Gizi

Anda mungkin juga menyukai

Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Unduh sebagai docx, pdf, atau txt
Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diabetes mellitus (DM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang besar. Ada
beberapa jenis Diabetes Mellitus yaitu Diabetes Mellitus Tipe I, Diabetes Mellitus
Tipe II, Diabetes Mellitus Tipe Gestasional, dan Diabetes Mellitus Tipe Lainnya. Jenis
Diabetes Mellitus yang paling banyak diderita adalah Diabetes Mellitus Tipe 2. Diabetes
Mellitus Tipe 2 (DM Tipe 2) adalah penyakit gangguan metabolik yang di tandai oleh
kenaikan gulah darah akibat penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau
ganguan fungsi insulin (resistensi insulin) (Depkes, 2005).
Pada tahun 2003, WHO memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 milyar
penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2025 diperkirakan
meningkat menjadi 333 juta jiwa (Madina, 2011). Epidemiologi DM selama 20 tahun
terakhir menunjukkan perkembangan yang luar biasa, saat ini DM menjadi epidemi
global. Negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah menghadapi beban terbesar
DM.
World Health Organization (WHO) memprediksi adanya peningkatan jumlah
penyandang DM di Indonesia dari 8,4 juta pada tahun 2000 menjadi sekitar 21,3 juta pada
tahun 2030 (PERKENI, 2006). Prevalensi DM meningkat sesuai dengan bertambahnya
usia. Prevalensi DM lebih tinggi pada individu yang mempunyai berat badan lebih dan
obesitas, pada kelompok hipertensi dan pada kelompok yang mempunyai aktifitas fisik
kurang (Direktorat PPTM, 2008).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar ( Riskesdas ) 2007, Prevalensi beberapa faktor
risiko DM, antara lain obesitas umum sebesar 10.3%, obesitas sentral 18.8%, TGT 10.2%,
kebiasaan merokok 23,7%, konsumsi buah dan sayur yang kurang 93.6%, kebiasaan
minum alkohol 4,6% serta aktivitas fisik seperti olah raga yang kurang 48,2% (Badan
Penelitian & Pengembangan Kesehatan Depkes, RI. 2008).



B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah yang akan dibuat yaitu:
1. Apa Pengertian Diabetes Melitus tipe 2 ?
2. Apa Saja Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2 ?
3. Bagaimanakah Gejala Diabates Melitus Tipe 2 ?
4. Bagaimanakah Cara Pengobatan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2 ?
5. Bagaimanakah Upaya Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 ?
6. Bagaimana Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia ?
C. Tujuan
1. Dapat Menjelaskan Pengertian Diabetes Melitus tipe 2
2. Dapat Menjelaskan Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2
3. Dapat Menjelaskan Gejala Diabates Melitus Tipe 2
4. Dapat Menjelaskan Cara Pengobatan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2
5. Dapat Menjelaskan Upaya Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
6. Dapat Menjelaskan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia













BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Diabetes Melitus Tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 merupakan penyakit kronis yang progresif, dimulai dengan
resistensi insulin yang mengarah ke peningkatan produksi glukosa hepatik dan berakhir
dengan kerusakan sel beta. Resistensi insulin didefinisikan sebagai ketidakmampuan
jaringan target seperti otot dan jaringan adiposa untuk merespon sekresi insulin endogen
dalam tubuh (Moreira, 2010).
Diabetes melitus tipe 2 disebut pula diabetes melitus tidak tergantung insulin (non-
insulin-dependent diabetes melitus/NIDDM) atau diabetes onset dewasa, merupakan
kelainan metabolik yang ditandai dengan kadar glukosa darah yang tinggi dalam konteks
resistensi insulin dan defisiensi insulin relatif (Wikipedia)
B. Faktor Risiko Diabetes Melitus Tipe 2
Faktor risiko Diabetes Mellitus tipe 2 dikategorikan menjadi sosiodemografi,
riwayat kesehatan, pola hidup dan kondisi klinis dan mental. Faktor sosiodemografi
terdiri dari umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan. Untuk faktor riwayat
kesehatan terdiri dari riwayat Diabetes Mellitus keluarga dan berat lahir. Faktor-faktor
pola hidup terdiri dari aktivitas fisik, konsumsi sayurdan buah, terpapar asap rokok, dan
konsumsi alcohol. Sementara itu, faktor kondisi klinis dan mental terdiri dari indeks
massa tubuh, lingkar perut, tekanan darah, kadar kolesterol dan stress.
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) diperoleh dari pengukuran berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB). Hasil IMT yang termasuk kategori obesitas perlu diwaspadai
karena merupakan factor risiko yang berperan penting terhadap penyakit Diabetes
Mellitus tipe 2.
Lingkar perut
Lingkar perut tingkat obesitas sentral yang merupakan contoh penimbunan
lemak tubuh berbahaya karena terdapat jaringan adipose yang biasanya diikuti
dengan keadaan resistensi insulin. Jika terjadi kegagalan sel pancreas yang
menyebabkan sekresi insulin tidak adekuat, akan terjadi transisi insulin ke diabetes
yang manifers secara klinis.
Riwayat DM
Riwayat DM keluarga.Timbulnya penyakit Diabetes Melitus Tipe 2
dipengaruhi oleh factor genetic.bila terjadi mutasi gen menyebabkan kekacauan
metabolism yang berujung pada timbulnya DM tipe 2.
Berat lahir
Berat lahir bayi masuk ke dalam kategori Berat Badan Lahir Rendah (BBLR)
< 2500 gram di masa dewasanya akan mempunyai risiko terkena berbagai penyakit
salah satunya Diabetes dimungkinkan memiliki kerusakan pancreas sehingga
kemampuan pancreas untuk memproduksi insulin akan terganggu.
Stress
Stress membuat tubuh bersiap untuk mengambil tindakan atau merespon yang
dapat menyebabkan kadar hormone menjadi banyak seperti hormone katekolamin,
kortisol, dan hormone pertumbuhan melonjak. Hormone-hormon tersebut membuat
banyak energy tersimpan di mana glukosa dan lemak yang tersedia untuk sel.
Namun, insulin tidak selalu membiarkan energy ekstra ke dalam sel sehingga
glukosa menumpuk dalam darah. Inilah yang menyebabkan terjadinya diabetes
(Mitra, 2008)
Aktivitas fisik
Aktivitas fisik mengakibatkan insulin semakin meningkat sehingga kadar gula
dalam darah akan berkurang. Pada orang yang jarang berolahraga, zat makanan
yang masuk ke dalam tubuh tidak di bakar tetapi di timbun dalam tubuh sebagai
lemak dan gula. Jika insulin tidak mencukupi untuk mengubah glukosa menjadi
energy maka akan timbul DM (Kemenkes, 2010)
Merokok
Merokok adalah salah satu faktor risiko terjadinya penyakit DM Tipe 2. Asap
rokok dapat meningkatkan kadar gula darah. Pengaruh rokok (nikotin) merangsang
kelenjar adrenal dan dapat meningkatkan kadar glukosa (Latu,1983).
Alkohol
Alkohol dapat mempengaruhi kelenjar endokrin, dengan melepaskan epinefrin
yang mengarah kepada hiperglicemia transient dan hiperlipidemia sehingga
konsumsi alkohol kontraindkasi dengan diabetes (Rahatta dalam Irawan, 2010).
Jenis Kelamin
Jika dilihat dari faktor risiko, wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena
secara fisik wanita memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih
besar. Sindroma siklus bulanan ( premenstrual syndrome) dan pasca-menopouse
yang membuat distribusi lemak tubuh menjadi mudah terakumulasi. Selain itu, pada
wanita yang sedang hamil terjadi ketidakseimbangan hormonal. Hormon
progesteron menjadi tinggi sehingga meningkatkan sistem kerja tubuh untuk
merangsang sel-sel berkembang
Umur
Dari hasil analisis Riskesdas 2007, terlihat bahwa semakin tua usia maka
makin tinggi risiko untuk menderita Diabetes Melitus. Orang yang berusia 26-35
tahun berisiko 2,32 kali, usia 36-45 tahun berisiko 6,88 kali, dan usia lebih dari 45
tahun berisiko 14,99 kali untuk menderita DM Tipe 2 dibandingkan dengan usia 15-
25 tahun (Irawan,2010).
Tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit Diabetes
Melitus Tipe 2. Orang yang tingkat pendidikannya tinggi biasanya akan memiliki
banyak pengetahuan tentang kesehatan. Dengan adanya pengetahuan tersebut orang
kan memiliki kesadaran dalam menjaga kesehatannya (Irawan, 2010).
Pekerjaan
Pekerjaan seseorang mempengaruhi tingkat aktivitas fisiknya. Riskesdas 2007
mendapatkan prevalensi diabetes melitus tertinggi pada kelompok yang tidak
bekerja dan ibu rumah tangga. Selain itu, orang tidak bekerja memiliki aktivitas
fisik yang kurang sehingga meningkatkan risiko untuk obesitas (Irawan, 2010).
Kadar kolesterol
Kadar Kolesterol tinggi menyebabkan meningkatnya asam lemak bebas ( free
fatty acid) sehingga terjadi lipotoksisity. Hal ini akan menyebabkan terjadinya
kerusakan sel beta yang akhirnya mengakibatkan DM Tipe 2. Kadar kolesterol total
berisiko untuk diabetes jika hasilnya > 190 mm/dL (kolesterol tinggi) sedangkan
kadar normal adalah 190 mm/Dl (Kemenkes, 2010).
Hipertensi
Seseorang dikatakan hipertensi jika sistolik 140 mmHg atau diastolik 91
mmHg. Hipertensi akan menyebabkan insulin resisten sehingga terjadi
hiperinsulinemia, terjadi mekanisme kompensasi tubuh agar glukosa darah normal.
Bila tidak dapat diatasi maka akan terjadi gangguan Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) yang mengakibatkan kerusakan sel beta dan terjadilah DM Tipe 2
(Kemenkes, 2010).
C. Gejala Diabates Melitus Tipe 2
Saat seseorang menderita diabetes melitus tipe 2 maka ada dua kemungkinan yang
terjadi yaitu, sel beta yang terdapat dalam pankreas produksi insulinya tidak mencukupi
atau produksinya cukup namun tubuh resisten terhadap insulin. Kedua keadaan ini akan
menyebabkan kadar glukosa dalam darah akan meningkat.
Sangatlah penting untuk mengetahui gejala diabetes melitus tipe 2 secara dini sebab
semakin dini pengobatan dilakukan maka akan semakin bagus hasilnya dan semakin
kecil kemungkinan terjadinya komplikasi. Berikut adalah beberapa gejala diabetes
melitus tipe 2 yang patut kita waspadai :
Kelelahan
Kelelahan yang luar biasa merupakan gejala yang paling awal dirasakan oleh
penderita diabetes melitus tipe 2. Pasien akan merasakan tubuhnya lemas walaupun
tidak melakukan aktifitas yang tidak terlalu berat.
Penurunan berat badan secara drastic
Kelebihan lemak dalam tubuh akan menyebabkan resistensi tubuh terhadap
insulin meningkat. Pada orang yang telah menderita diabetes, walaupun ia makan
makanan secara berlebihan tubuhnya tidak menjadi gemuk dan malah mengurus hal
ini disebabkan karena otot tidak mendapatkan cukup energi untuk tumbuh.
Gangguan penglihatan
Keadaan ini juga terjadi pada lensa mata, sehingga lensa menjadi rusak dan
penderita akan mengalami gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan ini akan
membaik bila diabetes melitus berhasil ditangani dengan baik. Bila tidak tertangani,
gangguan penglihatan ini akan dapat memburuk dan menyebabkan kebutaan.
Sering terinfeksi dan bila luka sulit sekali sembuh
Keadaan ini bisa terjadi karena kuman tumbuh subur akibat dari tingginya
kadar gula dalam darah. Selain itu, jamur juga sangat menikmati tumbuh pada darah
yang tinggi kadar glukosanya.

D. Cara Pengobatan Penyakit Diabetes Melitus Tipe 2
Pengobatan penyakit diabetes mellitus tipe 2 dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
Farmakologi
Ada 3 jenis pengobatan farmakologi yaitu, terapi kausal, terapi Simptomatis
dan Terapi Subtitusi. Untuk pengobatan pada penyakit diabetes mellitus tipe 2
adalah terapi subtitusi, yaitu pengobatan dengan cara menggantikan zat-zat yang
seharusnya dibuat oleh organ tubuh yang sakit, misalnya insulin.
Nonfarmakologi.
Pengobatan secara nonfarmakologis atau lebih dikenal dengan pengobatan
tanpa obat-obatan, pada dasarnya merupakan tidakan yang bersifat pribadi atau
perseorangan. Artinya ada tindakan tertentu yang bagi sebagian penderita Diabetes
Melitus tipe 2 tidak menimbulkan pengaruh yang berarti. Seseorang yang terbukti
menderita diabetes mellitus tipe 2 sulit untuk sembuh, tetapi ia dapat berusaha
mengendalikan tekanan darahnya agar tidak terlalu berdampak pada kesehatannya.
Pada dasarnya pengobatan diabetes mellitus tipe 2 tanpa obat-obatan lebih
menekankan pada perubahan pola makan dan gaya hidup.

E. Upaya Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2
Adapun Tahap pencegahan diabetes mellitus tipe 2 yaitu (Konsensus,2006) :
1. Pencegahan Primer
Pencegahan primer adalah upaya yang ditujukan pada orang-orang yang
termasuk kelompok risiko tinggi, yakni mereka yang belum menderita, tetapi
berpotensi untuk menderita DM. Penyuluhan sangat penting perannya dalam upaya
pencegahan primer. Masyarakat luas melalui lembaga swadaya masyarakat dan
lembaga sosial lainnya harus diikutsertakan. Demikian pula pemerintah melalui
semua jajaran terkait seperti Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan
perlu memasukkan upaya pencegahan primer DM dalam program penyuluhan dan
pendidikan kesehatan. Sejak masa prasekolah hendaknya telah ditanamkan pengertian
mengenai pentingnya kegiatan jasmani teratur, pola dan jenis makanan yang sehat,
menjaga badan agar tidak terlalu gemuk, dan risiko merokok bagi kesehatan.
2. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder adalah upaya mencegah atau menghambat timbulnya
penyulit pada pasien yang telah menderita DM. Dilakukan dengan pemberian
pengobatan yang cukup dan tindakan deteksi dini penyulit sejak awal pengelolaan
penyakit DM. Salah satu penyulit DM yang sering terjadi adalah penyakit
kardiovaskular yang merupakan penyebab utama kematian pada penyandang
diabetes. Pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan :
a. Skrinning
Skrinning dilakukan dengan menggunakan tes urin, kadar gula darah
puasa, dan GIT.
b. Pengobatan
Pengobatan diabetes mellitus bergantung kepada pengobatan diet dan
pengobatan bila diperlukan. Kalau masih bisa tanpa obat, cukup dengan
menurunkan berat badan sampai mencapai berat badan ideal. Untuk itu perlu
dibantu dengan diet dan bergerak badan.
c. Diet
Diet adalah penatalaksanaan yang penting dari kedua tipe DM.
makanan yang masuk harus dibagi merata sepanjang hari. Ini harus konsisten
dari hari kehari. Adalah sangat penting bagi pasien yang menerima insulin
dikordinasikan antara makanan yang masuk dengan aktivitas insulin lebih
jauh orang dengan DM tipe II, cenderung kegemukan dimana ini
berhubungan dengan resistensi insulin dan hiperglikemia. Toleransi glukosa
sering membaik dengan penurunan berat badan. (Hendrawan,2002).
3. Pencegahan Tersier
Pencegahan tersier ditujukan pada kelompok penyandang diabetes yang telah
mengalami penyulit dalam upaya mencegah terjadinya kecacatan lebih lanjut.
Upaya rehabilitasi pada pasien dilakukan sedini mungkin, sebelum kecacatan
menetap. Sebagai contoh aspirin dosis rendah (80-325 mg/hari) dapat diberikan
secara rutin bagi penyandang diabetes yang sudah mempunyai penyulit
makroangiopati. Pada upaya pencegahan tersier tetap dilakukan penyuluhan pada
pasien dan keluarga. Materi penyuluhan termasuk upaya rehabilitasi yang dapat
dilakukan untuk mencapai kualitas hidup yang optimal . Pencegahan tersier
memerlukan pelayanan kesehatan holistik dan terintegrasi antar disiplin yang
terkait, terutama di rumah sakit rujukan. Kolaborasi yang baik antar para ahli di
berbagai disiplin (jantung dan ginjal, mata, bedah ortopedi, bedah vaskular,
radiologi, rehabilitasi medis, gizi, podiatrist, dll.) sangat diperlukan dalam
menunjang keberhasilan pencegahan tersier (Konsensus,2006).

F. Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia
Saat ini epidemi penyakit tidak menular muncul menjadi penyebab kematian
terbesar di Indonesia, sedangkan epidemi penyakit menular juga belum tuntas, selain
itu semakin banyak pula ditemukan penyakit infeksi baru dan timbulnya kembali
penyakit infeksi yang sudah lama menghilang, Sehingga Indonesia memiliki beban
kesehatan ganda yang berat. Berdasarkan studi epidemiologi terbaru, Indonesia telah
mrmasuki epidemic diabetes mellitus tipe 2. Perubahan gaya hidup dan urbanisasi
nampaknya merupakan pe-nyebab penting masalah ini, dan terus menerus meningkat
pada milenium baru ini.
Diperkirakan masih banyak (sekitar 50%) penyandang diabetes yang belum
terdiagnosis di Indonesia. Selain itu hanya dua pertiga saja dari yang terdiagnosis yang
menjalani pengobatan, baik non farmakologis maupun farmakologis. Dari yang
menjalani pengobatan tersebut hanya sepertiganya saja yang terkendali dengan baik.
Bukti-bukti menunjukkan bahwa komplikasi diabetes dapat dicegah dengan control
glikemik yang optimal. Kontrol glikemik yang optimal sangatlah penting, namun
demikian di Indonesia sendiri target pen-capaian kontrol glikemik belum tercapai,
rerata HbA1c masih 8%, masih di atas target yang diinginkan yaitu 7%. Oleh karena
itu diper-lukan suatu pedoman pengelolaan yang dapat menjadi acuan pena-talaksanaan
diabetes melitus.
Dalam 5 tahun terakhir setelah diterbitkannya Konsensus Pengelolaan Diabetes
Melitus Tipe 2 pada tahun 2006, banyak penelitian yang dilakukan berhubungan dengan
usaha pencegahan dan pen-gelolaan baik diabetes maupun komplikasinya.


BAB I
PENUTUP
A. Kesimpulan

B. Saran

Anda mungkin juga menyukai