Anda di halaman 1dari 129

The Shooting Stars Series

The Green-eyed Monster


(Monster Mata Hijau)

By
Tempany Deckert

Disadur oleh:
Mutia Retno Maharti







Bab Satu
Jake! Keluar! kami semua berteriak sambil
melompat menutupi Tahnee yang malang.
Apa dia melihatnya? tanyanya gugup.
Tidak, aku kira kita aman, jawabku
menenangkan. Meskipun Tahnee adalah anggota geng
yang paling berani, paling lucu, dan paling percaya
diri, dia tetap saja tidak nyaman saat adik laki-lakiku
yang berumur delapan tahun melihatnya berlenggak-
lenggok hanya menggunakan bra. Siapa yang mau?
Tadi, Tahnee sedang bergaya berputar-putar
menirukan supermodel Kate Moss di panggung
peragaan busana Parisbedanya adalah dia hanya
mengenakan celana pendek PJ merah mudanya dan
salah satu bra usang milik ibuku. Dan tentu saja dia
tidak menggandeng aktor sekeren Johnny Depp
disampingnya.
Di tengah-tengah ruang belajar lantai atas, Dene,
Maddy, dan aku meringkuk dibalik karpet beruang
Rufus-ku yang besar. Rufus adalah kulit seekor
beruang kelabu yang ayahku warisi dari neneknya di
Kanada. Keluargaku adalah pencinta hewan bertubuh
besar jadi kami sungguh-sugguh tidak
menginginkannya, tapi untuk menghormati nenek,
Ayah tetap menjaganya. Rufus masih memiliki gigi
asli tapi matanya harus diganti dengan kaca.
Sahabatku, Maddy, dan aku telah bergabung dengan
kelompok perlindungan hewan. Maddy telah menjadi
anggota selama setahun penuh sekarang, sementara
aku baru saja bergabung. Maddy telah meminta Ayah
ribuan kali untuk membuang Rufus, tapi Ayah tidak
mau.
Kadang-kadang Tahnee menutupi dirinya dengan
Rufus dan melompat-lompat di jendela kamar tidurku
untuk menakuti anak-anak tetangga. Anak-anak
sebelah kami panggil memuakkan. Memuakkan
adalah kata terbaru kami bulan ini dan diperoleh dari
gabungan huruf yang lebih terkenal, muak. Pada
dasarnya, anak-anak sebelah membuat kami gila.
Jadi mereka mengapitkan BH-nya padaku lalu
menuangkan cangkir berisi jelly seperti ini. Tahnee
menuangkannya perlahan, jelly sebesar biji kacang
besar berlendir itu kemudian ia letakkan didalam bra
ibuku. Tiba-tiba dia punya payudara! Aku mulai
cekikikan.
Melingkar! Melingkar! Lihatlah wanita gila
dengan satu payudara! Semuanya ada di Nuclear
Power Plant-mu, aku berkoar seperti seorang
pembawa acara dalam pertandingan tinju. Buih
minuman ringan keluar dari hidung Dene.
Oh menjijikkan, Deno. Kami semua tertawa
lepas sampai kami hampir tidak dapat bicara. Wajah
Maddy tiba-tiba berubah dari histeris menjadi sedih.
Teman, itu tidak lucu. Ada banyak wanita
dengan satu payudara.
Maksudmu? Tahnee mendengus, masih tetap
cekikikan dan melompat-lompat disekitar ruangan
dengan seperangkat PJ dan bra-nya.
Kanker payudara, kata Maddy dengan muram.
Kami semua berhenti tertawa. Dia benar. Ini
tidak lucu. Aku memilih mengganti topik.
Jadi, Tahnee, aku masih belum mengerti.
Mengapa mereka memberimu payudara yang lebih
besar?
Tahnee mendapat peran pada drama TV remaja
terbaru, Dolphin Call, acara yang sedikit berkaitan
dengnan seks yang kebanyakan dari para orang tua
tidak akan membiarkan kita mengikuti audisinya.
Acara itu berhubungan dengan hal-hal seperti pacar,
merokok dan semua hal-hal bertemakan dewasa
yang tentu saja belum boleh terekspos oleh kami
yang masih terlalu muda. Hal itu membuat aku,
Maddy, dan Dene marah. Kami semua sudah dewasa.
Aku kira aku perlu memperkenalkan diri.
Namaku Louie Eary dan aku adalah salah satu
anggota tertua dari The Shooting Stars. The shooting
Stars adalah sekolah drama dan agensi yang diikuti
olehku dan teman-temanku. Saat kami tidak di
sekolah atau mengerjakan PR, Dene, Maddy, Tahnee,
dan aku biasanya berlatih peran, berlatih untuk
sebuah audisi, mempelajari aksen ataupun membaca
skenario. Kami ingin menjadi aktor yang hebat.
Shelley Sotheby menjalankan Shooting Stars dan dia
mengikutsertakan kami ke audisi untuk pekerjaan
berakting profesional dalam acara TV, film dan
teater.
Kami semua berakting tapi Maddy juga
menyanyi dan Dene kadang-kadang menjadi model.
Maddy sering diminta menyanyikan lagu untuk iklan.
Baru-baru ini dia menyanyikan lagu untuk iklan tisu
toilet dan kami terus menyanyikannya kapanpun ada
dia. Itu membuatnya gila. Maddy memang agak
pemalu. Orang tuanya mengirimnya ke sekolah drama
untuk membangun kepercayaan dirinya. Dia benar-
benar lebih berani dibandingkan sebelumnya.
Sebagai aktor, kami dikelompokkan berdasarkan
penampilan kami. Aku dikenal sebagai gadis muda
bersanding dengan rambut pirang model bob stroberi,
mata biru-persik dan kulit wajah yang kuning langsat.
Maddy Wilkinson mendapat peran sebagai Jane yang
polos karena dia punya rambut cokelat lurus, mata
cokelat besar dan kulit pucat. Tahnee Caruso selalu
berperan sebagai pelawak lucu dan sinting karena
rambut merah panjangnya, bintik-bintiknya, mata
birunya, dan tubuh mungilnya. Tahnee itu anak paling
pendek di kelas kami. Dene Runga adalah si cantik
nan eksotis. Dia punya kulit cokelat gelap yang
hampir bersinar sempurna, mata hitam besar dan
hidung mungil paling indah yang pernah kau lihat.
Dene itu sangat cantik hingga orang-orang sering
memandangnya kagum.
Yeah, si cantik menyambung, Aku juga tidak
mengerti. Aku pikir karaktermu hanya seorang anak
12 tahun? Mengapa dia perlu payudara besar? Itu
bodoh.
Karena, Deno, dia dianggap sebagai seorang
yang benar-benar dewasa sebelum waktunya dan
karena itulah dia digoda oleh teman-temannya.
Ohhh, jawab kami satu suara.
Ibu Tahnee adalah seorang artis dan sangat gaul.
Dia adalah ibu paling keren dan selalu mendukung
Tahnee untuk melakukan apapun yang dia mau. Dia
tidak bermasalah dengan adanya Tahnee di Dolphine
Call. Orang tuaku akan ketakutan jika itu aku. Aku
telah meminta Tahnee setidaknya seratus kali apakah
kita bisa bertukar orang tua untuk sementara. Dia
selalu menatapku seolah aku ini gila. Aku pikir aku
punya yang cukup baik. Ibuku adalah seorang penulis
koran dan Ayahku adalah seorang arsitek. Ayah itu
sangat pintar dan mendesain sendiri keseluruhan
rumah kami. Kami menyebutnya Rumah Pohon
karena dia membangunnya disekitar pohon ek besar.
Orang-orang dulu tidak percaya saat mereka lewat, ek
raksasa ini muncul dari lantai ruang tamu kami.
Teman-temanku menyukai rumah pohon kami. Itulah
mengapa pesta piyama Minggu malam kami selalu
diadakan di tempatku. Rumah ini seperti sebuah
pondok orang Inggris zaman dulu dengan jendela
kaca berbintik dan atap yang rendah. Dene sendiri
menyukai tangga spiral yang menuju lantai atas
dimana ada kamar tidur Jake dan aku serta tempat
belajar kecil kami masing-masing. Aku bahkan punya
jendela kecil yang terbuka keatas atap. Kami sering
duduk disana dan melihat bintang-bintang. Rumahku
benar-benar keren.
Apa kau malu saat mereka memberimu
payudara? Dan tolong katakan padaku kau punya
asisten busana perempuan! ucap Dene, ketakutan.
Ya, asisten busana perempuan dan, tidak, aku
tidak malu. Agensinya telah mengatakan hal itu
sebelum kami ikut audisi jadi itu bukanlah kejutan
besar atau apapun, Tahnee menjelaskan. Tapi, kau
tau, kawan, BH ini sangat kecil. Aku lebih baik
berdada rata setiap hari daripada menggunakan hal
bodoh satu ini.
Semua teman-temanku berdada rata. Beberapa
gadis di sekolah memakai bra tapi teman-temanku
tidak ada yang melakukannya. Tahnee menceritakan
pada kami informasi yang sangat penting.
Apa yang kau perbuat dengan talinya, Tahnee
Caruso? Maddy suka memanggil semua orang
dengan nama lengkap mereka.
Kau hanya menaik-turunkannya untuk
memastikan bra-nya pas dengan benar.
Ohhh, jawab kami semua.
Tahnsta! Kau muncul! Dengan kasar, kami
menyerbu TV portabel tua yang aku seret dari garasi.
Merapat sedekat mungkin, kami berhimpitan bersama
dibawah Rufus dan dengan perlahan menyalakan
volumenya. Ayah dan ibu tidak suka kami menonton
TV tapi kami harus melihat Tahnee di Dolphin Call.
Kami berharap Rufus dapat meredam seluruh suara
TV di dalam bulu cokelatnya yang tebal.
Apa itu tidak terlalu keras? tanya Tahnee,
tampak gugup.
Nah, tidak mungkin mereka bisa
mendengarnya, jawab Dene dengan pede.
Lagu pembuka acaranya mulai dan kami semua
menyanyikannya bersama-sama dengan bisik-bisik.
Tahnee tampak pucat.
Tahnee, kau baik, kan? tanyaku.
Hmm, dia bergumam. Tahnee benar-benar
gugup. Aku juga pasti begitu. Aku tidak suka melihat
diriku sendiri di TV. Tapi kadang aku lebih tidak suka
lagi menyaksikan teman-temanku. Aku merasakan
perasaan aneh dan menjemukan di perutku. Aku telah
melakukan ribuan iklan tapi bukan acara TV;
khususnya bukan Dolphin Call. Dolphine Call
sangat susah didapatkan. Tahnee pantas mendapatkan
pujian tinggi tapi ada sesuatu yang menahanku untuk
memberinya selamat. Aku juga tidak pernah bisa
melakukan hal itu dengan baik. Mengapa aku tidak
ikut audisinya?
Itu kau! Dene berteriak.
Shhh! ucap kami semua, berharap Ayah dan Ibu
tidak mendengarnya. Itu Tahnee, rambut merah
panjangnya bergerai di udara saat dia berjalan
menyusuri pantai bersama dengan tokoh utamanya,
Josh. Dene mulai cekikikan, lalu aku, kemudian
Maddy, dan bahkan akhirnya Tahnee juga terkikih.
Kami tidak tahan memandangi payudara palsunya.
Salah satunya sedikit miring tapi tidak mungkin aku
mengatakan padannya.
Jadi, bagaimana ... tokoh itu? tanya Maddy saat
dia memandangi lelaki tampan di layar.
Maksudmu Josh, kan Madds? Menurutmu dia
juga tampan, huh? goda Dene. Maddy bersemu
merah.
Namanya bukan Josh, Deno, tapi Nick.
Yeah, yeah, yeah, terserah. Seperti apa dia itu?
Ehh, dia agak manis. Meski sedikit tinggi hati
juga, tau? Kami semua mengangguk. Kami telah
menetapkan kalau kebanyakan orang-orang di TV itu
sombong. Khususnya aktor anak-anak.
Aaaaaaaaghhhhhhhhh! Dene meneriaki TV.
Deno! Diam. Ayah dan Ibu nanti bisa kesini,
bisikku.
Maaf, Lou, gadis-gadis bodoh itu lagi. Iklan es
krim coklat muncul dan menampilkan si kembar ini,
Evie dan Cameron Billingham, yang kami semua
benci. Mereka mendapatkan semua pekerjaan yang
mereka ikuti audisinya. Evie dan Cameron bergabung
dengan agensi yang berbeda dari milik Shelley
bernama Actors Alive. Actors Alive juga sebuah
agensi, tapi tidak punya teater sekolah seperti The
Shooting Stars. Kami belum pernah berbicara dengan
mereka atau apapun, tapi yang kami tau mereka
memuakkan. Jika kau mengikuti audisi dan dua orang
mengerikan ini ada, kau bisa melupakan audisi itu.
Tidak mungkin ada kesempatan yang kecil sekalipun
untuk mendapatkan peran itu. Mereka selalu
mendapatkan apapun yang mereka ikuti.
Aku sangat lega mereka tidak ada di iklan mobil
itu, Pooey Louie, kata Maddy.
Aku dan Maddy baru saja mendapatkan iklan
yang mempromosikan produk baru dari kendaraan
roda empat. Maddy belum pernah mendapat iklan jadi
dia menyilangkan jarinya, kakinya dan apapun yang
bisa dia silangkan; dia benar-benar menginginkannya!
Hal paling pertama yang kami lakukan ketika masuk
ke ruang kasting adalah mencari-cari Evie dan
Cameron. Mereka tidak ada jadi kami pikir kami
masih punya kesempatan.
Evie dan Cameron adalah talenta-talenta alami
seperti Mickey Meikle, salah satu aktor terbaik di
agensi kami. Itu berarti mereka tidak butuh pelajaran
apapun tentang bagaimana cara berakting; mereka
sudah bagus secara alami. Meskipun Mickey dikenal
sebagai talenta alami di tempat Shelley, dia tetap
mengambil beberapa kelas disana-sini. Mickey punya
suara yang lemah jadi dia harus melatihnya setiap
saat. Suaraku juga tidak terlalu kuat jadi Shelley
memasangkan kami untuk praktek membaca keras
bersama-sama. Kami bertemu sepulang sekolah satu
atau dua kali seminggu. Betapa hebat perbedaan yang
terjalin.
Karakter Tahnee, Debra, kembali muncul di layar
jadi kami berhenti bicara lalu menontonnya. Tahnee
hebat. Dia bahkan lebih bagus daripada beberapa
aktor utamanya. Ceritanya sangat menyedihkan. Dia
memerankan seorang gadis yang tidak punya teman
karena dia selalu bercumbu dengan pria-pria. Aku
tidak tahu bagaimana dia melakukannya. Aku pasti
akan sangat gugup harus bercumbu dengan pria.
Mereka cukup susah untuk diajak bicara apalagi
bercumbu. Aku bahkan tidak berpikir aku tahu
bagaimana untuk bercumbu.

Acaranya pun berakhir dan kami semua bertepuk
tangan dan bersorak. Tahnee hebat. Wajahnya
bersemu merah karena malu tapi terlihat sangat
bahagia saat kami mengatakan betapa bagusnya dia.
Dapat bayaran berapa kau? tanya Maddy.
Madds! Kau tidak boleh menanyakan itu,
ujarku.
Kenapa tidak? tanyanya, sedikit sedih.
Karena itu kasar. Kau baiknya jangan pernah
bertanya berapa dia dibayar. Itu adalah urusan
pribadinya.
Privasi Schmivate! Aku ingin tahu juga! Dene
berseru.
Itu tidak penting seberapa aku dibayar, ucap
Tahnee.
Maksudmu? tanya Maddy.
Oke, itu semua masuk ke yayasan keuangan
dimana aku tidak bisa menyentuhnya sampai aku
berumur delapan belas tahun. Itu idenya Ayah.
Bayangkan semua baju baru yang dapat kau
beli, ucap Dene.
Bayangkan semua ikan emas lucu yang bisa kau
dapatkan, tambah Maddy.
Bayangkan semua buku dan majalah yang dapat
kau beli, ujarku. Kami bertiga duduk terpaku selama
beberapa saat, melamunkan semua hal yang sangat
kami inginkan.
Hei, anak-anak, ada beberapa ibu berkata
sambil menerobos masuk ke tempat belajar. Tahnee si
pemikir cepat melemparkan Rufus ke TV portabel
yang tadi kami tonton. Dengan malu kami semua
berdiri menunggu untuk dimarahi.
Jadi, apa kalian bersenang-senang? tanyanya,
tanpa memperhatikan apapun.
Um, yeah, kami sedang bermain permainan
Space Jump.
OK, ada sedikit cemilan tengah malam yang
kubuat untuk kalian. Ibu memberiku secangkir besar
cokelat panas cair dan sepiring biskuit dengan permen
ditengahnya.
Nikmatilah, gosok gigimu dan aku kira kalian
lebih baik segera pergi tidur. Ini hampir jam 10.30,
sayang.
Yap, bukan masalah , Nyonya Eary. Aku tahu
anak-anak nakal ini tampak mengantuk, tidak
mengeluarkan kicauan sedikit pun! Tahnee
bernyanyi untuk ibuku. Semua orangtua kami
menyukai Tahnee. Dia selalu melakukan hal-hal yang
benar dihadapan mereka, yang sangat lucu adalah
karena dia biasanya menjadi satu-satunya orang yang
menyebabkan semua masalah.
Ketika ibu pergi, Dene mengeluarkan teriakan
lainnya.
Aaaaaaagggggghhhh!
Dene! Ada apa?
Lihat! dia berteriak, menunjuk bungkus biskuit.
Apa itu laba-laba? teriak Maddy si phobia laba-
laba langsung bersembunyi dibawah kantung
tidurnya. Dene menunjukkan bungkusan itu pada
kami; lebih buruk dari seeokor laba-laba. Itu adalah
Evie dan Cameron. Foto si kembar mengerikan itu
ada di biskuit kegemaran kami!
Sejak kapan mereka mengiklankan Toffee
Bombs? tanya Dene tidak percaya.
Sejak sekarang, pastinya, jawab Tahnee. Oh,
siapa peduli? Toffee Bombs ya Toffee Bombs, dan aku
tidak peduli dari mana asalnya, Tahnee berpantun
sambil berusaha memasukkan tiga biskuit ke
mulutnya.
Pantun itu sangat tidak masuk akal, Tahnsta,
tantangku.
Dua orang mengerikan itu telah menghancurkan
makanan kita, tapi rasa dari biskuit ini memang jauh
lebih baik dari pada kopi.
Itu masih tidak masuk akal! aku, Maddy dan
Dena berteriak.
Cameron dan Evie,
Sudah membuat kita benci.
Karena menghancurkan selera makan kita,
Dengan tampilan mereka yang mengganggu.
Tapi jangan marah,
Jawabannya jelas.
Toffee Bombs sangat lezat,
Bagi kita untuk dilahap!
Tampilan apa maksudmu? Dene berteriak, lalu
Tahnee mulai meringkuk untuk berlindung. Tapi
terlambat. Bantal Dene telah melesat kearah kepala
Tahnee. Maddy menyambar bantalnya dan memukul
tangan Tahnee. Perang bantal telah dimulai
Jake! Apa yang sedang kau lakukan! kami
mendengar ibu berteriak dari lantai bawah. Kami
meletakkan bantal-bantal kami dan merangkak diam-
diam ke landasan tangga. Menempelkan kepala kami
ke sisi tangga spiral dan kami dapat melihat Jake
sedang berjalan-jalan disekitar ruang tamu. Tapi
bukan itu yang membuat ibu marah. Yang
membatnya marah adalah apa yang dikenakannya
bra sutera berwarna merah cerah yang diisi penuh
dengan tisu toilet.
Louie! Turun kesini! teriak ibu. Aku dalam
masalah. Masalah besar.










Bab Dua
Kau sedang melayang-layang dengan tenang di atas
awan wol kapas putih berbulu seolah-olah matahari
dapat mencium wajahmu, dendang Shelley dengat
lembut sambil dia berjalan perlahan mengitari
ruangan. Ini adalah kelas Selasa sore kami di The
Shooting Stars dan kami selalu mulai dengan
meditasi. Kami harus berbaring diatas karpet Persia
tebal dengan tubuh yang benar-benar santai dan
tulang punggung kami lurus ketika kami bernapas
perlahan. Kami juga meletakkan bantal bulat ungu
didepan mata kami untuk menutupi cahaya sore.
Meski begitu, sejauh ini kami belum pernah berhasil
berlalu selama sepuluh menit penuh.
Tiba-tiba telinga kananku seperti tertusuk. Apa
aku tadi mendengar sebuah deheman? Tidak! Tidak
mungkin! Aku berusaha berkonsentrasi pada napasku.
Sekali lagi, tampaknya kami tidak akan
menyelesaikan meditasi Selasa sore. Batuk muncul
dari bawah, lalu kiriku, lalu kanan terdekatku. Maddy
yang sedang berbaring disebelahku, berpura-pura
terbatuk. Terbatuk adalah sinyal samaran kami untuk
tawa. Maddy tidak suka terlibat masalah, jadi kalau
dia batuk, itu pastilah hal yang sangat lucu. Aku
mendengarkan langkah Shelley menjauhi sisi karpet.
Perlahan aku mengangkat bantal bulat unguku dari
wajahku dan dengan cepat melirik Tahnee. Dia
sedang bernapas perlahan, seperti seharusnya, kecuali
poni merahnya yang terbang naik-turun di setiap
hembusan nafasnya. Aku mendengar dua batuk lagi
disekitar ruangan. Ketika Shelley kembali menuju
kearahku, aku mendorong bantal bulat kembali ke
wajahku.
Saat kau melayang, lihatlah kebawah dan
perhatikan bahwa kau sedang melewati sebuah
samudra biru yang dalam. Mungkin kau dapat melihat
seekor lumba-lumba atau beberapa ikan tropis. Aku
berusaha menahannya, tapi aku tak bisa. Sebuah
batuk yang sangat keras keluar dari mulutku. Tidak
lama aku mendengar beberapa batuk lain muncul
disekitar ruangan. Suara Shelley mulai kasar.
Konsentrasilah pada napasmu. Itu sangat-sangat
terlambat. Batuk-batuk tadi berubah menjadi kikihan,
lalu menjad tawa, lalu menjadi histeria yang pecah.
Lima belas murid bergulung-gulung memegangi perut
mereka tapi Tahnee tetap lanjut bernapas dengan
tenang sementara poninya melakukan push up.
BUKK! Kami semua melompat. Apa tadi itu?
Bantal bulat terangkat dari wajah ketika anak-anak
mencari-cari melihat apa yang terbentur tadi. Sengaja.
Salah satu taktik Shelley untuk mendapatkan
perhatian kami.
Tampaknya meditasi ini berakhir lagi.
Bagaimana perasaanmu, Tahnee? Kau satu-satunya
yang menjaga konsentrasi. Yang lain tampaknya
memiliki masalah alergi hari ini. Bulumata merah
panjang Tahnee berkedip-kedip tak berdosa kearah
Shelley. Sambil memamerkan wajah bodoh, Tahnee
dengan sempurna menjaga eksprseinya tetap datar.
Tak seperti kami. Alergi! Benarkami semua punya
alergi. Shelley bisa menjadi lebih tegas jika dia mau.
Apa dia mau meneriaki kami?
Semuanya duduklah melingkar, tolong. Aku
memiliki beberapa pengumuman agensi. Tentu saja
tidak. Maddy melihatku, mata coklat besarnya
membesar.
Ini dia! Dia menarik tanganku dan menyeretku
duduk disampingnya diatas lantai. Dengan segera dia
menutup matanya rapat-rapat.
Tolong jangan katakan kau sedang berdo'a, Sad-
Mad, ucapku tersenyum.
Memang, Pooey. Aku akan mengusahakan
apapun untuk mendapatkan iklan ini.
Jangan terlalu bersemangat, Maddy. Itu
mungkin akan jadi syuting yang sangat
membosankan. Itu hanya iklan, ujarku, berusaha
mempersiapkannya untuk yang terburuk.
Louie Eary, kau telah melakukan ribuan iklan
jadi ini tidak berarti apapun bagimu tapi bagiku ini
ya. Dia masih menutup matanya. Ketukan pintu
membuat semua orang kaget.
Masuk, ucap Shelley dengan keras. Salah satu
anak muda dengan malu-malu menempelkan
kepalanya di pintu.
Bu, Pak Hammill memintamu datang ke kelas
kami. Salah satu anak perempuan jatuh dari panggung
dan kakinya terluka.
Anak-anak, berbincanglah dengan tenang. Aku
akan segera kembali, ucap Shelley. Segera setelah
dia meninggalkan ruangan, kelas meledak dalam
percakapan yang keras.
Aku penasaran apakah Shelley akan membuat
pengumuman yang membuang waktu selama empat
jam di akhir pekanku, ucap Dene marah-marah.
Apa yang sedang kau bicarakan? tanyaku.
Aku dikirim ke kasting pria lainnya, jawab
Dene. Tahnee mulai tertawa.
Ini tidak lucu, kawan.
Deno yang malang. Karena namanya, dia selalu
dianggap seorang laki-laki. Ada dua laki-laki yang
juga dipanggil Dene di The Shooting Stars jadi ketika
orang kasting meminta Dene, mereka kadang
mengirim orang yang salah. Sejauh ini dia telah
dikirim ke lima audisi yang hanya diperuntukkan bagi
laki-laki.
Tidak, Deno. Kau sebaiknya bersyukur, ujar
Tahnee, Maddy berusaha keras tidak terkikih.
Apa maksudmu, kepala merah? tanya Dene
curiga.
Oke, kau ikut audisi dua kali lebih banyak dari
kita. Aku benar-benar tidak terima dan cemburu.
Alangkah tidak adil dan tidak sensitifnya dirimu. Aku
pikir aku perlu protes ke Bu Shelley.
Kikihan Maddy menular. Aku pura-pura sedang
batuk.
Louie, berhenti berpura-pura. Maddy, diam dan
kau, ucap Dene sambil menunjukkan jari kuku merah
muda berkilaunya pada Tahnee, diamlah, kepala
merah, atau kau akan segera menjadi kepala mati!
dia bermain-main mencubiti lengan Tahnee. Aku
memperhatikan Maddy memejamkan matanya lagi.
Maddy, tenang! Ini bukan hal besar.
Untuk apa dia melakukan itu? Aku dan teman-
temanku melihat kearah laki-laki baru dikelas, Jason
Malouf. Dia baru dua minggu ada di tempat Shelley
dan mendapati banyak hal yang membingungkan.
Aku dan Maddy terdaftar untuk iklan mobil dan
kita pikir kita akan mengetahui hasilnya hari ini,
ucapku.
Apa itu terdaftar? tanyanya.
Terdaftar itu adalah ketika kau telah mengikuti
audisi beberapa kali untuk sebuah peran dan sekarang
giliranmu dan aktor lainnya, jawab Maddy. Aku
terkejut. Aku belum pernah mendengar Maddy
berbicara pada dengan laki-laki sebelumnya! Aku
memandanginya. Matanya masih tertutup rapat
membuat wajahnya berkerut tapi aku bisa bilang
kalau dia bersemu merah tipis. Ada yang naksir.
Jason masih tampak bingung.
Itu artinya kau sangat dekat untuk mendapatkan
pekerjaan itu, jelasku.
Aku dulu juga sangat susah berkomunikasi
dengan laki-laki tapi The Shooting Stars telah
membantuku melupakan rasa itu. Kami diajari bahwa
hanya perlu memperlakukan setiap orang seolah
semuanya sejajar denganmu dan kau akan merasa
baik-baik saja. Sekarang aku mulai sering berbicara
dengan laki-laki, tapi biasanya hanya di sekolah
drama. Pria disekolahku tetap saja memuakkan.
Maddy masih baru disini dan masih sangat malu-
malu. Tapi dia tidak malu di dekat Jason. Dia
memang naksir. Ini gosip!
Apa audisinya untuk yang berumur sebelas dan
tigabelas tahun? tanya Dene padaku.
Sebenarnya, tapi mereka merubahnya menjadi
usia antara sebelas dan tigabelas untuk masing-
masing karakter. Lagi pula, aku masih bisa
memainkan yang sebelas tahun. Aku tampak muda di
layar, ingat?
Oh, benar.
Semua orang tampak berbeda di TV. Beberapa
tampak lebih cantik, beberapa tampak lebih tua,
beberapa tampak lebih tinggi, dan beberapa tampak
lebih muda, sepertiku. Kamera televisi membuat
gambar yang kau lihat di TV agak bengkok dan
jadilah semua orang tampak sedikit berbeda. Aku
memerankan anak di usia-usia sebelas tahun selama
dua tahun belakangan ini. Itu benar-benar
memalukan.
Yeah, jangan terlalu bersemangat, Madds, si
kembar mengerikan itu mungkin akan
mendapatkannya, kata Tahnee.
Tidak, Tahnee Caruso, mereka tidak ada
ditempat kasting, ingat?
Kasting itu apa? tanya Jason.
Maddy segera menjawab, Kasting itu adalah
kata dalam dunia akting untuk wawancara.
Kebanyakan industri melakukan wawancara untuk
mendapatkan pekerjaan. Kita menyebutnya kasting.
Oh, kata Jason, menganggukkan kepalanya.
Madds, hanya karena mereka tidak ada disana di
hari yang sama denganmu, bukan berarti mereka tidak
ikut audisi, ujar Tahnee.
Apa maksudmu? Maddy terdengar cemas.
Audisi sering dilaksanakan selama beberapa
hari, bukan hanya sehari. Mereka bisa saja ikut audisi
di hari setelah kau dan Louie dites.
Dites? Kalian harus ikut tes? Jason benar-benar
bingung sekarang.
Bukan, tes itu hanya sebutan lain untuk audisi,
jawabku. Aku kira itu agak membingungkan.
Apakah ada kamus kata-kata akting yang bisa
kumiliki? tanyanya padaku.
Tidak ada, maaf. Kau hanya perlu mempelajari
jargon yang kami katakana tadi; dalam pekerjaan ini.
Apa itu jargon? tanyanya. Tahnee memutar
matanya. Jason yang malang benar-benar tidak tahu
apapun.
Yang itu pasti ada di kamus, jawabku. Maddy
tersenyum minta maaf padanya. Aku kira aku telah
sedikit kasar. Shelley selalu menganjurkan kami
bertanya. Dia bilang kau harus cukup berani
menanyakan sesuatu yang tidak kau pahami. Itulah
alasan kau sukses dalam hidup. Jason hanya
melakukan sarannya dan aku malah menjadi nona
Pooey Louie yang kasar. Pastilah akan jauh lebih
mudah bersikap manis jika Maddy tidak tersenyum
padanya seperti kucing Cheshire, meyakinkan.
Itu benar, Madds, si kembar tidak akan
melewatkan pekerjaan itu, kataku. Dia langsung
berhenti tersenyum.
Kalau si pirang pengganggu itu mengambil
pekerjaanku, aku akan membunuh mereka! ucap
Maddy dengan nafas yang dalam.
Ada kesempatan yang cukup besar bagi mereka,
tahu, Dene memberitahunya. Maddy bersandar
padaku memohon.
Ini milik kita, Louie. Dadunya juga mengatakan
hal yang sama, bisiknya. Maddy punya dadu-dadu
bodoh tempat dia membuat semua keputusan. Dia
mengocoknya enam kali dan jika ada lebih banyak
angka genap daripada yang ganjil maka jawaban dari
pertanyaan yang dia tanyakan adakah iya. Jika yang
lebih banyak adalah yang ganjil, maka jawabannya
tidak. Maddy suka apapun yang dilakukan dengan
angka.
Mereka itu bersaudara, Madds. Aku dan kau
pastinya tidak tampak sama, iya kan?
Apa yang salah dari mereka? Jason bertanya
tentang si kembar sambil mengendus penasaran
bantal bulat miliknya. Dan apa yang ada di dalam
sini?
Lavender. Itu dibuat untuk menyegarkanmu
selama meditasi. Dan, Evie dan Cameron Billingham
adalah anak kembar identik paling mengganngu yang
pernah kau temui. Mereka punya rambut pirang
panjang yang menjijikkan dan mulut mungil yang
menggeramkan dengan gigi putih yang sempurna,
Maddy nyerocos dalam satu napas. Dia benar-benar
menginginkan pekerjaan ini; aku belum pernah
mendengarnya berkata seperti itu.
Dia datang! Dene memperingatkan kami. Kami
semua diam saat Shelley memasuki ruangan. Dia
duduk di karpet dan menyilangkan dua kakinnya.
Kalian pasti telah memperhatikan bahwa
Jackson Smith tidak ada di kelas malam ini, Shelley
bergemuruh dalam suara Inggris teatrikalnya. Jackson
adalah satu-satunya anak laki-laki di kelas yang
menurutku sedikit manis. Aku tidak mau orang lain
tahu itu.
Jackson tidak bisa hadir malam ini karena dia
sedang syuting untuk peran utama di iklan kendaraan
roda empat terbaru! Ayo beri dia tepuk tangan.
Semua orang bertepuk tangan tapi Maddy menatapku
ngeri.
Bagaimana bisa dia jadi seperti dua saudara
itu? bisiknya sambil menggertakkan giginya.
Simpati untuk semua anak perempuan yang ikut
audisi untuk peran itu tapi, seperti kata mereka, itu
hanyalah bisnis. Hal seperti ini terjadi setiap saat, jadi
terbiasalah, ucap Shelley.
Pundak Maddy turun. Aku merasa sedikit pusing.
Tidak akan membahagiakan mengetahui bahwa kau
tidak mendapatkan pekerjaan.
Itu sangat bodoh. Mengapa mereka harus repot-
repot mengaudisi kita jika mereka akan menggunakan
seorang laki-laki? Maddy memekik.
Madds, itulah yang namanya permainan,
ujarku, mengulang prase yang sering digunakan
Shelley. Mereka selalu berubah pikiran.
Oke, minimal si kembar bodoh itu tidak
mendapatkan pekerjaan itu, kata Maddy mengomel.
Itu pasti lah jadi yang pertama, ujar Tahnee.
Yeah, aku yakin mereka pasti marah. Aku harap
mereka menangisinya, dasar sombong. Aku belum
pernah mendengar Maddy bersikap sangat jahat
terhadap siapapun.
Jangan jadi jahat begitu, Madds. Mereka bisa
jadi sangat baik, ujar Dene. Dene sering merasa
terhina karena kulit gelapnya. Dia tahu pasti
bagaimana rasanya diejek dan dicela.
Permisi, suara Shelley menggema kearah kami.
Bisakah kalian ikut denganku, tolong? Yang lainnya,
aku ingin kalian menyiapkan improvisasi tentang
ketinggalan bis sekolah.
Apa itu improvisasi? tanya Jason.
Apa tadi Shelley mendengarkan kami? Kami
akan mendapat masalah besar! Aku tidak akan punya
pekan yang indah. Pertama ibu menceramahiku,
kemudian Shelley. Dengan gugup, aku dan Maddy
mengikuti Shelley ke lantai atas menuju kantornya.
Baiklah, silahkan duduk. Aku dan Maddy
hanya pernah sekali berada di kantor Shelley ini
sebelumnya. Saat kami menandaftar di agensi, kami
harus bertemu dengannya dan orangtua kami jadi dia
dapat menjelaskan semuanya. Banyak hal yang telah
berubah sejak terakhir kali aku ke sini. Sekitar enam-
puluh foto wajah anak-anak menutupi dinding
berwarna merah gelap. Foto-foto itu disebut dengan
pasfoto dan foto-foto itu dikirimkan ke sutradara
untuk menunjukkan bagaimana penampilan setiap
anak. Untuk beberapa alasan foto-foto yang Shelley
gunakan selalu berwaran hitam dan putih yang
menurutku sangat bagus karena itu membuat wajah
tampak lebih dewasa. Fotoku ada di sebelah kanan
atas bersebelahan dengan beberapa gadis lainnya
yang rambut pirang. Foto itu diambil setahun yang
lalu. Aku kira aku mungkin sudah sedikit menua
sejak saat itu dan perlu untuk memperbaruinya.
Apapun untuk dapat peran yang lebih dewasa. Aku
benci berperan jadi anak yang lebih muda dibanding
aku yang sesungguhnya. Tiba-tiba aku merasa tangan
Maddy memegang tanganku. Oops. Aku lupa. Kami
hampir mendapat masalah. Aku kembali pada rasa
takutku.
Shelley biasanya suka berdiskusi mengenai
apapun di depan kelas jadi semua anak bisa belajar
tentang naik-turunnya menjadi seorang aktor. Ini
aneh. Kami ada di dalam, dalam masalah.
Dari belakang kami, aroma coklat panas buatan
sendiri menyeruak masuk. Shelley selalu punya
segelas besar coklat panas didekatnya. Tapi siapa
yang sedang memasakknya? Biasanya Shelley
meminta salah satu anak untuk membuatnya tapi
tidak kali ini. Aku berputar diatas bangkuku dan
itulah dia. George. Dia dengan lesu mengaduk cairan
panas bergelembung diatas kompor saat aku dan
Maddy memandanginya kagum. George dulunya
seorang artis cilik. Dia membuat film bersama Robert
Niro, Leonardo di Caprio, Anthony Hopkins, dan
Julia Roberts. Tidak ada seorang pun yang tahu
mengapa dia berhenti berakting. Dia tampak tidak
suka banyak bicara. Dia hanya banting tulang di
tempat Shelley melakukan pekerjaan kantor. Saat aku
memandangi raut wajahnya, aku sadar bahwa dia
sungguh mirip Brad Pitt. George benar-benar tampan.
Aku merasakan wajahku sedikit memerah saat dia
menoleh dan mengangguk hai padaku. Segera aku
memutar balik bangkuku menghadap Shelley. George
berkata hai padaku! Nah, hampir ...
Apa kalian tahu Evie dan Cameron Billingham?
Shelley menanyai kami. Aku dan Maddy sama-sama
duduk tegap di bangku kami. Shelley tidak suka sikap
tubuh yang buruk. Dia bilang itu buruk bagi suara
kami.
Mereka kembar, tambah Shelley. Aku menoleh
ke Maddy. Dia juga tengah memandangiku.
Um, yeah, kami tahu mereka. Mereka kadang-
kadang ikut audisi yang sama dengan kami, ucapku
dengan berani. Apakah Shelley memang
mendengarkan kami yang mengeluhkan si kembar
itu? Kami akan segera merasakannya. Mengeluhkan
anak-anak lain yang mendapatkan pekerjaan adalah
larangan terbesar di sekolah. Aku mengambil napas
panjang dan bersiap untuk dicaci-maki.
Aku ingin meminta kalian sebuah pertolongan,
ucap Shelley tersenyum.


Apa yang terjadi! Tahnee menjerit sambil
menggiring kami ke sisi gedung. Sesaat setelah
kalian pergi, seisi kelas membicarakannya. Semua
orang pikir kalian akan didepak dari agensi.
Memang, jawabku. Sebenarnya, aku juga
sempat memikirkan hal yang sama.
Ini semua salahku, gumam Maddy sedih.
Apa? tanya Dene.
Aku hampir membunuh Cameron Billingham!
teriak Maddy, hampir menangis.
Apa? Tahnee dan Dene berteriak.
Cameron sekarang benar-benar cacat karena aku
yang melempar dadu. Dia ditabrak mobil dan separuh
wajahnya robek. Maddy memegang kepalanya
dengan tangan ketika dia menjatuhkan diri ke
rerumputan.
Madds. Kau benar-benar berlebihan. Bagaimana
mungkin apa yang terjadi itu karena apa yang kau
lakukan? ujarku, berusaha menenangkannya.
Aku mengocok dadunya, ingat? Aku bertanya
apakah si kembar akan ikut audisi iklan itu dan ia
mengatakan tidak! Aku mengutuk Cameron dan dia
mengalami kecelakaan!
Aku menggelengkan kepala. Dia ini gila.
Kalau aku tidak bertanya, mungkin kecelakaan
itu tidak akan terjadi, dia berbisik padaku dengan
gugup.
Maddy, dadu-dadu itu tidak bekerja. Kadang
mereka benar dan kadang salah. Dengan kata lain,
mereka tidak berfungsi. Ini bukan salahmu, oke?
ujarku sambil duduk disampingnya.
Selalu ada awal untuk segala hal, Louie Eary,
jawabnya muram. Matematika itu hal yang luar
biasa.
Bisakah seseorang menjelaskan pada kami apa
yang sedang terjadi? tanya Tahnee.
Evie dan Cameron masuk kesekolah kita; bisa
percayai itu? Oh, aku hampir lupa berceritakami
melihat George! ucapku pada Dene dan Tahnee.
Kau bercanda. Kau melihat George? Itu sangat
menarik! sembur Dene.
Tahan . . . kembalilah ke wajah seseorang yang
jadi cacat. Jelaskan, jelaskan, jelaskan, pinta Tahnee.
Shelley memanggil kami ke ruangannya bukan
untuk memarahi kami tapi meminta bantuan kami.
Cameron dan Evie Billingham akan masuk ke sekolah
drama kami dan dia meminta aku dan Maddy untuk
mengawasi mereka. Shelley khawatir beberapa anak
akan menggoda mereka atau menyusahkan mereka.
Kecemburuan adalah masalah besar diantara para
aktor, katanya. Laki-laki terutama.
Cameron baru mengalami kecelakaan mobil dan
baru saja keluar dari rumah sakit. Maddy yakin
bahwa pelemparan dadunya lah yang menyebabkan
kecelakaan itu.
Teman, aku benci jadi pembawa berita buruk
tapi kita harus muncul dengan sebuah impro untuk
kelas berikutnya, ucap Dene, si bijaksana di grup.
Aku tidak dapat memikirkan apapun sekarang.
Tidak setelah apa yang aku lakukan, ucap Maddy.
Madds, jangan merasa seperti itu, ucap Tahnee
sambil membantu Maddy bangun dari rerumputan.
Impronya tentang ketinggalan bis, ya?
Kami semua mengangguk.
Oke, ini adalah yang akan kita lakukan . . .
Tahnee suka mengambil alih. Dia juga pintar
dalam memunculkan ide-ide untuk impro. Beberapa
aktor tampak lebih baik dalam hal itu dibanding yang
lainnya. Aku cukup bagus untuk hal seperti itu tapi
aku lebih baik membiarkan Tahnee yang mengatur.
Kami semua mendiskusikan ceritanya. Tahnee akan
menjadi sopir bis menyeramkan yang sedang
mengalami hari yang buruk dan tidak mau mengantar
siapapun. Kami bertiga adalah orang-orang yang
menunggu di pemberhentian bis. Aku adalah seorang
wanita tua, Dene menjadi anak sekolahan yang akan
mengikuti ulangan dan Maddy adalah seorang
pengamat bis yang menyamar jadi seorang turis.
Segera kami terkikih dan tertawa, Maddy juga.
Tahnee menunjukkan suara parau pria yang akan dia
pakai. Impro kami telah ditentukan. Tahnee telah
melakukan hal yang hebat.
Oke, para penumpang kecilku,
Ini waktunya kita berkelana mengarungi lautan,
Menuju tempat tinggal kita yang kita sebut
rumah.
Aku akan bicara pada kalian, melalui telepon!
Tahnee berpantun saat kami mengambil ransel kami.
Cayo, cantik! dia bernyanyi sambil melompat
masuk ke Volvo tua ibunya.
Dia benar-benar gila! ujar Dene sambil
melambai ke Tahnee mengucapkan sampai jumpa.
Tampang yang lucu muncul di matanya saat dia
mengatur tali-tali di ranselnya. Lou? Aku belum
mengerti. Si kembar itu artis yang hebat, iya kan?
Yeah, aku kira, aku mengaku ogah-ogahan.
Jadi mengapa mereka masuk sekolah drama?
Harusnya mereka tidak membutuhkan pelajaran lebih
lagi.
Dene benar. Aku menoleh ke Madds. Dia
mengangkat bahunya. Mengapa kah si kembar jelek
itu bergabung di sekolah drama kita?






Bab Tiga
Dene, Tahnee, dan Madds ternyata punya pendapat
yang sama denganku. Kami sangat putus asa mencari
tahu apa yang terjadi dengan si kembar mengerikan
itu yang membuat kami kembali ke kelas berikutnya
di tempat Shelley dua puluh menit lebih awal. Aku
memasukkan satu Toffee Bomb ke dalam mulutku
dan menawarkannya pada teman-temanku yang
duduk di sofa beludru cokelat yang usang.
Aku tidak percaya mereka akan ke sini. Ini
sangat aneh! teriak Dene. Dia menggunakan sapuan
kilauan perak dan merah muda di pipi dan kelopak
matanya. Biasanya Dene tidak menggunakan riasan
jadi aku tahu dia pasti dari acara peragaan busana.
Apa yang kau peragakan hari ini, Deno? aku
berusaha bicara dengan mulut penuh dengan Toffee
Bomb.
Perlengkapan fantasi untuk New Years Eve.
Aku jadi seorang peri.
Oh, aku ingin jadi peri, pekik Tahnee. Tahnee
adalah pecinta berat dunia khayal. Setiap tahun dia
bertanya pada Shelley apakah kami bisa menampilkan
A Midsummer Nights Dream untuk konser akhir
tahun. Tahnee sebenarnya tidak menyukai A
Midsummer Nights Dream, dia hanya ingin
berdandan menjadi salah satu peri.
Mengapa ruang hijau itu tidak pernah hijau?
Tahnee berpikir keras sambil menatap dinding di
balik sofa coklat lusuh yang sedang kami duduki.
Ruang hijau adalah ruang santai para aktor. Di sini
lah kami berlatih skenario dan beristirahat dari latihan
dan pertunjukan. Kami semua memandangi hiasan
dinding berwarna ungu gelap.
Mengapa kah ini disebut ruang hijau, Louie?
tanya Dene padaku.
Semua orang tampaknya berpikir aku tahu
segalanya karena aku yang telah berakting paling
lama, tapi untuk masalah mengapa ruangan santai
para aktor dinamakan ruang hijau, aku tidak tahu.
Aku ingin tahu apa yang akan dipakai si
kembar, komentar Maddy.
Mungkin pakaian sepadan merek baru,
jawabku.
Aku benci mereka, jawab Dene, menunduk
menatap rok selutut berwarna hijau kebiruan lusuh
yang telah dimilikinya sejak kelas lima. Kami
menatap foto si kembar di kemasan Toffee Bomb.
Kami semua meras muak. Mereka itu sangat cantik.
Dan rambut pirang panjang itu tampak tidak nyata.
Tidak ada rambut manusia yang bisa sepanjang itu,
iya kan? Aku yakin mereka pasti memakai rambut
palsu.
Apa kalian pikir si Billingham secantik itu?
tanya Dene.
Baiklah, riasan TV memang sangat dapat
memperbaiki tampilan orang-orang, kata Tahnee.
Yeah, mereka mungkin lumayan jelek di
kehidupan nyata, ucap Madds.
Mereka mungkin punya jerawat kecil-kecil
begini di sekujur kulit mereka dan kutil-kutil dan bau
mulut dan
Tahnee menunjukkan ekspresi yang sangat aneh
padaku dan itu tidak dimaksudkan untuk membuatku
tertawa. Semua temanku mengangkat alis mereka
kearah pintu. Saat aku menoleh, rasanya seperti
perutku ini jungkir balik 180 derajat. Evie dan
Cameron Billingham sedang berdiri di lorong pintu.
Dalam sekejap, salah satu dari mereka telah
menyambar tangan yang lainnya dan menariknya ke
koridor. Aku ingin mati saja. Aku ingin sofa coklat
tua dan kotor ini menyeretku masuk kedalamnya.
Tepat pada waktunya, Pooey. Kau memilih
waktu yang paling tepat, ejek Tahnee.
Apa mereka mendengarnya? tanyaku, suaraku
tertahan. Tiga temanku mengangguk.
Oh tidak! Tidak ada seorang pun yang tahu apa
yang perlu diucapkan.
Aku takut, ucapku.
Bayangkan bagaimana perasaan mereka, ucap
Maddy.
Madds! teriakku.
Maaf.
Keren. Mereka mungkin diejek seperti tadi itu
setiap saat, ucap Tahnee.
Mereka mungkin sudah biasa seperti itu. Jangan
khawatir, Lou, kata Dene sambil merangkulku.
Yeah, tapi aku yakin mereka tidak diejek
sesering itu oleh orang yang diminta untuk menjaga
mereka.
Dengan pasrah aku berharap salah satu temanku
akan mengatakan sesuatu yang dapat membuat
perasaan sakit di perutku ini menghilang.
Shelley akan membunuh kita, iya kan? ujar
Maddy, memegang tanganku. Ini karma, tahu.
Karena kita mengatakan semua hal buruk tentang
mereka, maka kita kan mendapatkannya.
Tahnee menepuk jam tangannya. Ini saatnya
masuk kelas. Aku dan Maddy bertatapan ngeri.
Aku merasa sedikit sakit, ucap Maddy pelan.
Oh dasar! Ayo masuk. Hadapi akibatnya, dasar
pecundang. Menjadi aktor itu harus juga menjadi
berani. Tahnee menyambar tangan kami dan
menyeret kami ke dalam kelas.

Kalau Evie dan Cameron telah bercerita pada Shelley
tentang apa yang telah kami katakan, dia tidak
tampak cemas mengenai itu. Selama meditasi, semua
orang mengangkat bantal mata mereka agar bisa
melirik ke dua bintang TV yang sedang memasuki
ruang karpet Persia kami. Tahnee bahkan tidak
berusaha membuat kami terkikih. Peluh membasahi
dahiku. Shelley pasti akan marah.
Baik sekali, teman! Harus aku akui itu tadi
meditasi yang fantastis. Kalian berkembang dengan
pesat.
Louie Eary Maddy berbisik padaku, semua
rambutnya habis! melirik kearah si kembar, aku bisa
lihat rambut Cameron telah dipangkas menjadi gaya
potongan pendek. Dia tampak sangat berbeda.
Hey, bergegaslah! Shelley memperingatkan
kami ketika kami mengembalikan bantal mata kami
ke lemari. Apa dia tahu? Dia tidak tampak begitu
marah.
Tidakkah kalian mau memperkenalkan diri ke
dua artis baru kita? bisik Shelley padaku. Dia
memang tidak tahu apa yang telah terjadi. Perlahan
aku berjalan kearah mereka. Aku tidak tahu apa lagi
yang perlu diperbuat. Mata mereka seakan
meluncurkan belati-belati kecil kearahku. Ini tidak
akan mudah. Aku mengulurkan tanganku seperti yang
Shelley ajarkan untuk memperkenalkan diri secara
formal. Entah mereka tidak tahu cara berjabat tangan
atau mereka memang mengacuhkanku.
Um, hai! Namaku Louie dan um, oke, um aku
yang paling tua di kelas ini, ceplosku bodoh.
Kau kira kami peduli? ucap Evie, memalingkan
pandangan.
Oke, aku minta maaf soal yang tadi, bisikku.
Kami hanya bercanda. Tolong jangan dianggap
serius atau apapun. Dua gadis itu masih
mengacuhkanku. Aku duduk di samping mereka,
berharap Shelley tidak memperhatikan reaksi mereka.
Melirik ke rambut pendeknya Cameron, aku
perhatikan dia punya luka-luka kecil yang tersebar di
seluruh wajahnya.
Semuanya tolong duduk melingkar dan aku
tidak ingin melihat postur yang buruk, Shelley
berseru di ruangan ini. Aku menyarankan Maddy,
Tahnee dan Dene untuk duduk denganku dan si
kembar, tapi para pengecut itu tetap duduk tepat
dimana mereka sebelumnya berada.
Apa latihan selanjutnya? tanya Evie, masih
tidak menatapku. Aku kaget, dua gadis ini tampak
agak gugup.
Oh, aku tidak tahu. Mungkin improvisasi,
jawabku. Aku sangat lega dia mulai mau bicara
padaku.
Apa itu improvisasi? tanyanya, tampak semakin
gugup dan tidak nyaman. Aku terkejut. Bagaimana
bisa Evie dan Cameron Billingham tidak tahu apa itu
improvisasi? Mereka sudah bermain selama bertahun-
tahun. Semua orang yang berakting tahu apa itu
improvisasi. Aku berusaha menjelaskan bahwa itu
adalah sandiwara singkat dan tidak ada latihan.
Keduanya masih tampak bingung.
Jadi! Siapa yang telah melakukan sesuatu yang
spontan minggu ini? suara Shelley menunjuk kami
dari sisi lain lingkaran. Semua orang bengong
kearahnya. Tidak ada satupun yang tahu apa yang
sedang dia bicarakan. Shelley sering berbicara
berbelit-belit. Menurutku itu adalah caranya untuk
membuat kami berpikir lebih cepat. Evie dan
Cameron memandangiku dengan putus asa. Yang bisa
kulakukan adalah mengangkat bahuku ke arah
mereka. Aku juga tidak tahu.
Ayo! Salah satu dari kalian yang tidak rapi ini
pasti telah melakukan sesuatu yang menarik dan
spontan minggu ini, ujarnya, menekankan kata
spontan. Matt Parker mengangkat lengannya. Ada
sebuah gips baru berwarna hijau ngejreng di
peregelangan tangannya.
Bukan, Matt. Mematahkan tulangmu bukan
sesuatu yang kau pilih untuk dilakukan secara
spontan. Baiklah, aku pikir bukan. Kelly! sebagian
dari kami meluruskan punggung dengan lega karena
dia memilih Kelly Shinosaki yang malang. Apa yang
telah kau lakukan minngu ini yang bersifat spontan?
Um, aku tidak mengerti apa yang kau maksud,
Shelley . . . ucap Kelly terbata, gugup.
OK. Aku sedang membahas tentang terjatuh di
jalan atau tersenyum pada orang asing atau menelpon
teman lama. Hal-hal semacam itu. Tidak perlu hal
yang besar, hanya sesuatu yang kalian lakukan tanpa
pikir panjang.
Aku mengangkat tanganku.
Ya, Louie? Tanya Shelley. Semua temanku
menatapku mengantisipasi.
Aku tidak yakin apakah ini yang sedang kau
bicarakan, tapi bisakah Cameron yang mencukur
rambutnya ini menjadi sesuatu yang spontan? aku
tersenyum kearah Cameron, tapi dia sudah tidak ada.
Dia secara spontan telah separuh jalan melewati kelas
dan menuju pintu keluar. Evie menatapku sangar
sebelum bangkit dan mengikuti saudaranya. Ketika
pintunya dibanting setelah dia keluar, kelas benar-
benar terdiam. Untuk kedua kalinya di hari itu,
sekelompok aktor tercengang; harusnya ini jadi rekor
dunia. Semua orang menatap Shelley saat dia
bermain-main dengan cincin bulat perak di jari-
jarinya yang panjang. Ini tampak seperti satu jam
telah berlalu sebelum dia berbicara.
Baiklah. Louie? Pergi dan lihat apakah si
kembar itu baik-baik saja dan kita akan mulai sebuah
improvisasi, bisa? semua anak bangkit, lega karena
ketegangan telah pecah. Saat aku melewati pintu,
Tahnee mengacungkan jempolnya. Aku memalingkan
wajah dengan yeah, benar padanya. Tidak mungkin
semuanya akan jadi keren.
Aku mendapati mereka berhimpitan di sudut
ruang beryanyi. Dengan ragu aku mendekati mereka.
Apa kalian baik-baik saja? tanyaku, berdiri di
sana dengan canggung.
Menurutmu, dasar pengecut? Pergi saja sana,
bentak Evie marah padaku. Kau telah cukup
melakukannya dalam sekejap, begitu kan?
Dia benar. Aku memang orang terakhir yang
membantu mereka. Mereka membenciku. Tapi
Shelley akan membunuhku bila aku tidak
melakukannya. Aku harus berusaha lagi.
Aku sangat, sangat, sangat mohon maaf untuk
yang tadi. Itu hanya, baiklah, um . . . aku tidak tahu
apa yang perlu diucapkan ke mereka. Mengapa aku
bisa jadi sangat menyeramkan bagi Evie dan
Cameron? Aku bahkan tidak mengenal mereka.
Kau hanya iri karena kami telah melakukan
banyak sekali pekerjaan akting, Cameron berusaha
bicara di sela sesenggukkannya. Hidung dan matanya
memerah karena menangis. Aku merasa seperti
Wicked Witch of the West.
Apa yang aku katakan tadi, aku hanya bercanda.
Aku bahkan belum pernah berbicara denganmu jadi
mengapa aku harus menghinamu? Aku benar-benar
minta maaf.
Lihat, Cam, itu bukan karena wajahmu, ucap
Evie. Cameron mulai menangis lagi. Kau bilang
bahwa rambut Cam itu disengaja, iya kan? Kau
membuatnya sedih. Membuatnya kembali mengingat
kecelakaan itu, ucap Evie sambil memeluk
saudaranya yang sedang menangis.
Bukan, aku hanya mengira dia mencukur
rambutnya. Aku tidak
Pergi saja sana! teriak Evie padaku.
Perlahan aku kembali ke kelas. Aku ini
menjijikkan. Aku ini memuakkan. Aku ini orang yang
memuakkan. Cameron yang malang telah berpikir
aku ini bercanda tentang kecelakaannya. Ketika aku
memasuki ruang kelas, semua orang menghentikan
apa yang sedang mereka lakukan dan menatapku.
Jadi, apa hasilnya, Louise? tanya Shelley
padaku.
Um, mereka hanya ingin sendiri dulu sementara
waktu. Dia menganggukan kepalanya dan anak-anak
melanjutkan kegiatan mereka. Tahnee, Dene dan
Madds menatapku. Aku melontarkan dua kata ke
mereka: MASALAH BESAR. Aku memang dalam
masalah besar.

















Bab Empat
Semburan angin hangat menyambutku saat aku
mundur dengan cepat melewati pintu utama yang
terbuat dari kayu besar. Ayah dan Ibu terobsesi
dengan perapian dan cerobong asap. Rumah kami
punya empat. Aku sering berkhayal, persis seperti
dalam Mary Poppins, kau bisa terbang ke atas
cerobong asap dan menari di atas atap sepanjang
malam. Sekarang ini aku benar-benar ingin tersedot
kedalam sebuah cerobong asap. Berapa lama lagi
sampai Shelley akan memanggangku? Dia pasti
sangat marah saat tahu akulah yang menyebabkan
Cameron menangis.
Dengan malas aku membuang ranselku ke
samping Rufus si karpet beruang coklat besar dan
menarik tubuhku sendiri ke ruang tengah.
Louie! Louie! Louie! Aku ada di teeveeee!
teriak Jake sekeras-kerasnya.
Jake, diamlah. Aku ini sedang migrain,
bentakku.
Sayang, kau tidak migrain. Kau masih terlalu
muda. Kau cuma sakit kepala, ucap Ibu.
Baiklah ini sakit kepala yang beralih menjadi
migrain, jawabku. Faktanya aku memang punya dua
sakit kepala, satu bernama Evie dan satunya bernama
Cameron.
Aku kenal seorang gadis penyebab migrain
karena mereka itu berdua, bu, jadi aku benar-benar
bisa memiliki salah satunya.
Ibu memutuskan untuk mengganti topik.
Bagaimana kelas dramanya tadi, sayang?
Comme i, comme a, jawabku sambil
mengambil Mozzie, kucing Himalaya pemalas milik
kami, dari lantai. Hidung kecilnya berusaha
bersembunyi dibalik kerahku.
Comme i, comme a? Apa itu? Tanya Jake.
Itu bahasa Perancis untuk baik-baik saja. Kau
harus banyak membaca, Jake, jawabku ketus.
Aku sudah melakukannya. Aku telah banyak
membaca! teriaknya padaku. Dia benar. Aku baru
saja bertindak kasar. Jake memang pembaca terbaik
untuk anak seumur dia.
Mengapa kau sangat ketus, Lou? tanya ibu
padaku.
Hari yang buruk.
Baiklah, jangan melimpahkannya pada
saudaramu. Itu tidak adil.
Maaf, Jake. Jake ternyata sudah lupa kalau dia
sedang marah padaku dan sekarang sedang
menggonta-ganti saluran TV.
Itu ada aku lagi! teriaknya.
Jake telah syuting iklan mentega kacang
beberapa minggu lalu dan sekarang iklannya telah
muncul di TV. Ini adalah akting pertama yang Jake
selesaikan. Dia sangat bahagia.
Lihat! Lihat! Itu aku!
Perannya adalah mengigau tentang mengapa
mentega kacang miliknya itu lebih baik dari mentega
kacang yang lain. Dia cukup baik untuk iklan
pertamanya. Aku ingin mengungkapkannya hanya
saja tidak dapat keluar dari mulutku.
Jake, jangan besar kepala atau apapun. Itu hanya
iklan, malah itu yang keluar. Bibir bawahnya mulai
bergetar, ibu memelototiku.
Baiklah, dia perlu tetap rendah hati.
Ingat seperti apa kau dulu ketika kau
menyelesaikan iklan pertamamu? ibu bertanya
sambil menunjukku. Aku ingat seseorang
mengadakan pesta karena dia sangat bahagia berada
di TV.
Jake menatapku sendu.
Jake, tadi itu keren bagaimana kau berusaha
untuk memadatkan roti isi daging itu ke mulutmu.
Wajahnya langsung berubah tersenyum.
Yeah! Dan coba tebak, Louie?
Apa?
Mau tahu rahasia? Jake menyeretku ke sisi lain
ruangan. Dizzie, kucing kami yang lain, sedang
tertidur di kursi goyang. Aku menyentil telinganya.
Orang-orang TV itu membuatku memuntahkan
roti isi daging padahal baru satu gigitan. Mereka
membuang enam roti isi daging itu, Louie! Enam!
Dia mengacungkan enam jarinya untuk menekankan
maksudnya.
Apa Ayah akan marah? tanyanya, melotot.
Yeah, jawabku setuju.
Saat kalian makan di iklan atau TV, orang-orang
TV itu tidak akan pernah membiarkanmu benar-benar
makan benda yang diiklankan karena jika tidak kalian
akan kekenyangan padahal baru beberapa kali
pengambilan gambar. Mereka selalu membuatmu
memuntahkan makananmu ke dalam ember. Jake kira
mereka tidak bertanggung jawab dan membuang-
buang makanan. Dia anak yang lucu. Aku
memikirkan lagi iklan terakhir yang aku lakukan.
Empat bulan yang lalu. Perutku tiba-tiba geli.
Kau mau melihatnya lagi, Louie? Ibu
merekamnya.
Tidak, Aku harus pergi dan mengerjakan PR-
ku, ucapku berbohong. Aku berjalan ke dapur dan
mengambil gagang penerima telepon tua kami. Kau
berbicara melalui kotak kayu yang dipasang di
dinding dan mendengar melalui tuter kuningan yang
terlihat seperti perkakas yang tersambung dengan
kabel. Kau harus meletakkan tuternya tepat di depan
telingamu saat kau bersandar dan berbicara. Ini
sedikit keren dan aneh. Aku menghubungi nomor
Maddy.
Hallo? dia langsung menjawab.
Hey, Sad-Mad. Ini aku.
Apa kau ada di telepon aneh itu lagi? komplain
Maddy.
Yaaaaaa.
Kau tahu aku benci telepon itu; terdengar seperti
kau ada di kamar mandi atau apa lah, ejek Maddy.
Kau mengatakannya setiap kali aku
menelponmu! Berhentilah! Itu tidak benar! kataku,
puas. Aku tahu Maddy akan menghiburku.
Baiklah itu benar. Terdengar seperti kau sedang
di toilet atau apa, ucapnya, mulai terkekeh.
Itu tidak benar, sahutku.
Aku harap Mickey tidak berpikir kau sedang di
toilet setiap kali kalian melakukan percakapan
romantis.
Maddy! Diam, kau bodoh. Itu bukan percakapan
romantis, terima kasih banyak. Dan tidaklah terdengar
seperti aku berada didalam toilet. Aku mendengar
Maddy berusaha menahan tawa di seberang sana.
Benarkah? tanyaku ragu.
Maaf mengganggumu saat kau ternyata sedang
buang air, tapi
Maddy! Jorok!
Memalukan sekaliapa semua orang berpikir
aku sedang di toilet ketika aku menelpon mereka?
Jadi Mickey Meikle benar menyukaimu, teriak
Maddy.
Apa? Wajahku tiba-tiba berubah semerah
karpet merah.
Nah, kau tidak menyangkal kalau dia
menelponmu, Pooey Louie, jadi memang jelas dia
melakukannya.
Maddy kecil yang pemalu ini juga baru saja
menjadi Maddy kecil yang super pintar. Ayah selalu
berkata bahwa orang yang tidak banyak bicara itu
dijamin pintar karena mereka berpikir setiap saat.
Ayah memang selalu benar.
Louie suka Mickey! Louie suka Mickey! dia
bernyanyi-nyanyi di telepon.
Tidak. Kau terdengar seperti bayi, Maddy,
ucapku marah.
Louie dan Mickey duduk di bawah pohon, b-e-r-
c-i-u-m-a-n! Jangan menyangkalnya, Louie, aku tahu
kau menyukainya, jawabnya terkekeh. Itu benar.
Aku memang menyukainya. Meskipun aku pastinya
tidak akan mungkin mengatakannya pada Maddy. Itu
pasti akan tersebar di sekolah drama dalam beberapa
menit saja. Aku akan diolok-olok setiap hari selama
sisa hidupku.
Kau seperti seorang ratu drama, Maddy. Kami
hanya saling membantu dalam kerjasama vokal, itu
saja.
Aku mulai takut. Bagaimana jika Maddy
membuat rumor? Aku memilih berganti topik untuk
mengalihkan perhatiannya. Aku penasaran apakah
dua kembar mengerikan itu telah berhenti menangis.
Maddy berhenti tertawa. Dia masih berpikir
kalau itu adalah salahnya yang membuat Cameron
tertabrak mobil saat sedang bersepeda. Dene berkata
padaku bahwa Maddy bahkan sudah mengubur dadu
ajaibnya di bawah batu yang ada di dalam akuarium
ikannya. Tidak ada satupun dari prediksi dadu Maddy
yang pernah berhasil jadi aku tidak tahu mengapa dia
itu sangat khawatir.
Apa kau telah mendengar sesuatu, Louie?
tanyanya ragu-ragu. Aku bisa saja mengarang cerita
bohong untuk membuatnya merasa lebih bersalah tapi
aku tidak bisa melakukannya. Itu terlalu jahat.
Tidak. Aku tidak mendengar apapun. Hey? Apa
kau kira mereka bergabung dengan agensi plus
sekolah drama?
Tidak. Tidak mungkin. Cameron dan Evie itu di
Actors Alive, Louie.
Jadi? Mengapa Maddy harus mengatakan itu?
Actors Alive tidak lebih baik dari yang Shelley
punya.
Jadi? Actors Alive itu agensi terbaik di kota ini,
itu saja. Hey, suruh Tahnee mencari tahu, teriaknya.
Ide bagus, Sad-Mad. Aku menelponmu kembali
segera. Aku berlari ke ruang belajar dan mengirimi
Tahnee e-mail. Tahnee selalu menjelajah internet.
Sambil menunggunya menelpon, aku merenungi
kegagalan besar pada telepon tadi. Aku memutuskan
untuk berbicara dengan Ibu dan Ayah untuk membeli
telepon yang baru. Berapa banyak orang yang
berpikir kami sedang ada di toilet ketika kami
menghubungi mereka?
Sekembalinya ke dapur aku membuat roti isi
sambil menunggu panggilan dari Tahnee. Saat aku
membuka tempat penyimpanan makanan, beberapa
kantong plastik mentega kacang menghujani
kepalaku.
BU! teriakku, menggosok kepalaku yang
memar.
Apa? ucap ibu langsung meluncur ke dapur.
Kau baik-baik saja?
Apa-apaan mentega-mentega kacang ini? Baru
saja menyerangku. Ibu tertawa dan dia menjelaskan
bahwa selain dibayar, Jake juga diberi persediaan
mentega kacang selama setahun untuk iklan itu.
Semoga kau suka mentega kacang, Louie, karena
sepertinya kita akan terus memakannya. Ibu tertawa
sendirian dan kembali lagi ke ruang tengah. Ibu
memang sering tertawa dengan leluconnya sendiri.
Aku melompat ketika telepon di sampingku bergetar.
Tahnee? jawabku semangat.
Siap melayani, Pooey Louie, ujarnya dengan
aksen bahasa Inggris yang anggun.
Jadi apa yang terjadi? Apakah mereka
bergabung dengan agensi atau tidak?
Nah, aku menelpon Shelley dan
Suara apa yang kau gunakan? selaku.
Aku menjadi Tall Tony, pemilik toko grosir
mainan dan sepeda terbesar di kota ini! ujar Tahnee
dengan suara pembawa acara TV andalannya.
Apa Shelley mempercayaimu?
Kaitkan, ulur, dan lemparkan, Pooey. Tahnee
mengeluarkan suara berat dan serak Tall Tony. Jadi
Shelley, kami berencana untuk membuat iklan baru
untuk perluasan mainan anak-anak perempuan di
tahun ini dan uh, nah, kami ingin tahu apa kau tahu
bagaimana menghubungi si kembar pirang
Billingham itu.
Aku tertawa. Tahnee memang baik sekali
menirukan suara orang lain; dia benar-benar terdengar
seperti Tall Tony.
Jadi apa yang dia katakan, Tahnee?
Dia bilang bahwa mereka baru saja memutuskan
untuk bergabung dengan agensinya setelah berada di
Actors Alive selama bertahun-tahun. Tidak ada kesan
buruk tapi mereka hanya merasa mereka perlu
perubahan. Tapi tahu apa yang paling aneh, Louie?
tanya Tahnee.
Apa?
Dia bilang bahwa mereka tidak akan lagi bekerja
sebagai kembaran. Dia berkata bahwa mulai sekarang
mereka akan digambarkan sebagai aktor yang terpisah
dan tidak akan mengerjakan pekerjaan kembar
apapun lagi. Dia juga berkata bahwa The Shooting
Stars merasa terhormat dan bahagia karena dapat
mewakili mereka . . . memuakkan!
Aku penasaran apa Shelley pernah berkata dia
merasa terhormat dan bahagia karena mewakiliku.
Aku menutup telepon dan menelpon Madds.
Ini aneh, Louie. Mengapa kau mau
meninggalkan Actors Alive demi Shooting Stars?
Shooting Stars juga tidak seburuk itu, Madds.
Membicarakan Actors Alive mulai membuatku
sakit kepala. Aku putuskan untuk berganti topik lagi.
Apa kau sibuk? Ayo lakukan tugas spontan yang
Shelley ajarkan. Aku meminta Maddy mengambil
pena dan kertas. Segera aku memberinya daftar
bahan-bahan lengkap untuk membuat makanan
pencuci mulut kesukaanku, astor coklat. Langkah
demi langkah kami membuat kuenya melalui telepon.
Akhirnya, saat kami meletakkannya di oven, kami
sepakat untuk mengerjakan beberapa pe-er. Kami
berdua yakin kalau pe-er tidak akan sesukar itu
dengan astor coklat yang menanti untuk dilahap.
Baru saja aku memulai pe-er aljabarku, telepon
berbunyi lagi. Aku meluncur menuruni pagar tangga
spiral dan berlari ke dapur.
Hallo?
Mereka itu mengerikan dan mereka itu
menyedihkan, lawan dari keceriaan; misterius dan
menjemukan, The Eerie Family! Mickey Meikle
bernyanyi di ujung telpon.
Mickey. Orang yang menciptakan The Adams
Family akan membongkar makam mereka setiap kali
kau menyanyikan lagu itu.
Louie, The Adams Family dibuat ketika TV
masih berwarna hitam-putih. Dan The Eerie Family
itu lebih menakutkan daripada The Adams Family.
Apa kau lihat episode minggu lalu?
Kau benar-benar gila, Mickey. The Eerie
Family itu dibayar murah dibandingkan The Adams
Family dan kau tahu itu, ucapku seraya wajahku
memerah, penasaran apakah dia berpikir aku sedang
berada di dalam toilet.
Aku gila? Kau itulah orang yang tinggal di
rumah berhantu dan memiliki banyak hewan
peliharaan. Acara kesukaan Mickey adalah The
Eerie Family. Dia pikir seru untuk menggangguku
karena memiliki nama belakang yang mirip.
Baiklah, Lou, aku menelpon karena aku tidak
akan mengikuti sesi latihan suara besok. Aku akan
ikut audisi.
Keren. Mungkin kita bisa melakukannya melalui
telepon? saranku. Kami sedang membaca To Kill a
Mockingbird, buku kesukaanku, akhir-akhir ini. Kami
mengambil giliran membaca buku kesukaan kami
untuk berlatih pita suara kami. Ternyata, pita suara di
tenggorokanmu itu hanya seperti otot yang ada di
kaki ataupun tanganmu. Semakin kau melatihnya,
semakin kuatlah ia.
Jadi, bagaimana kabarmu, Louie yang cantik?
Apa Mickey baru saja memanggilku cantik?
Tiba-tiba aku merasa ingin mengunyah bola tenis.
Um, ah, tahulah, tidak banyak. Baiklah,
sebenarnya, aku hampir bermasalah dengan Shelley,
akuku, akhirnya aku dapat menyusun kalimat dengan
benar.
Mengapa? Apa yang telah kau perbuat?
Kau tahu si kembar pirang bodoh itu, Evie dan
Cameron?
Si kembar Billingham?
Yeah. Mereka baru saja bergabung dengan
Shelley dan mereka tidak sengaja mendengarku
berkata bahwa mereka jelek.
Mengapa kau mengatakan itu? Mereka itu
sangat manis. Rasanya seperti seseorang baru saja
memukul perutku. Apa maksudnya dia berkata bahwa
mereka itu manis?
Oke, kau tahu, aku hanya bercanda dan mereka
mendengarnya. Tidak ada masalah sebenarnya tapi
salah satu yang baru mengalami kecelakaan mobil
mulai menangis dan sesenggukan.
Salah satu dari mereka baru saja megalami
kecelakaan dan kau malah bersikap kasar terhadap
mereka? Mengapa harus kau lakukan itu? Itu sangat
jahat, Lou, ujar Mickey.
Mengapa dia sangat aneh? Si kembar itu memang
memuakkan, semua orang tahu itu.
Mickey! Mereka itu si kembar Billingham, anak
paling mengganggu di dunia!
Kenapa? Apa yang teah mereka lakukan?
tanyanya.
Kau tahu . . . aku mulai sadar bahwa mereka
sebenarnya tidak melakukan apapun.
Louie, aku kira kau sudah berubah seperti
monster bermata hijau.
Apa itu, Mickey?
Kau iri.
Aku takut. Aku tidak iri dengan kembar idiot itu.
Tidak!
Ya. Aku telah bekerjasama dengan mereka
beberapa kali dan mereka itu baik. Apa masalahmu?
ucapnya sambil menutup telepon. Mickey menutup
teleponku! Ini adalah hari terburuk dalam hidupku.
Ibu marah padaku, si kembar itu marah, Mickey juga
marah dan Shelley juga akan marah saat dia tahu aku
telah mencemooh si kembar itu.
Aku berusaha melihat sisi positifnya; minimal
tidak ada hal yang dapat lebih buruk lagi.
Louie, bau gosong apa itu? ucap Jake saat dia
masuk ke dapur. Astor coklatku!
























Bab Lima
Selama seharian berada di sekolah, semua yang bisa
aku pikirkan hanya mengenai Mickey yang menutup
teleponku. Dia bahkan tidak memberiku kesempatan
untuk menjelaskannya dengan jelas. Si kembar itu
juga jahat. Aku tahu alasan Shelley akan memakiku
tapi Mickey itu temanku. Dia harusnya
mendukungku. Si kembar itu menjengkelkan. Aku
tidak yakin dia pikir mereka itu cantik. Laki-laki
memang dapat menjadi sangat bodoh.
Ketika tiba di rumah, api menyembur dari dalam
perapian. Aku berdiri di depan perapian dan menutup
mataku, berharap Mary Poppins akan mendengar
doaku dan menghisapku ke cerobong asap. Tidak ada
yang berhasil. Kakiku masih dengan kuat menempel
di lantai.
Louie? Ada pesan di mesin penjawab telepon
dari Shelley. Dia perlu bicara denganmu segera,
teriak Ayah dari ruang kerjanya.
OK, aku akan segera menghubunginya,
jawabku dengan muram lalu beranjak menuju dapur.
Aku hampir mendapatkannya.
Tidak, dia ingin kau menemuinya di kantornya
sendirian. Uh-oh! Aku benar-benar akan
mendapatkannya. Dengan murung aku kembali ke
luar setelah aku mengambil apel dan ranselku. Lima
menit adalah waktu yang aku butuhkan hanya dengan
berjalan kaki menuju The Shooting Stars. Aku juga
hanya butuh waktu lima menit sebelum aku mendapat
omelan terbesar. Atau mungkin hal yang lebuh buruk
dari itu. Mungkin juga aku hanya punya waktu lima
menit sebelum aku dikeluarkan dari agensi. Pintu
depan kantor menimbulkan bunyi bukk saat aku
menutupnya kembali.

Saat aku memasuki bangunan tua berlantai tiga ini,
aku mengambil nafas dalam-dalam. Nafas yang
dalam itu dianggap dapat menangani kegugupan. Aku
meyakinkan diriku sendiri untuk tetap tenang dan
mengendalikan diri. Aku hanya perlu menghadapi
akibat perbuatanku itu persis seperti apa yang telah
Tahnee katakan.
Si kembar ternyata telah duduk di kantor. Begitu
juga Tahnee! Shelley tersenyum padaku dan
menyuruhku untuk duduk. Dia dapat menjadi sangat
manis terhadap seseorang yang tidak disukainya.
OK, anak-anak, sekarang setelah kalian semua
ada di sini, aku ingin mengucapkan selamat atas
dimintanya kalian untuk mengikuti audisi Endless
Exile. Aku menoleh ke Tahnee yang sedang berseri-
seri. Aku tidak mendapatkan masalah apapun.
Endless Exile merupakan film roman seharga
tujuh juta dolar dan mereka sedang mencari dua anak
perempuan untuk berperan sebagai saudara. Agen
kasting dari studio filmnya memilih kalian berempat
berdasarkan audisi terakhir yang kalian lakukan tahun
lalu. Hanya ada dua puluh anak lainnya yang dipilih
untuk ikut audisi. Shelley memberikan kami masing-
masing satu naskah untuk dipelajari.
Audisinya diadakan hari Jumat depan. Mereka
memberi kalian waktu satu minggu untuk
mempelajari adegan-adegan untuk audisinya dengan
serius, untuk berlatih kemampuan anggarmu dan
untuk mengahafal aksen Latin. Film ini dibuat di
Alabama.
Apa itu anggar? tanya Tahnee pada Shelley.
Anggar itu perkelahian yang menggunakan
pedang. Anggar dimainkan di Olimpiade dengan
pakaian putih dan pelindung wajah dari kawat. Kalian
harus memiliki tingkat kemampuan yang baik dalam
anggar untuk dapat mendapatkan perannya. Aku telah
menyuruh George untuk mengajari kalian setiap
malam selama satu minggu ini. Apa kalian siap?
tanya Shelley bersemangat.
Kami semua mengangguk. Film roman seharga
tujuh juta dolar? Tentu saja kami siap. Shelley
membawa kami ke ruang kostum yang ada di sebelah
ruangannya dan mengambilkan empat buah pelindung
wajah anggar.
Kalian akan berlatih dengan pedang tumpul jadi
tidak ada kemungkinan kalian akan terluka tapi mata
kalian perlu dilindungi setiap saat. Paham? Ini sangat
penting, nak, kecuali jika tentu saja kalian hanya
ingin mendapat peran seperti Cyclops. Kami semua
mengangguk. Tahnee memakai pellindung wajahnya.
Ugh, baunya seperti kaus kaki kotor.
Banyak tespian yang berkeringat di topeng-
topeng itu untuk membuat Richard the Third maupun
Romeo and Juliet menjadi nyata dan hidup.
Rengkuhlah aromanya.
Terlambat! Itu memang sedang merengkuhku,
menyengat!
Apa itu tespian? Evie bertanya pada Cameron.
Apa itu menyengat? Cameron bertanya ke Evie.
Si kembar ini memang bodoh.
Tespian itu artinya aktor, jawabku. Aku dan
Tahnee memutar mata kami dan mengikuti Shelley ke
aula.
Dan menyengat itu deskripsi paling baik untuk
bau saat kalian ada, bisik Tahnee padaku. Dia dapat
saja menjadi jahat ketika dia mau.
Mereka sangat menyebalkan, bisikku ke
Tahnee.
Sama seperti iklan mereka, dia tertawa pelan.
George yang menawan sedang menunggu kami.
Dia dengan lembut membagikan masing-masing kami
sebuah pedang berbahan logam tipis dan
mencontohkan gerakan-gerakan dasar dalam anggar.
Aku dan Tahnee mengalami kesulitan untuk
berkonsentrasi; dia tampak mirip sekali dengan Brad
Pitt. Dia memakai kaos putih tipis dengan bercak-
bercak merah dan jingga yang tersebar di seluruh
permukaan bajunya dan celana panjang berwarna
kuning kecokelatan. Apapun yang George pakai, dia
pasti tampak keren. Aku kira semua bintang film
berusaha melakukannya. Apakah ada seseorang yang
mengajarkan mereka melakukan itu atau hal itu
muncul dengan sendirinya?
Evie dan Lou, kalian dapat berpasangan dan
Tahnee dan Cam, kalian jadi pasangan lainnya.
Aku dengan geram mengelilingi Evie. Saat kami
mulai bermain anggar, kata-kata Mickey berputar-
putar dikepalaku: Mereka itu manis. Aku
melakukan serangan tajam ke paha Evie.
Ow! teriaknya. Kau tidak disuruh memukul
sekeras itu. Selanjutnya aku mengarah ke betisnya
dan memukulnya dengan pas. Louise memukulku
dengan sangat keras, dia mengeluh pada George.
Tidak; kau tidak melindungi dirimu sendiri
dengan baik. George mengawasi kami bermain
anggar sebentar. Aku mengendalikan diri hanya
karena ada George di sana. Evie itu memang anak
cengeng. Dia mengeluh setiap lima detik. Aku tidak
bisa menahannya kalau aku ini lebih gesit dibanding
dia.
Setelah satu jam berlatih, waktunya pulang. Aku
dan Tahnee mengucapkan sampai jumpa pada Goerge
dan mengabaikan si kembar. Shelley berteriak pada
kami saat kami melewati ruangannya: Anak-anak,
jangan lupa kalau kalian ada kelas aksen besok jam
empat, oke? ucap Shelley berbinar. Aku tidak tahu
banyak mengenai film, tapi dari reaksinya, itu pasti
hal yang besar.
Apa kau tahu mengapa Shelley berhenti
berakting? tanyaku pada Tahnee saat kami keluar
gedung.
Aku tidak tahu. Padahal dia itu fenomenal. Dia
mengerjakan banyak peran saat masih kecil.
Dia mungkin tidak berkualitas, komentar Evie,
beberapa langkah di belakang kami. Aku dan Tahnee
mengabaikan mereka.
Yeah, apa yang kau katakan, Evie? Orang yang
tidak bisa mengajar? si kembar itu tertawa,
mengikuti di belakang kami.
Lalu mengapa kalian datang ke sini, kalau kalian
pikir Shelley tidak dapat berakting? ujarku marah.
Shelley adalah guru terbaik yang pernah kumiliki. Dia
menginspirasi, penuh gairah, antusias, dan penuh
semangat. Setiap kali aku keluar dari kelasnya otakku
dipenuhi dengan ide-ide dan gagasan-gagasan. Tidak
ada satupun guru drama di sekolah tinggi yang dapat
mendekati kualitas Shelley. Dia itulah seorang guru.
Hanya karena dia tidak dapat berakting bukan
berarti dia tidak dapat mengajar, Nona Eary, ejek
Cameron dengan malu-malu.
Bagaimana kau tahu nama belakangku?
Mereka itu mengerikan dan mereka itu
menyedihkan, lawan dari keceriaan; misterius dan
menjemukan, The Eerie Family, si kembar itu
bernyanyi bersama. Apa yang telah Mickey katakan
pada mereka? Bagaimana bisa dia membicarakan
tentangku pada mereka? Apa yang telah dia katakan?
Apa ini maksudnya kalau dia ada di pihak mereka? Si
kembar itu tertawa sementara aku berusaha memberi
jawaban yang tepat.
Terdiam kau, bintang aneh? ejek Cameron.
Yeah, tidak heran kalau kau itu tidak dapat
mendapatkan acara drama, menjadi bagian dari
keluarga itu.
Oh, sadarlah! Setidaknya Louie punya otak yang
lengkap. Tidak seperti kalian berdua, dimana otak
kalian itu pasti terbelah saat selnya terbagi. Pasti
menyedihkan hanya memiliki lima puluh persen dari
semua hal yang ada, ucap Tahnee seraya
menggandeng lenganku dan menjauhkanku dari si
Billingham.
Pengecut sekali. Mereka menonton The Eerie
Family! Orang-orang itu memang tidak punya selera
yang bagus, iya kan Tahnee?
Tiba-tiba aku diputar kebelakang. Evie
memegang lenganku. Wajahnya hanya berjarak
beberapa senti saja dariku dan dia melotot garang
padaku.
Apa masalahmu sebenarnya? desaknya.
Kau sendiri apa? jawabku sambil mendorong
bahunya. Aku dan Tahnee terus berjalan.
Hey! ucap Evie sambil menarik bahuku dan
memutarku lagi. Kami tidak mengenal siapapun di
sini dan kami telah mengalami saat-saat yang sulit
akhir-akhir ini. Hal yang harusnya kalian lakukan
adalah bersikap sopan. Evie menunjukkan tatapan
sendu dari wajahnya. Mungkin aku dapat sedikit
tenang.
Lupakanlah, Evie. Mereka hanya iri karena kita
mendapatkan lebih banyak peran di banding mereka,
ucap Cameron pada saudaranya. Hal terakhir yang
dia kerjakan adalah iklan pasta gigi itu.
Beraninya dia! Jadi bagaiman kalau memang
itulah hal terakhir yang aku kerjakan? Siapa yang
peduli?
Kalian itu hanya orang sombong yang tinggi
hati. Hanya karena kalian mengerjakan banyak acara
TV dan film tidak menjadikan kalian lebih baik dari
kami, teriakku pada Cameron.
Kami tidak pernah mengatakannya, jawab Evie.
Kalian hanya mampir ke sekolah dan agensi
kami dan berharap bisa diperlakukan seperti puteri.
Sebaiknya lupakan hal itu. Kami benci kalian. Tidak
ada seorangpun yang akan menyukai kalian di sini,
ucap Tahnee sambil menggandeng lenganku daan
membawaku pergi.
Itu akan mengajari mereka, ucapnya padaku
saat kami berlalau dengan segera. Sebelum kami
berbelok di persimpangan, salah satu dari mereka
berteriak lagi.
Setidaknya kami punya payudara yang asli!
Kami berbalik tapi si kembar itu sudah tidak
tampak lagi.
Kami berjalan pulang dengan terus terdiam.
Kami berdua sangat marah. Beraninya mereka
berbicara pada kami seperti itu. Sampai pada akhirnya
Tahnee berdehem.
Apa payudaraku tampak palsu di Dolphin
Call? tanyanya gugup.
Tidak mungkin kalau aku mengakui pada Tahnee
bahwa itu benar. Dia pasti akan hancur. Jadi aku
berbohong.
Tidak mungkin. Keduanya tampak bagus,
Tahnsta. Si Billingham itu pasti telah menguping
pembicaraan kita suatu hari di kelas. Ingat saat Dene
membicarakan tentang Jake yang menggunakan BH?
Hmm, mungkin. Tahnee benar-benar sedih.
Aku belum pernah melihatnya sediam ini.
Itu memang benar! Tidak mungkin mereka tahu.
Tenang, Tahnsta. Aku melingkarkan lenganku di atas
bahunnya sambil terus menyusuri jalan.
Sepertinya aku akan bertemu kau dan dua orang
bermasalah itu lagi besok? ujarnya murung.
Sepertinya iya. Aku masih tidak percaya kita
harus berlatih bersama dengan para pecundang itu.
Itulah hidup, kawan, ucap Tahnee saat belok di
persimpangan. Tahnee yang malang. Dia biasanya
selalu ceria dan bahagia. Apa coba yang Mickey
pikirkan? Dua orang bermasalah itu memang
mengerikan. Mereka hampir saja membuat Tahnee
menangis. Memungut sebatang ranting yang jatuh ke
tanah, aku mengambil posisi anggar. Dengan tangan
kiri di belakang dan yang kanan mengayunkan
pedang palsu, aku menyerang bayanganku di jendela
rumah, menganggap itu adalah Evie dan Cameron.
Tiba-tiba aku menyerang sebuah mulut berukuran
besar menempel di kaca. Jake membuat hembusan
nafas di kaca. Dia tertawa sambil berlari menjauh.
Aku berlari memasuki rumah dan menangkapnya saat
dia berusaha melarikan diri menuju tangga spiral.
Ibu! teriaknya disela tertawanya ketika aku
mengelitikinya di ruang tengah. Menggumulinya di
atas sofa, aku mengambil Rufus dan mengikatkannya
ke lengan Jake.
Akhirnya aku membebaskannya. Saat dia berdiri
dan berusaha mengelitikiku balik, di sadar dia telah
menjadi seekor rufus yang sedang berjalan dan
berbicara!
Ibu! Louie mengikatkan Rufus padaku. Tiba-
tiba kami memiliki seekor beruang buas besar
berkeliling di sekitar rumah kami dengan dua kaki.
Ibu! Ibu! Lepaskan Rufus dariku! Tolong! Jake
menjadi histeris sambil berlari-lari berusaha
melepaskan beruang besar itu dari punggungnya.
Kepala Rufus bergerak naik turun di atas tubuh Jake.
Aku tertawa keras sampai aku berguling-guling di
lantai. Jake tampak sangat manis. Aku sedikit kecewa
karena dia ternyata mengacuhkan wajah manisnya itu.
Saat aku telah tenang, aku membawa diriku
menaiki tangga spiral dan menuju ruang belajar.
Waktunya mengerjakan pe-er. Aku harus membuat
lukisan untuk pelajaran seni. Aku ingin mengambil
gambar milik Ayah saat sedang membuat gambar
arsitekturnya, tapi satu-satunya gambar yang muncul
di pikiranku adalah si bodoh Evie Billingham. Hidung
kecilnya yang pesek dan mata birunya yang masih
saja menatapku saat aku berusaha membuat sketsa.
Dia itu tetap saja pengganggu meski dia tidak ada.
Louie? ucap ibu seraya memasuki ruang
belajar. Apa aku bisa berbicara sebentar denganmu?
Aku harus menyelesaikan lukisan ini, bu . . .
tapi dia telah duduk.
Apa yang terjadi? Ibu akan duduk hanya untuk
pembicaraan yang serius. Aku berhenti menggambar.
Apa ada hal serius yang perlu dibicarakan? Apa ibu
tahu aku telah memakan biskuit cokelat
simpanannya? Atau mungkin sesuatu yang
berhubungan dengan karma. Maddy yakin bahwa
karma bertanggung jawab atas semua hal buruk yang
terjadi padamu. Jika kau melakukan atau mengatakan
sesuatu yang buruk, ternyata hal itu akan kembali
padamu sepuluh kali lebih kuat. Apakah hal-hal yang
telah aku katakan akhir-akhir ini adalah hal yang
buruk? Mungkinkah mengenai lelucon tentang wanita
berpayudara satu itu? Oh-tidak! Ibu menderita kanker
payudara! Aku mengambil nafas dalam-dalam dan
mengatur diriku untuk tetap tenang; aku sedang
menjadi seorang ratu drama.
Jakey mengalami hari yang sangat buruk hari ini
dan aku tahu kau hanya bercanda soal Rufus tadi tapi
hal itu benar-benar membuatnya sedih, ucapnya
dengan lembut. Aku bernafas lega.
Anak-anak di sekolah tampaknya memberinya
waktu yang sulit sekarang ini.
Mengapa? tanyaku.
Karena iklannya, menurutku,
Lihat kan, aku telah mengatakannya padamu.
Bukankah aku telah mengatakan padamu bahwa dia
akan menjadi besar kepala dan menyombongkan
dirinya kepada semua teman-temannnya?
Jake tidak seperti itu, Louise. Aku telah
berbicara panjang lebar dengannya mengenai itu dan
dia mengerti tidak akan melakukannya. Anak-anak
itulah yang menjadi kasar, titik. Aku telah
mengantarnya tidur agar dia tenang. Mengikatkan
Rufus padanya benar-benar bukan hal yang patut
dilakukan saat ini.
Aku hanya bercanda, rengekku.
Louise. Kau itu kakak perempuannya. Bantulah
adikmu itu. Dia butuh wajah yang penuh senyum dan
perhatian sekarang. Dia baru berumur delapan tahun
dan dia sekarang tersiksa. Aku yakin kau juga pernah
mengalaminya dalam panggung kehidupanmu. Tidak
menyenangkan bukan?
Aku langsung memikirkan Evie dan Cameron
yang mengejekku dengan lagu utama dalam The
Eerie Family dan Tahnee yang diolok-olok mengenai
payudara palsunya yang miring. Ibu benar; itu tidak
menyenangkan.
Baiklah, aku akan memastikan apa dia itu baik-
baik saja, aku meletakkan kertas dan krayon hitamku
dan beralih menuju kamar Jake. Kedua kamar kami
ini memiliki jendela kaca berbintik yang
menakjubkan. Punyaku berupa seekor kupu-kupu
sedangkan milik Jake adalah seekor naga. Bulan
mulai menerangi nafas naga yang menyala-nyala itu.
Cahaya jingga, merah, dan hijau berpancaran ke
bawah ke arah bantal putih Jake. Dia meringkuk di
dalam sebuah bola, menghisap jempolnya dan
memeluk boneka beruangnya, Toto. The Wizard of Oz
adalah film kesukaan Jake jadi dia menamai
bonekanya sama dengan anjing milik Dorothy. Aku
duduk di tepi tempat tidur.
Hey, Jakey. Masih terjaga? bisikku. Jake tetap
menutup matanya tapi mengangguk iya.
Kau baik-baik saja? dia menggoyangkan
kepalanya menandakan tidak.
Kau mau menceritakan padaku apa yang
terjadi? tanyaku.
Jake melompat bangun dan memelukku erat.
Louie, mengerikan. Sangat mengerikan. Mereka
sangat jahat, ujarnya di pundakku. Aku
mendudukkannya kembali dan menenangkannya
dengan menyelimutinya.
Mengapa? Apa yang terjadi? Ceritakan cerita
lengkapnya.
Baiklah, pertama anak-anak ini menertawakanku
karena aku ada di iklan itu lalu anak-anak lainnya
bertanya apa yang sedang mereka bicarakan dan
langsung semua orang berkata bahwa kupikir aku ini
luar biasa karena ada di TV padahal menurut mereka
tidak.
Apa kau menceritakan pada mereka mengenai
itu?
Tidak. Ibu berkata padaku jangan karena Ibu
bilang mereka dapat menjadi iri tapi mereka malah
melihatnya sendiri.
Apa yang mereka katakan padamu?
Ben Biggs bilang aku ini sombong dan seorang
richy-poo, katanya, matanya masih merah karena
menangis.
Apa itu richy-poo? tanyaku.
Orang kaya. Jake yang malang tidak hanya
diganggu karena berada di TV, dia juga diejek karena
menghasilkan uang. Anak-anak dapat menjadi sangat
jahat. Terlebih saat masih kecil. Anak-anak sering
menggodaku saat aku juga ada di TV, tapi setelah
beberapa saat mereka terbiasa dengan hal itu dan
sadar bahwa aku ini hanya anak biasa sama seperti
mereka.
Jake, saat aku seusiamu, hal yang sama terjadi
juga padaku.
Benarkah? ucapnya. Dia telah tampak lebih
gembira.
Yeah. Semua anak kira aku mengagumi diriku
sendiri karena ada di TV. Mereka tidak sadar kalau
itu hanya sebuah hobi sama seperti menari atau
sepakbola. Tapi pada akhirnya mereka akan sadar dan
berhenti mengejekmu. Aku janji.
Kapan? tanyanya bersemangat.
Aku tidak tahu. Segera. Tapi untuk sementara
waktu, kau hanya perlu mengabaikan komentar-
komentar mereka dan jangan pernah berbangga diri
atas apa yang telah kau lakukan. Wajahnya masih
tampak sedih.
Hey, mungkin kau bisa membawa beberapa
mentega kacang itu dan memberikannya pada mereka
untuk peraganya. Itu caramu dapat menjelaskan
bagaimana kau mengerjakan iklan lalu
membagikannya ke semua orang. Mungkin kemudian
mereka akan lebih mengerti.
Tapi kau bilang untuk tidak membicarakannya,
ucapnya, bingung.
Yeah, aku tahu, tapi kadang hal semacam itu
membantu menjelaskan sehingga mereka tidak
berpikir itu adalah penglaman yang ajaib. Mereka
perlu memahami bahwa itu hanya sebuah pekerjaan
sama seperti seorang loper koran ataupun pelayan.
Baiklah, ucap Jake, wajahnya sedikit santai.
Aku menyelimutinya rapat-rapat sampai menjadi
seperti kepompong kemudian membacakannya cerita.
Enid Blyton adalah penulis kesayangan anak-anak.
Saat ini Jake masih membaca The Magic Faraway
Tree. Suatu ketika tokoh-tokohnya berada di Topsy-
Turvy Land dimana segala sesuatunya terbalik. Jake
terkikih saat aku mencotohkannya dengan Toto.
OK, Jakeys. Waktunya tidur. Aku mematikan
lampu dan kembali ke kamarku. Beberapa potong
krayon hitamku keluar dari tas sekolahku. Sebuah ide
tiba-tiba muncul di kepalaku. Aku mengambil
beberapa kertas dan mengendap lagi ke kamar Jake.
Melalui cahaya bulan dari naga, aku membuat sketsa
raut wajahnya saat dia tertidur. Gambar yang keren.
Perlahan kugulung kertas tadi dan mengendap-endap
kembali ke kamarku kemudian berganti piyama.
Sudah jam sepuluh-tiga puluh dan aku lelah. Sebuah
lagu muncul di kepalaku seolah-olah menghantam
bantalku, Mereka itu mengerikan dan mereka itu
menyedihkan, lawan dari keceriaan, misterius dan
menjemukan, The Eerie Family. Evie, Cameron, dan
Mickey bernyanyi bersama sambil menertawaiku.
Aku menarik selimut sampai ke kepalaku untuk
menghalangi suara-suara khayalan itu. Pada akhirnya
aku hanyut dalam tidur tapi tidak dalam keadaan yang
tenang.























Bab Enam
Logat bukanlah titik terkuatku. Tahnee dan Mickey
hebat dalam hal itu, sedangkan aku, Dene, dan Maddy
benar-benar buruk. Aku pernah mengerjakan iklan
susu dan aku harus menggunakan logat Swedia.
Semua orang yang melihatnya berpikir bahwa aku
terdengar seperti orang Jepang yang cadel. Aku
memang membutuhkan kelas aksen ini kalau tidak
aku tidak akan memiliki kesempatan unutk Endless
Exile.
Dene, Tahnee dan Madds ada di halaman luar
dari gedung agensi Shelley saat aku tiba. Tahnee
sedang mengajari mereka bagaimana bermain anggar.
Menggunakan payung.
Apa yang sedang kalian lakukan? tanyaku pada
tiga pahlawan bertopeng yang sedang menyeringai
ini.
Hanya karena kami tidak ikut audisi bukan
berarti kami tidak boleh belajar bagiamana bermain
anggar, Dene berteriak seraya mendorong Maddy
dengan tiba-tiba ke taman bunga.
Dene Runga! teriaknya.
En garde! tantang Dene. Maddy bergerak
cepat dengan payungnya dan mengayunkannya pada
Dene dengan pukulan yang sangat kuat. Dene jatuh
terungkur ke rumput yang basah dan berlumpur.
Kau baik-baik saja, Deno? tanyaku ragu. Dene
mencoba bicara tapi mulutnya dipenuhi rumput.
Tahnee menahan tawa.
Maddy memandang Dene ketakutan. Maaf,
Deno. Kau baik-baik saja? periksanya perlahan.
Secara tidak terduga, Dene mengayunkan payungnya
tepat di kaki Maddy. Pantat Maddy jatuh
menghempas rerumputan dan orang-orang yang lewat
melihatnya heran. Aku dan Tahnee menertawai dua
teman berlumpur kami yang gila ini.
Kadang aku pikir kau harusnya tidak mengajari
mereka bagaimana bermain anggar, Tahnsta Tiba-
tiba, aku dan Tahnsta telah terduduk di rumput juga.
Dene dan Maddy tersenyum licik. Kami semua
berlumuran rumput basah dan lumpur.
Kalian! teriak Tahnee sambil membersihkan
lumpur dari celana jins barunya. Aku baru
membelinya kemarin!
Nah, sekarang kau tidak perlu memakainya lagi,
iya kan? ucap Deno.
Hmmm, lihatlah babi-babi kecil yang ada di
tempat mandi berlumpur mereka. Bukankah itu
tempat yang sempurna untuk mereka? Evie
Bilingham berkata pada saudaranya saat mereka
berjalan melewati kami.
Keren. Mari manfaatkan waktu bersama dengan
si kembar dari neraka ini, ucap Tahnee sambil
menjulurkan lidahnya ke mereka.
Semoga berhasil, kawan, ucap Maddy
bersemangat. Aku dan Tahnee membersihkan tubuh
kami lalu menuju ruang musik.
Aku penasaran siapa yang akan mengajar kita
hari ini? ujarku pada Tahnee saat kami memasuki
ruang latihan tua yang besar ini. Pertanyaanku
langsung terjawab. Mickey Meikle sedang duduk
diatas bangku piano menanti kami.
Hai, teman-teman, ucapnya, sengaja tidak
menatap mataku. Hatiku hancur. Ini akan menjadi
minggu terburuk dalam hidupku.
Shelley memintaku untuk membantu aksen
Latin kalian karena pelatih vokalnya sakit hari ini.
Dia memberiku beberapa catatan untuk diberikan
pada kalian yang akan membantu kalian saat berlatih
di rumah. Mickey mungkin punya suara yang kecil,
tapi dia ahli dalam aksen. Shelley sering memintanya
melatih anak-anak yang lebih muda. Apa dia juga
perlu memintanya untuk kami? Evie dan Cameron
tersenyum berseri-seri dengannya. (Ugh! Dimanakah
George menyimpan pedang-pedang itu?) Mickey
lanjut menjelaskan, masih tidak menatapku.
Hal paling penting untuk diingat adalah bahwa
semua kata diucapkan secara berlebihan dan suara
yang dihasilkan lebih panjang dari khas Amerika.
Contohnya, nama Wayne menjadi Way-un. Kami
berempat menirukan. Semua yang ingin aku lakukan
adalah keluar dari tempat ini, tapi aku harus
mengikuit kelas ini; audisi itu sangat sayang untuk
dilewatkan.
Penderitaan selama sejam ini akhirnya berakhir
juga dan aku keluar kelas secepat mungkin. Tahnee
berlari mengikuti di belakangku.
Apa yang terjadi, Lou? Kau tidak sekalipun
berbicara dengan Mickey. Aku kira kalian itu
berteman baik.
Dulunya. Sampai dia mengagung-agungkan si
Billingham dan mengatakan bahwa aku jahat dan
menyeramkan.
Tahnee mendengus. Dia sungguh mengatakan
kalau kau itu jahat dan menyeramkan?
Tidak secara langsung memang, tapi dia
bermaksud begitu. Ini benar-benar salah, Tahnee, dan
sekarang aku harus menghabiskan sisa pekan ini
untuk direndahkan olehnya.
Jangan khawatir. Pelatih vokalnya akan kembali
besok.
Aku harap begitu. Tahnee melingkarkan
lengannya padaku dan kami pulang kerumah dengan
tetap terdiam.

Aku melemparkan tasku di lantai dapur dan berjalan
menuju kulkas. Jake ternyata telah mendahuluiku.
Hey, kurcaci kecil. Aku biasanya membuka
kulkas ini karena aku sedang merasa sedih akan
sesuatu. Apa alasanmu? Jake memandangku dengan
mata bengkak dan merah. Oh, Jakeys! Apa yang
terjadi?
Kami membuat es krim cokelat sambil Jake
menceritakan harinya di sekolah.
Semua anak membenciku, Louie. Mereka masih
menganggapku tukang pamer. David Myers
mengambil bekalku dan meletakkannya di toilet
wanita dan tidak ada satupun dari anak perempuan
yang mau mengambilkannya. Mereka juga
membenciku. Jake mulai menangis lagi.
Kau yakin tidak menyombongkan diri, Jakeys?
tanyaku hati-hati.
Tidak! Aku tidak melakukannya, Louie. Aku
telah mengatakannya padamu.
Baiklah, baiklah, aku hanya memastikan,
jawabku cepat.
Nah, apa kau telah membawa mentega kacang
itu untuk peraganya seperti yang aku sarankan?
Jake mangagguk lemas. Ya, dan tidak ada
satupun dari mereka yang mau memakannya. Mereka
semua berkata bahwa itu adalah mentega kacang
paling buruk yang pernah ada. Guruku pun terpaksa
membuangnya.
Semua yang dapat kulakukan adalah memberinya
pelukan erat. Aku tidak tahu apa lagi selain itu. Anak-
anak memang nakaljelas dan sederhana. Aku
mengajakknya ke ruang tengah dan kami menyalakan
TV. Meskipun aku dan Jake tidak ingin
menontonnya, Ibu sendiri sebenarnya membolehkan
kami menonton film-film dokumenter. Ada salah
satunya yang menceritakan tentang beruang kutub
yang aku yakin akan Jake sukai. Dia menatap
penasaran ketika beruang berbulu kutub utara itu
berenang mengitari gunung es. Jake duduk tenang
memakan es krimnya dan menonton beruang kutub
itu, harinya yang mengerikan itu telah dilupakannya.
Berikan padaku! ucap anak perempuan
berambut pirang di iklan permen batangan yang
menggantikan gambar beruang putih besar tadi.
Tidak! Itu milikku! ucap kembaran identiknya.
Hebat. Salah satu iklan Evie dan Cameron. Itu
memang yang aku butuhkan.
Ugh. Aku tidak dapat menahan kalian berdua!
teriakku ke TV.
Kenapa? Apa yang mereka lakukan? tanya
Jake, penasaran.
Mereka sangat menjengkelkan, anak-anak itu.
Hanya karena mereka telah mengerjakan banyak iklan
dan hal lain, mereka kira mereka itu puteri atau
sejenisnya, kataku sambil marah-marah.
Apa kau merasa seperti apa yang anak-anak di
sekolah rasakan padaku? tanya Jake sedih. Aku
memandang wajah imutnya.
Tentu saja tidak. Mereka itu jahat dan
menjengkelkan. Sedangkan kau itu luar biasa, Jake.
Kau tidak melakukan apapun yang membuat orang
lain tersinggung.
Seburuk itukah apa yang telah mereka lakukan?
tanya Jake.
Ya, mereka . . . mereka um, mereka . . . Apa
yang telah si kembar itu lakukan yang membuatku
sangat membenci mereka? Tentu, mereka pada
akhirnya mengejekku tapi sebelum itu mereka
memang tidak melakukan apapun. Mereka hanya
kesal ketika mereka mendengarku mengatakan hal-
hal buruk tentang mereka di tempat Shelley. Aku
memperhatikan mata merah Jake dan mulai merasa
mual. Dan itu bukan karena kami telah memakan
hampir satu mangkuk penuh es krim. Itu merupakan
rasa sakit yang berbeda di perutku yang berasal dari
rasa yang selalu aku rasakan setiap kali aku
memikirkan Evie dan Cameron. Itu merupakan
perasaan sedih, bukan marah. Mata Jake mulai berair.
Kau baik-baik saja, Jakey? Jangan menangis,
semua akan baik-baik saja.
Tidak, aku kira aku akan menyuapi adikmu
setengah mangkuk es krim untuk menghiburnya bisa
jadi ide yang bagus sampai mereka merusak kaos
kesayanganmu. Jake muntah di atas sofa dan tubuhku.
Aku membawanya ke kamar mandi dan
membantunya membersihkan diri. Dia mulai
menangis lagi. Untunglah Ibu datang dan mengambil
alih. Ibu pandai mengira-ngira apa yang terjadi
dengan segera.
Apa anak-anak di sekolah mengejekmu lagi,
sayang? tanyanya. Jake hanya mengangguk sedih.
Karena Ibu telah mengurusnya, aku memutuskan
untuk beristirahat di kamarku. Cahaya bulan baru saja
menerangi kaca kupu-kupuku. Cahaya merah, hijau,
dan biru berkilauan di lantai. Sebenarnya, semua yang
aku inginkan adalah tidur. Setiap kali aku memikirkan
Evie dan Cameron aku merasa lelah. Aku merangkak
ke tempat tidur, masih belum berganti pakaian dan
bersembunyi di balik bantalku. Aku tidak sedang
bersikap seperti anak-anak di sekolah Jake, iya kan?
Aku ini lebih tua dan lebih dewasa dibanding mereka
. . .
Saat aku mulai nyenyak tertidur, aku dapat
mendengar Jake masih tersedu-sedu di kamarnya.
Mungkin aku memang tidak sedewasa itu.
























Bab Tujuh
Apa kau pernah dengar tentang latihan dimana
seseorang menggunakan jari-jari kecilnya untuk
mengangkat orang yang utuh? Kelly Shinosaki
menanyai temannya.
Waktu belajar di The Shooting Stars tiba lagi. Ini
biasanya menjadi hal paling menyenangkan di
pekanku tapi hari ini aku akan sangat lebih bahagia
dengan dua puluh jam mengerjakan aljabar. Kelas
anggar dan vocal telah berjalan dengan baik karena
aku memutuskann untuk tetap diam dan mengikutinya
saja. Aku melakukan usaha yang sadar untuk tidak
menjadi orang yang kasar, tapi aku masih tidak dapat
bersikap baik terhadap si kembar itu. Mickey juga
masih mengacuhkanku dan dia tidak berusaha
mengikuti sesi latihan vokal denganku. Dia memang
tidak mau melakukan apapun bersamaku.
Apa aku segitu menyebalkannya? Apa aku
memang telah melakukan hal yang buruk? Aku kira
tidak.
Hey, apa kau lihat mereka di iklan es krim itu?
Sangat norak. Aku lebih baik mati daripada ada di
iklan itu, Kelly berbisik pada rekannya saat dia
merefleksikan gerakan-gerakan tubuhnya. Ini adalah
latihan yang Shelley sering perintahkan. Latihan ini
butuh konsentrasi penuh dan insting untuk bergerak
sama persis dengan pasanganmu secara bersamaan.
Kelly sedang membicarakan Evie dan Cameron.
Sama seperti yang pernah aku, Tahnee, Maddy, dan
Dene lakukan. Aku memiringkan tubuhku lebih dekat
padanya untuk mendengar apa yang sedang dia
katakan.
Hey, Pooey, kau tidak berkonsentrasi, Maddy
memakiku saat aku salah menirukan apa yang ada di
kaca.
Maaf. Aku sedang berusaha mendengarkan apa
yang sedang Kelly ucapkan, terangku.
Dia sedang membicarakan tentang Evie dan
Cameron, masalah besar. Maddy meluruskan
tangannya ke udara. Aku menirunya perlahan.
Mereka pikir mereka itu seperti supermodel atau
apa begitu, bisik Kelly.
Kelly, kenapa kau tidak suka Evie dan
Cameron? bisikku padanya.
Tahulahmereka pikir mereka luar biasa,
ucapnya, sedikit kaget.
Yeah, apa yang mereka lakukan sehingga
membuatmu kesal? Kelly menatapku seolah aku ini
gila.
Mereka tidak melakukan apapun. Mereka tidak
perlu melakukan apapun. Yang perlu kau tahu mereka
itu sombong akan semua pekerjaan yang telah mereka
lakukan. Rasa sakit itu menyerang isi perutku lagi.
Diseberang ruangan sana Evie dan Cameron saling
menirukan. Sebenarnya mereka tampak sangat hebat,
terihat memang mereka itu kembar identik. Memang.
Sejak kecelakaan Cameron itu, mereka tidak identik
lagi. Setelah hari pertama di The Shooting Stars,
Cameron melapisi wajahnya dengan riasan tebal
untuk menutupi luka-lukanya. Meski kau masih bisa
melihatnya.
Madds, setelah kelas ini apa kita bisa
kerumahmu? Aku perlu berlatih scenario untuk
audisi. Dan juga, aku ingin mencoba apa-kau-tahu,
bisikku.
Nak! Apa kalian fokus? ucap Shelley memarahi
kami. Shelley tidak pernah lagi bersikap manis lagi
padaku sejak Evie dan Cameron datang. Dia mungkin
kecewa karena aku tidak melaksanakan apa yang dia
minta: menjadi teman mereka. Aku telah berusaha.
Iya kan?
Apa inti dari semua ini? tanya Jason Malouf
padaku.
Jason, kau harus sabar dengan semua pertanyaan
itu. Lakukan saja tugasnya dan nanti semua akan
masuk akal. Percayalah.
Jason masih tampak ragu.
Baiklah, anak-anak, bungkus! teriak Shelley.
Apa itu bungkus? tanya Jason.
Itu adalah apa yang orang-orang film katakan
untuk menandakan berakhirnya tugas, Maddy
memberitahunya cepat. Dia menarik tanganku dan
menyeretku ke aula.
Kau sungguh ingin melakukan apa-kau-tahu?
tanyanya senang.
Ya, aku benar-benar mau, kau ini aneh. Ini kan
bukan hal yang besar, Madds.
Ya, tentu saja. Kau tidak pernah mau
sebelumnya.
Sebelum aku sempat merespon dia telah
menyeretku secepat mungkin menuju rumahnya.
Rumah Maddy hanya berjarak satu blok dari The
Shooting Stars. Rumahnya sangat modern dan
semuanya putih. Kadang itu membuatku sakit kepala,
terlalu terang. Salah satu yang keren dari rumah
Maddy adalah adanya studio di halaman belakangnya.
Orang tuanya membangun studio itu sebagai tempat
Maddy berlatih. Meski dia malah akhirnya
meluangkan waktu lebih lama untuk mengocok
dadunya dari pada berlatih.
Louie Eary?
Ya, Sad-Madd?
Kurasa aku menyukai Jason Malouf . . .
ucapnya blak-blakkan. Maddy sangat berani!
Wow, gossip!
Kau tak kan menceritakannya pada siapapun
kan, Louie? dia menyesal telah mengatakannya
padaku; aku dapat melihatnya dari mata cokelatnya.
Jangan khawatir, Madds, aku tidak akan
mengatakan apapun, janji, aku meyakinkannya.
Saat kami memasuki studio kecil yang terbuat
dari bata putih dan pilar dari baja, ikan kecil Maddy,
Leo, mengibaskan ekornya gembira pada kami.
Halo, Leo, ucap Maddy sambil berlari dan
menjatuhkan beberapa kepingan makanan ke dalam
air. Aku merindukanmu, teman kecilku.
Jadi, apa dulu yang ingin kau lakukan? Berlatih
skenario atau mengocok dadunya? tanyaku padanya.
Menurutmu! Maddy merogoh mencari sesuatu
dari dalam laci mejanya samapi dia menemukan
kantong biru beludru. Dia menjatuhkan dadu putih
mengkilap di tanganku.
Baiklah, apa yang ingin kau tahu, Pooey?
Kehidupan cinta? Nilai sekolah? Pekerjaan
berakting?
Aku menggelengkan kepala. Kebaikan, ucapku.
Dahi Maddy berkerut menunjukkan ekspresi bingung.
Maksudmu?
Nah, aku kira mungkin aku telah bersikap
sedikit jahat pada si Billingham tanpa alasan yang
jelas. Tapi aku tidak yakin. Semua anak di sekolah
Jake mengejeknya karena dia ada di sebuah iklan.
Aku ingin tahu apakah aku juga sedang melakukan
hal yang sama pada si kembar itu bahkan tanpa
menyadarinya, jelasku.
Sangat dewasa, Pooey. Maddy mengambil
dadunya lalu mengocoknya.
Apa yang kau lakukan? tanyaku.
Hanya memanaskan mereka, membuatnya sadar
kalau kita akan menanyainya pertanyaan penting,
ucap Maddy dengan binar di matanya. Aku benar-
benar tidak tahu mengapa aku meragukan dadu
Maddy ini. Setahuku, tidak ada satupun dari
prediksinya yang pernah benar. Meskipun Maddy
sangat meyakininya, yang tidak dapat kutahan untuk
dipikirkan adalah pasti ada sesuatu di dalamnya.
Oke, ambil dadunya, Louie, lalu kocok di
tanganmu seperti yang tadi aku lakukan. Itu akan
membuat dadu itu memahamimu.
Madds! Memahamiku? Mereka ini hanya
kepingan plastik, kau ini idiot!
Kau baru saja menghina dadu ajaib ini! Dengan
begini kau yakin mereka akan memberimu jawaban
yang akurat sekarang? Kau harus menciumnya.
Apa? Kau bercanda, kan? wajah Maddy
setengah mati serius.
Aku tidak akan melakukannya, Madds. Sangat
aneh.
Baiklah, ucap Maddy sambil mengambil
kembali dadunya dan menempatkan mereka di
kantongnya. Aku sedikit lega. Aku takut sekali kalau
dadu itu akan mengatakan bahwa aku ini orang yang
jahat.
Baca skenario aja yuk, ucapku. Maddy tidak
tampak senang. Dadu ajaib itu suci bagi Maddy dan
dia tidak pernah membiarkan orang lain
menggunakannya. Dia telah sangat baik
membiarkanku mencobanya dan aku malah
menyangkalnya. Mungkin aku tidak perlu dadu ajaib
itu untuk mencari tahu apakah aku ini orang yang
jahat.
Baiklah, aku akan mencium dadunya, ucapku
ragu. Dalam sekejap, Maddy telah mengambil
kantongnya dan menjatuhkan kembali dadunya di
tanganku.
Tapi, Madds, bisakah kali ini kau jelaskan
bagaimana kerja mereka?
Tentu! Dadu itu bekerja karena kemungkinan.
Dengan melemparkan mereka enam kali dan mencatat
apakah yang keluar itu angka genap atau ganjil, kita
menentukan polanya dan jawaban yang mungkin.
Maddy terdengar se-menakutkan seperti guru aljabar
kami, Bu Bishop. Semuanya ini tentang matematika,
Pooey Louie, dunia matematika yang sangat indah.
Sekarang aku pikir kau ini penyihir hebat karena
kau benar-benar kutu matematika!
Matematika itu yang mengatur dunia. Tanpanya
kita bukan apa-apa, partikel tak berharga dari ruang
angkasa terbang sia-sia melewati
Madds, aku sedang mengocok dadunya kalau
tidak memperhatikannya.
Maddy mengambil selembar kertas dan sebuah
pena dan mulai membuat catatan.
Enam dan empat; sepuluh, angka genap. Dia
menulis e. Aku mengocok dadunya lagi,
membayangkan semua pertengkaranku dengan Evie
dan Cameron. Dua dan empat; enam. Angka genap
lagi. e lainnya ditambahkan Maddy ke daftarnya.
Dengan gugup aku mengocok dadunya lagi.
Akhirnya aku mengocok dadu untuk yang
keenam dan yang terakhir kalinya. Saat dadu putih
cerah itu terlontar ke atas meja, aku menutup mataku
dan membisikkan harapan kalau aku ini bukan orang
yang jahat.
Buka matamu, Pooey. Ada masalah.
Apa masalahnya? jawabku gugup.
Kau telah menghasilkan tiga genap dan tiga
ganjil. Seri.
Terus apa maksudnya? Semuanya lancar, kan?
tanyaku penuh harap.
Tidak, artinya adalah bahwa kau telah tahu
jawabannya dan kau buang-buang waktu dengan
dadunya. Ia juga berkata bahwa saat kau melihatnya
lebih dekat kau akan mendapatkan jawabannya; pada
waktunya.
Jadi, itu cukup jelas, kan? Maddy memalingkan
wajah dan mengambil kembali dadunya dariku.
Maaf, Madds. Aku masih sedikit gugup. Jadi ini
tidak bagus tidak pula buruk, begitu?
Madds mengangguk. Seluruh badanku lega. Aku
bukan orang yang jahat. Meski jelas dadu itu berkata
bahwa dulu aku iya.
Berhentilah cemas, Louie. Anak-anak itulah
yang jahat. Mau mengadu dadu tentang Jason?
tanyanya dengan senyum puasnya.
Kau benar menyukainya, iya kan? teriakku.
Mungkin . . . Ayolah, ini akan seru!
Maddy memanaskan dadunya di tangannya
seraya dia bertanya, Apakah Jason Malouf
menyukaiku? dengat cepat dia mengocok dadunya
sebanyak enam kali.
Madds, kau melakukannya dengan sangat cepat
dan aku tidak punya kesempatan untuk mencatat yang
genap dan ganjilnya.
Aku tidak percaya ini, jawabnya lirih. Tadi itu
seri, sama sepertimu.
Terus apa maksudnya? tanyaku. Maddy
memelototi dadunya.
Aku tidak tahu, akunya kemudian, mengangkat
bahunya.
Maksudnya adalah ini tidak berhasil! teriakku
sambil mengelitikinya sampai tahu rasa.
Ampun! Ampun! ucapnya disela tawa. Aku
masih mengelitikinya sampai wajahnya memerah.
Louie, aku hampir tersedak tahu, jawabnya,
masih berusaha menarik nafas. Mungkin kau
memang anak nakal!
Aku menjulurkan lidahku padanya lalu
memberinya naskah Endless Exile. Aku diharuskan
mempelajari matang-matang dua adegan dari naskah
itu. Maddy membacakannya padaku untuk
meyakinkan aku paham setiap barisnya. Kami mulai
terkikih; logatku masih belum cukup baik.
Lou, kau terdengar seperti monster dari Star
Wars atau apalah. Kau harus mengikuti pelajaran
lebih.
Tidak bisa. Pelatih vokalnya masih sakit. Satu-
satunya orang yang bisa menolong adalah Mickey
dan dia juga sedang tidak mau berbicara denganku.
Mata Maddy tiba-tiba berbinar. Mengapa kita
tidak mengadu dadu tentang Mickey?
TIDAK MUNGKIN, MADDY!
Kenapa? Takut kalau berhasil? Atau, mungkin
kalian tidak butuh mengadu dadu lagi. Mungkin kau
telah tahu kau sedang jatuh cinta, godanya.
Diam, kau mulai tolol.
Gee, Lou, untuk seorang yang sangat percaya
diri di sekolah akting, kau sangat pemalu dengan
lelaki. Kau bahkan belum pernah mencium siapapun,
ucap Maddy.
Apa maksudmu? Tidak satupun dari kita yang
pernah melakukannya.
Tahnee pernah, jawabnya tanpa dosa.
Apa! teriakku. Kau bercanda, kan? Lalu aku
sadar kalau Maddy sedang membahas tentang Tahnee
yang mencium beberapa pria dalam pentas drama
sekolah yang kami tampilkan tahun lalu. Madds, itu
tidak dihitung; itu hanya ciuman untuk akting.
Maddy memutar matanya lalu kembali membaca
naskah. Kali ini aku memang lebih baik namun
aksenku masih payah.
Telepon Mickey, ucap Maddy keras saat dia
melambaikan tangan mengantarku pulang.

Saat aku memasuki Rumah Pohon, tidak ada
semburan udara hangat yang menyapaku. Kali ini
sudah memanas sendiri; musim panas tinggal tiga
minggu lagi. Aku mendekat ke telepon, yang Maddy
namai interkom-toilet. Saat menghubungi nomor
Mickey, aku mulai merasa mual.
Hallo? jawabnya setelah telepon yang ketiga.
Um, hai Mickey. Ini Louie, jawabku cepat.
Hanya ada diam di ujung telepon. Apa dia sudah
memutusnya? Aku mengeluh pada diriku sendiri,
menyadari kalau aku belum mendengar bunyi bip dari
saluran yang terputus jika dia memutuskannya. Aku
bisa menjadi ratu drama terkadang.
Hey, Lou, ucapnya kemudian. Ada apa?
Aku masih lumayan buruk untuk aksen Latin ini
dan aku ingin tahu apa kau dapat melakukannya
denganku melalui telepon. Hanya diam yang
menjawab pertanyaanku. Kau tahu, karena audisinya
itu besok dan semuanya.
Tunggu aku mengambil naskahnya dulu. Aku
kira aku membawanya pulang. Aku mendengarnya
merogoh mencari naskah itu di ranselnya. Dia belum
bersikap baik tapi setidaknya dia berbicara denganku.
Aku akan mengucapkannya kemudian kau
mengulanginya. Oke?
Kami melakukannya lima atau enam kali. Aku
berusaha berimprovisasi sedikit.
Bagus, Lou, kau akan baik-baik saja. Aku harus
pergi, ibu memanggilku. Aku berusaha
mengucapkan dah sebelum dia menutup telepon. Aku
pernah ke rumah Mickey untuk berlatih vocal dan aku
tahu ayah dan ibunya tidak pulang ke rumah hingga
larut. Dia hampir selalu berada di rumah sendirian.
Tidak mungkin kalau ibunya memanggilnya. Mickey
berusaha menutup teleponnya.
Aku berharap Maddy dapat mengadu dadunya
lagi untukku; ada banyak sekali hal yang mau aku
tanyakan. Aku berpikir lagi pada jawaban terakhir
mengenai Evie dan Cameron. Jawabannya adalah
tunggu dan renungkan. Aku sudah cukup
melakukannya, bukan? Mengapa semua ini terjadi?
Aku mengambil Rufus dari lantai di ruang tengah
dan membawanya ke kamarku. Aku melilitkannya di
bahuku sambil aku berlatih skenario lagi dan lagi.
Rufus itu simbol nasib baik. Sebelum mengikuti
audisi aku selalu membelitkannya di bahuku seperti
sebuah syal. Aku mengetuk-ngetuk kepalanya dan
memandangi mata coklat beningnya.
Sekarang ini, Rufus, ini sungguh-sungguh
pekerjaan yang penting jadi kau harus menjadi super
beruntung, ya? dia menatapku setuju. Aku
memberinya pelukan dan memulai pe-er bahasa
Inggrisku. Naskah yang aku pelajari untuk audisi
Endless Exile masih saja memenuhi kepalaku. Aku
memasukkan lagi buku bahasa Inggrisku ke dalam tas
dan memutuskan untuk terus berlatih. Shelley selalu
berkata kalau kau tidak pernah perlu berlatih sesuatu
secara berlebihan. Kalau aku ingin mendapatkan iklan
dan main film, mungkin itulah yang harus pertama
kali kulakukan: latihan, latihan, latihan. Bahasa
inggris hanya perlu menunggu.





Bab Delapan
Ibu pikir akan jadi nyaman membuka atap mobil
Volkswagen dengan atap terbuka kami. Tapi aku
tidak. Rambut ku berterbangan ke mana-mana dan
aku tampak berantakan.
Tidak mungkin mereka memberiku pekerjaan
sekarang, bu, teriakku seraya berusaha menutup
kembali atapnya. Ibu tertawa dan berkata padaku
untuk tidak menanggapinya terlalu serius.
Ayolah, bu. Siapa yang anak dan siapa yang
dewasa sekarang? ucapku tajam sambil aku menata
lagi rambutku.
Ibu mendendangkan lagu Frank Sinatra saat dia
terus melaju di jalan raya.
Apa judul lagunya, bu?
Young at Heart. Itu telah jadi salah satu lagu
terbaiknya. Pesannya sangat indah.
Studio audisinya itu ada di tengah antah berantah.
Aku belum pernah pergi ke Willow Tree Film Studios
sebelumnya. Aku penasaran apakah mereka tampak
seperti studio tua di tahun lima puluhan dimana
Marilyn Monroe dan Humphrey Bogart membuat
film. Aku suka gaya aktor-aktor di masa lima puluhan
dan enam puluhan; mereka semua tampak keren.
Aku punya buku film lengkap di rumah yang
berisi semua film yang pernah dibuat. Mungkin
namaku akan tercatat kalau aku mendapatkan peran di
Endless Exile!
Kau tahu baris naskahmu, sayang? tanya ibu.
Aku melafalkan mereka dengan lancar.
Terdengar hebat, Louie. Kau akan jadi luar biasa
nanti! Ibu selalu berkata demikian sebelum audisi.
Hal itu mulai membuatku mual. Mungkin aku tidak
se-luar biasa itu. Mungkin itulah kenapa aku belum
pernah memperoleh peran yang pantas di TV atau
film. Mungkin aku memang ditakdirkan hanya untuk
bermain iklan selamanya. Mungkin Evie dan
Cameron itu memang lebih baik dariku.
Saat memasuki sebidang tanah, kami disambut
pagar besi tempa yang sangat indah. Ibu berjalan
masuk dan dihadang oleh pengaman.
Siapa yang kau bawa ke sini hari ini? tanya
laki-laki pendek, bulat, berjenggot sambil dia
memeriksa ke dalam mobil.
Ini Louie Eary dan dia mengikuti audisi untuk
Endless Exile, jawab Ibu bangga. Petugas keamanan
memeriksa daftarnya, memberikan tanda keamanan
dan mempersilahkan kami masuk. Mawar putih dan
merah menyambut kami. Ruang audisi ada di bagian
belakang studio. Saat kami melewatinya, aku
menoleh ke pintu masuk studio untuk melihat
penataan ruangan, cahaya, dan penampilnya. Seperti
taman bermain. Semua orang yang berisik dan
bersemangat ini melompat-lompat seperti peri.
Seorang laki-laki sedang memasang mobil-mobilan.
Aku yakin mereka akan meniupnya, komentar
Ibu. Aku mengangguk dengan kepala yang mulai
berputar-putar.
Ayolah, Lou. Bergembiralah! Ini harimu, ucap
Ibu seraya mendorongku keluar dari mobil untuk
kemudiaan berada di atas trotoar. Shelley selalu
mengajarkan kami untuk meluruskan punggung kami
sebelum kami mengikuti audisi jadi aku bergelung ke
bawah menyentuh kakiku. Kembali lagi dan membuat
suara aaahhh yang kuat yang dianggap dapat
memanaskan suaraku. Beberapa gadis yang sedang
menunggu di luar memandangiku seolah aku ini gila.
Shelley berkata pada kami bahwa kita akan terlihat
aneh bagi aktor-aktor lain tapi kita hanya perlu
mengacuhkan mereka dan melakukan pemanasannya.
Kami ini profesional dan mereka tidak.
Aku dengan semangat penuh percaya diri
berjalan lurus menuju pintu pemeriksaan dan
memperkenalkan diri. Aku Louise Eary dan aku di
sini untuk mengikuti audisi Endess Exile.
Sekretarisnya tidak menoleh sedikitpun. Dia
hanya menyerahkan papan tulis kecil padaku dan
berlanjut memoles kukunya.
Boleh aku pinjam pena, tolong? tanyaku. Dia
menatapku sekilas saat dia memberikan pena.
Terima kasih banyak, ujarku. Masih tidak ada
respon. Orang dapat menjadi sangat tidak sopan di
tempat audisi.
Aku harus mengisi formulir data pribadi. Ada
pertanyaan-pertanyaan tentang warna mata dan
rambutku, warna kulitku, tinggi badanku, berat
badanku, seberapa putih gigiku, apakah aku berambut
panjang atau pendek, apakah aku punya bintik,
apakah aku punya tato atau bekas luka dan terakhir
ukuran dadaku. Apa yang harus ku tulis? Nol?
Alangkah memalukannya! Lalu aku mengisi bagian
yang mencantumkan semua peran di TV, film, dan
teaterku. Aku mencantumkan semua iklan dan teater
yang pernah aku perankan di The Shooting Stars.
Riwayat perfilmanku masih kosong. Aku harus
mendapatkan film ini!
Berbalik untuk mendapat tempat duduk, aku
mendapati ruangan ini dipenuhi oleh sekitar empat
puluh anak perempuan. Semua orang berhimpitan dan
tampak kesal. Tidak ada pendingin ruangan dan
tempat ini mulai bau seperti tempat olahraga. Tangan
mungil Tahnee melambai ke arahku dari tengah-
tengah kerumunan.
Hey! Kau siap? Bukankah ini seru? tanyanya.
Harusnya memang menyenangkan tapi semua yang
aku mau hanyalah pulang ke rumah. Aku benar-benar
gugup. Tidak jauh dariku ada Evie dan Cameron.
Mata Cameron terlihat memerah.
Ada apa dengan Cameron? tanyaku pada
Tahnee. Dia mengangkat bahu. Si kembar itu melirik
cepat ke arah kami. Dengan cepat aku mengangkat
tangan dan sedikit melambai. Mereka pura-pura tidak
melihatnya.
Mengapa kau tiba-tiba bersikap manis pada
mereka? tanya Tahnee. Aku mengangkat bahuku.
Aku juga tidak tahu, tapi setidaknya rasa sakit di
kepalaku ini mulai berkurang.
Baiklah, semuanya! Jadi begini cara
berjalannya, wanita kurus kecil berkacamata merah
persegi berteriak pada kami. Aku akan
memasangkan kalian dan kalian dapat berlatih
membaca dengan pasangan kalian masing-masing
sebelum aku memanggil kalian ke audisinya.
Beberapa dari kalian bisa jadi beruntung dan
mendapatkan waktu lebih untuk berlatih daripada
yang lainnya tergantung dari daftarku ini. Baiklah,
inilah pasangan-pasangannya. Kau dan kau, kau dan
kau, kau danDia berlanjut terus sampai kami semua
berpasangan. Aku dan Tahnee berpasangan. Aku
perhatikan kalau Evie dan Cameron juga satu
pasangan. Cameron tampak sangat lega. Dia bahkan
tersenyum.
Aku dan Tahnee mendapati tempat yang tenang
tepat di pojok ruangan untuk berlatih. Jika mereka
suka adegan pertama yang kami tampilkan, kami akan
diminta melakukan yang kedua. Dengan semua orang
di ruangan ini, suasananya mulai panas. Aku
mengipaskan naskahnya di depan wajahku untuk
menghalanginya memerah dan berkeringat.
Apa kau memakai riasan? aku bertanya pada
Tahnee.
Nah, kita itu hanya dituntut menjadi anak umur
tiga belas dan dua belas tahun.
Tapi bukankah lampunya akan menghilangkan
warna wajah kita? Untuk pertama kalinya, Tahnee
tampak panik di sebuah audisi. Tidak satupun dari
kami pernah mengikuti audisi sebuah film
sebelumnya. Kami tidak tahu apa yang perlu
dilakukan.
Ayo tanya si kembar itu apakah mereka
membawa riasan? saranku.
Tidak mungkin. Aku tidak akan meminta
apapun pada mereka.
Namun Tahnee dengan senang hati bertanya pada
empat anak perempuan di samping kami apakah
mereka membawa riasan. Seorang gadis pirang cantik
mengaku dia punya. Untungnya, dia membolehkan
kami meminjamnya. Aku merias Tahnee terlebih
dahulu lalu dia meriasku. Jumlah anak-anak
perempuannya perlahan berkurang. Tidak banyak
yang diminta bertahan untuk adegan kedua.
Tahnee Caruso dan Louise Eary, wanita kurus
berkacamata itu mengumumkan. Kami berdua
mengambil nafas dalam-dalam dan mengikuti wanita
itu ke dalam ruang audisi.
Ini Margo Powers, sutradara Endless Exile, dan
ini Melanie Leigh, produsernya. Aku dan Tahnee
menyalami mereka dengan kuat. Kesan pertama yang
kami berikan pada mereka itu sangat penting. Kalau
kami keliru bersikap atau berbicara, kami langsung
lepas dari audisinya. Karakter yang kami perankan
adalah gadis yang pendiam dan pemalu. Kepribadian
periang Tahnee tidak akan terlihat. Aku tersenyum
sopan dan dengan lembut menjabat tangan mereka.
Kami duduk di depan kamera sembari wanita
kurus itu mengatur cahayanya.
Mengapa kalian tidak membaca-baca sebentar
selagi aku membetulkan ini? sarannya.
Aku dan Tahnee perlahan menjalankan barisnya;
dengan sempurna. Kami memahami naskahnya luar
dalam, atas bawah.
Baiklah, tolong sebutkan nama dan agenmu lalu
kami akan mengambil adegan pertama, ucap
sutradaranya. Dia memegang papan kecil yang berisi
semua detail kami. Aku bisa lihat dia ingin tahu
apakah umurku itu salah.
Aku Tahnee Caruso, aku tiga belas tahun dan
aku dari The Shooting Stars. Tepat di tengah-tengah
ucapan Tahnee, dia sadar dia tidak perlu terlalu ceria.
Akhir kalimatnya tenang dan santai, persis seperti
karakter yang diinginkan.
Aku Louise Eary, aku hampir empat belas tahun
dan aku juga dari The Shooting Stars. Aku yakin aku
mendengar hembusan nafas yang keluar dari mulut
sutradaranya.
Tahnee, kau akan memainkan Kate, dan Louise,
kau tentu memerankan gadis yang lebih muda, Mary.
Aku akan mengarahkan kameranya hanya terfokus
pada wajah manis kalian dan kami akan memulainya.
Aku dan Tahnee menunggu. Aku mengambil
nafas dalam-dalam. Rasanya seperti banyak sekali
kupu-kupu yang menggerogoti isi perutku.
Mulai! teriak sutradaranya. Untungnya, Tahnee
yang mendapat baris pertama. Aku dengan hati-hati
mendengarkan aksen latinnya yang sempurna dan
berusaha menyesuaikannya.

LEMBAR AUDISI #1 UNTUK KARAKTER KATE
DAN MARY

Naskah 4 ENDLESS EXILE
Sebuah film roman karya Lucy
Lang Aitkens

Adegan 38 DI DALAM PONDOK KAYU
MALAM HARI

Mary dan Kate duduk meringkuk bersama di tempat
tidur saat badai hebat menerjang di luar sana.

KATE:
Aku tidak mengerti mengapa Paman Wayne juga
pergi, Mary.

MARY:
Apa yang kita lakukan sekarang, Katie? Apa yang
akan kita lakukan!

Letusan keras guntur membuat Mary bersembunyi di
balik selimut.

KATE:
Semuanya akan baik-baik saja. Kita pernah bertahan
pada kondisi yang lebih buruk dari ini bukan?

MARY:
Yeah, tapi itu saat Ayah dan Ibu masih hidup.

KATE:
Menurutmu apa mereka ada di surga sekarang?

MARY:
Aku yakin mereka disana.

Mary dan Kate menengadah ke atap seraya air mata
mengalir dari mata biru Mary.

KATE:
Jangan menangis, Mary. Ayolah, bergembiralah,
semangat!

MARY:
Tidak. Aku tidak ingin bergembira lagi. Semua hal
tampak mengerikan.

KATE:
Ayolah, semangat, beri kami sedikit senyuman, satu
saja?

Kate memeluk Mary dan mereka duduk terdiam,
saling memandang.

AKHIR AUDISI ADEGAN SATU

Di akhir adegan kami diminta untuk duduk terdiam
salaing memandang tapi Tahnee malah menjulurkan
lidahnya padaku.
Berhenti! Bagus sekali. Sutradara dan produser
berseri-seri. Juluran lidah Tahnee tadi pastinya
gerakan yang bagus. Kami diminta duduk di ruang
tunggu dan akan di pasangkan kembali. Tahnee
menatapku ngeri. Dipasangkan kembali? Kami ingin
audisi bersama lagi.
Saat kami duduk di pojokan, kami perhatikan
hanya ada tiga pasangan tersisa. Aku meremas tangan
Tahnee penuh semangat. Kami mempelajari adegan
kedua secepat mungkin, sadar kami tidak punya
banyak waktu untuk persiapan. Wanita kurus tadi
mengiringi dua anak terakhir keluar ruang audisi:
Evie dan Cameron Billingham berjalan keluar dari
ruangan, tampak seperti mereka baru saja
memenangkan sebuah Oscar. Hebat. Mengingat nasib
kurang beruntungku akhir-akhir ini, aku yakin akan
berpasangan dengan Evie.
Baiklah, semuanya, berikut pasangan-pasangan
barunya. Kalian yang kembar, kalian pastinya harus
menemukan rekan baru sesuai dengan karakter yang
ditentukan yaitu yang berbeda usia. Kau dan kau, kau
dan kau, kau dan kau, dan kau dan kau. Aku benar.
Evie menatapku jijik. Tahnee yang malang
berpasangan dengan si cengeng Cameron.
Aku akan memberi kalian waktu lima belas
menit untuk berlatih, dimulai dari sekarang. Tak
peduli akan kebencian kami pada masing-masing, aku
dan Evie sama-sama menginginkan pekerjaan ini.
Aku mengikutinya ke sudut ruangan dan kami mulai
berlatih.

























Bab Sembilan
Kami memang bernasib buruk. Evie dapat mengingat
teksnya dengan baik, tapi aktingnya buruk. Dia sama
sekali tidak memainkan baik itu yang kesal ataupun
yang cemas.

LEMBAR AUDISI #1 UNTUK KARAKTER KATE
DAN MARY

Naskah 4 ENDLESS EXILE
Sebuah film roman karya Lucy
Lang Aitkens

Adegan 38 DI DALAM PONDOK KAYU
MALAM HARI

Kate membanting salah satu jendela kecil di pondok
itu.

KATE:
Kau yang pergi duluan, kau yang lebih kecil!

MARY:
Katie, aku juga tidak bisa melewatinya.

KATE:
Kau bisa, Mary! Kau harus bisa! Kau satu-satunya
kesempatan untuk kita dapat keluar dari sini.

MARY:
Kita semua akan mati! Sama seperti ayah dan ibu!

KATE:
Tidak akan! Himpitkan tubuhmu ke lubangnya lalu
lari. Larilah dan cari bantuan. Kau dapat
melakukannya, Mary, aku tahu itu.

Mary menyelipkan tubuhnya melewati jendela
kemudian berlari.

KATE:
Lari, Mary! LARI!

AKHIR AUDISI ADEGAN KEDUA


Apa yang terjadi padamu? tanyaku setelah adegan
latihan kami yang kelima.
Tidak ada, bentaknya. Aku hanya
menyimpannya untuk audisi nanti, itu saja. Dia
terdengar tidak seyakin itu. Kami melakukan
adegannya lagi dan dia masih melakukan hal yang
sama persis.
Baiklah. Mengapa kau tidak memerankan Kate
dengan sedikit lebih mendesak? saranku. Shelley
selalu menyuruh kami untuk tidak saling mengajari
bagaimana berkating, tapi aku sudah putus asa. Evie
akan merusak kesempatanku berada di film utama
bioskop. Aku kira dia menyuruhku untuk saling
mengisi tapi dia seharusnya mengikuti arahanku. Di
sudut berlawanan kami mendengar isakan keras.
Aku tidak bisa melakukannya. Aku tidak bisa!
Cameron mulai menangis.
Ini hanya sebuah pekerjaan, jangan menangis.
Ini akan segera berakhir, audisi ini tidak terus-
menerus, Tahnee bernyanyi, berusaha
menenangkannya. Sayangnya, itu malah
memperburuk keadaannya. Tidak semua orang suka
nyanyian Tahnee.
Evie bangun dan menghampiri saudaranya. Kau
baik-baik saja, Cam? Apa yang terjadi? ucapnya
menenangkan kembarannya.
Apa maksudmu dengan apa yang terjadi?
Cameron membentaknya. Kau tahu pasti apa yang
terjadi! Aku jelek dan aku tidak bisa membaca. Dan
hanya salah satu dari kita yang akan mendapatkan
peran anak tiga belas tahun itu dan itu bukanlah aku,
iya kan? Cameron tidak dapat dikendalikan. Air mata
mulai membasahi wajahnya. Tahnee menatapku
canggung. Apa yang harus dia lakukan? Aku
menghampiri mereka.
Kalian baik-baik saja? Apa ada yang aku dan
Tahnee bisa bantu? tawarku.
Kedua anak itu saling pandang selama beberapa
saat. Akhirnya, Evie bicara. Cam dan aku berakting
bersama selama ini. Sebagai kembaran kami selalu
bekerja sama. Cam mengatur apa yang perlu kita
lakukan dalam setiap adegan dan aku membantunya
membacakan naskah; dia disleksia. Aku dan Tahnee
terdiam. Saat Cam ditabrak mobil dan harus
mencukur kepalanya untuk dijahit, kami akhirnya
tampak sedikit berbeda.
Yeah, kau cantik dan aku tampak seperti orang
aneh, Cameron berusaha bicara disela isakannya.
Aneh? Kau tidak tampak aneh. Kau lebih
tampak seperti seorang Winona Ryder versi pirang,
ucap Tahnee. Cameron langsung berhenti menangis.
Kau sungguh berpikir begitu?
Tentu. Aku ingin sekali punya rambut pendek
sepertimu. Terlihat keren. Wajah Cameron dengan
sisa airmata itu berseri dengan senyuman lebar.
Tahnee selalu tahu hal yang tepat untuk diungkapkan.
Yeah. Tapi, aku masih memiliki luka-luka sialan
ini di seluruh wajahku, iya kan? ucap Cameron
pelan.
Terdiam. Tidak satupun dari kami tahu apa yang
mesti diucapkan. Aku dan Tahnee mulai merasa
bersalah karena bersikap jahat pada keduanya. Hidup
mereka ternyata telah mengalami perubahan yang
dramatis. Mereka tidak lagi merasa percaya diri
mengikuti audisi. Tiba-tiba aku sadar dan paham.
Itulah mengapa mereka tidak lagi bersama Actors
Alive: mereka dikeluarkan. Mereka masuk ke The
Shooting Stars untuk belajar bagaimana berakting
secara terpisah. Mereka tidak lagi dapat bertumpu
pada kemampuan yang lainnya. Aku perhatikan
wajah Cameron lagi. Meskipun dia memakai riasan,
luka-lukanya masih bisa terlihat.
Hey, kau perlu mengambil obat penenang
Dan berhenti menjadi orang tolol.
Karena luka-luka aneh ini,
Seorang aktor akan mati.
Kau tidak lagi memerankan Nona Cantik yang
mungil,
Kau akan memainkan seorang anak bijak dari kota.
Wajahmu akan memberikan peran yang tidak pernah
kau impikan,
Jadi sempurnakan aktingmu dan berhenti menjadi
orang udik.
Aku dan Evie terkejut. Cameron memandang
kagum Tahnee.
Kau sungguh berpikir begitu? Kau sungguh
berpikir kalau aku akan mendapatkan peran karena
luka-lukaku? tanyanya.
Tentu saja. Lihatlah De Niro dan Pacino.
Mereka bukanlah aktor tercantik di dunia tapi mereka
mendapatkan semua peran-peran yang menarik. Kau
juga harus begitu, Billingham. Cameron sumringah.
Evie melompat dan memeluk Tahnee.
Terimakasih, Tahnee, tadi itu manis sekali,
ujarnya.
Tapi, Evie, itu masih belum memperbaiki
masalah kita, iya kan? Cameron bertanya pada
saudaranya dengan cemas.
Tidak. Keduanya menatap aku dan Tahnee.
Baiklah, kawan. Aku butuh bantuan mengenai
cara berakting dan Cameron butuh seseorang untuk
mengatakan semua barisnya agar bisa dia tirukan.
Kalian bisa membantu kami? Tanpa ragu-ragu, aku
dan Tahnee mengangguk. Kami masing-masing
kembali duduk di sudut ruangan dan berlatih seperti
orang gila.
Josie Degas dan Susie Kwan? Kalian jadi
pasangan pertama kami. Dua anak perempuan itu
memasuki ruang audisi dengan gugup. Kupu-kupu di
perutku sekarang mulai berputar-putar. Aku
memutuskan untuk melakukan beberapa latihan
pernafasan.
Apa yang sedang kau lakukan? tanya Evie
padaku.
Latihan pernafasan. Itu menenangkanmu dan
membantumu berkonsentrasi. Kau belum pernah
melakukannya? tanyaku.
Belum, aku dan Cam tidak pernah masuk
sekolah akting. Kami ditempatkan di jalan ini oleh
agen dan, seperti kata mereka, sisanya adalah
sejarah.
Terus bagaimana kalian belajar berakting?
Nah, aku bagus dalam membaca naskah dan
Cam bagus dalam mengarahkan kami. Karena kami
tidak bisa berakting bersama lagi sebagai kembaran,
semuanya seperti mengulang lagi. Evie tampak takut.
Jangan khawatir. Kau akan baik-baik saja. Kau
tahu betul bagaimana menyelesaikan segala
sesuatunya, itu hanya karena kau tidak punya jaring
pengaman lagi, ucapku.
Jaring pengaman? Apa maksudmu? tanyanya
padaku.
KembaranmuCameron. Dia selalu menjadi
jaring pengamanmu. Kalian dulu selalu menjadi satu
tim jadi apabila kau tidak mendapatkan pekerjaan,
kau bisa menyalahkan pasanganmu itu. Sekarang saat
kalian harus terpisah, satu-satunya orang yang dapat
kau salahkan adalah dirimu sendiri. Itulah mengapa
kalian sangat takut. Kau tahu caranya berakting; kau
hanya gugup. Ayolah, ayo lakukan adegannya sekali
lagi.
Saat kami memainkan adegannya aku
menawarkan saran untuk bagaimana seharusnya kami
memainkannya. Evie menerimanya dengan senang
hati. Ruangan itu akhirnya mulai terasa dingin
sekarang karena semua anak telah dipilih. Tampaknya
kami telah berada di audisi selama berjam-jam. Aku
melihat jam tanganku. Memang. Audisi biasanya
hanya berlangsung kurang dari setengah jam; kami di
uji selama hampir dua jam. Aku melihat keluar
jendela untuk memastikan apakah Ibu masih ada di
sana. Aku tidak melihat mobilnya jadi aku menuju
meja penerima tamu.
Hai. Ibuku tadi menungguku tapi dia sepertinya
telah pergi dan menjemput adik laki-lakiku tanpa
menoleh, sekretaris jutek itu menyerahkan sebuah
surat padaku: Lou sayang, aku harus menjemput
Jakey. Nyonya Billingham bilang dia bersedia
memberimu tumpangan pulang ke rumah.
Louise dan Evie silahkan, wanita kurus itu
mempersilahkan. Tahnee mengacungkan jempolnya
mengisyaratkan keberuntungan. Aku menjulurkan
lidahku. Evie tertawa.
OK, anak-anak. Kalian melakukan kerja yang
memuaskan di adegan pertama, perlihatkan apa yang
kalian berikan untuk yang kedua ini. Mulai! tanpa
peringatan apapun kami harus langsung mulai
berakting. Evie terlihat seakan dia mau pingsan.
Hebatnya kami melakukannya tanpa terpotong.
Tepatnya, aku pikir kami ini cukup baik.
Hebat. Sekarang lakukan seolah-seolah itu
berada di tengah malam dan kalian tidak mau ada
seorang pun yang mendengar kalian.
Kami melakukan adegannya dalam akting
berbisik. Evie pastinya pernah melakukan akting
berbisik ini sebelumnya. Dia melakukannya dengan
bagus sekali. Akting berbisik adalah ketika itu
terdengar seperti kau sedang berbisik tapi semua
orang masih bisa mendengarmu.
Sutradaranya mengucapkan terima kasih kepada
kami berdua berkata kalau kami akan mengetahui
hasilnya dalam beberapa minggu ini. Beberapa
minggu! Aku pasti mati menunggunya. Beberapa
minggu itu waktu yang sangat panjang. Aku
mengacungkan jempolku pada Tahnee dan Cameron
saat mereka masuk.
Chookers! bisik Evie pada mereka. Chookers
itu motto aktor untuk keberhasilan. Beberapa aktor
menggunakan break a leg tapi anak-anak biasanya
menggunakan chookers. Kalau kau berkata semoga
beruntung pada seorang aktor, sebenarnya itu adalah
kemalangan. Aku dan Evie duduk serapat mungkin
pada dinding audisi. Kami bisa mendengar apa yang
sutradara katakan pada mereka. Terdengar hampir
sama dengan apa yang mereka katakan pada kami.
Dua adegan mereka lakukan lalu selesai.
Terima kasih banyak atas kedatangannya, anak-
anak. Shelley pasti sangat bangga pada kalian semua,
ucap perempuan kurus tadi.
Nyonya Billingham, ibunya si kembar, akan
mengantar kami pulang kerumah. Ibu Tahnee juga
sudah pulang. Nyonya Billingham tampak berbeda
dengan si kembar. Dia punya rambut berwarna
cokelat gelap dan wajah kecoklatan.
Jadi kupikir kalian mirip ayah kalian, benar?
tanyaku.
Um, yeah, nah, tidak, tidak terlalu, jawab
Cameron terbata. Kesunyianlah yang mengisi mobil
ini kemudian. Kami semua mengembalikan tanda
keamanan kepada penjaga lalu berbalik ke jalan raya.
Jadi, anak-anak, apa semuanya berjalan lancar?
tanya Nyonya Billlingham. Kami semua
mengangguk. Tampaknya tidak ada satupun yang
mau membicarakan audisi tadi. Kami telah
melakukan hal yang baik dan begitulah adanya. Tidak
perlu lagi membicarakan hal-hal kecil. Tapi Tahnee
tidak dapat menahan diri:
Sang sutradara terpikat,
Wanita kurus itu mengingatkanku hal yang sulit,
Tapi sang produser, harus kau akui,
Tampak sangat menyukai kita.
Jadi sebatang es krim rasa cokelat
Pantas di makan dengan segera.
Kami bertepuk tangan untuk pantun
cemerlangnya.
Tahnee benar. Traktiran es krim untuk aktor
wanita terbaik di dunia.
Bu! pinta si kembar. Orangtua mereka
sungguh-sungguh menuruti mereka.
Kami menuju Island Ices, kedai es krim terbaik
di kota ini. Kau sendiri lah yang membuat es
krimnya. Kau meletakkan uang ke dalam pinguin
raksasa dari logam, yang kemudian bertanya rasa dan
ukuran apa yang kau inginkan. Perutnya terbuat dari
kaca jadi kau dapat melihat es krim yang tergulung
otomatis di dalamnya. Bola es krim tadi kemudian
bergulir melalui beberapa perosotan sampai mendarat
sempurna pada wadah kerucut yang bertengger di atas
dispenser di bagian bawahnya. Meskipun mesin ini
benar-benar untuk anak kecil, kami menyukainya.
Aku masih ingat Ibu yang bernyanyi Young at
Heart. Dia benar. Memang jauh lebih baik menjadi
muda hatinya.
Kami duduk di luar ruangan di atas rumput hijau
subur yang hangat sambil menjilati es krim gratis
kami.
Um, aku minta maaf soal lelucon The Eerie
Family, Louie, kata Cameron.
Tidak masalah. Aku juga minta maaf untuk
semua hal-hal buruk yang aku katakan, jawabku.
Aku juga, Tahnee menambahkan. Kalian
sebenarnya lumayan keren.
Lumayan keren! Kami ini sangat keren, terima
kasih banyak! Evie berseru. Kami semua tertawa.
Yeah, kami menggodamu dengan The Eerie
Family karena Evie pikir Mickey menyukaimu, ujar
Cameron.
Cam! Diamlah!
Tidak, aku tidak mau diam! Cameron berbalik.
Kami sering sekali bekerjasama dengan Mickey
Meikle dan dia selalu membicarakan tentangmu. Aku
kira Evie sedikit cemburu padamu, Lou. Evie
memukul lengan Cameron.
Tidak, kata Evie. Jadi Mickey sering
membicarakan tentangku. Pada gadis lain. Syukurlah
aku dan Maddy tidak mengadu dadu tentang Mickey;
aku tidak akan pernah mempercayainya.
Hey, kalian tahu teman kami Maddy yang
melakukan permainan benar atau salah dengan dadu
spesial? kataku, ingin mengganti topik.
Tidak mungkin! Dia melakukan sulap? tanya
Cameron.
Bukan, itu bukan sulap. Disebut dengan
kemungkinan dan dia yakin bahwa dadunnya akan
mengatakan kebenaran tentang segala hal. Jelasku.
Maddy seorang yang pintar matematika.
Tapi, Lou, apa ada lemparan dadunya yang
pernah benar? tanya Tahnee.
Aku kira beberapa pernah berhasil. Ketika
anak-anak itu ngobrol, aku sempat berpikir. Aku tidak
pernah menggulirkan dadu tentang Mickey, tapi
bagaimana jika Maddy pernah? Mungkin dia selalu
tahu kalau Mickey menyukaiku! Rasa mual di
perutku kembali lagi. Aku memutuskan untuk
memberikan sisa Island Ice-ku ke Tahnee.
Waktunya pergi, anak-anak, seru Nyonya
Billingham. Sekarang, kalian berdua mau langsung
pulang kerumah atau mau mampir kerumah kami
sebentar?
Aku dan Tahnee berkata ya. Kami ingin sekali
tahu dimana mereka tinggal. Dengan semua uang
yang telah mereka dapatkan selama bertahun-tahun,
kami yakin rumah mereka pasti berupa rumah megah
dan mewah.














Bab Sepuluh
Tahnee meyakinkan kami untuk mendengarkan
stasiun-stasiun radio favorit zaman dulu. Itu ide yang
buruk. Nyonya Billingham bukanlah penyanyi yang
baik dan malah membuat kami semua sakit kepala
dengan cara pembawaannya yang parah untuk
Delilah dan Rocket Man milik Elton John. Tahnee
membuatnya menjadi sangat lucu. Si kembar itu
sangat malu. Hard Days Night-nya The Beatles
mengikuti.
Ayolah, teman-teman! Tahnee mulai bernyanyi.
Evie mengikuti. Lalu Cameron. Kemudian, yang
mengagumkan, aku!
Bagaimana anak-anak muda seperti kalian
berempat ini tahu lirik lagu A Hard Days Night?
tanya Nyonya Billingham yang terheran-heran. Kami
semua mengangkat bahu. Kemudian mobilnya
berbelok dan berhenti perlahan. Sebuah bungalo
coklat kecil, tertutupi oleh tumbuhan-tumbuhan
menjalar, berdiri di hadapan kami.
Selamat datang di Central Avenue 17, nyonya
Billingham mengumumkan. Begini rumah Evie dan
Cameron Billingham? Aku dan Tahnee terdiam. Ini
hanya sebuah pondok mungil, bukan rumah mewah
nan megah. Kami mengikuti mereka ke dalam. Kami
mengambil beberapa jus di dapur dan berlari
melewati tangga menuju kamar si kembar. Evie
mengajak kami ke kamarnya terlebih dahulu. Dia
punya tempat tidur bertingkat.
Tempat tidur yang keren, kataku.
Sekarang, ayo lihat kamarmu, Cam, ucap
Tahnee.
Ini kamarku, kata Cameron.
Oh, maaf, aku kira punya Evie.
Ini punya Evie. Punya kita berdua. Kami berbagi
kamar.
Oh . . . aku dan Tahnee berkomentar. Mereka
berbagi kamar? Yang aku bayangkan adalah mereka
punya kamar mereka sendiri dengan kamar mandi
pribadi dan balkon bahkan mungkin dengan spa
mereka sendiri.
Aku tahu. Kalian pikir kami ini kaya, iya kan?
kata Evie.
Berharapnya. Semua uang kami telah ditabung
untuk biaya kuliah.
Kalian bercanda, kan? kata Tahnee.
Tidak. Ibu dan Ayah tidak terlalu mau kalau
kami tetap berakting saat kami dewasa. Mereka lebih
suka kami mengerjakan sesuatu yang akademis
seperti obat-obatan atau mengajar atau apa lah.
Bisakah kalian tetap berakting jika kalian mau?
tanyaku. Aku tidak dapat mempercayainya. Evie dan
Cameron itu sudah menjadi bintang. Apa yang
orangtua mereka pikirkan? Mereka tidak boleh
menghentikannya!
Aku kira tidak. Ibu dan Ayah tidak berpikir
kalau akting adalah pekerjaan tetap yang cukup.
Mereka benar-benar punya pendirian. Shelley juga
pernah berkata pada kami pada awal persyaratan
bahwa 95 persen aktor tidak punya pekerjaan. Dan,
itu akan jadi lebih sulit bagi mereka untuk
mengerjakan pekerjaan yang bagus tanpa dukungan
dari masing-masing.
Hey, mau melihat kelinci-kelinci kami? Cam
menanyai kami.
Cam, itu kekanakan. Mereka tidak mau melihat
Hudson dan Benjamin, kata Evie.
Ya kami mau. Aku suka hewan, kataku. Kami
semua berlari menuruni tangga dan menuju halaman
belakang rumah Billingham.
Sebuah kandang besar yang terbuat dari kawat
tampak karatan di dekat tempat sampah. Tidak ada
kelinci yang terlihat.
Kelinci kalian sudah kabur! teriak Tahnee
sambil dia berlari mengelilingi halaman.
Tahnee, tenanglah, kau tolol, kata Evie,
mengulang lagu Tahnee. Kami melatih Hudson dan
Benjamin untuk mendatangi suara kami. Perhatikan.
Si kembar memanggil hanya selama beberapa detik
sebelum akhirnya kami melihat dua pasang telinga
putih melompat-lompat keluar dari rerumputan.
Manis sekali! teriakku.
Kami tidak mau menempatkan mereka di
kandang. Itu terlalu jahat. Maddy pasti akan
menyukai gadis-gadis ini.
Apa kalian bergabung dengan kelompok
perlindungan hewan? tanyaku pada si kembar.
Tidak. Kau? kata Cameron.
Yeah, aku baru saja bergabung. Salah satu
teman kami, Maddy, telah menjadi anggota selama
setahun. Aku bisa memberimu informasi mengenai
itu jika kau mau.
Pasti menyenangkan! ucap Evie bersemangat.
Kau benar-benar harus menjauhkan permadani
dari kulit beruang itu, Lou, Tahnee mendesah. Kau
tidak bisa bergabung dengan kelompok perlindungan
hewan tetapi mempunyai karpet beruang. Itu
sangatlah salah.
Itu warisan keluarga, Tahnsta. Kembalilah lagi
kalau bisa lah berburu hewan untuk kulit mereka.
Hudson bergeliat-geliut di pangkuanku karena
aku mencoba memberinya sebatang wortel.
Aku tidak tahu kalau kelinci dapat dilatih, kata
Tahnee.
Biasanya memang tidak bisa tapi mereka ini
kelinci khusus, mereka itu Hudson dan Benjamin,
kelinci-kelinci super! Evie mengangkat Benjamin
seperti Superman. Hidung merah muda mungilnya
bergerak-gerak senang.
Tahnee dan Louise! Waktunya mengantar kalian
pulang kerumah, panggil Nyonya Billingham.
Kita bertemu lagi di kelas berikutnya, kukira?
kata Evie pada kami.
Yeah, aku kira begitu, jawabku. Aku
memperhatikan Tahnee melakukan sesuatu yang aneh
dengan alis matanya.
Ada apa denganmu, Tahnsta? tanyaku padanya.
Kadang-kadang kau ini sangat bodoh, Louie.
Aku berusaha mencuri perhatianmu karena aku pikir
akan menyenangkan kalau si kembar ini melihat
Rumah Pohon, sindirnya.
Aku paham apa yang dia maksud sebenarnya.
Aku, Dene, Tahnee, dan Maddy mengadakan
pesta piyama hampir setiap Minggu malam. Kalian
mau bergabung di pesta berikutnya? wajah Cameron
memunculkan senyum terlebar yang pernah kulihat.
Maukah kami? Kami sangat mau.
Apa kau tadi bilang kau punya rumah pohon?
kata Evie sedikit ragu-ragu.
Yeah. Oh . . . bukan rumah pohon seperti yang
anak-anak kecil punya. Orangtuaku membangun
rumah kami disekitar pohon ek besar, jadi kami
menyebutnya Rumah Pohon.
Wow, kedengarannya keren. Kapan dan jam
berapa?
Aku memberi Evie dan Cameron rinciannya
sebelum aku dan Tahnee mengucapkan selamat
tinggal. Saat Nyonya Billingham mengantar kami
pulang, dia berterimakasih pada kami hampir jutaan
kali karena membantu si kembar menyesuaikan diri di
The Shooting Stars. Aku mulai merasa sedikit tolol.
Evie dan Cameron hanyalah remaja biasa yang baik.
Aku yakin mereka akan menjadi primadona muda.
Aku telah memperlakukan mereka sama persis
dengan penyiksaan di sekolah yang di lakukan pada
Jake. Dadu itu benar. Hal yang perlu kulakukan
hanyalah tunggu dan lihat. Aku penasaran seberapa
banyak teman yang Evie dan Cameron miliki kalau
orang-orang selalu menganggap mereka itu puteri.
Tidak heran kalau mereka sangat semangat untuk
menginap.
Saat kami tiba di rumah, aku langsung menuju
kamar Jake. Dia sedang membaca buku kuno
berukuran besar.
Apa yang sedang kau baca, Jakeys? tanyaku
padanya. Dia menunjukkan sebuah buku tentang laba-
laba.
Menjijikkan! aku duduk di sampingnnya dan
bertanya tentang bagaimana kondisi penggertakan di
sekolahnya. Dia berkata semuanya mulai berjalan
membaik. Semua hal termasuk semua orang tampak
bersikap lebih baik. Termasuk juga rasa sakit di
perutku ini.
Bagaimana audisimu, Lou? Jake menanyaiku.
Sangat baik, ucapku.
Lou! Mickey menelpon! Ibu berteriak dari
lantai bawah. Rasa sakit itu kembali lagi. Apakah
Maddy telah mengatakan padanya bahwa aku juga
menyukainya? Aku duduk tak bergerak di tempat
tidur Jake. Bagaimana jika dia benar melakukannya
dan Mickey akan mengajakku kencan atau apa
begitu?
Louie, pergilah dan jawab telponnya. Kata
Jake.
Perlahan aku bangun dan turun ke bawah. Apa
yang akan kukatakan? Ibu masih memegang tuter
telinga telepon menungguku.
Cepatlah. Aku tidak akan berdiri di sini
sepanjang hari, kau tahu.
Katakan padanya aku tidak di sini, aku
bergumam padanya.
Apa? dia balik bergumam.
Aku tidak di sini.
Ibu memalingkan wajah dan berbicara melalui
tuter mulut telepon. Dia di sini, Mickey.
Ibu, bisikku geram. Setelah menyerahkan tuter
telinganya padaku, dia berjalan santai menuju dapur
dengan senyum licik di wajahnya.
Hallo? ucapku gugup.
Mereka itu mengerikan dan mereka itu
menyedihkan, lawan dari keceriaan, misterius dan
menjemukan, The Eerie Family
Mickey, diamlah. Kau tahu aku tidak suka itu.
Aku tidak dapat menahannya, Louie, terlalu
mudah membuatmu larut.
Selama tiga jam aku dan Mickey bergosip
melalui telepon. Aku bahkan mungkin sedikit gila-
gilaan. Baiklah, kupikir memang begitu, aku masih
kurang yakin. Mickey sangat senang mengetahui
bahwa aku dan si kembar telah berteman. Dia
rupanya telah mengajak adik laki-lakinya dalam
sebuah iklan. Dia berkata mereka adalah dua orang
gadis paling manis yang pernah dia temui. Lalu dia
membetulkan ucapannya dan berkata, Oh, baiklah,
setelah kau tentu saja. Sekali lagi wajahku berubah
warna seperti umbi merah.
Aku dan Mickey membicarakan tentang apa pun
dan semua hal. Tentang guru-guru yang kami benci,
tentang aktor-aktor yang menurut kami luar biasa,
tentang film-film dan sandiwara yang kami sukai,
tentang apa yang kami pikirkan mengenai Shelley,
tentang apa yang kami pikirkan mengenai George
yang manis (kupastikan aku tidak menyebutnya
Gorgeous George), tentang apa yang kami pikirkan
mengenai sekolah, tentang hidup kami! Ini adalah
percakapan telepon paling lama yang pernah
kulakukan.
Lou, hentikan teleponnya dulu, sayang, makan
malamnya telah siap, Ayah berteriak dari ruang
makan.
Maaf, Mickey, aku harus pergi, makan malam
sudah siap.
Apa yang kau miliki untuk makan malam?
tanyanya.
Aku pikir Ayah membuat lasagne
kegemarannya. Kalian bagaimana? ucapku, tidak
mau mengakhiri percakapan ini.
Ayah dan Ibu belum pulang, ucapnya sedih.
Aku melihat arlojiku; hampir jam 8 tepat.
Mickey! Telat sekali. Apa yang mereka
kerjakan?
Mereka suka kerja lembur. Mereka berdua
memang memiliki pekerjaan yang sangat berat.
Mickey itu masih kecil dan dia harus berada di
rumahnya sendirian.
Apa kau takut tinggal di rumah sendirian?
tanyaku.
Tidak, tidak takut, hanya sepi saja.
Makanannya mulai dingin, Louie, teriak Ibu.
Harus segera pergi. Sampai jumpa lagi,
Mickey, kataku sambil menutup telepon. Sebanyak
yang aku ingin terus bicarakan padanya, aku tidak
mau memberinya kesempatan untuk mengajakku
kencan atau apapun.
Aku segera menghabiskan makan malamku dan
kembali lagi ke telepon.
Madds? tanyaku segera setelah seseorang
mengangkatnya di saluran seberang.
Bagaimana kau tahu ini aku? tanya Maddy. Itu
adalah pertanyaan bodoh. Maddy selalu menjawab
telepon di rumahnya.
Dengar, jawab aku dengan jujur, ya? Kau bicara
pada Mickey apa tidak kalau aku menyukai Mickey?
Apa?
Apa kau mengatakan pada Mickey aku
menyukainya? Ingat saat di studio bagaimana kau
bercanda mengenai mengocok dadu soal Mickey? Itu
karena kau tahu aku menyukainya, iya kan? Maddy
terdiam sejenak.
Kenapa? Ada apa?
Maddy! Kau menelponnya tidak?
Tentu saja tidak. Teman macam apa aku ini
menurutmu? Dan sekarang, rasa penasaran ini
membunuhku. Apa yang terjadi?
Aku menceritakan keseluruhan ceritanya
padanyaaudisinya, si kembar dan akhirnya,
percakapan tiga jamku dengan Mickey Meikle.
Ini sangat hebat! Kau punya pacar! teriaknya.
Maddy, tidak. Rasa sakit itu malah lebih buruk
lagi sekarang. Apa aku punya pacar sekarang?
























Bab Sebelas
Hari minggu tiba juga dan ini waktunya untuk pesta
piyama. Aku dan Ibu gila-gilaan pergi ke pasar
swalayan dan membeli semua makanan ringan tak
bergizi. Ibu terkadang memang bisa menjadi seperti
anak kecil. Saat kami berebutan untuk mendorong
kereta dorong rusak (kami selalu memilih yang rusak
rodanya), sebuah pengumuman berkumandang
melalui pengeras suara.
Selamat datang di Barneys Super Barn, para
pelanggan, dimana semua buah-buahan dan sayuran
segar baru saja di panen dari kebun. Yang spesial di
minggu ini adalah seorang yang berpenampilan
sangat menarik Louie Eary yang sekarang ini sedang
ada di lorong lima. Louie adalah produk yang baru
saja berkembang; Louie yang sebelumnya adalah
seorang model biasa. Kalian mungkin ingat Louie
yang dulu dengan nama terdahulunya, si Monster
Mata Hijau . . .
Ibu memandangku kagum. Aku menoleh dan
melihat bahwa aku sedang berdiri di lorong lima.
Suara itu terus saja berbicara mengenai diriku.
Lututku mulai terasa lemas dan berat dan kepalaku
menjadi seberat bola bowling.
Louie itu luar biasa, seorang yang kreatif dan
bisa jadi muncul di film roman Endless Exile
Tiba-tiba suara itu terpotong. Sayup-sayup, suara
lainnya terdengar.
Kau pikir kau ini sedang apa? Menjauhlah dari
sini, dasar remaja. Mickey terbang menerjang pintu
ganda berbahan plastik di ujung toko. Dia berlari
keluar, dua penjaga keamanan berlari mengejar di
belakangnya. Saat dia melompati pagar dia
melambaikan tangannya cepat padaku lalu berlari
menuju parkiran mobil.
Ibu lanjut mendorong kereta dorongnya dan tidak
mengatakan apapun. Aku berjalan di belakangnya,
juga terdiam.
Tepat jam delapan malam, semua anak tiba. Aku
mengajak Evie dan Cameron berkeliling Rumah
Pohon tapi mereka malah lebih tertarik pada Dizzie
dan Mozzie.
Mereka adalah kucing paling manis yang pernah
kulihat, Cameron berkata dengan lembut sambil dia
mengambil si gemuk Dizzie. Sepanjang bulan
kemarin, Dizzie mencuri makanan Mozzie dan telah
bertambah berat badannya. Dia sangat berat.
Aku tahu. Nama panggilannya adalah Fat Cat,
bukan begitu, Dizzie? Dizzie mendekur senang,
menikmati segala perhatian dari teman-temanku.
Lou, aku tidak tahu lagi siapa yang dapat
berbicara pada hewan peliharaan mereka seperti yang
kau lakukan, kata Dene.
Aku langsung mengarahkan jariku pada anak
kembar itu. Dua orang ini jauh lebih buruk dibanding
diriku. Mereka punya dua ekor kelinci yang sangat
lucu bernama Hudson dan Benjamin yang sama
menyenangkannya dengan Dizzie dan Mozzie.
Hudson dan Benjamin? Manis sekali, ucap
Maddy sambil kami menaiki tangga spiral.
Kami berjalan melewati kamar Jake dan jendela
naganya. Evie, lihatlah jendela kaca berbintik ini.
Evie dan Cam melihat kagum pada naga warna-warni
itu.
Tunggu sampai kau melihat milik Louie . . .
ucap Dene pada mereka.
Ohhh, kupu-kupu! teriak si kembar saat mereka
memasuki kamarku. Kami berganti baju mengenakan
piyama kami dan mengatur meja untuk tempat
makanan ringan.
Aku mau ke kamar mandi, kata Tahnee aneh.
Jadi, Louie, apa kau sudah cerita pada semua
orang soal pacar barumu? tanya Maddy.
Apa! semuanya berteriak. Aku tidak dapat
mempercayai ini. Aku akan membunuhnya.
Mickey Meikle telah merayu Louie.
Apa itu merayu? tanya Dene.
Kau tahu, berusaha mengesankannya sehingga
dia mau pergi kencan dengannya, katanya lagi.
Apa kau bercanda? kata Dene, matanya
membesar seperti alas gelas. Ceritakan semuanya,
Pooey Louie. Baru saja aku terpaksa menceritakan
ceritanya, Tahnee menerobos masuk ke kamar
mengenakan Rufus. Evie dan Cameron berteriak
keras sekali. Dene melompat jauh sekali sampai-
sampai dia mendarat di mangkok cocolan bawang
khas Perancis.
Tahnee! kami semua berteriak. Dene-lah yang
paling gesit, mengambil bantalnya dalam satu
gerakan cepat dan memukul kepala Tahnee. Kepala
Rufus tepatnya. Perang bantal lainnya meledak.
Saat kami berusaha mengambil nafas lagi,
Maddy kembali pada persoalan tadi. Ayolah,
ceritakan semua tentang Mickey.
Mereka mulai memakan enam bungkus keripik,
dua batang cokelat dan semangkuk es krim saat aku
menceritakan cerita di pasar swalayan tadi. Setelah
itu, sama sepertiku dan Ibu, mereka terdiam.
Aku tidak percaya ini. Itu adalah hal paling
romantis yang pernah kudengar, kata Tahnee.
Sangat romantis, ucap Cameron.
Gila, ujar Evie.
Teman-teman, itulah yang kusebut memuakkan,
Dene menambahkan.
Dene! kami semua berteriak. Sekali lagi,
bantal-bantal berhamburan.
Jadi apa kau sudah menciumnya? tanya Dene.
Tidak mungkin!
Kujelaskan bahwa dia hanya temanku dan kami
hanya saling membantu dalam latihan vokal. Ini
sangat memalukan. Aku tidak mau seorang pacar.
Aku tidak tahu apa yang perlu dilakukan dengan
seorang pacar.
Jadi kau pikir dia itu hanya temanmu, begitu?
tanya Tahnee. Mari buktikan, mau? Ke kantor, anak-
anak! semuanya berlari turun setelah Tahnee lalu dia
menuju ruang kerja Ayah.
Tahnee! Apa yang kau lakukan? teriakku saat
dia menghubungi sebuah nomor melalui telepon
kantor Ayah. Semua anak mendekat untuk mendengar
apa yang dikatakan Mickey. Dene mendekat dan
menekan tombol bebas bicara. Teleponnnya berdering
dan berdering.
Kawan, dia tidak di rumah. Lupakan saja, huh,
kataku putus asa.
Semuanya diam dan kalau kau ingin tertawa,
gigit tanganmu, kata Tahnee si tukang perintah.
Hallo? suara Mickey bergema di ruangan.
Hey, Mick. Gimana kabarmu? Tahnee meniru
sahabat Mickey, David, dengan sempurna.
Yeah, OK, Davey. Bagaimana kabarmu?
Lumayan, temanku. Beritahu aku, dasar Romeo
kecil, apa yang terjadi antara kau dan Louie Eary
kecil?
Oh kawan, dia itu luar biasa. Dene hampir
melukai tangannya karena dia menggigit tangannya
dengan sangat keras. Aku takut sekali sampai aku
tidak dapat bergerak. Aku tidak bisa melihat
siapapun, bahkan aku tidak dapat bereaksi. Ini sangat
memalukan.
Jadi, Mickey, kau akan mengajakknya kencan
atau apa? kami semua menunggu dengan nafas
tertahan.
Tidak mungkin. Dia hanya seorang teman baik.
Yeah benar, kau benar-benar tertarik padanya.,
tantang Tahnee.
Terserah, Davey. Terus, Apa pendapatmu
mengenai ide komik baru yang aku ceritakan padamu
itu? Tahnee memandang ke sekeliling kami, panik.
Ugh, yeah, yeah, itu ah, keren sobat. Yeah,
menurutku itu sangat keren. Tahnee melambaikan
lengannya padaku.
Aku membiarkannya menderita beberapa saat
lalu menolongnya keluar. Davey! Makanan
penutupnya siap! teriakku menjauh dari telepon.
Harus pergi, kawan, dah. Tahnee menutupnya
cepat. Kami semua tertawa.
Kau sungguh gila, Tahnsta. Aku tidak percaya
dia berpikir tadi itu Davey, kata Dene.
Kau sungguh punya talenta, kata Evie, pipinya
memerah dari menahan tawanya dengan sangat lama.
Dan, kau benar, dia menyukaimu hanya sebagai
teman, ucap Cam.
Sudah kukatakan padamu, aku sangat lega
karena aku telah lepas dari kesulitan ini.
Cinta Mickey,
Membuat Louie sedikit lelah
Karena pacuan degup jantung ini
Belumlah benar-benar menjelma.
Pria itu baru empat belas,
Belum setajam itu.
Tapi jangan khawatir, tahun-tahun akan berjalan
cepat.
Kemauannya tidak akan berakhir.
Segera dia akan mengencani Louie muda kita.
Berharaplah dia tidak tahu dia juga dipanggil
Pooey!
Semuanya tertawa tapi itu adalah maksud yang
sangat baik. Apa yang akan dia katakan saat dia tahu
semua orang memanggilku Pooey Louie?
Madds?
Ya, Louise Eary?
Menurutmu apa kita bisa melakukan apa-kau-
tahu lainnya?
Mata Maddy berkilau nakal.
Terlambat, temanku, terlambat!

Anda mungkin juga menyukai