.1 Jaminan kesehatan gratis
yang menyeluruh (rawat inap
dan jalan) bagi tiap
penyandang disabilitas
dengan memasukkan aspek
penyandang disabilitas
sebagai syarat mendapat
jaminan kesehatan (bukan
kondisi ekonomi) karena
menurut peraturan
perundangan kesehatan
merupakan hak warga
negara.
6. Tidak ada layanan home care
bagi penyandang disabilitas.
6.1 Ada pendamping atau staf
layanan kesehatan yang
melayani kebutuhan khusus
penyandang disabilitas yng
diberikan dengan model
home care.
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
pelatihan dan penerapan
standar etika untuk layanan
kesehatan pemerintah dan
swasta;
e) Melarang diskriminasi
terhadap penyandang
disabilitas di dalam
penyediaan asuransi kesehatan
dan asuransi kehidupan yang
tidak bertentangan dengan
ketentuan hukum nasional,
yang wajib tersedia secara adil
dan layak;
f) Mencegah penolakan
diskriminatif untuk
memperoleh layanan atau
perawatan kesehatan atau
makanan dan zat cair atas
dasar disabilitas.
Pasal
Pem erintahbertanggung jawab
atasketersediaanlingkungan
tatanan Iasilitaskesehatanbaik
Iisikm aupunsosialbagi
m asy arakatuntukm encapai
derajatkesehatany ang setinggi
tingginy a
Pasal
Pem erintahbertanggung jawab
atasketersediaansum berday adi
bidang kesehatany ang adildan
m eratabagiseluruhm asy arakat
untukm em perolehderajat
kesehatany ang setinggi
tingginy a
Pasal
Pem erintahbertanggung jawab
atasketersediaanaksesterhadap
inIorm asi edukasi danIasilitas
pelay anankesehatanuntuk
m eningkatkandanm em elihara
derajatkesehatany ang setinggi
tingginy a
7. Bangunan dan layanan
kesehatan belum sepenuhnya
aksesibel bagi penyandang
disabilitas.
7.1 Adanya standar layanan
kesehatan dari pemerintah
yang aksesibel atau ramah
pada penyandang disabilitas
di rumah sakit dan
Puskesmas, seperti: counter
yang rendah, petugas
mengetahui cara
berkomunikasi dengan tuna
rungu dan tuna netra, meja
untuk periksa rendah.
8. Ketiadaan reasonable
accommodation bagi
penyandang disabilitas dalam
hal layanan kesehatan. Dalam
hal ini layanan transportasi
belum terintegrasi dan belum
memiliki perspektif disabilitas
dalam sistem layanan
kesehatan pemerintah.
8.1 Penyediaan layanan
transportasi merupakan
bagian integral dari layanan
kesehatan bagi penyandang
disabilitas yang dibiayai
jaminan kesehatan.
59
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
Pasal
Pem erintahbertanggung jawab
m em berday akandanm endorong
peranaktiI m asy arakatdalam
segalabentukupay akesehatan
Pasal
Pem erintahbertanggung jawab
atasketersediaansegalabentuk
upay akesehatany ang berm utu
am an eIisien danterjangkau
Pasal
Pem erintahbertanggung
jawab ataspelaksanaan
jam inankesehatanm asy arakat
m elaluisistem jam inansosial
nasionalbagiupay akesehatan
perorangan
Pelaksanaansistem jam inan
sosialsebagaim anadim aksud
padaay at dilaksanakan
sesuaiketentuanperaturan
perundang undangan
Pasal
Pem erintahm engatur
perencanaan pengadaan
penday agunaan pem binaan
KESEHATAN KHUSUS
PENYANDANG DISABILITAS
PEREMPUAN
9. Ketiadaan perhatian dan
intervensi program kesehatan
reproduksi dan kesehatan
seksual bagi penyandang
disabilitas terutama bagi
penyandang disabilitas
remaja.
9.1 Adanya layanan kesehatan
umum dan reproduksi yang
sesuai kebutuhan penyandang
disabilitas.
9.2 Pemerintah
menyelenggarakan
pendidikan kesehatan
reproduksi dan seksualitas
bagi remaja penyandang
disabilitas yang didasarkan
atas hak kespro dan seksual,
baik di dalam dan di luar
sekolah yang meliputi:
1. Seksualitas
2. Gender
3. Anatomi dan fisiologis
organ reproduksi
4. Pubertas
5. IMS
6. HIV dan AIDS
7. Budaya dan masyarakat
8. Perkembangan diri
9. Konsep diri
10. Pacaran sehat
11. Risiko reproduksi
12. Napza
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
60
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
danpengawasanm ututenaga
kesehatandalam rangka
peny elenggaraanpelay anan
kesehatan
K etentuanm engenai
perencanaan pengadaan
penday agunaan pem binaan
danpengawasanm ututenaga
kesehatansebagaim ana
dim aksudpadaay at diatur
dalam PeraturanPem erintah
K etentuanm engenaitenaga
kesehatandiaturdengan
U ndang U ndang
Pasal
Tenagakesehatanharus
m em ilikikualiIikasi
m inim um
K etentuanm engenai
kualiIikasim inim um
sebagaim anadim aksudpada
ay at diaturdengan
PeraturanM enteri
Pasal
Tenagakesehatanberwenang
untukm eny elenggarakan
9.3 Adanya layanan kesehatan
reproduksi yang ramah remaja
penyandang disabilitas.
10. Tidak setiap puskesmas
mempunyai layanan USG
bagi ibu hamil untuk deteksi
awal.
10.1 Ada layanan USG di tiap
puskesmas.
11. Penyandang disabilitas
korban kekerasan seksual
tidak dapat mengakses
layanan kesehatan serta
pendampingan psikologis.
11.1 Adanya pendampingan
psikologis berperspektif
disabilitas & penguatan hak-
hak penyandang disabilitas
dalam hal hak-hak
reproduksi & seksualitas.
11.2 Adanya mekanisme
penanganan bagi
penyandang disabilitas yang
menjadi korban kekerasan
berbasis gender meliputi
pendampingan psikologis
dan layanan medis yang
aksesibel.
12.1 Adanya layanan kesehatan
umum dan reproduksi yang
sesuai kebutuhan
penyandang disabilitas
terutama bagi perempuan
penyandang disabilitas.
61
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
12. Perempuan penyandang
disabilitas tidak memperoleh
layanan kespro yang sesuai
dengan kebutuhan
penyandang disabilitas.
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
pelay anankesehatan
K ewenanganuntuk
m eny elenggarakanpelay anan
kesehatansebagaim ana
dim aksudpada
ay at dilakukansesuai
denganbidang keahliany ang
dim iliki
D alam m eny elenggarakan
pelay anankesehatan tenaga
kesehatanwajib m em ilikiiz in
daripem erintah
Selam am em berikan
pelay anankesehatan
sebagaim anadim aksudpada
ay at dilarang
m engutam akankepentingan
y ang bernilaim ateri
Pasal
Tenagakesehatan
sebagaim anadim aksuddalam
Pasal harusm em enuhi
ketentuankodeetik standar
proIesi hakpengguna
pelay anankesehatan standar
pelay anan danstandar
proseduroperasional
13.1 Peningkatan kesadaran
kepada masyarakat dan
keluarga mengenai hak
penyandang disabilitas
perempuan untuk menikah
dan mempunyai anak.
14. Perempuan penyandang
disabilitas kerap menjadi
korban kekerasan seksual.
14.1 Pemberdayaan penyandang
disabilitas perempuan
dalam hal pemahaman
mengenai hak-hak
seksualitas dan pemahaman
terhadap diri sendiri.
14.2 Penguatan mekanisme dan
perlindungan hukum bagi
penyandang disabilitas
perempuan
Belum adalay anankesehatan
reproduksiy ang ram ah
rem ajapeny andang
disabilitas
15.1 Adanya petugas penyuluh
kesehatan yang memiliki
perspektif disabilitas,
sehingga memiliki
pemahaman yang baik
tentang kebutuhan dan
kondisi penyandang
disabilitas.
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
62
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
13. Perempuan penyandang
disabilitas dianggap tidak
mampu menikah dan
mempunyai anak.
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
K etentuanm engenaikodeetik
danstandarproIesi
sebagaim anadim aksudpada
ay at diaturolehorganisasi
proIesi
K etentuanm engenaihak
penggunapelay anan
kesehatan standarpelay anan
danstandarprosedur
operasionalsebagaim ana
dim aksudpadaay at diatur
denganPeraturanM enteri
Pasal
Pengadaandanpeningkatan
m ututenagakesehatan
diselenggarakanoleh
Pem erintah pem erintah
daerah danataum asy arakat
m elaluipendidikandanatau
pelatihan
Peny elenggaraanpendidikan
danataupelatihan
sebagaim anadim aksudpada
ay at m enjaditanggung
jawab Pem erintahdan
pem erintahdaerah
K etentuanm engenai
peny elenggaraanpendidikan
15.2 Pemerintah memfasilitasi
layanan konseling dan
pendampingan bagi orang
tua dari anak penyandang
disabilitas difasilitasi
Pemerintah.
15.3 Adanya fasilitasi dari
Pemerintah bagi KDS
(kelompok dukungan
sebaya) baik pada anak
penyandang disabilitas
maupun orang tuanya.
JAMINAN KESEHATAN
16. Masih banyak penyandang
disabilitas yang harus
menanggung biaya kesehatan,
belum bisa mengakses
jaminan kesehatan karena
tidak terdaftar.
17. Penyandang disabilitas
mengalami kesulitan
mengurus jaminan kesehatan
18. Alat bantu penyandang
disabilitas tidak dicover
jaminan kesehatan.
16.1 Penyandang disabilitas
harus terdata dalam data
jaminan kesehatan yang
diselenggarakan
pemerintah.
17.1 Adanya kartu jaminan
kesehatan bagi penyandang
disabilitas.
18.1 Alat bantu dibiayai oleh
jaminan kesehatan sesuai
dengan jenis disabilitasnya
(termasuk prosthetic dan
Orsthetic)
63
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
danataupelatihan
sebagaim anadim aksudpada
ay at diaturdalam
PeraturanPem erintah
Pasal
Pem erintahm engatur
penem patantenagakesehatan
untukpem erataanpelay anan
kesehatan
Pem erintahdaerahdapat
m engadakandan
m enday agunakantenaga
kesehatansesuaidengan
kebutuhandaerahny a
Pengadaandan
penday agunaantenaga
kesehatansebagaim ana
dim aksudpadaay at
dilakukandengan
m em perhatikan
a Jenispelay anankesehatan
y ang dibutuhkan
m asy arakat
b Jum lahsaranapelay anan
kesehatan dan
c Jum lahtenagakesehatan
sesuaidenganbebankerja
pelay anankesehatany ang
ada
19. Penyandang disabilitas belum
mendapat layanan kesehatan
yang terjangkau dan atau
layanan kesehatan gratis bagi
penyandang disabilitas yang
dikategorikan miskin (ada
subsidi silang dalam hal
layanan kesehatan).
19.1 Pelayanan dan jaminan
kesehatan harus
berperspektif penyandang
disabilitas sehingga tidak
terjadi lagi pengurusan
jaminan kesehatan yang
rumit.
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
64
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
Penem patantenagakesehatan
sebagaim anadim aksudpada
ay at dilakukandengan
tetap m em perhatikanhak
tenagakesehatandanhak
m asy arakatuntuk
m endapatkanpelay anan
kesehatany ang m erata
Pasal
Tenagakesehatanberhak
m endapatkanim balandan
pelindunganhukum dalam
m elaksanakantugassesuai
denganproIesiny a
Tenagakesehatandalam
m elaksanakantugasny a
berkewajiban
m engem bangkandan
m eningkatkanpengetahuan
danketeram pilany ang
dim iliki
Pasal
U ntukkepentinganhukum
tenagakesehatanwajib
m elakukanpem eriksaan
kesehatanatasperm intaan
65
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
penegakhukum denganbiay a
ditanggung olehnegara
Pem eriksaansebagaim ana
dim aksudpadaay at
didasarkanpadakom petensi
dankewenangansesuai
denganbidang keilm uany ang
dim iliki
Pasal
D alam haltenagakesehatan
didugam elakukankelalaian
dalam m enjalankanproIesiny a
kelalaiantersebutharus
diselesaikanterlebihdahulu
m elaluim ediasi
Pasal
U pay apem eliharaan
kesehatanpeny andang cacat
harusditujukanuntuk
m enjagaagartetap hidup
sehatdanproduktiI secara
sosial ekonom is dan
berm artabat
Pem erintahwajib m enjam in
ketersediaanIasilitas
pelay anankesehatandan
m em Iasilitasipeny andang
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
66
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
cacatuntukdapattetap hidup
m andiridanproduktiI secara
sosialdanekonom is
CE D A W D iratifikasidengan
U ndang U ndang N o T ahun

Pasal
N egaranegarapesertaharus
m elakukanupay aupay ay ang
tepatuntukm enghapuskan
diskrim inasiterhadap
perem puandalam bidang
kesehatandalam rangka
m em berikepastian
berdasarkanpersam aanantara
perem puandanlakilaki
kesem patanataspelay anan
kesehatan term asuky ang
berhubungandengankeluarga
berencana
Tanpam engabaikan
ketentuanay at Pasalini
N egaranegarapesertawajib
m em astikanbahwa
perem puanm endapatkan
pelay anany ang lay ak
sehubungandengan
67
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
68
keham ilan kelahirandan
m asasetelahlahir dem ikian
jugadengangiz iselam aham il
danm eny usui
I nternationalConferenceon
PopulationandD evelopm ent
I CPD Cairo
HasilkonIerensiinitelah
disetujuiolehI ndonesia antara
lainberisim engenaiprogram
kesehatanprim erberkaitan
denganhakhakreproduksiy ang
harusdiperhatikanolehnegara
peserta
U ndang U ndang N o
T ahun T entang
PerlindunganA nak
Pasal
Setiap anakberhakm em peroleh
pelay anankesehatandanjam inan
sosialsesuaidengankebutuhan
Iisik m ental spiritual dansosial
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
K onvensiH akA nak
D iratifikasidengan
K eputusanPresidenN o
T ahun
Pasal
N egaranegaraPesertam engakui
hakanakuntukm enikm ati
standarkesehatantertinggiy ang
bisadicapaidanIasilitas
perawatansakitdanpem ulihan
kesehatan N egaraN egaraPeserta
akanberusahakerasuntuk
m enjam inbahwatidakseorang
anakpuny ang akandiram pas
hakny auntukm em peroleh
pelay ananpelay ananperawatan
kesehatandim aksud
69
ISI CRPD MENGENAI
KESEHATAN
BAB VI. Rekomendasi Bidang Kesehatan
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
BAB VII. REKOMENDASI BIDANG KETENAGAKERJAAN
71
Pasal 27:
1. Negara-negara Pihak
mengakui hak penyandang
disabilitas untuk bekerja, atas
dasar kesetaraan dengan yang
lainnya; ini mencakup hak
atas kesempatan untuk
membiayai hidup dengan
pekerjaan yang dipilih atau
diterima di bursa kerja dan
lingkungan kerja yang terbuka,
inklusif, dan dapat diakses
oleh penyandang disabilitas.
Negara-negara Pihak harus
melindungi dan memajukan
pemenuhan hak untuk bekerja,
termasuk bagi mereka yang
mendapatkan disabilitas pada
masa kerja, dengan
mengambil langkah-langkah
tertentu, termasuk melalui
peraturan perundang-
undangan, untuk antara lain :
(a) Melarang diskriminasi
atas dasar disabilitas
terhadap segala bentuk
pekerjaan, mencakup
kondisi perekrutan,
1. UUD 1945 Pasal 27 ayat (2):
Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak bagi kemanusiaan.
2. Undang-Undang Nomor 4
Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat
Pasal 13:
Setiap penyandang cacat mem-
punyai kesempatan kesempatan
untuk mendapatkan pekerjaan
sesuai dengan jenis dan derajat
kecacatannya.
3.Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia
Pasal 38:
Setiap warga negara sesuai bakat,
kecakapan dan kemampuan
berhak atas pekerjaan yang
layak.
4. Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2005 tentang
Pengesahan Kovenan
HAK ATAS PEKERJAAN
1. Sebagian besar penyandang
disabilitas tidak bekerja.
Secara nasional, jumlah
penyandang disabilitas yang
bekerja diperkirakan besarnya
hanya di bawah 30% dari total
populasi penyandang
disabilitas. Di tingkat daerah,
sebagai contoh Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta,
pada tahun 2011 jumlah
penyandang disabilitas yang
terdata sebanyak 40.050 orang,
sedangkan jumlah penyandang
disabilitas yang bekerja
sebanyak 10.278 orang atau
hanya 25,6%. Hal tersebut
menunjukkan bahwa hak atas
pekerjaan bagi penyandang
disabilitas masih rendah
tingkat pemenuhannya.
Penegasan konstitusi maupun
peraturan perundang-undangan
lainnya yang menjamin hak
yang sama bagi penyandang
disabilitas untuk mendapatkan
pekerjaan belum dapat
1.1 Diperlukan adanya langkah
proaktif dari pemerintah
untuk memastikan hak atas
pekerjaan dapat dicapai oleh
penyandang disabilitas.
1.2 Pemerintah di tingkat
nasional dan daerah harus
menyusun perencanaan
ketenagakerjaan secara
terpadu untuk mendorong
peningkatan partisipasi kerja
penyandang disabilitas baik di
lapangan kerja formal sektor
swasta, pegawai negeri sipil,
maupun usaha mandiri.
1.3 Perencanan ini harus
memunculkan kebijakan yang
progresif dan afirmatif, yakni
bertujuan untuk
menghilangkan hambatan-
hambatan yang dihadapi
tenaga kerja penyandang
disabilitas dan memberikan
kemudahan bagi penyandang
disabilitas dapat bekerja,
termasuk fasilitasi, mediasi,
dan advokasi. Misalnya,
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
72
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
keterampilan, pelayanan
penempatan dan keahlian,
serta pelatihan
keterampilan dan
berkelanjutan;
(b) Memajukan kesempatan
kerja dan pengembangan
karir bagi penyandang
disabilitas di bursa kerja,
demikian juga bantuan
dalam menemukan,
mendapatkan,
mempertahankan dan
kembali ke pekerjaan;
(c) Memajukan kesempatan
untuk memiliki pekerjaan
sendiri, wiraswasta,
pengembangan koperasi
dan memulai usaha
sendiri;
(d) Mempekerjakan
penyandang disabilitas di
sektor pemerintah;
(e) Memajukan pemberian
kerja bagi penyandang
disabilitas di sektor
swasta melalui kebijakan
dan langkah yang sesuai,
yang dapat mencakup
Internasional tentang Hak-
hak Ekonomi, Sosial, dan
Budaya
Pasal 6:
Negara Pihak dari Kovenan ini
mengakui hak atas pekerjaan,
termasuk hak setiap orang atas
kesempatan untuk mencari
nafkah melalui pekerjaan yang
dipilih atau diterimanya secara
bebas, dan akan mengambil
langkah-langkah yang tepat guna
melindungi hak ini.
5. UU No. 13 Tahun 2003
tentang Ketenagakerjaan
Pasal 5:
Setiap tenaga kerja memiliki
kesempatan yang sama tanpa
diskriminasi untuk memperoleh
pekerjaan.
diwujudkan dengan baik.
Ketentuan-ketentuan yang ada
terkait persamaan setiap warga
negara untuk mendapatkan
pekerjaan atau yang secara
khusus menekankan hak atas
pekerjaan yang dimiliki
penyandang disabilitas tidak
cukup efektif mendorong
peningkatan partisipasi kerja
penyandang disabilitas.
2. Masyarakat, pelaku usaha, dan
pejabat publik belum
mempunyai pemahaman dan
kesadaran yang kuat untuk
memposisikan penyandang
disabilitas sebagai sumber
daya manusia yang memiliki
potensi dan kemampuan yang
sama dengan tenaga kerja
lainnya. Karena itu berbagai
peraturan yang terkait dengan
hak penyandang dusabilitas
atas pekerjaan belum
sepenuhnya mendapat respon
dan dukungan yang positif dari
pemangku kepentingan
tersebut.
mengubah ketentuan kuota
kerja bagi tenaga kerja
penyandang disabilitas di
perusahaan swasta dari 1
(satu) persen menjadi 10
(sepuluh) persen dan
membuat ketentuan kuota
kerja penyandang disabilitas
di perusahaan milik
pemerintah dan yang diterima
sebagai pegawai negeri sipil.
2.1 Sosialisasi komprehensif
yang berkesinambungan
mengenai hak penyandang
disabilitas atas pekerjaan dan
lapangan kerja harus
dilakukan kepada
masyarakat, pelaku usaha,
dan pejabat publik. Hal ini
dilakukan agar mereka
memahami hak penyandang
disabilitas dan mempunyai
kesadaran untuk melindungi
dan memenuhinya.
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
program tindakan nyata,
insentif, dan langkah-
langkah lainnya;
(f) Menjamin agar
akomodasi yang
beralasan tersedia di
tempat kerja bagi
penyandang disabilitas;
(g) Memajukan peningkatan
pengalaman kerja bagi
penyandang disabilitas di
di bursa kerja yang
terbuka;
(h) Meningkatkan
rehabilitasi keahlian dan
profesional, jaminan
kerja dan kembali kerja
bagi penyandang
disabilitas.
2. Negara-negara Pihak harus
menjamin bahwa penyandang
disabilitas tidak berada dalam
kondisi diperbudakkan atau
diperhambakan, dan
dilindungi atas dasar
kesetaraan dengan yang
lainnya, dari kerja paksa dan
3. Kurangnya dukungan keluarga
penyandang disabilitas terkait
haknya atas pekerjaan.
Penyandang disabilitas tidak
sejak awal disiapkan oleh
keluarga, misalnya dengan
tidak mengikutsertakan
penyandang disabilitas
mengikuti pendidikan dan
pelatihan yang diperlukan agar
dapat terserap dalam lapangan
kerja atau dapat melakukan
usaha mandiri.
4. Hambatan mobilitas yang
dihadapi penyandang
disabilitas menghalangi
penyandang disabilitas dalam
memanfaatkan peluang kerja
yang tersedia.
3.1 Sosialisasi & pendampingan
mengenai hak atas pekerjaan
perlu dilakukan terhadap
keluarga yang mempunyai
penyandang disabilitas.
Materi sosialisasi ini juga
disertai pemberian informasi
mengenai peluang dan
tantangan dunia kerja bagi
penyandang disabilitas serta
persyaratan kemampuan dari
berbagai peluang kerja yang
ada.
4.1 Program pemberdayaan
penyandang disabilitas yang
dilakukan oleh pemerintah
harus disertai dengan upaya
dukungan meningkatkan
kemampuan mobilitas
penyandang disabilitas
sehingga memungkinkan
beraktifitas secara mandiri,
misalnya dukungan berupa
penyediaan alat bantu
mobilitas sesuai dengan
kebutuhan mobilitas
penyandang disabilitas
tersebut.
73
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
5. Sebagian penyandang disabilitas
masih kurang memiliki
kepercayaan diri bahwa dirinya
dapat berkompetisi dengan
tenaga kerja lainnya. Hal ini
menyebabkan pilihan yang
dibuat penyandang disabilitas
terhadap jenis pekerjaan kerja
menjadi sangat terbatas.
5.1 Penyandang disabilitas harus
diikutsertakan dalam
pelatihan yang dirancang
untuk meningkatkan
kepercayaan diri dan
menumbuhkan motivasi
mengembangkan dirinya di
dunia kerja yang luas dan
beragam.
REKRUTMEN, PENERIMAAN,
DAN PENEMPATAN KERJA
PENYANDANG DISABILITAS
1. UU No 4 Tahun 1997 tentang
Penyandang Cacat
Pasal 14 :
Perusahaan negara dan swasta
memberikan kesempatan dan
perlakuan yang sama kepada
penyandang disabilitas dengan
mempekerjakan penyandang
disabilitas di perusahaannya
sesuai dengan jenis dan derajat
kedisabilitasan, pendidikan, dan
kemampuannya, yang jumlahnya
disesuaikan dengan jumlah
karyawan dan/atau kualifikasi
perusahaan.
1. Tidak tersedianya layanan
informasi yang lengkap
mengenai potensi dan
kemampuan tenaga kerja
penyandang disabilitas yang
dapat diakses oleh pelaku usaha,
perusahaan, dan instansi
pemerintah/swasta. Padahal
layanan informasi ini
diperlukan oleh pelaku usaha,
perusahaan, dan instansi
pemerintah/swasta dalam
perencanaan atau pelaksanaan
rekrutmen pekerja/pegawai.
1.1 Pemerintah menyediakan
layanan informasi mengenai
potensi dan kemampuan
tenaga kerja penyandang
disabilitas di tingkat nasional
maupun daerah yang dapat
diakses oleh pelaku usaha,
perusahaan, dan instansi
pemerintah/swasta..
Informasi yang tersedia
meliputi jenis alamat
domisili, jenis kelamin, umur,
jenis disabilitas, pendidikan,
kompetensi, dan lain-lain
74
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
2. Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Pasal 31:
Setiap tenaga kerja mempunyai
hak dan kesempatan yang sama
untuk memilih, mendapatkan,
atau pindah pekerjaan dan
memperoleh penghasilan yang
layak di dalam atau di luar negeri.
3. Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Pasal 32 ayat (1) :
Penempatan tenaga kerja
dilaksanakan berdasarkan
asas terbuka, bebas, obyektif,
serta adil, dan setara tanpa
diskriminasi.
4. Peraturan Pemerintah No.
43 Tahun 1998 tentang
Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial
Penyandang Cacat
2. Minimnya informasi yang
dapat diakses oleh penyandang
disabilitas mengenai
perusahaan yang menerima
penyandang disabilitas sebagai
pekerja/pegawai dan
kualifikasi kemampuan yang
dibutuhkan.
3. Lamanya jangka waktu dan
panjangnya proses seleksi
pemerimaan pekerja/pegawai
sering menjadi hambatan
penyandang disabilitas dalam
mengikuti seleksi penerimaan
pekerja di perusahaan/instansi
yang diminati.
4. Jarak lokasi yang jauh antara
tempat domisili penyandang
yang diharapkan mampu
memenuhi kebutuhan pelaku
usaha, perusahaan, dan
instansi pemerintah/swasta
yang akan merekrut
penyandang disabilitas
sebagai pekerja/ pegawai.
Perlu diselenggarakan layanan
bursa kerja yang menjembatani
interaksi/ komunikasi antara
penyandang disabilitas dengan
perusahaan yang membutuhkan
tenaga kerja. Bursa kerja ini
dapat diselenggarakan oleh
pemerintah maupun lembaga
kemasyarakatan/swasta.
Bentuknya dapat berupa
rekrutmen secara langsung
diselenggarakan di suatu tempat
atau melalui website.
75
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
Pasal 28:
Pengusaha harus mempekerjakan
sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang penyandang disabilitas
yang memenuhi persyaratan
jabatan dan kualifikasi pekerjaan
sebagai pekerja pada
perusahaannya untuk setiap 100
(seratus) orang pekerja
perusahaannya.
5. Peraturan Pemerintah No.
43 Tahun 1998 tentang
Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial
Penyandang Cacat
Pasal 29 ayat (1) :
Pengusaha harus mempekerjakan
sekurang-kurangnya 1 (satu)
orang penyandang disabilitas
yang memenuhi persyaratan
jabatan dan kualifikasi pekerjaan
sebagai pekerja pada
perusahaannya, bagi yang
memiliki pekerja kurang dari
100 (seratus) orang tetapi usaha
yang dilakukannya
menggunakan teknologi tinggi.
disabilitas tempat seleksi atau
tempat perusahaan berada
sering menjadi hambatan
penyandang disabilitas dalam
mengikuti seleksi penerimaan
pekerja di perusahaan yang
diminati.
5. Adanya kesenjangan antara
kualifikasi kemampuan tenaga
kerja yang dibutuhkan
perusahaan dengan
kemampuan penyandang
disabilitas yang tersedia.
6. Sebagian besar perusahaan
swasta maupun milik
pemerintah (BUMN/BUMD)
tidak mempunyai kebijakan
memberikan kesempatan yang
sama kepada semua tenaga
kerja, penyandang disabilitas
5.1 Penyelenggaraan pelatihan
bagi penyandang disabilitas
yang materinya disesuaikan
dengan kebutuhan pasar
kerja.
5.2 Mendorong penyandang
disabilitas mengikuti
lembaga pendidikan dengan
program studi yang sesuai
dengan keragaman kebutuhan
pasar kerja.
6.1 Pemerintah perlu membuat
skema kebijakan yang dapat
mendorong perusahaan
swasta maupun milik
pemerintah mempekerjakan
penyandang disabilitas.
Skema kebijakan tersebut
76
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
6. Surat Kepala Badan
Kepegawaian Negara 7.
Nomor K.26-20/V.5-39/48
tanggal 22 Maret 2001
tentang Pengangkatan
Penyandang Cacat menjadi
Pegawai Negeri Sipil, Angka
2 butir a:
Pada hakekatnya penyandang
cacat dapat diangkat menjadi
calon Pegawai Negeri Sipil
asalkan sesuai dengan uraian
pekerjaan maupun spesifikasi
pekerjaan dan kompetensinya.
7. Surat Edaran Menteri
Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.:
01.KP.01.15.2002 tentang
Penempatan Tenaga Kerja
Penyandang Disabilitas di
Perusahaan tertanggal 26
Februari 2002 (SE
Menakertrans No. 01/2002).
Memuat perintah Menteri Tenaga
Kerja kepada instansi terkait
untuk :
maupun non-penyandang
disabilitas, untuk bekerja di
perusahaannya. Kecenderungan
kebijakan perusahaan masih
mengutamakan tenaga kerja
dari kalangan non-penyandang
disabilitas bekerja di
perusahaannya. Tidak ada
kebijakan yang bersifat
afirmatif terhadap penyandang
disabilitas. Hal ini disebabkan
tidak ada dorongan yang kuat
dari pemerintah terhadap
pelaku usaha.
7. Ketentuan kuota kerja bagi
penyandang disabilitas bagi
perusahaan swasta yang
mempunyai minimal 100
pekerja dan perusahaan yang
menggunakan teknologi tinggi
meskipun jumlah pekerjanya
tidak mencapai 100 orang,
tidak berjalan secara efektif.
Perusahaan yang telah
memenuhi kriteria mempunyai
kewajiban tersebut, sebagian
besar tidak melaksanakannya.
antara lain berupa insentif
pengurangan pajak dan
kemudahan dalam
mendapatkan fasilitas modal
dari lembaga keuangan.
Langkah ini untuk
memperkuat efektifitas
kegiatan sosialisasi mengenai
hak penyandang disabilitas
yang telah dilakukan.
Kenyataannya, kegiatan
sosialisasi saja tidak
mencukupi untuk mendorong
terjadinya perubahan
kebijakan di perusahaan.
7.1 Pemerintah harus melakukan
kegiatan pengawasan secara
intensif terhadap perusahaan
dan melakukan pendataan
terhadap perusahaan yang
sudah memenuhi kriteria
mempunyai kewajiban
melaksanakan kuota kerja
bagi penyandang disabilitas.
7.2 Pemerintah menindaklanjuti
kegiatan pengawasan dan
pendataan perusahaan
77
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
1. Melakukan sosialisasi
Undang-Undang No. 4 Tahun
1997 dan Peraturan
Pemerintah No. 43 Tahun
1998 sebagai upaya
penempatan tenaga kerja
penyandang cacat di
perusahaan-perusahaan.
2. Melakukan pendataan
perusahaan yang
mempekerjakan tenaga kerja
penyandang cacat secara
berkala setiap 3 (tiga) bulan
sekali.
Hal ini disebabkan lemahnya
pengawasan yang dilakukan
pemerintah, minimnya
tindakan proaktif pemerintah
untuk melakukan mediasi dan
advokasi, sanksi pidana
terhadap pelanggaran
melaksanakan kuota kerja
dirasakan terlalu ringan bagi
pengusaha.
8. Belum ada peraturan
perundang-undangan yang
memberikan kewajiban kepada
perusahaan milik pemerintah
dengan melakukan mediasi
dan advokasi terhadap
penyandang disabilitas
untuk memastikan hak-
haknya terlindungi dan
terpenuhi. Misalnya inisiatif
melakukan pertemuan para
pihak (perusahaan
organisasi penyandang
disabilitas).
7.3 Dilakukan tindakan
penegakan hukum terhadap
perusahaan yang tidak
melaksanakan kewajibannya
mempekerjakan penyandang
disabilitas sesuai ketentuan
kuota kerja.
7.4 Memperberat ancaman
pidana terhadap pelanggaran
atas kewajiban melaksanakan
kuota kerja bagi penyandang
diabilitas.
8.1 Penyusunan aturan mengenai
kuota kerja bagi penyandang
disabilitas di perusahaan
78
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
(BUMN/BUMD) untuk
melaksanakan kuota kerja bagi
penyandang disabilitas.
Ketiadaan aturan ini bersifat
diskriminatif karena
kewajiban melaksanakan kuota
kerja bagi penyandang
disabilitas hanya ditujukan
kepada perusahaan swasta. Hal
ini berdampak buruk, antara
lain menyebabkan keengganan
perusahaan swasta
melaksanakan kewajibannya.
9. Masih sedikitnya jumlah
penyandang disabilitas yang
menjadi Pegawai Negeri Sipil.
10.Belum ada aturan mengenai
kuota kerja penyandang
disabilitas menjadi Pegawai
Negeri Sipil. Ketentuan
terkait penerimaan
penyandang disabilitas
menjadi Pegawai Negeri Sipil
milik pemerintah. Aturan ini
dapat dibuat dalam bentuk
undang-undang maupun
peraturan pemerintah.
Penyusunannya dapat
dilakukan dengan
membentuk peraturan
perundang-undangan yang
baru atau dengan cara
mengamandemen peraturan
yang sudah ada di bidang
ketenagakerjaan dan di
bidang BUMN/BUMD.
9.1 Pemerintah memberi
peluang yang sama bagi
Penyandang disabilitas
dalam penerimaaan Pegawai
Negeri Sipil berdasarkan
pendidikan dan
kemampuannya.
10.1 Mengamandemen peraturan
kepegawaian dengan
memasukkan ketentuan
mengenai kuota kerja
penyandang disabilitas
menjadi Pegawai Negeri
Sipil.
79
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
masih berupa Surat Edaran
dari Kepala Badan
Kepegawaian dan sekedar
penegasan bahwa
penyandang disabilitas dapat
diangkat menjadi calon
Pegawai Negeri Sipil dan
tidak ada ketentuan mengenai
kuota kerja bagi penyandang
disabilitas.
11.Persyaratan pelamar kerja
yang dibuat perusahaan
swasta dan perusahaan milik
pemerintah, serta instansi
pemerintah seringkali masih
diskriminatif terhadap
penyandang disabilitas.
Misalnya tidak sehat
dikonotasikan identik dengan
orang yang menyandang
disabilitas.
11.1 Menteri Kesehatan perlu
membuat surat yang
ditujukan kepada rumah
sakit, puskesmas, organisasi
dokter, instansi pemerintah,
dan perusahaan swasta dan
perusahaan milik
pemerintah yang isinya
penegasan bahwa
penyandang disabilitas
tidak identik dengan orang
sakit.
11.2 Menteri Tenaga Kerja perlu
membuat aturan yang
ditujukan kepada
perusahaan swasta dan
perusahaan milik
80
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
pemerintah tentang larangan
diskriminasi dalam
penentuan syarat pelamar
kerja. Persyaratan tertulis
yang diumumkan juga harus
mencantumkan secara jelas
bahwa lowongan pekerjaan
terbuka bagi penyandang
disabilitas.
11.3 Adanya standar baku tentang
kriteria pemeriksaan
kesehatan penyandang
disabilitas.
11.4 Mengganti peraturan surat
keterangan berbadan sehat
(SKBS) dengan surat
riwayat kesehatan
penyandang disabilitas.
12.1 Menteri Tenaga Kerja,
Menteri Dalam Negeri,
Menteri BUMN, dan Kepala
Badan Kepegawaian
Negara mendorong proses
seleksi penerimaan
karyawan/pegawai yang
12. Proses seleksi penerimaan
karyawan/pegawai seringkali
tidak aksesibel bagi
penyandang disabilitas, antara
lain tidak tersedia materi soal
seleksi dalam bentuk huruf
braille dan tidak tersedia
81
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
pemandu/pendamping ketika
proses seleksi berlangsung.
Akibatnya, penyandang
disabilitas kalah bersaing
dengan pelamar lainnya
bukan karena kurang mampu
tetapi terhambat karena tidak
adanya proses seleksi yang
aksesibel/ramah bagi
penyandang disabilitas.
13. Penempatan kerja bagi
penyandang disabilitas yang
diterima bekerja di
perusahaan seringkali lebih
didasarkan pada jenis
disabilitasnya bukan
kemampuannya.
aksesibel bagi penyandang
disabilitas.
13.1 Penyusunan aturan Menteri
Tenaga Kerja mengenai
larangan penempatan kerja
yang didasarkan pada
disabilitas, bukan
kemampuannya.
HAK NORMATIF PEKERJA,
(UPAH & JAMINAN SOSIAL)
1. UUD 1945 Pasal 28D
ayat (2):
Setiap orang berhak untuk
bekerja serta mendapat imbalan
dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja.
1. Masih adanya diskriminasi
dalam pengupahan terhadap
tenaga kerja penyandang
disabilitas. Jumlah upah yang
diterima penyandang
disabilitas lebih rendah
1.1 Dalam peraturan perundang-
undangan mengenai
kewajiban bagi pemberi kerja
memberikan upah yang
setara untuk pekerjaan yang
sama atas semua tenaga kerja
82
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
2. Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga
Kerja Pasal 3:
(1) Untuk memberikan
perlindungan kepada tenaga
kerja diselenggarakan
program jaminan sosial
tenaga kerja yang
pengelolaannya dapat
dilaksanakan dengan
mekanisme asuransi.
(2) Setiap tenaga kerja berhak
atas jaminan sosial tenaga
kerja.
3. Undang-Undang Nomor 3
Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga
Kerja Pasal 6:
(1) Ruang lingkup program
jaminan sosial tenaga kerja
dalam Undang-undang ini
meliputi:
a. Jaminan Kecelakaan
Kerja;
b. Jaminan Kematian;
c. Jaminan Hari Tua;
d. Jaminan Pemeliharaan
daripada tenaga kerja non-
penyandang disabilitas
padahal beban dan tanggung
jawab pekerjaannya sama.
Penyandang disabilitas
dianggap mempunyai
produktifitas yang lebih
rendah daripada non-
penyandang disabilitas.
baik penyandang disabilitas
maupun non-penyandang
disabilitas.
1.2 Agar ketentuan mengenai
pemberian upah yang setara
untuk pekerjaan yang sama
bagi semua pekerja berjalan
efektif, harus didukung pula
dengan penerapan sanksi
berupa sanksi administratif
maupun sanksi pidana
terhadap pemberi kerja yang
melakukan perbuatan
diskriminatif dalam
pengupahan.
1.3 Penyusunan peraturan yang
mewajibkan bagi pemberi
kerja memasukkan ketentuan
pemberian upah yang setara
pada perjanjian kerja bersama
(PKB) dan peraturan
perusahaan (PP).
Pencantuman ketentuan
tersebut harus menjadi salah
satu syarat bagi pengesahan
peraturan perusahaan maupun
perjanjian kerja bersama.
83
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
Kesehatan.
(2) Pengembangan program
jaminan sosial tenaga kerja
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Peraturan
Pemerintah.
(3) Untuk memberikan perlin-
dungan kepada tenaga kerja
diselenggarakan program
jaminan sosial tenaga kerja
yang pengelolaannya dapat
dilaksanakan dengan
mckanisme asuransi.
(4) Setiap tenaga kerja berhak
atas jaminan sosial tenaga
kerja.
4. Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 88:
(1) Setiap pekerja/buruh berhak
memperoleh penghasilan
yang memenuhi
penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan.
(2) Untuk mewujudkan
penghasilan yang memenuhi
2. Penyandang disabilitas
seringkali mempunyai posisi
tawar yang lemah ketika
berhadapan dengan pemberi
kerja dalam membuat
kesepakatan mengenai
besaran upah yang akan
diterima sebagai pekerja.
Pemberian upah bagi
penyandang disabilitas yang
lebih rendah dari pekerja
lainnya seringkali dipakai
oleh pemberi kerja sebagai
syarat mau menerima
penyandang disabilitas
sebagai pekerjanya.
3. Kebutuhan aksesibilitas
berkaitan dengan mobilitas
tenaga kerja penyandang
disabilitas tidak
diperhitungkan dalam
penentuan jumlah tunjangan
transportasi sebagai salah satu
komponen upah pekerja.
Padahal umumnya
penyandang disabilitas
mengeluarkan biaya
2.1 Sosialisasi/pelatihan kepada
tenaga kerja penyandang
disabilitas mengenai hak-hak
tenaga kerja berkaitan dengan
pengupahan.
2.2 Pemerintah melakukan
pengawasan terhadap
perjanjian kerja antara
pemberi kerja dengan tenaga
kerja penyandang disabilitas.
3.1 Perubahan/amandemen aturan
mengenai komponen upah
dengan memberikan
penegasan bahwa tunjangan
transportasi yang diberikan
pemberi kerja harus
memperhitungkan kebutuhan
aksesibilitas penyandang
disabilitas dalam melakukan
mobilitas.
84
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), pemerintah
menetapkan kebijakan
pengupahan yang
melindungi pekerja/buruh.
5. Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan,
Pasal 99 ayat (1):
Setiap pekerja/buruh dan
keluarganya berhak untuk
memperoleh jaminan sosial
tenaga kerja.
transportasi lebih besar
daripada pekerja non-
penyandang disabilitas.
4. Adanya klausul dalam
ketentuan kepesertaan
asuransi kecelakaan kerja
yang masih
mendiskriminasikan
penyandang disabilitas, yakni
apabila terjadi kecelakaan,
maka penyandang disabilitas
tidak dapat mengklaim
asuransinya. Hal ini terjadi
karena tidak ada peraturan
perundangan-undangan yang
secara tegas menjamin hak-
hak penyandang disabilitas
sebagai peserta asuransi.
5. Belum semua produk dan
manfaat asuransi dapat
diakses oleh penyandang
disabilitas karena dalam
formulir pendaftaran peserta
asuransi terdapat klausul yang
memberikan pengecualian
kepada penyandang disabilitas
untuk mengambil produk atau
manfaat asuransi yang
4.1 Penyusunan peraturan yang
lebih spesifik dan jelas
mengenai jaminan sosial
tenaga kerja bagi
Penyandang disabilitas serta
adanya penegasan bahwa
seorang penyandang
disabilitas tetap berhak
mendapatkan asuransi
kecelakaan kerja.
5.1 Penyusunan aturan yang
menegaskan penyandang
disabilitas mempunyai hak
yang sama untuk menjadi
peserta semua produk
asuransi dan untuk
mendapatkan manfaatnya.
Hal ini disertai dengan
larangan kepada perusahaan
asuransi membuat ketentuan
85
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
yang diskriminatif atau
membatasi hak-hak
penyandang disabilitas.
ditawarkan. Sehingga selama
ini asuransi jaminan sosial
tidak sepenuhnya dapat
diakses penyandang
disabilitas.
PELATIHAN KERJA
1. Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Pasal 11:
Setiap tenaga kerja berhak untuk
memperoleh dan/atau
meningkatkan dan/atau
mengembangkan kompetensi
kerja sesuai dengan bakat, minat,
dan kemampuannya melalui
pelatihan kerja.
2. Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Pasal 12 ayat (1):
Pengusaha bertanggung jawab
atas peningkatan dan/atau
pengembangan kompetensi
pekerjanya melalui pelatihan
kerja.
1. Pelatihan keterampilan yang
diberikan kepada penyandang
disabilitas hanya hard skill
dan keterampilan dasar, serta
belum ada tindaklanjut setelah
pelatihan keterampilan selesai
dilakukan. (kalau dapat lebih
spesifik akan lebih baik).
1.1 Adanya panduan yang jelas
untuk melaksanakan
pelatihan keterampilan yang
disesuaikan dengan
kebutuhan penyandang
disabilitas antara lain
pelatihan soft skill, pelatihan
manajemen, kewirausahaan,
pemagangan. Pelatihan ini
harus dilakuakan secara
berkesinambungan dan ada
kegiatan evaluasi paska
pelatihan untuk dapat melihat
berhasil tidaknya kegiatan
pelatihan yang dilakukan.
1.2 Paska pelatihan yang
berkaitan dengan
pengembangan wirausaha
(usaha mandiri) harus
ditindaklanjuti dengan
86
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
3. Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Pasal 19 :
Pelatihan kerja bagi tenaga kerja
penyandang cacat dilaksanakan
dengan memperhatikan jenis,
derajat kecacatan, dan
kemampuan tenaga kerja
penyandang cacat yang
bersangkutan.
4. Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Nomor Kep-
205/MEN/1999 tentang
Pelatihan Kerja dan
Penempatan Tenaga Kerja
Penyandang Cacat
Pasal 8 :
(1) Tenaga kerja penyandang
cacat berhak memperoleh
rehabilitasi vokasional
setelah mendapat rehabilitasi
medis, sosial dan atau
edukasional.
(2) Rehabilitasi vokasional
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) meliputi bimbingan
penyuluhan jabatan,
pelatihan kerja &
kegiatan pendampingan
kepada penyandang
disabilitas yang menjadi
peserta.
2.1 Dalam penyelenggaraan
pelatihan, materinya harus
disesuaikan dengan
kebutuhan pasar kerja.
3.1 Sosialisasi kepada keluarga
dan masyarakat mengenai
pentingnya dukungan kepada
penyandang disabilitas
berkaitan dengan
pengembangan
kemampuannya.
2. Pelatihan yang diberikan
kepada penyandang disabilitas
hanya keterampilan yang
konvensional/sangat dasar
yang kenyataannya tidak lagi
kompetitif di pasar tenaga
kerja.
3. Kurangnya dukungan keluarga
dan masyarakat untuk
meningkatkan kapasitas SDM
Penyandang disabilitas.
87
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
penempatan secara selektif.
(3) Untuk memperoleh
rehabilitasi vokasional
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) tenaga kerja
penyandang disabilitas harus
mendaftarkan diri pada
penyelenggara penempatan
tenaga kerja.
KONDISI KERJA,
LINGKUNGAN KERJA , DAN
PERLINDUNGAN PEKERJA
1. Undang-Undang Nomor
13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Pasal 67 ayat (1):
Pengusaha yang
mempekerjakan tenaga kerja
penyandang disabilitas wajib
memberikan perlindungan
sesuai dengan jenis dan
derajat kecacatannya.
2. Undang-Undang Nomor
13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Pasal 86 ayat
1. Masih minimnya sarana dan
fasilitas yang menunjang
aksesibilitas penyandang
disabilitas di tempat kerja dan
lingkungan kerja.
1.1 Sosialisasi kepada
perusahaan mengenai
pentingnya melaksanakan
kewajiban menyediakan
sarana dan fasilitas yang
aksesibel bagi penyandang
disabilitas di tempat kerja
dan lingkungan kerja.
1.2 Pengawasan terhadap
perusahaan yang
mempekerjakan
penyandang disabilitas
untuk memastikan
perusahaan sudah
88
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
(1) Setiap pekerja/buruh
mempunyai hak untuk
memperoleh perlindungan
atas :
a. Keselamatan dan
kesehatan kerja;
b. Moral dan kesusilaan;
c. Perlakuan yang sesuai
dengan harkat dan
martabat manusia serta
nilai-nilai agama.
3. Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan
Pasal 153 ayat (1) butir j:
Pengusaha dilarang melakukan
pemutusan hubungan kerja
dengan alasan :
pekerja/buruh dalam keadaan
cacat tetap, sakit akibat
kecelakaan kerja, atau sakit
karena hubungan kerja yang
menurut surat keterangan dokter
yang jangka waktu
penyembuhannya belum dapat
dipastikan.
2. Sistem keamanan dan
keselamatan kerja yang
diterapkan di tempat kerja
serta lingkungan kerja belum
memperhatikan kebutuhan
khusus penyandang disabilitas.

3. Adanya kasus pelecehan dan
kekerasan yang dialami
penyandang disabilitas
perempuan di tempat kerja.
4. Kurangnya penghargaan
sesama pekerja kepada
pekerja penyandang
disabilitas di perusahaan/
instansi.
5. Masih adanya tindakan
pemutusan hubungan kerja
(PHK) yang dilakukan
perusahaan secara sepihak
menyediakan sarana dan
fasilitas yang aksesibel.
2.1 Penerapan sistem keamanan
dan keselamatan di tempat
kerja dan lingkungan kerja
yang memperhatikan
kebutuhan penyandang
disabilitas. Untuk menjamin
pelaksanaan hal ini perlu
aturan yang mewajibkan
kepada semua perusahaan.
3.1 Perlunya penyediaan tempat
kerja yang aman dan
aksesibel bagi penyandang
disabilitas perempuan di
perusahaan.
4.1 Perusahaan/instansi
melakukan sosialisasi kepada
seluruh pekerja/pegawai
mengenai kesamaan hak
yang dimiliki penyandang
disabilitas.
5.1 Pemerintah harus
memberikan sanksi tegas
kepada perusahaan yang
melakukan PHK secara
89
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
sepihak dengan alasan
pekerja menjadi
penyandang disabilitas.
5.2 Pemerintah melakukan
mediasi dan advokasi
kepada penyandang
disabilitas yang di-PHK
karena disabilitasnya.
5.3 Pemerintah memastikan
adanya rehabilitasi
vokasional terhadap pekerja
yang menjadi penyandang
disabilitas.
HAK MELAKUKAN USAHA
MANDIRI
1. Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 39
ayat (1) dan ayat (4):
Pemerintah bertanggung jawab
mengupayakan perluasan
kesempatan kerja baik di dalam
maupun di luar hubungan kerja.
Lembaga keuangan baik
1.1 Pemerintah mengikutsertakan
usaha penyandang disabilitas
sebagai sasaran pembinaan
usaha mikro, kecil dan
menengah pada program yang
telah ada misalnya dalam
skema PNPM Mandiri dan
KUBE (Kelompok Usaha
Bersama).
1. Masih minimnya kebijakan
pemerintah di bidang
pengembangan kegiatan
ekonomi produktif masyarakat
yang secara khusus
berorientasi pada usaha yang
dilakukan penyandang
disabilitas terkait pembinaan
usaha mikro, kecil dan
menengah.
90
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
kepada pekerja yang menjadi
penyandang disabilitas akibat
kecelakaan.
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
perbankan maupun non
perbankan, dan dunia usaha perlu
membantu dan memberikan
kemudahan bagi setiap kegiatan
masyarakat yang dapat
menciptakan atau
mengembangkan perluasan
kesempatan kerja.
2. Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan Pasal 40
ayat (1):
Perluasan kesempatan kerja di
luar hubungan kerja dilakukan
melalui penciptaan kegiatan yang
produktif dan berkelanjutan
dengan mendayagunakan potensi
sumber daya alam, sumber daya
manusia dan teknologi tepat guna.
3. Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha
Mikro, Kecil, dan Menengah
Pasal 7 ayat (1):
Pemerintah dan Pemerintah
Daerah menumbuhkan Iklim
Usaha dengan menetapkan
peraturan perundang-undangan
2. Usaha ekonomi yang
dilakukan penyandang
disabilitas kurang dapat
bersaing di pasar bebas. Hal
ini karena adanya kendala
mobilitas penyandang
disabilitas dan lemahnya
1.2 Pemerintah membuat skema
kebijakan khusus untuk
pengembangan usaha yang
dilakukan penyandang
disabilitas.

1.3 Perlu dikembangkannya
program putting out system
dari perusahaan besar yaitu
memberikan sub-kontrak
pekerjaan yang bisa dilakukan
penyandang disabilitas di
rumah masing-masing dengan
pendampingan secara
berkelanjutan. Hal ini harus
didukung dengan pengawasan
yang memadai untuk
mencegah eksploitasi
terhadap penyandang
disabilitas.
2.1 Penyediaan fasilitas pelatihan
dan pendampingan secara
berkelanjutan untuk
meningkatkan kemampuan
penyandang disabilitas dalam
mengembangkan produk yang
menarik dan berkualitas.
91
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
dan kebijakan.
4. Instruksi Presiden Republik
Indonesia Nomor : 18 Tahun
1998 Tentang Peningkatan
Pembinaan & Pengembangan
Perkoperasian.
Presiden memerintahkan Menteri
Koperasi, Pengusaha Kecil dan
Menengah untuk :
a. Meningkatkan dan mendorong
semangat berswadaya dan
berswakarsa dalam
berkoperasi di kalangan
masyarakat disertai dengan
pemberian kemudahan dalarn
mendirikan koperasi sesuai
dengan kelayakan usaha dan
kepentingan ekonominya;
b. Memperkuat dan
memberdayakan kelembagaan
koperasi melalui peningkatan
kualitas dan peran serta yang
aktif dari anggotanya agar
koperasi mampu berperan
sebagai wadah kekuatan
ekonomi rakyat yang sehat,
tangguh dan mandiri;
kemampuan dalam
mengembangkan nilai produk
dan kualitas produk.
3. Penyandang disabilitas masih
mengalami kesulitan dalam
mengakses modal yang
diperlukan dalam
mengembangkan atau
memulai usaha mandiri karena
ketiadaan jaminan dan
kurangnya kepercayaan atas
keberlangsungan usaha yang
dilakukan penyandang
disabilitas.
2.2 Pemerintah mengembangkan
jaringan usaha yang dapat
mengurangi hambatan
mobilitas penyandang
disablitas.
3.1 Adanya program pemerintah
yang menjamin perolehan
sumber pendanaan pada usaha
yang dilakukan penyandang
disabilitas melalui program
corporate social
responsibility/CSR dari
berbagai perusahaan baik
BUMN, maupun perusahaan
swasta.
3.2 Adanya kebijakan pemerintah
yang mewajibkan lembaga
keuangan bank dan non-bank
untuk membuat skema
pinjaman modal usaha khusus
bagi penyandang disabilitas
dengan prosedur yang cepat
dan mudah. Dalam hal ini
pemerintah dapat bertindak
sebagai penjamin atau
menyediakan dana pinjaman
yang disalurkan melalui
92
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN REKOMENDASI
c. Memantapkan perluasan basis
usaha koperasi dan
meningkatkan mutu
kewirausahaan serta
profesionalisme sumber daya
manusia koperasi agar mampu
menjadi bangun usaha utama
dan soko guru perekonomian
nasional yang berakar dalam
masyarakat.
lembaga keuangan.
4.1 Setiap koperasi yang didirikan
penyandang disabilitas
diikutsertakan dalam program
pembinaan koperasi.
4. Masih lemahnya koperasi yang
dijalankan penyandang
disabilitas sehingga tidak
dapat berkembang untuk
mendukung pengembangan
usahanya atau meningkatkan
kesejahteraannya.
93
ISI CRPD MENGENAI
KETENAGAKERJAAN
BAB VII. Rekomendasi Bidang Ketenagakerjaan
Pasal 30:
1. Negara-Negara Pihak
mengakui hak-hak
penyandang disabilitas untuk
berperan atas dasar kesamaan
dengan orang lain dalam
kehidupan kebudayaan, dan
akan mengambil langkah-
langkah yang diperlukan untuk
memastikan agar penyandang
disabilitas:
(a) Menikmati akses terhadap
benda-benda kebudayaan
dalam bentuk yang mudah
diakses;
(b) Menikmati akses terhadap
program televisi, film,
teater, dan kegiatan
kebudayaan lain dalam
bentuk yang mudah
diakses.
(c) Menikmati akses ke
tempat-tempat pertunjukan
atau pelayanan budaya,
seperti teater, museum,
bioskop, perpustakaan, dan
jasa rekreasi, dan sejauh
memungkinkan,
Undang-Undang No 2 Tahun
2005 tentang Sistem
Keolahragaan Nasional.
Pasal 6
Setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk:
a. melakukan kegiatan olah raga;
b. memperoleh pelayanan dalam
kegiatan olah raga;
c. memilih dan mengikuti jenis
atau cabang olah raga yang
sesuai dengan bakat dan
minatnya;
d. memperoleh pengarahan,
dukungan, bimbingan,
pembinaan dan pengembangan
dalam keolahragaan;
e. menjadi pelaku olah raga; dan
f. mengembangkan industri olah
raga.
Pasal 7
Warga negara yang memiliki
kelainan fisik dan/atau mental
mempunyai hak untuk
memperoleh pelayanan dalam
BAB VIII. REKOMENDASI BIDANG OLAH RAGA, BUDAYA, REKREASI, DAN HIBURAN
ISI CRPD MENGENAI
OLAH RAGA, BUDAYA, REKREASI
DAN HIBURAN
1.1 Pengembangan gedung olah
raga beserta sarana dan
prasaranya harus mengikuti
desain universal sehingga bisa
digunakan oleh siapapun
termasuk penyandang
disabilitas.
1.2 Dikembangkan fasilitas
khusus bagi pengembangan
olah raga penyandang
disabilitas.
2.1Terdapatnya kesetaraan
penghargaan yang diberikan
kepada atlet yang berprestasi
tanpa membedakan
penyandang disabilitas dan
non-penyandang disabilitas.
Bentuk penghargaan yang
diberikan berupa materi dan
mendapatkan akses yang sama
dengan atlet yang lain
misalnya mendapatkan akses
lapangan pekerjaan.
1. Fasilitas olah raga bagi
penyandang disabilitas belum
memadai,antara lain: gedung
olah raga umum kurang
aksesibel bagi penyandang
disabilitas, minimnya gedung
olah raga (tempat latihan)
khusus penyandang disabilitas,
kurangnya ketersediaan alat-
alat olah raga yang aksesibel
atau peralatan yang secara
khusus diperlukan penyandang
disabilitas.

2. Penghargaan terhadap atlet
masih diskriminatif.
Penghargaan yang diberikan
kepada atlet penyandang
disabilitas lebih rendah
daripada penghargaan yang
diberikan kepada atlet
non-penyandang disabilitas.
OLAH RAGA
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN
REKOMENDASI
95
menikmati akses ke
monumen dan tempat yang
memiliki nilai budaya
penting;
2. Negara-Negara Pihak wajib
mengambil langkah-langkah
yang tepat guna
memungkinkan penyandang
disabilitas untuk memiliki
kesempatan mengembangkan
dan menggunakan potensi
kreatif, artistik dan intelektual,
tidak hanya demi kepentingan
mereka sendiri tetapi juga
untuk pengayaan masyarakat.
3. Negara-Negara Pihak wajib
mengambil langkah-langkah
yang diperlukan, berdasarkan
hukum internasional, untuk
menjamin bahwa hukum yang
melindungi hak atas kekayaan
intelektual tidak menjadi
halangan yang tidak berdasar
atau diskriminatif terhadap
akses penyandang disabilitas
untuk memperoleh benda-
benda kebudayaan.
kegiatan olah raga khusus.
Pasal 30
(1) Pembinaan dan
pengembangan olah raga
penyandang disabilitas
dilaksanakan dan diarahkan
untuk meningkatkan
kesehatan, rasa percaya diri,
dan prestasi olah raga.
(2) Pembinaan dan
pengembangan olah raga
penyandang disabilitas
dilaksanakan oleh organisasi
olahraga penyandang
disabilitas yang bersangkutan
melalui kegiatan penataran
dan pelatihan serta kompetisi
yang berjenjang dan
berkelanjutan pada tingkat
daerah, nasional, dan
internasional.
(3) Pemerintah, pemerintah
daerah, dan/atau organisasi
olah raga penyandang
disabilitas yang ada dalam
masyarakat berkewajiban
membentuk sentra pembinaan
3. Belum adanya anggaran rutin
dari pemerintah di tingkat
nasional dan daerah untuk
pengembangan prestasi bagi
penyandang disabilitas.
4. Masih kurangnya promosi
tentang olah raga penyandang
disabilitas.
5. Masih kurangnya perhatian
terhadap pengembangan atlet
penyandang disabilitas
dibandingkan dengan
perhatian terhadap atlet non-
penyandang disabilitas.
3.1 Tersedianya anggaran rutin di
tingkat nasional dan daerah
bagi pengembangan prestasi
penyandang disabilitas
4.1 Adanya pemberitaan olah
raga penyandang disabilitas
di media cetak maupun
elektronik milik pemerintah
dan swasta.
5.1 Adanya jaminan hak bagi
atlet penyandang disabilitas
untuk berpartisipasi dalam
kompetisi olah raga sesuai
potensi yang dimiliki (usulan
kalimat).
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN
REKOMENDASI
96
BAB VIII. Rekomendasi Bidang Olah Raga, Budaya, Rekreasi dan Hiburan
ISI CRPD MENGENAI
OLAH RAGA, BUDAYA, REKREASI
DAN HIBURAN
dan pengembangan olah raga
khusus penyandang disabilitas.
(4) Pembinaan dan
pengembangan olah raga
penyandang disabilitas
diselenggarakan pada lingkup
olahraga pendidikan, olah raga,
rekreasi dan olah raga prestasi
berdasarkan jenis olah raga
khusus bagi penyandang
disabilitas yang sesuai dengan
kondisi kelainan fisik dan/atau
mental seseorang.
Pasal 56
(1) Olahragawan penyandang
disabilitas melaksanakan
kegiatan olahraga khusus bagi
penyandang disabilitas.
(2) Setiap olahragawan
penyandang disabilitas
sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) berhak untuk:
a. Meningkatkan prestasi
melalui klub dan/atau
perkumpulan olah raga
penyandang disabilitas;
b. Mendapatkan pembinaan
cabang olah raga sesuai
dengan kondisi kelainan fisik
4. Penyandang disabilitas
memiliki hak, atas dasar
kesamaan dengan orang lain,
untuk mendapatkan
pengakuan dan dukungan
terhadap identitas budaya dan
linguistik mereka yang khusus,
termasuk bahasa isyarat dan
budaya orang tuna rungu.
5. Dalam rangka memungkinkan
penyandang disabilitas untuk
berpartisipasi, atas dasar
kesamaan dengan orang lain,
dalam kegiatan rekreasi,
hiburan dan olah raga,
Negara-Negara Pihak wajib
mengambil langkah-langkah
yang tepat guna:
(a) Mendorong dan
memajukan partisipasi,
sejauh memungkinkan,
dari penyandang
disabilitas di dalam
kegiatan olah raga arus
utama pada semua
tingkatan;
(b) Menjamin agar
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN
REKOMENDASI
97
BAB VIII. Rekomendasi Bidang Olah Raga, Budaya, Rekreasi dan Hiburan
ISI CRPD MENGENAI
OLAH RAGA, BUDAYA, REKREASI
DAN HIBURAN
penyandang disabilitas
memiliki kesempatan
untuk menyelenggarakan,
mengembangkan dan
berpartisipasi di dalam
kegiatan-kegiatan olah
raga dan rekreasi khusus
penyandang disabilitas
dan untuk itu memajukan
tersedianya sumber daya
bimbingan dan pelatihan
yang sesuai atas dasar
kesamaan dengan orang
lain;
(c) Menjamin agar
penyandang disabilitas
memiliki akses pada
tempat-tempat
olah raga, rekreasi, dan
hiburan;
(d) Menjamin agar anak-anak
dengan disabilitas
memiliki akses yang sama
dengan anak-anak lain
untuk berpartisipasi
dalam bermain, rekreasi
dan kegiatan-kegiatan
hiburan dan olah raga,
termasuk kegiatan di
dan/atau mental; dan
c. Mengikuti kejuaraan olah
raga penyandang
yang bersifat daerah,
nasional, dan internasional
setelah melalui seleksi
dan/atau kompetisi.
1. Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak
asasi Manusia
Pasal 13
Setiap orang berhak untuk
mengembangkan dan
memperoleh manfaat dari ilmu
pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya sesuai dengan
martabat manusia demi
kesejahteraan pribadinya, bangsa,
dan umat manusia.
2. Undang-Undang No 10
Tahun 2009 tentang
Kepariwisataan Pasal 19:
disabilitas
BUDAYA, REKREASI DAN
HIBURAN
1. Jurusan seni tertentu yang ada
di lembaga pendidikan seni
tidak menerima penyandang
disabilitas.
2. Bangunan kampus seni,
museum dan tempat rekreasi
belum aksesibel bagi
penyandang disabilitas.
3. Tidak tersedianya inventaris
alat bantu mobilitas di tempat-
tempat pertunjukan seni,
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN
REKOMENDASI
1.1 Seluruh kampus seni harus
mengadopsi pendidikan
inklusif dan dapat menerima
mahasiswa/i penyandang
disabilitas.
2.1 Ruang kampus seni, museum,
gallery, heritage (cagar
budaya), dan tempat tempat
wisata dan budaya harus
mengikuti desain universal
sehingga bisa dinikmati oleh
siapapun tak terkecuali
penyandang disabilitas.
3.1 Tersedianya inventaris alat
bantu seperti kursi roda,
petunjuk yang menggunakan
98
BAB VIII. Rekomendasi Bidang Olah Raga, Budaya, Rekreasi dan Hiburan
ISI CRPD MENGENAI
OLAH RAGA, BUDAYA, REKREASI
DAN HIBURAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN
REKOMENDASI
audio maupun visual di
tempat pertunjukan seni,
hiburan, dan rekreasi seperti
museum, gallery, heritage
(cagar budaya) serta tempat
wisata dan budaya lainnya.
4.1 Pelatihan bagi petugas
pertunjukan seni, hiburan,
dan rekreasi/guide tentang
disabilitas terutama dalam
berinteraksi dan
mendampingi penyandang
disabilitas, sehingga petugas
dapat mendampingi
penyandang disabilitas yang
datang.
5.1 Pemerintah menyediakan
fasilitas dan pendampingan
bagi penyandang disabilitas
dalam mengakses tempat-
tempat pertunjukan seni,
hiburan, dan rekreasi.
hiburan, dan rekreasi.
4. Petugas di tempat-tempat
pertunjukan seni, hiburan, dan
rekreasi belum memahami
mengenai disabilitas.
5. Kurangnya sensitifitas
terhadap hak-hak penyandang
disabilitas dalam hal
pelayanan di tempat
pertunjukan seni, hiburan, dan
rekreasi baik dalam hal fisik
maupun non-fisik. Hal fisik
artinya dalam melayani
penyandang disabilitas tidak
dilakukan sesuai kebutuhan.
Non-fisik artinya tidak adanya
(1) Setiap orang berhak :
a. Memperoleh kesempatan
memenuhi kebutuhan
wisata;
b. Melakukan usaha
rekreasi;
c. Menjadi pekerja/buruh
rekreasi; dan/atau
d. Berperan dalam proses
pembangunan
kerekreasian.
3. Undang-Undang No 10 Tahun
2009 tentang Kepariwisataan
Pasal 21:
Wisatawan yang memiliki
keterbatasan fisik, anak-anak,
dan lanjut usia berhak
mendapatkan fasilitas khusus
sesuai dengan kebutuhannya.
4. Undang - Undang Nomor 11
Tahun 2005 tentang
Pengesahan Kovenan
Internasional tentang Hak-hak
Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Pasal 15:
1. Negara-negara Pihak pada
Kovenan ini mengakui hak
dalam sistem sekolah;
(e) Menjamin bahwa
penyandang disabilitas
memiliki akses untuk
memperoleh layanan dari
pihak-pihak yang terlibat
di dalam penyelenggaraan
kegiatan kegiatan rekreasi,
turisme, hiburan, dan olah
raga.


97
BAB VIII. Rekomendasi Bidang Olah Raga, Budaya, Rekreasi dan Hiburan
ISI CRPD MENGENAI
OLAH RAGA, BUDAYA, REKREASI
DAN HIBURAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN
REKOMENDASI
6.1 Pemerintah menyediakan
anggaran, sarana, dan
prasarana untuk mendukung
partisipasi penyandang
disabilitas dalam kegiatan
pelestarian budaya, seperti
kegiatan pertunjukan,
perlombaan kesenian, dan
menjadi duta kesenian
daerah/nasional baik
kegiatan yang diselenggara-
kan di dalam negeri maupun
luar negeri.
7.1 Pemerintah dan pihak swasta
mengadakan program
pemilihan duta kesenian
untuk mempromosikan seni
budaya yang dikembangkan
oleh komunitas penyandang
disabilitas di Indonesia.
8.1 Pemerintah memberikan
akses pendampingan bahasa
fasilitas yg memudahkan
penyandang disabilitas
menggunakan atau mengakses
tempat-tempat tersebut.
6. Pemerintah kurang
memfasilitasi (dalam bentuk
anggaran, sarana, dan
prasarana) partisipasi
penyandang disabilitas dalam
kegiatan pelestarian budaya,
seperti kegiatan pertunjukan,
perlombaan kesenian, dan
menjadi duta kesenian daerah/
nasional baik kegiatan yang
diselenggarakan di dalam
negeri maupun luar negeri.
7. Kurangnya apresiasi terhadap
seni dan budaya yang
dikembangkan oleh komunitas
penyandang disabilitas di
Indonesia.
8. Belum adanya pendamping
bahasa isyarat/translator di
setiap orang:
(a) Untuk berpartisipasi dalam
kehidupan budaya;
(b) Untuk menikmati manfaat
dari kemajuan ilmu
pengetahuan dan
penerapannya;
(c) Untuk memperoleh
manfaat dari perlindungan
atas kepentingan moral
dan material.
5. Undang-Undang Nomor 8
Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen
Pasal 4:
Hak konsumen adalah :
1. Hak atas kenyamanan,
keamanan, dan keselamatan.
100
BAB VIII. Rekomendasi Bidang Olah Raga, Budaya, Rekreasi dan Hiburan
ISI CRPD MENGENAI
OLAH RAGA, BUDAYA, REKREASI
DAN HIBURAN
KAITANNYA DENGAN
PERUNDANG-UNDANGAN
DAN KEBIJAKAN DI INDONESIA
PERMASALAHAN
REKOMENDASI
penerjemah untuk mengatasi
hambatan bahasa atau ada
budaya bahasa isyarat.
Misalnya, pada acara
pertujukan seni, hiburan, dan
televisi (berita) ada
interpreter.
9.1 Pemerintah dan biro-biro
wisata menyediakan
transportasi rekreasi yang
aksesibel bagi penyandang
disabilitas.
10.1 Penghargaan karya seni
tidak berdasarkan sikap
karitatif tetapi harus
berdasarkan nilai seni atas
karya yang dihasilkan oleh
penyandang disabilitas.
berbagai fasilitas kesenian,
hiburan, dan rekreasi.
9. Belum tersedianya
transportasi rekreasi yang
aksesibel bagi penyandang
disabilitas.
10. Apresiasi/pameran yang ada
untuk penyandang disabilitas
hanya bersifat karitatif dan
diadakan dalam rangka
perayaan tertentu. Ini sangat
melukai martabat
penyandang disabilitas
karena dalam acara seperti itu,
kecacatan mereka yang
dijual untuk menumbulkan
rasa belas kasihan.
101
BAB VIII. Rekomendasi Bidang Olah Raga, Budaya, Rekreasi dan Hiburan
ISI CRPD MENGENAI
OLAH RAGA, BUDAYA, REKREASI
DAN HIBURAN

Anda mungkin juga menyukai