Anda di halaman 1dari 41

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Persoalan-persoalan ketenagakerjaan di Indonesia merupakan masalah nasional yang
memang sangat kompleks. Namun masalah pengupahan menjadi masalah utama yang tidak
pernah ada habisnya. Selama ini pemerintah memandang masalah ketenagakerjaan hanya pada
bagaimana menangani masalah surpus labour ataupun masalah angkatan kerja yang semakin
membludak namun kesempatan kerja yang tersedia sangatlah terbatas. Sehingga hal-hal yang
berkaitan dengan perlindungan, dan perbaikan kesejahteraan buruh ditinggalkan begitu saja.
Termasuk masalah pengupahan yang masih jauh dari concern pemerintah, hal ini dapat dilihat
dari kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah belum mampu menampung dan
menyelesaikan masalah pengupahan yang dihadapi buruh.
Isu upah memang merupakan isu panas sejak dulu. Hari ini, penentuan upah di daerah (
Kabupaten/Kota) adalah medan perang paling nyata bagi para buruh. Upah jelas lebih
merupakan isu eksistensial bagi buruh, yang sungguh nyata dan sungguh penting. Setiap
tahunnya tuntutan-tuntutan dan aspirasi buruh selalu diteriakkan lewat media perjuangan mereka
yaitu melalui serikat-serikat pekerja/buruh yang mewakili kepentingan mereka. Perbaikan
kesejahteraan buruh menjadi tuntutan utama para buruh yang menginginkan adanya perubahan
kehidupan yang lebih layak demi kelangsungan hidup mereka. Hal ini akan menjadi masalah
yang komleks jika dikaitkan dengan tingkat kebutuhan buruh yang tidak sesuai dengan tingkat
upah yang mereka terima. Tingkat kebutuhan yang semakin meningkat dan mahal harus dipenuhi
dengan upah yang rendah.
Universitas Sumatera Utara
Di Indonesia sendiri masalah upah masih menjadi masalah yang membutuhkan perhatian
lebih dalam penyelesaiannya, mengingat masalah upah merupakan masalah teratas yang terjadi
dalam ketenagakerjaan. Pengupahan menjadi masalah utama dalam ketenagakerjaan tidak lain
karena disebabkan masih rendahnya tingkat upah di Indonesia. Penelitian TURC (Trade Union
Rights Centre) menyebutkan pada 1997 upah minimum buruh mampu membeli 350 kg beras
(dengan harga beras Rp700 rupiah per kilogram pada tahun itu), sedangkan upah minimum
buruh 2008 hanya mampu untuk membeli beras sebanyak 160 kilogram beras (dengan asumsi
harga beras Rp 5.000 per kg di tahun ini). Ini bermakna upah riil buruh berkurang hampir 50 %.
Penelitian INDOC juga menyatakan upah buruh Indonesia kini sangat rendah, hanya berkisar 5%
sampai 6% dari biaya produksi. Data yang diperoleh dari Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi menyatakan upah buruh hanya menghabiskan 25 persen dari total komponen
pengeluaran perusahaan, yang 60 persen adalah biaya produksi, 15 persen lain uang siluman
yang terus-menerus dilakukan oknum aparat pemerintah.
Upah merupakan komponen penting dalam ketenagakerjaan, yaitu sebagai salah satu
unsur dalam pelaksanaan hubungan kerja, yang mempunyai peranan strategis dalam pelaksanaan
hubungan industrial. Upah diterima pekerja atas imbalan jasa kerja yang dilakukannya bagi
pihak lain, sehingga upah pada dasarnya harus sebanding dengan kontribusi yang diberikan
pekerja untuk memproduksi barang atau jasa tertentu. Dalam menentukan tingkat upah pihak-
pihak sebagai pelaku penerima pekerjaan (buruh) dan pemberi pekerjaan memiliki pandangan
yang berbeda. Bagi pengusaha upah merupakan bentuk biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan,
yang berdampak pada keuntungan perusahaan. Oleh karena itu dalam penetapan tingkat upah
mereka sangat berhati-hati. Sedangkan bagi buruh, upah merupakan sumber pendapatan,
sehingga mereka sangat mengharapkan peningkatan tingkat upah.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan pandangan mengenai penetapan tingkat upah Ini sering memicu perselisihan
antara buruh dan pengusaha. Oleh karena itu untuk mencapai kesepakatan dalam penentuan
tingkat upah maka peran dan intervensi pemerintah perlu dilibatkan. Hal ini juga sebagai bentuk
perlindungan buruh yang memang menjadi kaum inferior jika berhadapan dengan pengusaha.
Posisi tawar buruh yang rendah menyebabkan ketidakseimbangan posisi buruh jika berhadapan
dengan pengusaha. Adanya intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah
bentuk penguatan terhadap posisi tawar buruh yang memang tidak seimbang antara buruh ketika
berhadapan dengan pengusaha.
Salah satu bentuk keterlibatan pemerintah dalam hubungan industrial adalah dalam
penetapan tingkat upah. Kebijakan ini disebut dengan kebijakan upah minimum. Upah minimum
diartikan sebagai ketetapan yang dikeluarkan oleh pemerintah mengenai keharusan perusahaan
untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) kepada
pekerja yang paling rendah tingkatannya. Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat
dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan pemerintah untuk melindungi kelompok
pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar memperoleh upah serendah-rendahnya
sesuai dengan nilai atau harga kebutuhan hidup layak.
Formulasi upah dilakukan secara tripartit antara pengusaha, pemerintah dan serikat
buruh untuk mencapai kesepakatan akan tingkat upah yang adil bagi semua pihak, terutama adil
buat buruh. Berangkat dari perbedaan pandangan antara pengusaha dan buruh tadi, maka dalam
hal penetapan tingkat upah bukanlah hal yang mudah. Masing-masing pihak memiliki
kepentingan yang berbeda, sehingga untuk mencapai kesepakatan mengenai tingkat upah tidak
jarang akan diwarnai oleh pertentangan. Hal tersebut juga terjadi di tingkat kota yang mengatur
tentang Upah Minimum Kota (UMK). Pertentangan dan perdebatan tersebut pastinya akan
Universitas Sumatera Utara
berpengaruh pada keputusan-keputusan yang diambil dalam proses formulasi kebijakan UMK.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk meneliti formulasi upah minimum Kota Medan tahun 2010
dan menganalisis interaksi antara pengusaha, serikat buruh dan pemerintah dalam menentukan
tingkat upah minimum yang menjadi hasil kesepakatan dari ketiga lembaga tersebut.
Formulasi UMK haruslah berangkat dari tuntutan-tuntutan buruh akan upah yang layak
bagi mereka. Karena Formulasi yang baik adalah formulasi yang mampu merumuskan tuntutan
serta mampu dilaksanakan nantinya. Inilah kemudian yang menjadi bentuk komunikasi dan
pembahasan bersama yang dilakukan secara tripartit dalam hal perumusan tingkat upah yang
adil, yaitu mampu memenuhi standar kelayakan hidup buruh dan bagi pengusaha tentunya tidak
memberatkan dan mengancam keuntungan perusahaan.
Tuntutan-tuntutan buruh akan upah yang layak menjadi input dalam formulasi kebijakan
pengupahan. Tuntutan yang lahir dari buruh ini selanjutnya akan dikonversi dalam proses
formulasi menjadi kebijakan pengupahan nantinya. Melalui Formulasi kebijakan pengupahan
dirumuskan tingkat upah yang menjadi dasar pengupahan setiap daerah. Oleh karena itu besaran
tingkat upah masing-masing daerah kabupaten/kota berbeda. Hal ini disesuaikan berdasarkan
kemampuan ekonomi makro setiap daerah.
Persoalan lain dalam formulasi UMK (Upah Minimum Kota) adalah mengenai Survei
KHL (Kebutuhan Hidup Layak). Persoalan penentuan harga barang yang menjadi item atau
komponen KHL menjadi salah satunya, buruh menghendaki barang-barang dengan harga yang
relatif tinggi sebaliknya unsur pengusaha ingin mendapatkan data barang-barang dengan harga
yang relatif rendah. Selain itu survei KHL ternyata hanya merupakan bahan pertimbangan atau
Universitas Sumatera Utara
rekomendasi saja dalam menentukan besaran upah dan tidak ditetapkan sepenuhnya. Inilah yang
membuat survei KHL masih sangat lemah.
Survei KHL adalah survei yang dilakukan oleh dewan pengupahan terhadap item-item
KHL yang disepakati dan yang mewakili kebutuhan buruh yang sebenarnya. Dengan
disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, dalam pasal 88
ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan Kebutuhan
Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi. Dalam
pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penetapan upah minimum
dicapai secara bertahap. Kebutuhan Hidup Layak yang selanjutnya disingkat KHL adalah standar
kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik
secara fisik, non fisik dan sosial untuk kebutuhan 1 (satu) bulan (Permenakertrans Nomor PER-
17/MEN/VIII/2005 Pasal 1) .
Survei KHL sebagai faktor intern yang mempengaruhi formulasi UMK, adalah survei
yang memperhitungkan sejumlah item-item dasar kebutuhan buruh berdasarkan survei pasar
yang dilakukan oleh dewan pengupahan. Namun, Mengapa upah minimum masih saja rendah
padahal survei KHL telah dilakukan?. Apakah formulasi UMK yang selama ini sudah
mencerminkan pencapaian Kebutuhan Hidup Layak buruh ?. Ada banyak hal yang perlu
dipertanyakan dalam hal ini. UMK sebagai safety net bagi buruh pastinya menjadi harapan buruh
untuk mendapatkan upah yang layak.
Begitu halnya untuk Kota Medan, Upah Minimum Kota (UMK) Kota Medan pada tahun
2010 adalah sebesar Rp. 1.100.000,- naik sebesar 7,8 % dari tahun 2009, Namun secara riil hal
Universitas Sumatera Utara
ini dinyatakan masih kurang cukup bagi buruh karena adanya peningkatan kebutuhan
berdasarkan laju inflasi.
Sejak diberlakukannya UMK Medan mulai tahun 2006, Upah Minimum Kota selalu
mengalami kenaikan. Tahun 2006 upah minimum kota medan Rp 750.000,. tahun 2007 sebesar
Rp. 820.000 naik sekitar 9,23 %. untuk tahun 2008 sebesar Rp 918.000 naik sekitar 11,9 % dari
tahun 2007, dan untuk tahun ini naik sebesar 8 % dari tahun 2009. Data diatas dapat kita
bandingkan dengan tingkat KHL nya sebagai salah satu dasar dalam penetapan UMK. Tahun
2006 sebesar Rp 799.827,66 tahun 2007 sebesar Rp 913.188,16. Tingkat KHL naik sekitar
31,6% di tahun 2007. Dan tahun 2008 sebesar Rp 1.053.231,32 turun 15,3% dari tingkat KHL
sebelumnya. Dari data diatas menunjukan bahwasanya penetapan Upah walaupun besaran upah
minimum kota selalu meningkat dari tahun ke tahun tapi tidak sesuai dengan kebutuan riil buruh.
Ini menjadi fokus kajian yang menarik bagi penulis.
Berdasarkan Berita Acara Dewan Pengupahan Kota Medan tentang Perumusan Upah
Minimum Kota Medan dan Surat Rekomendasi Wali Kota Medan No 560/ 17230 perihal
Penetapan Upah Minimum Kota Medan 2010. UMK Medan 2010 ditetapkan sebesar
Rp1.100.000 per bulan dan mulai berlaku sejak Januari. Ini berarti bahwa perusahaan-perusahaan
di Medan dilarang untuk membayar upah buruhnya dibawah harga umk yang ditetapkan tersebut.
Dan bagi perusahaan yang memberikan upah lebih tinggi dari UMK yang ditetapkan dilarang
untuk mengurangi atau menurunkan upah.
KHL sebagai dasar penetapan UMK sangatlah krusial dalam perumusan pengupahan.
Sehingga apabila kebijakan upah minimum belum setara dengan hasil survei KHL maka upah
yang layak sebagaimana yang diamanatkan dalam UU Ketenagakerjaan pasal 88 ayat 4 dan 89
Universitas Sumatera Utara
belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan yang menyatakan bahwasanya UMK haruslah
sesuai dengan standar KHL, yang pencapaiannya dilakukan secara bertahap.
Melihat persoalan-persoalan yang telah dipaparkan diatas peneliti sangat tertarik untuk
melakukan penelitian tentang Formulasi Upah Minimum Kota (UMK) medan tahun 2010 dan
melihat interaksi antara pengusaha, serikat buruh dan pemerintah dalam menentukan tingkat
upah minimum sebagai hasil kesepakatan dari ketiga lembaga tersebut.

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan di atas, maka dalam penelitian ini yang
menjadi perumusan masalahnya adalah:
1. Bagaimana proses perumusan Upah Minimum Kota Medan (UMK) tahun 2009?
2. Bagaimana interaksi antara pengusaha, serikat pekerja, dan pemerintah daerah dalam
menentukan tingkat Upah Minimum Kota Medan tahun 2009?

C. Tujuan penelitian
Penelitian yang dilakukan terhadap suatu masalah pada dasrnya memiliki tujuan
penelitian yang ingin dicapai. Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui proses atau mekanisme formulasi UMK Kota Medan tahun 2010
2. Untuk mengetahui bagaimanakah interaksi antar aktor dalam proses formulasi kebijakan
UMK
3. Untuk mengetahui apakah besaran UMK Kota Medan tahun 2010 sudah mencerminkan
pencapaian KHL.
Universitas Sumatera Utara





D. Manfaat Penelitian
Dari penelitian ini tentunya akan diperoleh hasil yang diharapkan dapat memberimanfaat
bagi peneliti maupun bagi pihak lain yang membutuhkan. Adapun manfaat dari penelitian ini
adalah:
1. Bagi penulis
Penelitian ini bermanfaat untuk melatih dan mengembangkan kerangka berfikir ilmiah
dan menuliskannya dalam bentuk karya ilmiah, sekaligus untuk menambah bahan pengetahuan
dan pemahaman tentang pengupahan buruh khususnya melalui kebijakan Formulasi Upah
Minimum Kota.
2. Bagi departemen Ilmu Administrasi Negara
Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai referensi bagi mahasiswa yang tertarik pada
bidang kajian ini, dan bermanfaat untuk mengembangkan minat mahasiswa terutama dalam
fokus kajian kebijakan publik.
3. Bagi Dinas sosial dan Tenaga Kerja Kota Medan
Sebagai bahan masukan dan pertimbangan dalam memformulasikan Upah Minimum
Kota (UMK) untuk tahun berikutnya.

E. Kerangka Teori
Universitas Sumatera Utara
1. KEBIJAKAN PUBLIK
Menurut Dye publik policy atau kebijakan publik adalah whatever governments choose
to do or not to do. Disini tegas dinyatakan bahwa apa yang diputuskan oleh pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan itulah yang merupakan public policy atau kebijakan publik.
Defenisi Dye itu didasarkan pada kenyataan bahwa banyak sekali masalah-masalah yang harus
diatasi, banyak sekali keinginan dan kehendak rakyat yang harus dipenuhi oleh pemerintah. Oleh
karena itu pemerintah harus menentukan sikap atau bertindak atau tidak melakukan tindakan
sama sekali untuk itu. Karena Itu menunjukan sikap pemerintah dalam menyelesaikan suatu
masalah publik.
Dan menurut Heclo dalam buku Jones (1994: 44) mendefenisikan kebijakan adalah suatu
arah kegiatan yang tertuju kepada tercapainya beberapa tujuan. Suatu kebijakan akan lebih cocok
dilihatnya sebagai suatu arah tindakan atau tidak dilakukannya tindakan daripada sebagai
sekedar suatu keputusan atau tindakan belaka.
Begitu halnya Dalam bidang ketenagakerjaan salah satu masalah yang dihadapi buruh
dari tahun ke tahun adalah persoalan pengupahan. Oleh karena itu pemerintah menetapkan
kebijakalan upah minimum sebagai bentuk penyelesaian atas banyaknya masalah-masalah
pengupahan yang terjadi. Kebijakan pengupahan lahir atas tuntutan-tuntutan buruh yang
menuntut peran pemerintah untuk turut serta atau campur tangan dalam menyelesaikan masalah
pengupahan yang memang tidak pernah ada habisnya.
Pertentangan dan perdebatan antara buruh dan pengusaha kerap kali menjadi hal yang
beruntut pada ketidakpuasan buruh atas upah yang mereka diterima. Karenanya untuk mencapai
kesepakatan akan tingkat upah yang dinilai adil dan mewakili kepentingan masing-masing maka
Universitas Sumatera Utara
pemerintah berperan sebagai mediator. Inilah yang disebut dengan lembaga tripartit. Dan dalam
kebijakan pengupahan lembaga tripartit ini disebut dengan dewan pengupahan. Semua
kesepakatan tentang tingkat upah minimum yang dibuat merupakan hasil kesepakatan dari ketiga
lembaga tersebut. Bagaimana pemerintah, dunia usaha, dan serikat pekerja berinteraksi dalam
merumuskan tingkat upah minimum sehingga nantinya mencapai kesepakatan akan tingkat
upah minimum yang layak bagi buruh serta tidak merugikan perusahaan? Ini semua menjadi
tugas dan taggung jawab dewan pengupahan.

1.1 Pengambilan Keputusan Mengenai Kebijakan Pengupahan
Pengambilan keputusan Kebijakan publik tidak lain adalah bagaimana untuk
menyelesaikan masalah (issue) dan mengatasi berbagai persoalan-persoalan publik dan juga
untuk mencapai suatu tujuan demi kepentingan masyarakat (publik interest). Berhubungan
dengan itu maka tujuan-tujuan yang ditetapkan dalam keputusan kebijakan haruslah jelas.
Karena suatu kebijakan pemerintah yang baik haruslah mengandung kepentingan rakyat dalam
tujuan kebijakan tersebut. Untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut dan memenuhi kepentingan
dan kebutuhan masyarakat maka pemerintah haruslah mengenali dan memahami apa yang
menjadi tuntutan dan kepentingan masyarakat tersebut. Proses Pengambilan keputusan kebijakan
publik untuk tahap formulasi dimulai dengan perumusan atau penentuan masalah kebijakan,
dilanjutkan dengan penyusunan agenda kebijakan, dan pengembangan alternatif atau usulan
kebijakan.
1.1.1 Perumusan masalah kebijakan
Universitas Sumatera Utara
Menurut Robert Eyestone suatu masalah (issue) timbul apabila masyarakat umum
menghendaki adanya tindakan pemerintah dengan adanya masalah (problem) yang mereka
hadapi, sedang mereka tidak mempunyai kesepakatan dalam penyelesaiannya. Dalam hal ini
pememerintah dibutuhkan perannya untuk menyelesaikan masalah publik yang memang sudah
masuk dalam issue areas.
Menurut James Anderson mengatakan bahwa, suatu masalah dapat diartikan secara
formal sebagai kondisi atau situasi yang menghasilkan kebutuhan-kebutuhan atau ketidakpuasan-
ketidakpuasan pada rakyat untuk mana dicari-cari penanggulangannya. Suatu problem akan
menjadi problem-problem kebijakan apabila problem-problem tersebut dapat membangkitkan
orang banyak untuk melakukan tindakan terhadap problem tersebut.
Dan menurut Jones membedakan problems dengan issue. Jones mengartikan
issues itu sebagai controversial publik problems yaitu problem-problem yang bertentangan
satu sama lain. Dan ia juga menegaskan bahwa tidak semua problem dapat menjadi problem
umum, tidak semua problem umum dapat menjadi issues dan tidak semua isu dapat dimasukkan
ke dalam agenda pemerintahan.
Perkembangan itu dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 1. Terbentuknya isu publik (public issue)

event problem
public
problems
public
issue
Universitas Sumatera Utara
Di tengah-tengah masyarakat peristiwa atau kejadian-kejadian yang merupakan event
dan yang mendapat perhatian dari seseorang Nampak sebagai masalah (problem). Tidak semua
peristiwa atau kejadian dalam masyarakat berkembang menjadi problem, barulah jika seseorang
mencetuskan idenya atau tanggapan terhadap problem tersebut. Kemudian hal tersebut
diperbincangkan bersama oleh orang-orang dalam masyarakat public problem lalu
berkembang pula menjadi masalah bersama yang memerlukan penyelesaian (public issue).
(Soenarko, 2000: 103).
Masalah pengupahan berkembang di masyarakat sebagai bentuk ketidakpuasan buruh
akan kebijakan upah selama ini. Tuntutan-tuntutan buruh dan aspirasi buruh untuk mendapatkan
upah yang layak tidak pernah terpenuhi. Tingkat upah yang diterima buruh masih sangat rendah,
padahal tingkat kebutuhan semakin meningkat. Oleh karena itu masalah pengupahan adalah
masalah yang fundamen dan krusial dalam ketenagakerjaan.

1.1.2 Penentuan agenda (agenda setting)
Agenda setting tidak lain adalah proses bagaimana mengartikulasi dan mengagregasi
aspirasi-aspirasi dan tuntutan masyarakat agar masuk dalam agenda pemerintahan untuk
dirumuskan menjadi suatu kebijakan nantinya. Agenda setting adalah proses untuk mengubah
bagaimana isu publik menjadi isu agenda. Karena tidak semua tuntutan rakyat tersebut
dirumuskan menjadi suatu kebijakan, melainkan masalah-masalah yang berkembang menjadi
issue yaitu masalah yang memerlukan penyelesaian pemerintah dan harus menjadi perhatian
pemerintah juga (Soenarko, 2000: 79).
1.1.3 jenis-jenis agenda kebijakan (policy agenda)
Universitas Sumatera Utara
Dari sekian banyak masalah itu yang masuk menjadi perhatian pemerintah tidaklah
banyak, yang mendapat perhatian dan terpilih itulah yang kemudian menjadi acara dalam agenda
kebijakan (policy agenda). (Soenarko, 2000: 79)
Ada 2 macam agenda yaitu:
1. systemic agenda, yaitu bahwa dalam pembicaraan atau perbincangan masalah masih
berada dalam masyarakat, yang pada umumnya oleh pemimpin-pemimpin parpol,
pemimpin kelompok kepentingan, dan pemimpin golongan masyarakat sebelum menjadi
acara atau agenda pemerintah. Agenda disini merupakan discussion agenda.
2. Institutional agenda, yaitu bahwa sudah menjadi acara perbincangan pemerintah serta
untuk diuruskan dalam penyelesaiannya. Di sini masalah sudah menjadi perhatian yang
lebih pasti untuk ditetapkan menjadi kebijakan (policy) atau tidak ditetapkan namun
terjadilah suatu keputusan. Agenda ini merupakan action agenda.

Dalam tahap agenda setting, masalah pengupahan masuk dalam agenda pemerintahan
adalah melalui serikat pekerja atau serikat buruh yang mewakili kepentingan para buruh untuk
membela dan memperjuangkan hak-hak buruh dalam menghadapi pengusaha yang menjadi
kaum superior. Ketidakpuasan buruh dan berbagai pelanggaran hak-hak buruh adalah problem
yang memang butuh penyelesaian dari pemerintah. Itulah yang menjadi dasar bagi media
perjuangan serikat buruh untuk memperjuangkan hak-hak buruh untuk menjadi agenda
pemerintah.
2. Formulasi Kebijakan Pengupahan
Universitas Sumatera Utara
2.1 Pengertian Formulasi Kebijakan
Menurut Islamy (2001: 92) perumusan kebijakan adalah kegiatan menyusun dan
mengembangkan serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Yang termasuk
dalam kegiatan tersebut adalah: bagaimana mengembangkan pilihan-pilihan atau alternatif-
alternatif untuk memecahkan masalah tersebut. Serta siapa saja yang berpartisipasi dalam
formulasi kebijakan.
Menurut Soekarno (2003:132) Perumusan kebijaksanaan adalah merupakan kegiatan
perencanaan (policy planning) dengan meletakkan keputusan-keputusan hasil analisa masalah
dalam rancangan kebijaksanaan pemerintah. Sejauh mana kebijakan berhasil dalam masyarakat,
sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan itu. Banyak kebijakan yang secara umum
dipandang para ahli cukup baik, tetapi tidak berhasil diterapkan dalam masyarakat sehingga
tidak berhasil mencapai tujuan yang diharapkan. Sebaliknya ada kebijakan yang kelihatannya
kurang bermutu dilihat dari substansinya, namun diterima masyarakat karena mewakili
aspirasinya, sekalipun dalam pencapaian tujuan terdapat banyak kekurangan.
Formulasi merupakan turunan dari formula yang berarti untuk pengembangan metode,
rencana untuk tindakan dalam suatu masalah. Ini merupakan permulaan dari kebijakan
pengembangan fase atau tahap dalam kebijakan publik. Dan yang paling khas dalam tahap ini
adalah bagaimana menyatukan persepsi seseorang tentang kebutuhan dan kepentingan
masyarakat tentang kebutuhan yang muncul di masyarakat, bagaimana dilaksanakan, siapa yang
terlibat, dan siapa yang dapat manfaat atau keuntungan dari issue tersebut. Formulasi merupakan
proses yang lebih menyeluruh, termasuk perencanaan dan usaha yang kurang sistemik untuk
menentukan apa yang harus dilakukan terhadap masalah-masalah publik. (Jones, 1994: 149)
Universitas Sumatera Utara
Menurut Jones (1994: 150) bahwa formulasi adalah suatu aktifitas yang mengandung
unsur politik, walau ini tidaklah dilakukan seorang anggota parpol. Dengan menggunakan
perencanaan yang lebih netral pun tidak dapat menghindari dan mengubah hal yang demikian.
Saling mempengaruhi persepsi seseorang dalam merumuskan kebijakan pastilah tidak dapat
dihindari. Masing-masing pembuat kebijakan yang memiliki persepsi berbeda akan menyarankan
Bagaimana agar ide atau perencanaan dan rancangan miliknya tersebut dapat ditetapkan.
2.2 Pengembangan Alternatif Kebijakan
Salah satu tahap dalam perumusan kebijakan publik adalah tahap pengembangan
alternatif kebijakan dan menentukan kriteria seleksi terhadap berbagai alternatif yang
ditawarkan. Kebijakan yang dipilih adalah kebijakan yang telah lolos dari proses seleksi karena
dipandang lebih unggul daripada alternatif kebijakan yang lain.
Menurut Islamy (2001: 92-95) Setelah beberapa masalah umum dapat masuk dalam
agenda pemerintah, maka langkah selanjutnya adalah perumusan usulan-usulan kebijakan publik
(policy agenda). Perumusan kebijakan adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan
serangkaian tindakan yang perlu untuk memecahkan masalah. Yang termasuk ke dalam kegiatan
ini adalah: mengidentifikasi alternatif, mendefenisikan dan merumuskan alternatif, dan memilih
alternatif yang memuaskan atau paling memungkinkan untuk dilaksanakan.
1. Mengidentifikasi alternatif
Problem-problem umum yang telah jelas dirumuskan oleh pembuat kebijakan dan telah
disepakati untuk memasukkannya ke dalam agenda pemerintah berarti siap untuk dibuatkan
usulan kebijakan untuk memecahkan masalah tadi. Sebelum pembuat kebijakan merumuskan
usulan kebijakan maka terlebih dahulu harus melakukan identifikasi terhadap alternatif-alternatif
Universitas Sumatera Utara
untuk kepentingan pemecahan masalah tersebut. Alternatif-alternatif kebijakan itu tidak begitu
saja tersedia. Terhadap problem yang hampir sama maka pembuat kebijakan dapat menggunakan
alternatif-alternatif kebijakan yang pernah dipilih namun untuk problem-problem baru pembuat
kebijakan dituntut untuk secara kreatif menemukan alternatif-alternatif kebijakan yang baru.

2. Mendefenisikan dan merumuskan alternatif kegiatan
Mendefenisikan dan merumuskan alternatif ini bertujuan agar masing-masing alternatif yang
telah dikumpulkan oleh pembuat kebijakan tersebut. Nampak dengan jelas pengertiannya.
Semakin jelas alternatif itu diberi pengertian maka akan semakin mudah pembuat kebijakan
menilai dan mempertimbangkan aspek positif dan negative dari masing-masing alternatif
tersebut. Sebaliknya, alternatif yang tidak dapat didefenisikan atau dirumuskan dengan baik
maka tidak akan dapat dipakai secara baik sebagai alternatif kebijakan untuk memecahkan
masalah. Selain itu persamaan persepsi sebagai hasil dari proses berfikir yang empatik pada
setiap pembuat kebijakan sangat diperlukan sehingga dapat mendefenisikan alternatif kebijakan
dengan baik. Hal ini karena alternatif kebijakan yang telah didefenisikan dengan baik dan jelas
akan mempermudah proses penilaian terhadap masing-masing alternatif tersebut.

3. Menilai alternatif
Menilai alternatif adalah kegiatan pemberian bobot (nilai) pada setiap alternatif, sehingga
nampak dengan jelas bahwa setiap alternatif mempunyai nilai bobot kebaikan dan
kekurangannya masing-masing. Dengan mengetahui bobot positif dan negative dari masing-
masing alternatif itu maka pembuat kebijakan akan mengambil sikap untuk menentukan
alternatif mana yang lebih memungkinkan untuk dipakai/dilaksanakan. Alternatif yang memiliki
Universitas Sumatera Utara
bobot positif yang lebih bersar dibandingkan bobot negatifnya, maka apabila dipakai sebagai
alternatif kebijakan akan memberikan dampak atau akibat yang positif juga.
Untuk dapat melakukan penilaian terhadap alternatif dengan baik maka diperlukan
kriteria tertentu, misalnya adalah sampai seberapa jauh alternatif tersebut dapat dilaksanakan dan
diterima semua pihak sehingga menghasilkan dampak yang positif. Kriteria ini tidak hanya
bermakna bahwa pemilihan alternatif kebijakan mempunyai resiko tenaga, biaya, dan waktu,
tetapi jauh lebih penting dari itu adalah bahwa alternatif yang dipilih tersebut benar-benar
berfungsi dengan baik (pragmatis) dan menguntungkan semua pihak.

4. Memilih alternatif kebijakan yang memuaskan
Proses pemilihan alternatif kebijakan yang memuaskan atau yang paling memungkinkan
untuk dilaksanakan barulah dapat dilakukan setelah pembuat kebijakan berhasil dalam
melakukan penilaian terhadap alternatif-alternatif kebijakan. Kegiatan memilih alternatif
kebijakan yang memuaskan tidaklah semata bersifat rasional tetapi juga emosional, dalam artian
bahwa pembuat kebijakan para pembuat kebijakan akan menilai alternatif-alternatif kebijakan
sebatas kemampuan rasionya dengan mengantisipasikan dampak positif dan negatifnya, dan
selanjutnya membuat pilihan alternatif tersebut bukan hanya untuk kepentingan dirinya tetapi
juga untuk kepentingan pihak-pihak yang akan memperoleh pengaruh, akibat, dan konsekuensi
dari pilihan alternatif tersebut. Dengan kata lain pemilihan alternatif kebijakan yang memuaskan
itu bersifat obyektif dan subyektif.

2.3 Kriteria Seleksi
Universitas Sumatera Utara
Menurut Patton dan Sarwicki dalam Subarsono (2005: 58) Dalam hubungannya dengan
kriteria yang berfungsi sebagai standar penilaian mengajukan beberapa kriteria sebagai berikut:
a. Kelayakan teknis, ini mencakup dua sub-kriteria yaitu efektivitas dan kecukupan.
Efektifitas menyangkut, apakah alternatif yang dipilih dapat mencapai tujuan yang
diinginkan. Sedangkan kecukupan mencakup seberapa jauh alternatif yang dipilih mampu
memecahkan problem.
b. Kemungkinan ekonomi dan finansial, kriteria ini menyangkut sub-kriteria efisiensi
ekonomi yang mempersoalkan apakah dengan menggunakan resource yang ada dapat
diperoleh manfaat yang maksimal, profitability (keuntungan) mempersoalkan
perbandingan antara input dengan output kebijakan dan efisiensi biaya yaitu
mempersoalkan apakah tujuan dapat dicapai dengan biaya yang minimal.
c. Kelayakan politik kriteria ini mencakup sub-kriteria tingkat penerimaan yaitu apakah
alternatif kebijakan yang bersangkutan dapat diterima oleh para aktor dan masyarakat,
kepantasan yaitu mempersoalkan apakah kebijakan yang bersangkutan tidak bertentangan
dengan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat, daya tanggap yang mempersoalkan
apakah kebijakan tersebut sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan aspek keadilan yaitu
mempersoalkan pemerataan dan keadilan dalam masyarakat.
d. Kelayakan administratif, kriteria ini mencakup sub-kriteria otoritas mempersoalkan
apakah organisasi pelaksana kebijakan cukup memilik otoritas, komitmen institusi
menyangkut komitmen dari para administrator, dan dukungan organisasi adalah ada
tidaknya dukungan dari oragnisasi pelaksana kebijakan.


Universitas Sumatera Utara

2.4 Formulasi Kebijakan Pengupahan
2.4.1 Aktor-Aktor Dalam Formulasi UMK
Dalam formulasi upah minimum ada aktor-aktor yang terlibat di dalamnya, yang bertugas
untuk merumuskan dan menentukan besaran tingkat upah setiap tahunnya. Aktor-aktor tersebut
merupakan lembaga tripartit yang tergabung dalam suatau lembaga perumusan kebijakan
pengupahan yang disebut dengan dewan pengupahan. Dewan pengupahan adalah lembaga yang
terdiri dari unsur pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah serta akademisi yang
bersifat non-struktural yang memiliki tugas dan fungsi dalam perumusan kebijakan pengupahan
yaitu memberikan saran dan pertimbangan akan tingkat upah minimum.
1. Pengusaha (APINDO)
Di dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa pengusaha adalah:
a. Orang-perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan
milik sendiri.
b. Orang perorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri
menjalankan suatu perusahaan bukan miliknya.
c. Orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili
perusahaan milik sendiri atau badan hukum yang berkedudukan di luar wilayah
Indonesia.
Pada prinsipnya pengusaha adalah pihak yang menjalankan perusahaan milik sendiri
maupun bukan. Secara umum istilah pengusaha adalah orang yang menjalankan suatu usaha
(enterprenuer).
Universitas Sumatera Utara
Menurut Husni ( 2003: 35) wadah bagi pengusaha untuk menjamin usahannya disebut
dengan APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) yang keberadaanya mulai dari tingkat pusat,
provinsi, dan kabupaten/kota di seluruh Indonesia. APINDO memiliki peran dan fungsi strategis
untuk memberikan perlindungan kepada para anggota-anggotanya demi perkembangan dan
peningkatan usaha secara maksimal. Beberapa peran dan fungsi APINDO antara lain adalah:
membantu dalam hal pembuatan kesepakatan kerja bersama yang dilakukan oleh anggotanya,
membantu menyelesaikan perselisihan hubungan industrial, ikut mengusulkan penetapan upah
minimum baik regional maupun sektoral, dan ikut aktif dalam dewan penelitian pengupahan
daerah atau pusat.

2. Serikat pekerja atau serikat buruh
Ada begitu banyak kepentingan dan aspirasi yang muncul dalam masyarakat. Pemenuhan
atas kebutuhan dan aspirasi mereka menjadi tuntutan utama yang menjadi dasar perjuangan
sekelompok orang yang memiliki tujuan dan kepentingan yang sama. Berbagai kepentingan yang
muncul, bisa dilihat dari keberadaan kelompok kepentingan yang jumlahnya memang sangat
banyak dan bervariasi. Kelompok kepentingan mengumpulkan dan mengubah kepentingan-
kepentingan yang tercerai-berai di massyarakat,menjadi satu kesatuan untuk kemudian
diperjuangkan, agar menjadi bagian dari kebijakan publik yang member manfaat bagi
kelompoknya.
Menurut Truman, kelompok kepentingan adalah sebuah kelompok pembagi sikap yang
membuat klaim-klaim tertentu atas kelompok-kelompok dalam masyarakat dengan tindakan-
tindakan tertentu terhadap instansi-instansi pemerintah.
Universitas Sumatera Utara
Ramlan Surbakti mengatakan bahwa kelompok kepentingan adalah sejumlah orang yang
memiliki kesamaan sifat, sikap, kepercayaan dan atau tujuan yang sepakat mengorganisasikan
diri untuk melindungi dan mencapai tujuan
Menurut Almond kelompok kepentingan adalah setiap organisasi yang berusaha
mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah tanpa, pada waktu yang sama, berkehendak
memperoleh jabatan publik
Fungsi utama kelompok kepentingan
Menurut Almond, yang menekankan pada aspek struktur dan fungsi komponen-
komponen dalam system politik, kelompok kepentingan merupakan salah satu dari struktur yang
terdapatd alam system politik, sebagai bagian dari infrastruktur politik. Fungsi utama kelompok
kepentingan yaitu melakukan artikulasi politik. Artikulasi politik adalah salah satu fungsi yang
dijalankan dalam proses pembuatan kebijakan publik, yang di dalamnya terdapat kegiatan
penggabungan berbagai kepentingan dan tuntutan masyarakat yang akan diubah menjadi
alternatif-alternatif kebijakan. Menurut model proses demokrasi formal dari Dieter Fuchs, fungsi
kelompok kepentingan bersama-sama media massa adalah dalam proses pembuatan dan
implementasi kebijakan publik, yaitu dalam hal pengungkapan berbagai tuntutan. (Faturohman
Deden, dan Wawan Sobari, 2004: 168)
Dari begitu banyak, kelompok kepentingan salah satunya adalah serikat pekerja/serikat
buruh. Yaitu sebuah Kelompok kepentingan yang memperjuangkan hak-hak buruh dalam bidang
ketenagakerjaan. Bagaimana serikat buruh untuk mengubah kepentingan-kepentingan para buruh
menjadi tuntutan-tuntutan yang siap diperjuangkan menjadi salah satu agenda kebijakan publik
nantinya.
Universitas Sumatera Utara
Serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh dan untuk
pekerja/buruh baik dari perusahaan maupun di luar perusahaan yang bersifat bebas, terbuka,
mandiri, demokratis dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi
hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya. Serikat pekerja/serikat buruh memiliki pandangan sendiri akan tingkat upah yang
akan diusulkan nantinya. Yang terpenting dan menjadi tuntutan utama serikat pekerja/serikat
buruh adalah adanya tingkat upah yang layak bagi para buruh. Serikat buruh yang tergabung
dalam dewan pengupahan merupakan perwakilan bagi para buruh, oleh karena itu sebagai
lembaga perjuangan hak-hak buruh maka tuntutan upah yang layak demi peningkatan
kesejahteraan buruh adalah dasar bagi lembaga ini untuk menuntut tingkat upah yang tinggi
dalam forum dewan pengupahan.
Tujuan didirikannya serikat pekerja/serikat buruh adalah untuk memberikan
perlindungan, pembelaan hak dan kepentingan serta meningkatkan kesejahteraan keluarganya.
Menurut Maimun (2004: 24) Untuk mencapai tujuan tersebut, serikat pekerja/serikat buruh
mempunyai fungsi:
a. Sebagai pihak dalam pembuatan perjanjian kerja bersama dan penyelesaian perselisihan
industrial
b. Sebagai wakil pekerja/buruh dalam lembaga kerjasama di bidang ketatakerjaan sesuai
tingkatannya.
c. Sebagai sarana menciptakan hubungan industrial yang harmonis dan berkeadilan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
d. Sebagai sarana penyalur aspirasi dalam memperjuangkan hak dan kepentingan anggota
Universitas Sumatera Utara
e. Sebagai perencana, pelaksana dan penanggung jawab pemogokan pekerja/buruh sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3. Pemerintah daerah
Dalam PP No 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah bahwa Pemerintahan
Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan DPRD
menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam
sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam UUD
1945. Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas bupati atau walikota dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Dan perangkat pemerintah daerah
kabupaten/kota adalah unsur pembantu kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan
daerah yang terdiri dari secretariat daerah, secretariat DPRD, dinas daerah, lembaga teknis
daerah, kecamatan dan kelurahan.
Pemerintah selaku penguasa negara berkepentingan agar roda perekonomian nasional dan
pendistribusian penghasilan dapat berjalan dengan tertib dan lancar sehingga tidak
membahayakan keamanan negara. Begitu halnya di tingkat kabupaten/kota demi menjamin
keberlangsungan perekonomian daerah menjadi tanggung jawab pemerintahan daerah. Salah
satunya adalah dalam bidang ketenagakerjaan, sebagai sector yang bersentuhan langsung dengan
nasib dan hak dasar golongan masyarakat tertentu yaitu buruh dan dunia usaha. Maka,
pemerintah berkewajiban agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat
berjalan dengan adil bagi para pihak sebagaimana mestinya.
Universitas Sumatera Utara
Untuk menjamin peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dengan adil
diperlukan campur tangan pemerintah melalui instansi/departemen khusus yang menangani
masalah ketenagakerjaan yaitu Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja. Dinas sebagai lembaga
penyelenggara urusan pemerintahan daerah berdasarkan asas otonomi dan tugas pembantuan.
Untuk tingkat Kabupaten/Kota maka pemerintah daerah yang dimaksud adalah semua elemen
pemerintah daerah yang terlibat dalam perumusan upah minimum yaitu anggota dinas tenaga
kerja dan transmigarasi yang bertugas dalam bidang pengupahan, perwakilan dari BPS, dan
perwakilan dari Bappeda kota, dan perwakilan Sekdakot . Dalam bidang ketenagakerjaan,
pemerintah melalui dinas tenaga kerja mempunyai fungsi pembinaan, pengawasan dan
penyidikan. (Husni, 2003: 47)
a. Pembinaan, pembinaan yang dilakukan pemerintah terhadap unsur-unsur dan kegiatan-
kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan dilaksanakan secara terpadu dan
terkoordinasi dengan mengikutsertakan organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh
dan organisasi profesi terkait, baik melalui kerjasama nasional maupun internasional.
b. Pengawasan, pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja dimaksudkan
untuk menjamin pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan.
Pengawasan biasanya dilakukan di tempat kerja dengan melihat dan memerikasa secara
langsung syarat-syarat kerja, waktu kerja, waktu lembur, upah minimum, serta aspek-aspek
keselamatan dan kesehatan kerja. Bagi pekerja/buruh pengawasan menjamin terlaksananya
hak-hak pekerja/buruhyang telah diatur dalam peraturan perundang-undangan, dan bagi
penguaha pengawasan merupakan sarana untuk memperoleh penjelasan dari pihak yang
berwenang dan kompeten tentang kewajibannya menurut peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Universitas Sumatera Utara
c. Penyidikan, peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan memuat ketentuan-
ketentuan pidana bagi pihak yang melanggarnya. Guna mengetahui apakah telah terjadi
pelanggaran pidana di bidang keetenagakerjaan maka ditunjuk pegawai atau badan yang
berwenang dan kompeten melakukan penyidikan.
Dalam hal penetapan upah minimum maka ketiga aktor tersebut memiliki posisi, peran
dan fungsi yang sama. Hal ini dikarenakan lembaga tripartit tersebut tergabung dalam suatu
lembaga nonstruktural yang disebut dengan dewan pengupahan. Namun kenyataan yang sering
di dapat bahwa pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan pemerintah memberikan pengaruh
dan tekanan yang berbeda dalam mempengaruhi isi kebijakan pengupahan. Kelompok pengusaha
memberikan tekanan dan pengaruh yang dominan dibandingkan serikat pekerja/serikat buruh
terhadap pembuat kebijakan atau pemerintah. Pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh
memiliki kepentingan yang sangat besar dalam hal ini, karena kedua lembaga tersebut berdiri di
atas dua kepentingan yang bertentangan. Oleh karena itu pertentangan dan perdebatan untuk
saling mempertahankan persepsi dan pandangan tentang upah selalu mewarnai forum diskusi
penentuan tingkat upah minimum.

2.4.2 Formulasi kebijakan pengupahan
Formulasi kebijakan pengupahan adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan
serangkaian alternatif-alternatif tindakan dalam menentukan tingkat upah yang dilakukan
lembaga tripartit yang terdiri dari unsur pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan pemerintah
daerah.
2.4.3 Pengembangan alternatif kebijakan upah minimum:
Universitas Sumatera Utara
Dalam pengembangan alternatif kebijakan pengupahan pemerintah daerah, serikat
pekerja/serikat buruh, dan dunia usaha memiliki pandangan dan persepsi masing-masing.
Masing-masing lembaga mengusulkan atau merekomendasikan tingkat upah yang berbeda-beda
karena mereka melihat dari sudut pandang dan kepentingan yang berbeda-beda juga. Serikat
pekerja/serikat buruh selalu menghendaki tingkat upah yang lebih tinggi dari perwakilan
pengusaha, sedangkan untuk perwakilan pemerintah berperan sebagai stabilisator.
Permasalahan yang sering muncul dalam penentuan upah minimum adalah perbedaan
persepsi tentang nilai kebutuhan hidup layak (KHL) hasil survei yang akan dijadikan dasar
pertimbangan dalam merumuskan usulan penetapan upah minimum. Hampir dapat dipastikan
bahwa nilai KHL hasil survei dalam persepsi pihak serikat pekerja/serikat buruh cenderung lebih
tinggi dibanding nilai KHL dalam persepsi pengusaha, hal ini sangat terkait dengan kepentingan
masing-masing pihak.
a. Perumusan upah minimum menurut pengusaha (APINDO)
Perumusan upah minimum oleh pengusaha adalah serangkaian tindakan yang dilakukan
oleh pengusaha dalam mengembangkan berbagai alternatif tindakan dalam menentukan tingkat
usulan upah yang nantinya menjadi dasar pertimbangan untuk mencapai kesepakatan tingkat
upah minimum.
Pengusaha sebagai pemberi kerja memiliki pengaruh yang dominan, sehingga dalam hal
penentuan tingkat upah yang akan diusulkan menjadi upah minimum pengusaha akan burusaha
menekan bagaimana agar tingkat upah yang berlaku rendah dan tidak sampai mengurangi
keuntungan perusahaan. Bagaimana pun juga dalam perumusan tingkat upah akan tetap
dipengaruhi oleh kepentingan-kepentingan kelompok masing-masing.
Universitas Sumatera Utara
Sebelum menentukan usulan tingkat upah minimum unsur pengusaha melakukan survei
KHL bersama dengan tim survei yang tergabung dalam dewan pengupahan. Hasil survei inilah
yang nantinya menjadi dasar bagi setiap aktor termasuk APINDO (Asosiasi Pengusaha
Indonesia) dalam menyampaikan usulan upah yang mewakili kepentingan pengusaha. Walaupun
hasil survei KHL telah disepakati nantinya, namun tidak serta merta dunia usaha akan
mengusulkan tingkat upah sesuai dengan hasil survei KHL tersebut, hal ini karena dunia usaha
harus mempertimbangkan kemampuan perusahaan. Walau bagaimanapun juga dunia usaha
menghendaki tingkat upah yang rendah demi mempertahankan tingkat keberlangsungan
perusahaan.
Usulan upah yang disepakati oleh APINDO akan mewakili keinginan mereka, dan inilah
nantinya yang diajukan ke forum dewan pengupahan untuk dibahas bersama dan diperdebatkan
dengan usulan upah yang diajukan oleh aktor lainnya.

b. Perumusan tingkat upah minimum oleh serikat pekerja/serikat buiruh
Perumusan tingkat upah minimum oleh serikat pekerja/serikat buruh adalah kegiatan
yang dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh dalam menyusun dan mengembangkan
berbagai alternatif akan tingkat upah yang nantinya menjadi usulan serikat pekerja/serikat buruh
dalam mencapai kesepakatan akan tingkat upah minimum.
Buruh sebagai pihak penerima kerja sangatlah mengharapkan tingkat upah yang tinggi
agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dan kebutuhan keluarga mereka. Oleh karena itu Serikat
pekerja/serikat buruh menghendaki agar tingkat upah sesuai dengan tingkat kebutuhan riil saat
ini. Sebelum mengusulkan besaran upah, serikat pekerja/serikat buruh juga melakukan survei
KHL (Kebutuhan Hidup Layak) yang tergabung dalam tim survei. Hasil survei tadi akan menjadi
Universitas Sumatera Utara
acuan buruh dalam mengusulkan tingkat upah. Dalam perumusan tingkat upah minimum
pastinya buruh akan mengusulkan besaran upah diatas nilai KHL.
Usulan upah yang disepakati oleh serikat pekerja/serikat buruh tersebut akan dibawa ke
dalam rapat/forum dewan pengupahan untuk diperdebatkan dan disepakati besaran upah
minimum kota yang akan diusulkan kepada kepala daerah.
c. Perumusan upah minimum oleh pemerintah daerah
Perumusan upah minimum yang dilakukan oleh pemerintah daerah adalah serangkaian
tindakan yang dilakukan oleh pemerintah daerah dengan menyusun dan merumuskan tingkat
upah yang nantinya menjadi dasar pertimbangan dalam penetapan tingkat upah minimum.
Pemerintah daerah yang diwakili oleh Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja disini berperan
sebagai stabilisator dan penengah dalam menengahi kedua kepentingan lembaga di atas. Canpur
tangan pemerintah ini adalah dalam rangka terciptanya hubungan ketenagakerjaan yang adil
khususnya dalam hal pengupahan.
Dalam merumuskan usulan upah minimum pemerintah tidak hanya mengacu pada hasil
survei KHL saja, tetapi factor-faktor lain yang mempengaruhi formulasi upah minimum kota
juga yaitu inflasi pertumbuhan ekonomi daerah, UMP, dan tingkat upah daerah sekitar.
Pemerintah daerah mengusulkan tingkat upah yang memang menjadi penengah dari tingkat upah
yang diusulkan oleh dunia usaha dan serikat pekerja/serikat burruh. Dengan hadirnya campur
tangan pemerintah diharapkan maka kemungkinan terjadinya perselisihan dan ketimpangan yang
terjadi antara buruh dan pengusaha dapat ditangani dan dihindari.
2.4.4 Pembahasan alternatif-alternatif tingkat upah minimum masing-masing lembaga.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mencapai kesepakatan akan tingkat upah yang menjadi dasar pertimbangan dalam
penetapan upah minimum maka lembaga tripartit yang terdiri dari unsur pengusaha, serikat
pekerja/serikat buruh, dan pemerintah daerah harus melakukan rapat dan forum musyawarah
yang membahas, mengkaji, dan menganalisis tingkat upah yang diusulkan oleh masing-masing
lembaga. Upah minimum yang nantinya menjadi rekomendasi yang disepakati bersama oleh
ketiga lembaga tripartit tersebut haruslah berdasarkan hasil survei Kebutuhan Hidup Layak
(KHL) yang menjadi dasar perumusan upah minimum.
Dalam forum diskusi dan musyawarah yang dilakukan oleh lembaga tripartit tersebut
tidak dapat dihindari terjadinya pertentangan dan perdebatan tentang tingkat upah yang menjadi
usulan nantinya. Masing-masing lembaga akan mempertahankan pandanganya tentang tingkat
upah yang mereka usulkan. hal ini karena masing-masing lembaga memiliki usulan upah yang
berbeda sesuai dengan kepentingan yang mereka wakili. Inilah yang menjadi salah satu
permasalahan dalam perumusan tingkat upah, oleh karena itu tidaklah mudah untuk mencapai
kesepakatan akan tingkat upah minimum.
Sebelum formulasi kebijakan pengupahan Terlebih dahulu lembaga tripartit tersebut
melakukan survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di pasar-pasar tradisional. Dengan survei
KHL ini maka dewan pengupahan dapat menyesuaikan tingkat harga kebutuhan buruh saat ini
dengan usulan upah yang nantinya di rumuskan. KHL bukan satu-satunya faktor yang
dipertimbangkan dalam penetapan upah minimum, masih ada 4 faktor lain, yaitu: produktivitas,
pertumbuhan ekonomi, kemampuan usaha marginal dan kondisi pasar kerja. Namun keempat
faktor tersebut masih bersifat kualitatif. KHL merupakan faktor yang bersifat kuantitatif, oleh
karena itu dalam menetapkan nilai KHL yang akan dijadikan sebagai dasar pertimbangan dalam
penetapan upah minimum haruslah tepat dan akurat.
Universitas Sumatera Utara
Hasil survei KHL tersebut nantinya akan menjadi dasar perumusan tingkat upah oleh
pemerintah daerah, serikat pekerja/serikat buruh dan juga dunia usaha. Ketiga lembaga tripartit
tersebut mewakili kepentingan masing-masing. Sehingga mereka mengusulkan tingkat upah
yang berbeda-beda sesuai dengan kemampuan dan kepentingan yang melatar belakangi mereka.
Hanya pemerintah lah yang menjadi penengah antara kedua kelompok kepentingan tersebut.
Tidak lah mudah untuk mencapai kesepakatan dalam menentukan tingkat upah minimum
tersebut, karena masing-masing pihak memiliki pandangan dan latar belakang kepentingan yang
berbeda tentang upah. Keinginan untuk mempertahankan pandangan atau pun kepentingannya
pasti ada. Setiap perbedaan dan perdebatan tentang tingkat upah yang diusulkan oleh masing-
masing lembaga akan dirapatkan dan dimusyawarahkan.
Hal yang menjadi perdebatan dalam forum atau rapat dewan pengupahan adalah usulan
akan tingkat upah minimum yang akan disepakati nantinya. Serikat pekerja/serikat buruh akan
mengusulkan tingkat upah yang tinggi dan diatas dari nilai KHL, namun sebaliknya tingkat upah
yang diusulkan dunia usaha cenderung rendah dan dibawah nilai KHL. Dan pemerintah daerah
sendiri sebagai penengah juga akan mengusulkan tingkat upah yang dinilai mampu menengahi
kedua kepentingan dari serikat pekerja dan pengusaha. Perdebatan dan perbedaan usulan antara
serikat pekerja dan pengusaha ini harus dibahas bersama dan di musyawarahkan demi mencapai
kesepakatan. J ika musyawarah tidak menghasilkan kesepakatan maka dewan pengupahan
melakukan voting tentang tingkat upah yang menjadi hasil kesepakatan bersama. Hasil
kesepakatan rapat diputuskan dengan syarat 2/3 kuorum. Bagaimana pun juga kesepakatan akan
tingkat upah yang nantinya menjadi dasar penetapan upah minimum haruslah diputuskan.
Melalui rapat dewan pengupahan maka semua perbedaan hasil survei dibahas, dikaji,
dihitung, dan dianalisa untuk mendapatkan besaran upah yang menjadi usulan bagi pertimbangan
Universitas Sumatera Utara
penetapan upah minimum yang nantinya diputuskan oleh kepala daerah. Meskipun ada
perbedaan dari masing-masing lembaga dapat dimusyawarahkan atau mungkin tidak, maka
jumlah nominal tetap diusulkan kepada kepala daerah. Oleh karena itu interaksi lembaga tripartit
tersebut akan menentukan tercapai tidaknya kesepakatan akan tingkat upah yang menjadi usulan
dewan pengupahan nantinya sebagai dasar pertimbangan dalam penetapan tingkat upah
minimum oleh kepala daerah.
2.5 Upah Minimum Kota (UMK)
2.5.1 Pengertian Upah Minimum
Jaminan hukum atas upah yang layak tercantum dalam UUD 1945 pasal 28D dan pasal
27 ayat 2 menegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan upah dan penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Juga UU No 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, di mana dalam
pasal 88 menyebutkan bahwa setiap buruh berhak memperoleh penghasilan yang layak bagi
kemanusiaan dan untuk mewujudkannya pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang
melindungi buruh. Diantaranya yaitu upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL),
upah lembur, struktur dan skala upah yang proporsional, dan upah untuk pembayaran pesangon.
Dalam hubungan industrial, kedudukan upah minimum merupakan persoalan prinsipil.
Upah minimum harus dilihat sebagai bagian sistem pengupahan secara menyeluruh. Menurut
ILO (International Labour Organization) dalam Report of the Meeting of Experts of 1967, Upah
minimum didefinisikan sebagai upah yang memperhitungkan kecukupan pemenuhan kebutuhan
makan, pakaian, tempat tinggal, pendidikan, dan hiburan bagi pekerja serta keluarganya sesuai
dengan perkembangan ekonomi dan budaya tiap negara. Pengertian upah minimum menurut
Permenaker Nomor Per-01/MEN/1992 tentang upah minimum pada pasal 1 ayat 1 yang
Universitas Sumatera Utara
menyatakan: upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok
termasuk tunjangan tetap.
Menurut Soedarjadi ( 2008: 75), upah minimum adalah ketetapan yang dikeluarkan oleh
pemerintah mengenai keharusan perusahaan untuk membayar upah sekurang-kurangnya sama
dengan Kebutuhan Hidup Layak pekerja (KHL) kepada pekerja yang paling rendah
tingkatannya.
Pada prinsipnya, sistem penetapan upah minimum dilakukan untuk mengurangi
eksploitasi atas buruh. Ini sesungguhnya berisi kewajiban pemerintah memproteksi buruh.
Intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk penguatan terhadap
posisi tawar yang memang tidak seimbang antara buruh ketika berhadapan dengan pengusaha.
Dengan kata lain, bahwa upah minimum dapat dikatakan sebagai salah satu instrumen kebijakan
pemerintah untuk melindungi kelompok pekerja lapisan paling bawah di setiap perusahaan agar
memperoleh upah serendah-rendahnya sesuai dengan nilai atau harga kebutuhan hidup
minimum.
Upah minimum di Indonesia diperkenalkan tahun 1996, peran upah minimum semakin
penting. Hingga tahun 2000, tingkat upah minimum ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja untuk
tiap propinsi di Indonesia. Dengan diberlakukannya otonomi daerah, mulai tahun 2000 tanggung
jawab menetapkan upah minimum terletak di pundak pemerintah propinsi dan pemerintah
Kabupaten/Kota.

2.5.3 Tujuan kebijakan upah minimum
Universitas Sumatera Utara
Penetapan kebijakan upah minimum adalah sebagai jaring pengaman (sosial safety net)
dimaksudkan agar upah tidak terus merosot sebagai akibat dari ketidakseimbangan pasar kerja
(disequilibrium labour market). Juga untuk menjaga agar tingkat upah pekerja pada level bawah
tidak jatuh ke tingkat yang sangat rendah karena rendahnya posisi tawar tenaga kerja di pasar
kerja. Agar pekerja pada level bawah tersebut masih dapat hidup wajar dan terpenuhi kebutuhan
gizinya, maka dalam penetapan upah minimum mempertimbangkan standar kehidupan pekerja.
Kebijakan penetapan upah minimum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 13
tahun 2003 diarahkan untuk mencapai Kebutuhan Hidup Layak (KHL) selain memberi jaminan
pekerja/buruh penerima upah untuk memenuhi kebutuhan hidup. Program pencapaian upah
minimum terhadap Kebutuhan Hidup Layak (KHL) menunjukan perbaikan nyata. Hal ini
dimaksudkan bahwa pemenuhan kebutuhan hidup akan dicapai secara bertahap.
Di lain pihak upah minimum juga diharapkan harus dapat mendorong kemajuan usaha dan
daya saing sehingga menaikkan tingkat produktivitas. Di sisi lain dalam penetapan upah
minimum juga perlu mempertimbangkan kemampuan membayar upah dari usaha-usaha mikro
dan kecil yang paling tidak mampu (marginal) untuk tetap hidup yang nantinya usaha-usaha
tersebut diharapkan dapat tumbuh dan berkembang dalam upaya mengurangi pengangguran dan
penciptaan lapangan kerja baru.
Penetapan upah minumum dipandang perlu sebagai salah satu bentuk perlindungan upah,
dengan tujuan :
Universitas Sumatera Utara
1. Menghindari atau mengurangi persaingan yang tidak sehat sesama pekerja dalam kondisi
pasar kerja yang surplus, yang menyebabkan pekerja menerima upah di bawah tingkat
kelayakan.
2. Menghindari atau mengurangi kemungkinan eksploitasi pekerja yang memanfaatkan kondisi
pasar untuk akumulasi keuntungannya.
3. Sebagai jaring pengaman untuk menjaga tingkat upah
4. Menghindari terjadinya kemiskinan absolut pekerja melalui pemenuhan kebutuhan dasar
pekerja.
2.5.4. Jenis-jenis upah minimum
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor PER-01/MEN/1999 Jo. Keputusan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor KEP-226/MEN/2000 jangkauan wilayah upah
minimum meliputi:
a. Upah minimum provinsi (UMP) adalah upah minimum yang berlaku untuk seluruh
kabupaten/kota di satu provinsi.
b. Upah minimum kabupaten/kota (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di daerah
kabupaten/kota.
c. Upah minimum sektoral provinsi (UMPProp) adalah upah minimumyang berlaku secara
sektoral di seluruh kabupaten/kota da satu provinsi
d. Upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSKab) adalah upah minimum yang berlaku
secara sektoral di daerah kabupaten/kota.
Menurut Rusli ( 2003: 120) upah minimum dapat terbagi atas:
Universitas Sumatera Utara
a. Upah minimum berdasarkan wilayah propinsi atau kabupaten/kota. Besar upah yang
untuk tiap wilayah propisi dan kabupaten/kota tidaklah sama tergantung dari nilai
kebutuhan minimum di daerah yang bersangkutan. Setiap kabupaten/kota tidak boleh
menetapkan upah minimum di bawah upah minimum propinsi yang bersangkutan.
b. Upah minimum berdasarkan sektor/subsektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota. Upah minimum sektoral ditetapkan berdasarkan kelompok usaha
tertentu misalnya kelompok usaha manufaktur dan non faktur. Upah minimum sekotoral
ini tidak boleh lebih rendah dari upah minimum di daerah yang bersangkutan.
2.6 Upah Minimum Kota (UMK) Medan
Upah Minimum Kota (UMK) adalah upah minimum yang berlaku di daerah
kabupaten/kota. Kebijakan upah minimum kota dirumuskan atas aspirasi dan tuntutan buruh
akan upah yang layak yang sesuai dengan tingkat kebutuhan riil saat ini. Oleh karena itu untuk
melaksanakan tugas dan fungsi penetapan UMK tersebut maka dibentuklah dewan pengupahan
untuk tingkat Kabupaten/Kota yang kemudian disebut dengan dewan pengupahan
Kabupaten/Kota (Depeko). Dewan pengupahan kota diangkat dan diberhentikan oleh Walikota.
Dan bertanggung jawab untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada Walikota dalam
rangka pengusulan UMK atau UMSK serta penerapan sisitem pengupahan di tingkat Kota.
(Surya Tjandra, dkk 2007: 29).
Sesuai dengan keputusan Gubernur Sumatera Utara Nomor 561/283/K/Tahun 2010
tentang penetapan Upah Minimum Kota Medan tahun 2010 ditetapkan sebesar Rp. 1.100.000,-
per bulan dan mulai berlaku sejak Januari. Nilai UMK ini mencapai 8 persen dari KHL
(kebutuhan hidup layak) senilai Rp 1.094.213 juta per bulan. Penetapan UMK Medan 2009 ini
Universitas Sumatera Utara
mengacu pada Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumut 2010 sebesar Rp 965.000 per bulan yang
disesuaikan dengan kondisi realistis dan kemampuan perusahaan di Kota Medan.
Berdasarkan penetapan kebijakan pengupahan tersebut maka perusahaan-perusahaan di
kota medan dilarang membayar upah buruhnya di bawah UMK, sedangkan bagi perusahaan yang
telah membayar upah buruh lebih dari UMK dilarang untuk mengurangi atau menurunkan upah
buruh.
2.7 Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
Dalam tataran normatif, KHL merupakan standar kebutuhan yang harus dipenuhi seorang
buruh lajang untuk dapat hidup layak, baik secara fisik maupun nonfisik dalam kurun waktu satu
bulan. Setiap pekerja berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan pengembangan diri secara
utuh sebagai manusia yang bermartabat. Upah minimum dipandang sebagai sumber penghasilan
bersih (take home pay) sebagai jaring pengaman (safety net) KHL.
Sebab itu, upah minimum diharapkan dapat memenuhi kebutuhan seorang buruh
terhadap pendidikan, kesehatan, transportasi, dan rekreasi. Bahkan, bila dimungkinkan dapat
disisihkan untuk menabung.
Dengan disahkannya Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan,
dalam pasal 88 ayat (4) diamanatkan bahwa pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan
Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi. Dalam pasal 89 juga dijelaskan bahwa Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam
penetapan upah minimum dicapai secara bertahap. Sebagai tindak lanjut dari amanat Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 seperti tersebut diatas, maka diterbitkanlah Permenakertrans
Universitas Sumatera Utara
Nomor 17 Tahun 2005 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan
Hidup Layak.
Nilai kebutuhan hidup layak (KHL) diperoleh melalui survei harga yang dilakukan oleh tim
tripartit ( untuk pemerintah diwakili oleh badan pusat statistic (BPS), perwakilan pengusaha dan
perwakilan serikat buruh).
Pokok-pokok pikiran yang mendasari perumusan komponen KHL adalah sebagai berikut :
1. Perlunya keseimbangan gizi antara karbohidrat dan protein
2. Semakin banyaknya angkatan kerja wanita yang memasuki pasar kerja, sehingga perlu
mengakomodir kebutuhan khusus pekerja wanita.
3. Kondisi masyarakat Indonesia yang religius, sehingga perlu mengakomodir kebutuhan
perlengkapan ibadah yang juga memerlukan biaya.
4. Perlunya menambahkan beberapa jenis kebutuhan yang secara riil digunakan oleh
masyarakat pada semua lapisan.
F. DEFENISI KONSEP
Menurut Singarimbun ( 2006: 33), konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena
yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan,
kelompok, atau individu tertentu yang menjadi pusat perhatian. Tujuannya adalah untuk
memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang
diteliti. Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing-masing konsep yang
akan diteliti, maka defenisi konsep yang dikemukakan penulis adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Formulasi Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010 adalah proses perumusan alternatif-
alternatif atau pilihan tindakan oleh serikat pekerja/serikat buruh, pengusaha dan pemerintah
daerah dalam menentukan tingkat upah yang menjadi usulan bagi pertimbangan penetapan
Upah Minimum Kota Medan Tahun 2010.
2. Formulasi Upah Minimum Kota oleh pengusaha adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh pengusaha dalam mengembangkan alternatif-alternatif tindakan untuk
merumuskan tingkat upah yang nantinya menjadi usulan dalam penetapan upah minimum
kota.
3. Formulasi Upah Minimum Kota oleh serikat pekerja/serikat buruh adalah kegiatan
menyusun dan mengembangkan serangkaian alternatif-alternatif tindakan dalam
menentukan tingkat upah minimum kota yang dilakukan oleh serikat pekerja/serikat buruh.
4. Formulasi Upah Minimum Kota oleh Pemerintah Daerah adalah serangkaian tindakan yang
dilakukan oleh pemerintah daerah dalam merumuskan tingkat upah yang menjadi usulan
pertimbangan dalam penetapan tingkat upah minimum kota.

G. DEFENISI OPERASIONAL
Defenisi operasional adalah unsur-unsur yang memberitahukan bagaimana mengukur
suatu variabel sehingga dengan pengukuran tersebut dapat diketahui indikator-indikator apa saja
untuk mendukung analisa dari variabel-variabel tersebut. ( Singarimbun, 2006: 46)
Adapun yang menjadi indikator dari formulasi kebijakan Upah Minimum Kota Medan
tahun 2010 adalah:
1. Indikator formulasi kebijakan menurut unsur pengusaha yaitu:
Universitas Sumatera Utara
a. Keinginan dari anggota unsur pengusaha mengenai tingkat upah yang mewakili
kepentingan mereka.
b. Mekanisme/ proses formulasi upah minimum
c. Regulasi/aturan yang mengatur tentang upah minimum
d. Kesepakatan dari anggota APINDO mengenai tingkat upah yang akan diusulkan
e. Nilai KHL yang menjadi dasar penetapan UMK
- Item/komponen kebutuhan dasar yang di survei
- Harga barang yang ditetapkan dalam item/komponen yang akan disurvei
- Mekanisme proses survei
- Tim survei
f. Interaksi antar aktor dalam formulasi upah minimum kota
2. Indikator fomulasi kebijakan upah menurut serikat pekerja/serikat buruh
a. Tuntutan para buruh untuk memperoleh tingkat upah yang layak
b. Mekanisme/ proses formulasi upah minimum
c. Regulasi/aturan yang mengatur tentang upah minimum
d. Kesepakatan dari masing-masing serikat pekerja/serikat buruh mengenai tingkat upah
yang akan diusulkan dalam rapat dewan pengupahan
e. Tingkat KHL yang menjadi dasar perumusan UMK
- Item/komponen kebutuhan dasar yang di survei
- Harga barang yang ditetapkan dalam item/komponen yang akan disurvei
- Mekanisme proses survei
- Tim survei
f. Interaksi antar aktor dalam formulasi upah minimum kota
Universitas Sumatera Utara
3. Indikator formulasi kebijakan upah menurut pemerintah daerah
a. Mengidentifikasi tuntutan buruh dan pengusaha
b. Mekanisme/ proses formulasi upah minimum
c. Regulasi/aturan yang mengatur tentang upah minimum
d. Nilai KHL yang menjadi dasar perumusan UMK
- Item/komponen kebutuhan dasar yang di survei
- Harga barang yang ditetapkan dalam item/komponen yang akan disurvei
- Mekanisme proses survei
- Tim survei
e. Interaksi antar aktor dalam formulasi upah minimum kota.







H. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika penulisan yang disusun dalam rangka memaparkan keseluruhan hasil
penelitian ini secara singkatdapat diketahui sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Universitas Sumatera Utara
Bab ini memuat latar belakng masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, kerangka teori, hipotesa, defenisi konsep, defenisi
operasional dan sisitematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, populasi dan sampel,
teknik pengumpulan data, teknik penentuan skor, dan teknik analisa data.
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini memuat gambaran umum tentang gambaran atau karakteristiklokasi
penelitian berupa sejarah singkat, visi dan misi, kedudukan, tugas dan fungsi.
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini memuat penyajian data yang diperoleh selama penelitian dilapangan
atau berupa dokumen-dokumen yang akan diteliti.

BAB V : ANALISA DATA
Bab ini memuat pembahasan dari data-data yang telah diperoleh kemudian
diinterpretasikan dengan menggunakan korelasi hubungan antar variabel.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini memuat kesimpulan dan saran atas hasil penelitian yang dilakukan.
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai