= 0, 18 mg
Bahan zat yang diambil = V
1
. 5
= 10 mL . 0, 18 mg
V
1
= 0, 36 mL di-add sampai 10 mL
Volume pemberian =
= 1, 875 mL
B. Hasil Percobaan
Percobaan I
Pengaruh Cara Pemberian Terhadap Absorbsi Obat
No
Hewan
Cara Pemberian Pemberian Onset Durasi
1. Parenteral Subkutan 09:53 19:44
2. Parenteral Intra muscular 08:00 28:00
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
14
3. Parenteral Intra vena 05:00 15:00
4. Enteral Per oral 30:00 70:00
5. Parenteral Intra peritoneal 12:00 19:00
Percobaan VI
Efek Sedatif
Menit ke- Per oral Subkutan Intra
muscular
Intra
peritoneal
Intra vena
15 7 7 10 12 12
30 7 6 8 8 8
60 8 0 5 7 7
90 7 5 3 6 5
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
15
BAB V
PEMBAHASAN
Onset adalah lama waktu untuk mencapai kadar obat dalam darah mencapai
MEC (MEC adalah kadar obat terkecil dalam darah yang sudah bisa menimbulkan
efek).
Durasi adalah lamanya waktu kadar obat dalam darah dapat menimbulkan
efek ( kadar berada pada MEC ataupun diatasnya).
Rute pemberian obat menentukan jumlah dan kecepatan obat yang masuk
kedalam tubuh, sehingga merupakan penentu keberhasilan terapi atau
kemungkinan timbulnya efek yang merugikan. Rute pemberian obat dibagi 2,
yaitu enteral dan parenteral (Priyanto, 2008).
1. Jalur Enteral
Jalur enteral berarti pemberian obat melalui saluran gastrointestinal (GI),
seperti pemberian obat melalui sublingual, bukal, rektal, dan oral.
Pemberian melalui oral merupakanjalur pemberianobat paling banyak
digunakankarena paling murah, paling mudah, dan paling aman. Kerugian
dari pemberian melalui jalur enternal adalah absorpsinya lambat, tidak
dapat diberikan pada pasien yang tidak sadar atau tidak dapat menelan.
Kebanyakan obat diberikan melalui jalur ini, selain alasan di atas juga
alasan kepraktisan dan tidak menimbulkan rasa sakit. Bahkan dianjurkan
jika obat dapat diberikan melalui jalur ini dan untuk kepentingan
emergensi (obat segera berefek), obat harus diberikan secara enteral.
2. Jalur Parenteral
Parenteral berarti tidak melalui enteral. Termasuk jalur parenteral adalah
transdermal (topikal), injeksi, endotrakeal (pemberian obat ke dalam
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
16
trakea menggunakan endotrakeal tube), dan inhalasi. Pemberian obat
melalui jalur ini dapat menimbulkan efek sistemik atau lokal.
MONOGRAFI BAHAN
C
16
H
13
CIN
2
O (BM 284,74)
Diazepam mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101,0
% C
16
H
13
CIN
2
O dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian serbuk
hablur; putih atau hampir putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau; rasa,
mula-mula tidak mempunyai rasa, kemudian pahit. Kelarutan agak sukar larut
dalam air; tidak larut dalam etanol (95%)P; mudah larut dalam kloroform P.
Identifikasi
A. Spectrum serapan inframerah hanya menunjukkan maksimum pada
panjang gelombang yang sama dan mempunyai intensitas relatif yang
sama seperti pada diazepam PK.
B. Spektrum serapan ultraviolet larutan 0,0005 % b/v dalam asam klorida 0,1
N setebal 2 cm pada daerah panjang gelombang antara 230 nm dan 350
nm menunjukkan maksimum pada 241 nm dan 286 nm. Serapan pada 241
nm lebih kurang 1,0; serapan pada 286 nm lebih kurang 0,48.
C. Spektrum serapan ultraviolet larutan 0,0015 % b/v dalam asam 0,1N
setebal 2cm pada daerah panjang gelombang antara 325 nm dan 400 nm
menunjukkan maksimum hanya pada 362 nm. Serapan pada 362 nm lebih
kurang 0,44. D. Bakar 20mg menurut cara pembakaran dengan oksigen
menggunakan cairan jerap 5 ml larutan natrium hidroksida P5% b/v.
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
17
Setelah proses pembakaran selesai asamkan dengan asam sulfat encer P,
panaskan perlahan-lahan selama 2 menit, larutan menunjukkan reaksi
klorida yang tertera pada reaksi identifikasi.
Suhu lebur 130
o
sampai 134
o
. Penyimpnn dalam wadah tertutup baik,
terlindung dari cahaya. Khasiat dan penggunaan sedativum. Dosis maksimum
sehari 40 mg.
Diazepam adalah turunan dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-
kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on. Merupakan
senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak larut dalam air.
Secara umum , senyawa aktif benzodiazepine dibagi kedalam empat kategori
berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :
1. Benzodiazepin ultra short-acting.
2. Benzodiazepin short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam.
Termasuk didalamnya triazolam, zolpidem dan zopiclone.
3. Benzodiazepin intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam.
Termasuk didalamnya estazolam dan temazepam.
4. Benzodiazepin long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam.
Termasuk didalamnya flurazepam, diazepam dan quazepam.
SEDIAAN
Tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagai dosis sediaan. Beberapa contoh
nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid, Valium, Validex dan
Valisanbe, untuk sediaan tunggal dan Neurodial, Metaneuron dan
Danalgin, untuk sediaan kombinasi dengan metampiron dalam bentuk sediaan
tablet.
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
18
MEKANISME KERJA
Bekerja pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan
neuron GABA. Reseptor Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat,
terdapat dengan kerapatan yang tinggi terutama dalam korteks otak frontal dan
oksipital, di hipokampus dan dalam otak kecil. Pada reseptor ini, benzodiazepin
akan bekerja sebagai agonis. Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi
berbagai benzodiazepin dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanya
interaksi benzodiazepin, afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat,
dan dengan ini kerja GABA akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA,
saluran ion klorida akan terbuka sehingga ion klorida akan lebih banyak yang
mengalir masuk ke dalam sel. Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan
hiperpolarisasi sel bersangkutan dan sebagai akibatnya, kemampuan sel untuk
dirangsang berkurang.
PERLAKUAN
Hewan uji/ tikus pertama-tama ditimbang untuk mengetahui berat badannya.
Hal ini dilakukan agar kita dapat menentukan berapa banyak dosis, larutan stok
serta bahan obat yang akan dibuat. Setelah ditimbang, tikus diletakkan kembali di
dalam kotak tanpa penutup/jaring/kawat dan disiapkan bahan obat dengan
Diazepam 10 mg. Setelah larutan obat dibuat kemudian dimasukkan ke dalam
jarum suntik untuk dapat disuntikkan ke tikus secara subkutan atau disuntikkan di
daerah tengkuk tikus. Cara memegang/mengangkat tikuspun tidak sembarangan.
Caranya adalah dengan menjepit leher tikus dengan jari telunjuk dan tengah yang
membentuk huruf V dan menggenggam badannya dengan tiga jari lainnya.
Diusahakan tidak menyakiti tikus.
Setelah memberikan obat secara subkutan kepada tikus, diamati apa yang
terjadi pada tikus. Awalnya tikus yang pertama-tamanya diam dan cenderung
pasif setelah diberi obat, tikus itu lebih banyak bereaksi dengan menggosok-
gosokkan daerah tengkuk sampai kepalanya dengan kedua kaki depannya. Tapi
lama-kelamaan efek sedatif muncul pada tikus. Ketika kotak tempatnya
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
19
digerakkan atau digoyang-goyangkan, tikus itu tidak bereaksi sama sekali. Baru
beberapa menit kemudian, tikus itu kembali bereaksi saat disentuh atau kotak
tempatnya digerakkan.
Untuk mengetahui apakah efek sedatif masih ada atau tidak, tikus diletakkan
di atas rota-rod yang berputar dan dihitung berapa kali dia terjatuh pada menit ke-
15, 30, 60, dan 90. Tikus pertama-tama akan terjatuh dari rota-rod karena masih di
bawah pengaruh obat tapi untuk menit-menit selanjutnya, tikus sudah dapat
berlari di atas rota-rod tanpa terjatuh. Untuk hasil terakhir di menit ke- 90, tikus
percobaan malah terjatuh sebanyak 5 kali. Padahal seharusnya dia tidak terjatuh
lagi karena pengaruh obat akan menghilang perlahan-lahan. Hal ini bisa saja
dikarenakan alat rota-rod yang tidak berputar atau berfungsi dengan baik.
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
20
PENGARUH RUTE PEMBERIAN TERHADAP ONSET DAN DURASI
0
2
4
6
8
10
12
14
0 20 40 60 80 100
Intra vena
Intra vena
6.8
7
7.2
7.4
7.6
7.8
8
8.2
0 20 40 60 80 100
Per oral
Per oral
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
21
0
1
2
3
4
5
6
7
8
0 20 40 60 80 100
Subkutan
Subkutan
0
2
4
6
8
10
12
0 20 40 60 80 100
Intra muscular
Intra muscular
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
22
Absorpsi didefinisikan sebagai masuknya obat dari tempat pemberiannya ke
dalam plasma. Kecuali pemberian I.V. dan inhalasi, hampir semua obat harus
masuk ke dalam plasma sebelum mencapai tempat kerjanya dan oleh karena itu
obat harus mengalami absorpsi lebih dahulu. Terdapat beberapa cara pemberian
obat yaitu: sublingual, per oral, per rektal, pemakaian pada permukaan epitel
(kulit, kornea, vagina, mukosa hidung), inhalasi, suntikan (subkutan,
intramuskuler, dan intratekal).
Absorbsi sebagian besar obat secara difusi pasif, maka sebagai barier
absorbsi adalah membran epitel saluran cerna yang seperti halnya semua
membran sel epitel saluran cerna, yang seperti halnya semua membran sel ditubuh
kita, merupakan lipid bilayer. Dengan demikian, agar dapat melintasi membran
sel tersebut, molekul obat harus memiliki kelarutan lemak (setelah terlebih dulu
larut dalam air) (Anonim, 2007).
Cara pemberian dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat yang
berpengaruh juga terhadap onset dan durasi. Pada literature dijelaskan bahwa
onset paling cepat adalah intravena, intraperitonial, intramuscular, subkutan,
peroral. Hal ini terjadi karena:
0
2
4
6
8
10
12
14
0 20 40 60 80 100
Intra peritoneal
Intra peritoneal
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
23
Pemberian obat secara intravena (IV) ini memiliki bioavaibilitas 100%
atau mendekati lah sekitar 99,99%. Karena segera tersebar ke seluruh
tubuh maka peberian IV memiliki mula kerja yang tepat.
Intraperitonial mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat
langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
Intramuscular mengandung lapisan lemak yang cukup kecil sehingga obat
akan terhalang oleh lemak sebelum terabasorbsi.
Subkutan mengandung lemak yang cukup banyak.
Peroral disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai
reseptor karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor
penghambat seperti protein plasma.
Dan durasi paling cepat adalah intravena, peroral, intraperitonial,
intramuscular, subkutan. Hal ini terjadi karena:
IV memiliki durasi lama kerja yang singkat. Dalam sekejap saja efek dari
obat akan habis. Ketika kita akan melalukan injeksi IV dengan volume
yang besar, maka perlu ditambah dengan vasoldilator.
Peroral, karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang
dan banyak factor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi
semakin sedikit dan efek obat lebih cepat.
Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga
efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan
karena obat di metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat.
Intramuscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat
akan konstan dan lebih tahan lama.
Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi
lebih lama disbanding intramuscular.
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
24
Jika melihat hasil percobaan sebelumnya, ternyata onset tercepat adalah
pemberian obat melalui intravena. Hal ini dikarenakan obat secara langsung
dibawa oleh pembuluh darah sehingga cepat diabsorpsi oleh tubuh. Sedangkan
durasi tercepat ternyata melalui intraperitoneal. Jika dibandingkan dengan
literature, hasil yang ada ternyata berbeda. Hal ini bisa saja terjadi karena adanya
cairan obat yang terjatuh ketika akan menyuntikkan ke hewan uji, atau bisa juga
karena berat badan tiap hewan uji yang beragam, dan volume pemberian obat
yang bervariasi.
EFEK SEDATIF
Pada percobaan keenam, untuk mengetahui efek sedatif tikus dilakukan
dengan cara rota-rod. Rota-rod merupakan sebuah alat seperti roda yang akan
berputar dan bila tikus diletakkan di dalamnya secara otomatis tikus akan berlari
mengikuti arah gerak rota-rod. Jika tikus jatuh di putaran berarti efek sedatif
dalam tubuhnya masih ada. Jika dilihat dari hasil percobaan, pada 15 menit
pertama tikus percobaan yang paling banyak jatuh adalah tikus yang diberi obat
melalui intravena dan intraperitoneal. Hal ini dikarenakan obat yang cepat
diabsorpsi oleh tubuh sehingga berefek sangat cepat.
Cara lain menentukan efek sedatif tikus adalah dengan daya cengkram,
refleks kornea, dan diameter pupil. Grip strenghth atau kekuatan menggenggam
caranya dengan memberikan pensil agar cakarnya dapat mencengkram pensil dan
tikus tidak jatuh ke meja. Refleks kornea yaitu bila kornea mata disentuh dengan
rambut, mencit normal akan menghindar dengan memejamkan mata dari skor
normal empat. Ukuran pupil dibandingkan antara sebelum dan sesudah diberi
obat. Pelebaran pupil menandakan bahwa hewan terpengaruh obat para
simpatolitik atau simpatomimetik.
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
25
BAB VI
KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat setelah melakukan dua percobaan tersebut adalah:
1. Diazepam merupakan obat yang termasuk Benzodiazepin yang digunakan
sebagai obat penenang dan relaksasi.
2. Rute pemberian obat yang berbeda-beda berpengaruh terhadap absorpsi obat
di dalam tubuh.
3. Pemberian obat melalui intravena memiliki onset yang paling cepat.
4. Jatuhnya tikus dari rota-rod menandakan efek sedatif yang masih ada.
5. Cara lain menentukan efek sedatif pada hewan uji adalah dengan daya
cengkram, refleks kornea, dan diameter pupil.
PENGARUH CARA PEMBERIAN TERHADAP ABSORBSI OBAT DAN EFEK SEDATIF
Doc. Kelompok 3 Farmasi Kelas B 2012
26
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Farmakologi dan Terapi. Jakarta: FKUI.
Alfred Goodman Gilman. 2006. Goodman & Gilmans The Pharmacological
Basis of Therapeutics 11th Edition (electronic Version). New York: Mc-
Graw Hill Medical Publishing Division.
Anonim. Sedatives. [online]. Diunduh dari http://www.news-
medical.net/health/Sedatives-What-are-Sedatives-(Indonesian).aspx.
Tanggal 10 April 2013.
Barbara G. Wells, et.all. 2006. Pharmacotherapy Handbook 6th Edition
(Electronic Version). New York: Mc Graw-Hill Book Company.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III.
Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Ernst Mutschler. 1986. Dinamika Obat; Farmakologi dan Toksikologi
(terjemahan). Bandung: ITB.
Laurent C. Galichet. 2005. Clarkes Analysis of Drugs and Poisons 3rd Edition
(Electronic Version). London: Pharmaceutical Press.
Sean C. Sweetman, et.all. 2007. Martindale: The Complete Drugs Reference 35th
Edition (Electronic Version). London: Pharmaceutical Press.