Anda di halaman 1dari 4

Oleh :

Saut P. Panjaitan

A. Pendahuluan
Pasca diungkapkannya UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Pemda) salah
satu kewenangan yang diberikan kepada Pemda adalah mengenai pengelolaan penanaman
modal. Hanya saja bagaimana kewenangan tersebut terdapat berbagai interpretasi dari masing-
masing pemerintah daerah, ) karena realitasnya investasi itu ada dan berlangsung di daerah; )
UU Penanaman Modal, peranan Pemda akan lebih besar dalam menunjang upaya memperbaiki
iklim investasi. Kalangan Pemda se-Indonesia harus menindaklanjuti dengan menerbitkan Perda
yang sejalan UU Penanaman Modal. ) Akan tetapi, mestipun Pemerintah Daerah diberi
kewenangan di bidang investasi, namun kewenangan dimaksud tidak boleh lepas dari tujuan
negara secara nasional. )
Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan tujuan bernegara dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia, maka untuk bidang-bidang tertentu masih tetap menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat, seperti: a. politik luar negeri; b. pertahanan; c. keamanan; d. yustisi; e.
moneter dan fiskal nasional; dan f. agama. ) Untuk menyerasikan antara kewenangan Pemerintah
Pusat di satu sisi dan Pemerintah Provinsi serta Pemerintah Kota/Kebupaten di sisi lain,
pembentuk undang-undang mencoba menyusunnya bersadasarkan kreteria tertentu. Kreteria
dimaksud adalah, ekternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian
hubungan anatarsusunan pemerintah. )
Dalam undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, disebutkan bahwa untuk urusan pemerintahan
yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah terdiri atas urusan wajib dan urusan pilihan. )
Salah satu tugas yang menjadi urusan wajib pemerintah daerah dalam Pasal 13 Ayat (1) butir (n)
UU Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah
Daerah Provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi, pelayanan administrasi
penanaman modal termasuk lintas kebupaten/kota. Dalam Pasal 14 ayat (1) butir (n) UU Nomor
32 Tahun 2004, disebutkan bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah
untuk Kabupaten/Kota merupakan urusan dalam berskala/Kabupaten/Kota meliputi, pelayanan
administrasi penanaman modal. Akan tetapi, dalam administrasi penanaman modal tersebut.

B. Pembagian Urusan Pemerintahan di Bidang Investasi

Prinsip pembagian urusan pemerintahan secara teori mengenal adanya ajaran rumah tangga
materil (yang lebih menekankan kepada materi urusan apa saja yang sebaiknya menjadi urusan
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah), ajaran rumah tangga formal (yang menentukan
secara formal melalui undang-undang urusan-urusan apa saja yang diserahkan oleh Pemerintah
Pusat untuk menjadi urusan Pemerintah Daerah), dan ajaran rumah tangga riil (yang menentukan
bahwa urusan yang dilimpahkan menjadi urusan Pemerintah Daerah didasarkan pada kebutuhan
riil dan keadaan nyata untuk mencapai pemenfaatan yang sebesar-besarnya).
Sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia di bidang investasi, cenderung mengikuti
ajaran rumah tangga formal dan ajaran rumah tangga riil. Dalam ketentuan sistem UU No. 32
Tahun 2004, maka kewenangan Pemerintah Daerah di bidang investasi berupa pelayanan
administrasi penanaman modal dalam hubungan dengan Pemerintah Pusat, akan meliputi
beberapa hal. Sebagai berikut:
a. kewenangan, tanggungjawab dan penentuan standar minimal;
b. pengalokasian pendanaan pelayanan umum yang menjadi kewenagan Daerah; dan
c. fasilitasi pelaksanaan kerjasama antara Pemerintah Daerah dalam penyelenggaraan pelayanan
umum.

Sedangkan menurut Pasal 30 angka (7) UU No, 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal,
disebutkan bahwa urusan pemerintah di bidang penanaman modal yang menjadi kewenangan
Pemerintah Pusat adalah:
a. penanaman modal terkait dengan sumber daya alam yang tidak terbarukan dengan risiko
kerusakan lingkungan yang tinggi;
b. penanaman modal pada bidang industri yang merupakan prioritas tinggi pada skala nasional;
c. penanaman modal yang terkait pada fungsi pemersatu dan penghubung anatarwilayah atau
ruang lingkupnya lintas provonsi;
d. penanaman modal yang terkait pada pelaksanaan strategi pertahanan dan keamanan dan
keamanan nasional;
e. penanaman modal asing dan penanaman modal yang menggunakan modal asing, yang berasal
dari pemerintah negara lain, yang didasarkan perjanjian yang dibuat oleh Pemerintah dan
pemerintah negara lain; dan
f. bidang penanaman modal lain yang menjadi urusan Pemerintah menurut undang-undang.

Dalam menjalankan kewenangan dimaksud, maka Pemerintah Pusat dapat
menyelenggarakannya sendiri, melimpahkannya kepada Gubernur selaku Wakil Pemerintah
Pusat di Daerah, atau menugasi pemerintah Kabupaten/Kota. ) Dari ketentuan ini terlihat bahwa
di satu sisi disebutkan bahwa pelayanan penanaman modal dilakukan dalam sistem pelayanan
terpadu, ) tapi pada sisi lain ada hal-hal tertentu diserahkan kepada instansi terkait atau
Pemerintah Daerah. Melalui PP Nomor 38 Tahun 2007 Pembagian Urusan Pemerintah Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, ditegaskan
bahwa urusan wajib yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah berkaitan dengan pelayanan
dasar di bidang penanaman modal dan Pemenrintah Daerah pun diberikan kewenangan untuk
memberi insentif melalui Perda, berupa penyediaan sarana, prasarana, dana stimulasi, pemberian
modal usaha, pemberian bantuan Teknis, keringanan biaya, dan percepatan pemberian ijin, )
sesuai dengan kewenangan, kondisi, dan kemampuan Daerah. ) Kewenangan Pemerintah daerah
ini dapat dijalankan secara bersama-sama dengan sesama tingkatan dan susunan Pemerintah
(Konkuren).
Apabila disimak dari uraian yang dikemukakan tampak bahwa secara hukum, dari
pengaturan kedua sistem peraturan perundang-undangan yang disoroti, pembagian dan
pelimpahan kewenangan di bidang penanaman modal anatara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah, lebih condong memberikan kewenangan urusan tersebut pada bidang-bidang atau
kegiatan usaha yang berskala besar, seperti bidang-bidang usaha yang menyangkut hajat
hidup orang banyak, strategis, dan penting, sedangkan kepada Pemerintah Daerah hanya
diberikan kewenangan untuk mengurusi bidang-bidang usaha yang dipandang tidak begitu
strategis dan penting. Hal ini akan diperkuat manakala dilihat dari berbagai peraturan perundang-
undangan teknis tertentu, yang pada umumnya memberikan kewenangan perijinan kepada
Pemerintah Pusat, baik melalui Menteri Teknis terkait maupun Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM).
Sementara itu, pada sisi praktek, dengan semangat Otonomi Daerah, dan keinginan
memajukan pembangunan di Daerah, banyak Pemerintah Daerah yang melakukan langkah-
langkah yang justru menerobos aturan hukum yang ada, dan bahkan melampawi kewenangan
yang ada padanya.
Dalam pelaksanaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004, khususnya dalam melayani
kebutuhan investor, kemungkinan terjadinya perbedaan interpretasi dalam pelaksanaannya
sangat mungkin terjadi. Dari sudut pandang Pemerintah Daerah dapat saja berpandangan bahawa
pelayanan administrasi bukan hanya semata-mata mencatat dokumen investasi yang telah
diberikan oleh Pemerintah Pusat kepada investor, akan dapat juga menentukan syarat-syarat yang
harus dipenuhi oleh calon investor jika berinvestasi di wilayahnya, ) sehingga mengakibatkan
banyak permasalahan hukum yang terjadi dalam pelaksanaan investasi di Daerah. Persoalan-
persoalan hukum yang kiranya perlu diperhatikan dalam menjalankan kewenangan Pemerintah
Daerah di bidang investasi ini, harus pula memperhatikan sistem hukum yang berlaku, terutama
pengaturan hukum bidang Teknis terkait, UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan
Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup dan
Bidang Usaha Yang Terbuka dengan Pernyataan Di Bidang Penanaman Modal, dan sebagainya.
Ketidak jelasan/kekaburan batas kewenangan di bidang investasi anatara Pemerintah Pusat
dan Pemerintah Daerah ini, lebih disebabkan pengaturan hukum yang masih memberikan
kewenangan yang sangat besar kepada Pemerintah Pusat dan semangat atonomi Daerah pada sisi
lainya. Akibatnya, proses perijinan di bidang investasi menjadi terkesan rumit dan berbelit-belit,
karena menyangkut banyak kewenangan instansi pemerintah. Hal ini menyebabkan fungsi
perijinan ) itu sendiri menjadi seperti tanpa makna.

C. Perlunya Harmonisasi Pengeturan Kewenangan di Bidang Investasi

Melihat pada kenyataan pengaturan (legal existing) seperti sekilas disinggung di muka,
maka dapat ditunjukkan adanya kekaburan (vague norm) di dalam pengaturan kewenangan
pemerintah di bidang investasi, terutama bila dilihat dari pengaturan sistem UU Pemerintah
Daerah, UU Penanaman Modal, serta peraturan perundang-undangan teknis lainya. Atas dasar
itu, kebutuhan akan perlunya peraturan perundang-undang yang harmonis dan terintegrasi (baik
secara vertikal maupun horizontal) sangat diperlukan untuk mewujudkan ketertiban, menjamin
kepastian, dan perlindungan hukum, dalam rangka mendukung kegiatan perekonomian dengan
tanpa merugikan kepentingan nasional, ) secara sistematik sebagai konsep dasar dan kerangka
umum dalam proses pembentukan peraturan perundang-undangan, ) yang terkait dengan
Kewenangan Pemerintah di bidang investasi agar tercapai kegunaan dan kejelasan hukum.
Dengan dilakukkannya harmonisasi pengaturan hukum yang berlaku, diharapkan akan dapat
mengurangi faktor penghambat (lanstraiat) dari sisi pengaturan hukumnya sendiri, sehingga
dalam sistem pengaturan perundang-undangan yang terkait dengan kewenangan pemerintah di
bidang investasi ini, harus dihindari ketidaktertiban hukum (the disorder of law) ) yang timbul di
dalam sistem pengaturan peraturan perundang-undangan itu sendiri. Pandangan Blackwell )
menyatakan bahwa tidak setiap pengaturan hukum itu bersifat sitematik, dan banyak hal yang
mewujudkan bahwa pengaturan hukum saling terkait dengan hal yang dapat menunjukkan
pengaturan hukum yang bersifat non-sistemik, telah mendorong kita untuk mengkaji lebih dalam
lagi perlunya harmonisasi pengaturan kewenangan pemerintah di bidang investasi.

KEPUSTAKAAN
A. Buku-Buku :
Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok HTN Pasca Reformasi. Jakarta, P.T. Bhuana Ilmu
Populer.
Goesniadhie, S.Kusnu. 2006. Harmonisasi Hukum Dalam Perspektif Perundang-Undangan.
Surabaya, J.P.Books.
Samford, Charles. 1989. The Disorder Of Law, UK-USA, Basie Blackweel Ltd.
Hadjon, Philipks. M. (Penyunting). 1993. N. M. Spelt en J.B.J.M.ten Berge, Pengantar Hukum
Perizinan. Surabaya, Yundika.
Sembiring, Sentosa. 2010. Hukum Investasi. Jakarta, NUANSA AULIA.
Sutedi, Adrian. 2010. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik. Jakarta, Sinar Grafika.
Pudyatmoko, Y Sri. 2009. Perizinan Problem dan Upaya Pembenahan. Jakarta, P.T. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
B. Peraturan Perundang-undangan:
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Tata Ruang
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota
Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2008 tentang Pedoman Pemberian Insentif dan
Pemberian Kemudahan Penanaman Modal di Daerah
Peraturan Presiden Nomor 77 Tahun 2007 tentang Daftar Bidang Usaha Yang Tertutup Dan
Bidang Usaha Yang Terbuka Dengan Persyaratan Di Bidang Penanaman Modal

Anda mungkin juga menyukai