Anda di halaman 1dari 2

CINTA ADALAH KESUNYIAN

Florentino Ariza mencoba bertahan dalam perjalanan yang


begitu berat dengan kesabaran yang membawa kesedihan pada ibunya
dan kegusaran pada teman-temannya. Ia tak berbicara pada
seorangpun. Hari-hari begitu tenang baginya, saat ia duduk di dekat
tangga, menatap buaya-buaya yang diam menjemur diri di tepi sungai
berlumpur, mulut mereka terbuka untuk menangkap kupu-kupu.Ia
memperhatikan sekawanan bangau yang muncul tanpa aba-aba di
rawa-rawa, dan beruk yang menyusui anaknya dan mengejutkan para
penumpang dengan lengking jeritannya yang mirip suara tangisan
perempuan.
Suatu hari ia melihat tiga sosok mayat manusia berwarna kehijauan
terapung di permukaan sungai, burung-burung bangkai bertengger di
atasnya. Awalnya dua sosok mayat melintas di atas kapal, salah satunya
tanpa kepala. Kemudian, mayat sosok perempuan muda mengapung,
rambutnya yang panjang dan ikal terpilin pada baling-baling kapal. Ia
tak tahu, karena tak seorangpun pernah tahu, apakah mereka korban
wabah kolera atau korban perang. Namun bau busuk yang
memuakkan mengotori kenangannya pada Fermina DazSelalu seperti
itu : setiap peristiwa baik atau buruk selalu mengandung keterkaitan
dengan perempuan itu. Di malam hari saat kapal membuang sauh dan
sebagian besar penumpang berjalan-jalan di geladak dengan putus asa,
ia menyimak novel-novel bergambar yang telah ia kenali sepenuh hati
di bawah penerangan lampu neon di ruang makan, satu-satunya
ruangan yang dibiarkan terang benderang hingga fajar tiba. Kisah
yang ia baca seringkali membawa pengaruh magis saat ia mengerti
tokoh-tokoh khayalan dengan orang-orang yang ia kenal dalam
kehidupan nyata, membuat dirinya dan Fermina Daza memainkan
peranan sepasang kekasih yang berseberangan. Di malam-malam yang
lain ia menulis surat-surat penuh kesedihan dan kemudian mencabik-
cabiknya lalu membuangnya kedalam arus sungai yang terus mengalir
kearah perempuan itu tanpa pernah berhenti saat paling sulit. Baginya
terkadang muncul dalam sosok
seorang pangeran pemalu atau seorangkekasih gelap yang coba
dilupakan hingga akhirnya hembusan angin mulai bertiupsepoi-sepoi
dan iapun tertidur diatas kursi dekat tangga.Suatu malam ia selesai
membaca lebih awal dari biasanya dan berjalan menuju kamar kecil.
Sebuah pintu terbuka saat ia melintasi ruang makan, sesosok tangan
mirip cakar seekor elang menyambar lengan bajunya dan menariknya
kedalam sebuah kamar. Dalam kegelapan ia bisa melihat sesosok tubuh
perempuan telanjang, tubuhnya yang muda berkilat oleh keringat yang
panas, napasnya terengah-engah. Perempuan itu mendorongnya
terbaring menengadah, membuka ikat pinggangnya, melorotkan
celananya, menduduki tubuhnya seolah-olah sedang menunggang kuda,
dan merampas keperjakaannya. Mereka berdua terperosok dalam sebuah
gairah yang menyakitkan, kedalam sebuah lubang tanpa dasar yang
hampa dan beraroma seperti rawa-rawa asin penuh udang. Kemudian
perempuan itu terbaring sejenak menindih tubuhnya, terengah-engah,
dan memintanya pergi dalam kegelapan.
Pergilah dan lupakan semua ini, ujar perempuan itu. Semua ini
tak pernah terjadi.
Serangan itu terjadi amat cepat dan begitu mendadak sehingga
hanya bisa dipahami sebagai sebuah kegiatan terencana, buah dari
sebuah persiapan matang hingga detil paling kecil dan bukan sekedar
kegiatan tak sengaja yang disebabkan oleh rasa bosan.
Kesadaran akan hal ini menimbulkan kemarahan pada diri
Florentino Ariza. Rasa nikmat yang baru saja ia alami menandakan
sesuatu yang tak bisa ia percayai, bahkan ia menolak untuk mengakui
bahwa khayalan cintanya pada Fermina Daza ternyata bisa digusur
oleh secuil nafsu duniawi. Ia penasaran ingin mengetahui siapa
sesungguhnya perempuan dengan naluri seekor macan kumbang yang
telah membawanya pada nasib buruk itu. Tapi ia tak pernah berhasil.
Semakin gigih ia mencari, kian jauh ia dari kebenaran.

Anda mungkin juga menyukai