FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2014
2
BAB II PEMBAHASAN 2.2 JENIS-JENIS ANTIBIOTIKA YANG MENGHAMBAT SINTESIS PROTEIN 2.2.1 TETRASIKLIN a. STRUKTUR KIMIA Tetrasiklin umumnya bersifat bakteriostatik dan merupakan antibiotika yang berspektrum luas. Antibiotik ini memiliki mekanisme masuk ke dalam sel bakteri yang diperantai oleh transport protein. Tetrasiklin dapat melakukan pengikatan ke subunit 30S ribosom dengan menghambat amino asil-tRNA mRNA sehingga menghambat sintesis protein. Faktor penghambat penyerapan tetrasiklin adalah Makanan (kecuali dosisiklin dan minosiklin), pH tinggi, pembentukan kompleks dengan Ca + , Mg 2+ , Fe 2+ , Al 3+ yang terdapat dalam susu dan antacid. Golongan tetrasiklin yang pertama ditemukan adalah klortetrasiklin diisolasi dari Streptomyces aureofaciens. Kemudian oksitetrasiklin berasal dari Streptomycesrimosus. Tetrasiklin dibuat secara semisintetik dari klortetrasiklin. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
b. MEKANISME KERJA Golongan tetrasiklin menghambat sintesis protein bakteri pada ribosomnya. Paling sedikit terjadi 2 proses dalam masuknya antibiotik ke dalam ribosom bakteri gram negatif; pertama yang disebut difusi pasif melalui kanal hidrofilik, kedua ialah sistem transport aktif. Setelah masuk maka antibiotik berikatan dengan ribosom 30S dan menghalangi masuknya tRNA-asam amino pada lokasi asam amino.
c. EFEK ANTIMIKROBA 3
Pada umumnya spektrum golongan tetrasiklin sama (sebab mekanismenya sama), namun terdapat perbedaan kuantitatif dan aktivitas masing-masing derivat terhadap kuman tertentu. Hanya mikroba yang cepat membelah yang dipengaruhi obat ini. Golongan tetrasiklin termasuk antibiotik yang terutama bersifat bakteriostatik dan bekerja dengan jalan menghambat sintesis protein kuman.
d. SPEKTRUM ANTIMIKROBA Tetrasiklin memperlihatkan spektrum antibakteri luas yang meliputi kuman gram-positif dan negatif, aerobik dan anaerobik. Selain itu juga aktif terhadap spiroket, mikoplasma, riketsia, klamidia, legionela dan protozoa tertentu. Pada umunya tetrasiklin tidak digunakan untuk pengobatan infeksi oleh streptokokus karena lebih efektif dengan penisilin G, eritromisin, sefalosporin; kecuali doksisiklin yang digunakan untuk pengobatn sinusitis pada orang dewasa yang disebabkan oleh Str. pneumoniae dan Str.pyogenes. banyak strain S.aureus yang resisten terhadap tetrasiklin. Tetrasiklin dapat digunakan sebagai pengganti penisilin dalam pengobatan infeksi batang gram-positif seperti B.anthracis, Erysipel, Iothrix Rhusiopathiae, Clostridium tetani dan Listeria monocytogenes. Kebanyakan strain N.gonorrhoeae sensitif terhadap tetrasiklin, tetapi N.gonorrhoeae penghasil penisilinase (PPNG) biasanya resisten terhadap tetrasiklin. Efektivitasnya tinggi terhadap infeksi batang gram-negatif seperti Brucella, Francisella tularensis, Pseudomonas mallei, Pseudomonas pseudomallei, Vibrio cholorae, Campylobacter fetus, Haemophyllus ducreyi, dan Calymmatobacterium granulomatis, Yersinia pestis, Pasteurella multocida, Spirillum minor, Leptotrichia buccalis, Bordetella pertusis, Acinetobacter dan Fusobacterium. Strain tertentu H.influenza mungkin sensitif tetapi E.coli, Klebsella, Enterobacter, Proteus indol positif dan Pseudomonas umumnya resisten. 4
Tetrasiklin merupakan obat yang sangat efektif untuk infeksi Mycoplasma pneumoniae, Ureaplasma urealyticum, Chlamydia trachomatis, Chlamydia psittaci dan berbagai riketsia. Selain itu juga aktif terhadap Borrelia recurrentis, Treponema pertenue, Actinomyces israelii. dalam kadar tinggi aktif menghambat Entamoeba histolytica.
e. RESISTENSI Beberapa spesies kuman terutama streptokokus beta hemolotikus, E.coli, Pseudomonas aeruginosa, Str.pneumoniae, N.gonorrhoeae, Bacteroides, Shigella, dan S.aureus makin meningkatkan resistensinya terhadap tetrasiklin. Reistensi terhadap satu jenis tetrasiklin biasanya disertai resistensi terhadap semua tetrasiklin lainnya, kecuali minosiklin pada resistensi S.aureus dan doksiiklin pada resistensi B.fragilis.
f. FARMAKOKINETIK 1. Absorpsi Sekitar 30-80% tetrasiklin diserap dalam salura cerna. Doksisiklin dan minosiklin diserap lebih dari 90%. Absorpsi sebagian besar berlangsung di lambung dan usus halus. Adanya makanan dalam lambung menghambat penyerapan, kecuali minosiklin dan doksisiklin. Absorpsi dihambat dalam derajat tertentu oleh pH tinggi dan pembentukan kelat yaitu kompleks tetrasiklin dengan suatu zat lain yang sukar diserap seperti aluminium hidroksid, garam kalsium dan magnesium yang biasanya terdapat dalam antasida, dan juga ferum. Tetrasiklin diberikan sebelum makan atau 2 jam sesudah makan.
2. Distribusi Dalam plasma semua jenis tetrasiklin terikat oleh protein plasma dalam jumlah yang bervariasi. Dalam cairan cerebrospinal (CSS) kadar golongan tetrasiklin hanya 10-20% kadar dalam serum. Penetrasi ke CSS ini tidak tergantung dari adanya meningitis. 5
Penetrasi ke cairan tubuh lain dan jaringan tubuh cukup baik. Obat golongan ini ditimbun di hati, limpa dan sumssum tulang serta di sentin dan email gigi yang belum bererupsi. Golongan tetrasiklin menembus sawar uri dan terdapat dalam ASI dalam kadar yang relatif tinggi. Dibandingkan dengan tetrasiklin lainnya, doksisiklin dan minosiklin daya penetrasinya ke jaringan lebih baik.
3. Ekskresi Golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin dengan filtrasi glomerolus dan melalui empedu. Pemberiaan per oral kira-kira 20- 55% golongan tetrasiklin diekskresi melalui urin. Golongan tetrasiklin yang diekskresi oleh hati ke dalam empedu mencapai kadar 10 kali kadar dalam serum. Sebagian besar obat yang diekskresi ke dalam lumen usus ini mengalami sirkulasi enterohepatik; maka obat ini masih terdapat dalam darah untuk waktu lama setelah terapi dihentikan. Bila terjadi obstruksi pada saluran empedu atau gangguan faal hati obat ini akan mengalami akumulasi dalam darah. Obat yang tidak diserap diekskresi melalui tinja.
g. EFEK SAMPING 1. Gangguan lambung. Penekanan epigastrik biasanya disebabkan iritasi ari mukosa lambung dan sering kali terjadi pada penderita yang tidak patuh yang diobati dengan obat ini.
2. Efek terhadap kalsifikasi jaringan. Deposit dalam tulang dan pada gigi timbul selama kalsifikasi pada anak yang berkembang. Hal ini menyebabkan pewarnaan dan hipoplasi pada gigi dan menganggu pertumbuhan sementara.
3. Hepatotoksisitas fatal. 6
Efek samping ini telah diketahui timbul bila obat ini diberikan pada perempuan hamil dengan dosis tinggi terutama bila penderita tersebut juga pernah mengalami pielonefritis.
4. Fototoksisitas. Fototoksisitas, misalnya luka terbakar matahari yang berat terjadi bila pasien menelan tetrasiklin terpajan oleh sinar matahari atau UV. Toksisitas ini sering dijumpai dengan pemberian tetrasiklin, doksisiklin dan deklosiklin.
5. Gangguan keseimbangan. Efek samping ini misalnya pusing, mual, muntah terjadi bila mendapat minosiklin yang menumpuk dalam endolimfe telinga dan mempengaruhi fungsinya.
6. Pseudomotor serebri. Hipertensi intrakranial benigna ditandai dengan sakit kepala dan pandangn kabur yang dapat terjadi pada orang dewasa. Meskipun penghentian meminum obat membalikkan kondisi, namun tidak jelas apakah dapat terjadi sekuela permanen.
7. Superinfeksi. Pertumbuhan berlebihan dari kandida (misalnya dalam vagina) atau stafilokokus resisten (dalam usus) dapat terjadi.
h. PENGGUNAAN KLINIK. Penyakit yang obat pilihannya golongan tetrasiklin adalah:
1. Riketsiosis. 7
Perbaikan yang dramatik tampak setelah penggunaan obat golongan ini. Demam mereda dalam 1-3 hari dan ruam kulit hilang dalam 5 hari. Perbaikan klinis tampak 24 jam setelah terapi.
2. Limfogranuloma venereum Golongan tetrasiklin merupakan obat pilihan utama penyakit ini. Terapi 3-4 minggu dan 1-2 bulan untuk keadaan kronik.
3. Psitakosis. Pemberiaan golongan tetrasiklin selama beberapa hari mengatasi gejala klinis.
4. Inclusion conjunctivitis. Pengobatannya dengan salep mata atau tetes mata yang mengandung golongan tetrasiklin selama 2-3 minggu.
5. Trakoma. Pengobatan dengan salep mata golongan tetrasiklin dikombinasikan dengan doksisiklin oral selama 40 hari.
6. Uretritis nonspesifik. Pengobatan dengan tetrasiklin oral 4 kali sehari 500 mg selama 7 hari.
7. Infeksi Mycoplasma pneumoniae. Dapat diatasi dengan obat golongan tetrasiklin. Walaupun penyembuhan cepat dicapai, bakteri ini mungkin tetap ada dalam sputum setelah obat dihentikan.
8. Bruselosis. 8
Pengobatan yang memuaskan didapat setelah 3 minggu dengan golongan tetrasiklin. Untuk kasus berat dikombinasi dengan streptomisin.
9. Tularemia. Terapi dengan tetrasiklin cukup baik meskipun streptomisin adalah obat pilah utama penyakit ini.
10. Kolera. Tetrasiklin adalah antibiotik paling efektif untuk kasus ini. Dapat mengurangi kebutuhan cairan infus sebanyak 50 %dari yang dibutuhkan.
i. INTERAKSI OBAT Bila tetrasiklin diberikan dengan metoksifluoran maka dapat menyebabkan nefrotoksisk. Bila dikombinasikan dengan penisilin maka aktivitas antimikrobanya dihambat. Bila tetrasiklin digunakan bersamaan dengan produk susu maka akan menurunkan absorpsinya karena membentuk khelat tetrasiklin dengan ion kalsium yang tidak dapat diabsorpsi.
2.2.2 KLINDAMISIN
a. MEKANISME KERJA Mekanisme kerja klindamisin sama dengan eritromisin yaitu mengikat secara ireversibel pada tempat sub unit 50S ribosom bakteri, sehingga menghambat langkah translokasi sintesis protein.
b. SPEKTRUM ANTIBAKTERI Spektrum antibakterinya menyeruapai linkomisin hanya in vitro klindamisin lebih aktif. Obat ini aktif terhadap S.aureus, D.pneumoniae, 9
Str.pyogenes, Str.anaerobic, Str.viridans dan Actinomyces israelli. Obat ini juga aktif terhadap Bacteroides fragilis dan kuman anaerob lainnya.
c. FARMAKOKINETIK Klindamisin diserap hampir lengkap pada pemberiaan oral. Adanya makanan dalam lambung tidak banyak mempengaruhi absorpsi obat ini. Klindamisin palmitat yang digunakan sebagai preparat oral pediatrik, tidak aktif secara in vitro. Tetapi setelah mengalami hidrolisis akan dibebaskan klindamisin yang aktif. Klindamisin didistribusi dengan baik, ke berbagai cairan tubuh, jaringan dan tulang, kecuali CSS walaupun sedang terjadi meningitis. Dapat menembus sawar uri dengan baik. Kira-kira 90% klindamisin dalam serum terikat dengan albumin. Hanya sekitar 10% klindamisin diekskresi dalam bentuk asal melalui urin. Sejumlah kecil klindamisin ditemukan dalam feses. Sebagian besar obat dimetabolisme menjadi N-demetilklindamisin dan klindamisin sulfoksid untuk selanjutnya diekskresi melalui urin dan empedu.
d. EFEK SAMPING selain kulit kemerahan, efek samping yang paling serius yang dapat berakibat fatal yaitu kolitis pseudomembranosa yang disebabkan pertumbuhan berlebihan Clostridium difficile yang mengeloborasi toksin nekrotik. Reaksi lain yang jarang terjadi ialah sindrom stevens-johnson, peningkatan SGPT dan SGOT sementara, granulisitopenia, trombositopenia dan reaksi anfilaksis. Tromboflebitis dapat terjadi karena pemberian Intra Vena (IV).
e. PENGGUNAAN KLINIK Walaupun beberapa infeksi kokus gram positif dapat diobati dengan klindamisin, pengobatan ini harus dipertimbangkan baik-baik karena mungkin menimbulkan kolitis. Klindamisin terutam bermanfaat 10
untuk infeksi kuman anaerobik, terutama B.fragilis. untuk pengobatan abses paru, pemberiaan klindamisin 3 kali 600 mg secara iv lebih efektif daripada penisilin 1 juta unit tiap 4 jam. Peranan obat ini untuk pneumonia aspirasi, pneumonia pasca obstruksi atau abses paru belum dipastikan, tetapi didapat kesan bahwa klindamisin merupakan alternatif yang baik untuk penisilin.
2.2.3 KLORAMFENIKOL
Kloramfenikol diisolasi pertama kali dari Streptomyces venezuelae. Karena daya anti mikrobanya yang kuat, maka penggunaannya meluas hingga tahun 1950, dan diketahui obat ini dapat menimbulkan anemia aplastik yang fatal. Karena toksisitasnya, penggunaan obat ini dibatasi hanya untuk mengobati infeksi yang mengancam kehidupan dan tidak ada alternatif lain.
a. MEKANISME KERJA Kloramfenikol bekerja dengan mengikat sub unit 50S ribosom bakteri dan menghambat sintesis protein kuman. Yang dihambat ialah enzim peptidil trasferase yang merupakan katalisator untuk pembentukan ikatan-ikatan peptida pada proses sintesis protein kuman. Karena kemiripan ribosom mitokondria mamalia dengan bakteri, sintesis protein pada organela ini dihambat dengan kadar klorafenikol tinggi yang dapat menimbulkan toksisitas sumsum tulang. Efek toksiknya pada sel mamalia terutama terlihat pada sistem hemopoetik dan diduga berhubungan dengan mekanisme kerja obat ini.
b. SPEKTRUM ANTIBAKTERI Spektrum antibakterinya meliputi D.pneumoniae, Streptomyces pyogenes, Streptomycesviridans, Neiserria, Haemophilus, Bacillus sp, Listeria, Bartonella, Brucella, P.multocida, C.diphtheriae, Chlamydia, Mycoplasma, Rickettsia, Treponema, dan kebanyakan kuman anaerob. 11
Bebrapa strain D.pneumoniae, H.influenzae dan N.meningitidis brsifat resisten; S.aureus umunya sensitif, sedang Enterobactericeae banyak yang telah resisten. Obat ini juga efektif terhadap kebanyakan strain E.coli, K.pneumoniae dan Pr.mirabilis . Kebanyakan strain Serratia, Providencia, dan Proteus rettgerii resisten, juga kebanyakan strain Pseudomonas aeruginosa dan strain tertentu Salmonella typhi
c. FARMAKOKINETIK Setelah pemberiaan oral, kloramfenikol diserap dengan cepat. Kadar puncak dalam darah tercapai dalam 2 jam. Untuk anak diberikan ester kloramfenikol palmitat atau stearat yang tidak pahit. Bentuk ester ini akan terhidrolisis di usus dan membebaskan kloramfenikol. Masa paruh eliminasi pada orang dewasa kurang lebih 3 jam, pada bayi umur kurang 2 minggu sekitar 24 jam. Kira-kira 50% kloramfenikol dalam darah terikat dengan albumin. Obat ini diditribusikan secara baik ke berbagai jaringan tubuh, termasuk otak, cairan cerebrospinal dan mata. Dalam hati kloramfenikol mengalami konyugasi dengan asam glukoronat oleh enzim glukuronil transferase. Dalam waktu 24 jam, 80-90% kloramfenikol yang diberikan per oral telah diekskresi melalui urin, hanya 5-10% dalam bentuk aktif. Sisanya terdapat dalam bentuk glukuronat atau hidrolisat lain yang tidak aktif. Bentuk aktif kloramfenikol diekskresi terutam melalui filtrat glomerulus sedangkan metabolitnya dengan sekresi tubulus.
d. EFEK SAMPING Reaksi hematologik. Terdapat dalam 2 bentuk. Pertama yaitu reaksi toksik dengan manifestasi depresi sumsum tulang. Kelainan darah yang terlihat yaitu anemia, retikulositopenia, peningkatan serum ion dan iron binding capacity serta vakuolisasi seri eritrosit bentuk muda. Bentuk kedua prognosinya sangat buruk karena anemia yang timbul bersifat irreversibel. Bentuk yang hebat bermanifestasi sebagai anemia aplastik dengan pansitopenia. 12
Reaksi alergi. Kloramfenikol dapat menimbulkan kemerahan kulit, angioudem, urtikaria dan anafilaksis. Kelainan menyerupai reaksi Herxheimer dapat terjadi pada pengobatan demam tifoid walaupun jarang dijumpai. Reaksi saluran cerna. Bermanifestasi dalam bentuk mual, muntah, glositis, diare dan enterokolitis. Gray baby sindrom. Efek ini terjadi pada neonatus bila regimen dosis kloramfenikol tidak disesuaikan secara akurat. Neonatus memiliki kapasitas rendah dalam menglukuronidasi antibiotika dan fungsi ginjalnya belum sempurna sehingga kemampuannya untuk mengekskresi obat menurun, yang menumpuk sampai tingkat yang mengganggu fungsi ribosom mitokondria. Hal ini menyebabkan masuknya makanan terganggu, menekan pernafasan, kardiovaskular kolaps, sianosis (karena itu disebut grey baby) dan kematian. Reaksi neurologik. Terlihat dalam bentuk depresi, bingung, delirium, dan sakit kepala. Neuritis perifer atau neuropati optik dapat juga timbul terutama setelah pengobatan lama.
e. PENGGUNAAN KLINIK 1. Demam tifoid. Walaupun sering dilaporkan adanya resistensi S.typhi terhadap kloramfenikol, tapi masih tetap sebagai pilhan utama untuk penyakit ini. Untuk pengobatannya, kloramfenikol diberikan 4 kali sehari 500 mg selama 2-3 minggu. Untuk anak 50-100 mg/kgBB sehari selama 10 hari. Dapat pula digunakan tiamfenikol dengan dosis 50 mg/kgBB sehari pada minggu pertama dan diteruskan 1-2 minggu lagi dengan dosis separuhya.
2. Meningitis purulenta. 13
Kloramfenikol efektif untuk penyakit yang disebabkan H.influenzae ini. Untuk terapi awal pada anak, kloramfenikol diberikan bersama dengan suntikan penisilin G.
3. Riketsiosis. Tetrasiklin merupakan obat pilihan pertama untuk penyakit ini. Namun apabila tetrasiklin tidak dapat diberikan, maka digunakan kloramfenikol dengan dosis awal 50 mg/kgBB dilanjutkan dengan pemberian 1 g tiap 8 jam. Untuk anak kloramfenikol palmitat 100 mg/kgBB sehari, Dilanjutkan sampai 8 jam bebas demam. Infeksi lain. Klorafenikol memliki efktivitas yang sama dengan tetrasiklin dalam pengobatan lymphogranuloma venerum, psittcosis, infeksi mycoplasma pneumoniae dan P.pestis. namun untuk kasus ini sebaiknya digunakan tetrasiklin yang toksisitasnya relatif rendah. Kloramfenikol dapat digunakan untuk bruselosis dengan dosis 0,75-1 gram tiap 6 jam bila tetrasiklin tidak dapat diberikan. Kloramfenikol dapat pula digunakan untuk mengatasi infeksi kuman anaerobik yang berasal dari lumen usus.
f. INTERAKSI OBAT Kloramfenikol mampu menghambat fungsi penggabungan oksidase hepatik sehingga dapat menghambat metabolisme obat seperti warfarin, fenitoin, tolbutamid dan klopropamid, sehingga meningkatkan konsentrasi dan efeknya.
2.2.4 AMINOGIKOSID Aminoglikosid adalah suatu golongan antibiotic bakterisid yang asalnya didapat dari berbagai species Streptomyces dan memiliki sifat-sifat kimiawi antimikroba, farmakologis, dan toksik yang spesifik. Golongan ini meliputi 14
Streptomycin, neomycin, kanamycin, amikacin, gentamycin, tobramycin, sisomycin dan netilmycin.
a. SIFAT KIMIAWI DAN FISIK Aminoglikosid mempunyai cincin Hexose yaitu streptidine (pada streptomycin),atau 2-deoxystreptamine (pada aminoglikosid lain), dimana berbagai gula amino dikaitkan oleh ikatan glikosid. Agen-agen ini larut air, stabil dalam larutan dan lebih aktif pada pH alkali dibandingkan pH asam.
b. MEKANISME KERJA Aminoglikosida merupakan penghambat sintesis protein irreversible, namun mekanisme pasti bakteriosidnya tidak jelas. Begitu memasuki sel, ia akan mengikat protein subunit-30S yang spesifik (untuk streptomycin S12). Aminoglikosid menghambat sintesis protein dengan 3 cara: 1. Agen-agen ini mengganggu kompleks awal pembentukan peptide. 2. Agen-agen ini menginduksi salah baca mRNA, yang mengakibatkan penggabungan asam amino yang salah ke dalam peptide, sehingga menyebabkan suatu keadaan nonfungsi atau toksik protein. 3. Agen-agen ini menyebabkan terjadinya pemecahan polisom menjadi monosom non-fungsional. c. MEKANISME RESISTENSI Telah ditentukan 3 mekanisme prinsip yaitu: 1. Mikroorganisme memproduksi suatu enzim transferase atau enzim- enzim yang menyebabkan inaktivitas aminoglikosid, melalui adenilasi, asetilasi, atau fosforilasi. 2. Menghalangi masuknya aminoglikosida ke dalam sel. 3. Protein reseptor sub unit ribosom 30S kemungkinan hilang atau berubah sebagai akibat dari mutasi.
d. FARMAKOKINETIKA 15
Aminoglikosid diabsorbsi sangat buruk pada saluran gastrointestinal yang utuh. Setelah suntikan intramuscular, aminoglikosid diabsorbsi dengan baik dan mencapai konsentrasi puncak dalam darah antara 30-90 menit. Aminoglikosid biasanya diberikan secara intravena 30-60 menit. Secara tradisional aminoglikosid diberikan dalam 2 atau 3 dosis terbagi perhari bagi pasien-pasien dengan fungsi ginjal normal. Aminoglikosid merupakan senyawa yang sangat polar dan tidak dapat langsung memasuki sel. Sebagian besar aminoglikosid tidak dapat masuk ke mata dan SSP. Aminoglikosid dibersihkan di ginjal, dan ekskresinya berbanding langsung dengan klirens kreatinin. Waktu paruh normal dalam serum adalah 2-3 jam, namun meningkat dalam 24-48 jam pada pasien dengan kerusakan fungsi ginjal yang signifikan. Aminoglikosid hanya mengalami klirens secara sebagian dan tidak beraturan melalui hemodialisis (misalnya 40-60% untuk gentamicyn), dan lebih efektif jika klirens melalui dialysis peritoneal. Penyesuaian dosis harus dilakukan untuk menghindari akumulasi obat dan toksisitas pada pasien-pasien dengan insufisiensi fungsi ginjal. Bisa jadi dosis obat dibiarkan konstan dan interval antar dosis dinaikkan, atau interval dibiarkan konstan sementara dosisnya dikurangi. Berbagai monogram dan formula telah dikembangkan untuk menghubungkan kadar serum kreatinin dalam dengan penyesuaian pada regimen pengobatan. Dosis harian Aminoglikosid dihitung dengan cara mengalikan dosis harian maksimum dengan rasio perbandingan klirens kreatinin yang diperkirakan terhadap klirens normal yaitu 120 mg/min, yang merupakan nilai tipikal untuk pria dewasa normal dengan bobot 70 kg. Untuk wanita berusia 60 tahun dengan bobot 60 kg dan serum kreatinin 3 mg/dL, dosis tepat untuk gentamicyn adalah sekitar 50 mg/hari. Terdapat variasi individual yang patut dipertimbangkan dalam kadar serum Aminoglikosid diantara pasien-pasien dengan nilai klirens kreatinin yang diperkirakan sama. Oleh sebab itu, adalah wajib untuk mengukur kadar serum obat untuk menghindari toksisitas berat khususnya apabila dosis tinggi diberikan selama lebih dari beberapa hari atau jika 16
fungsi ginjal berubah dengan cepat. Untuk regimen tradisional dengan pemberian dosis dua atau tiga kali sehari, konsentrasi serum puncak harus ditentukan dari sampel darah yang diambil sekitar 30-60 menit setelah pemberian satu dosis dan konsentrasi trough dari sampel yang diambil sebelum pemberian dosis berikutnya.
e. EFEK SAMPING Semua Aminoglikosid bersafat ototoksik dan nefrotoksik. Ototoksisitas dan nefrotoksisitas cenderung ditemukan saat terapi dilanjutkan hingga lebih dari 5 hari, pada dosis yang lebih tinggi, pada orang-orang lanjut usia dan dalam kondisi insufisiensi fungsi ginjal. Penggunaan bersama diuretic loop (misalnya furosemid) atau agen antimikroba nefrotoksik lain (misal vanomicyn atau amphotericyn) dapat meningkatkan nefrotoksisitas dan sedapat mungkin dihindarkan.
f. PENGGUNAAN KLINIS Aminoglikosid paling sering digunakan melawan bakteri enteric gram-negatif, khusunya ketika isolatnya resisten obat dan ketika dicurigai sepsis. hampir selalu digunakan dalam kombinasi dengan antibiotic beta- laktam dalam upaya untuk memperluas cakupan meliputi patogen-patogen gram positif yang potensial dan untuk mendapatkan keuntungan sinergisme kedua kelas obat ini. Pemilihan aminoglikosid dan dosisnya sebaiknya tergantung pada infeksi yang sedang dihadapi dan kerentanan dari isolate tersebut.
2.2.5 ERITROMICYN
a. STRUKTUR KIMIA Struktur umum dari ertromycin ditunjukkan di atas cincin makrolida dan gula-gula desosamin dan kladinose. Obat ini sulit larut dalam air (0,1%) namun dapat langsung larut pada zat-zat pelarut organik. Larutan ini cukup satabil pada suhu 4 o C, namun dapat kehilangan aktivitas 17
dengan cepat pada suhu 20 o C dan pada suhu asam. Ertromycin biasanya tersedia dalam bentuk berbagai ester dan garam.
b. AKTIVITAS ANTIMIKROBA Eritromycin efektif terhadap organisme-organisme gram positif, terutama pneumococcus, streptococcus, dan corynebacteria, dalam konsentrasi plasma sebesar 0,02 mg/mL. Selain itu mycoplasma, legionella, Chlamydia trachomatis, C psittaci, C pneumonia, helicobacter, listeria, dan mycobacteria tertentu, juga rentan terhadap ertromycin. Demikian pula organism-organisme gram negative, seperti spesies neisseria, Bordetella pertussis, Batonella henselae, dan B quintana (agen- agen penyebab pada penyakit catscratch dan angiomatosis basiler), beberapa spesies rickettise, Tropenome pallidum, serta spesies campylobacter. Sekalipun demikian, Haemophilus influenza agak kurang rentan. Hambatan sintesis protein terjadi melalui ikatan ke RNA ribosom 50S. Sintesis protein terhambat karena reaksi-reaksi translokasi aminoasil dan hambatan pembentuk awal.
c. RESISTENSI Resistensi terhadap ertromycin biasanya dikode oleh plasmid. Terdapat 3 mekanisme yang telah dikenal : 1. Penurunan permeabilitas membrane sel atau pengaliran keluar (efflux) yang aktif. 2. Produksi esterase (oleh enterobacteriaceae) yang menghidrolisis makrolida. 3. Modifikasi situs ikatan ribosom (disebut juga preoteksi ribosom) oleh mutasi kromosom atau oleh metilase pengganti atau penginduksi makrolida.
d. FARMAKOKINETIKA Ertromycin basa dihancurkan oleh asam lambung dan harus diberikan dengan salut enteric. Stearat dan ester cukup tahan pada keadaan asam dan 18
diabsorbsi lebih baik. Garam lauryl dan ester propionil ertromycin merupakan preprat oral yang paling baik diabsorbsi. Dosis oral sebesar 2 g/hari menghasilkan konsentrasi basa ertromycin serum dan konsentrasi ester sekitar 2 mg/mL. Akan tetapi, yang aktif secara mikrobiologis adalah basanya, sementara konsentrasinya cenderung sama tanpa memperhitungkan formulasi. Waktu paruh serum adalah 1,5 jam dalam kondisi normal dan 5 jam pada pasien dengan anuria. Penyesuaian untuk gagal ginjal tidak diperlukan. Ertromycin tidak dapat dibersihkan melalui dialysis. Jumlah besar dari dosis yang diberikan diekskresikan dalam empedu dan hilang dalam fases, hanya 5% yang diekskresikan dalam urine. Obat yang telah diabsorbsi didistribusikan secara luas, kecuali dalam otak dan cairan serebrospinal. Ertromycin diangkut oleh leukosit polimorfonukleus dan makrofag. Oabt ini melintasi sawar plasenta dan mencapai janin.
e. PENGGUNAAN KLINIS Eritromycin merupakan obat pilihan dalam: 1. Infeksi-infeksi corynebacterial (diphtheria, corynebacterial sepsis, erythasma) 2. Infeksi kuman Chlamydia pada pernafasan, neonates, okuler, atau genital 3. Mengobati pneumonia dalam komunitas. 4. Sebagai pengganti untuk individu yang alergi terhadap Penisiln, dalam infeksi yang disebabkan oleh staphylococcus, streptococcus, dan pneumococcus. 5. Sebagai profilaksis terhadap endokarditis dalam prosedur-prosedur dental pada individu penyakit jantung valvular, sekalipun Clindamycin yang ditoleransi dengan baik telah banyak menggantikannya.
f. EFEK SAMPING 1. Efek-efek gastrointestinal. Anoreksia, mual, muntah dan diare sesekali menyertai 19
2. Pemberian oral. Intoleransi ini disebabkan oleh stimulitas langsung pada motilitas usus. 3. Toksisitas hati. Dapat menimbulkan hepatitis kolestasis akut (demam, ikterus, kerusakan fungsi hati), kemungkinan sebagai reaksi hipersensitivitas. 4. Interaksi-interaksi obat. Menghambat enzim-enzim sitokrom P450 dan meningkatkan konsentarsi serum sejumlah obat, termasuk teofilin, antikoagulan oral, siklosporin, dan metilprednisolon. Meningkatkan konsentrasi serum digoxin oral dengan jalan meningkatkan bioavailabilitas.
2.2.6 CLARITOMYCIN
a. STRUKTUR KIMIA Claritromycin diturunkan dari eritromycin dengan penambahnsatu kelompok methyl, serta memiliki stabilitas asam dan absorpsi oral yang lebih baik dibandingkan dengan eritromycin.
b. AKTIVITAS ANTIMIKROBA Mekanisme kerja claritromycin sama dengan eritromycin, kecuali bahwa claritromycin lebih aktif terhadap kompleks Mycobacterium avium. Claritromycin juga mempunyai aktivitas terhadap M. leprae dan Toxoplasma gondii. Streptokokkus dan stapilokokkus yang resisten terhadap eritromycin juga resisten terhadap claritromycin.
c. FARMAKOKINETIKA Dosis 500 mg menghasilkan konsentrasi serum sebesar 2-3 mg/mL. Waktu paruh claritromycin (6 jam) yang lebih panjang dibandingkan dengan eritromycin memungkinkan pemberian dosis 2 kali sehari. Claritromycin dimetabolisme dalam hati. Metabolit utamanya adalah 14-hidroksiclaritromycin, yang juga mempunyai aktivitas antibakteri. Sebagian dari obat aktif dan metabolit utama ini dieliminasi 20
dalam urine, dan pengurangan dosis dianjurkan bagi pasien-pasien dengan klirens kreatinin dibawah 30 mL/menit.
d. PENGGUNAAN KLINIS Keuntungan claritromycin dibandingkan eritromycin adalah lebih rendahnya frekuensi intoleransi gastrointestinal dan lebih jarangnya frekuensi pemberian dosis.
2.2.7 AZITROMICYN
a. STRUKTUR KIMIA Azitromycin merupakan senyawa dengan cincin makrolida lakton 15-atom yang diturunkan dari eritromycin dengan penambahan suatu nitrogen yang dimetilasi ke dalam cincin laktone eritromycin.
b. AKTIVITAS ANTIMIKROBA DAN PENGGUNAAN KLINIS Spektrum aktivitas dan penggunaan klinis identik dengan claritromycin. Azitromycin aktif terhadap kompleks M avium dan T gondii. Azitromycin sedikit kurang aktif dibandingkan eritromycin dan claritromycin terhadap stapilikokkus dan streptokokkus, namun sedikit lebih aktif terhadap H influenzae. Azitromycin sangat aktif terhadap klamidia. c. FARMAKOKINETIKA Azitromycin berbeda dengan eritromycin dan claritromycin terutama dalam sifat farmakokinetika. Satu dosis Azitromycin 500 mg dapat menghasilkan konsentrasi serum yang lebih rendah, yaitu sekitar 0,4 g/mL. Akan tetapi Azitromycin dapat melakukan penetrasi kesebagian besar jaringan dapat melebihi konsentrasi serum sepuluh hingga seratus kali lipat. Obat dirilis perlahan dalam jaringan-jaringan (waktu paruh jaringan adalah 2-4 hari) untuk menghasilkan waktu paruh eliminasi mendekati 3 hari. Sifat-sifat yang unik ini memungkinkan pemberian dosis sekali sehari dan pemendekan durasi pengobatan dalam banyak kasus. 21
Azitromycin diabsorbsi dengan cepat dan ditoleransi dengan baik secara oral. Obat ini harus diberikan 1 jam sebelum makan atau 2 jam setelah makan. Antasida aluminium dan magnesium tidak mengubah bioavaibilitas, namun memperlama absorbsi dan dengan 15 atom (bukan 14 atom), maka Azitromycin tidak menghentikan aktivitas enzim-enzim sitokrom P450, dan oleh karena itu tidak mempunyai interaksi obat seperti yang ditimbulkan oleh eritromycin dan claritmycin.