Anda di halaman 1dari 6

KAJIAN PENGOLAHAN LIMBAH INDUSTRI FATTY ALCOHOL DENGAN

TEKNOLOGI PHOTOKATALITIK MENGGUNAKAN ENERGI SURYA



Mohamad Endy Yulianto
1
, Dwi Handayani
1
, Silviana
2
1
Jurusan Teknik Kimia PSD III Teknik, UNDIP Semarang
2
Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik, UNDIP Semarang
E-mail : endyy@plasa.com

Abstract

Mohamad Endy Yulianto, Dwi Handayani, and Silviana, in paper Study of Glycerin Pitch Waste
Treatment from Fatty Alcohol Industry Based on Palm Oil with Photo Catalytic Technology Using Solar Energy.
That the one of management environmental effect is water pollution controlling which is the one of industry
activity. Glycerin pitch waste water handling in particular organic synthetic dye matter much needed is observed
because of its dangerous impact. There are several dyes which have toxic, as azo dye that contains amino
aromatic ring so need to remove before be introduced to sewage or to environment. Ultra violet ray solar energy
with its photochemistry reaction and catalyst, TiO
2
capable to degrade colored matter by oxidation become CO
2

and H
2
O. Photo catalytic is the technology for state which has a lot of solar ray for pretreatment in fatty alcohol
waste water purification process.

Key word: photo catalytic, solar energy,TiO
2
, waste water


I. PENDAHULUAN
Salah satu segi pengelolaan lingkungan
adalah pengendalian pencemaran air yang salah
satunya adalah efek dari suatu kegiatan industri.
Hal ini diatur dalam Undang-Undang No. 4 tahun
1982 yang memuat tentang ketentuan-ketentuan
pokok pengelolaan lingkungan hidup, sedangkan
untuk pelaksanaan pengendalian pencemaran air
dijelaskan dalam pasal 15 Peraturan Pemerintah
No. 20 tahun 1990. Penjabaran lebih lanjut tentang
baku mutu air limbah bagi kegiatan industri diatur
dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup No. Kep 51/Men LH/10/1997 .
Dengan adanya Undang-Undang, Peraturan
Pemerintah dan Keputusan Menteri yang telah
ditetapkan, maka industri diwajibkan mempunyai
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau dapat
bekerjasama dengan perusahaan jasa di dalam
menanggulangi limbah industrinya.
Limbah cair dan glycerin pitch merupakan
limbah yang dihasilkan oleh industri fatty alcohol.
Pembuatan fatty alcohol melalui proses
transesterifikasi dan hidrogenasi akan
menghasilkan produk berupa fatty alcohol, metil
ester, gliserin dan limbah. Limbah cair industri ini
dikeluarkan dari unit proses pretreatment,
deasidifikasi, distilasi metil ester, destilasi
fraksinasi fatty alcohol, glycerin water evaporation
dan lain-lain, sedangkan glycerin pitch dihasilkan
dari unit proses distilasi gliserin dan bleaching.
Glycerin pitch merupakan cairan kental
menyerupai pasta yang berwarna gelap kecoklatan
dengan kandungan COD sebesar 1,8 2 juta mg/l.
Masalah pengolahan dan pengembangan glycerin
pitch merupakan persoalan serius yang dihadapi
Indonesia dan Malaysia dewasa ini. Seiring
meningkatnya era pembuatan biodiesel dimasa
yang akan datang, maka diprediksi jumlah glycerin
pitch yang dihasilkan proses pembuatan fatty
alcohol dan metil ester dari CPO melalui jalur
transesterifikasi akan semakin meningkat. Oleh
sebab itu pengolahan glycerin pitch yang tepat
perlu segera diupayakan solusinya.
Beberapa penelitian telah dilakukan, baik di
Indonesia maupun Malaysia untuk mencari solusi
penanganan limbah glycerin pitch yang tepat, tetapi
hingga saat ini masih belum berhasil. Industri fatty
alcohol di Indonesia telah melakukan beberapa
upaya untuk mengolah glycerin pitch, seperti
melakukan pembakaran glycerin pitch dalam rotary
incenerator dan pembakaran glycerin pitch
ditempat terbuka, yang keduanya tidak memberikan
hasil yang memadai.
Pada dua dekade terakhir ini metode
pengolahan air limbah dengan cara Advance
Oxidation Processes (AOPs) menunjukkan
perkembangan yang sangat menarik, dimana
pengolahan limbah dengan AOPs mendapatkan
tempat yang lebih penting dibandingkan dengan
pengolahan limbah secara biologi yang sering tidak
memadai untuk mengolah limbah dengan
konsentrasi tinggi atau limbah beracun, salah satu
metoda AOPs yang cukup efisien dan murah yaitu
dengan menggunakan proses photokatalitik.
Photokatalitik merupakan suatu teknologi
yang menjanjikan di negara yang kaya akan sinar
matahari. Photokatalitik dapat digunakan sebagai
pretreatmen pada proses pemurnian air limbah
untuk dipergunakan kembali pada kegiatan suatu
industri. Secara ekonomi sistem reaktor dengan
proses ini sangat memungkinkan untuk digunakan.
Pada proses photokatalitik, sinar ultraviolet secara
umum digunakan sebagai sumber cahaya. Sinar
ultraviolet bersama-sama dengan keberadaan katalis

sebagai penghasil OH* radikal merupakan
pengoksidasi utama sehingga dihasilkan reaksi
photokimia yang dapat mendegradasi air limbah.
Adapun katalis yang diketahui sangat efektif
digunakan dalam proses photokatalitik ini yaitu
TiO
2
powder dalam larutan tersuspensi. Untuk itu
perlu ditelaah pengolahan limbah industri fatty
alcohol menggunakan proses photokatalitik.

II. REAKSI FOTOKIMIA
Cahaya dapat digunakan sebagai pemacu
terjadinya reaksi kimia untuk mendapatkan seleksi
tranformasi yang luas pada dekomposisi polutan
didalam air. Beberapa reaksi kimia tersebut
sebenarnya tidak mungkin terjadi bila memakai
reaktan konvensional. Hal ini dapat terjadi karena
selain memancarkan radiasi infra merah dan cahaya
tampak, matahari juga memancarkan radiasi Ultra
Violet (UV). Radiasi Ultra Violet tersebut
mempunyai kemampuan yang tinggi untuk
menyebabkan terjadinya reaksi kimia (bila
dibandingkan dengan kandungan energi radiasi
infra merah dan cahaya tampak). Walaupun tidak
semua polutan organik menyerap cahaya, namun
banyak diantaranya yang mudah terdekomposisi
dengan satu atau berbagai macam cara. Oleh
karenanya, pengetahuan terhadap mekanisme kimia
pada reaksi fotokimia akan bermanfaat dalam
merencanakan sistem pengolahan secara fotokimia
untuk air yang tercemar. (Larson et al . dalam
Tedder and Pohland, 1990).

2.1. Sumber Cahaya
Sumber cahaya dapat digolongkan menjadi
dua, yaitu sinar matahari dan cahaya buatan.

2.1.1. Sinar matahari
Radiasi Ultra Violet matahari adalah energi
elektromagnetik dengan panjang gelombang antara
0,2 0,4 mikron dan mempunyai energi lebih besar
dibanding cahaya tampak. Sinar matahari
dimanfaatkan sebagai sumber cahaya oleh Holmes
dan Pachecho (1990) dalam penelitiannya untuk
mengolah air yang terkontaminasi dengan fotolisis.
Berdasarkan panjang gelombangnya, radiasi UV
matahari terbagi atas :
UV-A (0,32 - 0,4 mikron) merupakan
panjang gelombang panjang dan
memancarkan radiasi yang besarnya
konstan sepanjang tahun. Radiasi ini dapat
menyebabkan penuaan dini pada kulit.
UV-B (0,28 - 0,32 mikron) merupakan
panjang gelombang pendek dan lebih
intens dibanding UV-A . UV-B lebih kuat
terabsorbsi oleh beberapa polutan dan
bimolekul.
UV-C (0,2 - 0,28 mikron) merupakan
radiasi UV yang paling intensif dan
berbahaya serta berpotensi untuk
menimbulkan kerusakan pada organisme.
Pada dasarnya, tingkat kerusakan pada
paparan radiasi UV tergantung dari kuantitas dan
jenis radiasi yang dipaparkan. Dimana semakin
pendek panjang gelombang radiasi maka energi
yang dihasilkannya semakin besar yang berarti
tingkat kerusakannya juga tinggi.
Berdasarkan kandungan energi kimianya,
radiasi UV mempunyai kemampuan untuk
menimbulkan kerusakan langsung pada molekul
penting senyawa yang menyerapnya dan
menghancurkan polutan di dalam air (Larson et al.
dalam Tedder and Pohland, 1990). Sesuai dengan
hukum pertama fotokimia yang menyatakan bahwa
perubahan kimia hanya akan terjadi bila sistem
menyerap radiasi (Jan Kopecky, 1992), maka
cahaya harus diabsorbsi oleh sistem supaya reaksi
kimia dapat berlangsung. Molekul-molekul harus
bisa menyerap panjang gelombang minimal sebesar
290 nm supaya dapat dipengaruhi oleh cahaya
matahari.

2.1.2. Cahaya buatan
Sumber cahaya buatan untuk reaksi
fotokimia dapat berasal dari lampu yang tersedia
pada variasi luas mulai dari lampu bohlam (bulb)
tungsten-filamen sederhana sampai lampu dengan
pancaran bunga api listrik merkuri (mercury arc).
Lampu bohlam (bulb) tungsten-filamen memancar
secara kuat pada daerah tampak, sedangkan lampu
mercury arc menghasilkan sinar UV dengan
panjang gelombang kurang dari 290 nm (UV-C :
0,2 0,28 mikron) yang mempunyai intensitas
tinggi.
Sumber cahaya UV yang banyak digunakan
adalah lampu dengan daya 4 40 watt, dan
intensitas maksimum pada panjang gelombang 254
nm. Lampu ini mudah didapat di pasaran dan
banyak digunakan sebagai lampu germicidal.
Beberapa jenis lampu yang dapat digunakan
sebagai sumber cahaya Ultra Violet buatan dapat
dilihat pada tabel 1. berikut :

2.2. Prinsip Dasar Reaksi Fotokimia
Reaksi fotokimia merupakan reaksi kimia
yang menggunakan cahaya untuk mendekomposisi
polutan organik didalam air dengan cara menyerap
cahaya untuk memutuskan ikatan dari senyawa-
senyawa kimia. Cahaya dapat berupa panjang
gelombang dan bersifat sebagai partikel (particle
like properties) dimana cahaya merupakan
gabungan dari ayunan elektrikal terhadap arah
propagasi dari gelombang (Schwarzenbach et al.
1993).
Panjang gelombang () adalah jarak antara 2
maksima berurutan, yang berbanding terbalik
dengan frekuensi dan biasa dinyatakan dengan
jumlah putaran penuh pada titik tertentu dalam satu
detik, yang dapat dirumuskan sebagai berikut :
v
C
= (1)

Keterangan :
C : Kecepatan cahaya dalam hampa
: 3 x 10
8
m.det
1
v : Elektromagnetik frekuensi (Hz)
Cahaya sebagai partikel dapat diukur dan
diserap dalam satuan diskrit, yang disebut foton
atau kuanta (satuan cahaya dalam bentuk molekul).
Energi (k J eistein
-1
) dari foton atau kuantum dapat
dinyatakan dalam :

C
h v h E = = (2)
Keterangan :
h : konstanta Planck
: 6,63 x 10
34
J. det

Tabel 1. Sumber cahaya Ultra Violet dan Intensitasnya
Sumber Daerah Panjang
Gelombang Efektif (nm)
Intensitas Utama
(Einstein det
1
cm
2
)
a. Sumber lemah
- lampu tungsten
- lampu hidrogen
- lampu karbon
b. Sumber intermediate
- batang merkuri
(tekanan rendah)
- batang kadmium
- batang zinc
a. Sumber kuat
- sinar matahari

- batang merkuri
(tekanan sedang)


- batang merkuri
(tekanan tinggi)
- batang xenon


450 tampak
165 tampak
400 tampak

185,254

229,326
214,308

340 tampak

200 tampak



240 tampak

200 tampak






(254 nm) 2 x 10
10
(10 cm dari lampu 6 W)



(400 nm) 5 x 10
9
(350 nm) 3 x 10
9
(313 nm) 1 x 10
9
(100 W pada 50 cm)
(366 nm) 1.5 x 10
9
(dengan reflektor)
(366 nm) 1,2 x 10
9
(200 W, 50 cm tanpa reflektor)

Sumber : Borrel, P , 1973

Satuan cahaya dalam molar biasa disebut
einstein. 1 einstein = 6,02 x 10
23
(= 1 mol) foton /
kuanta. Energi cahaya dari panjang gelombang
(nm) adalah :

5
23
10 196 , 1
10 02 , 6

= =
C
h E (3)
Energi sinar UV dan cahaya tampak dapat
mengeksitasi elektron suatu molekul dari kondisi
dasar ke kondisi tereksitasi. Sehingga pada
prinsipnya, ikatan dapat diputuskan dengan
absorbsi cahaya (Schwarzenbach et al. , 1993).
Fenomena ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
Pada reaksi fotokimia, penghancuran
molekul diawali dengan penyerapan foton (Larson
et al. dalam Tedder and Pohland, 1990). Saat foton
mendekati sebuah molekul, terjadi interaksi antar
medan elektromagnetik yang menyertai molekul.
Terjadinya perubahan secara fotokimia disebabkan
karena energi yang diabsorbsi mengubah molekul
pada kondisi dasar (ground state) menjadi kondisi
tereksitasi (excited state) yang tidak stabil.
Supaya dapat terjadi penyerapan foton guna
mendapatkan kondisi eksitasi, molekul harus
mempunyai pita absorbsi pada spektrum UV-
cahaya tampak yang mencakup panjang gelombang
foton tersebut (Larson and Weber, 1994). Karena
radiasi UV-C mempunyai panjang gelombang
minimum 200 nm, maka molekul organik harus
menyerap cahaya di atas 200 nm supaya terjadi
proses fotolisis (Larson and Weber, 1994). Energi
radiasi ini berhubungan dengan energi eksitasi
molekul dengan = 200 700 nm (Jan Kopecky,
1992).
Kondisi eksitasi suatu molekul tidak
berlangsung lama sampai molekul tersebut kembali
pada kondisi dasar dengan melalui proses fisika
berikut :
Melepaskan energi secara vibrasi dalam
bentuk panas yang dipindahkan ke spesies
lain.
Melepaskan energi dalam bentuk cahaya.
Proses ini disebut flourosensi dan
fosforesensi.
Memindahkan kelebihan energi kepada
molekul lain yang biasa disebut
fotosensitisasi dan menyebabkan molekul
tersebut tereksitasi.
Proses kimia yang dialami oleh molekul
tereksitasi untuk kembali ke kondisi dasar
merupakan suatu bentuk tarnsformasi dan juga
penyisihan (removal) suatu senyawa
(Schwarzenbach et al. , 1993). Senyawa-senyawa
baru hasil transformasi dapat termasuk pemutusan

ikatan, penyusunan kembali atau reaksi
intermolekular (Larson and Weber, 1994).
Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut akan
bereaksi dengan proses fotokimia, kimia atau
biologi. Akibatnya sangat sulit untuk menentukan
dan mengukur seluruh hasil transformasi fotokimia
(Schwarzenbach et al. , 1993).
Dalam proses fotokimia, kecepatan foton
yang diberikan ke suatu sistem reaksi menentukan
kecepatan fotolisis suatu senyawa fotokimia. Unit
fluks cahaya yang sering digunakan dalam
persamaan kinetika adalah einstein cm
2
.det
1
/nm .
Kecepatan fotolisis suatu senyawa kimia dalam
larutan pada panjang gelombang :

DC/dt = Io (A/V)Fs.Fc (4)

Keterangan :
: Quantum yield
Io : Intensitas cahaya pada suatu
sistem reaksi (einstein cm
-2
det
-
1
)
A : Luas permukaan yang terpapar
(cm
2
)
V : Volume larutan (liter)
Fs : Fraksi cahaya yang diserap oleh
sistem
Fc : Fraksi cahaya yang terserap
oleh zat kimia dalam sistem

III. JENIS PHOTOKATALIS
Photoreaksi dengan memanfaatkan
keberadaan partikel semikonduktor disebut
semikonduktor fotokatalis (Sophyan, 1996).
Fotokatalis dibagi menjadi dua jenis yaitu :
Catalyzed Photoreaction : dimana
fotoreaksi awal terjadi di dalam molekul
adsorbat yang kemudian berinteraksi
dengan substrat katalis pada kondisi dasar
(ground state).
Sensitized Photoreaction : dimana
photoreaksi awal terjadi pada substrat
katalis, substrat tereksitasi itu kemudian
mentransfer elektron atau energi ke
dalam molekul ground state.
Penelitian photokatalis telah banyak
dilakukan, diantaranya oleh Tseng dan Huang
(dalam Tedder and Pohland, 1990) yang
memanfaatkan semikonduktor dalam upaya
pengolahan limbah organik berbahaya yaitu fenol
dengan proses oksidasi fotokatalis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penambahan semikonduktor
(TiO
2
) pada konsentarsi tertentu (1.0 g/l)
berpengaruh pada proses dekomposisi fenol.
Daerah hampa yang terbentang dari pita
valensi yang terisi penuh sampai kedasar pita
konduksi kosong disebut band gap. Jarak dari
energi gap tertentu antara pita valensi dan pita
konduksi menentukan panjang dari populasi panas
pita konduksi (jarak penghantar elektrik dari
semikonduktor). Band gap juga diartikan sebagai
kesensitivan panjang gelombang dari
semikonduktor untuk meradiasi (sophyan,1996).

IV. REAKSI PHOTOKATALITIK
Photokatalitik secara mendasar didefinisikan
sebagai suatu photoreaksi yang reaksinya
dipercepat dengan keberadaan katalis. Katalis
mempercepat terjadinya photoreaksi dengan cara
berinteraksi dengan susbstrat dalam media atau
dengan hasil utama dari photoreaksi. Dalam reaksi
photokatatalitik, tidak ada energi yang disimpan,
yang terjadi hanya percepatan oleh katalis terhadap
reaksi yang berjalan lambat dengan proses
penyinaran. Beberapa keuntungan yang didapat dari
penggunaan reaksi photokatalitik adalah sebagai
berikut :
Pengolahan air limbah dilakukan tanpa
adanya penambahan zat kimia
Tidak diperlukannya pengolahan limbah
secara lanjut
Proses dapat dilaksanakan pada rentang
pH normal
Tipe katalis yang efektif digunakan pada
proses photokatalitik, yaitu oksida logam misalnya
ZnO, WO
3
, Fe
2
O
3
, CdSe, SnO
2
, tetapi beberapa
penelitian membuktikan bahwa TiO
2
yang berada
dalam larutan tersuspensi merupakan katalis yang
sangat efektif dan efisien digunakan dalam
photokatalitik. Titanium Dioksida (TiO
2
) yang
mempunyai band gap + 400 nm cahaya, telah
banyak digunakan sebagai katalis fotooksidasi
karena merupakan semikonduktor yang potensial,
sumber transfer elektron, dan stabil untuk radiasi
pendahuluan (Larson and Weber, 1994). Beberapa
keuntungan menggunakan katalis TiO
2
seperti
dibawah ini :
Proses terjadi pada suhu ambient
Photokatalitik berjalan langsung tanpa
adanya pembentukan produk intermediet
TiO
2
mempunyai nilai absorbansi
maksimum pada panjang gelombang
pendek
Oksidasi substrat menjadi CO
2
berjalan
secara lengkap
Proses beroperasi dengan murah
Proses mempunyai kemampuan menjadi
industri dengan teknologi detoksi untuk
mengolah air limbah.
Beberapa masalah yang ditimbulkan dengan
adanya penggunaan katalis dalam suatu larutan
tersuspensi adalah diperlukannya pengambilan
kembali katalis untuk dipergunakan kembali dalam
proses photokatalitik. Beberapa penelitian
menyarankan untuk menggunakan penempatan
katalis pada suatu gelas yang tidak bergerak dalam
reaktor, tetapi hal ini menimbulkan masalah yang
cukup rumit, karena rendahnya efisiensi akibat
sulitnya transfer massa, selain itu juga mahalnya
biaya investasi, sehingga sampai saat ini,

penggunaan katalis TiO
2
tersuspensi masih
dipandang sebagai proses yang masih efisien.
Reaksi fotokimia yang berlangsung pada
permukaan pertikel sangat mungkin untuk
dilaksanakan. Semikonduktor fotokimia misalnya,
dapat berpengaruh dalam air yang mengandung
oksida oksida metal yang menyerap panjang
gelombang cahaya matahari seperti ZnO, MnO
2
,
atau Fe
2
O
3
. Hal tersebut dikarenakan
semikonduktor oksida jika diradiasi dengan cahaya
yang panjang gelombangnya mempunyai energi
lebih besar atau sebanding dengan energi band
gap nya (Larson and Weber, 1994), akan
melepaskan dari kondisi pasar pita valensinya
kekondisi tereksitasi pita konduksi, sehingga
menghasilkan elektron dalam kondisi tereksitasi
pada pita konduksi dan lubang bermuatan positif
(h
+
) atau disebut electronic vacancy di tepi pita
valensi (Larson et al. dalam Tedder and
Pohland,1990).
Secara umum mekanisme reaksi
photokatalilit dideskripsikan sebagai berikut :
ketika suatu semikonduktor yaitu katalis tersuspensi
dalam suatu larutan disinari oleh sinar dengan
energi yang melebihi atau sama dengan band gap
dari semikonduktor tersebut, maka pada permukaan
katalis tersebut akan terbentuk pasangan elektron
(e
-
dan h
+
). Dalam hal ini semikonduktor yang
digunakan adalah TiO
2
dimana mempunyai band
gap (energi celah) 3,2 eV, sehingga cahaya yang
digunakan harus mendekati UV dengan panjang
gelombang lebih kecil dari 410 nm. Pada pasangan
elektron yang terbentuk dipermukaan katalis,
muatan positif h
+
akan berpindah menuju area
anoda dari katalis yang berkemampuan untuk
mengoksidasi HO
-
membentuk HO* radikal,
kemudian polutan dalam limbah cair akan
didegradasi oleh HO* radikal tersebut membentuk
zat tidak berbahaya seperti CO
2
dan asam mineral,
sedangkan elektron akan berpindah menuju area
katoda dari katalis dan melakukan setengah reaksi
reduksi terhadap oksigen dalam limbah cair
membentuk H
2
O, apabila kondisi air limbah tidak
mengandung oksigen yang memadai karena
keberadaan nitrogen dan air limbah mengandung
banyak ion logam, maka dalam hal ini elektron
diharapkan dapat mereduksi ion logam tersebut,
dengan catatan bahwa proses reduksi akan terjadi
jika petensial reduksi dari logam lebih besar dari
level terendah dari energi celah. Adapun persamaan
reaksi dari reaksi oksidasi yang terjadi adalah
sebagai berikut :
TiO
2
+ hv h
+
+ e
-

h
+
+ OH
-
HO*
e
-
+ O
2
O
2
-

Dengan mekanisme reaksi seperti Gambar 4.1.
Beberapa penelitian dengan menggunakan
photokatalitik membuktikan bahwa proses tersebut
dapat digunakan untuk memecah atau
menghancurkan tipe polutan organik, selain itu juga
dapat digunakan untuk proses pemurnian air,
penghancuran bakteri, virus, dan pengambilan
logam dari aliran limbah.


Gambar 4.1. Mekanisme Reaksi Photokatalitik

V. KESIMPULAN
Teknologi photokatalitik menggunakan
energi surya bersama TiO
2
sebagai katalis
berpotensi menurunkan kandungan COD limbah
industri fatty alcohol, sehingga sesuai standar baku
mutu pembuangan air limbah.

DAFTAR PUSTAKA
1. Arslan I., Balcioglu I.A., Bahnemann D.W.,
2001, Photochemical Treatment Of
Simulated Dyehouse Effluents By Novel
TiO2 Photocatalysts : Experience With The

Thin Film Fixed Bed (TFFB) And Double
Skin Sheet (DSS) Reactor, Water Science
and Technology, 44, 171-178.
2. Benefield, Larry, 1982, Process Chemistry
For Water and Wastewater Treatment,
Englewood Cliff. New Jersey : Prantice Hall,
Inc.
3. Borrel, P. 1973, Photochemistry : A Primer,
Great Britain : Adward Arnold.
4. DOleveira, Jean-Christope, Ghassan Al-
Sayyed and Pierre Pichat, 1990, Photo
degradation of 2 and 3 Chlorophenol In
TiO
2
Aqueous Solution, Environment
Science Tech Vol. 24 no. 7 Hal. 990-996.
5. Kopecky, Jan 1992, Organic Photochemistri
: A Visual Approach, USA-VCH Pub, Inc
Hal 4 10.
6. www.nanocorporation.com, TiO
2
Photocatalyst.
7. www.newbusiness.com, Seeking New
Application of Photocatalytic Property of
Titanium Oxide.

Anda mungkin juga menyukai