Anda di halaman 1dari 18

10

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Anatomi Mata

Sumber : www.google.com
5

Sumber : www.google.com
5


11

Mata merupakan organ penglihatan yang dimiliki manusia. Mata
dilindungi oleh area orbit tengkorak yang disusun oleh berbagai tulang seperti
tulang frontal, sphenoid, maxilla, zygomatic, greater wing of sphenoid, lacrimal,
dan ethmoid. Sebagai struktur tambahan mata, dikenal berbagai struktur aksesori
yang terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata, konjungtiva, aparatus
lakrimal dan otot-otot mata ekstrinsik.
Mata mempunyai diameter sekitar 24 mm dan tersusun atas tiga lapisan
utama, yaitu outer fibrous layer, middle vascular layer dan inner layer. Outer
fibrous layer (tunica fibrosa) dibagi menjadi dua bagian yakni sclera dan cornea.
Sclera (bagian putih dari mata) menutupi sebagian besar permukaan mata dan
terdiri dari jaringan ikat kolagen padat yang ditembus oleh pembuluh darah dan
saraf. Kornea merupakan bagian transparan dari sclera yang telah dimodifikasi
sehingga dapat ditembus cahaya.
Middle vascular layer (tunica vasculosa) disebut juga uvea. Lapisan ini
terdiri dari tiga bagian yaitu choroid, ciliary body, dan iris. Choroid merupakan
lapisan yang sangat kaya akan pembuluh darah dan sangat terpigmentasi. Lapisan
ini terletak di belakang retina. Ciliary body merupakan ekstensi choroid yang
menebal serta membentuk suatu cincin muskular disekitar lensa dan berfungsi
menyokong iris dan lensa serta mensekresi cairan yang disebut sebagai aqueous
humor. Iris merupakan suatu diafragma yang dapat diatur ukurannya dan lubang
yang dibentuk oleh iris ini disebut sebagai pupil. Iris memiliki dua lapisan
berpigmen yaitu posterior pigment epithelium yang berfungsi menahan cahaya
yang tidak teratur mencapai retina dan anterior border layer yang mengandung
sel-sel berpigmen yang disebut sebagai chromatophores.
3

II.2. Anatomi Uvea
4

Uvea terdiri dari :
1. Iris
2. Badan siliar (corpus siliar)
3. Koroid

12

Iris dan badan siliar disebut juga dengan uvea anterior, sedangkan koroid
disebut uvea posterior.


Sumber : www.google.com
5


II.2.1. Iris
4
Iris adalah lanjutan dari badan siliar ke depan dan merupakan diafragma
yang membagi bola mata menjadi dua segmen yaitu segmen anterior dan segmen
posterior, ditengah-tengahnya berlubang yang dinamakan pupil. Iris membagi
bilik mata menjadi bilik mata depan (camera oculi anterior = coa) dan bilik mata
belakang = cop).

13

Secara histologis iris terdiri dari stroma yang jarang diantaranya terdapat
lekukan-lekukan dipermukaan anterior yang berjalan radier yang dinamakan
kripta. Didalam stroma terdapat sel-sel pigmen yang bercabang, banyak pembuluh
darah dan saraf. Dipermukaan anterior ditutup oleh endotel terkecuali pada kripta,
dimana pembuluh darah dalam stroma, dapat berhubungan langsung dengan
cairan di camera oculi anterior, yang memungkinkan percepatan terjadinya
pengaliran nutrisi ke coa dan sebaliknya. Dibagian posterior dilapisi dengan 2
lapisan epitel, yang merupakan lanjutan dari epitel pigmen retina, warna iris
tergantung dari sel-sel pigmen yang bercabang yang terdapat di dalam stroma
yang banyaknya dapat berubah-ubah, sedangkan epitel pigmen jumlahnya tetap.
Didalam iris terdapat otot sfingter pupil (M.Sphincter pupillae), yang
berjalan sirkuler, letaknya didalam sroma dekat pupil dan dipersarafi oleh saraf
parasimpatis, N III. Selain itu juga terdapat otot dilatator pupil (M. Dilatator
pupillae), yang berjalan radier dari akar iris ke pupil, letaknya di bagian posterior
stroma dan diurus saraf simpatis.
II.2.2. Badan Siliar (Corpus Ciliaris)
4
Badan Siliar (Corpus Ciliaris) berbentuk segitiga, terdiri dari 2 bagian
yaitu :
1. pars korona, yang anterior bergerigi, panjangnya kira-kira 2mm
2. pars plana, yang posterior tidak bergerigi panjangnya kira-kira 4 mm.
Pada bagian pars korona diliputi oleh 2 lapisan epitel sebagai kelanjutan
dari epitel iris. Bagian yang menonjol (processus ciliaris) berwarna putih oleh
karena tidak mengandung pigmen, sedangkan di lekukannya berwarna hitam,
karena mengandung pigmen. Di dalam badan siliaris terdapat 3 macam otot silier
yang berjalan radier, sirkuler dan longitudinal. Dari processus siliar keluar serat-
serat zonula zinii yang merupakn penggantung lensa. Fungsi otot siliar untuk
akomodasi. Kontraksi atau relaksasi otot-otot ini mengakibatkan kontraksi dan
relaksasi dari kapsula lentis, sehingga lensa menjadi lebih atau kurang cembung
yang berguna pada penglihatan dekat atau jauh. Badan siliar banyak mengandung
pembuluh darah dimana pembuluh darah baliknya mengalirkan darah

14

ke V.vortikosa. Pada bagian pars plana, terdiri dari satu lapisan tipis jaringan otot
dengan pembuluh darah diliputi epitel.
Badan siliaris berfungsi sebagai pembentuk humor aquous. Badan siliar
merupakan bagian terlemah dari mata. Trauma, peradangan, neoplasma didaerah
ini merupakan keadaan yang gawat.
Prosesus siliar mengeluarkan cairan bilik mata (humor akueus) dan
makanan untuk kornea dan lensa. Pada peradangan akibat hiperemi yang aktif
maka pembentukan cairan bilik mata bertambah sehingga dapat menyebabkan
tekanan intraokuler meninggi dan timbullah glaukoma sekunder. Bila
perdangannya hebat dan merusak sebagian besar dari badan siliar atau menjadi
atrofi, sehingga sekresi cairan bilik mata berkurang dan menyebabkan tekanan
intraokuler menurun dan berakhir dengan atrofi bulbus okuli. Trauma tembus
pada daerah ini dapat menyebabkan peradangan pada mata ini dan juga pada mata
yang lainnya yang disebut oftalmia simpatika. Neoplasma di daerah ini mudah
sekali mengadakan metastase.
4
II.2.3. Koroid
4
Koroid terdiri dari :
1. lapisan epitel pigmen
2. membran Bruch (lamina vitrea)
3. kariokapiler
4. pembuluh darah sedang
5. pembuluh darah besar
6. suprakoroid
Lapisan suprakoroid terdiri dari lapisan protoplasma yang mengandung
nukleus. Membran Bruch terdiri dari membran yang tidak berstruktur. Pembuluh
darah besar kebanyakan terdiri dari pembuluh darah balik yang kemudian
bergabung menjadi 4 v.vortikosa yang keluar dari tiap kwadran posterior dari bola
mata dengna menembus sklera yang kemudian menjadi v. Oftalmika yang
langsung masuk ke dalam sinus kavernosus. Pembuluh darah arteri berasal dari a.

15

Siliaris brevis. Lapisan lapisan pembuluh darah ini juga mengandung jaringan
elastis dan khromatofor diantaranya. Koroid melekat erat pada pinggir N.II dan
berakhir diora serata.
4

II.3. Uveitis
Uveitis atau radang uvea adalah istilah umum untuk peradangan pada
jaringan uvea.
1
Uveitis dapat dibedakan menjadi uveitis anterior, posterior dan
pan uveitis. Pada radang uvea anterior dapat mengenai hanya bagian depan
jaringan uvea atau selaput pelangi (iris) dan keadaan ini disebut sebagai iritis.
Biasanya iritis tidak tidak berdiri sendiri, tetapi selalu bersamaan dengan
peradangan badan siliar disebut iridosiklitis.
2,4
Bila mengenai bagian uvea
posterior disebut koroiditis. Pada keluhan dan gejala yang mengenai gabungan
dari kedua bentuk uveitis disebut uveitis difus (pan uveitis).
1
Klasifikasi Uveitis
1
1. berdasarkan lokasi utama bercak peradangan :
a. uveitis anterior : iritis, iridosiklitis
b. uveitis poterior : koroiditis, korioretinitis
c. uveitis difus atau pan uveitis
2. berdasarkan berat dan perjalanan penyakit
a. akut
b. kronik
c. rekuren
Tipe Keterangan
1. Akut Karakteristik Episodenya : onset simptomatik tiba-
tiba, durasi 3 bulan.
2. Rekuren Episodenya berulang, dengan periode inaktivasi
tanpa terapi 3 bulan.

16

3. Kronis Uveitis berlangsung berbulan-bulan atau bertahun-
tahun,seringkali onset tidak jelas dan bersifat
asimtomatik, dengan relaps < 3 bulan setelah terapi
dihentikan.

3. berdasarkan patologi
a. granulomatosa
b. non granulomatosa
II.4. Uveitis Anterior
Uveitis anterior disebut juga dengan iridosiklitis.
2
Pada perdangan ini yang
sukar adalah mencari penyebabnya sedangkan gambaran klinisnya mudah
diketahui dengan jelas.
4
Etiologi
Uveitis anterior dapat disebabkan oleh gangguan sistemik di tempat lain,
yang secara hematogen dapat menjalar ke mata atau timbul reaksi alergi mata.
4
1. Lues, terutama pada stadium II-III merupakan penyebab yang banyak di
Indonesia. Mungkin disertai dengan keratitis pustuliformis profunda. Pada
leus kongenita timbulnya tidak langsung tetapi melalui keratitis
interstisialis.
2. TBC.
3. Rema, gout, gonore, iridosiklitisnya timbul bersamaan dengan artritisnya.
4. Infeksi lokal seperti gigi, telinga, hidung, tenggorokan, traktus urigenitalis,
traktus digestivus, kulit, dsb.
5. Infeksi virus, jamur, cacing.
6. Diabetes mellitus.
7. Trauma perforata.
8. Oftalmia simpatika, timbulnya iridosiklitis pada satu mata akibat mata
yang sebelahnya mendapat trauma perforata yang mengakibatkan
iridosiklitis.

17

9. Idiopatik.
Iritis dan iridosiklitis dapat merupakan suatu manifestasi klinis reaksi
imunologik terlambat, dini dan atau sel mediated terhadap jaringan uvea anterior.
Pada kekambuhan atau rekuren terjadi reaksi imunologik humoral. Bakteriemia
ataupun viremia dapat menimbulkan iritis ringan yang bila kemmudian terdapat
antigen yang sama dalam tubuh akan dapat timbul kekambuhan.
2
Riwayat pribadi tentang penderita, yang utama adalah adanya hewan
peliharaan seperti anjing dan kucing, serta kebiasaan memakan daging atau
sayuran yang tidak dimasak termasuk hamburger mentah. Hubungan seks diluar
nikah untuk menduga kemungkinan terinfeksi oleh STD atau AIDS. Penggunaan
obat-obatan untuk penyakit tertentu atau narkoba (intravenous drug induced),
serta kemungkinan tertular penyakit infeksi menular (seperti Tbc) dan terdapatnya
penyakit sistemik yang pernah diderita. Riwayat tentang mata didapatkan apakah
pernah terserang uveitis sebelumnya atau pernah mengalami trauma tembus mata
atau pembedahan.
1
Klasifikasi Uveitis Anterior Berdasarkan Patologi
1. Uveitis Granulomatosa
Disangka akibat invasi mikrobakteri yang patogen ke jaringan uvea,
meskipun kumannya sering tidak diketemukan sehingga diagnosis
ditegakkan berdasarkan keadaan klinis saja. Timbulnya tidak akut. Reaksi
seluler lebih hebat dari reaksi vaskular. Karenanya injeksi silier tidak
hebat. Iris bengkak, menebal, gambaran bergarisnya kabur.
Dipermukaannya didapat bonjolan-bonjolan. Dipinngir pupil juga didapat
bonjolan yang disebut Koepe Nodul. Keratik presipitat besar-besar, kelabu
disebut mutton fat deposit. Coa keruh seperti awan, lebih banyak sel
daripada fibrin. Badan kaca keruh. Rasa sakit sedang, fotofobia sedikit.
Visus terganggu hebat, oleh karena media yang dilalui cahaya banyak
terganggu. Keadaan ini terutama mengenai uvea posterior. Patologis
anatomi nodul terdiri dari sel raksasa, sel epiteloid dan limfosit.
4
2. Uveitis Non-granulomatosa

18

Paling sering terjadi. Diduga akibat alergi karena tak pernah
ditemukan kumannya dan sembuh dengan pemberian kortikosteroid.
Timbulnya sangat akut. Reaksi vaskular lebih hebat dari reaksi seluler
sehingga injeksinya hebat (banyak pembuluh darah). Diiris tak tampak
benjolan. Sinekia posterior halus-halus oleh karena hanya sedikit
mengandung sel. Cairan coa mengandung lebih banyak fibrin daripad sel.
Badan kaca tak banyak kekeruhan. Rasa sakit lebih hebat, juga fotofobia
dan visus banyak terganggu. Pada stadium akut, karena banyak
mengandung fibrin dapat terbentuk hipopion. Lebih banyak mengenai
uvea anterior. Patologis anatomi : di iris dan badan siliar didapatkan sel
plasma dan sel-sel mononuklear.
4
3. Uveitis Campuran
Merupakan campuran dari kedua gejala tersebut.
4

Patofisiologi
Peradangan uvea biasanya unilateral, dapat disebabkan oleh defek
langsung suatu infeksi atau merupakan fenomena alergi. Infeksi piogenik biasanya
mengikuti suatu trauma tembus okuli; walaupun kadang-kadang dapat juga terjadi
sebagai reaksi terhadap zat toksik yang diproduksi mikroba yang menginfeksi
jaringan tubuh di luar mata. Uveitis yang berhubungan dengan mekanisme alergi
merupakan reaksi hipersensitifitas terhadap antigen dari luar (antigen eksogen)
atau antigen dari dalam badan (antigen endogen). Dalam banyak hal antigen luar
berasal dari mikroba yang infeksius. Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea
terjadi lama setelah proses infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme
hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood Aqueous
Barrrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin dan sel-sel radang dalam
humor akuos yang tampak pada slitlamp sebagai berkas sinar yang
disebuit fler (aqueous flare). Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan
kuman, akan tetapi justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan, misalnya
perlekatan iris pada permukaan lensa (sinekia posterior).


Sel-sel radang yang terdiri dari limfosit, makrofag, sel plasma dapat
membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel pada

19

permukaan endotel kornea. Akumulasi sel-sel radang dapat pula terjadi pada tepi
pupil disebut koeppe nodules, bila dipermukaan iris disebut busacca nodules,
yang bisa ditemukan juga pada permukaan lensa dan sudut bilik mata depan. Pada
iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak sehingga
menimbulkan hipopion.
Otot sfingter pupil mendapat rangsangan karena radang, dan pupil akan
miosis dan dengan adanya timbunan fibrin serta sel-sel radang dapat terjadi
seklusio maupun oklusio pupil, sehingga cairan di dalam kamera okuli posterior
tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan dalam dalam camera
okuli posterior lebih besar dari tekanan dalam camera okuli anterior sehingga iris
tampak menggelembung kedepan yang disebut iris bombe (Bombans).
Gangguan pada humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan siliar
menyebabkan tekanan bola mata turun. Adanya eksudat protein, fibrin dan sel-sel
radang dapat berkumpul di sudut camera okuli anterior sehingga terjadi penutupan
kanal schlemm sehingga terjadi glukoma sekunder. Pada fase akut terjadi
glaucoma sekunder karena gumpalan gumpalan pada sudut bilik depan, sedang
pada fase lanjut glaucoma sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil.
Naik turunnya bola mata disebutkan pula sebagai peran asetilkolin dan
prostaglandin.
1
Adanya peradangan di badan siliar menyebabkan kekeruhan di dalam
badan kaca oleh sel-sel radang yang tampak sebagai kekeruhan seperti debu.
Sehingga metabolisme lensa terganggu, menyebabkan kekeruhan dan terjadi
katarak. Pada kasus yang lebih lanjut, kekeruhan badan kaca mengalami jaringan
organisasi dan tampak sebagai membran yang terdiri dari jaringan ikat dengan
neovaskularisasi yang berasal dari sistim retina disebut retinitis proliferans. Bila
membrana ini mengkerut, dapat menarik retina sehingga retina robek dan cairan
badan kaca melalui robekan itu masuk ke dalam celah retina potensial
mengakibatkan ablasi retina
4
.

Keluhan Subyektif
4
- Rasa sakit, terutama di bulbus okuli, sakitnya spontan atau pada
penekanan di daerah badan siliar

20

- Sakit kepala di kening yang menjalar ke temporal
- Fotofobia, bervariasi dan dapat demikian hebat pada uveitis anterior akut
- Lakrimasi yang terjadi biasanya sebanding dengan derajat fotofobia
- Gangguan visus dan bersifat unilateral
Gejala Obyektif
4
1. Palpebra bengkak
2. Konjungtiva bulbi : injeksi konjungtival dan injeksi silier
3. Korena keruh karena edema dan keratik presipitat
4. COA : dalamnya dapat normal, dapat pula dangkal bila terdapat iris bombe.
Jika terdapat sinekia posterior coa menjadi dalam. Efek Tyndal (flare)
positif sehingga berkas sinar di coa menjadi tampak karena dipantulkan
oleh sel-sel radang yang ada di coa. Mungkin ada hifema atau hipopion
5. Iris : suram, gambaran radier tak nyata karena pembuluh darah di iris
melebar sehingga gambaran kripta tak nyata. Warna iris dapat berubah.
Yang kelabu menjadi hijau, sedang yang coklat menjadi seperti lumpur.
Pada warna-warna yang gelap perubahan warna ini sukar dilihat
6. Pupil : miosis, pinggir tak teratur karena adanya sinekia posterior atau
seklusio pupil. Mungkin juga terdapat perlengketan antara seluruh bagian
posterior iris pad alensa yang disebut sinekia posterior totalis. Dapat pula
pupil terisi membran yang berwarna keputih-putihan yaitu oklusi pupil
7. Lensa dapat keruh
8. Badan kaca juga dapat menjadi keruh

Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium sangat dibutuhkan guna mendapat sedikit gambaran
mengenai penyebab uveitis. Pada pemeriksaan darah, yaitu Differential count,
eosinofilia : kemungkinan penyebab parasit atau alergi, VDRL, BTA, Autoimun
marker (ANA, Reumatoid factor, Antidobble Stranded DNA), Calcium, serum
ACE level (sarcoidosis), Toxoplasma serologi dan serologi TORCH lainnya.
Pemeriksaan urin berupa kalsium urin 24 jam (sarcoidosis) dan Kultur (bechets
reitters). Pemeriksaan Radiologi, yaitu Foto thorax (Tbc, Sarcoidosis,
Histoplasmosis), Foto spinal dan sendi sacroiliaka (Ankylosing sponfilitis), Foto

21

persendian lainya (Reumatoid arthritis, juvenile rheumatoid arthritis) dan Foto
tengkorak, untuk melihat adakah kalsifikasi cerebral (toxoplasmosis)
Skin Test, yaitu Mantoux test, untuk Tbc, Pathergy test, untuk Bechets
disease akan terjadi peningkatan sensivitas kulit terhadap trauma jarum pada
pasien bila disuntikkan 0,1 ml saline intradermal dalam 18-24 jam kemudian
terjadi reaksi pustulasi. Pemeriksaan-pemeriksaan tersebut diperlukan untuk
mengetahui etiologi secara spesifik, bila dicurigai adanya kecurigaan penyakit
sistemik, Uveitis rekuren, Uveitus bilateral, Uveitis berat, Uveitis posterior
dan Onsetnya muda.
6

Tabel : Anjuran pemeriksaan Untuk mengetahui penyebab sistemik uveitis
anterior
Penyakit yang
dicurugau
berdasarkan
riwayat dan
pemeriksaan
fisik
Hasil
laboratorium
Pemeriksaan
radiologi
Konsultasi Pemeriksaan
lainnya
Ankylosing
spondylitis
ESR,(+)
HLA-B27
Sacroiliac x-
rays
Rheumatologist
Inflammatory
bowel disease
(+)HLA-B27 Internist or
gastroenterologist

Reiters
syndrome
ESR,(+)
HLA-B27
Joint x-
rays
Internist,
urologist,
rheumatologist
Cultures;
conjunctival,
urethral,
prostate
Psoriatic
arthritis
(+)HLA-B27 Rheumatologist,
dermatologist

Herpes Diagnosis
klinis
Dermatologist
Behcets
disease
(+)HLA-B27 Internist or
Rheumatologist
Behcets skin
puncture
test

22

Lyme disease ELISA or
Lyme
immunofluorescent
assay
Internist,
rheumatologis

Juvenile
rheumatoid
arthritis
ESR,(+)ANA,
(-)Rheumatoid
factor
Joint x- rays Rheumatologist
or
pediatrictian

Sarcoidosis Angiotensin
converting
enzyme (ACE)
Chest x-ray Internist
Syphilis (+)RPR or
VDRL
FTA-ABS or
MHA-
TP
Internist
Tuberculosis Chest x-ray Internist Purified
protein
derivative
(PPD)
skin test
Adapted from Cullen RD,Chang B,eds.The Wills eye
manual.Philadelphia:JBLippincott,1994:354-5.
6

Diagnosis Banding
4
- Konjungtivitis akuta
- Glaukoma akut
Tanda Konjungtivitis
akut
Iridosiklitis akut Glaukoma akut
Sakit Tidak atau hanya
sedikit
Sedang, terutama
mengenai mata
dan yang diurus
N.V
Hebat diseluruh
bulbus okuli
dan yang diurus
oleh N.V
Injeksi Injeksi Injeksi perikornea Injeksi

23

konjungtivita konjungtiva,
perikornea dan
episklera
Pupil Normal Miosis, irreguler Lebar, lonjong
Reaksi cahaya Normal Berkurang Berkurang
sampai (-)
Media Jernih Keruh di kornea
oleh
keratikpresipitat,
edema coa : sel
radang
Pupil : oklusi
pupil
Lensa : katarak
Badan kaca : sel-
sel radang
Kornea keruh
karena edema.
Pada keadaan
lanjut lensa
katarak
Visus Baik Sedang, tidak
begitu buruk
Buruk sekali
Timbulnya Perlahan-lahan Perlahan-lahan Tiba-tiba
Gejala sistemik Tak ada Sedikit Muntah-muntah
Pemeriksaan
sekret
Ada kuman
penyebab
Negatif Negatif
Tensi intra
okuler
Normal Normal, tinggi,
turun
Tinggi sekali

Terapi
Penatalaksanan yang utama untuk uveitis tergantung pada keparahannnya
dan bagian organ yang terkena. Baik pengobatan topical atau oral adalah
ditujukan untuk mengurangi peradangan.

Tujuan dari pengobatan uveitis anterior
adalah memperbaiki visual acuity, meredakan nyeri pada ocular, menghilangkan

24

inflamasi ocular atau mengetahui asal dari peradangannya, mencegah terjadinya
sinekia, dan mengatur tekanan intraocular.
6
1. Pada umumnya harus secepatnya diberikan sulfas atropin 1% oleh karena
bekerjanya cepat dan khasiatnya lama (kira-kira 2 minggu). Dapat pula
diberikan dalam bentuk salep mata. Pada anak-anak lebih baik diberikna
salep mata karena sering menangis sehingga jika diberikan tetes mata akan
cepat keluar lagi dengan air mata.
Khasiat sulfas atropin :
- Mnegurangi kongesti pada tempat peradangan
- Menyebabkan midriasis sehingga melepaskan sinekia posterior yang ada
dan mencegah pembentukan yang baru
- Melumpuhkan oto sfingter pupil dan otot siliar sehingga mata tak dapat
berakomodasi dan dalam keadaan istirahat
Mula mula diberikan setiap 2 jam satu tetes sampai pupil lebar sekali
dan tetap lebar. Kemudian cukup 3 kali sehari. Pada pemberian sebaiknya
daerah sakus lakrimal ditekan karena sering toksik. Akibat pemberian
sulfas atropin maka sudut coa menjadi sempit sehingga menimbulkan
glaukoma. Oleh karena itu pada pemberian sulfas atropin perlu
pengukuran tekanan intraokuler. Bila timbul glaukoma segera berikan
diamox yang cara kerjanya mengurangi pembentukan cairan bilik mata.
Tetapi hati-hati bila ada gangguan faal gingajl atau tanda-tanda penderit
atak tahan terhadap diamox yaitu berupa perut kembung, bibir kering,
terasa kesemutan. Bila ada gejala ini hentikanlah pemberian diamox
dengan segera. Jika terdapat tanda-tanda toksis terhadap sulfas atropin
yang berupa muka menjadi merah, gelisah, kerongkongan kering dapat
diganti dengan hidrbromas skopolamin 2% dan diadakan netralisasi
dengan fisostigmin mg.
2. Untuk menghilangkan rasa sakit, diberikan analgetik. Kompres hangat
diberikan 2-3 kali sehari selama 10 menit dapat menimbulkan hiperemia
yang aktif, resorpsi dipercepat dan penderita merasa senang. Tindakan ini
sudah jarang dilakukan.
3. Pengobatan terhadap penyebabnya.

25

4. Pemberian kortikosteroid lokal dan sistemik dengan khasiatnya anti proses
radang menghambat pembentukan kolagen jadi menghambat pembentukan
jaringan parut dan neovaskularisasi. Kortikosteroid lokal dapat diberikan
secara :
- Tetes mata : siang hari diberikan setiap jam satu tetes
- Salep mata diberikan pagi dan malam hari
- Suntikan subkonjungtival 2 kali seminggu 0,3 0,5 cc di jam 12 sejauh
mungkin di forniks supaya obat yang berwarna putih tertutup oleh
palpebra superior sehingga tak menimbulkan gangguan kosmetik.
Kortikosteroid sistemik sebagai tablet dapat diberikan 6-8 tablet sehari,
diberikan sekaligus pagi hari, sebaiknya sebelum jam 8 pagi dimana kadar
steroid dalam darah paling rendah. Dosis ini diberikan selang sehari untuk
mencegah malasnya korteks kelenjar adrenal sampai keadaan
menunjukkan perbaikan untuk kemudian dikurangi setiap 3 hari dengan
satu tablet hingga akhirnya tinggal satu tablet yang harus tetap dimakan
selama 2 minggu untuk memberi kesempatan kepada korteks kelenjar
suprarenal menjadi aktif kembali. Sebab pemberian kortikosteroid yang
banyak membuat kelenjar ini menjadi malas. Bila pada masa menurunan
timbul kekambuhan dosis ditambah lagi satu tablet sampai ada perbaikan
untuk kemudian diturunkan kembali secara bertahap. Sekarang sudah
banyak dibuat tablet kortikosteroid yang sintetis dengan gejala
sampingnya yang kecil seperti prednison, prednisolon, dexametason. Bila
dengna tablet tak menolong dapat diberikan ACTH sebagai drip intravena
sebanyak 25 IU yang dilarutkan dalam glukosa 5%. Kontraindikasi
pemberian kortikosteroid :
- TBC
- Diabetes mellitus
- Gangguan lambung, ulkus peptikum oleh karena adanya perforasi
Selama pemberian pengobatan harus diperhatikan :
- Berat badan. Bila berat badan naik dengan cepat berarti ada penumpukan
air karena ada Na retensi karena pemberian kortikosteroid yang lama harus
disertai pemberian KCL

26

- Tensi darah harus diperiksa setiap hari
- Pemeriksaan kadar Na, K dalam darah
- Pemeriksaan kadar gula darah
Berhasil tidaknya pengobtan ditentukan oleh daya tahan tubuh dan
virulensi kumannya oleh karenanya pemberian kortikosteroid tidak akan
berhasil bila tidak disertai dengan pengobatan penyebabnya.
Kortikosteroid dapat menurunkan daya tahan tubuh. Bila terdapat
penurunan daya tahan tubuh maka kuman dapat berkembang biak dengan
leluasa.
5. Perbaiki keadaan umum
Untuk memperbaiki daya tahan tubuh. Istirahat ditempat tidur, terlindung
cahaya, tak boleh membaca. Makanan yang mudah dicernakan, supaya
defekasi tetap lancar. Dilarang minum alkohol karena dapat menimbulkan
hiperemia. Memakai kacamata hitam.
6. Pada kasus yang sukar sembuh dapat dilakukan terapi seri demam. Dengan
memberikan 0,1 cc vaksin tifoid intravena atau 10 cc susu steril intravena
pula akan timbul kenaikan suhu tubuh. Dengan kenaikan sushu tubuh ini,
yang merupakan stres, medula suprarenal dirangsang untuk mengeluarkan
adrenalin yang merangsang hipofisis untuk mengeluarkan ACTH, ACTH
ini merangsang korteks kelenjar suprarenal untuk mengeluarkan macam-
macam kortikosteroid. Harus dijaga supaya suhu tubuh jangan sampai
melampaui 39 derajat dengan pemberian anti piretik dan kompres dingin.
7. Jangan lupa memeriksa bagian-bagian lain dari tubuh seperti hidung,
tenggorokan, gigi dsb untuk mencari penyebab dan mengobati
penyebabnya tersebut.
8. Pengobatan terhadap penyulit :
- Adanya sinekia posterior, seklusi pupil, oklusi pupil maka visus dapat
terganggu. Dalam hal ini dapat dilakukan iridektomi optis, di daerah fisura
palpebra untuk membuat pupil baru.
- Bila disertai glaukoma, setelah glaukomanya ditekan, dilakukan iridektomi
basalis, dimana iris dipotong sampai ke akarnya sehingga selain visusnya
diperbaiki juga glaukomanya diatasi.

27

- Pada seklusi pupil yang disertai iris bombe yang dapat menyebabkan
glaukoma sekunder dilakukan transfiksi iridis.
Tindakan tindakan operatif baru boleh dilakukan bila peradangan sudut
dapat diredakan. Bila dikerjakan sebelum radangnya tenang,
peradangannya dapat meluas lagi dan berakhir dengan kebutaan.
4
Komplikasi
Pada uveitis anterior dapat terjadi komplikasi berupa katarak, retinitis
proliferans, ablasi retina, glukoma sekunder yang dapat terjadi pada stadium dini
dan stadium lanjut, pada uveitis anterior dengan visus yang sangat turun, sangat
mungkin disertai penyulit edema macula kistoid.
6

Prognosis
Ditentukan oleh adanya penyulit. Jika terdapat glaukoma sekunder yang
dapat menekan pada N.II dan mengakibtakan kebutaan.
4
Kebanyakan kasus
uveitis anterior berespon baik jika dapat didiagnosis secara awal dan diberi
pengobatan. Uveitis anterior mungkin berulang, terutama jika ada penyebab
sistemiknya. Karena baik para klinisi dan pasien harus lebih waspada terhadap
tanda dan mengobati dengan segera.
6

Anda mungkin juga menyukai