Anda di halaman 1dari 3

MENGENAL SUSU PASTEURISASI

Oleh Katondio BW, S1 Reguler Gizi 2011


Ada dua jenis susu yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat, bila dibedakan berasarkan
proses pengolahannya. Ada susu mentah (raw milk) dan susu pasteurisasi. Susu yang baik untuk
dikonsumsi adalah susu yang telah mengalami pasteurisasi karena susu mentah adalah salah satu
pangan yang dapat paling berisiko membawa mikroorganisme berbahaya yang dapat
menyebabkan penyakit, seperti diare, kram perut, dan muntah, bahkan kematian. Risiko sakit
karena minum susu mentah lebih besar untuk bayi dan anak-anak muda, orang tua, wanita hamil,
dan orang dengan sistem kekebalan yang lemah, seperti penderita kanker, transplantasi organ,
atau HIV/AIDS, daripada bagi kesehatan anak usia sekolah dan orang dewasa.
Kontaminasi susu dapat terjadi dari:
Kotoran sapi yang kontak langsung dengan susu
Infeksi ambing sapi (mastitis)
Penyakit sapi (misalnya tuberkulosis sapi)
Bakteri yang hidup di kulit sapi
Lingkungan (misalnya kotoran, peralatan pengolahan)
Serangga, hewan pengerat, dan vektor hewan lainnya
Manusia, misalnya, dengan kontaminasi silang dari pakaian kotor dan sepatu bot.
Dampak buruk dari kontaminasi susu dapat dicegah dengan melakukan pasteurisasi pada
susu. Pasteurisasi susu adalah proses yang dapat membunuh bakteri berbahaya dalam susu yang
dapat menyebabkan penyakit dengan cara memanaskannya pada suhu tertentu untuk jangka
waktu yang ditetapkan. Salah satu metode yang digunakan adalah holder method, yaitu sejumlah
besar susu dipanaskan seluruhnya sampai suhu tertentu selama suatu jangka waktu tertentu
(umumnya selama 30 menit pada suhu 65
o
C). Jika pasteurisasi dengan metode ini dilakukan pada
suhu mencapai 66
o
C maka dapat menyebabkan timbulnya flavor susu masak dan lapisan tipis di
sekitar butiran lemak dapat mengalami kerusakan sehingga kecenderungan untuk membentu
lapisan krim dapat berkurang. Namun, holder method ini tidak ekonomis dalam skala besar
karena waktu yang diperlukan terlalu lama dan memerlukan pabrik yang besar.
Metode lain yang telah dikembangkan dan lebih sering digunakan dalam kebanyakan susu
pasteurisasi sekarang adalah metode HTST (Higher Temperature, Short Time) dan metode UHT
(Ultra High Temperature). Pasteurisasi susu dengan metode HTST dilakukan dengan pemanasan
pada suhu 71,7
o
C selama 15-16 detik. Metode ini cukup untuk membunuh bakteri penyebab
penyakit, termasuk basil tuberkulosis, dan sebagian besar bakteri yang menyebabkan
pengasaman. Kemudian, susu harus didinginkan dengan cepat menjadi di bawah 10C. Jika susu
dibiarkan dingin secara perlahan-lahan, maka kondisi ini akan mendorong bakteri penyebab
asam dapat tumbuh kembali dan pengasaman sangat cepat akan terjadi. Pada metode pasteurisasi
susu dengan UHT, dilakukan dengan cara memanaskan susu pada suhu 138C selama minimal
dua detik. Cara lain adalah susu dipanaskan selama 15 detik pada suhu 125
o
C.
Susu segar pasteurisasi segera diisi ke dalam wadah, yang telah benar-benar disterilkan
sebelum tangan untuk mencegah susu dari yang terinfeksi kembali dengan bakteri. Berikut
adalah bakteri-bakteri lain yang dapat dicegah dengan pasteurisasi agar tidak tumbuh pada susu:
Micrococcaceae, Shigella sp., Salmonella sp., Mycobacterium, Coxiella dan masih banyak lagi.
Keuntungan lainnya adalah susu pasteurisasi juga difortifikasi atau diperkaya dengan zat
gizi penting seperti vitamin D, yang penting untuk kemampuan tubuh untuk menyerap kalsium
dan menguatkan tulang. Fortifikasi ini memberikan keuntungan yang lebih dari susu mentah.
Kadar vitamin D dalam susu mentah relatif kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan diet dari
manusia.
Kerugian dari pasteurisasi susu adalah kalsium larut dan penurunan fosfor sebesar 5%;
tiamin (vitamin B1), vitamin B12, dan asam folat sebesar 10%; vitamin B6 (0-8%); dan vitamin
C sebesar 20%. Kehilangan vitamin C memang terlihat cukup besar, namun karena susu bukan
merupakan sumber utama vitamin C pada pangan maka ini bukanlah sebuah masalah. Panas juga
dapat mendenaturasi protein susu. Efek ini tidak dianggap merugikan dari sudut pandang gizi
karena hanya melibatkan perubahan dalam susunan khusus dari protein kasein. Tidak ada rincian
dari hubungan peptida, sehingga kasein dapat dianggap sebagai senyawa tahan panas.
Namun, terkadang masyarakat atau konsumen masih terlalu takut mengenai kerugian di atas.
Padahal jelas hanya sebagian kecil dari zat gizi yang berkurang. Kekeliruan tersebut pada
akhirnya dapat membuat masyarakat lebih memilih mengonsumsi susu yang tidak
dipasteurisasi/susu mentah (raw milk). Padahal, jelas bahwa susu pasteurisasi lebih banyak
memiliki keuntungan daripada kerugian, serta lebih aman dikonsumsi jika dibandingkan dengan
susu mentah, maka dari itu susu pasteurisasi lebih dianjurkan untuk dikonsumsi.

Referensi:
Alvarez, Valente B. and Fransisco Parada-Rabell. "Health Benets, Risks, and Regulations of
Raw and Pasteurized Milk". http://ohioline.osu.edu/fse-fact/pdf/0003.pdf (Diakses 7 Mei
2013)
Buckle, K.A. 2009. Ilmu Pangan. Jakarta: UI Press.
Ferrara, Darla. 2011. "Raw Milk vs. Pasteurization Milk".
http://www.livestrong.com/article/427802-raw-milk-vs-pasteurized-milk/ (Diakses 7 Mei
2013).
Wilson, G. S. (1943), "The Pasteurization of Milk", British Medical Journal 1 (4286): 261.
Ziv, Aaron. 2011. "Pasteurized Milk & Salmonella". http://www.livestrong.com/article/447362-
pasteurized-milk-salmonella/ (Diakses 7 Mei 2013)
"Grade A Pasteurized Milk Ordinance 2009 Revision". US Department of Health and Human
Services. (Diakses 7 Mei 2013)
"Pasteurization". http://www.daviddarling.info/encyclopedia/P/pasteurization.html (Diakses 7
Mei 2013)
"Raw (Unpasteurized) Milk". http://www.cdc.gov/Features/RawMilk/index.html (Diakses 7 Mei
2013)
"The Dangers of Raw Milk: Unpasteurized Milk Can Pose a Serious Health Risk".
http://www.fda.gov/Food/ResourcesForYou/Consumers/ucm079516.htm (Diakses 7 Mei
2013)

Anda mungkin juga menyukai