Anda di halaman 1dari 8

Laporan Praktikum Hari/tanggal: Selasa, 06 November 2012

Biokimia Waktu : 09.00 10.40 WIB


PJP : Popi Asri Kurniatin S.si, Apt., Msi
Asisten : Resti Siti Muthmainah, S.Si
Fitri Rosary, S.Si




Enzim I
Kelompok IX
Syofiyani J3L111092
Susanti Pratiwi J3L111160
Widya Soneta J3L111010

























PROGRAM KEAHLIAN ANALISIS KIMIA
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
Pendahuluan
Enzim merupakan protein yang berperan sangat penting dalam proses
aktivitas biologis (Kusnawijaya 1993). Enzim adalah suatu biokatalisator, yaitu
suatu bahan yang berfungsi mempercepat reaksi kimia dalam tubuh makhluk
hidup tetapi zat itu sendiri tidak ikut bereaksi karena pada akhir reaksi terbentuk
kembali. Suatu reaksi kimia yang berlangsung dengan bantuan enzim memerlukan
energi yang lebih rendah sehingga enzim berfungsi menurunkan energi aktivasi.
Sebagian besar enzim bekerja secara khas, artinya setiap jenis enzim hanya dapat
bekerja pada satu macam senyawa atau reaksi kimia. Hal ini disebabkan
perbedaan struktur kimia tiap enzim yang bersifat tetap. Sebagai contoh, enzim -
amilase hanya dapat digunakan pada proses perombakan pati menjadi glukosa.
Enzim tersusun atas bagian protein dan bukan protein. Bagian protein
disebut apoenzim, dan bagian non protein disebut kofaktor. Kofaktor dapat berupa
ion logam seperti Cu, Mg, K, Fe, Na atau koenzim yang berupa bahan organik,
misalkan vitamin B (B
1
dan B
2
). Enzim umumnya merupakan protein globular.
dan ukurannya berkisar dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-
oksalokrotonat tautomerase sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam
lemak sintase. Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya,
tetapi hanya sebagian kecil asam amino enzim yang secara langsung terlibat
dalam katalisis.
Seperti halnya protein-protein lain, enzim merupakan rantai asam amino
yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan
sifat-sifat kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat
berkumpul bersama dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat
mengalami denaturasi, yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif yang
disebabkan oleh pemanasan ataupun denaturan kimiawi. Denaturasi dapat bersifat
reversibel maupun ireversibel tergantung dari sifat enzim (Ahmad 2000). Kerja
enzim sangat dipengaruhi oleh zat inhibitor, yaitu bahan yang menghambat kerja
enzim. Ada 2 jenis inhibitor, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor non
kompetitif. Inhibitor kompetitif bekerja dengan cara berikatan pada tempat aktif
enzim. Akibatnya substrat yang tidak bisa berikatan dengan enzim. Sedangkan
inhibitor non kompetitif tidak berikatan dengan tempat aktif, tetapi menyebabkan
perubahan pada tempat aktif. Ini pun berakibat substrat tidak bisa berikatan
dengan enzim (Harper 1980).
Tujuan Percobaan
Percobaan bertujuan menentukan sifat dan susunan air liur atau saliva.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan tabung reaksi, pipet tetes, lempeng tetes dan alat-
alat gelas lainnya.
Bahan-bahan yang digunakan air liur (saliva),asam asetat encer, kertas
lakmus, pewarna penoftalein (PP) dan metil orange (MO), pereaksi Biuret,
pereaksi Millon, pereaksi Molisch, HNO
3
10%, AgNO
3
2%, asam asetat, HCl
10%, BaCl
2
, posfomolibdat, ferrosulfat, NaOH 10%, CuSO
4
dan akuades.
Prosedur Percobaan
Uji bobot jenis dilakukan dengan bobot densitometer kosong ditimbang.
Setelah itu, air liur secukupnya dimasukkan ke dalam densitometer. Bobot
densitometer dengan air liur ditimbbang. Percobaan dilakukan tiga kali ulangan.
Bobot jenis air liur kemudian dihitung.
Uji lakmus PP dan MO dilakukan dengan beberapa tetes air liur
ditempatkan dalam lempeng tetes. Kemudian pereaksi penoftalein dimasukkan ke
dalam lempeng tetes yang berisi air liur. Perubahan warna yang terjadi diamati.
Hal yang sama dilakukan dengan mengganti fenolftalein dengan metil orange
sebagai pereaksi. Selain itu ujimenggunakan kertas lakmus juga dilakukan. Kertas
lakmus asam diletakkan pada lempeng tetes. Kemudian saliva diteteskan
diatasnya. Perubahan warna yang terjadi diamati. Perlakuan yang sama dilakukan
dengan mengganti kertas lakmus asam dengan kertas lakmus basa.
Uji Biuret dilakukan dengan 3 ml air liur dalam tabung reaksi
ditambahkan dengan 1 ml NaOH 10%. Campuran kemudian dikocok sebentar dan
ditambahkan 1 tetes CuSO
4
. Perubahan warna yang terjadi diamati. Hasil reaksi
positif berupa larutan berwarna ungu.
Uji Millon dilakukan dengan penambahan 5 tetes peraksi Millon ke dalam
3 ml saliva (air liur). Campuran kemudian dipanaskan selama 5 menit dan diamati
perubahan warna dan keberadaan endapan. Perubahan warna menjadi merah
menandakan hasil uji yang positif.
Uji Mollisch dilakukan dengan penambahan pereaksi Mollisch sebanyak 2
tetes ke dalam 3 ml saliva. Setelah itu campuran dikocok sebentar kemudian
ditambahkan 3 ml H
2
SO
4
dengan cara dialirkan pelan-pelan dan pipetnya
ditempelkan di dinding tabung. Campuran diamati hingga terbentuk lingkaran
berwarna ungu (cincin ungu) diantara cairan.
Uji klorida dilakukan dengan 3 tetes larutan HNO
3
10% ditambahkan ke
dalam 2 ml saliva. Campuran kemudian ditambahkan AgNO
3
2% hingga endapan
putih terbentuk.
Uji musin dilakukan dengan 2 ml saliva dipipet ke dalam tabung reaksi.
Kemudian beberapa tetes CH
3
COOH ditambahkan ke dalam tabung reaksi.
Kemudian campuran diamati apakah terbentuk endapan putih.
Uji sulfat dilakukan dengan 2 ml saliva dipipet ke dalam tabung reaksi.
Larutan HCl 10% ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu campuran
kemudian ditambahkan BaCl
2
. Diamati apakah terbentuk endapan putih.
Uji fosfat dilakukan dengan 1 ml saliva dipipet ke dalam tabung reaksi.
Kemudian sebanyak 1 ml urea ditambahkan ke dalam tabung reaksi. Setelah itu
campuran kemudian ditambahkan 1 ml fosfomolibdat. Setelah itu ditambahkan 1
ml ferosulfat. Perubahan warna yang terjadi diamati hingga terbentuk endapan
berwarna biru.
Data dan Hasil Percobaan
Tabel 1 Hasil percobaan sifat dan susunan air liur (saliva).
Jenis uji Hasil pengamatan Perubahan warna
Bobot jenis BJ= 0.9135 g/ml -
Lakmus merah basa biru
Lakmus biru basa biru
Pewarna PP asam tidak bewarna
Pewarna MO asam orange
Uji Biuret + ungu
Uji Millon + merah
Uji Molisch + cincin ungu
Uji klorida + endapan putih
Uji sulfat + endapan putih
Lanjutan Tabel 1 Hasil uji sifat dan struktur air liur (saliva).
Jenis uji Hasil Pengamatan Perubahan warna
Uji pospat + biru
Uji musin + endapan putih

Keterangan :
PP : penoftalein
MO : metil orange
(-) : tidak terjadi perubahan warna
(+) : menunjukkan hasil yang positif untuk masing-masing uji










Gambar 1 Hasil percobaan sifat dan struktur enzim (a) uji lakmus biru, (b) lakmus
merah, (c) uji metil orange dan (d) uji penolftalein.






a b c d e f g
Gambar 2 Hasil percobaan sifat dan struktur enzim (a) uji Biuret, (b) uji Molisch,
(c) uji Millon, (d) uji khlorida, (e) uji fosfat, (f) uji sulfat dan (g) uji musin.

Pembahasan
Penentuan sifat asam atau basa saliva ditentukan dengan cara pengujian
indikator. Indikator yang digunakan adalah penolftalein (PP) dan Methyl Orange
(MO). Penoftalein merupakan pereaksi yang tak berwarna pada pH asam,
sedangkan metil orange merupakan pereaksi yang berwarna jingga pada pH asam.
Fenolftalein memiliki rentang pH 8.0 9.3 dengan perubahan warna dari tak
berwarna menjadi merah muda. Sementara itu, metil orange memiliki rentang pH
3.1 4.4 dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning (Harjadi 1986).
Berdasarkan percobaan, air liur yang telah ditetesi pereaksi penoftalein dan metil
orange masing-masing menghasilkan perubahan warna tak berwarna dan warna
jingga. Perubahan warna yang diakibatkan oleh penambahan pereaksi terhadap air
liur menunjukkan bahwa air liur memiliki pH yang asam. Kisaran pH air liur
antara 6.2 hingga 7.6 dengan rata-rata 6.7 (Girindra 1986).
Uji Biuret dan Millon dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya
kandungan protein dalam saliva. Berdasarkan percobaan dalam uji Biuret
memiliki hasil reaksi positif berupa larutan berwarna ungu ketika ditambahkan
CuSO
4
. Hasil dari uji Millon juga menunjukkan hasil yang positif yang
ditunjukkan dengan terbentuknya warna merah setelah dilakukan pemanasan.
Karena hasil uji Biuret dan Millon menunjukkan hasil yang positif, berarti pada
sampel saliva yang digunakan mengandung protein. Pereaksi CuSO
4
pada uji
Biuret berfungsi dalam menyediakan ion Cu
2+
yang nantinya akan bereaksi
dengan ikatan peptida dalam rantai polipeptida pada suasana basa. Hasil dari
reaksi ini berupa terbentuknya kompleks warna ungu (Harper 1980). Uji Molisch
dilakukan untuk menunjukkan ada atau tidaknya karbohidrat. Uji ini memberikan
hasil yang positif dengan terbentuknya cincin ungu kepada semua karbohidrat
yang lebih besar daripada tetrosa. Berdasarkan Uji Molisch terhadap saliva
menunjukkan reaksi yang positif, sedangkan menurut Lehninger (1998) bahwa
pada saliva tidak mengandung karbohidrat. Karbohidrat dalam air liur yang
dihasilkan probandus dapat disebabkan oleh masih adanya sisa-sisa makanan
yang terkandung dalam air liur.
Uji Musin dilakukan untuk menunjukkan apakah di dalam saliva terdapat
garam-garam anorganik seperti garam klorida, sulfat, posfat. Uji musin, uji
klorida, uji sulfat, dan uji fosfat terhadap saliva juga menunjukkan reaksi positif
karena saliva mengandung musin dan garam-garam anorganik yang ditandai
dengan terbentuknya endapan putih. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur
tidak mutlak adanya. Hal tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi
(Maryati 2000).
Prinsip uji klorida dengan 3 ml saliva ditambahkan dengan AgNO
3
dalam
suasana asam sehingga terbentuk endapan putih. Endapan putih dari hasil
pencampuran uji klorida merupakan endapan AgCl. Penggunaan preaksi HNO
3

untuk membuat suasana menjadi asam. Hasil percobaan menunjukkan hasil yang
telah sesuai dengan literatur bahwa saliva akan mendapat ion Cl yang berasal dari
cairan gigi. Ketika larutan uji dicampurkan dengan AgNO
3
dalam suasana asam
akan membentuk endapan putih atau AgCl (Gilvery & Goldstein 1996).
Simpulan
Berdasarkan percobaan dapat disimpulkan bahwa saliva mempunyai bobot
jenis 0.9135 g/ml. Berdasarkan uji lakmus, PP dan MO saliva memiliki pH asam.
Saliva mengandung protein berdasarkan uji Biuret dan uji Milon. Hasil positif
pada uji Molisch disebabkan adanya sisa makanan pada air liur probandus. Uji
musin, klorida, sulfat, dan fosfat menunjukkan reaksi yang positif.
Daftar Pustaka
Ahmad Hiskia. 2000. Larutan Asam dan Basa. Bandung: Exact Ganeca.
Gilvery dan Goldstein. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional Edisi 3.
Surabaya: Airlangga University Press.
Girindra A. 1986. Biokimia I. Jakarta: Gramedia.
Harjadi W. 1986. Ilmu Kimia Analaitik Dasar. Jakarta: Gramedia.
Harper et al. 1980. Biokimia (Review of Physiological Chemistry) Edisi 17.
Jakarta: EGC.
Kusnawijaya. 1993. Biokimia. Bandung: Exact Ganeca.
Lehinger AL. 1998. Dasar-Dasar Biokimia 1. Thenawijaya M, penerjemah.
Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Maryati Sri. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Jakarta: Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai