Anda di halaman 1dari 5

1.

Definisi
Karies adalah suatu penyakit jaringan keras gigi yaitu email,dentin dan sementum yang
disebabkan oleh aktifitas suatu jasad renik dalam suatu karbohidrat yang dapat
diragikan.
Kidd. Edwina A.M. dasar-dasar karies penyakit dan penanggulangannya. 1991. EGC:
Jakarta.p1
Karies proksimal adalah karies gigi antara gigi pada titik kontak proksimalnya. Kontak
proksimal adalah kontak antar gigi yang menstabilkan posisi gigi pada dental arch dan
untuk mencegh impaksi makanan antara gigi.
(Michele derby& Margaret wals. Dental hygiene. Theory and practice. 4
th
ed.
ST.Louts:Elsevier. 2014. P 263
2. Etiologi dan Faktor Risiko
Karies merupakan suatu penyakit pada jaringan keras gigi, yaitu enamel,
dentin, dan sementum yang disebabkan aktifitas bakteri flora mulut yang ada dalam suatu
karbohidrat yang diragikan. Demineralisasi dimulai dari permukaan gigi
dan akan berlanjut ke dalam lapisan gigi serta diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya invasi bakteri dan kerusakan
pada jaringan pulpa serta penyebaran infeksi ke jaringan periapikal dan menimbulkan rasa
nyeri.
Karies terjadi bukan disebabkan karena suatu kejadian saja seperti penyakit
menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa
kurun waktu. Pada tahun 1960-an oleh Keyes dan Jordan menyatakan bahwa karies
merupakan suatu penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi
penyebab terbentuknya karies.Ada tiga faktor utama yang memegang peranan yaitu
faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet, dan ditambah
faktor waktu.





Gambar 1. Skema yang menunjukkan karies sebagai penyakit multifaktorial yang
disebabkan faktor host, agen, substrat, dan waktu

2.1.1 Host
Enamel merupakan jaringan keras gigi dengan susunan kimia kompleks yang
mengandung 97% mineral (kalsium, fosfat, karbonat, fluor), air 1% dan bahan
organik 2%. Lapisan luar enamel mengalami mineralisasi yang lebih sempurna dan
mengandung banyak fluor, fosfat, dan sedikit karbonat dan air. Kepadatan kristal
enamel sangat menentukan kelarutan enamel. Semakin banyak enamel mengandung
mineral maka kristal enamel padat dan enamel akan semakin resisten. Gigi desidui
lebih mudah terserang karies dibandingkan dengan gigi permanen, karena enamel gigi
desidui mengandung lebih banyak bahan organik dan air sedangkan jumlah mineralnya lebih
sedikit daripada gigi permanen.

2.1.2 Mikroorganisme
Plak memegang peranan penting dalam menyebabkan terjadinya karies. Plak
merupakan suatu lapisan lunak yang terdiri atas kumpulan mikroorganisme yang
berkembang biak di atas suatu matriks yang terbentuk dan melekat erat pada permukaan gigi
yang tidak dibersihkan. Proses terjadinya kerusakan pada jaringan
keras gigi melalui suatu reaksi kimiawi oleh bakteri, dimulai dengan proses
kerusakan bagian anorganik, kemudian berlanjut pada bagian organik. Bakteri
berperan penting pada proses terjadinya karies gigi, karena tanpa adanya bakteri maka karies
gigi tidak dapat terjadi.
Terdapat berbagai spesies bakteri yang berkoloni di dalam rongga mulut
untuk menghasilkan asam sehingga terjadi proses demineralisasi pada jaringan keras
gigi. Salah satu spesies bakteri yang dominan di dalam mulut yaitu S.mutans. Telah
banyak penelitian yang membuktikan adanya korelasi positif antara jumlah bakteri S.
mutans pada plak gigi dengan prevalensi karies gigi.

2.1.3 Substrat atau Diet
Faktor substrat atau diet dapat mempengaruhi pembentukan plak karena
membantu perkembangbiakan dan kolonisasi mikroorganisme yang ada pada
permukaan enamel. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orang yang banyak
mengkonsumsi karbohidrat terutama sukrosa cenderung mengalami kerusakan pada
gigi, sebaliknya pada orang dengan diet yang banyak mengandung lemak dan protein hanya
sedikit atau sama sekali tidak mempunyai karies gigi.

2.1.4 Waktu
Secara umum, karies dianggap sebagai penyakit kronis pada manusia yang
berkembang dalam waktu beberapa bulan atau tahun. Lamanya waktu yang
dibutuhkan karies untuk berkembang menjadi suatu kavitas cukup bervariasi, diperkirakan 6-
48 bulan.

Faktor predisposisi
Risiko karies merupakan risiko terjadinya sebuah lesi karies pada seseorang. Peningkatan
risiko karies merupakan hasil dari beberapa faktor penyebab karies yang sesuai ataupun
mekanisme pertahanan yang tidak cukup sehingga mengarah kepada perbedaan prevalensi
karies. Berdasarkan definisinya, risiko ditujukan untuk mengukur terjadinya karies pada masa
yang akan datang. Hal ini, mungkin dilakukan karena yang diukur hanya gejala awal saat karies
muncul atau manifestasi yang telah timbul selama pengukuran. Menurut Hausen et al. (1994),
risiko karies adalah peluang seseorang untuk mempunyai beberapa lesi karies selama kurun
waktu tertentu. Risiko karies pada setiap orang berbeda, bahkan tidak tetap seumur hidup
oleh karena dapat berubah apabila pasien melakukan tindakan pencegahan karies baik oleh
dirinya sendiri maupun yang dilakukan dokter gigi. Risiko karies dapat dikelompokkan menjadi
dua faktor, yaitu faktor yang mempengaruhi proses karies dan faktor yang berhubungan
dengan kejadian karies. Faktor risiko karies adalah hubungan sebab akibat terjadinya karies.
Beberapa faktor yang dianggap sebagai faktor risiko adalah pengalaman karies, penggunaan
fluor, oral hygiene, jumlah bakteri, saliva, pola makan, serta faktor risiko demografi atau
faktor modifikasi karies, seperti umur, jenis kelamin, dan sosial ekonomi. Beberapa kategori
risiko karies :
1. Pengalaman karies
Penelitian epidemologis telah membuktikan adanya hubungan pengalaman karies dengan
perkembangan karies di masa mendatang. Sensitivitas parameter ini hampir mencapai 60%. Prevalensi
karies pada gigi bercampur dapat memprediksi karies pada gigi permanennya.
2. Penggunaan fluor
Berbagai macam konsep tentang mekanisme kerja fluor yang berkaitan dengan pengaruhnya pada gigi
sebelum dan sesudah erupsi. Pemberian fluor yang teratur baik secara sistemik maupun lokal
merupakan hal yang penting diperhatikan dalam mengurangi terjadinya karies oleh karena dapat
meningkatkan remineralisasi. Namun demikian, jumlah kandungan fluor dalam air minum dan makanan
harus diperhitungkan pada waktu memperkirakan kebutuhan tambahan fluor, karena pemasukan fluor
yang berlebihan dapat menyebabkan fluorosis.
3. Oral higiene
Salah satu komponen pembentukan karies adalah plak. Insidens karies dapat dikurangi
dengan melakukan penyingkiran plak secara mekanis dari permukaan gigi, namun banyak
pasien tidak melakukannya secara efektif. Peningkatan oral higiene dapat dilakukan dengan
menggunakan alat pembersih interdental yang dikombinasi dengan pemeriksaan gigi secara
teratur. Pemeriksaan gigi rutin ini dapat membantu mendeteksi dan memonitor masalah gigi
yang berpotensi menjadi karies. Plak yang berada di daerah interdental dan sulit dibersihkan
melalui penyikatan gigi dapat disingkirkan dengan menggunakan pembersih interdental.
Penyingkiran plak dapat juga dilakukan secara kimia menggunakan obat kumur (oral rinse).
3. Jumlah bakteri
Segera setelah lahir, ekosistem oral pada bayi terdiri atas berbagai jenis bakteri.
Kolonisasi bakteri di dalam mulut disebabkan transmisi antar manusia, yang paling
banyak dari ibu atau ayah. Bayi yang memiliki S. mutans yang banyak, maka usia 2-3
tahun akan mempunyai risiko karies yang lebih tinggi pada gigi susunya. Walaupun
laktobasillis bukan merupakan penyebab terjadinya karies, tetapi bakteri ini ditemukan
meningkat pada orang yang mengonsumsi karbohidrat dalam jumlah banyak.

4. Saliva
Saliva dapat mempengaruhi proses karies dengan berbagai cara, yaitu:
a. Aliran saliva dapat menurunkan akumulasi plak pada permukaan gigi dan juga
menaikkan tingkat pembersihan karbohidrat dari permukaan rongga mulut.
b. Difusi komponen saliva seperti kalsium, fosfat, ion H- dan F- ke dalam plak dapat
menurunkan kelarutan enamel dan meningkatkan remineralisasi.
c. Sistem bufer asam karbonat-bikarbonat serta kandungan ammonia dan urea dalam
saliva dapat menyangga dan menetralkan penurunan pH yang terjadi saat bakteri plak
sedang memetabolisme gula.
d. Beberapa komponen saliva yang termasuk dalam komponen non imunologi seperti
lisozyme, lactoperoxydase, dan lactoferrin mempunyai daya anti bakteri langsung
terhadap mikroflora tersebut sehingga derajat asidogeniknya dapat berkurang.
e. Molekul immunoglobin A (IgA) disekresi oleh sel-sel plasma yang terdapat dalam
kelenjar liur, sedangkan komponen protein lainnya diproduksi di lapisan epitel luar yang
menutup kelenjar. Kadar keseluruhan IgA di saliva berbanding terbalik dengan timbulnya
karies.
6. Pola makan
Pengaruh pola makan dalam proses karies biasanya lebih bersifat lokal daripada sistemik,
terutama dalam hal frekuensi mengonsumsi makanan. Setiap kali seseorang mengonsumsi
makanan dan minuman yang mengandung karbohidrat, maka beberapa bakteri penyebab
karies di rongga mulut akan mulai memproduksi asam sehingga terjadi demineralisasi yang
berlangsung selama 20-30 menit setelah makan. Di antara periode makan, saliva akan bekerja
menetralisir asam dan membantu proses remineralisasi. Namun, apabila makanan dan
minuman berkarbonat terlalu sering dikonsumsi, maka enamel gigi tidak akan mempunyai
kesempatan untuk melakukan remineralisasi dengan sempurna sehingga terjadi karies.

7. Umur Penelitian epidemologis menunjukkan terjadi peningkatan prevalensi karies sejalan
dengan bertambahnya umur. Gigi yang paling akhir erupsi lebih rentan terhadap karies.
Kerentanan ini meningkat karena sulitnya membersihkan gigi yang sedang erupsi sampai gigi
tersebut mencapai dataran oklusal dan beroklusi dengan gigi antagonisnya. Anak-anak
mempunyai risiko karies yang paling tinggi ketika gigi mereka telah erupsi sedangkan orang
dewasa lebih berisiko terhadap terjadinya karies akar.

8. Jenis kelamin. Selama masa kanak-kanak dan remaja, wanita menunjukkan nilai DMF yang
lebih tinggi daripada pria. Walaupun demikian, umumnya oral higiene wanita lebih baik
sehingga komponen gigi yang hilang M (missing) yang lebih sedikit daripada pria. Sebaliknya,
pria mempunyai komponen F (filling) yang lebih banyak dalam indeks DMF.
9. Sosial ekonomi. Karies dijumpai lebih banyak pada kelompok sosial ekonomi rendah
daripada kelompok sosial ekonomi tinggi. Hal ini dikaitkan dengan lebih besarnya minat hidup
sehat pada kelompok sosial ekonomi tinggi. Ada dua faktor sosial ekonomi yaitu pekerjaan
dan pendidikan. Menurut Tirthankar, pendidikan adalah faktor kedua terbesar dari faktor
sosial ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan. Seseorang yang mempunyai tingkat
pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan dan sikap yang baik tentang kesehatan sehingga
akan mempengaruhi perliakunya untuk hidup sehat.

Kidd, Edwina A.M,dkk. Dasar-dasar Karies Penyakit dan Penanggulangannya.1991.EGC:Jakarta.
P 1-2
Repository.usu

Anda mungkin juga menyukai