Anda di halaman 1dari 14

Bakteri dapat diklasifikasikan menjadi aerob dan anaerob.

Perbedaan utama antara kedua adalah kenyataan


bahwa bakteri aerobik membutuhkan oksigen untuk tetap hidup, sementara bakteri anaerob tidak bergantung
pada oksigen untuk proses metabolisme dan kelangsungan hidup. Sedangkan aerob dapat berkembang di habitat
yang memiliki oksigen berlimpah, anaerob dapat mati dalam dengan adanya oksigen. Jenis bakteri memang
memiliki keunggulan pertumbuhan area tubuh tidak terpapar oksigen, dan mereka bisa menjadi patogen virulen.
Perbedaan kapasitas untuk memanfaatkan oksigen antara aerob dan anaerob penting dalam pengobatan infeksi
tubuh.

Perbedaan Bakteri Anaerob dan Aerob
Agar dapat menghasilkan energi, bakteri perlu merombak makanannya melalui proses respirasi secara aerobik
atau secara anaerobik. Berdasarkan kebutuhannya terhadap oksigen, bakteri dapat dibedakan menjadi tiga
golongan, yaitu bakteri aerob, bakteri anaerob fakultatif, dan bakteri anaerob obligat. Klasifikasi bakteri dapat
didasarkan tidak hanya pada apakah atau tidak mereka membutuhkan oksigen, tetapi juga pada bagaimana
mereka menggunakannya.
1. Bakteri aerob
Bakteri aerob adalah bakteri yang membutuhkan oksigen untuk hidupnya. Bila tidak ada oksigen, maka
bakteri akan mati. Bakteri aerob menggunakan glukosa atau zat organik lainnya (misalnya etanol) untuk
dioksidasi menjadi CO
2
(karbon dioksida), H
2
O (air), dan sejumlah energi. Yang termasuk bakteri aerob antara
lain Nitrosomonas, Nitrosococcus, Nitrobacter, Methanomonas (pengoksidasi metan), Hydrogenomonas,
Thiobacillus thiooxidans, Acetobacter,dan Nocardia asteroides (penyebab penyakit paru-paru).
Bakteri Aerob

Bakteri aerob adalah salah satu penggolongan bakteri berdasarkan kebutuhan bakteri terhadap oksigen. Bakteri
aerob merupakan jenis bakteri yang memerlukan oksigen bebas untuk kelangsungan hidupnya. Dalam hal ini,
bakteri yang tergolong bakteri aerob hidupnya mutlak memerlukan oksigen dalam keadaan bebas. Ada pula
yang kebutuhan akan oksigennya bersifat tidak mutlak, yaitu bakteri aerob fakultatif.

Pengolah Limbah

Bakteri aerob dapat memecah gula menjadi air, karbondioksida (CO2), dan energi. Oleh karena itu, saat ini,
bakteri aerob banyak dimanfaatkan untuk pengolahan limbah-limbah cair yang dihasilkan dari pabrik-pabrik.
Dalam pengolahan limbah ini, bakteri aerob memiliki beberapa karakteristik sebagai berikut.

1. Bakteri aerob memerlukan suhu yang tinggi agar dapat bekerja maksimal. Ia memerlukan temperatur lebih
tinggi dari sebelumnya jika ingin sampai pada reaksi yang diinginkan.
2. Bakteri ini akan efektif bekerja pada kisaran pH 6,5 sampai dengan 8,5. Pada reaktor aerob, hal tesebut
dikenal dengan istilah Completely Mixed Activated Sludge (CMAS). Pada proses tersebut, terjadi netralisasi
asam dan basa sehingga tidak diperlukan lagi tambahan bahan kimia selama BOD-nya kurang dari 25mg/liter
limbah.
3. Memiliki kebutuhan energi yang tinggi untuk prosesnya dengan tingkat pengolahan 60-90 persen.
4. Produksi lumpur yang akan dihasilkan untuk pengolahannya tinggi. Begitupun, stabilitas proses terhadap
racun dari limbah dan perubahan bebannya dari sedang sampai tinggi.
5. Bakteri aerob memerlukan nutrien yang tinggi untuk beberapa limbah industri.
6. Tidak ada bau yang dihasilkan dari pengolahan limbahnya.

Penyubur Tanah

Selain dalam pengolahan limbah, bakteri aerob berfungsi sebagai penyubur tanah dengan proses nitrifikasi yang
dilakukannya di dalam tanah. Bakteri aerob bekerja dengan mengikat molekul-molekul nitrogen untuk
dijadikan senyawa pembentuk tubuh mereka. Prosesnya adalah sebagai berikut.

1. Ada organisme mati di tanah, kemudian sel-sel dari organisme yang ada di tanah itu menimbulkan zat-zat
hasil penguraian, seperti CO2 dan NH3 (gas amoniak).
2. Gas inilah yang digunakan oleh bakteri aerob. Dalam hal ini, bakteri Nitrosomonas dan Nitrosococcus untuk
membentuk nitrit yang menyuburkan tanah.
3. Proses inilah yang disebut proses nitrifikasi, yaitu pengoksidasian nitrit menjadi nitrat yang dilakukan oleh
nitrobacter.

Pembusuk Alami

Bakteri aerob juga berfungsi sebagai zat pembusuk alami yang dapat mendekomposisi sampah-sampah organik
menjadi inorganik sehingga dapat mengurangi jumlah sampah, menyuburkan tanah, dan menjadi sumber nutrisi
tumbuhan.

2. Bakteri Aerob obligat
Aerob obligat adalah mikroorganisme yang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup dan mati karena
ketiadaan kata tersebut. Contohnya adalah bakteri Bacillus anthracis. Anaerob obligat adalah organisme yang
mati bila terkena oksigen, seperti Clostridium tetani dan Clostridium botulinum, yang masing-masing
menyebabkan tetanus dan botulisme.
3. Bakteri anaerob fakultatif
Bakteri anaerob fakultatif adalah bakteri yang dapat hidup dengan baik bila ada oksigen maupun tidak ada
oksigen. Contoh bakteri anaerob fakultatif antara lain Escherichia coli, Streptococcus, Alcaligenes,
Lactobacillus, dan Aerobacter aerogenes. Anaerob Fakultatif dapat hidup dengan adanya atau tidak adanya
oksigen, tetapi lebih memilih untuk menggunakan oksigen. Contoh jenis ini termasuk Escherichia coli (E. coli)
dan Staphylococcus, atau hanya Staph. Subtipe E. coli, seperti O157: H7, menyebabkan diare berdarah,
sementara Staph dikenal sebagai penyebab infeksi kulit seperti bisul, folikulitis, dan impetigo. Ketika laserasi
kulit luarnya menjadi terinfeksi dengan Staph, bentuk yang lebih parah dari infeksi yang disebut selulitis dapat
terjadi.
Dua klasifikasi lain adalah bakteri mikroaerofilik dan bakteri aerotolerant. Mikroaerofil bisa hidup di habitat
yang memiliki kadar oksigen jika dibandingkan dengan udara. Contoh Mikroaerofil adalah Helicobacter pylori,
yang menyebabkan tukak lambung, dan Borrelia burgdorferi, yang menyebabkan penyakit Lyme.
Bakteri anaerob Aerotolerant tidak menggunakan oksigen namun tidak terpengaruh oleh kehadirannya.
Contohnya adalah genus Lactobacillus, yang biasanya ditemukan dalam usus, kulit, dan vagina. Ketika populasi
Lactobacillus dalam vagina menjadi habis, bakteri Gardnerella vaginalis seperti Bacteroides dan berkembang
biak, menyebabkan vaginosis bakteri.
Bakteri yang dibudidayakan di laboratorium mikrobiologi untuk memberikan petunjuk penting dari identitas
mereka. Secara khusus, bila ditanam dalam tabung reaksi, pengamatan berikut dapat didokumentasikan. Aerob
obligat berkumpul di permukaan media kultur untuk memaksimalkan penyerapan oksigen, sedangkan anaerob
obligat berkumpul di bagian bawah untuk menjauhkan diri dari oksigen. Bakteri fakultatif berkumpul di dekat
bagian atas, sedangkan Mikroaerofil berkumpul di dekat bagian atas, tetapi tidak di permukaan. Anaerob
Aerotolerant tersebar merata di sepanjang kedalaman medium.
Mengidentifikasi apakah bakteri adalah aerob atau anaerob penting dalam pengobatan infeksi bakteri.
Pengobatan infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob sering lebih menantang karena mereka resisten
terhadap terapi antibiotik biasa. Misalnya, pengobatan bakteri seperti Bacillus fragilis biasanya mencakup
antibiotik kombinasi seperti piperasilin / tazobactam, imipenem / silastatin, amoksisilin / klavulanat, dan
metronidazol ditambah ciprofloxacin atau gentamisin.



Air merupakan pelarut universal sehingga air yang ada di sekitar kita bukanlah air murni, melainkan
mengandung zat-zat terlarut, terutama garam-garam mineral. Garam-garam mineral inilah yang menyebabkan
air sumur di desa terasa segar bila diminum secara langsung. Lalu, apakah pengertian air bersih? Apakah
perbedaan air bersih dan air murni?


Pengertian air bersih berbeda dengan air murni. Air bersih adalah air yang tidak tercemar sehingga dapat
diminum dengan tanpa mengganggu kesehatan. Sedangkan air murni adalah air yang tidak mengandung garam-
garam mineral. Air sumur merupakan air bersih (karena tidak tercemar), namun bukan air murni (karena
mengandung garam-garam mineral).
Bagaimana cara mengetahui air yang kita pakai sudah bersih atau murni? Kualitas air sering dikaitkan dengan
dua faktor berikut ini:
Oksigen yang terlarut
Oksigen yang terlarut (Dissolved Oxygen), biasa disingkat DO, adalah angka yang menunjukkan kadar oksigen
(O2) yang terkandung di dalam air. Oksigen terlarut berasal dari udara dan juga dari hasil fotosintesis tumbuhan
yang hidup di dalam air. Oksigen diperlukan oleh ikan, udang, kerang dan bakteri aerob untuk kelangsungan
hidupnya. Bakteri aerob merupakan jenis bakteri yang membutuhkan oksigen untuk bertahan hidup.
Agar ikan dapat hidup di dalam air maka kadar oksigen air minimal 5 ppm. Jika kadar oksigen di bawah 5 ppm
maka ikan akan mati sedangkan bakteri aerob masih dapat hidup. Jika di dalam air banyak mengandung bahan
organik, maka bakteri aerob dapat berkembang dengan pesat sehingga makin banyak memerlukan oksigen
untuk mengoksidasi bahan organik tersebut.
Kondisi tersebut menyebabkan kadar oksigen sangat berkurang dan dapat menyebabkan kematian ikan dan
udang. Berkurangnya gas oksigen juga mengakibatkan berkurangnya aktifitas bakteri aerob. Selanjutnya, tugas
penguraian akan dilakukan oleh bakteri anaerob yang tidak memerlukan oksigen dalam hidupnya. Bakteri
anaerob mereduksi karbon, nitrogen, dan sulfur dari zat organik. Reaksi reduksi tersebut menghasilkan gas
CH4, NH3 dan H2S yang berbau busuk.
Kebutuhan oksigen biokimia
Kebutuhan oksigen biokimia (Biochemical Oxygen Demand), biasa disingkat BOD, adalah angka yang
menunjukkan banyaknya oksigen yang diperlukan dalam reaksi oksidasi oleh bakteri. Semakin besar
kandungan bahan organik yang ada di dalam air, maka semakin besar nilai BOD-nya. Air dianggap bersih jika
memiliki BOD di bawah 1 ppm. Sebaliknya, jika BOD air di atas 1 ppm maka air tersebut disebut air kotor dan
tidak sehat.
Dari penjelasan ini dapat kita simpulkan bahwa secara umum dapat dinyatakan bahwa air bersih memiliki DO
yang tinggi dan BOD yang rendah. Semoga informasi ini bisa menambah wawasan Anda dalam memilih air
minum yang bersih dan menyehatkan. Mari kita jaga kebersihan lingkungan untuk kualitas hidup yang lebih
baik!
Referensi: http://id.wikipedia.org/wiki/Air_bersih







BAB7 PENGOLAHAN AIR LIMBAH
PENGOLAHAN AIR LIMBAH DEAN JENIS JENISNYA

Pengolahan limbah bertujuan untuk menetralkan air dari bahan-bahan tersuspensi dan terapung, menguraikan
bahan organic biodegradable, meminimalkan bakteri patogen, serta memerhatikan estetika dan lingkungan.
Pengolahan air limbah dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara alami dan secara buatan.

a) Secara Alami

Pengolahan air limbah secara alamiah dapat dilakukan dengan pembuatan kolam stabilisasi. Dalam kolam
stabilisasi, air limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi zat-zat pencemar sebelum air limbah dialirkan
ke sungai. Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam anaerobik, kolam fakultatif (pengolahan air
limbah yang tercemar bahan organik pekat), dan kolam maturasi (pemusnahan mikroorganisme patogen).
Karena biaya yang dibutuhkan murah, cara ini direkomendasikan untuk daerah tropis dan sedang berkembang.

b) Secara Bantuan

Pengolahan air limbah dengan bantuan alat dilakukan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Pengolahan ini dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu primary treatment (pengolahan pertama), secondary
treatment (pengolahan kedua), dan tertiary treatment (pengolahan lanjutan).
Primary treatment merupakan pengolahan pertama yang bertujuan untuk memisahkan zat padat dan zat cair
dengan menggunakan filter (saringan) dan bak sedimentasi. Beberapa alat yang digunakan adalah saringan pasir
lambat, saringan pasir cepat, saringan multimedia, percoal filter, mikrostaining, dan vacum filter.
Secondary treatment merupakan pengolahan kedua, bertujuan untuk mengkoagulasikan, menghilangkan koloid,
dan menstabilisasikan zat organik dalam limbah. Pengolahan limbah rumah tangga bertujuan untuk mengurangi
kandungan bahan organik, nutrisi nitrogen, dan fosfor. Penguraian bahan organik ini dilakukan oleh makhluk
hidup secara aerobik (menggunakan oksigen) dan anaerobik (tanpa oksigen). Secara aerobik, penguraian bahan
organik dilakukan mikroorganisme dengan bantuan oksigen sebagai electon acceptor dalam air limbah. Selain
itu, aktivitas aerobik ini dilakukan dengan bantuan lumpur aktif (activated sludge) yang banyak mengandung
bakteri pengurai. Hasil akhir aktivitas aerobik sempurna adalah CO2, uap air, dan excess sludge. Secara
anaerobik, penguraian bahan organik dilakukan tanpa menggunakan oksigen. Hasil akhir aktivitas anaerobik
adalah biogas, uap air, dan excess sludge.
Tertiary treatment merupakan lanjutan dari pengolahan kedua, yaitu penghilangan nutrisi atau unsur hara,
khususnya nitrat dan posfat, serta penambahan klor untuk memusnahkan mikroorganisme patogen.

Pengelolaan Excreta

Excreta banyak terkandung dalam air limbah rumah tangga. Excreta banyak mengandung bakteri patogen
penyebab penyakit. Jika tidak dikelola dengan baik, excreta dapat menimbulkan berbagai jenis penyakit.
Pengelolaan excreta dapat dilakukan dengan menampung dan mengolahnya pada jamban atau septic tank yang
ada di sekitar tempat tinggal, dialirkan ke tempat pengelolaan, atau dilakukan secara kolektif. Untuk mencegah
meresapnya air limbah excreta ke sumur atau resapan air, jamban yang kita buat harus sehat. Syaratnya, tidak
mengotori permukaan tanah, permukaan air dan air tanah di sekitarnya, tidak menimbulkan bau, sederhana,
jauh dari jangkauan serangga (lalat, nyamuk, atau kecoa), murah, dan diterima oleh pemakainya. Pengelolaan
excreta dalam septic tank dapat diolah secara anaerobik menjadi biogas yang dapat dimanfaatkan sebagai
sumber gas untuk rumah tangga. Selain itu, pengelolaan excreta dengan tepat akan menjauhkan kita dari
penyakit bawaan air.
Daftar Pustaka : http://forum.upi.edu/v3/index.php?topic=15012.0


SUMBER AIR LIMBAH

Potensi industri telah memberikan sumbangan bagi perekonomian Indonesia melalui barang produk dan jasa
yang dihasilkan, namun di sisi lain pertumbuhan industri telah menimbulkan masalah lingkungan yang cukup
serius. Buangan air limbah industri mengakibatkan timbulnya pencemaran air sungai yang dapat merugikan
masyarakat yang tinggal di sepanjang aliran sungai, seperti berkurangnya hasil produksi pertanian, menurunnya
hasil tambak, maupun berkurangnya pemanfaatan air sungai oleh penduduk.
Seiring dengan makin tingginya kepedulian akan kelestarian sungai dan kepentingan menjaga keberlanjutan
lingkungan dan dunia usaha maka muncul upaya industri untuk melakukan pengelolaan air limbah industrinya
melalui perencanaan proses produksi yang effisien sehingga mampu meminimalkan limbah buangan industri
dan upaya pengendalian pencemaran air limbah industrinya melalui penerapan installasi pengolahan air limbah.
Bagi Industri yang terbiasa dengan memaksimalkan profit dan mengabaikan usaha pengelolaan limbah agaknya
bertentangan dengan akal sehat mereka, karena mereka beranggapan bahwa menerapkan instalasi pengolahan
air limbah berarti harus mengeluarkan biaya pembangunan dan biaya operasional yang mahal. Di pihak lain
timbul ketidakpercayaan masyarakat bahwa industri akan dan mampu melakukan pengelolaan limbah dengan
sukarela mengingat banyaknya perusahaan industry yang dibangun di sepanjang aliran sungai, dan membuang
air limbahnya tanpa pengolahan. Sikap perusahaan yang hanya berorientasi Profit motive dan lemahnya
penegakan peraturan terhadap pelanggaran pencemaran ini berakibat timbulnya beberapa kasus pencemaran
oleh industry dan tuntutan-tuntutan masyarakat sekitar industry hingga perusahaan harus mengganti kerugian
kepada masyarakat yang terkena dampak.
Latar belakang yang menyebabkan terjadinya permasalahan pencemaran tersebut dapat diidentifikasikan
sebagai berikut:
(1) Upaya pengelolaan lingkungan yang ditujukan untuk mencegah dan atau memperkecil dampak negatif yang
dapat timbul dari kegiatan produksi dan jasa di berbagai sektor industri belum berjalan secara terencana.
(2) Biaya pengolahan dan pembuangan limbah semakin mahal dan dana pembangunan, pemeliharaan fasilitas
bangunan air limbah yang terbatas, menyebabkan perusahaan enggan menginvestasikan dananya untuk
pencegahan kerusakan lingkungan, dan anggapan bahwa biaya untuk membuat unit IPAL merupakan beban
biaya yang besar yang dapat mengurangi keuntungan perusahaan.
(3) Tingkat pencemaran baik kualitas maupun kuantitas semakin meningkat, akibat perkembangan penduduk
dan ekonomi, termasuk industri di sepanjang sungai yang tidak melakukan pengelolaan air limbah industrinya
secara optimal.
(4) Perilaku sosial masyarakat dalam hubungan dengan industri memandang bahwa sumber pencemaran di
sungai adalah berasal dari buangan industri, akibatnya isu lingkungan sering dijadikan sumber konflik untuk
melakukan tuntutan kepada industri berupa perbaikan lingkungan, pengendalian pencemaran, pengadaan sarana
dan prasarana yang rusak akibat kegiatan industri.
(5) Adanya Peraturan Pemerintah tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air nomor: 82
Tahun 2001, meliputi standar lingkungan, ambang batas pencemaran yang diperbolehkan, izin pembuangan
limbah cair, penetapan sanksi administrasi maupun pidana belum dapat menggugah industri untuk melakukan
pengelolaan air limbah.
Permasalahan di atas dapat disimpulkan bahwa Penerapan Pengelolaan air Limbah pada industri kurang
optimal dan jawaban terhadap berbagai pertanyaan di atas pada umumnya menyangkut:
(1) Apakah industri telah melakukan upaya minimisasi limbah untuk mencegah/memperkecil dampak negatif
yang timbul dari kegiatan produksi?
(2) Faktor-faktor apa yang menyebabkan penerapan pengolahan air limbah kurang optimal?
(3) Apakah penerapan pengolahan air limbah secara bersama-sama dipengaruhi oleh biaya, beban buangan air
limbah, teknologi ipal, perilaku sosial masyarakat, dan peraturan pemerintah?
Limbah rumah tangga
Limbah rumah tangga seperti deterjen, sampah organik, dan anorganik memberikan andil cukup besar dalam
pencemaran air sungai, terutama di daerah perkotaan. Sungai yang tercemar deterjen, sampah organik dan
anorganik yang mengandung miikroorganisme dapat menimbulkan penyakit, terutama bagi masyarakat yang
mengunakan sungai sebagai sumber kehidupan sehari-hari. Proses penguraian sampah dan deterjen memerlukan
oksigen sehingga kadar oksigen dalam air dapat berkurang. Jika kadar oskigen suatu perairaan turun sampai
kurang dari 5 mg per liter, maka kehidupan biota air seperti ikan terancam.
Limbah industri
Limbah industri yang mencemarkan air dapat berupa polutan sampah organik dan anorganik. Polutan tersebut
berasal dari pabrik pengolahan hasil ternak, polutan logam berat, dan polutan panas yang antara lain berasal
dari air pendingin industri. Limbah industri dapat membunuh mikroorganisme air. Akan tetapi, beberapa pabrik
tidak mampu menghilangkan unsur kimia atau racun yang dikandungnya. Limbah industri yang dapat
mencemari air bergantung pada jenis industrinya. Limbah tersebut berupa organik, anorganik, dan panas.
Sebagian besar industri membuang limbah cairnya ke perairan sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Untuk
mengendalikan pencemaran air oleh industri, pemerintah membuat aturan bahwa limbah industri harus diolah
terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Limbah cair yang telah diolah, sisa olahannya pun masih
mengandung bahan beracun dan berbahaya seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), krom (Cr), tembaga (Cu), seng
(Zn), dan nikel (Ni).
Merkuri dapat berasal dari air limbah penggilingan kertas (pulp = bubur kertas) dan pabrik yang membuat vinil
plastik atau berasal dari air hujan. Kebanyakan merkuri terakumulasi di dasar perairan, seperti sungai, danau,
dan lautan, kemudian diuraikan menjadi metal merkuri oleh metan yang diproduksi oleh bakteri. Metil merkuri
bersifat sangat beracun dan dapat diabsorpsi oleh makhluk hidup yang berada di perairan. Ikan yang tercemar
oleh merkuri jika dikonsumsi oleh ibu yang hamil, keturunannya dapat menderita cacat karena kerusakan pada
saraf, bahkan dapat mengakibatkan kematian.
Tembaga dapat masuk ke perairan atau sungai melalui pembuangan air limbah yang berasal dari bijih atau
cairan tembaga yang dibuang oleh penambangan tembaga. Tembaga merupakan logam yang sangat beracun.
Kadar tembaga yang kurang dari 1 ppm pada perairan dapat mematikan ikan dan hewan air lainnya.
Ikan mengabsorbsi tembaga melalui insangnya. Di perairan yang mengandung konsentrasi oksigen terlarut
rendah, gerakan membuka dan menutupnya insang berlangsung lebih cepat sehingga proses kematian ikan
akibat polusi tembaga menjadi lebih cepat.
Pembakaran bensin pada mesin pabrik menghasilkan lebih dari 80% timah di udara. Timah yang ditambahkan
ke dalam bensin adalah timah tetraetil (TEL) yang berfungsi sebagai senyawa anti knock. Di daerah pedesaan,
kandungan timah di udara yang berasal dari kegiatan manusia sekitar 20%, sedangkan di kota-kotabesar lebih
dari 50%. Orang yang bekerja memperbaiki kendaraan bermotor di ruangan tertutup, dalam darahnya akan
mengandung konsentrasi timah yang lebih tinggi dibandingkan bagi mereka yang bekerja pada ruangan yang
terbuka.
Jika suatu perairan mengandung timah yang berasal dari tangki atau pipa saluran air minum dengan konsentrasi
lebih dari 0.5 ppm, maka logam tersebut dapat bersifat racun bagi kehidupan ikan di perairan. Hanya beberapa
ganggang dan serangga yang mampu hidup di perairan tersebut. Jika ikan yang tercemar tersebut dikonsumsi
manusia, akan membahayakan kesehatan manusia.
Limbah pertanian
Kegiatan pertanian dapat menyebabkan pencemaran air terutama karena penggunaan pupuk buatan, pestisida,
dan herbisida. Pencemaran air oleh pupuk, pestisida, dan herbisida dapat meracuni organisme air, seperti
plankton, ikan, hewan yang meminum air tersebut dan juga manusia yang menggunakan air tersebut untuk
kebutuhan sehari-hari. Residu pestisida seperti DDT yang terakumulasi dalam tubuh ikan dan biota lainnya
dapat terbawa dalam rantai makanan ke tingkat trofil yang lebih tinggi, yaitu manusia.
Selain itu, masuknya pupuk pertanian, sampah, dan kotoran ke bendungan, danau, serta laut dapat
menyebabkan meningkatnya zat-zat hara di perairan. Peningkatan tersebut mengakibatkan pertumbuhan
ganggang atau enceng gondok menjadi pesat (blooming).
Pertumbuhan ganggang atau enceng gondok yang cepat dan kemudian mati membutuhkan banyak oksigen
untuk menguraikannya. Kondisi ini mengakibatkan kurangnya oksigen dan mendorong terjadinya kehidupan
organisme anaerob. Fenomena ini disebut sebagai eutrofikasi.
Limbah pertambangan
Pencemaran minyak di laut terutama disebabkan oleh limbah pertambangan minyak lepas pantai dan kebocoran
kapal tanker yang mengangkut minyak. Setiap tahun diperkirakan jumlah kebocoran dan tumpahan minyak dari
kapal tanker ke laut mencapai 3.9 juta ton sampai 6.6 juta ton. Tumpahan minyak merusak kehidupan di laut,
diantaranya burung dan ikan. Minyak yang menempel pada bulu burung dan insang ikan mengakibatkan
kematian hewan tersebut.














Manajemen Pengolahan Limbah Deterjen

Detergen merupakan suatu derivatik zat organik sehingga akumulasinya menyebabkan meningkatnya COD
(Chemichal Oxygen Demand) dan BOD (Biological Oxigen Demand) dan angka permanganat, maka dalam
pengolahannya sangat cocok menggunakan teknik biologi.
Proses biologis dapat dikelompokkan berdasarkan pemanfaatan oksigen, sistem pertumbuhan, proses operasi.
Ditinjau dari pemanfaatan oksigennya, proses biologis untuk mengolah air limbah deterjen dapat
dikelompokkan ke dalam empat kelompok utama, yaitu proses aerobic, proses anaerobic, proses anoksid dan
kombinasi antara proses aerobik dengan salah satu proses tersebut.
Proses biologis dapat pula dikelompokkan atas dasar proses operasinya yaitu proses kontinu dengan atau tanpa
daur ulang, proses batch, proses semi batch. Proses kontinu biasa digunakan untuk pengolahan aerobik,
sedangkan proses batch atau semi batch lebih banyak digunakan untuk sistem anaerobic. Apabila BOD tidak
melebihi 400 mg/l, proses aerob masih dapat dianggap lebih ekonomis dari anaerob. Pada BOD lebih tinggi
dari 4000 mg/l, proses anaerob menjadi lebih ekonomis.
BOD atau Biochemical Oxygen Demand adalah suatu karakteristik yang menunjukkan jumlah oksigen terlarut
yang diperlukan oleh mikroorganisme (biasanya bakteri) untuk mengurai atau mendekomposisi bahan organik
dalam kondisi aerobik. Bahan organik yang terdekomposisi dalam BOD adalah bahan organik yang siap
terdekomposisi (readily decomposable organic matter). BOD merupakan suatu ukuran jumlah oksigen yang
digunakan oleh populasi mikroba yang terkandung dalam perairan sebagai respon terhadap masuknya bahan
organik yang dapat diurai. Dari pengertian ini dapat dikatakan bahwa walaupun nilai BOD menyatakan jumlah
oksigen, tetapi untuk mudahnya dapat juga diartikan sebagai gambaran jumlah bahan organik mudah urai
(biodegradable organics) yang ada di perairan. Sedangkan COD atau Chemical Oxygen Demand adalah jumlah
oksigen yang diperlukan untuk mengurai seluruh bahan organik yang terkandung dalam air. Hal ini karena
bahan organik yang ada sengaja diurai secara kimia dengan menggunakan oksidator kuat kalium bikromat pada
kondisi asam dan panas dengan katalisator perak sulfat, sehingga segala macam bahan organik, baik yang
mudah urai maupun yang kompleks dan sulit urai, akan teroksidasi. Dengan demikian, selisih nilai antara COD
dan BOD memberikan gambaran besarnya bahan organik yang sulit urai yang ada di perairan. Bisa saja nilai
BOD sama dengan COD, tetapi BOD tidak bisa lebih besar dari COD. Jadi COD menggambarkan jumlah total
bahan organik yang ada. Air yang bersih kandungan BOD kurang dari 1 mg/l atau 1ppm, jika BOD nya di atas
4 ppm maka air dikatakan tercemar (Hariyadi, 2004).
Pada beberapa penelitian membuktikan bahwa alkyl benzena sulfonat (ABS) dapat diuraikan dengan
bakteri Staphylococcus epidermis, Enterobacter gergoviae, Staphylococcus aureus, Pseudomonas facili,
Pseudomonas fluoroscens, Pseudomonas euruginosa, Kurthia zopfii, dan sebagainya. Bakteri ini akan
merombak detergen yang juga merupakan zat organik sebagai bahan makanan menjadi energi.
Penggunaan alat Trickling Filter, yaitu teknik untuk meningkatkan kontak dari air limbah dengan
mikroorganisme pemakan bahan-bahan organik yang mengambil oksigen untuk metabolismenya dapat
dipergunakan sebagai pengolahan limbah deterjen skala rumah tangga. Diawali dengan mengembangbiakkan
bakteri pada media pecahan genteng selama 40 hari dalam limbah rumah tangga yang ada di selokan, kemudian
dilakukan treatment/sirkulasi terhadap limbah deterjen sintetik padaTrickling Filter dan dianalisa nilai
konsentrasi LAS dengan pengujian MBAS (Metylene Blue Active Surfactan). media pertumbuhan
mikroorganisme adalah pecahan genteng yang direndam dalam selokan 40 hari. Jenis mikroorganisme yang ada
di selokan antara lain Crenothrix & Sphaerotilus, Chromatium & Thiobacillus, mikroalgae hijau & biru,
Salmonella typhi, Salmonella paratyphi, Shigella shigae, Eschericia Coli. Pengamatan langsung dengan
menggunakan mikroskop dan pengecatan gram menunjukkan bahwa komunitas mikroba didominasi oleh
bakteri gram negatif, menemukan komunitas bakteri dari golongan Proteobacteriamendominasi komunitas
bakteri yang mampu mendegradasi deterjen. Pertumbuhan mikroorganisme ini berlangsung cukup lama karena
dipengaruhi oleh suhu dan nutrisi yang diperlukannya. Deterjen akan mengalami penurunan kadar LAS dengan
semakin bertambahnya waktu. Hal ini disebabkan mikroorganisme aerobik yang memakan zat yang terkandung
dalam deterjen. Kemampuan mikroba terutama bakteri dalam menggunakan deterjen sebagai sumber karbon
utama menunjukkan bahwa bakteri memegang peran penting. Deterjen dengan kadar LAS yang besar
membutuhkan waktu peruraian yang lebih lama dan deterjen dengan kadar LAS yang kecil akan lebih cepat
terurai. Dan semakin lama waktu sirkulasi limbah deterjen maka kadar LAS pada ketiga merek deterjen yang
diteliti akan semakin mengalami penurunan, karena waktu kontak antara air deterjen dan mikroorganisme aerob
semakin lama sehingga memberikan waktu yang cukup lama pula bagi bakteri untuk menguraikan
deterjen(Heryani dan Puji, 2008).
Penanganan dengan cara lumpur aktif juga dapat dikembangkan , dan dapat menurunkan COD, BOD 30 70
%, bergantung pada karakteristik air limbah yang, diolah dan kondisi proses lumpur aktif yang dilakukan.
Proses lumpur aktif terus berkembang dengan berbagai modifikasinya, antara lain oxidation ditch dan kontak-
stabilisasi. Dibandingkan dengan proses lumpur aktif konvensional, oxidation ditchmempunyai beberapa
kelebihan, yaitu efisiensi penurunan BOD dapat mencapai 85%-90% (dibandingkan 80%-85%) dan lumpur
yang dihasilkan lebih sedikit. Selain efisiensi yang lebih tinggi (90%-95%), kontak stabilisasi mempunyai
kelebihan yang lain, yaitu waktu detensi hidrolis total lebih pendek (4-6 jam).
Dengan tangki septic-filter up flow yang berisi pecahan batu bata sebagai media hidup mikroba sanggup
mereduksi kandungan Metylene Blue Active Surfactan atau MBAS (untuk mendeteksi kandungan detergen)
hingga mencapai efesiensi 87,93 persen. Dari sampel, air limbah yang sebelum dimasukkan tangki memiliki
kandungan MBAS sekitar 2,7 mg per liter. Setelah keluar tangki, air hanya mengandung MBAS sekitar 0,326
mg per liter, atau lebih rendah dari baku mutu yang digariskan, yakni 0,5 mg per liter. Adapun BOD yang
didapat adalah 483,75 mg per liter (sebelum proses) dan 286,25 mg per liter (setelah proses) atau kandungan
BOD berkurang 40 persen lebih.
Mendestabilkan partikel deterjen dapat dimanfaatkan sebagai pengolahan limbah karena detergen mempunyai
sifat koloid. Karakteristik dari partikel koloid dalam air sangat dipengaruhi oleh muatan listrik dan kebanyakan
partikel tersuspensi bermuatan negative. Cara mendestabilkan atau merusak kestabilan partikel dilakukan dalam
dua tahap. Pertama dengan mengurangi muatan elektrostatis sehingga menurunkan nilai potensial zeta dari
koloid, proses ini lazim disebut sebagai koagulasi. Kedua adalah memberikan kesempatan kepada partikel
untuk saling bertumbukan dan bergabung, cara ini dapat dilakukan dengan cara pengadukan dan disebut
sebagai flokulasi.
Pengurangan muatan elektris dilakukan dengan menambahkan koagulan seperti PAC. Di dalam air PAC akan
terdisposisi melepaskan kation Al3+ yang akan menurunkan zeta potensial dari partikel. Sehingga gaya tolak-
menolak antar partikel menjadi berkurang, akibatnya penambahan gaya mekanis seperti pengadukan akan
mempermudah terjadinya tumbukan yang akan dilanjutkan dengan penggabungan partikel-partikel yang akan
membentuk flok yang berukuran lebih besar. Flok akan diendapkan pada unit sedimentasi maupun klarifikasi.
Lumpur yang terbentuk akan dibuang menggunakan scraper. Cara koagulasi umumnya berhasil menurunkan
kadar bahan organik (COD,BOD) sebanyak 40-70 %.
Detergen mampu memecah minyak dan lemak membentuk emulsi sehingga dapat diendapkan dengan
menambahkan inhibitor garam alkali seperti kapur dan soda. Buih yang terbentuk akan dapat dihilangkan
dengan proses skimming (penyendokan buih) atau flotasi.
Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung juga dapat digunakan
sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi (clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge
thickening) dengan memberikan aliran udara ke atas (air flotation).
Adsorpsi menggunakan karbon aktif dapat digunakan untuk mengurangi kontaminasi detergen. Detergen yang
merupakan molekul organik akan ditarik oleh karbon aktif dan melekat pada permukaannya dengan kombinasi
dari daya fisik kompleks dan reaksi kimia. Karbon aktif memiliki jaringan porous (berlubang) yang sangat luas
yang berubah-ubah bentuknya untuk menerima molekul pengotor baik besar maupun kecil.Zeolit dapat
menurunkan COD 10-40%, dan karbon aktif dapat menurunkan COD 10-60 %.
Detergen mempunyai ikatan ikatan organik. Proses khlorinasi akan memecah ikatan tersebut membentuk
garam ammonium khlorida meskipun akan menghasilkan haloform dan trihalomethans jika zat organiknya
berlebih (Arifin, 2008).
Air limbah deterjen tidak dapat dibuang ke septic tank seperti pada kotoran manusia (black water) karena
memiliki kandungan detergen yang dapat membunuh bakteri pengurai yang dibutuhkan septic tank. Karena itu,
diperlukan pengolahan khusus yang dapat menetralisasi kandungan detergen dan juga menangkap lemak.
Cara yang paling sederhana mengatasi pencemaran air limbah adalah dengan menanami selokan dengan
tanaman air yang bisa menyerap zat pencemar. Tanaman yang bisa digunakan, antara lain jaringao, Pontederia
cordata (bunga ungu), lidi air, futoy ruas, Thypa angustifolia (bunga coklat), melati air, dan lili air. Cara ini
sangat mudah, tapi hanya bisa menyerap sedikit zat pencemar dan tak bisa menyaring lemak dan sampah hasil
dapur yang ikut terbuang ke selokan.
Cara yang lebih efektif adalah membuat instalasi pengolahan yang sering disebut dengan sistem pengolahan air
limbah (SPAL) dengan cara mudah, bahan murah dan tidak sulit diterapkan di rumah Anda. Instalasi SPAL
terdiri dari dua bagian yaitu bak pengumpul dan tangki resapan. Di dalam bak pengumpul terdapat ruang untuk
menangkap sampah yang dilengkapi dengan kasa 1 cm persegi, ruang untuk penangkap lemak, dan ruang untuk
menangkap pasir. Tangki resapan dibuat lebih rendah dari bak pengumpul agar air dapat mengalir lancar. Di
dalam tangki resapan ini terdapat arang dan batu koral yang berfungsi untuk menyaring zat-zat pencemar yang
ada dalam air limbah deterjen(greywater). Mekanisme kerja SPAL dengan cara air bekas deterjen atau bekas
sabun dialirkan ke ruang penangkap sampah yang telah dilengkapi dengan saringan di bagian dasarnya. Sampah
akan tersaring dan air akan mengalir masuk ke ruang di bawahnya. Jika air mengandung pasir, pasir akan
mengendap di dasar ruang ini, sedangkan lapisan minyak, karena berat jenisnya lebih ringan, akan
mengambang di ruang penangkap lemak. Air yang telah bebas dari pasir, sampah, dan lemak akan mengalir ke
pipa yang berada di tengah-tengah tangki resapan. Bagian bawah pipa tersebut diberi lubang sehingga air akan
keluar dari bagian bawah. Sebelum air menuju ke saluran pembuangan, air akan melewati penyaring berupa
batu koral dan batok kelapa. Limbah deterjen atau air sabun yang telah diolah dapat digunakan lagi untuk
menyiram tanaman, mengguyur kloset, dan untuk mencuci mobil. Di Singapura dan negara-negara maju bahkan
diolah lagi menjadi air minum (Anonimous, 2009).
Salah satu cara pengolahan limbah deterjen dan air sabun yang diterapkan di perusahaan produsen deterjen
adalah dengan pembuatan bak pengumpulan air limbah sisa deterjen. Di dalam bak pengumpulan limbah
tersebut diletakkan pompa celup yang harus terendam air untuk menghindari terbentuknya gelembung/buih
detrejen. Pompa celup ini berfungsi sebagai sirkulasi limbah. Selanjutnya di luar bak penampungan dibuat bak
kecil dan pompa dosing yang berisi larutan anti deterjen, misalnya jika deterjen yang terbuang banyak
mengandung deterjen anionik, maka untuk menetralisir diberikan larutan deterjen kationik sebagai anti
deterjennya, demikian pula sebaliknya. Kemudian larutan anti deterjen ini dimasukkan ke dalam bak
penampungan dan dilakukan proses penetralan. Pada proses penetralan, perlu ditentukan kadar deterjen di
dalam bak penampungan dengan analisis deterjen sistem MBAS (Metilen Blue Active Surfactan) atau dengan
sistem Titrasi Yamin yang secara khusus untuk mengetahui kadar deterjen. Misalnya kadar deterjen 50 ppm
dapat dilakukan uji coba dengan pemberian larutan anti deterjen sebanyak 5 ml per menit dengan pompa dosing
sampai kadar deterjen 0 ppm. (Arifin, 2008).
Bagi pemilik usaha binatu/laundry dapat melakukan upaya pemilihan deterjen dengan kandungan fosfat yang
rendah karena dapat menjadi pencemaran air disekitarnya. Serta dapat melakukan pengelolaan limbah deterjen
secara sederhana dengan pembuatan bak penampungan khusus, atau dengan penambahan arang aktif
(Anonimous, 2010).

Biosurfactan
Savarino et al (2010) pada penelitian terbarunya membandingkan antara biosurfactan, yang merupakan
perkembangan terbaru dari formula deterjen dengan surfaktan anionik/non ionik yang sering dipakai
perusahaan deterjen. Biosurfactan diisolasi dari residu makanan dan limbah hijau yang disimpan pada kondisi
aerobik selama 0-60 hari dan diteliti komposisi kimia,aktivitas sifat permukaan (surface activity) dan daya kerja
deterjen dalam mencuci kain. Limbah perkotaan merupakan sumber yang kaya bahan organik dengan sifat
surfaktan yang sangat baik. Bahan ini sudah tersedia dari fasilitas perkotaan dengan biodegradasi aerobik residu
biomassa. Khususnya, untuk dua biosurfaktan terisolasi dari limbah, yaitucHAL (compost humic acid-like
matter) yang terisolasi dari campuran makanan dan residu kompos hijau (green residues) selama 15 hari dan
cHAL 2 terisolasi hanya dari residu hijau segar (fresh green residue). Kedua biosurfactan tersebut mengandung
rantai alifatik panjang, gugus aromatik, asam karboksilat dan kelompok fenol.
Biosurfactan menghasilkan berbagai macam komposisi kimia dan aktivitas sifat permukaan yang erat kaitannya
dengan sumber biomassa yang berbeda.
Ditemukan bahwa biosurfactan memiliki kinerja yang sama dengancommercial surfactan yang umum
digunakan (anionik maupun non ionik) ketika digunakan secara murni, jika pada campuran 1:1 biosurfactan
dancommercial surfactan menghasilkan sinergi yang signifikan. Sangat sensitivitas terhadap kesadahan air dan
menyebabkan kain menjadi kuning merupakan kekurangan utama untuk biosurfactan. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa bila digunakan di atas konsentrasi micelles tidak ada perbedaan kinerja yang signifikan
pada seluruh kelompok biosurfactan atau campuran antara biosurfactan dan commercial surfactan. Fakta ini
memberikan harapan bagi produksi industri dan komersialisasi Biosurfactan sebagai komponen dari formulasi
deterjen. Serta penggunaan surfaktan yang ramah lingkungan yang berasal dari sumber daya terbaru yang
murah dalam komposisi deterjen bagi tren industri deterjen.
Isolasi biosurfactan diperoleh dari limbah green atau dari 1:1 limbah makanan dan green fresh residue
yangdikumpulkan dan disimpan selama 0-60 hari secara aerobik. sampel sampah yang terkumpul diteliti selama
24 jam pada 650C dengan perbandingan N2 dan NaOH 0.1 mol-1 L dan 0,1 mol L-1 Na4P2O7. Selanjutnya
suspensi yang dihasilkan didinginkan sampai suhu kamar dan disentrifugasi pada kecepatan 6.000 rpm. Residu
padat dipisahkan dan
dicuci berulang kali dengan air suling sampai terpisah cair supernatannya.Semua cairan supernatan
dikumpulkan dan diasamkan dengan asam sulfat 50%
pada pH 1.5. Endapan padat disentrifugasi seperti cara di atas, dicuci dengan air sampai akhir pH netral,
dikeringkan pada 600C dan ditimbang. Produk akhir (cHALi) menghasilkan adalah 12-15% dari bahan kering
sampah awal. Dari hasil percobaan biosurfactan mampu menurunkan tegangan permukaan hampir 50% lebih
rendah dibandingkan commercial surfactan.

Biofilter
Limbah domestik baik rumah tangga atau limbah usaha skala kecilseperti air sisa deterjen dan air sisa sabun
mandi harus diolah dan tidak boleh membuangnya melalui septic-tank, guna mengindari pencemaran air tanah
disekitarnya.
Badan Pengelola Lingkungan Hidup (BPLHD) Jakarta, mengisyaratkan warga agar menyediakan alat
pengolahan limbah, yaitu Biofilter. Alat ini mampu menghasilkan air olahan sesuai dengan baku mutu, dan
aman bagi lingkungan. Dengan menggunakan sistem biofilter, dan umumnya terbuat dari fiberglass. maka
limbah cucian dan limbah septic tank sudah terolah hingga mencapai baku mutu. Dan menggantikan septic tank
yang cara kerjanya merembeskan limbah ke tanah sehingga tidak ada lagi ada rembesan. Namun masih
diperlukan sosialisasi kepada pemilik rumah yang sudah memiliki septic tank, subsidi alat bagi perumahan
kumuh dan harga alat yang mahal (Anonimous, 2009).








































SEPTIC TANK
selain sebagai penampung, septik tank sebenarnya dimaksudkan untuk mengolah air
limbah blackwater sebelum nantinya meresap ke dalam tanah atau dibuang ke
pengolahan lebih lanjur. Kata kuncinya di sini mengolah. Jadi lebih dari
sekedar menampung. Dan septik tank adalah bentuk pengolahan limbah cair paling
sederhana dan dapat dimiliki oleh semua rumah.
Di dalam septik tank yang sederhana itu sesungguhnya terjadi serangkaian proses
biologis dan kimiawi (biokimia) yang sangat rumit yang melibatkan miliaran mikroba yang
secara alamiah saling berbagi tugas.
Secara umum, di alam ada 2 kelompok mikroba yakni yang membutuhkan oksigen
(aerob) dan yang tidak membutuhkan oksigen (anaerob). Sifat mikroba itulah yang
dipakai dalam system pengolahan limbah yang juga terbagi menjadi dua, system aerob
dan system anaerob. System aerob bekerja sangat cepat tetapi membutuhkan energy,
sedangkan system anaerob bekerja sangat lambat tapi menghasilkan energy. Sistem
anaerob ini yang salah satunya diterapkan dalam pembuatan biogas.
Di dalam septik tank tidak ada suplai oksigen (anaerob), sehingga hanya mikroba
anaerob saja yang bisa hidup. Itu sebabnya septik tank dibuat sedemikian tertutup rapat
sehingga tidak ada oksigen yang bisa masuk. Jika ada oksigen yang masuk, terjadi
kekacauan di dalam septik tank karena sebagian bakteri anaerob yang terkena kontak
dengan oksigen mogok bekerja. Dan ketika itu terjadi, tahu-tahu septik tank
mengeluarkan bau yang tidak sedap (bau tinja yang belum terolah).
Di dalam septik tank, mikroba mengeluarkan enzim dan enzim itulah yang mengolah
limbah. Mereka bekerja sangat lambat namun pasti, bahkan hingga berbulan-bulan
sebelum limbah tersebut terurai sempurna. Pada situasi normal dalam 2 bulan, hanya
50% limbah yang dapat diuraikan dan dalam 5 bulan baru 80%. Dengan kata lain, jika kita
buang air hari ini, hingga 2 bulan ke depan, kotoran kita baru 50% diolah.
Blackwater mempunyai komposisi kimia yang sangat kompleks sehingga dipakai konsep
umum yang bisa menggambarkan tingkat polutan, salah satunya COD (Chemical Oxygen
Demand). Yaitu banyaknya oksigen yang dibutuhkan agar bahan kimia yang ada terurai
sempurna. Makin tinggi nilai COD, makin tinggi tingkat pencemarannya. Ini hanya dapat
diukur di laboratorium. Blackwater memiliki nilai COD sekitar 10.000 (mg/L), limbah dari
dapur mulai 500, air sungai di Jakarta ada di sekitar 50, air sungai di pegunungan 0.
Untuk pusat-pusat perdagangan atau hotel, pemerintah mensyaratkan air limbahnya
harus diolah hingga COD nya di bawah 80 sebelum dibuang ke sungai.
Hasil akhir pengolahan blackwater, salah satunya adalah biogas. Di dalam biogas sendiri
ada metana (bahan bakar gas) sekitar 60%, dan karbondioksida sekitar 35%; Dan
sisanya asam belerang dan amoniak yang menjadi sumber bau di septik tank. Sekali
buang air, kita menyimpan potensi 1 liter biogas yang setara dengan tenaga listrik untuk
menyalakan lampu 5 watt selama 1 jam. Tapi kenyataannya kan sebaliknya, biogas itu
terbuang dan kita malah berkontribusi menyumbang gas metana yang menyebabkan
bumi memanas.
Biogas ini memang harus segera dikeluarkan dari dalam septik tank agar tidak balik
meracuni mikroba yang bekerja di dalamnya. Makanya di atas septik tank dibuat pipa
udara yang biasanya berbentuk huruf T. Melalui pipa tersebut biogas dari dalam septik
tank terlepas ke udara bebas. Jika tidak ada pipa udara ini akibatnya bisa sangat fatal.
Biogas yang dihasilkan makin lama makin banyak, hingga suatu saat mencari jalan
keluarnya sendiri melalui ledakan. Coba lihat berita di Koran Republika dimana sebuah
rumah di Jakarta hancur karena septik tanknya meledak.

Sketsa toilet dan septik tank (http://promkes-banyuurip.blogspot.com/)
Pipa udara itu juga yang membuat septik tank kita tidak cepat penuh. Karena 50%
blackwater sudah terbuang dalam bentuk gas dari hasil pengolahan.
Saat ini, septik tank di rumah-rumah sudah mempunyai 2 ruang dan memang seharusnya
demikian. 1 ruang pertama untuk pengolahan dan ruang kedua untuk peresapan air. Air
yang meresap membawa bakteri dari dalam septik tank sehingga bisa mencemari air
tanah. Anjuran yang sudah kita tahu bersama, resapan ini minimal berjarak 10 meter dari
sumur. Bagi masyarakat desa, 10 meter ini perkara gampang, tapi tidak bagi masyarakat
kota.
Bagi permukiman padat, sebaiknya tidak perlu dibuatkan ruang resapan sehingga tidak
mencemari sumur di sekitarnya. Jika septiknya penuh tinggal disedot. Ironisnya, ada
rumah yang sejak berdiri tahun 80an hingga sekarang tidak pernah disedot, karena
memang tidak pernah penuh. Artinya bisa ditebak. Semua air dalam septik tank sudah
meresap dan pastinya mencemari sumur di sekitarnya.




















Proses Pengolahan Air Bersih
PDAM merupakan perusahaan milik daerah yang bergerak di bidang pengolahan dan pendistribusian air
bersih.Beberapa fasilitas yang dimilki dalam pemprosesan air bersih antara lain : intake, menara air, clarifier,
pulsator, filter, dan reservoir. Semua perlatan peralatan tadi dapat dioperasikan melalui system computer yang
ada. Selain berbagai macam peralatan, PDAM juga menggunakan bahan kimia seperti : kaporit dan tawas dalam
proses pengolahan air bersih. Air yang diproduksi dipantau kualitasnya oleh laboratorium. Sehingga air yang
dihasilkan selalu memenuhi standar kesehatan air bersih.
1. Intake
Intake merupakan bangunan yang berfungsi untuk menangkap air dari badan air (sungai) sesuai dengan debit yang
diperlukan bagi pengolahan air bersih.
2. Menara air baku
Menara air baku berfungsi mengontrol dan mengatur laju alir dan tinggi permukaan air baku agar tetap konstan,
sehingga proses pengolahan berupa pembubuhan bahan kimia, koagulasi, pengendapan, dan penyaringan dapat
berjalan dengan baik serta maksimal.
3. Clarifier
Clarifier sebagai tempat terjadinya koagulasi. Di Clarifier air dibersihkan dari kotoran-kotoran dengan cara
mengendapkan kotoran-kotoran yang terdapat didalam air tersebut pada lamlar yang berupa jaring-jaring besi pada
bagian bawah Clarifier. Kotoran-kotoran yang mengendap akan dibuang melalui pipa saluran pembuangan.
4. Rapid mixing (bangunan pengaduk cepat)
Bangunan pengaduk cepat berfungsi sebagai tempat pencampuran koagulan dengan air baku sehingga terjadi
proses koagulasi.
5. Slow mixing (bangunan pengaduk lambat)
Proses pengadukan lambat (slow mixing) terjadi pada pulsator
Di sini flok flok yang lebih besar akan terbentuk dan stabil, sehingga akan lebih mudah untuk diendapkan dan
disaring. Cara kerja pulsator yaitu dengan sistem ruang hampa bekerja dengan menaikkan dan menurunkan air,
sehingga flok flok yang ada dapat bercampur. Lumpur dari endapan partikel flokulen dibuang setiap 15 (lima
belas) menit sekali. Setelah mengalami proses pada pulsator, diharapkan tingkat kekeruhan air mencapai 1 FTU
yang selanjutnya akan diproses di filter.
6. Bangunan filtrasi
Bangunan filtrasi yang berfungsi sebagai tempat proses penyaringan butir-butir yang tidak ikut terendap pada bak
sedimentasi dan juga berfungsi sebagai penyaring mikroorganisme atau bakteri yang ikut larut dalam air. Bangunan
filtrasi biasanya menggunakan pasir silica yang berwarna hitam setebal 80 cm dan juga kerikil. Pasir ini digunakan
karena lebih berat dan lebih menempel flok-floknya.
7. Reservoir
Bangunan reservoir merupakan bangunan tempat penampungan air bersih yang telah diolah sebelum
didistribusikan ke rumah-rumah pelanggan.

Anda mungkin juga menyukai