Anda di halaman 1dari 26

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF

Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012



1
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Farmakologi merupakan sifat dari mekanisme kerja obat pada sistem tubuh
termasuk menentukan toksisitasnya. Jalur pemakaian obat yang meliputi
secara oral, rektal, dan parenteral serta yang lainnya harus ditentukan dan
ditetapkan petunjuk tentang dosis-dosis yang dianjurkan bagi pasien dalam
berbagai umur, berat dan status penyakitnya serta teknik penggunaannya atau
petunjuk pemakaiannya.

Bentuk sediaan dan cara pemberian merupakan penentu dalam
memaksimalkan proses absorbsi obat oleh tubuh karena keduanya sangat
menentukan efek biologis suatu obat seperti absorpsi, kecepatan absorpsi dan
bioavailabilitas (total obat yang dapat diserap), cepat atau lambatnya obat
mulai bekerja (onset of action), lamanya obat bekerja (duration of action),
intensitas kerja obat, respons farmakologik yang dicapai serta dosis yang
tepat untuk memberikan respons tertentu.

Obat sebaiknya dapat mencapai reseptor kerja yang diinginkan setelah
diberikan melalui rute tertentu yang nyaman dan aman seperti suatu obat yang
memungkinan diberikan secara intravena dan diedarkan di dalam darah
langsung dengan harapan dapat menimbulkan efek yang relatif lebih cepat
dan bermanfaat.

Hipnotik-sedatif adalah obat depresan SSP yang tidak selektif, efek mulai
ringanberat (hilangnya kesadaran, anestesi, koma, mati). Psikotropika adalah
obat yang bekerja pada atau mempengaruhi fungsi psikis, kelakuan atau
pengalaman. Psikotropika adalah obat simptomatik, karena patofisiologi

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

2
penyakit jiwa belum jelas. ECT (Elektro Convulsive Therapy) masih
digunakan untuk terapi depresi berat dengan kecenderungan bunuh diri.

Obat-obatan maka ini diproduksi untuk keperluan dunia medis untuk
keperluan pengobatan. Karena daya kerjanya obat-obatan tersebut sangatlah
keras, sehingga penggunaannyapun harus diawasi dan melalui resep dokter.
Obat-obatan yang dimaksud jika disalah gunakan akan berpengaruh dan
merusak psikis maupun fisik dari si pemakai dan mengakibatkan
ketergantungan sebagaimana narkotika lainnya.

B. TUJUAN PERCOBAAN
Mengenal, mempraktikkan, dan membandingkan cara-cara pemberian obat
terhadap kecepatan absorbsinya, menggunakan data farmakologi sebagai
tolak ukurnya.
Mempelajari dan mengamati penaruh dari obat penekan syaraf pusat.

C. DASAR TEORI
Menurut PerMenKes 917/Menkes/Per/x/1993, obat adalah sediaan atau
paduan-paduan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki
secara fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosa,
pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan
kontrasepsi. Menurut Ansel (1985), obat adalah zat yang digunakan untuk
diagnosis, mengurangi rasa sakit, serta mengobati atau mencegah penyakit
pada manusia atau hewan. Obat dalam arti luas ialah setiap zat kimia yang
dapat mempengaruhi proses hidup, maka farmakologi merupakan ilmu yang
sangat luas cakupannya. Namun untuk seorang dokter, ilmu ini dibatasi
tujuannya yaitu agar dapat menggunakan obat untuk maksud pencegahan,
diagnosis, dan pengobatan penyakit. Selain itu, agar mengerti bahwa
penggunaan obat dapat mengakibatkan berbagai gejala penyakit. (Bagian
Farmakologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia).


PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

3
Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap untuk
digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau
keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan,
penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi
(Kebijakan Obat Nasional, Departemen Kesehatan RI, 2005).

Obat merupakan benda yang dapat digunakan untuk merawat penyakit,
membebaskan gejala, atau memodifikasi proses kimia dalam tubuh. Obat
merupakan senyawa kimia selain makanan yang bisa mempengaruhi
organisme hidup, yang pemanfaatannya bisa untuk mendiagnosis,
menyembuhkan, mencegah suatu penyakit.
Cara pemberian obat serta tujuan penggunaannya adalah sebagai berikut:
a. Oral
Obat yang cara penggunaannya masuk melalui mulut. Keuntungannya
relatif aman, praktis, ekonomis. Kerugiannya timbul efek lambat; tidak
bermanfaat untuk pasien yang sering muntah, diare, tidak sadar, tidak
kooperatif; untuk obat iritatif dan rasa tidak enak penggunaannya
terbatas; obatyang inaktif/terurai oleh cairan lambung/ usus tidak
bermanfaat (penisilin G, insulin); obat absorpsi tidak teratur. Untuk
tujuan terapi serta efek sistematik yang dikehendaki, penggunaan oral
adalah yang paling menyenangkan dan murah, serta umumnya paling
aman. Hanya beberapa obat yang mengalami perusakan oleh cairan
lambung atau usus. Pada keadaan pasien muntah-muntah, koma, atau
dikehendaki onset yang cepat, penggunaan obat melalui oral tidak dapat
dipakai.
b. Sublingual
Cara penggunaannya, obat ditaruh dibawah lidah. Tujuannya supaya
efeknya lebih cepat karena pembuluh darah bawah lidah merupakan pusat
sakit. Misal pada kasus pasien jantung. Keuntungan cara ini efek obat

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

4
cepat serta kerusakan obat di saluran cerna dan metabolisme di dinding
usus dan hati dapat dihindari (tidak lewat vena porta)
c. Inhalasi
Penggunaannya dengan cara disemprot (ke mulut). Misal obat asma.
Keuntungannya yaitu absorpsi terjadi cepat dan homogen, kadar obat
dapat dikontrol, terhindar dari efek lintas pertama, dapat diberikan
langsung pada bronkus. Kerugiannya yaitu, diperlukan alat dan metoda
khusus, sukar mengatur dosis, sering mengiritasi epitel paru sekresi
saluran nafas, toksisitas pada jantung. Dalam inhalasi, obat dalam
keadaan gas atau uap yang akan diabsorpsi sangat cepat melalui alveoli
paru-paru dan membran mukosa pada perjalanan pernafasan.
d. Rektal
Cara penggunaannya melalui dubur atau anus. Tujuannya mempercepat
kerja obat serta sifatnya lokal dan sistemik. Obat oral sulit/tidak dapat
dilakukan karena iritasi lambung, terurai di lambung, terjadi efek lintas
pertama. Contoh, asetosal, parasetamol, indometasin, teofilin, barbiturat.
e. Pervagina
Bentuknya hampir sama dengan obat rektal, dimasukkan ke vagina,
langsung ke pusat sasar. Misal untuk keputihan atau jamur.
f. Parentral
Digunakan tanpa melalui mulut, atau dapat dikatakan obat dimasukkan de
dalam tubuh selain saluran cerna. Tujuannya tanpa melalui saluran
pencernaan dan langsung ke pembuluh darah. Misal suntikan atau insulin.
Efeknya biar langsung sampai sasaran. Keuntungannya yaitu dapat untuk
pasien yang tidak sadar, sering muntah, diare, yang sulit menelan/pasien
yang tidak kooperatif; dapat untuk obat yang mengiritasi lambung; dapat
menghindari kerusakan obat di saluran cerna dan hati; bekerja cepat dan

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

5
dosis ekonomis. Kelemahannya yaitu kurang aman, tidak disukai pasien,
berbahaya (suntikan infeksi). Istilah injeksi termasuk semua bentuk obat
yang digunakan secara parentral, termasuk infus. Injeksi dapat berupa
larutan, suspensi, atau emulsi. Apabila obatnya tidak stabil dalam cairan,
maka dibuat dalam bentuk kering. Bila mau dipakai baru ditambah aqua
steril untuk memperoleh larutan atau suspensi injeksi.
g. Topikal/lokal
Obat yang sifatnya lokal. Misal tetes mata, tetes telinga, salep. Suntikan.
Diberikan bila obat tidak diabsorpsi di saluran cerna serta dibutuhkan
kerja cepat.
Tabel Penggunaan Bentuk Sediaan

Sumber: Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi (Howard C. Ansel)
Absorpsi Obat
Adalah perpindahan obat dari tempat pemberian menuju ke sirkulasi
darah dan target aksinya. Untuk memasuki aliran sistemik/pembuluh darah,
obat harus dapat melintasi membran/barrier. Merupakan faktor terpenting
bagi obat untuk mencapai tempat aksinya (misal: otak, jantung, anggota

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

6
badan lain). Obat harus dapat melewati berbagai membran sel (misalnya sel
usushalus, pembuluh darah, sel glia di otak, sel saraf).
Obat penenang adalah zat yang menginduksi sedasi dengan mengurangi
iritabilitas atau kegembiraan. Pada dosis yang lebih tinggi dapat
menyebabkan bicara cadel, kiprah mengejutkan, penilaian yang buruk, dan
lambat, pasti refleks. Dokter sering memberikan obat penenang kepada
pasien dalam rangka untuk menumpulkan kecemasan pasien yang berkaitan
dengan prosedur menyakitkan atau kecemasan-merangsang. Meskipun obat
penenang tidak meringankan rasa sakit pada diri mereka sendiri, mereka
dapat menjadi tambahan yang berguna untuk analgesik dalam
mempersiapkan pasien untuk pembedahan, dan biasanya diberikan kepada
pasien sebelum mereka dibius, atau sebelum prosedur yang sangat tidak
nyaman dan invasif lain seperti kateterisasi jantung, kolonoskopi atau MRI.
Mereka meningkatkan tractability dan kepatuhan anak-anak atau pasien
bermasalah atau menuntut.Pasien di unit perawatan intensif hampir selalu
dibius (kecuali mereka tidak sadar dari kondisi mereka pula). Dosis obat
penenang seperti benzodiazepin bila digunakan sebagai hipnosis untuk
menginduksi tidur cenderung lebih tinggi daripada yang digunakan untuk
meredakan kecemasan di mana karena hanya dosis rendah yang diperlukan
untuk memberikan efek menenangkan obat penenang.
Sedatif dapat disalahgunakan untuk menghasilkan efek terlalu-
menenangkan (alkohol yang obat penenang klasik dan paling umum). Pada
dosis tinggi atau ketika mereka disalahgunakan, banyak dari obat-obatan ini
dapat menyebabkan ketidaksadaran dan bahkan kematian. Ada beberapa
tumpang tindih antara istilah penenang dan hipnosis. Meskipun efek yang
dijelaskan oleh dua istilah yang berbeda, obat-obatan yang menyebabkan
efek yang dijelaskan oleh salah satu istilah yang sering juga menyebabkan
efek yang dijelaskan dengan istilah lain.

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

7
Namun, kemajuan dalam farmakologi telah diizinkan menargetkan lebih
spesifik reseptor, dan selektivitas yang lebih besar dari agen, yang
memerlukan presisi yang lebih besar ketika menggambarkan agen-agen dan
efek mereka: Anxiolytic merujuk secara khusus untuk efek pada kecemasan.
(Namun, beberapa benzodiazipines yang sedatif, hipnotik, dan anxiolytics.)
Penenang dapat merujuk pada anxiolytics atau antipsikotik. Pil obat tidur dan
tidur dekat-sinonim untuk hipnotik. Sedasi kadang-kadang dapat
meninggalkan pasien dengan amnesia jangka panjang atau jangka pendek.
Lorazepam adalah salah satu agen farmakologis seperti yang dapat
menyebabkan amnesia anterograde. Unit perawatan intensif pasien yang
menerima dosis tinggi selama waktu yang cukup lama, biasanya melalui
infus, lebih mungkin mengalami efek samping seperti.
Obat-obat penenang (antipsikotik) berbeda pengaruhnya dengan hipnotik
sebab tidak menimbulkan efek anetetik. Sebagai contoh klorpromasin dan
reserpin, penekanannya pada SSP tidak terlalu dalam sehingga hanya
menimbulkan efek sedasi. Efek sedatif dapat mempengaruhi kemampuan
koordinasi motorik hewan uji. Besar kecilnya pengaruh terhadap koordinasi
motorik tersebut dapat menggambarkan besar kecilnya efek sedatif.
Fisiologi Tidur
Kebutuhan akan tidur dapat dianggap sebagai suatu perlindungan dari
organisme untuk menghindari pengaruh yang merugikan tubuh karena kurang
tidur. Tidur yang baik, cukup dan lama adalah mutlak untuk regenerasi sel-sel
tubuh, dan memungkinkan pelaksanaan aktivitas pada siang hari dengan baik.
Efek terpenting yang mempengaruhi kualitas tidur adalah penyingkatan waktu
menidurkan, perpanjangan masa tidur, dan pengurangan jumlah periode
terbangun. Pasat tidur di otak (sumsum sambungan) mengatur fungsi fisiologi
ini yang sangat penting bagi kesehatan tubuh. Pada waktu tidur, aktifitas saraf
parasimpatik meningkat dengan efek penyempitan pupil, perlambatan
pernafasan, dan sirkulasi darah, serta stimulasi aktivitas saluran cerna dengan

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

8
penguatan peristaltic dan sekresi getah lambung-usus. Singkatnya, proses-
proses pengumpulan energi dan pemulihan tenaga dari organisme. Pada
umumnya, selama satu malam dapat dibedakan 4 sampai 5 siklus tidur dari
kira-kira 1,5 jam. Setiap siklus terdiri dari 2 stadia, yaitu :
A. Tidur non-REM
Disebut juga Slow Wave Sleep (SWS), berdasarkan registrasi aktivitas
listrik otak (EEG = elektro-encefalo-gram). Non-REM bercirikan denyutan
jantung, tekanan darah, dan pernafaasn yang teratur, serta relaksasi otot
tanpa gerakan otot muka atau mata. SWS ini berlangsung lebih kurang
satu jam lamanya dan meliputi berturut-turut 4 fase, di mana fase 3 dan 4
merupakan bentuk tidur yang terdalam, juga penting bagi perbaikan
(restorasi) alamiah dari sel-sel tubuh.
B. Tidur REM (Rapid Eye Movement) atau tidur parakdosal.
Dengan aktivitas EEG yang mirip dengan keadaan sadar dan aktif,
bercirikan gerakan mata cepat ke satu arah. Di samping itu jantung,
tekanan darah, dan pernafasan turun-naik, aliran darah ke otak bertambah,
dan otot-otot sangat relaks. Selama tidur REM yang pada kedua siklus
yang pertama berlangsung 5-15 menit lamanya, timbul banyak impian,
sehingga disebut juga tidur-mimpi. Berangsur-angsur fase mimpi menjadi
lebih panjang, hingga pada siklus terakhir dapat berlangsung antara 20-30
menit lamanya.
Bila tidur REM dirintangi dan menjadi lebih singkat, misalnya akibat obat
tidur, maka pasien mengalaminya sebagai tidur tidak nyenyak dan merasa
tidak fit. Hal ini akhirnya dapat menimbulkan gangguan psikis dan
mengganggu kesehatan. Saat berlangsungnya tidur paradoks terjadi
pembebasan nonadrenalin dengan cara aktivasi neuron locus soeruleus,
dan ini menyebabkan desinkronisasi gelombang EEG dan gerakan mata
diaktifkan. Pada waktu yang sama, pembebasan serotinin dihambat juga.

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

9
Alat pemacu yang menghambat bentuk ritmik dari proses ini masih belum
dikenal.
Fase non-REM memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan
restorasi jaringan tubuh. Sedangkan fase REM berkaitan dengan kegiatan
restorasi otak. Obat tidur pada umumnya menekan fase 3 dan 4 dari SWS
serta tidur REM. Walaupun pada penggunaan kronis, penekanan tidur
REM bersifat sementara, tetapi bila terapi dihentikan akan terjadi REM-
rebound sebagai kompensasi (Drs. Tan Hoan Tjay dan Drs. Kirana
Rahardja, 2002)
Semua sedatif-hipnotika akan menyebabkan tidur jika diberikan pada
dosis yang cukup tinggi. Efek sedatif-hipnotik terhadap tahapan tidur
bergantung dari beberapa faktor, termasuk obat tertentu, dosis, dan frekuensi
pemakaian. Meski ada pengecualian pengaruh sedatif-hipnotik terhadap pola
tidu normal adalah sebagai berikut :
1. Lamanya mula tidur berkurang (waktu yang diperlukan untuk tidur).
2. Lamanya tidur non-REM tahap 2 berkurang.
3. Lamanya tidur REM berkurang.
4. Lamanya tidur gelombang lambat berkurang.
Transpor sedatif-hipnotik di dalam darah merupakan proses dinamis
dimana molekul-molekul obat masukdan keluar jaringan pada kecepatan yang
bergantung pada aliran darah, perbedaan konsentrasi, dan permeabilitas.
Kelarutan di dalam lipid memegang peranan penting dalam menentukan
kecepatan dimana sedatif-hipnotika tertentu memasuki sistem saraf pusat.

Kelompok sedatif-hipnotik yang telah digunakan puluhan tahun adalah
kelompok barbiturat. Barbiturat pertama kali dikenalkan sebagai suatu sedatif
pada awal tahun 1990-an. Barbiturat bekerja pada seluruh sistem saraf pusat,
walaupun pada setiap tempat tidak sama kuatnya. Kapasitas barbiturat

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

10
membantu kerja GABA sebagian menyerupai kerja benzadiazepin, namun
pada dosis tinggi barbiturat menimbulkan depresi sistem saraf pusat yang
berat.

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

11
BAB II
ALAT DAN BAHAN

Alat-alat yang diperlukan adalah Rota-rod (Batang berputar), Spuit injeksi,
jarum sonde / ujung tumpul / membulat, Timbangan tikus dan Neraca analitik.
Sedangkan bahan-bahan yang diperlukan adalah Aquabidest, fenobarbital,
Klorpomasin, Diazepam, Hewan coba (Tikus).

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

12
BAB III
CARA KERJA

Siapkan alat-alat dibutuhkan, kemudian buatlah larutan dan suspensi dari
bahan bahan uji diperlukan. Setelah itu adaptasikan tikus letakan pada alat rotarod
selama 5 menit. Tandai tikus dari masing masing kelompok dan berikan bahan
bahan uji sebagai berikut:
Pada kelompok 1 diberikan aquaibidest secara per oral, waktu kelompok 2
diberikan fenobarbital secara per oral, kelompok 3 diberikan secara per oral, dan
kelompok 4 diberikan diazepam.
Setelah itu percobaan waktu 15. 30, 60 dan 120 di letakan tikus di atas
rotarod selama 2 menit, kemudian hitunglah jatuh dari rotarod berapa kali, selama
2 menit. Kalo sudah 2 menit letakan di tempat tikusnya.




PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

13
BAB IV
HASIL PERCOBAAN DAN PERHITUNGAN

A. Perhitungan Bahan
Dosis diazepam = 10 mg
Dosis Konversi =



=


=



Larutan stok =



= 0, 18 mg
Bahan zat yang diambil = V
1
. 5

= 10 mL . 0, 18 mg
V
1
= 0, 36 mL di-add sampai 10 mL
Volume pemberian =


= 1, 875 mL
B. Hasil Percobaan
Percobaan I
Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat
No
Hewan
Cara Pemberian Pemberian Onset Durasi
1. Parenteral Subkutan 09:53 19:44
2. Parenteral Intra muscular 08:00 28:00

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

14
3. Parenteral Intra vena 05:00 15:00
4. Enteral Per oral 30:00 70:00
5. Parenteral Intra peritoneal 12:00 19:00

Percobaan VI
Efek Sedatif
Menit ke- Per oral Subkutan Intra
muscular
Intra
peritoneal
Intra vena
15 7 7 10 12 12
30 7 6 8 8 8
60 8 0 5 7 7
90 7 5 3 6 5







PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

15
BAB V
PEMBAHASAN

Onset adalah lama waktu untuk mencapai kadar obat dalam darah mencapai
MEC (MEC adalah kadar obat terkecil dalam darah yang sudah bisa menimbulkan
efek).
Durasi adalah lamanya waktu kadar obat dalam darah dapat menimbulkan
efek ( kadar berada pada MEC ataupun diatasnya).
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk
kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau
kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2,
yaitu enteral dan parenteral (Priyanto, 2008).
1. Jalur Enteral
Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI),
seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral.
Pemberian melalui oral merupakanjalur pemberianobat paling banyak
digunakankarena paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian
dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak
dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan.
Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan di atas juga
alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan
jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan
emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral.
2. Jalur Parenteral
Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah
transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

16
trakea menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat
melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal.
MONOGRAFI BAHAN

C
16
H
13
CIN
2
O (BM 284,74)
Diazepam mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0
% C
16
H
13
CIN
2
O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk
hablur; putih atau hampir putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau; rasa,
mula-mula tidak mempunyai rasa, kemudian pahit. Kelarutan agak sukar larut
dalam air; tidak larut dalam etanol (95%)P; mudah larut dalam kloroform P.
Identifikasi
A. Spectrum serapan inframerah hanya menunjukkan maksimum pada
panjang gelombang yang sama dan mempunyai intensitas relatif yang
sama seperti pada diazepam PK.
B. Spektrum serapan ultraviolet larutan 0,0005 % b/v dalam asam klorida 0,1
N setebal 2 cm pada daerah panjang gelombang antara 230 nm dan 350
nm menunjukkan maksimum pada 241 nm dan 286 nm. Serapan pada 241
nm lebih kurang 1,0; serapan pada 286 nm lebih kurang 0,48.
C. Spektrum serapan ultraviolet larutan 0,0015 % b/v dalam asam 0,1N
setebal 2cm pada daerah panjang gelombang antara 325 nm dan 400 nm
menunjukkan maksimum hanya pada 362 nm. Serapan pada 362 nm lebih
kurang 0,44. D. Bakar 20mg menurut cara pembakaran dengan oksigen
menggunakan cairan jerap 5 ml larutan natrium hidroksida P5% b/v.

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

17
Setelah proses pembakaran selesai asamkan dengan asam sulfat encer P,
panaskan perlahan-lahan selama 2 menit, larutan menunjukkan reaksi
klorida yang tertera pada reaksi identifikasi.
Suhu lebur 130
o
sampai 134
o
. Penyimpnn dalam wadah tertutup baik,
terlindung dari cahaya. Khasiat dan penggunaan sedativum. Dosis maksimum
sehari 40 mg.
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-
kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan
senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air.
Secara umum , senyawa aktif benzodiazepine dibagi kedalam empat kategori
berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :
1. Benzodiazepin ultra short-acting.
2. Benzodiazepin short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam.
Termasuk didalamnya triazolam, zolpidem dan zopiclone.
3. Benzodiazepin intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam.
Termasuk didalamnya estazolam dan temazepam.
4. Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam.
Termasuk didalamnya flurazepam, diazepam dan quazepam.
SEDIAAN
Tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagai dosis sediaan. Beberapa contoh
nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid, Valium, Validex dan
Valisanbe, untuk sediaan tunggal dan Neurodial, Metaneuron dan
Danalgin, untuk sediaan kombinasi dengan metampiron dalam bentuk sediaan
tablet.



PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

18
MEKANISME KERJA
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan
neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat,
terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan
oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin
akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi
berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya
interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat,
dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA,
saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang
mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan
hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk
dirangsang berkurang.
PERLAKUAN
Hewan uji/ tikus pertama-tama ditimbang untuk mengetahui berat badannya.
Hal ini dilakukan agar kita dapat menentukan berapa banyak dosis, larutan stok
serta bahan obat yang akan dibuat. Setelah ditimbang, tikus diletakkan kembali di
dalam kotak tanpa penutup/jaring/kawat dan disiapkan bahan obat dengan
Diazepam 10 mg. Setelah larutan obat dibuat kemudian dimasukkan ke dalam
jarum suntik untuk dapat disuntikkan ke tikus secara subkutan atau disuntikkan di
daerah tengkuk tikus. Cara memegang/mengangkat tikuspun tidak sembarangan.
Caranya adalah dengan menjepit leher tikus dengan jari telunjuk dan tengah yang
membentuk huruf V dan menggenggam badannya dengan tiga jari lainnya.
Diusahakan tidak menyakiti tikus.
Setelah memberikan obat secara subkutan kepada tikus, diamati apa yang
terjadi pada tikus. Awalnya tikus yang pertama-tamanya diam dan cenderung
pasif setelah diberi obat, tikus itu lebih banyak bereaksi dengan menggosok-
gosokkan daerah tengkuk sampai kepalanya dengan kedua kaki depannya. Tapi
lama-kelamaan efek sedatif muncul pada tikus. Ketika kotak tempatnya

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

19
digerakkan atau digoyang-goyangkan, tikus itu tidak bereaksi sama sekali. Baru
beberapa menit kemudian, tikus itu kembali bereaksi saat disentuh atau kotak
tempatnya digerakkan.
Untuk mengetahui apakah efek sedatif masih ada atau tidak, tikus diletakkan
di atas rota-rod yang berputar dan dihitung berapa kali dia terjatuh pada menit ke-
15, 30, 60, dan 90. Tikus pertama-tama akan terjatuh dari rota-rod karena masih di
bawah pengaruh obat tapi untuk menit-menit selanjutnya, tikus sudah dapat
berlari di atas rota-rod tanpa terjatuh. Untuk hasil terakhir di menit ke- 90, tikus
percobaan malah terjatuh sebanyak 5 kali. Padahal seharusnya dia tidak terjatuh
lagi karena pengaruh obat akan menghilang perlahan-lahan. Hal ini bisa saja
dikarenakan alat rota-rod yang tidak berputar atau berfungsi dengan baik.


PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

20
PENGARUH RUTE PEMBERIAN TERHADAP ONSET DAN DURASI
0
2
4
6
8
10
12
14
0 20 40 60 80 100
Intra vena
Intra vena
6.8
7
7.2
7.4
7.6
7.8
8
8.2
0 20 40 60 80 100
Per oral
Per oral

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

21
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 20 40 60 80 100
Subkutan
Subkutan
0
2
4
6
8
10
12
0 20 40 60 80 100
Intra muscular
Intra muscular

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

22

Absorpsi didefinisikan sebagai masuknya obat dari tempat pemberiannya ke
dalam plasma. Kecuali pemberian I.V. dan inhalasi, hampir semua obat harus
masuk ke dalam plasma sebelum mencapai tempat kerjanya dan oleh karena itu
obat harus mengalami absorpsi lebih dahulu. Terdapat beberapa cara pemberian
obat yaitu: sublingual, per oral, per rektal, pemakaian pada permukaan epitel
(kulit, kornea, vagina, mukosa hidung), inhalasi, suntikan (subkutan,
intramuskuler, dan intratekal).
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier
absorbsi adalah membran epitel saluran cerna yang seperti halnya semua
membran sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua membran sel ditubuh
kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian, agar dapat melintasi membran
sel tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dulu
larut dalam air) (Anonim, 2007).
Cara pemberian dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat yang
berpengaruh juga terhadap onset dan durasi. Pada literature dijelaskan bahwa
onset paling cepat adalah intravena, intraperitonial, intramuscular, subkutan,
peroral. Hal ini terjadi karena:
0
2
4
6
8
10
12
14
0 20 40 60 80 100
Intra peritoneal
Intra peritoneal

PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

23
Pemberian obat secara intravena (IV) ini memiliki bioavaibilitas 100%
atau mendekati lah sekitar 99,99%. Karena segera tersebar ke seluruh
tubuh maka peberian IV memiliki mula kerja yang tepat.
Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat
langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Intramuscular mengandung lapisan lemak yang cukup kecil sehingga obat
akan terhalang oleh lemak sebelum terabasorbsi.
Subkutan mengandung lemak yang cukup banyak.
Peroral disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai
reseptor karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor
penghambat seperti protein plasma.
Dan durasi paling cepat adalah intravena, peroral, intraperitonial,
intramuscular, subkutan. Hal ini terjadi karena:
IV memiliki durasi lama kerja yang singkat. Dalam sekejap saja efek dari
obat akan habis. Ketika kita akan melalukan injeksi IV dengan volume
yang besar, maka perlu ditambah dengan vasoldilator.
Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang
dan banyak factor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi
semakin sedikit dan efek obat lebih cepat.
Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga
efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan
karena obat di metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat.
Intramuscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat
akan konstan dan lebih tahan lama.
Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi
lebih lama disbanding intramuscular.


PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

24
Jika melihat hasil percobaan sebelumnya, ternyata onset tercepat adalah
pemberian obat melalui intravena. Hal ini dikarenakan obat secara langsung
dibawa oleh pembuluh darah sehingga cepat diabsorpsi oleh tubuh. Sedangkan
durasi tercepat ternyata melalui intraperitoneal. Jika dibandingkan dengan
literature, hasil yang ada ternyata berbeda. Hal ini bisa saja terjadi karena adanya
cairan obat yang terjatuh ketika akan menyuntikkan ke hewan uji, atau bisa juga
karena berat badan tiap hewan uji yang beragam, dan volume pemberian obat
yang bervariasi.
EFEK SEDATIF
Pada percobaan keenam, untuk mengetahui efek sedatif tikus dilakukan
dengan cara rota-rod. Rota-rod merupakan sebuah alat seperti roda yang akan
berputar dan bila tikus diletakkan di dalamnya secara otomatis tikus akan berlari
mengikuti arah gerak rota-rod. Jika tikus jatuh di putaran berarti efek sedatif
dalam tubuhnya masih ada. Jika dilihat dari hasil percobaan, pada 15 menit
pertama tikus percobaan yang paling banyak jatuh adalah tikus yang diberi obat
melalui intravena dan intraperitoneal. Hal ini dikarenakan obat yang cepat
diabsorpsi oleh tubuh sehingga berefek sangat cepat.
Cara lain menentukan efek sedatif tikus adalah dengan daya cengkram,
refleks kornea, dan diameter pupil. Grip strenghth atau kekuatan menggenggam
caranya dengan memberikan pensil agar cakarnya dapat mencengkram pensil dan
tikus tidak jatuh ke meja. Refleks kornea yaitu bila kornea mata disentuh dengan
rambut, mencit normal akan menghindar dengan memejamkan mata dari skor
normal empat. Ukuran pupil dibandingkan antara sebelum dan sesudah diberi
obat. Pelebaran pupil menandakan bahwa hewan terpengaruh obat para
simpatolitik atau simpatomimetik.


PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

25
BAB VI
KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat setelah melakukan dua percobaan tersebut adalah:
1. Diazepam merupakan obat yang termasuk Benzodiazepin yang digunakan
sebagai obat penenang dan relaksasi.
2. Rute pemberian obat yang berbeda-beda berpengaruh terhadap absorpsi obat
di dalam tubuh.
3. Pemberian obat melalui intravena memiliki onset yang paling cepat.
4. Jatuhnya tikus dari rota-rod menandakan efek sedatif yang masih ada.
5. Cara lain menentukan efek sedatif pada hewan uji adalah dengan daya
cengkram, refleks kornea, dan diameter pupil.


PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012

26
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI.
Alfred Goodman Gilman. 2006. Goodman & Gilmans The Pharmacological
Basis of Therapeutics 11th Edition (electronic Version). New York: Mc-
Graw Hill Medical Publishing Division.
Anonim. Sedatives. [online]. Diunduh dari http://www.news-
medical.net/health/Sedatives-What-are-Sedatives-(Indonesian).aspx.
Tanggal 10 April 2013.
Barbara G. Wells, et.all. 2006. Pharmacotherapy Handbook 6th Edition
(Electronic Version). New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Ernst Mutschler. 1986. Dinamika Obat; Farmakologi dan Toksikologi
(terjemahan). Bandung: ITB.
Laurent C. Galichet. 2005. Clarkes Analysis of Drugs and Poisons 3rd Edition
(Electronic Version). London: Pharmaceutical Press.
Sean C. Sweetman, et.all. 2007. Martindale: The Complete Drugs Reference 35th
Edition (Electronic Version). London: Pharmaceutical Press.

Anda mungkin juga menyukai