Anda di halaman 1dari 10

Satu Periode Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban

Oleh
Koalisi Perlindungan Saksi & Korban
1



Terbentuknya Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada 2008 telah memunculkan
harapan baru bagi masyarakat, khususnya mereka yang menjadi saksi dan atau korban tindak
pidana. Masyarakat berharap agar LPSK dapat memperhatikan kepentingan saksi dan atau
korban untuk mendapatkan perlindungan, keadilan dan pemulihan hak-haknya.

Harapan masyarakat tersebut tidaklah jauh berbeda dengan maksud dan tujuan pembentukan
LPSK, yaitu dalam rangka meningkatkan partisipasi masyarakat dalam mengungkap tindak
pidana. Dalam kerangka itu, LPSK harus menciptakan suasana yang kondusif agar setiap orang
yang mengetahui terjadinya tindak pidana atau menjadi korban tindak pidana memiliki kemauan
dan keberanian untuk melaporkan hal tersebut kepada penegak hukum.
2


Respon yang baik terhadap keberadaan LPSK ini tampak dari meningkatnya laporan dan
pengaduan dari saksi dan atau korban kepada LPSK. Dalam tiga tahun terakhir, laporan dan
pengaduan terhadap LPSK selalu naik di atas 100%. Pada 2012, LPSK menerima 655 pengajuan
permohonan perlindungan.

Namun, besarnya respon masyarakat terhadap LPSK juga tidak menjadikan LPSK sebagai
lembaga yang bebas dari kesalahan dan kekurangan. Keterlibatan dua anggota LPSK (I Ktut
Sudiharsa dan Myra Diarsi) dalam skandal makelar kasus yang melibatkan Anggodo Widjoyo
mengakibatkan LPSK menjadi obyek penggeledahan KPK dan hampir kehilangan dukungan
masyarakat. Demikian juga dengan keluhan yang disampaikan saksi dan atau korban terhadap
pelayanan LPSK sudah menjadikan setitik noda dalam perjalanan lima tahun LPSK.

Oleh karenanya, menjelang berakhirnya masa jabatan anggota LPSK Periode 2008-2013 pada 8
Agustus 2013 nanti, semua capaian, kritikan, catatan serta kekurangan LPSK periode pertama ini
harus dijadikan pelajaran bagi anggota LPSK mendatang untuk melakukan perbaikan-perbaikan
mendasar. Sehingga LPSK ke depan dapat menjadi lembaga yang kompeten dan terpercaya
dalam perlindungan dan pemenuhan hak-hak saksi dan atau korban.

Capaian LPSK: Pembangunan Kelembagaan
Untuk melihat dan mengukur kinerja kelembagaan LPSK, secara khusus tulisan ini akan
difokuskan pada pembangunan kelembagaan LPSK, terutama yang berkaitan dengan regulasi
yang dihasilkan, baik yang berkaitan dengan internal dan kesekretariatan maupun tugas pokok
dan fungsi, staf dan anggaran. Disamping itu, pelaksanaan perlindungan dan bantuan merupakan
hal lainnya sangat mempengaruhi kinerja LPSK secara kelembagaan.

Dalam lima tahun pertamanya, LPSK memprioritaskan pembangunan dan penguatan
kelembagaan sebagai prioritas utamanya.
3
Hal ini penting, karena pengembangan kelembagaan
merupakan kerja besar yang sangat menentukan perkembangan dan kemajuan LPSK dimasa
1

mendatang. Bagaimana performa LPSK dalam menjalankan tugas pemberian perlindungan saksi
dan korban ditentukan oleh fondasi kelembagaannya.

Peraturan Internal dan Kesekretariatan LPSK
No Tahun Tentang
4 2012 Penyelenggaraan Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Di Lingkungan
Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban
3 2012 Tata Cara Penyelenggaraan Rapat Pada Lembaga Perlindungan Saksi Dan
Korban
2 2011 Standar Operasional Prosedur Pelayanan Informasi Publik Di Lingkungan
Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban
4 2010 Penyelesaian Pelanggaran Kode Etik Dan Pelanggaran Disiplin Berat
3 2010 Penyelenggaraan Rapat
5 2009 Tata Cara Pemeriksaan Dan Pemberhentian Anggota Lembaga Perlindungan
Saksi Dan Korban
2 2009 Disiplin Pegawai
1 2009 Kode Etik

Peraturan terkait Tugas Pokok dan Fungsi
No Tahun Tentang
1 2013 Susunan Panitia Seleksi, Tata Cara Pelaksanaan Seleksi, Dan Pemilihan Calon
Anggota Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban
2 2012 Tata Cara Pendampingan Saksi Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban
1 2012 Tata Cara Pelaksanaan Investigasi
1 2011 Pedoman Pelayanan Permohonan Perlindungan Pada Lembaga Perlindungan
Saksi Dan Korban
6 2010 Tata Cara Pemberian Perlindungan Saksi Dan Korban
5 2010 Tugas Dan Fungsi Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban
2 2010 Standar Operasional Prosedur Permohonan Dan Pelaksanaan Kompensasi
Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban
1 2010 Standar Operasional Prosedur Permohonan Dan Pelaksanaan Restitusi
Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban
4 2009 Standar Operasional Prosedur Pemberian Bantuan Medis Dan Psikososial
Lembaga Perlindungan Saksi Dan Korban
3 2009 Tata Cara Pembentukan J alinan Dan Forum Kerjasama Lembaga
Perlindungan Saksi Dan Korban Dengan Instansi Terkait Yang Berwenang

Disamping regulasi internal, LPSK juga berhasil mendorong pembentukan SEMA No. 4 Tahun
2011 tentang whistleblower dan justice collaborators dan Peraturan Bersama Menteri Hukum
Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia J aksa Agung Republik Indonesia Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Ketua Lembaga
Perlindungan Saksi Dan Korban Republik Indonesia Nomor: M.HH-11.HM.03.02.th.2011;
NOMOR: PER-045/A/J A/12/2011; NOMOR: 1 Tahun 2011; NOMOR: KEPB-02/01-
55/12/2011; NOMOR: 4 Tahun 2011 Tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor Dan
Saksi Pelaku Yang Bekerjasama.

Berkaitan dengan pengembangan staf dan anggaran, sepertinya LPSK berhasil menunjukkan
dirinya sebagai lembaga baru yang mampu membangun sistem kepegawaian dan anggaran
2

dengan baik. Diterbitkannya Perpres No. 82 tahun 2008 tentang Kesekretariatan LPSK dan
Permensesneg Nomor 5 tahun 2009 tentang Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat LPSK,
merupakan awal pembangunan kelembagaan LPSK.

Melalui kedua instrumen hukum tersebut, LPSK memiliki dasar yang kuat untuk melengkapi
struktur kelembagaannya. LPSK yang pada awal pendiriannya memiliki staf 39 orang,
4
sekarang
stafnya sudah mencapai 159 orang dengan komposisi:
5


No Jenis Pegawai Jumlah
1 Pegawai Struktural, yang terdiri dari:
1. Pegawai Eselon II
2. Pegawai Eselon III
3. Pegawai Eselon IV
4. Pegawai PNS Non Eselon

1
4
3
12
Jumlah 20
2 Tenaga Ahli 9
3 Satgas Pengaman 13
4 Pegawai tidak tetap yang Terdiri dari:
a. Pegawai Administrasi
1. S1
2. D3
3. SMA
b. Tenaga Medis
c. Tenaga Pengaman
d. Tenaga Pengemudi
e. Tenaga Pramubakti/Kurir


37
8
15
3
25
15
14
Jumlah 159

Struktur kepegawaian LPSK inilah yang kemudian dikelola Pimpinan dan Sekretariat LPSK
sebagai satuan kerka yang bertugas memberikan pelayanan dan dukungan administrasi bagi
pelaksanaan tugas-tugas dan fungsi LPSK. Demikian juga dengan anggaran, dalam tahun
pertamanya anggaran LPSK adalah sebesar Rp. 21.845.909.000,
6
sementara pada tahun 2013
mencapai Rp. 153,79 miliar.
7


No Bidang 2012 2011 2010 Kumulatif Prosentasi
1.

Sekretariat dan
Pimpinan
27.487.249.000 28.569.525.000 24.577.045.500 80.633.819.500 51%
2.

Perlindungan 8.060.569.000 6.040.018.000 8.201.353.000 22.301.940.000 14%
3.

BKR 3.294.809.000 2.890.543.000 4.120.569.500 10.305.921.500 7%
4.

HDH 4.428.928.000 6.465.908.000 6.629.966.500 17.524.802.500 11%
5.

Kermadiklat 6.571.168.000 7.276.726.000 4.121.551.500 17.969.445.500 11%
3

6.

Pengawasan,
Pelaporan,
Penelitian dan
Pengembangan
3.257.277.000 2.757.280.000 3.040.699.000 9.055.256.000 6%
Total 53.100.000.000 54.000.000.000 50.691.185.000 157.791.185.000 100%

Permasalahan muncul dalam system anggaran LPSK adalah perbedaan yang mencolok antara
anggaran Sekretariat dan Pimpinan dengan anggaran yang dialokasikan untuk melaksanakan
tugas pokok dan fungsinya. Dalam tiga tahun terakhir misalnya, anggaran Sekretariat dan
Pimpinan selalu jauh lebih besar dibandingkan dengan anggaran perlindungan dan BKR
(bantuan, kompensasi dan restitusi) yang menjadi core bussiness-nya LPSK. Dengan membaca
pada komposisi budget, hal ini dapat menimbulkan penafsiran bahwa upaya perlindungan dan
BKR belum menjadi prioritas utama dari LPSK. Seharusnya sebagai core bussiness dari LPSK,
porsi untuk budget perlindungan dan BKR seharusnya lebih tinggi dari budget yang selama ini
dialokasikan. Selain kebijakan alokasi budget, maka hal penting lain yang perlu menjadi
perhatian dan perbaikan dimasa mendatang adalah mekanisme partanggungjawaban keuangan
semua anggaran di LPSK.

Evaluasi Atas Kelembagaan:
1) Belum ada road map atau Rencana Strategis LPSK, sebagai acuan ke arah mana LPSK akan
dibangun dan dikembangkan dalam jangka menengah dan panjang. Contohnya adalah
permasalahan dalam menentukan prioritas kasus yang perlu ditangani. Tidak tampak adanya
arah yang konkrit tentang kasus-kasus seperti apa yang diutamakan untuk penanganannya;

2) Rapat paripurna seringkali tidak tepat waktu. Padahal pelaksanaannya harus 4 kali sebulan.
Hal ini berdampak pada keputusan diterima tidaknya permohonan yang masuk, proses
permohonan yang berlarut tanpa kejelasan. Rapat paripurna LPSK tidak mampu menjawab
prioritas permasalahan dari laporanlaporan yang masuk;

3) Pelanggaran disiplin yang dilakukan staff LPSK, atau beberapa kasus yang pernah
dilaporkan masyarakat terkait tugas LPSK yang tidak sesuai dan justru merugikan saksi atau
korban tidak pernah ditindaklanjuti. Ini menunjukkan bahwa secara keseluruhan tidak ada
kemajuan di kelembagaan;

4) Meskipun secara kuantitas ada peningkatan jumlah personil di LPSK, namun kualitas dari
penyelesaian kasus hanya bersandar pada kasuskasus populer. Seringkali permohonan
perlindungan dan permohonan layanan lain yang kasusnya tidak populer justru diabaikan
atau prosesnya berlarut-larut;

5) Beberapa anggota LPSK nyata-nyata tidak pernah bertugas penuh waktu untuk LPSK,
beberapa diantaranya sibuk dengan kegiatan di luar LPSK. Selain itu ada anggota LPSK
yang justru sibuk mendaftarkan dirinya sebagai Calon Anggota Legistatif, bahkan Hakim
Agung;

6) LPSK bermasalah dengan jaringan sosialnya, karena MoU atau kerjasama yang dibuat
terbatas dengan lembaga negara lainnya;
4


7) Umumnya anggota LPSK tidak menguasai konteks kasus agraria, dengan mengetahui akar
permasalahannya. Ini penting, mengingat banyaknya konflik agraria yang semakin merebak,
perlu adanya pemahaman khusus seperti komisi negara yang lain;

8) Meskipun LPSK tidak memiliki peran aktif dalam suatu proses tindak pidana, namun perlu
dibuat jaringan dengan masyarakat sipil sebagai sumber informasi di daerah-daerah;

9) Ada indikasi bahwa komisikomisi seperti LPSK dan KOMNAS HAM hanya dijadikan
kartu pengaman, tidak ada protes secara langsung kepada pemerintah;

10) Perlu melihat kembali, bahwa LPSK tidak lagi harus diposisikan sebagai partner potensial,
karena tindakannya selama ini justru bisa dijadikan sebagai sasaran gugatan;

11) System penyusunan anggaran LPSK tidak mencerminkan oriensi LPSK dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsinya dalam hal perlindungan dan BKR (bantuan, kompensasi dan
restitusi)

Dalam konteks pelaksanaan tugas dan fungsi pokoknya untuk memberikan perlindungan bagi
saksi dan atau korban, secara bertahap LPSK telah melakukan perbaikan-perbaikan dalam hal
pelayanan kepada saksi dan atau korban. Berikut merupakan rincian 655 pengaduan yang masuk
ke LPSK pada 2012:
8


1. Diterima dengan diberikan bantuan berupa pemenuhan hak procedural, bantuan medis,
bantuan psikologis dan fasilitasi layanan pengajuan restitusi sebanyak 173 (seratus
tujuhpuluh tiga) permohonan.

2. Diterima dengan diberikan perlindungan dalam bentuk perlindungan hukum dan
pendampingan, pengawalan pengamanan, dan pemberian rumah aman sebanyak 85
(delapanpuluh lima) permohonan.

3. Diterima bantuan dan perlindungan sebanyak 253 (duaratus limapuluh tiga) permohonan.

4. Ditolak sebanyak 124 (seratus duapuluh empat) permohonan.

5. Diberikan rekomendasi 106 (seratus enam) permohonan.

Peningkatan permohonan dalam tiga tahun terakhir disebabkan karena LPSK telah telah
membuat berbagai sistem dan mekanisme yang memudahkan saksi atau korban untuk mengakses
dan berkomunikasi dengan LPSK,
9
sehingga memberikan gambaran yang jelas mengenai
prosedur dan tahapan yang harus dilalui saksi dan atau korban untuk mendapatkan perlindungan
dari LPSK.
Permohonan yang Diterima LPSK
Tahun 2011
Layanan Jumlah
Perlindungan fisik 9
5

Medis 44
Psikologis 62
Restitusi 5
Kompensasi -
Hak procedural 246


Menjaga Integritas LPSK
Secara substansial, LPSK telah menampakkan diri sebagai salah satu lembaga negara yang
diterima publik dan menjadi tumpuan korban kejahatan untuk mencari keadilan. Namun,
sepanjang satu periode kelembagaannya, masih banyak catatan atas fungsi pelayanannya, yang
juga dipengaruhi minimnya perspektif korban yang dianut para anggota. Beberapa catatan
diantaranya:

1) Pemahaman para anggota dan staff terkait kasus spesifik sangat minim, khususnya terkait
isu Ekosob maupun Sipol, anggota LPSK tidak cukup memahami dinamika permasalahan.
Siapa yang menjadi korban. Sebagai contoh bahwa kasus penembakan yang sudah jelas
terbunuh, tak juga ditetapkan sebagai korban;

2) Banyak anggota LPSK yang mempertanyakan kenapa korban 65 harus diberikan bantuan?
Mereka mengatakan bahwa penyakit korban tersebut justru disebabkan umurnya yang sudah
tua, bukan karena korban peristiwa 65. Selain itu, terhadap korban 65 dan Ahmadiyah
Cikeusik yang diberikan bantuan dan perlindungan, seringkali terlontar ucapan seolah tidak
rela mereka mengabulkan permohonan, seperti kalimat: masa korban beli kacamatanya
saja di Optik Melawai;

3) Kondisi internal LPSK tidak solid. Terdapat kubu-kubu di dalam LPSK. Kelompok-
kelompok ini seringkali saling berbenturan karena perbedaan latar belakang dan
kepentingan. Dalam kasus Sampang misalnya, staf LPSK justru melakukan intimidasi
kepada korban, dengan mempertanyakan ajaran Syiah, bahkan cenderung menjustifikasi ke-
sesat-an Syiah. Bahkan Saksi/korban yang telah dilindungi, akibat adanya tekanan dari
Pemda dan Polri, staff teknis LPSK justru mengembalikan Saksi/Korban ke GOR. Ini
menunjukkan koordinasi LPSK sebagai kesatuan sangat memprihatinkan;

4) Anggota LPSK yang justru tidak clear tentang whistle blower, karena ada kejadian seorang
whistle blower yang dilindungi LPSK, namanya justru disebutkan dengan jelas di
pernyataan pers LPSK;

5) Dalam memberikan perlindungan terhadap korban kekerasan atas nama agama, staff LPSK
justru banyak mendiskusikan ajaran agama yang dianut korban, dan diskusinya justru lebih
mirip intimidasi dan mencap sesat;

6) Sulitnya melaporkan kepada LPSK terkait konflik agraria, yang statusnya sebagai tersangka.
Padahal dalam konteks kasus agraria, di sana sangat kuat dimensi kekuasaan dan modal,
yang mengarah pada kriminalisasi masyarakat. Hal ini diperparah dengan kenyataan tidak
6

semua anggota LPSK mengetahui akar permasalahan dalam beberapa kasus spesifik
[contoh: konflik agraria];

7) LPSK kurang memperhatikan kasuskasus kekerasan terhadap perempuan, mungkin akibat
pengetahuan yang minim akan hal tersebut;

8) Persoalan restitusi, adanya syarat keterangan dari Polisi sebagai status korban, serta
diharuskannya penghitungan kerugian korban yang dibuat akuntan publik sangat
memberatkan Pemohon. Sehingga sangat tidak rasional jika syarat seperti ini masih
dipertahankan;

9) Perkembangan dalam penerimaan bantuan kepada korban cukup berkembang dibanding
tahun awal berdirinya LPSK, namun birokrasi yang berbelitbelit dalam permohonan
bantuan (korban harus mendapat rekomendasi dari lembaga lain, seperti Polri atau Komnas
HAM), menyulitkan pemohon;

10) Rapat paripurna LPSK tidak mampu menjawab prioritas permasalahan dari laporanlaporan
yang masuk, sehingga banyak layanan bantuan terlambat. Bahkan ada permohonan Bantuan,
yang tidak terjawab hingga Pemohon meninggal. Di kasus lain, korban atau saksi hanya
diantarkan di rumah sakit namun proses pemeriksaan dan administrasinya tidak dibantu staf
LPSK, dan tidak ada penjelasan sampai sejauh mana bantuan itu bisa diberikan kepada
korban;

11) Kasus yang di blow-up media lebih cepat ditangani. Hal ini sebagaimana yang pernah
dialami masyarakat, yakni kasus intimidasi dari pihak berwajib yang terus diblow-up media,
namun, kasus lain terkait illegal logging yang tidak diberitakan besar, dimana seorang
wartawan disekap dan diintimidasi, ketika dilaporkan kepada LPSK mengalami proses yang
cukup panjang terkait masalah administrasi. Dan akhirnya korban mengevakuasi sendiri;

12) Dalam melakukan investigasi, tidak ada mekanisme cross check antara LPSK dengan
masyarakat sipil terkait data di lapangan;

13) Beberapa permohonan layanan kepada LPSK tidak ditangani dengan baik karena mereka
tidak bisa menjelaskan kriteria penanganan korban;

14) Dalam kasus di pengadilan Bukit Tinggi, meskipun keluarga korban sudah mengajukan
restitusi tetapi tidak menyertakan buktibukti pembayaran sehingga tidak dikabulkan
restitusinya. Artinya penguatan kelembagaan dan pemahaman terhadap lembaga terkait
(Kejaksaan, Polisi, dan Pengadilan) harus diperkuat;

15) Dalam memberikan pelayanan terhadap Saksi & Korban, dari 13 hak yang seharusnya
diterima oleh saksi dan korban, hanya beberapa poin yang bisa dipenuhi oleh LPSK;

Tidak optimalnya perlindungan kepada saksi-saksi, seeprti misalnya dalam kasus penyiksaan
Erik Alamsyah di Pengadilan Negeri Bukit Tinggi
10
dan Kasus Sampang
11
telah mengakibatkan
hilangnya hak-hak saksi untuk mendapatkan perlindungan dan kebebasan dalam memberikan
7

keterangannya di Pengadilan. Demikian juga dengan ketidaksigapan LPSK dalam menangani
korban kekerasan TNI di Urut Sewu, Kebumen telah mengakibatkan kesalahan kualifikasi,
korban dianggap sebagai tersangka/terdakwa, yang berakibat pada tidak dipenuhinya hak-hak
korban kekerasan aparat TNI.
12
Ketidakhati-hatian LPSK juga terjadi dalam kasus Penghentian
Layanan Bantuan Medis kepada korban peristiwa 1965, Nona Nani Nurani, yang mana secara
sepihak dan tanpa alasan yang jelas LPSK menghentikan layanannya.
13


Hal yang paling sering dialami korban dan pendamping korban ketika berhadapan dengan LPSK
adalah terlalu lamanya proses pengambilan keputusan mengenai diterima atau tidaknya
permohonan perlindungan dan atau bantuan yang diajukan korban yang harus menunggu Sidang
Paripurna. Padahal, korban membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat. Kelompok korban
juga menilai komunikasi LPSK dengan korban maupun pendamping sangat lemah. Sementara di
lain pihak, di tengah-tengah proses yang dilakukan LPSK, terdapat kemungkinan terjadi hal-hal
yang buruk menimpa korban.
14


Kesalahan paling fatal LPSK mungkin terjadi dalam kasus korupsi sebagaimana terekam dalam
Majalah Tempo Edisi 29 J anuari 2012. Seorang saksi kasus korupsi yang dilindungi LPSK di
rumah aman juga pernah mengalami intimidasi dari staf LPSK. Hal ini disebabkan karena kasus
korupsinya melibatkan pejabat tinggi Partai Demokrat. Para penjaganya juga bertanya layaknya
penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi dan memaksanya menyerahkan dokumen kasus. Saksi
tersebut juga merasa posisinya di rumah aman tersebut dibocorkan kepada bos-nya di kantor.
15


Dari kesalahan-kesalahan dan kekurangan yang muncul dan dilakukan LPSK tersebut,
permasalahan penting yang harus menjadi perhatian LPSK ke depan adalah bagaimana menjaga
integritas LPSK melalui pelayanan yang bertanggung dan transparan, independen, terlepas dari
berbagai kepentingan individu (anggota dan staf), partai dan golongan apapun. Sehingga, LPSK
ke depan dapat menjadi lembaga yang kompeten dan berintegritas dalam perlindungan dan
pemenuhan hak-hak saksi dan atau korban.

Rekomendasi dan Penutup
Dalam kemajuan dan kekurangan yang dialami LPSK merupakan hasil usaha yang dilakukan
anggota LPSK beserta seluruh jajarannya. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam mengakses
layanan LPSK merupakan pertanda adanya harapan yang besar agar LPSK dapat menyediakan
layanan-layanan yang mudah dan bermanfaat bagi masyarakat.

Secara umum setidaknya terdapat beberapa rekomendasi atas banyaknya evaluasi kinerja LPSK,
yakni:

Perbaikan Kelembagaan
1. Membuat roadmap dan prioritas penanganan kasus

2. Mendayagunakan teknologi untuk melakukan koordinasi antar anggota LPSK

3. Tiap anggota LPSK perlu paham tujuan utama lembaga, sehingga perbedaan latar belakang
bisa menjadi kekuatan dalam melaksanakan fungsi perlindungan dan bantuan di LPSK

8

4. Terkait perkembangan jaringan dengan masyarakat sipil, ada kewajiban tersebut dibawah
anggota LPSK (Teguh Soedarsono). LPSK perlu mencari format bentuk hubungan atau
berjejaring dengan masyarakat sipil demi memudahkan jangkauan kinerja LPSK;

5. Penting bagi LPSK juga membuat cabang di daerah. Banyak kejadian di daerah tidak
mengenal LPSK;

6. J ika memang LPSK terkendala masalah anggaran, maka kita perlu menyuplai informasi
informasi yang lengkap untuk membantu kerja LPSK. Di LPSK punya soal, bahwa
anggotanya tidak mau peduli dengan kasus tersebut, dan investigatornya tidak terlalu handal.
Lalu kalau kemudian masyarakat sipil melakukan investigasi apakah anggota LPSK mau
mempercayai laporan tesebut.

7. Kendala selama permasalahan, bahwa investigator yang turun ke lapangan terbatas dalam
soal waktu untuk turun ke lapangan. Kapasitas masyarakat sipil kemudian perlu dipikirkan
untuk menyuplai informasi kepada LPSK dalam memahami kasus dan diterima sebagai
data yang valid;

8. LPSK diharapkan turut aktif dalam menangani kasus, tidak hanya ditempatkan menjadi
solusi penyelesaian terakhir;

9. Membina jaringan dengan masyarakat sipil membantu kerja Komnas Perempuan, seperti
soal Safehouse sesuai dengan anjuran masyarakat sipil untuk memudahkan permasalahan
LPSK terkait kekurangan anggaran. Bisa juga teman2 LPSK mengajak masyarakat sipil
untuk membuat renstra bersama masyarakat sipil

10. Proses laporan masyarakat atas kinerja LPSK yang buruk perlu dipublikasi ke publik demi
menjaga integritas lembaga. Dalam hal ini, proses pengawasan internal harus transparan;

11. Anggota LPSK harus patuh dan disiplin kepada peraturan dan procedural internal LPSK;

12. Dalam melakukan investigasi dan verifikasi pemohon layanan, LPSK harus lebih cermat dan
paham konteks kasus agar kesalahan pemberian bantuan medis kepada korban tepat sasaran
dan tidak keliru. Kemudian 13 hak korban wajib dipenuhi oleh LPSK;

Perbaikan Pelayanan
1. Menyederhanakan proses permohonan dan melayani dengan waktu yang singkat

2. Komisioner LPSK harus memiliki perspektif korban yang baik, memahami dengan cukup
dinamika kasus-kasus di Indonesia, termasuk siapa yang menjadi korban sesungguhnya;

3. Dalam memberikan pelayanan terhadap Saksi & Korban, 13 hak yang seharusnya diterima
oleh saksi dan korban, harus dipenuhi oleh LPSK;

4. Perspektif anggota akan kasus pelanggaran HAM masa lalu harus clear, bahwa penyakit
dan keadaan korban tersebut justru disebabkan karena adanya peristiwa 65;
9


5. Dalam memberikan perlindungan, LPSK harus tahan atas tekanan massa, pemerintah serta
aparat kepolisian;

Kekurangan dan kesalahan yang mungkin kecil harus dijadikan momentum bagi LPSK untuk
terus memperbaiki kinerja dan layanan kepada masyarakat. Sehingga, LPSK akan menjadi
lembaga Negara yang mampu mewujudkan perlindungan saksi dan korban yang ideal dalam
sistem peradilan pidana yang dimandatkan UU No. 13 tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi
dan Korban.

1
ELSAM, ICW, KontraS, Sawit Watch, WALHI, Tuk INDONESIA, YLBHI, ICJ R, LBH Pers, YLBH Universalia,
MAPPI FH UI, YPKP65
2
Bagian menimbang huruf c dan Pasal 2 UU No. 13 tahun 2006
3
Laporan Tahunan LPSK tahun 2010, 2011
4
Laporan Perkembangan Satu Tahun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, 5 Agustus 2009
5
Diolah dari berbagai sumber dan laporan
6
Laporan Perkembangan Satu Tahun Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, 5 Agustus 2009
7
Republika, Anggaran LPSK 2013 Naik 189 Persen,
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/12/09/09/ma2fvz-anggaran-lpsk-2013-naik-189-persen
8
Dikompilasi dari berbagai sumber dan laporan LPSK
9
Misalnya berbagai regulasi internal mengenai procedural operasional standar mengenai pelayanan, perlindungan,
dan pemberian bantuan bagi saksi dan atau korban, pembentukan UPP, yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan
Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban Nomor KEP-037/1/LPSK/12/2009. Pembentukan Unit Penerimaan
Permohonan sebagai salah satu bentuk layanan publik yang transparan dan akuntabel kepada publik.
10
ELSAM-LBH Padang-YLBHI: Ketiadaan Perlindungan Saksi, Berpotensi Gagalkan Penghukuman Pelaku
Penyiksaan Tahanan, 21 September 2012
11
Surat Permohonan dan Protes LBH Universalia 0012/SRTLPSK-UNI/X2012 tanggal 4 Oktober 2012
12
Tim Advokasi Petani Urut Sewu Kebumen (TAPUK), Keberatan Atas Hasil Rapat Paripurna LPSK, 21 J uni 2011
13
Surat Nomor: S-010/DIV-PHSK/LPSK/01/2013 perihal Pemberitahuan Tentang Penghentian Layanan Bantuan
Medis; Tim Advokasi Nona Nani Nurani
14
Wanmayeti, Pendamping Korban: Sudah Korban, Di-pingpong Pula, April 2013
15
Majalah Tempo: Melindungi di Penjara Mewah, 29 J anuari 2012
10

Anda mungkin juga menyukai