Anda di halaman 1dari 75

STANDARD

PENGOBATAN TB
International Standards
7 11, 13, 17, dan TB pada keadaan
Khusus
TUJUAN PELATIHAN
Tujuan Umum:
Setelah menyelesaikan modul ini, peserta latih mampu melakukan
pengobatan pasien TB sesuai ISTC dengan strategi DOTS


Tujuan Khusus:
setelah menyelesaikan modul ini, peserta latih mampu:
Menjelaskan prinsip dan tujuan pengobatan TB.
Menentukan paduan OAT yang tepat untuk setiap klasifikasi dan tipe
pasien.
Memahami pendekatan yang berpihak kepada pasien sehingga pasien
me-laksanakan pengobatan hingga selesai.
Menentukan PMO bersama pasien.
Melaksanakan monitoring / pemantauan pengobatan.
Menetapkan hasil akhir pengobatan.
Menjelaskan pengobatan pada keadaan khusus.


Tujuan Pengobatan TB
1. Menyembuhkan pasien
2. Mencegah Kematian karena TB
3. Mencegah Kekambuhan
4. Memutus mata rantai Penularan
5. Mencegah Resistensi Obat
6. Mengurangi dampak Ekonomi dan Sosial

TUJUAN DAN PRINSIP PENGOBATAN TB

Tujuan Pengobatan
Menyembuhkan pasien
Mencegah kematian
Mencegah kekambuhan
dan komplikasi
Memutuskan rantai
penularan
Mencegah terjadinya
resistensi terhadap OAT
Mengurangi dampak
negatif Sosial dan Ekonomi.

Prinsip Pengobatan
OAT dalam bentuk paduan obat
adekuat , dosis tepat.
Kombinasi Dosis Terpadu (KDT)
lebih menguntungkan untuk me
kepatuhan, sehingga dianjurkan.
Pengobatan sesuai klasifikasi dan
tipe pasien
Melakukan pengawasan langsung
dengan PMO
Pengobatan TB diberikan dalam 2
tahap, yaitu tahap awal dan
lanjutan
Setiap praktisi yang mengobati pasien tuberkulosis
mengemban tanggung jawab kesehatan masyarakat
yang penting untuk mencegah penularan infeksi lebih
lanjut dan terjadinya resistensi obat.
Untuk memenuhi tanggung jawab ini praktisi tidak
hanya wajib memberikan paduan obat yang memadai
tetapi juga memanfaatkan pelayanan kesehatan
masyarakat lokal dan sarana lain, jika memungkinkan,
untuk menilai kepatuhan pasien serta dapat
menangani ketidakpatuhan bila terjadi.


STANDARD UNTUK PENGOBATAN
STANDAR 7
Dasar Pengobatan TB
Menggunakan Obat Anti Tuberkulosis

o Obat banyak Rejimen Pengobatan
o Fase awal/Intensif dan Fase lanjutan
o Rejimen pengobatan pada Fase fase tersebut
o Pemberian Intermiten pada Fase lanjutan


D
Dormant
(No cure)

B
Acid
inhibition
C
Spurts of
metabolism

Continuous
growth
RIF PZ
A
INH
(RIF, SM)
High
Speed of
bacteria
growth
Low
Mitchison, Tubercle 66: 219-226
The Basis for Multi-Drug Therapy
Special
bacterial
population
hypothesis
and action of
the
specific drugs


(From Mitchison,
1985)
OBAT ANTI TB

LINI PERTAMA FIRST CHOICE

Rifampisin (R)
Isoniazid (H)
Pirazinamid (Z)
Etambutol (E)
Streptomisin (S)





PRINSIP OBAT TB


1. Efek Bakterisidal Dini
2. Aktivitas Sterilisasi
3. Kemampuan mencegah terjadinya Resistensi
terhadap Obat yang bersamanya


Oleh Mitchison
Aktivitas Bakterisid Dini
Kemampuan obat
untuk membunuh
basil TB dalam
beberapa hari setelah
pengobatan

Ionized (INH)
mempuntyai Efek
Bakterisid Dini yang
paling Tinggi

Aktivitas Bakterisid Dini Obat Anti TB , diukur melalui Penurunan
Colony-forming units sputum

Aktivitas Bakterisid Obat Anti TB
(In Vitro)

Aktivitas Bakterisid
Pertumbuhan
M.tb cepat
M.tb Tumbuh Lambat
pH asam pH netral
Streptomisin
INH
Rifampisin
Etambutol
Pirazinamid
+++
++
++
+
0
0
+
+
+
++
0
+
+
0
0
(sumber Grosset, 1978)
AKTIVITAS STERILISASI
Kemampuan menghilangkan kuman Persisters , setelah
(banyak ) kuman yang bertumbuh cepat dibunuh

Grosset menyatakan terdapat 2 komponen utama dari Obat TB :
- Menyembuhkan
- Mencegah kekambuhan

Ketidak mampuan untuk membunuh kuman yang bertumbuh cepat
(berlokasi terutama di ekstra selular) Gagal pengobatan

Ketidak mampuan meng eradikasi kuman persisters Kambuh

Persisters : basil TB yang mempunyai aktivitas metabolik rendah dan
bertumbuh lambat
Mekanisme Gagal Pengobatan dan Kekambuhan

Reproduced from by the permission of the publishes Excerpta Medica.

Kemampuan mencegah terjadinya Resistensi
terhadap Obat yang bersamanya

Kemampuan obat mencegah seleksi mutan
resisten pada Obat yang bersamanya

Kemampuan tersebut tidak sama pada setiap
Obat Anti TB , terhadap Obat lainnya
Kemampuan obat anti TB mencegah terjadinya resistensi
segera dengan INH
ISTC Training Modules 2008
Activities of Antituberculosis Drugs
Highest ++++ High +++ Intermediate ++ Low +
Drug
Early
bactericidal
activity
Preventing
drug
resistance
Sterilizing
activity
Isoniazid
++++ +++ ++
Rifampicin
++ +++ ++++
Pyrazinamide
+ + +++
Streptomycin
++ ++ ++
Ethambutol
++ ++ +
Acquiring Drug Resistance
Wild M. tuberculosis strain
Small numbers of drug
resistant organisms
Acquired drug resistance
(single drug to MDR-TB)
Primary drug resistance
(single drug to MDR-TB)
Spontaneous mutation
Selection by inadequate
treatment or poor compliance
Transmission due to diagnostic
delays, overcrowding, poor
nutrition and inadequate
infection control
Fully susceptible
Richard Lamb permitted Richard Lamb permitted, Presented at PIPKRA
2009
Mixed population (susceptible and resistant)
INH-resistant bacilli
0 2 4 6 8 1 0 1 2 1 4 1 6 1 8 2 0 2 2 2 4

Emergence of INH-resistant strain because of
ineffective treatment (INH monotherapy)
Effective multi-drug therapy
Development of Drug Resistance
Weeks
Pemberian Obat Setiap hari vs Intermiten
Post-antibiotic effect (lag phase)
Ketika obat dihentikan, kadar obat berkurang
pada lesi TB kuman tetap tidak tumbuh /
berkembang biak Lag period/lag phase

Lag period ini berbeda untuk tiap OAT
Efek pasca Antibiotik pada M tb lag periods sebelum kuman tumbuh kembali
REJIMEN INTERMITEN
Dasar pemberian intermiten adalah lag phase
Pemberian rejimen pengobatan secara intermiten mempunyai
efikasi sama dengan pemberian setiap hari
Direkomendasikan pemberian intermiten 3 x /minggu
Pada pemberian setiap hari , lupa satu kali -- lebih aman
daripada pemberian intermiten
Tidak semua OAT dapat diberikan intermiten
Intermiten diberikan pada fase lanjutan
Tidak dianjurkan pada pemberian tanpa pengawasan (tanpa
PMO)

Semua pasien (termasuk mereka yang terinfeksi HIV)
yang belum pernah diobati harus diberi paduan obat
yang disepakati secara internasional menggunakan obat
yang bioavailabilitinya telah diketahui.
Fase inisial seharusnya terdiri dari isoniazid, rifampisin,
pirazinamid, dan etambutol.
Fase lanjutan seharusnya terdiri dari isoniazid dan
rifampisin yang diberikan selama 4 bulan.

Dosis obat anti tuberkulosis yang digunakan harus sesuai
dengan rekomendasi internasional.

STANDAR 8

Kombinasi dosis tetap yang terdiri dari kombinasi 2
obat (isoniazid dan rifampisin), 3 obat (isoniazid,
rifampisin, dan pirazinamid), dan 4 obat (isoniazid,
rifampisin, pirazinamid, dan etambutol) sangat
direkomendasikan.

Addendum: Secara umum terapi TB pada anak diberikan
selam 6 bulan, namun pada keadaan tertentu (meningitis TB,
TB tulang, TB milier, dan lain-lain) terapi TB diberikan lebih
lama (9-12 bulan) dengan paduan OAT yang lebih lengkap
sesuai derajat penyakitnya.

STANDAR 8
PADUAN OBAT ANTI TUBERKULOSIS
Rekomendasi WHO
Kategori
Pengoba
tan TB
Klasifikasi dan Tipe Pasien Tahap Awal
(harian)
Tahap lanjutan
(harian atau
3 x mgg)
I TB paru BTA positif, kasus baru
TB paru BTA negatif, kasus baru
TB paru dengan lesi luas, disertai/tidak
HIV atau TB ekstraparu berat

2 RHZE

4 RH
4 R3H3
6 HE
6 H3E3
II Kasus pengobatan ulang , BTA (+)
Kasus kambuh
Kasus putus berobat
Kasus gagal


2 RHZES/
1 RHZE
5 R3H3E3 atau
5 RHE


IV

TB MDR

OAT untuk TB MDR

PADUAN PENGOBATAN TUBERKULOSIS
Program Nasional

Kategori Pengobatan Paduan Obat
Kategori I 2 RHZE/ 4 R3H3
Kategori II 2 RHZES/ 1 RHZE/ 5 R3H3E3
Anak
2RHZ/4RH
Kemasan
Obat Program Nasional
- Kombinasi dosis tetap (KDT)
- Kombipak

Obat yang diresepkan
- Obat lepas (bukan kombinasi)
- Kombinasi Dosis Tetap (KDT)


PADUAN OAT, DOSIS DAN PERUNTUKANNYA

Kategori-1
Pasien TB paru baru BTA
positif
Pasien TB paru BTA negatif,
foto toraks gambaran
proses spesifik.
Pasien TB ekstraparu ringan
dan berat.

Kategori -2
Pasien dengan riwayat
pengobatan sebelumnya
Pasien kambuh
Pasien default (lalai)
Pasien gagal pengobatan
2 RHZE/ 4RH
2 RHZE/ 4 R3H3

2 RHZES/ 1 RHZE/ 5 R3H3E3
2 RHZES/ 1 RHZE/ 5 RHE


FASE INTENSIF/ AWAL

Fase Intensif terdiri atas 2-3 bulan pengobatan
mengandung 4-5 OAT ( RHZES ) diberikan setiap hari
Untuk mengurangi jumlah total basil TB dan
membunuh basil TB mengurangi penularan
dalam 2 minggu pengobatan
Umumnya pasien dengan sputum BTA + pada
akhir fase intensif sputum BTA menjadi negatif
(konversi)
Pada fase ini pengawasan sangat penting untuk
mencegah pengobatan tidak adekuat (lalai) dan
terjadinya resistensi obat
FASE LANJUTAN
Fase lanjutan selama 4-6 bulan terdiri dari minimal 2
atau 3 OAT ( R,H,E,) diberikan setiap hari , Atau
intermiten (3 x / minggu))
Membunuh basil persisters untuk mencegah
kekambuhan
Rifampisin dan INH digunakan pada fase ini karena
kedua obat ini mempunyai efek bakterisid TB yang
potensial
Alternatif dapat diberikan INH dan Etambutol walau
risiko tinggi Gagal, tidak dianjurkan pada TB-HIV

Untuk membina dan menilai kepatuhan (adherence)
terhadap pengobatan, suatu pendekatan pemberian obat
yang berpihak kepada pasien, berdasarkan kebutuhan
pasien dan rasa saling menghormati antara pasien dan
penyelenggara kesehatan, seharusnya dikembangkan
untuk semua pasien.
Pengawasan dan dukungan seharusnya berbasis individu
dan harus memanfaatkan bermacam-macam intervensi
yang direkomendasikan dan layanan pendukung yang
tersedia, termasuk konseling dan penyuluhan pasien.

STANDARD UNTUK PENGOBATAN
STANDAR 9

Elemen utama dalam strategi yang berpihak kepada
pasien adalah penggunaan cara-cara menilai dan
mengutamakan kepatuhan terhadap paduan obat dan
menangani ketidak patuhan, bila terjadi.

Cara-cara ini seharusnya dibuat sesuai keadaan pasien
dan dapat diterima oleh kedua belah pihak, yaitu
pasien dan penyelenggara pelayanan.

STANDAR 9


Cara-cara ini dapat mencakup pengawasan langsung
menelan obat (directly observed therapy-DOT) serta
identifikasi dan pelatihan bagi pengawas menelan
obat (untuk tuberkulosis dan, jika memungkinkan,
untuk HIV) yang dapat diterima dan dipercaya oleh
pasien dan sistem kesehatan.
Insentif dan dukungan, termasuk dukungan keuangan
dapat diberikan untuk mendukung kepatuhan.

STANDAR 9

PENDEKATAN BERPIHAK KEPADA PASIEN

PELAYANAN Layanan medis, informasi, edukasi
KEMARTABATAN
Respek, bermartabat, tanpa stigma /
prasangka buruk/ diskriminasi
INFORMASI Informasi penyakit, pengobatan, dll
PILIHAN Second opinion, menerima/menolak
KERAHASIAAN
Bersifat rahasia, melalui informed consent


MENENTUKAN PMO BERSAMA PASIEN

Persyaratan PMO

Dikenal, dipercaya dan
disetujui oleh dokter &
pasien, disegani dan
dihormati oleh pasien
Tinggal dekat dengan pasien
Bersedia membantu pasien
dengan sukarela
Mendapat penyuluhan
bersama-sama dengan
pasien


Tugas seorang PMO

Mengawasi pasien TB agar
menelan obat secara teratur
sampai selesai pengobatan.
Memotivasi pasien agar mau
berobat teratur sampai
pengobatan selesai.
Mengingatkan pasien untuk
periksa ulang dahak pada waktu
yang telah ditentukan.
Memberi penyuluhan pada
anggota keluarga pasien TB baik
dewasa maupun anak, untuk
segera memeriksakan diri ke
RS/sarana pelayanan kesehatan,
apabila mempunyai gejala yang
mencurigakan TB


Respons terhadap terapi pada pasien tuberkulosis paru harus
dimonitor dengan pemeriksaan dahak mikroskopik berkala
(dua spesimen) saat fase inisial selesai (dua bulan). Jika apus
dahak positif pada akhir fase inisial, apus dahak harus
diperiksa kembali pada bulan ketiga dan jika positif, biakan
dan uji resistensi terhadap isoniazid dan rifampisin harus
dilakukan. Pada pasien tuberkulosis ekstra paru dan pada
anak, penilaian respons pengobatan terbaik adalah secara
klinis.
Addendum: Respons pengobatan pada pasien TB milier dan
efusi pleura atau TB paru BTA negatif dapat dinilai dengan foto
toraks.

STANDAR 10

PEMANTAUAN PENGOBATAN

Tujuan Pemantauan


Menilai respons
pengobatan
Identifikasi dan
penanganan efek samping
Identifikasi dan
penanganan komplikasi

Melakukan


Penilaian klinis (anamnesis
dan pemeriksaan fisis)
Pemeriksaan mikrobiologis
Pemeriksaan radiologis (bila
ada indikasi/fasilitas)

Kategori I
Tahap Awal
Penilaian Klinis 2 mgg/ X

Pemeriksaan mikrobiologis
BTA sputum akhir bulan ke-2,
akhir sisipan
Belum konversi : Biakan M.tb +
Uji kepekaan

Pemeriksaan radiologis
Jika ada indikasi/ ada fasilitas
(TB paru BTA +)
Rutin dilakukan (TB paru BTA -)

Tahap Lanjutan
Penilaian klinis 1 bulan/ X
Pemeriksaan mikrobiologis
BTA sputum 1 bulan sebelum
akhir pengobatan & akhir
pengobatan
Biakan M.tb + Uji kepekaan :
jika BTA masih (+)
Pemeriksaan radiologis
Jika ada indikasi/ ada fasilitas
(TB paru BTA +)
Rutin dilakukan (TB paru BTA -)

Kategori II
Tahap Awal
Penilaian Klinis 2 mgg/ X
Pemeriksaan mikrobiologis
BTA sputum akhir bulan ke-
3, akhir sisipan
Belum konversi : Biakan
M.tb + Uji kepekaan
Pemeriksaan radiologis
Jika ada indikasi/ ada
fasilitas


Tahap Lanjutan
Penilaian klinis 1 bulan/ X
Pemeriksaan mikrobiologis
BTA sputum 1 bulan sebelum
akhir pengobatan & akhir
pengobatan
Biakan M.tb + Uji kepekaan :
jika BTA masih (+)
Pemeriksaan radiologis
Jika ada indikasi/ ada fasilitas




Penilaian kemungkinan resistensi obat, berdasarkan riwayat
pengobatan terdahulu, pajanan dengan sumber yang mungkin
resisten obat, dan prevalensi resistensi obat dalam masyarakat
seharusnya dilakukan pada semua pasien.

Uji sensitiviti obat seharusnya dilakukan pada awal pengobatan
untuk :
Semua pasien yang sebelumnya pernah diobati.
Pasien yang tidak konversi (dahak tetap positif setelah 3 bulan
pengobatan) , dan 1 bulan sebelum akhir pengobatan dahak
positif (gagal pengobatan),
Putus obat,
Kasus kambuh setelah pengobatan

Harus dinilai RESISTENSI OBAT

STANDAR 11

Untuk pasien dengan kemungkinan resistensi obat,
biakan dan uji sensitiviti/resistensi obat setidaknya
terhadap isoniazid dan rifampisin seharusnya
dilaksanakan segera untuk meminimalkan
kemungkinan penularan.
Cara-cara pengendalian infeksi yang memadai
seharusnya dilakukan sesuai tempat pelayanan.

STANDAR 11

Rekaman tertulis tentang
-pengobatan yang diberikan
-respons bakteriologis
-efek samping

Harus disimpan untuk semua pasien.

STANDAR 13

Semua penyelenggara kesehatan harus melakukan
penilaian yang menyeluruh terhadap kondisi komorbid
yang dapat mempengaruhi respons atau hasil
pengobatan tuberkulosis.
Saat rencana pengobatan mulai diterapkan,
penyelenggara kesehatan harus mengidentifikasi
layanan tambahan yang dapat mendukung hasil yang
optimal bagi semua pasien dan menambahkan layanan
tersebut pada rencana tatalaksana
STANDAR UNTUK PENANGANAN TB DENGAN KONDISI
KOMORBID LAIN
STANDAR 17

Rencana ini harus mencakup penilaian dan perujukan
pengobatan untuk penatalaksanaan penyakit lain
dengan perhatian khusus pada penyakit-penyakit yang
mempengaruhi hasil pengobatan, seperti diabetes
mellitus, program berhenti merokok, dan layanan
pendukung psikososial lain, atau layanan-layanan
seperti perawatan selama masa kehamilan atau
setelah melahirkan.

STANDAR 17
PENGOBATAN TB PADA KEADAAN
KHUSUS
TB dengan DM
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Diabetes Mellitus Meningkatkan Resiko
Menderita Tuberkulosis
Jeon, et al., PLOS Medicine, 2008
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
TB dengan DM
DM meningkatkan risiko menderita TB
TB lebih parah jika dengan DM
Hapusan dahak lebih sering (+)
Kerusakan jaringan paru lebih , kaviti lebih banyak
Lesi lebih sering ditemukan di bagian bawah paru
Lebih sering batuk darah
Lebih sering demam
Akibat keterlambatan diagnosis atau perkembangan
penyakit yang lebih cepat?
Wang, CS Epidemiol Infect 2008
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Pengaruh DM Terhadap Hasil Pengobatan TB
Dooley et al., Am J Tropical Medicine, 2009
Selama pengobatan, pasien TB dgn DM punya
kemungkinan meninggal 2x dibanding pasien
tanpa DM
Pasien TB dgn DM cenderung konversi dahak lebih
lambat, gagal obat, walaupun tidak signifikan
secara statistik

ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Mengapa lebih susah mengobati pasien DM?
Hipotesis (1)
Nijland, et al., CID 2006. Tingkat rifampisin
di pasien DM dgn TB sangat rendah
dibanding pasien TB tanpa DM.
Mekanisme? glucose meningkatkan pH
gastrik -> mungkin menurunkan serapan
rifampisin
Dosis fixed drug combination, berat badan
pasien DM dgn TB lebih tinggi dibanding
pasien TB tanpa DM

ISTC Indonesia Training
Modules 2010

Perubahan respons kekebalan badan pasien DM
Dalam animal model utk infeksi M. tb, jumlah kuman M. tb
dlm hewan DM lebih banyak dibanding hewan tanpa DM
Hewan DM memproduksi lebih sedikit IFN , IL-12, and
ESAT-6 responsive T cells pada tahap infeksi dini =
kekurangan TH1 adaptive immunity response
Studi manusia
ada korelasi antara peningkatan Hgb A1c dan penurunan produksi
IFN
Penurunan neutrophil chemotaxis dan oxidative burst dlm pasien
DM

Mengapa lebih susah mengobati pasien DM?
Hipotesis (2)
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Ada interaksi antara rifampin dan obat2an diabetes,
membuat kontrol DM lebih susah
Rifampin mempercepat metabolisme
Sulfonilurea (contoh: glyburide)
Tiazolidinedion (contoh: rosiglitazone)
Pengobatan TB bisa menyusahkan kontrol gula darah
Mengapa lebih susah mengobati pasien DM?
Hipotesis (3)
ISTC Indonesia Training
Modules Revised 2010
Rekomendasi Pengobatan
TB dengan DM
Prioritaskan DOT
Tatalaksana DM secara ketat
Jika dahak tidak konversi sesudah dua bulan, uji
resitensi lagi
Perpanjang pengobatan jika konversi lebih lambat
Hati-hati dengan etambutol pada
DM sering terjadi retinopati
OAT akan memperberat.


ISTC Indonesia Training
Modules 2010
TB Pada Kehamilan
Prinsip pengobatan sama
- Tidak ada indikasi pengguguran
- OAT dapat terus diberikan kecuali
aminogklikosida seperti streptomisin, kanamisin
ototoksik menembus barier placenta
gangguan pendengaran dan keseimbangan yang
menetap pada bayi
- Keberhasilan pengobatan sangat penting
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Pengobatan TB Selama Kehamilan
Harus dimulai secepatnya bila kemungkinan
penyakit tidak kecil
Pada umumnya OAT tidak membahayakan ibu
atau fetus
PZA digunakan diluar AS, tapi tidak digunakan di
AS karena toksisitas pada fetus tidak diketahui
B6 dibutuhkan lebih banyak utk pertumbuhan
fetus dan penyusuan selama pengobatan
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Penundaan Pengobatan TB Selama Kehamilan
Kapankah pengobatan layak ditunda sampai sesudah
kelahiran?
Kalau OAT bersifat toksik ke fetus (obat MDR-TB) dan
penyakit tidak gawat (limfadenitis)

Penundaan pengobatan bisa mengakibatkan masalah
apa?
Ibu dan bayi harus dipisah sesudah kelahiran
Perkembangan penyakit, diseminasi, TB penyakit
bawaan, berat badan bayi lahir rendah
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
OAT Aman (Tidak Teratogenic)
Selama Kehamilan
WHO regimen: INH, RIF, EMB, PZA
PZA tidak dianjurkan di AS karena kurang data,
tapi mungkin aman
PAS (P-aminoparasalicylic acid)
Efek tidak diketahui:
Cycloserine, etionamid, linezolid
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
OAT Dihindarkan Selama Kehamilan
Tuli turunan (congenital) dan tuna rungu:
Streptomisin
Kanamisin (tidak terbukti)
Amikasin (tidak terbukti)
Kapreomisin (tidak terbukti)
Perkembangan sendi
Fluorokuinolon (menyebabkan arthropathy di
hewan muda, belum terbukti di manusia)
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
OAT dan Efek Teratogenik
Obat Kategori FDA Efek Pada Fetus
INH A Aman
Rifampin C Aman, data terbatas
Etambutol A Aman
Pyrazinamide C Tidak ada bukti keracunan
Streptomisin D Ototoksik
Fluorokuinolon B Mungkin aman, mengakibatkan
arthropathy pada hewan muda
PAS C Kemungkinan lengan/kaki /kuping ab N
Amikacin D Nefro/ototoksik
Kapreomisin C Beracun pada tikus hamil
Etionamid D Efek teratogenic nonspesifik pada hewan
Cycloserine C Aman utk hewan, manusia tidak diketahui
Linezolid C Aman utk hewan, manusia tidak diketahui
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Monitoring Selama Kehamilan
Uji fungsi hati setiap bulan dan awasi gejala
toksik ginjal
Ingatlah: gejala dini keracunan ginjal mirip
dengan gejala mual dari kehamilan (morning
sickness)
DOT Tepat untuk
menentukan kepatuhan pasien & mengawasi
efek samping obat
ISTC Indonesia Training
Modules 2009
- Prinsip pengobatan sama
- Semua jenis OAT aman
- Dapat menyusui bayinya
- Profilaksis INH pada bayi
Pengobatan TB dan Penyusuan Bayi
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Pengobatan TB dan Penyusuan Bayi

Tetap anjurkan ibu untuk menyusui bayi
OAT ada di ASI dalam konsentrasi rendah, tidak
membahayakan bayi
OAT di ASI tidak cukup utk pengobatan bayi
Kalau ibu sangat sungkan, berikan alternatif:
Menyusu bayi sebelum minum OAT
Minuman bayi pertama sesudah minum OAT dari
botol/formula, bukan ASI
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Pasien Perempuan Pengguna Kontrasepsi

- Dianjurkan tidak menggunakan
kontrasepsi hormonal; pil, suntikan, susuk
- Rifampisin dapat menurunkan efektifitas
kontrasepsi hormonal

ISTC Indonesia Training
Modules 2010

TB dengan Gagal Ginjal

- RHZ diekskresi melalui empedu
- Streptomisin, Kanamisin dan Kapreomisin
Etambutol diekskresi melalui ginjal
- Pantau faal ginjal
- Paduan yang dianjurkan 2RHZ/4RH

ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Dosis OAT untuk Pasien Gagal Ginjal
Dosis disesuaikan dalam keadaan berikut:
Hemodialisis
Creatinine clearance <30ml/menit
Dialisis peritoneum*
Dosis TIDAK perlu diatur jika*
Ada continuous dialysis - CVVHD (misalnya pasien di ICU
dgn pressors)*
Uji konsentrasi OAT di darah pasien jika pasien tidak
menjadi sembuh atau respons pengobatan tidak begitu
baik

*Bisa di hapus kalau tidak dilakukan di Indonesia
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Prinsip Pengobatan TB dengan Gagal Ginjal
Creatinine clearance < 30 ml/menit
INH dan RIF tidak terpengaruh, dosis tidak perlu diubah
(metabolisme obat oleh liver)
EMB, PZA dan levofloksasin: dosis tetap, tetapi kurangkan
frekuensi jadi 3x seminggu
PZA harus minimum 25 mg/kg, bukan 20-25 mg/kg
Beri semua obat langsung setelah dialisis
Dosis moksifloksasin tidak perlu diubah
Creatinine Clearance > 30 tapi <70 ml/menit
Dengan EMB awasi neuropathy mata
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Aturan Dosis OAT
TB dengan Gagal ginjal
Obat Dosis Dibuang oleh hemodialisis
INH Tidak perlu +
RIF Tidak perlu TIDAK
EMB 15 mg/kg
*
TIW (3x/minggu) +
PZA 25 mg/kg* TIW (3x/minggu) +++
Moksi Tidak perlu ?
Levo 750-1000 mg/kg TIW (3x/minggu) ?
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Aturan Dosis utk OAT lini ke2: gagal ginjal
OAT Rubah frekuensi Dibuang oleh hemodialisis
Streptomisin Ya ++
Kanamisin Ya ++
Kapreomisin Ya ++
Etionamid Tidak Tidak
PAS Tidak +++
Cycloserine Ya +++
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Gagal Ginjal : Pengobatan TB
menjadi lebih Rumit
Pada umumnya, pasien TB dgn gagal ginjal lebih
lemah dan sakit dibanding pasien TB biasa
Toksisitas beberapa OAT yg dieksresi ginjal lebih
tinggi (EMB, PZA)
Dialisis membuang beberapa OAT dan peritoneal
dialisis kadar obat menjadi perlu untuk diketahui
Mual bisa disebabkan uremia atau hepatitis
Jangan lupa vitamin B6
ISTC Indonesian Training Modules 2010
TB dengan Hepatitis Akut

- Pemberian OAT pada hepatitis akut atau ikterus
ditunda sampai hepatitisnya mengalami
penyembuhan
- Bila perlu E dan S , jangan lama (maksimal 3 bulan).
Setelah itu tambahkan RH selama 6 bulan


ISTC Training Modules 2009
TB dengan kelainan hati?
Pasien TB dengan kelainan hati kronik
- Bila curiga gangguan fungsi hati, pemeriksaan
fungsi hati sebelum pengobatan
- Bila SGOT, SGPT < 3x teruskan pengobatan,
dengan pengawasan ketat
- Bila SGOT, SGPT > 3x OAT stop
- Pada kelainan fungsi hati Pirazinamid tidak
digunakan
- Anjuran : 2SHRE / 6RH atau
2SHE / 10HE


ISTC Indonesia Training Modules 2010

TB yang perlu mendapat tambahan
kortikosteroid

Hanya digunakan pada keadaan khusus
* Meningitis TB
* TB milier dengan gejala meningitis, gangguan
respirasi (hipoksemia)
* TB dengan pleuritis eksudativa
* TB dengan perikarditis konstriktiva

Dosis prednison (~analog dose) 30-40mg/ hari
diturunkan bertahap
ISTC Training Modules 2009
Penyuluhan
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Efek Samping Ringan OAT

Efek Samping Penyebab Penanganan
Tidak ada nafsu makan,
mual, sakit perut
Rifampisin Semua OAT diminum
malam sebelum tidur
Nyeri Sendi Pirasinamid Beri Aspirin
Kesemutan s/d rasa
terbakar di kaki
INH Beri vitamin B6
(piridoxin) 100mg per
hari
Warna kemerahan pada
air seni (urine)
Rifampisin Tidak perlu diberi apa-
apa, tapi perlu
penjelasan kepada
pasien.
ISTC Indonesia Training
Modules 2010
Efek Samping Berat OAT

Efek Samping Penyebab Penatalaksanaan
Gatal dan kemerahan kulit Semua jenis OAT Ikuti petunjuk penatalaksanaan
dibawah *)
Tuli Streptomisin Streptomisin dihentikan
Gangguan keseimbangan Streptomisin Streptomisin dihentikan
Ikterus tanpa penyebab lain Hampir semua OAT Hentikan semua OAT sampai ikterus
menghilang
Bingung dan muntah-
muntah
(permulaan ikterus karena
obat)
Hampir semua obat Hentikan semua OAT, segera
lakukan tes fungsi hati
Gangguan penglihatan Etambutol Hentikan Etambutol
Purpura dan renjatan (syok) Rifampisin Hentikan Rifampisin
ISTC Indonesia Training Modules 2010
Efek Samping OAT dan Penatalaksanaannya
Efek Samping Kemungkinan Tata Laksana
Penyebab
MINOR OAT diteruskan
Anoreksia,nausea, nyeri Rifampisin Tablet diminum malam hari
perut
Nyeri sendi Pirazinamid Aspirin
Rasa terbakar di kaki INH Piridoksin 1x100mg
Urin merah/jingga Rifampisin Berikan penjelasan

MAYOR Hentikan Obat Penyebab
Gatal/ruam Streptomisin Hentikan
Tuli [sekret (-)] Streptomisin Hentikan streptomisin,ganti etambutol
Gangguan keseimbangan Streptomisin Hentikan streptomisin,ganti etambutol
(vertigo & nistagmus)
Kuning (penyebab lain disingkirkan Sebagian besar OAT Stop OAT sampai kuning hilang*
Muntah & confusion Sebagian besar OAT Stop OAT, tes fungsi hati cito*
(suspected drug induced pre-
icteric hepatitis
Gangguan visual Etambutol Hentikan etambutol
Kelainan sistemik,termasuk Rifampisin Hentikan rifampisin
syok dan purpura
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai