Anda di halaman 1dari 39

LAPORAN PEMICU 3

MODUL P2K2

Kelompok 5 :
Risci Intan Parmita
Muhammad Lukman
Atika
Meliani Fransiska Andita
Asjat Gapur
Suwenita
Bella Faradiska Yuanda
Arif Padillah
Albert Tito
Riska Nazaria
Dara Agusti Maulidya
I1011131002
I1011131003
I1011131018
I1011131031
I1011131035
I1011131036
I1011131041
I1011131045
I1011131070
I1011131071
I1011131086


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK
2014


BAB I
PENDAHULUAN

Pemicu
Di dapur dari rumah seorang tetangga anda terjadi suatu kebakaran. Diduga
kebakaran tersebut terjadi akibat dari ledakan tabung gas elpiji 3 kg. Api menyala
cukup besar dibagian belakang dan terdengar suara teriakan minta tolong dari dalam
rumah tetangga anda tersebut. Di perkirakan terdapat 4 orang yang berada di dalam
rumah tersebut. Rumah-rumah di daerah tersebut berdekatan jaraknya satu sama lain.
Dua orang sanggup menyelamatkan diri keluar dari dalam rumah yang terbakar itu.
Keduanya terlihat masih sadar, tetapi tampak lemah, sesak dan mengalami beberapa
luka bakar pada sebagian daerah wajah dan separuh lengannya. Tak lama kemudian,
dua orang lainnya berhasil diselamatkan keluar dari dalam rumah oleh warga yang
berusaha menolong. Kedua korban tersebut tampak tidak sadar, salah satu
diantaranya bahkan terlihat tidak bernafas. Pada kedua korban tersebut didapatkan
luka bakar cukup luas pada hampir sebagian besar permukaan tubuhnya.

Klarifikasi dan Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi akibat sentuhan permukaan tubuh dengan benda-
benda yang menghasilkan panas (api secara langsung maupun tidak langsung,
pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia, air, dll) atau zat-zat
yang bersifat membakar (asamkuat, basakuat).
1


Kata Kunci
1. Luka bakar
2. Kebakaran
3. Sesak

4. 2 koran tidak sadar dan salah satunya tidak bernapas
5. 2 korban sadar dan tampak lemah

Rumusan Masalah
Bagaimana penilaian dan cara pertolongan terhadap korban luka bakar
tersebut ?



Analisis Masalah


















Kebakaran
Korban dengan luka bakar
Korban sadar,
tampak lemah
Korban tidak sadar,
tampak tidak bernapas
Kegawatdaruratan Kebakaran
Penilaian Korban
Etiologi Diagnosa
Tata Laksana
Triage




Hipotesis
Penilaian terhadap korban luka bakar dapat dilihat dari penyebab, kedalaman ,
dan lokasi luka sedangkan cara pertolongan yang dapat dilakukan berdasarkan
hasil penilaian dari korban tersebut.

Isu Pembelajaran
1. Luka Bakar : a. Penyebab
b. Klasifikasi
c. Fase fase
d. Pengaruh / Dampak
e. Patofisiologi
f. Terapi
2. Kebakaran : a.Triase Lapangan
b. Tenaga Kesehatan yang berperan
c. Penanggulangan Kebakaran
d. Dampak
e. Penanganan selain luka bakar
f. Pencegahan
g. SPGDT
3. Sesak : a.Penyebab
b. Patofisilogi
c. Gambaran Keracunan CO
d. Tatalaksana
e. Trauma Inhalasi
f. Pertolongan Pertama

4. Studi Kasus : a. Penilaian
b. Penanganan / Tata Laksana
BAB II
PEMBAHASAN
1. LUKA BAKAR
a. Penyebab
[2]

a. Luka Bakar Termal
Luka bakar thermal (panas) disebabkan oleh karena terpapar atau
kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya.
b. Luka Bakar Kimia
Luka bakar chemical (kimia) disebabkan oleh kontaknya jaringan
kulit dengan asam atau basa kuat. Konsentrasi zat kimia, lamanya
kontak dan banyaknya jaringan yang terpapar menentukan luasnya
injuri karena zat kimia ini. Luka bakar kimia dapat terjadi misalnya
karena kontak dengan zat-zat pembersih yang sering dipergunakan
untuk keperluan rumah tangga dan berbagai zat kimia yang
digunakan dalam bidang industri, pertanian dan militer. Lebih dari
25.000 produk zat kimia diketahui dapat menyebabkan luka bakar
kimia.
c. Luka Bakar Elektrik
Luka bakar electric (listrik) disebabkan oleh panas yang digerakan
dari energi listrik yang dihantarkan melalui tubuh. Berat ringannya
luka dipengaruhi oleh lamanya kontak, tingginya voltage dan cara
gelombang elektrik itu sampai mengenai tubuh.
d. Luka Bakar Radiasi
Luka bakar radiasi disebabkan oleh terpapar dengan sumber
radioaktif. Tipe injuri ini seringkali berhubungan dengan penggunaan

radiasi ion pada industri atau dari sumber radiasi untuk keperluan
terapeutik pada dunia kedokteran. Terbakar oleh sinar matahari
akibat terpapar yang terlalu lama juga merupakan salah satu tipe luka
bakar radiasi.

b. Klasifikasi
[3,4,5]

Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dibagi ke dalam 4 kategori yang
didasarkan pada elemen kulit yang rusak.
a) Superficial (derajat I), dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Hanya mengenai lapisan epidermis.
Luka tampak pink cerah sampai merah (eritema ringan sampai
berat).
Kulit memucat bila ditekan.
Edema minimal.
Tidak ada blister.
Kulit hangat/kering.
Nyeri / hyperethetic
Nyeri berkurang dengan pendinginan.
Discomfort berakhir kira-kira dalam waktu 48 jam.
Dapat sembuh spontan dalam 3-7 hari
.
b) Partial thickness (derajat II), dengan ciri sbb.:
Partial tihckness dikelompokan menjadi 2, yaitu superpicial
partial thickness dan deep partial thickness.
Mengenai epidermis dan dermis.
Luka tampak merah sampai pink

Terbentuk blister
Edema
Nyeri
Sensitif terhadap udara dingin
Penyembuhan luka :
- Superficial partial thickness : 14 - 21 hari
- Deep partial thickness : 21 - 28 hari

c) Full thickness (derajat III)
Mengenai semua lapisan kulit, lemak subcutan dan
dapat juga mengenai permukaan otot, dan persarafan
dan pembuluh darah.
Luka tampak bervariasi dari berwarna putih, merah
sampai dengan coklat atau hitam.
Tanpa ada blister.
Permukaan luka kering dengan tektur kasar/keras.
Edema.
Sedikit nyeri atau bahkan tidak ada rasa nyeri.
Tidak mungkin terjadi penyembuhan luka secara
spontan.
Memerlukan skin graft.
Dapat terjadi scar hipertropik dan kontraktur jika tidak
dilakukan tindakan preventif.

d) Fourth degree (derajat IV)
Mengenai semua lapisan kulit, otot dan tulang.

Luas Luka Bakar

Terdapat beberapa metode untuk menentukan luas luka bakar meliputi
rule of nine, Lund and Browder, dan hand palm. Ukuran luka bakar dapat
ditentukan dengan menggunakan salah satu dari metode tersebut. Ukuran
luka bakar ditentukan dengan prosentase dari permukaan tubuh yang
terkena luka bakar. Akurasi dari perhitungan bervariasi menurut metode
yang digunakan dan p\engalaman seseorang dalam menentukan luas luka
bakar. Metode rule of nine mulai diperkenalkan sejak tahun 1940-an
sebagai suatu alat pengkajian yang cepat untuk menentukan perkiraan
ukuran/luas luka bakar. Dasar dari metode ini adalah bahwa tubuh di bagi
kedalam bagian-bagian anatomic, dimana setiap bagian mewakili 9 %
kecuali daerah genitalia 1 %.






Selain dari metode tersebut di atas, dapat juga digunakan cara lainnya
yaitu mengunakan metode hand palm. Metode ini adalah cara
menentukan luas atau persentasi luka bakar dengan menggunakan telapak
tangan. Satu telapak tangan mewakili 1 % dari permukaan tubuh yang
mengalami luka bakar.
Sedangkan pada metode Lund and Browder merupakan modifikasi
dari persentasi bagian-bagian tubuh menurut usia, yang dapat
memberikan perhitungan yang lebih akurat tentang luas luka bakar.


Area 0-1 thn 1-4 thn 5-9 thn 10-14 thn 15 thn Dewasa
Kepala 19 17 13 11 9 7
Leher 2 2 2 2 2 2

Anterior tubuh 13 13 13 13 13 13
Posterior tubuh 13 13 13 13 13 13
Bokong kanan 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Bokong kiri 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Genitalia 1 1 1 1 1 1
Lengan atas
kanan
4 4 4 4 4 4
Lengan atas kiri 4 4 4 4 4 4
Lengan bawah
kanan
3 3 3 3 3 3
Lengan bawah
kiri
3 3 3 3 3 3
Telapak tangan
kanan
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Telapak tangan
kiri
2,5 2,5 2,5 2,5 2,5 2,5
Paha kanan 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Paha kiri 5,5 6,5 8 8,5 9 9,5
Kaki kanan 5 5 5,5 6 6,5 7
Kaki kiri 5 5 5,5 6 6,5 7
Telapak kaki
kanan
3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Telapak kaki
kiri
3,5 3,5 3,5 3,5 3,5 3,5
Total 100 100 100 100 100 101

Lokasi luka bakar (bagian tubuh yang terkena)

Berat ringannya luka bakar dipengaruhi pula oleh lokasi luka bakar.
Luka bakar yang mengenai kepala, leher dan dada seringkali berkaitan
dengan komplikasi pulmoner. Luka bakar yang menganai wajah
seringkali menyebabkan abrasi kornea. Luka bakar yang mengenai lengan
dan persendian seringkali membutuhkan terapi fisik dan occupasi dan
dapat menimbulkan implikasi terhadap kehilangan waktu bekerja dan atau
ketidakmampuan untuk bekerja secara permanen. Luka bakar yang
mengenai daerah perineal dapat terkontaminasi oleh urine atau feces.
Sedangkan luka bakar yang 22 mengenai daerah torak dapat
menyebabkan tidak adekwatnya ekspansi dinding dada dan terjadinya
insufisiensi pulmoner.

Usia
Usia klien mempengaruhi berat ringannya luka bakar. Angka
kematiannya (Mortality rate) cukup tinggi pada anak yang berusia kurang
dari 4 tahun, terutama pada kelompok usia 0-1 tahun dan klien yang
berusia di atas 65 th. Tingginya statistik mortalitas dan morbiditas pada
orang tua yang terkena luka bakar merupakan akibat kombinasi dari
berbagai gangguan fungsional (seperti lambatnya bereaksi, gangguan
dalam menilai, dan menurunnya kemampuan mobilitas), hidup sendiri,
dan bahaya-bahaya lingkungan lainnya. Disamping itu juga mereka lebih
rentan terhadap injury luka bakar karena kulitnya menjadi lebih tipis, dan
terjadi athropi pada bagian-bagian kulit lain. Sehingga situasi seperti
ketika mandi dan memasak dapat menyebabkan terjadinya luka bakar.

c. Fase fase
[6]

Terdapat 3 fase pada luka bakar, di antaranya:
a. Fase Akut/Syok

Pada fase ini penderita akan mengalami ancaman gangguan airway
(jalan nafas), breathing (mekanisme bernafas) dan circulation
(sirkulasi). Fase ini adalah fase saat sejak terjadinya trauma hingga
48 jam.

b. Fase Sub-Akut
Fase ini berlangsung setelah fase syok teratasi Terjadi kerusakan
atau kehilangan jaringan akibat kontak dengan sumber panas. Luka
yang terjadi menyebabkan proses inflamasi disertai eksudasi protein
plasma dan infeksi yang dapat menimbulkan sepsis.

c. Fase Lanjut
Fase ini terjadi setelah penutupan luka sampai terjadi maturasi.
Masalah yang timbul adalah jaringan parut, kontraktur dan
deformitas akibat kerapuhan jaringan atau organ strukturil.

d. Pengaruh / Dampak
[7]

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan
kesakitan.Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan
permeabilitas meninggi.Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak
sehingga dapat terjadi anemia.Meningkatnya permeabilitas menyebabkan
oedem dan menimbulkan bula yang banyak elektrolit.Hal itu
menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler.Kerusakan kulit
akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang
berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar
derajat dua dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat
tiga.Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme
kompensasi tubuh masih bias mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%

akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah,
pucat,dingin, berkeringat, nadi kecil, dan cepat, tekanan darah menurun,
dan produksi urin berkurang. Pembengkakkan terjadi pelan-pelan,
maksimal terjadi setelah delapan jam.

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat
terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas
yang terhisap. Oedem laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan
hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara
serak dan dahak bewarna gelap akibat jelaga.Dapat juga keracunan gas
CO dan gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat
hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat
oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual
dan muntah.Pada keracunan yang berat terjadi koma.Bisa lebih dari 60%
hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.Setelah 12 24 jam,
permeabilitas kapiler mulai membaik dan mobilisasi serta penyerapan
kembali cairan edema ke pembuluh darah.Ini di tandai dengan
meningkatnya diuresis.

e. Patofisiologi
[8,9]

Luka bakar disebabkan oleh perpindahan energi dari sumber panas
ke tubuh. Panas tersebut mungkin di pindahkan melalui konduksi atau
radiasi kulit dengan luka bakar akan mengalami kerusakan pada epidermis,
dermis maupun jaringan subcutan. Tergantung faktor penyebab dan
lamanya kulit kontak dengan sumber panas

Cedera luka bakar mempengaruhi semua sistem organ. Besarnya
respon patofisiologis ini adalah berkaitan erat dengan luasnya luka bakar
dan mencapai masa stabil ketika terjadi luka bakar kira-kira 60% seluruh
luas permukaan tubuh.


Tingkat keperawatan dan perubahan tergantung pada luas dan
kedalaman luka bakar yang menimbulkan kerusakan di mulai dari
terjadinya luka bakar sampai 48-72 jam pertama. Kondisi ditandai dengan
pergeseran cairan dan komponen vaskuler ke ruang interstitium. Bila
jaringan terbakar , vasodilatasi meningkatkan permaebilitas kapiler. Dan
timbul perubahan permaebilitas sel pada yang luka bakar dan sekitarnya.
Jumlah cairan yang banyak dalam ekstra sel, solium chloride dan protein
lewat melalui darah yang terbakar dan membentuk gelembung gelembung
yang odema yang keluar melalui luka terbuka. Akibat adanya odema pada
luka bakar lingkungan kulit mengalami kerusakan. Kulit sebagai barrier
mekanik berfungsi sebagai mekanisme pertahanan diri yang penting, dari
organisme yang mungkin masuk. Terjadinya kerusakan lingkungan kulit
akan memungkinkan mikroorganisme masuk dalam tubuh dan
menyebabkan infeksi luka yang dapat memperlambat penyembuhan luka.
Dengan adanya oedem juga berpengaruh terhadap peningkatan peregangan
pembuluh darah dan sarat yang menimbulkan rasa nyeri juga dapat
mengganggu motilitas pasien.
Gangguan respiratori timbul karena obstruksi saluran nafas bagian
atas atau karena efek shock hipovolemik. Obstruksi saluran nafas bagian
atas di sebabkan karena inhalasi bahan yang merugikan atau udara yang
terlalu panas, menimbulkan iritasi kepada saluran nafas, oedema laring dan
obstruki potensial



f. Terapi
Pertolongan Pertama pada Pasien dengan Luka Bakar
[10]
a. Segera hindari sumber api dan mematikan api pada tubuh, misalnya
dengan menyelimuti dan menutup bagian yang terbakar untuk
menghentikan pasokan oksigen pada api yang menyala.
b. Singkirkan baju, perhiasan dan benda-benda lain yang membuat efek
Torniket, karena jaringan yang terkena luka bakar akan segera menjadi
oedem .
c. Setelah sumber panas dihilangkan rendam daerah luka bakar dalam air
atau menyiramnya dengan air mengalir selama sekurang-kurangnya lima
belas menit. Proses koagulasi protein sel di jaringan yang terpajan suhu
tinggi berlangsung terus setelah api dipadamkan sehingga destruksi tetap
meluas. Proses ini dapat dihentikan dengan mendinginkan daerah yang
terbakar dan mempertahankan suhu dingin ini pada jam pertama
sehingga kerusakan lebih dangkal dan diperkecil.
d. Akan tetapi cara ini tidak dapat dipakai untuk luka bakar yang lebih luas
karena bahaya terjadinya hipotermi. Es tidak seharusnya diberikan
langsung pada luka bakar apapun.
e. Evaluasi awal.
f. Prinsip penanganan pada luka bakar sama seperti penanganan pada luka
akibat trauma yang lain, yaitu dengan ABC (Airway Breathing
Circulation) yang diikuti dengan pendekatan khusus pada komponen
spesifik luka bakar pada survey sekunder.
Saat menilai airway perhatikan apakah terdapat luka bakar inhalasi.
Biasanya ditemukan sputum karbonat, rambut atau bulu hidung yang gosong.
Luka bakar pada wajah, oedem oropharyngeal, perubahan suara, perubahan
status mental. Bila benar terdapat luka bakar inhalasi lakukan intubasi
endotracheal, kemudian beri Oksigen melalui mask face atau endotracheal
tube.Luka bakar biasanya berhubungan dengan luka lain, biasanya dari luka
tumpul akibat kecelakaan sepeda motor. Evaluasi pada luka bakar harus
dikoordinasi dengan evaluasi pada luka-luka yang lain. Meskipun perdarahan

dan trauma intrakavitas merupakan prioritas utama dibandingkan luka bakar,
perlu dipikirkan untuk meningkatkan jumlah cairan pengganti.
Anamnesis secara singkat dan cepat harus dilakukan pertama kali untuk
menentukan mekanisme dan waktu terjadinya trauma. Untuk membantu
mengevaluasi derajat luka bakar karena trauma akibat air mendidih biasanya
hanya mengenai sebagian lapisan kulit (partial thickness), sementara luka
bakar karena api biasa mengenai seluruh lapisan kulit (full thickness).
Pilihan penutupan luka sesuai dengan derajat luka bakar.
[21]
Luka bakar derajat I, merupakan luka ringan dengan sedikit hilangnya
barier pertahanan kulit. Luka seperti ini tidak perlu di balut, cukup
dengan pemberian salep antibiotik untuk mengurangi rasa sakit dan
melembabkan kulit. Bila perlu dapat diberi NSAID (Ibuprofen,
Acetaminophen) untuk mengatasi rasa sakit dan pembengkakan
Luka bakar derajat II (superfisial ), perlu perawatan luka setiap harinya,
pertamatama luka diolesi dengan salep antibiotik, kemudian dibalut
dengan perban katun dan dibalut lagi dengan perban elastik. Pilihan lain
luka dapat ditutup dengan penutup luka sementara yang terbuat dari
bahan alami (Xenograft (pig skin) atau Allograft (homograft, cadaver
skin) ) atau bahan sintetis (opsite, biobrane, transcyte, integra)
Luka derajat II ( dalam ) dan luka derajat III, perlu dilakukan eksisi awal
dan cangkok kulit (early exicision and grafting )

Resusitasi Cairan
[11]
Sebagai bagian dari perawatan awal pasien yang terkena luka bakar,
Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena
yang adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena
luka bakar. Adanya luka bakar diberikan cairan resusitasi karena adanya
akumulasi cairan edema tidak hanya pada jaringan yang terbakar, tetapi juga
seluruh tubuh.Telah diselidiki bahwa penyebab permeabilitas cairan ini adalah
karena keluarnya sitokin dan beberapa mediator, yang menyebabkan disfungsi
dari sel, kebocoran kapiler.Tujuan utama dari resusitasi cairan adalah untuk

menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa menimbulkan
edema.Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka
dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka
bakar. Prinsip dari pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam
ekstra seluler dan air yang hilang pada jaringan yang terbakar, dan sel-sel
tubuh.Pemberian cairan paling popular adalah dengan Ringer laktat untuk 48
jam setelah terkena luka bakar. Output urin yang adekuat adalah 0.5 sampai
1.5mL/kgBB/jam.
Penggantian atau Transfusi Darah
Luka bakar pada kulit menyebabkan terjadinya kehilangan sejumlah sel
darah merah sesuai dengan ukuran dan kedalaman luka bakar. Sebagai
tambahan terhadap suatu kehancuran yang segera pada sel darah merah yang
bersirkulasi melalui kapiler yang terluka, terdapat kehancuran sebagian sel
yang mengurangi waktu paruh dari sel darah merah yang tersisa. Karena
plasma predominan hilang pada 48 jam pertama setelah terjadinya luka
bakar, tetapi relative polisitemia terjadi pertama kali. Oleh sebab itu,
pemberian sel darah merah dalam 48 jam pertama tidak dianjurkan, kecuali
terdapat kehilangan darah yang banyak dari tempat luka. Setelah proses
eksisi luka bakar dimulai, pemberian darah biasanya diperlukan.

2. KEBAKARAN
a. Triase Lapangan
[12,13]

Triase adalah cara pemilihan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan
sumber daya yang tersedia
Dua jenis keadaan triase yang dapat terjadi :
a. Multiple Casualties
Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma
akan dilayani lebih dahulu
b. Mass Casualties
Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta
membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit
akan dilayani terlebih dahulu.


Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal :
a. Label hijau
Penderita tidak luka, ditempatkan d ruang tunggu untuk dipulangkan
b. Label kuning
Penderita hanya luka ringan, ditempatkan di kamar bedah minor UGD.
c. Label merah
Penderita dengan cidera berat ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan
siap dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD sewaktu-waktu akan
dilakukan operasi
d. Label biru
Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya, ditempatkan diruang
resusitasi UDG disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk
kamar operasi
e. Label Hitam
Penderita sudah meninggal, ditempatkan di kamar jenazah

b. Tenaga Kesehatan yang berperan
[1]

Di Indonesia, luka bakar masih merupakan problem yang berat. Perawatan dan
rehabilitasinya masih sukar dan memerlukan ketekunan, biaya mahal, tenaga
terlatih dan terampil. Oleh karena itu, penanganan luka bakar lebih tepat
dikelola oleh suatu tim trauma yang terdiri dari spesialis bedah (bedah anak,
bedah plastik, bedah toraks, bedah umum), intensifis, spesialis penyakit dalam,
ahli gizi, rehabilitasi medik, psikiatri, dan psikologi.

c. Penanggulangan Kebakaran
[14]

Pemadaman Kebakaran dan Penyelamatan (Rescue)
1. Tindakan Pemadaman dan Penyelamatan meliputi:
a. penyelamatan/pertolongan jiwa dan harta benda,
b. pengendalian penjalaran api,
c. pencarian sumber api,
d. pemadaman api.

2. Rencana Operasi Pemadaman dan Penyelamatan (Rescue).

a. Rencana operasi merupakan skenario yang disusun secara garis besar dan
menggambarkan tindakan-tindakan yang dilakukan bila terjadi kebakaran
pada suatu bangunan atau lingkungan.
b. Rencana operasi harus dibuat dalam bentuk yang fleksibel agar
memungkinkan petugas pemadam kebakaran melakukan penyesuaian pada
saat beroperasi.
c. Rencana operasi harus dibuat untuk bangunan vital, dan beresiko tinggi.
d. Rencana operasi berisi:
i. Informasi bangunan dan/atau lingkungan yang berupa gambar denah
bangunan;
ii. Informasi sumber daya yang ada (SDM, dan P/S kota);
iii. Fungsi perintah dan pembagian tanggung jawab semua regu atau unit
yang terlibat;
iv. Keselamatan Operasi;
v. Panduan yang menggambarkan prioritas taktik dan hubungan fungsi
yang saling mendukung;
vi. Penempatan regu atau unit, logistik, dan pusat komando;
vii. Hubungan dengan instansi terkait.
e. Rencana operasi harus diuji coba secara periodik dengan melibatkan
instansi terkait.

3. Pelaksanaan Operasi Pemadaman dan Penyelamatan (Rescue) meliputi
kegiatan:
a. Tindakan awal kebakaran dan operasi pemadaman kebakaran
Tindakan awal kebakaran merupakan upaya yang dilakukan oleh
penghuni pada saat mulai terjadi kebakaran dengan maksud untuk
mengurangi kerugian yang timbul, ini meliputi:
1) Menginformasikan kepada seluruh penghuni akan adanya
kebakaran;
2) Membantu mengevakuasi penghuni;
3) Melakukan tindakan pemadaman kebakaran;
4) Memberitahukan kepada Instansi Kebakaran, PLN, dan Polisi
adanya kebakaran.
b. Operasi Pemadaman

1) Operasi pemadaman dan penyelamatan merupakan pelaksanaan
rencana operasi yang telah disiapkan;
2) Komandan operasi pemadaman bertanggung jawab atas
keselamatan anggotanya dalam suatu operasi;
3) Operasi pemadaman mencakup tindakan size up, locate, confine,
dan extinguish. Tindakan size up adalah menaksir besarnya
kebakaran saat operasi pemadaman berlangsung, tindakan locate
ialah melokalisasikan api agar jangan menjalar ke berbagai tempat,
tindakan confine adalah mencari sumber api saat tindakan operasi
pemadaman, sedangkan tindakan extinguish melakukan tindak
pemadaman api;
4) Dalam rangka melakukan operasi pemadaman diperlukan strategi,
dan taktik.
a. Yang dimaksud dengan strategi pemadaman dan penyelamatan
adalah:
i. Strategi pemadaman bukan suatu yang statis dan dapat
dimodifikasi sesuai keadaan yang terjadi,
ii. Strategi pemadaman dan penyelamatan adalah
pengembangan dari rencana operasi yang ada untuk
menghadapi situasi secara efektif,
iii. Perumusan strategi merupakan tanggung jawab komandan
operasi pemadaman,
iv. Faktor yang menjadi pertimbangan dalam menentukan
strategi adalah:
(i) Pasokan air cukup banyak dan berkelanjutan,
(ii) Mengetahui secara pasti kemampuan peralatan dan
personil yang ada,
(iii) Pendistribusian dan penempatan peralatan dan personil
yang efisien sesuai dengan kondisi yang dihadapi.
b. Yang dimaksud dengan taktik pemadaman dan penyelamatan
adalah:
i. Taktik adalah metoda untuk mengiplementasi-kan rencana
strategi yang dibuat untuk melaksanakan pemadaman dan
penyelamatan;

ii. Taktik akan menentukan peralatan, lokasi, tugas dan personil
secara spesifik;
iii. Taktik dapat dijabarkan dalam fungsi-fungsi taktis yaitu
penyelamatan jiwa, mengurangi kerugian harta benda
(proteksi eksposur), mengendalikan perambatan api
(confinement), pemadaman, ventilasi, dan overhaul;
iv. Penyelamatan jiwa merupakan pertimbangan pertama pada
setiap kejadian kebakaran dengan cara menjaga agar api tetap
jauh dari korban dan semua penghuni yang terancam harus
segera dapat ditemukan. Faktor penentu atas keberhasilan
operasi ini yaitu:
(i) Informasi keberadaan dan jumlah korban di lokasi,
(ii) Jenis hunian,
(iii) Ketinggian bangunan.

- Perencanaan Sumber Daya Manusia
1. Setiap unit kerja penanggulangan kebakaran di perkotaan harus membuat
perencanaan SDM.
2. Perencanaan SDM sebagaimana yang dimaksud terdiri dari rencana kebutuhan
pegawai dan pengembangan jenjang karir.
3. Pembinaan jenjang karir diperlukan agar dapat memberikan motivasi,
dedikasi, dan disiplin.
4. Penerimaan jumlah pegawai disesuaikan dengan kebutuhan atas Wilayah
Manajemen Kebakaran (WMK) dan bencana lainnya yang mungkin terjadi
pada wilayahnya dan juga memenuhi persyaratan Kesehatan, Fisik, dan
Psikologis.

d. Dampak
[2]

Pada Kulit
Perubahan patofisiologik yang terjadi pada kulit segera setelah luka
bakar tergantung pada luas dan ukuran luka bakar. Untuk luka bakar yang
kecil (smaller burns), respon tubuh bersifat lokal yaitu terbatas pada area
yang mengalami injuri. Sedangkan pada luka bakar yang lebih luas

misalnya 25 % dari total permukaan tubuh (TBSA : total body surface area)
atau lebih besar, maka respon tubuh terhadap injuri dapat bersifat sistemik
dan sesuai dengan luasnya injuri. Injuri luka bakar yang luas dapat
mempengaruhi semua sistem utama dari tubuh, seperti :
1. Sistem kardiovaskuler
Segera setelah injuri luka bakar, dilepaskan substansi vasoaktif
(catecholamine, histamin, serotonin, leukotrienes, dan prostaglandin) dari
jaringan yang mengalami injuri. Substansi substansi ini menyebabkan
meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga plasma merembes (to seep)
kedalam sekitar jaringan. Injuri panas yang secara langsung mengenai
pembuluh akan lebih meningkatkan permeabilitas kapiler. Injuri yang
langsung mengenai membran sel menyebabkan sodium masuk dan
potasium keluar dari sel. Secara keseluruhan akan menimbulkan tingginya
tekanan osmotik yang menyebabkan meningkatnya cairan intracellular dan
interstitial dan yang dalam keadaan lebih lanjut menyebabkan kekurangan
volume cairan intravaskuler. Luka bakar yang luas menyebabkan edema
tubuh general baik pada area yang mengalami luka maupun jaringan yang
tidak mengalami luka bakar dan terjadi penurunan sirkulasi volume darah
intravaskuler. Denyut jantung meningkat sebagai respon terhadap pelepasan
catecholamine dan terjadinya hipovolemia relatif, yang mengawali turunnya
kardiac output. Kadar hematokrit meningkat yang menunjukan
hemokonsentrasi dari pengeluaran cairan intravaskuler. Disamping itu
pengeluaran cairan secara evaporasi melalui luka terjadi 4-20 kali lebih
besar dari normal. Sedangkan pengeluaran cairan yang normal pada orang
dewasa dengan suhu tubuh normal perhari adalah 350 ml.
Keadaan ini dapat mengakibatkan penurunan pada perfusi organ. Jika ruang
intravaskuler tidak diisi kembali dengan cairan intravena maka shock
hipovolemik dan ancaman kematian bagi penderita luka bakar yang luas
dapat terjadi.
Kurang lebih 18-36 jam setelah luka bakar, permeabilitas kapiler menurun,
tetapi tidak mencapai keadaan normal sampai 2 atau 3 minggu setelah
injuri. Kardiac output kembali normal dan kemudian meningkat untuk
memenuhi kebutuhan hipermetabolik tubuh kira-kira 24 jam setelah luka
bakar. Perubahan pada kardiak output ini terjadi sebelum kadar volume

sirkulasi intravena kembali menjadi normal. Pada awalnya terjadi kenaikan
hematokrit yang kemudian menurun sampai di bawah normal dalam 3-4
hari setelah luka bakar karena kehilangan sel darah merah dan kerusakan
yang terjadi pada waktu injuri. Tubuh kemudian mereabsorbsi cairan edema
dan diuresis cairan dalam 2-3 minggu berikutnya.

2. Sistem Renal dan Gastrointestinal
Respon tubuh pada mulanya adalah berkurangnya darah ke ginjal
dan menurunnya GFR (glomerular filtration rate), yang menyebabkan
oliguri. Aliran darah menuju usus juga berkurang, yang pada akhirnya dapat
terjadi ileus intestinal dan disfungsi gastrointestia pada klien dengan luka
bakar yang lebih dari 25 %.
3. Sistem Imun
Fungsi sistem immune mengalami depresi. Depresi pada aktivitas
lymphocyte, suatu penurunan dalam produksi immunoglobulin, supresi
aktivitas complement dan perubahan/gangguan pada fungsi neutropil dan
macrophage dapat terjadi pada klien yang mengalami luka bakar yang luas.
Perubahan-perubahan ini meningkatkan resiko terjadinya infeksi dan sepsis
yang mengancam kelangsungan hidup klien.
4. Sistem Respiratori
Dapat mengalami hipertensi arteri pulmoner, mengakibatkan
penurunan kadar oksigen arteri dan lung compliance.
a. Smoke Inhalation.
Menghisap asap dapat mengakibatkan injuri pulmoner yang seringkali
berhubungan dengan injuri akibat jilatan api. Kejadian injuri inhalasi ini
diperkirakan lebih dari 30 % untuk injuri yang diakibatkan oleh api.
Manifestasi klinik yang dapat diduga dari injuri inhalasi meliputi
adanya LB yang mengenai wajah, kemerahan dan pembengkakan pada
oropharynx atau nasopharynx, rambut hidung yang gosong, agitasi atau
kecemasan, takhipnoe, kemerahan pada selaput hidung, stridor, wheezing,
dyspnea, suara serak, terdapat carbon dalam sputum, dan batuk.
Bronchoscopy dan Scaning paru dapat mengkonfirmasikan diagnosis.
Patofisiologi pulmoner yang dapat terjadi pada injuri inhalasi berkaitan
dengan berat dan tipe asap atau gas yang dihirup.

b. Keracunan Carbon Monoxide.
CO merupakan produk yang sering dihasilkan bila suatu substansi
organik terbakar. Ia merupakan gas yang tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, yang dapat mengikat hemoglobin 200 kali lebih besar dari oksigen.
Dengan terhirupnya CO, maka molekul oksigen digantikan dan CO secara
reversibel berikatan dengan hemoglobin sehingga membentuk
carboxyhemoglobin (COHb). Hipoksia jaringan dapat terjadi akibat
penurunan secara menyeluruh pada kemampuan pengantaran oksigen dalam
darah. Kadar COHb dapat dengan mudah dimonitor melalui kadar serum
darah.
Manifestasi dari keracunan CO
Kadar
CO(%)
Manifestasi Klinik
5 10 Gangguan tajam penglihatan
11 20 Nyeri kepala
21 30 Mual, gangguan ketangkasan
31 40 Muntah, dizines, sincope
41 50 Tachypnea, tachicardia
> 50 Coma, mati


e. Penanganan selain luka bakar
Pada suatu kasus kebakaran, beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
suatu trauma/luka selain tersulut api dan terpapar panas yang kemudian dapat
menyebabkan luka bakar adalah terhirupnya asap yang dapat menyebabkan sesak,
tertimpa rubuhan bangunan yang akan menyebabkan fraktur, tertusuk benda
tajam yang dapat menyebabkan pendarahan, dan sebagainya. Penanganan/ tata
laksana selain luka bakar adalah sebagai berikut:
[15]
Tatalaksana tertimpa rubuhan bangunan
Terdapat 4 konsep dasar yang harus dipertimbangkan saat menangani kasus
fraktur, yaitu;
[16]
a. Rekognisi (Pengenalan )
Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan
diagnosa dan tindakan selanjutnya. Contoh, pada tempat 16 fraktur

tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan bentuk yang
nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.
b. Reduksi (manipulasi/ reposisi)
Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi fragmen
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak
asalnya. Upaya untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali
seperti semula secara optimal. Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan
reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka. Reduksi fraktur dilakukan
sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada
kebanyakan kasus, reduksi fraktur menjadi semakin sulit bila cedera
sudah mulai mengalami penyembuhan.
c. Retensi (Immobilisasi)
Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga
kembali seperti semula secara optimal. Setelah fraktur direduksi,
fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna
meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips,
atau fiksator eksterna. Implan logam dapat di gunakan untuk fiksasi
intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi
fraktur. Fiksasi eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk
menstabilisasikan fragmen tulang dengan memasukkan dua atau tiga
pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan
distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain
dengan menggunakan eksternal bars. Teknik ini terutama atau
kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia, tetapi juga dapat
dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.
d. Rehabilitasi
Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk
menghindari atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan,
harus segera dimulai melakukan latihan-latihan untuk mempertahankan
kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi.


Tata Laksana Tertusuk benda tajam :

Pertolongan Pertama pada Pendarahan
[17]
Ada dua jenis pendarahan; pendarahan luar (pendarahan dari luka)
danpendarahan dalam (pendarahan di dalam tubuh).Pendarahan dalam lebih
berbahaya dan lebih sulit untuk diketahui daripada pendarahan luar.Oleh karena itu
tanda-tanda berikut harus diperhatikan.
Cara penanganan pendarahan dalam:
1. Baringkan korban dengan nyaman dan longgarkan pakaiannya yang
ketat.
2. Angkat dan tekuk kakinya, kecuali ada bagian yang retak.
3. Segera cari bantuan medis
4. Jangan member makanan atau minuman
5. Periksa korban apakah mengalami syok
Cara penanganan pendarahan luar:
1. Baringkan korban dalam posisi pemulihan, kecuali bila ada luka di dada.
2. Periksa apakah luka berisi benda asing atau tulang yang menonjol. Jika
ada, jangan sentuh luka; gunakanlah bantalan pengikat. Untuk
keterangan lebih lanjut lihat bagian sebelumnya, Merawat luka.
3. Jika luka tidak disertai tulang yang menonjol,segera tekan bagian tubuh
yang terluka.Jika tidak ada pembalut yang steril, gunakan gumpalan kain
atau baju bersih atau tangan untuk mengontrol pendarahan sampai
menemukan pembalut dan bantalan yang steril. Jika korban dapat
menekan sendiri, suruh korban menekan lukanya, untuk mengurangi
risiko infeksi silang.
4. Balut luka dengan erat.
5. Anggkat bagian tubuh yang terluka , lebih tinggi dari posisi jantung
korban.
6. Jika darah membasahi pembalut, lepaskan pembalut dan gantilah
bantalan. Walaupun pendarahan telah berhenti, jangan terburu buru
melepaskan pembalut, bantalan atau perban untuk menghindari
terjadinya hal yang tak terduga.
7. Jangan memberi makanan atau minuman kepada korban yang
mengalami pendarahan.

8. Periksa korban setiap saat kalau-kalau dia mengalami syok (shock).
9. Segera cari bantuan medis.
Cara menghentikan pendarahan:
1. Angkat bagian tubuh yang terluka
2. Tekan bagian yang terluka dengan kain bersih, jika tidak ada, gunakan
tangan.
3. Tetap tekan pada bagian tubuh yang terluka sampai pendarahan berhenti.
4. Jika pendarahan tidak bisa diatasi dengan menekan bagian tubuh yang
terluka, dan korban telah kehilangan banyak darah, maka dianjurkan
untuk:
Tetap menekan dengan kuat bagian tubuh yang terluka
Mengangkat bagian tubuh yang terluka setinggi-tingginya
Mengikat bagian lengan atau kaki yang dekat dengan luka,
sedekat-dekatnya. Ikat di antara bagian yang terluka dengan badan
korban. Kencangkan ikatan sampai pendarahan terhenti.

f. Pencegahan
Adapun cara pencegahan kebakaran yaitu sebegai berikut:
[18]

a. Pengendalian bahan yang dapat terbakar.
Untuk mengendalikan bahan yang dapat terbakar agar tidak bertemu dengan
dua unsur yang lain dilakukan melalui identifikasi bahan bakar tersebut.
Bahan bakar dapat dibedakan dari jenis, titik nyala dan potensi menyala
sendiri. Bahan bakar yang memiliki titik nyala rendah dan rendah sekali harus
diwaspadai karena berpotensi besar penyebab kebakaran. Bahan seperti ini
memerlukan pengelolaan yang memadai : penyimpanan dalam tabung tertutup,
terpisah dari bahan lain, diberi sekat dari bahan tahan api, ruang penyimpanan
terbuka atau dengan ventilasi yang cukup serta dipasang detector kebocoran.
Selain itu kewaspadaan diperlukan bagi bahan-bahan yang berada pada suhu
tinggi, bahan yang bersifat mengoksidasi, bahan yang jika bertemu dengan air
menghasilkan gas yang mudah terbakar (karbit), bahan yang relatif mudah
terbakar seperti batu bara, kayu kering, kertas, plastik,cat, kapuk, kain, karet,
jerami, sampah kering, serta bahan-bahan yang mudah meledak pada bentuk
serbuk atau debu.


b. Pengendalian titik nyala
Sumber titik nyala yang paling banyak adalah api terbuka seperti nyala
api kompor, pemanas, lampu minyak, api rokok, api pembakaran sampah dsb.
Api terbuka tersebut bila memang diperlukan harus dijauhkan dari bahan yang
mudah terbakar.








Peralatan Pemadaman Kebakaran
[18]
Untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran perlu disediakan peralatan
pemadam kebakaran yang sesuai dan cocok untuk bahan yang mungkin terbakar
di tempat yang bersangkutan.

1. Perlengkapan dan alat pemadam kebakaran sederhana

a. Air, bahan alam yang melimpah, murah dan tidak ada akibat ikutan (side
effect), sehingga air paling banyak dipakai untuk memadamkan kebakaran.
Persedian air dilakukan dengan cadangan bak-bak iar dekat daerah bahaya,
alat yang diperlukan berupa ember atau slang/pipa karet/plastik.
b. b. Pasir, bahan yang dapat menutup benda terbakar sehingga udara tidak
masuk sehingga api padam. Caranya dengan menimbunkan pada benda
yang terbakar menggunakan sekop atau ember
JANGAN MENGISI MINYAK
PADA WAKTU KOMPOR
MENYALA
SUMBU KOMPOR JANGAN
ADA YANG KOSONG
JANGAN MENINGGALKAN
KOMPOR YANG MENYALA
JANGAN MENGGUNAKAN
STEKER BERLEBIHAN

SAMBUNGAN KABEL
HARUS SEMPURNA
(TAATI PERATURAN PLN)

HATI-HATI MENARUH
LILIN DAN OBAT NYAMUK (BERI
ALAS YANG TIDAK MUDAH
TERBAKAR)


c. Karung goni, kain katun, atau selimut basah sangat efektif untuk menutup
kebakaran dini pada api kompor atau kebakaran di rumah tangga, luasnya
minimal 2 kali luas potensi api.

d. Tangga, gantol dan lain-lain sejenis, dipergunakan untuk alat bantu
penyelamatan dan pemadaman kebakaran.

2. Alat Pemadam Api Ringan (APAR)
APAR adalah alat yang ringan serta mudah dilayani oleh satu orang
untuk memadamkan api pada awal terjadinya kebakaran. Tabung APAR harus
diisi ulang sesuai dengan jenis dan konstruksinya. Jenis APAR meliputi : jenis air
(water), busa (foam), serbuk kering (dry chemical) gas halon dan gas CO2, yang
berfungsi untuk menyelimuti benda terbakar dari oksigen di sekitar bahan
terbakar sehingga suplai oksigen terhenti.
Zat keluar dari tabung karena dorongan gas bertekanan.
[18]

Hal hal lai yang dapat dilakukan
[19]
1. Pasang detektor asap di langit-langit rumah, di luar kamar tidur dan
disetiap lantai untuk rumah betingkat. Alat ini perlu di test setiap bulan
untuk memastikan selalu dalam kondisi baik.
2. Sediakan alat pemadam kebakaran di rumah anda. Apabila anda bisa
membelinya, siapkanlah selimut pemadam (fire blanket) untuk di dapur
dan kamar tidur. Juga pemadam kebakaran, untuk rumah pakailah
pemadam kebakaran jenis bubuk (powder).
3. Apabila anda tidak ma u membeli peralatan di atas, persiapkanlah
pemadam kebakaran dari ledeng rumah. Siapkan selang yang cukup
panjang, dan quick connection. Pasang beberapa qucik connection di
keran rumah anda, terutama apabila rumah anda cukup luas. Sehingga ada
beberapa titik untuk bisa memasang selang anda dengan cepat.
4. Juga sebagai pengganti fire blanket, sediakan karung goni (karung beras
yang terbuat dari serat manila hennep). Basahi karung goni sebelum
dipakai untuk memadamkan api.

5. Panggil pemadam kebakaran apabila masih sempat. Pasang nomor penting
dekat telephone, atau program telephone untuk nomor-nomor penting.
Ingat bahwa mereka tidak akan datang dalam waktu singkat, kemungkinan
api telah berkobar lebih besar.

g. SPGDT
[20]

Pada Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu, dikenal sebuah sistem
evakuasi. Sistem evakuasi ini dibagi menjadi:
a. Darurat:
Lingkungan berbahaya (misal kebakaran)
Ancaman jiwa (misal perlu tempat rata dan keras untuk RJP)
Prioritas bagi pasien ancaman jiwa
b. Segera:
Ancaman jiwa, perlu penanganan segera
Pertolongan hanya bisa di Rumah Sakit (misal pernapasan tidak
adekuat, syok)
Lingkungan memperburuk keadaan pasien (hujan, dingin, dll)
c. Biasa:
Tanpa ancaman jiwa, namun tetap memerlukan RS.

3. SESAK
a. Penyebab
Dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas karena gas, asap atau uap panas
yang tersisa. Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lain. CO akan
mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga tak mampu mengikat oxygen lagi.
Tanda keracunan yang ringan adalah lemas, binggung, pusing, mual dan muntah.
Pada keracunan berat terjadi koma. Bila lebih 60 % hemoglobin terikat CO,
penderita akan meninggal.
[21]
Perubahan pH, pCO
2
dan pO
2
darah arteri dapat dideteksi oleh kemoreseptor
sentral dan perifer. Stimulasi reseptor ini mengakibatkan peningkatan aktivitas
motorik respirasi. Aktivitas motorik respirasi ini dapat menyebabkan hiperkapnia
dan hipoksia sehingga memicu terjadinya dispnea. Dan dalam hal ini, terdapat

perubahan pCO
2
dan pO
2
darah arteri akibat kebakaran saat melakukan
pernafasan.
[22]
Selain itu, trauma inhalasi yang terjadi pada korban saat kebakaran juga dapat
menyebabkan terjadinya sesak. Dalam hal ini, trauma luka bakar disebabkan oleh
udara panas yang mengenai mukosa saluran nafas. Hal ini dapat menyebabkan
oedem mukosa saluran nafas sehingga mengakibatkan terjadinya ganngguan
pernafasan yang akhirnya dapat menyebabkan sesak.
[22]

b. Patofisilogi
[23]

c. Gambaran Keracunan CO
[24,25]

1. Gambaran klinis
Penderita trauma inhalasi atau penderita luka bakar harus dicurigai
kemungkinan terpapar dan keracunan gas CO. Pada pemeriksaan tanda vital
didapatkan takikardi, hipertensi atau hipotensi, hipertermia, takipnea. Pada
kulit biasanya didapatkan wama kulit yang merah seperti buah cherry, bisa
juga didapatkan lesi di kulit berupa eritema dan bula
2. Pemeriksaan laboratorium
Analisa kadar HbCO membutuhkan alat ukur spectrophotometric
yang khusus. Kadar HbCO yang meningkat menjadi signifikan terhadap
paparan gas tersebut. Sedangkan kadar yang rendah belum dapat
menyingkirkan kemungkinan terpapar, khususnya bila pasien telah mendapat
terapi oksigen 100% sebelumnya atau jarak paparan dengan pemeriksaan
terlalu lama. Pada beberapa perokok, terjadi peningkatan ringan kadar CO
sampai 10%.

3. Pemriksaan imaging
X-foto thorax. Pemeriksaan x-foto thorax perlu dilakukan pada kasus-
kasuskeracunan gas dan saat terapi oksigen hiperbarik diperlukan. Hasil
pemeriksaan xfotothorax biasanya dalam batas normal. Adanya gambaran
ground-glassappearance, perkabutan parahiler, dan intra alveolar edema
menunjukkan prognosisyang lebih jelek.
CT scan. Pemeriksaan CT Scan kepala perlu dilakukan pada
kasuskeracunan berat gas CO atau bila terdapat perubahan status mental yang
tidak pulihdengan cepat. Edema serebri dan lesi fokal dengan densitas rendah

pada basalganglia bisa didapatkan dan halo tersebut dapat memprediksi
adanya komplikasineurologis.
Pemeriksaan MRI lebih akurat dibandingkan dengan CT Scan
untukmendeteksi lesi fokal dan demyelinasi substansia alba dan MRI sering
digunakanuntuk follow up pasien. Pemeriksaan CT Scan serial diperlukan
jika terjadigangguan status mental yang menetap. Pernah dilaporkan hasil CT
Scan adanya hidrosefalus akut pada anak-anak yang menderita keracunan gas
CO.

d. Tatalaksana
[26]

Penanganan sesak pada dasarnya mencakup tatalaksana yang tepat atas penyakit
atau kondisi yang melatarbelakanginya. Akan tetapi, apabila kondisi memburuk
hingga mungkin terjadi gagal napas akut, maka lebih baik perhatian ditujukan
pada keadaan daruratnya dulu sebelum dicari penyebab yang
melatarbelakanginya. Berikut adalah penatalaksanaan yang diberikan kepada
korban/ pasien yang mengalami sesak napas :
Berikan O
2
2-4 liter/ menit tergantung derajat sesaknya
Infus D5% 8 tetes/menit, jika bukan gagal jantung tetesan yang
diberikan dapat lebih cepat
Posisikan korban/pasien setengah duduk atau berbaring dengan bantal
tinggi, Posisikan pasien dalam kondisi senyaman mungkin. Apabila
terjadi syok posisi kepala tidak boleh tinggi

e. Trauma Inhalasi
Berikut adalah tanda-tanda trauma inhalasi:
[4]
Luka bakar pada wajah
Alis mata dan bulu hidung hangus
Adanya timbunan karbon dan tanda-tanda inflamasi akut di dalam
orofaring
Sputum yang mengandung arang atau karbon
Wheezing, sesak dan suara serak
Adanya riwayat terkurun dalam kepungan api

Ledakan yang menyebakan trauma bakar pada kepala dan badan
Tanda-tanda keracunan CO (karboksihemoglobin > 10 % setelah
berada dalam lingkungan api) seperti kulit berwarna pink sampai
merah, takikardi, takipnea, sakit kepala, mual, pusing, pandangan
kabur, halusinasi, ataksia, kolaps sampai koma.


Berikut adalah penyebab terjadinya trauma inhalasi
[4]
:
a. Gas Iritan
Bekerja dengan melapisi mukosa saluran nafas dan menyebabkan
reaksi inflamasi. Amonia, klorin,, kloramin lebih larut air sehingga dapat
menyebabkan luka bakar pada saluran nafas atas dan menyebabkan
iritasi pada mata , hidung dan mulut. Gas iritan yang lain yaitu sulfur
dioksida, nitrogen dioksida, yang kurang larut dengan air sehingga
menyebabkan trauma paru dan distres pernafasan.
b. Gas asfiksian
Karbon dioksida, gas dari bahan bakar ( metana, etana, propane,
asetilana), gas-gas ini mengikat udara dan oksigen sehingga
menyebabkan asfiksia.
c. Gas yang bersifat toksik sistemik
CO yang merupakan komponen terbesar dari asap hidrogen sianida
merupakan komponen asap yang berasal dari api , hidrogen sulfida. Gas-
gas ini berhubungan dengan pengangkutan oksigen untuk produksi
energi bagi sel. Sedangkan toksik sistemik seperti hidrokarbon halogen
dan aromatik menyebabkan kerusakan lanjut dari hepar , ginjal, oatak,
paru-paru dan organ lain
d. Gas yang menyebabkan alergi
Dimana jika asap terhirup, partikel dan aerosol menyebabkan
bronkoospasme dan edema yang menyerupai asma.

Berikut adalah klasifikasi trauma inhalasi
[4]
:
a. Trauma pada saluran nafas bagian atas ( trauma supraglotis)
Trauma saluran nafas atas dapat menyebabkan ancaman hidup melalui
obstruksi jalan nafas sesaat setelah trauma. Jika proses ini ditangani

secara benar, edema saluran nafas dapat hilang tanpa sekuele beberapa
hari.
b. Trauma pada saluran nafas bawah dan parenkim paru ( trauma subglotis)
Trauma ini dapat menyebabkan lebih banyak perubahan signifikan
dalam fungsi paru dan mungkin akan susah ditangani. Trauma subglotis
merupakan trauma kimia yang disebabkan akibat inhalasi hasil- hasil
pembakaran yang bersifat toksik pada luka bakar. Asap memiliki
kapasitas membawa panas yang rendah, sehingga jarang didapatkan
trauma termal langsung pada jalan nafas bagian bawah dan parenkim
paru, trauma ini terjadi bila seseorang terpapar uap yang sangat panas.

c. Toksisitas sistemik akibat inhalasi gas toksik seperti karbon monoksida
(CO) dan sianida
Inhalasi dari gas toksik merupakan penyebab utama kematian cepat
akibat api, meskipun biasanya trauma supraglotis, subglotis dan
toksisitas sistemik terjadi bersamaan. Intoksikasi CO terjadi jika afinitas
CO terhadap hemoglobin lebih besar dari afinitas oksigen terhadap
hemoglobin, sehingga ikatan Codan hemoglobin membentuk suatu
karbonsihemoglobin dan menyebabkan hipoksia.

Berikut adalah komplikasi dari trauma inhalasi
[4]
:
a. Trauma paru berat, edema dan ketidakmampuan untuk oksigenasi atau ventilasi
yang adekuat dapat menyebabkan kematian.
b. Keracunan CO dan inhalasi dari hasil pembakaran yang lain secara bersamaan
dapat menyebabkan hipoksemia, trauma organ dan morbiditas.

Berikut adalah tatalaksana terhadap pasien luka bakar yang disertai trauma
inhalasi
[4,12]
a. Fase Akut
Hentikan dan hindarkan kontak langsung dengan penyebab luka bakar
Nilai keadaan umum penderita:
- Obstruksi jalan nafas (airway): bebaskan jalan nafas dengan
melakukan intubasi atau trakeostomi

- Syok: segera lakukan pemasangan infus, tanpa memperhitungkan luas
luka bakar dan kebutuhan cairan (Ringer Laktat)
- Tidak syok: segera lakukan pemasangan infus sesuai dengan
perhitungan kebutuhan cairan
Perawatan luka:
- Dimandikan/ cuci dengan menggunakan air steril yang dicampur
antiseptic
- Jika bula berukuran kecil ( 2-3 cm), biarkan saja
- Jika bula berukuran besar (> 3 cm), lakukan bulektomi (dipecah)]
- Berikan obat-obat lokal (topikal) untuk luka, yaitu Silver sulfadiazine
(SSD) seperti Silvaden, Burnazine, Dermazine, dan lain-lain
- Pemberian anibiotik bersifat profilaksis jenis spektrum luas, namun
tidak perlu diberikan jika penderita datang < 6 jam dari kejadian
- Pemberian analgetik
- Pemberian ATS/ toxoid
- Pasang kateter untuk memantau produksi urin
- Pemasangan NGT (Nasogastric Tube), namun tidak dilakukan jika
terdapat ileus paralitik

Pedoman Pemberian Cairan
a) Per oral: penderita dengan luka bakar tak luas (kurang dari 15 % derajat II)
b) Infus (IVFD): pada luka bakar yang lebih dari 15 %
Rumus pemberian cairan elektrolit, Baxter/ Parkland (1968): RL = 4cc x berat
badan (kg) x % luka bakar
jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama post trauma, dan jumlah
cairan diberikan dalam 16 jam berikutnya
Untuk luka bakar yang lebih dari 50 % diperhitungkan sama dengan luka
bakar 50 %
Dewasa:
- Hari I: RL = 4cc x berat badan (kg) x % luka bakar
- Setelah 18 jam: dextran 500-1000 cc
- Bila pasase usus baik (bising usus positif), mulai pemberian cairan oral
- Hari II: sesuai kebutuhan dan keadaan klinis penderita

Anak-anak:
- Resusitasi: = 2cc x berat badan (kg) x % luka bakar ...(a)
- Kebutuhan faali: kurang dari 1 tahun BB x 100 cc, 1-3 tahun BB x 75 cc,
3-5 tahun BB x 50 cc ...(b)
- Kebutuhan total = Resusitasi + Faali ... (a) + (b)
Diberikan dalam keadaan tercampur
RL : dextran = 17 : 3
8 jam pertama = (a+b) cc
16 jam kedua = (a+b) cc

b. Fase Pasca Akut
Perawatan luka
- Eschar (jaringan kulit yang nekrose, kuman yang mati, serum,
darah kering): perlu dilakukan escharectomi
- Gangguan AVN (arteri, vena, nervus) distal karena tegang, perlu
dilakukan escharectomi atau fasciotomi
- Kultur dan tes sensitivitas antibiotik, untuk menentukan jenis
antibiotik yang diberikan
- Dimandikan setiap hari atau 2 hari sekali
- Jika perlu, berikan Human Albumin-Globulin

Pantau dan perbaiki keadaan umum
Pantau diet dan asupan cairan

c. Fase Rehabilitasi
Fase rehabilitasi adalah fase pemulihan dan merupakan fase terakhir dari
perawatan luka bakar.Penekanan dari program rehabilitasi penderita luka
bakar adalah untuk peningkatan kemandirian melalui pencapaian perbaikan
fungsi yang maksimal. Tindakan-tindakan untuk meningkatkan
penyembuhan luka, pencegahan atau meminimalkan deformitas dan
hipertropi scar, meningkatkan kekuatan dan fungsi dan memberikan support
emosional serta pendidikan merupakan bagian dari proses rehabilitasi.


f. Pertolongan Pertama
4. Studi Kasus
a. Penilaian
- Dua Orang Pertama:*
1) Penyebab luka : Termis
2) Sadar namun lemah
3) Gangguan pernafasan (airway dan/atau breathing)
4) Berdasarkan deskripsi kasus pada pemicu, dapat diasumsikan luka bakar yang
terjadi memiliki luas (Lund & Browder):
Sebagian daerah wajah : 2%
Separuh lengan : 2%
Total : 4%
*Diasumsikan bahwa korban adalah orang dewasa

- Dua Orang Berikutnya:
1) Penyebab luka : Termis
2) Gangguan kesadaran : Penurunan kesadaran (GCS tidak dideskripsikan
secara detil)
3) Salah satunya mengalami gangguan pernafasan (airway dan/atau breathing)
4) Berdasarkan deskripsi kasus pada pemicu, dapat diasumsikan luka bakar yang
terjadi memiliki luas (Lund & Browder):
Sebagian besar permukaan tubuh : >50%

b. Penanganan / Tata Laksana

BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Penilaian terhadap korban luka bakar dapat dilihat dari penyebab, kedalaman , dan
lokasi luka sedangkan cara pertolongan yang dapat dilakukan berdasarkan hasil
penilaian dari korban tersebut sesuai dengan triase lapangan







DAFTAR PUSTAKA
1. Wim de Jong. Luka Bakar :Buku Ajar IlmuBedah. Edisi 2. Jakarta: EGC. 2005. p 66-
88
2. Tutik Rahayuningsih. PENATALAKSANAAN LUKA BAKAR (COMBUSTIO).
Jurnal Profesi.Vol 8 ; 2008
3. Price Sylvia, Anderson. Patofisiologi: Konsep klinis Proses-proses Penyakit Volume
1 (Edisi ke-6, Cetakan ke-1). Jakarta: EGC; 2005
4. American Collage Surgeon. Penilaian awal dan pengelolaannya dalam Advanced
Trauma Life Support for Doctora. Edisi ke-delapan. Jakarta: IKABI. 2008.
5. Rule Of Nines diaksestanggal 7 Juli 2014. Diunduh dari http://medical-dictionary.
thefreedictionary.com/rule+of+nine
6. Noor, B.A., Putra, D.A., Oktaviati, Syaiful, R.A., Amaliah, R. dan Mursid. Luka
Bakar. Jakarta: Universitas Indonesia; 2011.
7. James M Becker. Essentials of Surgery. Edisi 1. Philadelphia : Saunders Elsevier.
2005. p 118-129
8. Effendi, C. Perawatan Pasien Luka Bakar. EGC. Yogjakarta. Hal 5 ; 1999
9. Hudak dan Gallo. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC ; 1996
10. Doherty, G M. Current Surgical Diagnosis and Treatment Ed 12. Mc Graw Hill
Companies. New York. p 245-259
11. James H. Holmes., David M. Heimbach. 2005. Burns, in : Schwartzs Principles of
Surgery. 18th ed. New York: McGraw-Hill. p.189-216
12. Sjamsuhidajat R. Luka, trauma, syok dan bencana. Dalam : Sjamsuhidajat R, Jong W,
ed. Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC 1997.
13. Sabiston, Textbook of Surgery edisi 19. Philadelphia : Elseiver Saunders ; 2012
14. Kementerian Negara Pekerjaan Umum. Keputusan Menteri Negara Pekerjaan Umum
Nomor: 11/KPTS/2000 Tentang Ketentuan Teknis Manajemen Penanggulangan
Kebakaran di Perkotaan. Jakarta: Menteri Negara Pekerjaan Umum; 2000.

15. DEPDAGRI. Modul Pengembangan SDM Pemadam Kebakaran dalam Upaya
Pencegahan dan Penanggulangan Kebakaran. Jakarta; 2005.
16. E. Oerswari. Bedah dan Perawatannya. Jakarta : Gramedia. 2000.
17. Umum Penanggulangan Bencana Berbasis Masyarakat (PBBM). Panduan kecil untuk
Pertolongan Pertama Gawat Darurat (PPGD), Yayasan IDEP: Jakarta.2011.
18. Introduction to Industrrial Hygiene : Ronald M Scott, Lewis Publisher, London, 199
19. Ron Cote, P.E, 1994. Life Safety Code Handbook, Massachusetts: National Fire
Protection Association, Inc.
20. Saanin S. Sistem Penanggulangan Gawat Darurat Terpadu (SPGDT). Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat. 2007.
21. David S. Perdanakusuma, M Sjaifudin Noer. Penanganan Luka Bakar, Airlangga
University Press, 2006
22. Nishino, T. Dyspnoea: Underlying Mechanisms and Treatment: Mechanisms of
Dyspnoea. Br J Anaesth. 106(4): 463-74; 2011.

23.

24. Louise W Kao, Kristine A Nanagas. Carbon Monoxide Poisoning. Emerg MedClin N
Arn22 (2004) 985-1018.

25. Zeki Palili, Hayriye Saricao, Ahmet Acar. Skin lesions in carbonmonoxide
intoxication. Journal of the European Academy of Dermatology and Venereology 9
(1997),152-154.
26. Amin, Zulkifli., Bahar, Asril. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II . Jakarta : Pusat
Penerbitan IPD FKUI. 2006.
27.
28.

Anda mungkin juga menyukai