Anda di halaman 1dari 11

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN





2.1 Pelatihan Karyawan
2.1.1 Pengertian Pelatihan
Veithzal Rivai dan Ella Jauvani Sagala (2009:211-212) mendefinisikan pelatihan sebagai
bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan
keterampilan di luar sistem pendidikan yang berlaku dalam waktu yang relatif singkat dengan
metode yang lebih mengutamakan pada praktik daripada teori.
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:301) pelatihan adalah sebuah proses
dimana orang memperoleh kapabilitas untuk membantu pencapaian tujuan organisasi.
Menurut Ivancevich dan Lee Soo Hoon (2002:145) pelatihan adalah proses sistematis untuk
mengubah perilaku karyawan kearah pencapaian tujuan organisasi. Pelatihan adalah program-
program untuk memperbaiki kemampuan melaksanakan pekerjaan secara individual,
kelompok dan berdasarkan jenjang jabatan dalam organisasi/perusahaan (Hadari Nawawi,
2005).
Sedangkan menurut Noe, Hollenbeck, Gerhart, dan Wright dalam Ahmad Nizam (2008),
pelatihan adalah suatu usaha yang terencana untuk memfasilitasi pembelajaran tentang
pekerjaan yang berkaitan dengan pengetahuan, keahlian, dan perilaku oleh para
pegawai. Menurut Komaruddin Sastradipoera (2006:122) mengatakan bahwa pelatihan
adalah salah satu jenis proses pembelajaran untuk memperoleh dan meningkatkan
keterampilan di luar sistem pengembangan SDM yang berlaku dalam waktu yang relatif
singkat dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori. Dari beberapa
pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa pelatihan adalah suatu usaha yang
dilakukan perusahaan untuk meningkatkan keterampilan kerja karyawannya.
Suatu perusahaan perlu melaksanakan program pelatihan bagi karyawan baru maupun
karyawan lama yang sudah berpengalaman, karena karyawan yang sudah berpengalaman dan
menduduki jabatan tertentu diperusahaan, belum tentu mempunyai kemampuan yang sesuai
dengan persyaratan yang diperlukan dalam jabatan tertentu. Dengan diselenggarakannya
pelatihan bagi karyawan, akan diperoleh efektivitas dan efisiensi kerja di perusahaan dan
diharapkan pelatihan dapat meningkatkan kemampuan, keterampilan dan pengetahuan
karyawan, sehingga kinerja mereka juga dapat meningkat dengan baik.
2.1.2 Penyampaian Pelatihan
Apapun jenis pelatihan yang dilakukan, sejumlah pendekatan pelatihan dan metode
berbeda dapat digunakan. Pertumbuhan dari teknologi pelatihan memperluas pilihan-pilihan
yang tersedia secara berkelanjutan. Apapun pendekatan yang digunakan, berbagai
pertimbangan harus diseimbangkan ketika memilih metode-metode pelatihan. Variabel-
variabel yang secara umum dipertimbangkan menurut Robert L. Mathis dan John H.
Jackson (2006:321) adalah :
Sifat pelatihan
Bahan pelatihan
Jumlah peserta pelatihan
Individual versus tim
Dilakukan sendiri versus dibimbing
Sumber-sumber daya pelatihan
Biaya-biaya
Lokasi geografis
Waktu yang diberikan
Jangka waktu penyelesaian

2.1.3 Jenis Pelatihan
Pelatihan dapat dirancang untuk memenuhi sejumlah tujuan berbeda dan dapat di
klasifikasikan kedalam berbagai cara. Beberapa pengelompokan yang umum menurut Robert
L. Mathis dan John H. Jackson (2006:318) meliputi :
Pelatihan yang dibutuhkan dan rutin
dilakukan untuk memenuhi berbagai syarat hukum yang diharuskan dan berlaku
sebagai pelatihan untuk semua karyawan (orientasi karyawan baru).
Pelatihan pekerjaan/teknis
memungkinkan para karyawan untuk melakukan pekerjaan, tugas, dan tanggung
jawab mereka dengan baik (misalnya : pengetahuan tentang produk, proses dan
prosedur teknis, dan hubungan pelanggan).
Pelatihan antar pribadi dan pemecahan masalah
Dimaksudkan untuk mengatasi masalah operasional dan antar pribadi serta
meningkatkan hubungan dalam pekerjaan organisasional (misalnya: komunikasi
antar pribadi, keterampilan manajerial/kepengawasan, pemecahan konflik)
Pelatihan perkembangan dan inovatif
Menyediakan fokus jangka panjang untuk meningkatkan kapabilitas individual
dan organisasional untuk masa depan (misalnya : praktik-praktik bisnis,
perkembangan eksekutif, dan perubahan organisasional)
2.1.4 Metode-Metode Pelatihan
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:327), metode pelatihan terdiri dari :
Pelatihan Kooperatif

Sebuah bentuk dari pelatihan kooperatif internsip (magang kerja) biasanya
mengombinasikan pelatihan pekerjaan dengan instruksi di ruang kelas sekolah,
perguruan tinggi, dan universitas. Magang menawarkan keuntungan untuk
pemberi kerja dan peserta magang. Para pemberi kerja yang mempekerjakan
peserta internsip mendapatkan sumber daya yang efektif dalam biaya yang
meliputi sebuah kesempatan untuk melihat seorang peserta internsip bekerja
sebelum membuat keputusan perekrutan final.
Bentuk lainnya dari pelatihan kooperatif adalah pelatihan magang (apprentice
training). Program pelatihan magang menyediakan seorang karyawan dengan
pengalaman pada pekerjaan di bawah bimbingan seorang pekerja yang terampil
dan bersertifikat. Pelatihan magang melatih orang-orang untuk pekerjaan-
pekerjaan kerajinan yang membutuhkan keterampilan seperti pekerjaan tukang
kayu, pekerjaan pipa, pengukiran foto, pemasangan huruf, dan pekerjaan
mengelas. Pelatihan magang biasanya memakan waktu dua sampai lima tahun,
tergantung pada pekerjaannya. Selama waktu ini, peserta pelatihan magang
biasanya menerima imbalan kerja lebih rendah dibandingkan individu-individu
yang bersertifikat.
Pelatihan Instruktur
Pelatihan dengan bimbingan instruktur masih merupakan metode pelatihan yang
paling umum. Kursus, kuliah, dan pertemuan pendek yang diadakan oleh pemberi
kerja, biasanya terdiri atas pelatihan dalam kelas di mana banyak kursus
pengembangan karyawan ditawarkan oleh organisasi-organisasi profesional,
asosiasi-asosiasi perdagangan, dan institusi-institusi pendidikan adalah contoh-
contoh dari pelatihan konferensi.
Pelatihan Jarak jauh
Peguruan tinggi dan universitas dalam jumlah yang semakin bertambah telah
menggunakan beberapa bentuk dukungan kursus berbasis
internet. Blackboard dan webCT, dua dari beberapa paket pendukung yang
populer telah digunakan oleh ribuan dosen perguruan tinggi untuk menyediakan
bahan kuliah mereka untuk para siswa, memungkinkan bincang-bincang secara
virtual, dan pertukaran file diantara para peserta kursus. Mereka juga
meningkatkan kontak antara instruktur dan murid. Banyak perusahaan besar
maupun perguruan tinggi dan universitas menggunakan televisi dua-arah
interaktif untuk menyampaikan pelajaran dalam kelas. Media tersebut
memungkinkan seorang pelajar disatu tempat untuk melihat dan merespons
sebuah kelas yang terdapat di sejumlah lokasi lain. Dengan sebuah sistem yang
diatur sepenuhnya, para karyawan dapat mengikuti kursus dari tempat manapun
di dunia.
Pelatihan dan Teknologi
Ledakan pertumbuhan teknologi informasi dalam beberapa tahun terakhir telah
merevolusi cara bekerja semua individu, termasuk bagaimana mereka dilatih.
Hari ini, pelatihan-pelatihan berbasis komputer melibatkan teknologi media
dalam cangkupan luas-termasuk suara, gerakan (video dan animasi), grafik, dan
hiperteks-untuk melibatkan indera pelajar. Adanya video
streamingmemungkinkan video klip dari materi pelatihan untuk disimpan dalam
server jaringan perusahaan. Para karyawan kemudian dapat mengakses materi
tersebut dengan menggunakan intranet perusahaan. Di samping itu, teknologi-
teknologi baru yang digunakan dalam penyampaian pelatihan juga memengaruhi
rancangan, administrasi, dan dukungan dari pelatihan. Sebagai contoh,
perusahaan-perusahaan berinfestasi dalam registrasi elektronik dan sistem
penyimpanan datan yang memungkinkan para pelatih untuk meregistrasi peserta,
mencatat hasil ujian, dan memantau kemajuan pelajaran.

2.1.5 Evaluasi Pelatihan
Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson (2006:330), evaluasi pelatihan
mambandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan pada tujuan-tujuan yang di harapkan oleh para
manajer, pelatih, dan peserta pelatihan. Terlalu sering pelatihan dilakukan dengan sedikit
pemikiran untuk mengukur dan mengevaluasinya untuk melihat seberapa baik hasilnya.
Karena pelatihan memakan waktu dan biaya, maka evaluasi harus dilakukan.
Reaksi
Organisasi mengevaluasi tingkat reaksi peserta pelatihan dengan melakukan
wawancara atau dengan memberikan kuesioner kepada mereka. asumsikan 30
orang manajer menghadiri sebuah lokakarya selama dua hari pada keterampilan
wawancara yang efektif. sebuah ukuran tingkat reaksi dapat dikumpulkan dengan
melakukan survei terhadap para manajer tersebut dengan meminta mereka untuk
menilai pelatihan, gaya instruktur, dan manfaat dari pelatihan tersebut bagi
mereka. tetapi, reaksi-reaksi segera hanya dapat mengukur seberapa banyak orang
menyukai pelatihan tersebut daripada seberapa banyak manfaatnya bagi mereka
atau bagaimana pelatihan ini memengaruhi cara mereka melakukan wawancara.
Pembelajaran
tingkat-tingkat pembelajaran dapat dievaluasi dengan mengukur seberapa baik
peserta latihan telah mempelajari fakta, ide, konsep, teori, dan sikap. ujian-ujian
pada materi pelatihan secara umum digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran
dan dapat diberikan sebelum atau setelah pelatihan untuk membandingkan
hasilnya. jika hasil ujian mengindikasikan adanya masalah pembelajaran, maka
para instruktur akan mendapatkan umpan balik dan kursus-kursus tersebut dapat
dirancang ulang sehingga isi pelatihan dapat disampaikan secara lebih efektif.
tentu saja, pembelajaran yang cukup untuk melewati ujian tersebut tidak
menjamin bahwa peserta pelatihan akan mengingat isi pelatihan berbulan-bulan
setelahnya atau akan mengubah perilaku-perilaku pekerjaan.
Perilaku
mengevaluasi pelatihan pada tingkat perilaku berarti : (1) mengukur pengaruh
pelatihan terhadap kinerja pekerjaan melalui wawancara kepada peserta pelatihan
dan rekan kerja mereka, dan (2) mengamati kinerja pada pekerjaan. misalnya,
sebuah evaluasi perilaku dari para manajer yang berpartisipasi dalam lokakarya
wawancara dapat dilakukan dengan mengamati mereka melakukan wawancara
sebenarnya terhadap para pelamar pekerjaan dalam departemen mereka. jika para
manajer tersebut menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang diajarkan dalam
pelatihan dan menggunakan pertanyaan lanjutan yang sesuai, maka indikator
perilaku dari pelatihan wawancara tersebut dapat diperoleh. tetapi bagaimanapun,
perilaku lebih sulit untuk diukur daripada reaksi dan pembelajaran. meskipun
perilaku berubah, hasil yang diinginkan manajemen mungkin tidak tercapai.
Hasil
para pemberi kerja mengevaluasi hasil-hasil dengan mengukur pengaruh dari
pelatihan pada pencapaian tujuan organisasional. karena hasil-hasil seperti
produktifitas, perputaran, kualitas, waktu, penjualan, dan biaya secara relatif
konkret, jenis evaluasi ini dapat dilakukan dengan membandingkan data-data
sebelum dan setelah pelatihan. untuk pelatihan wawancara, data dari jumlah dari
individu yang dipekerjakan terhadap penawaran pekerjaan yang diajukan sebelum
dan sesudah pelatihan dapat dikumpulkan.

2.1.6 Analisis Kebutuhan Pelatihan
Proses pelatihan akan berjalan lebih optimal jika diawali dengan analisa kebutuhan
pelatihan yang tepat. Dalam hal ini terdapat tigas jenis analisa kebutuhan
pelatihan atau training need analysis menurut Scott Snell dan George
Bohlander (2010:308) yang bisa dieksplorasi, yakni : task analysis, person analysis,
dan organizational analysis.

Task Analysis
Analis yang berfokus pada kebutuhan tugas yang dibebankan pada satu posisi
tertentu. Tugas dan tanggungjawab posisi ini dianalisa untuk diketahui jenis
ketrampilan apa yang dibutuhkan. Dari sini, kemudian dapat ditentukan jenis
pelatihan semacam apa yang diperlukan. Jadi dalam analisa ini, yang menjadi
fokus adalah tugas posisi, bukan orang yang memegang posisi tersebut.Melalui
metode task analysis ini, kita kemudian bisa menyusun semacam
kurikulum pelatihan yang bersifat standar dan terpadu. Artinya, melalui analisa
tugas dan spesifikasi yang dibutuhkan oleh setiap posisi, maka kita kemudian bisa
merumuskan jenis-jenis pelatihan tertentu untuk setiap posisi tersebut. Beragam
jenis pelatihan ini kemudian distandardkan dan menjadi pelatihan yang wajib
diikuti oleh setiap orang yang menduduki posisi tersebut.
Person Analysis
Analis yang berfokus pada level kompetensi orang yang memegang posisi
tertentu. Analisa ditujukan untuk mengetahui kekurangan dan area
pengembangan yang dibutuhkan oleh orang tersebut. Dari sini, kemudian dapat
disusun jenis pelatihan apa saja yang diperlukan untuk orang tersebut. Dalam
analisa ini biasanya telah ditetapkan beragam jenis kompetensi dan juga standar
level kompetensi yang diperlukan untuk suatu posisi tertentu. Misal, untuk posisi
manajer diperlukan penguasaan terhadap 8 jenis kompetensi (misal,
kompetensi leadership, communication skills, dll). Kemudian juga telah
ditetapkan, bagi para manajer maka standar level untuk kedelapan jenis
kompetensi itu adalah 5 (dari skala 1 5). Langkah berikutnya adalah para
manajer akan di katagorikan untuk melihat level kompetensinya, apakah ia sudah
berada pada level 5 untuk semua jenis kompetensi itu atau belum. Jika belum,
pada jenis kompetensi apa saja. Misal, ia masih perlu perbaikan dalam
kompetensi communication skills. Maka bagi yang bersangkutan diberikan
pelatihan mengenai communication skills.
Organizational Analysis
Analisa kebutuhan pelatihan yang didasarkan pada kebutuhan strategis
perusahaan dalam merespon dinamika bisnis masa depan. Kebutuhan strategis
perusahaan dirumuskan dengan mengacu pada dua elemen pokok : Corporate
Strategy dan Corporate Values. Sebagai misal, sebuah bank akan lebih agresif
untuk memasuki pasar usaha kecil dan menengah. Untuk itu diperlukan keahlian
dalam membidik pasar UKM. Disini pihak pengelola pelatihan bisa merancang
serangkaian training yang ditujukan untuk membekali para bankirnya dengan
kemampuan teknis mengenai UKM.

2.3 Kajian Penelitian Terdahulu

2.3.1 Pengaruh Teknologi dengan Pelatihan
Menurut Hans Christian Chandra dan Mulyono (2002) dalam penelitiannya yang berjudul
Pengaruh Pelatihan Di Bidang Teknologi Informasi Terhadap Tingkat Adopsi Teknologi
Informasi (Studi kasus Universitas Bina Nusantara), hasil analisis deskriptif menunjukkan
adanya pelatihan di bidang teknologi informasi dapat mempermudah organisasi atau
perusahaan untuk dapat mengadopsi dan mengimplementasikan teknologi-teknologi yang
baru untuk mempercepat tercapainya tujuan perusahaan.
Menurut Puti Archianti Widiasih (2006) dalam penelitiannya yang berjudul Rancangan
Program Analisis Kebutuhan Pelatihan Manajer Komersial dan Teknologi di PT. XYZ, hasil
analisis deskriptif menunjukkan perlunya analisis kebutuhan pelatihan, pelaksanaan program
pelatihan dan evaluasi pelatihan dengan menggunakan tiga tahapan analisis yaitu analisis
organisasi, analisis tugas, analisis tenaga kerja.
Menurut Iskandar Wirjokusumo (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Teknologi
Pada Pendidikan dan Teknologi Jarak Jauh: Suatu Pendekatan Pengembangan Teknologi di
Tempat Kerja, hasil analisis deskriptif menunjukkan perlunya metode penyampaian
pendidikan dan pelatihan seperti belajar jarak jauh, pendidikan dan pelatihan, CBT, dan
lainnya, agar para karyawan memiliki kompetensi dan keahlian baru untuk menjalankan
pekerjaannya.
2.3.2 Pengaruh Teknologi dengan Kinerja
Menurut Mirma Hapsari (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Teknologi
Informasi Berbasis Sumber Daya Terhadap Kinerja Perusahaan (Studi Empiris Pada Bank
Umum Di Jawa Tengah), hasil analisis deskriptif jawaban responden menunjukkan adanya
pengaruh yang kuat dari teknologi informasi yang berbasiskan sumber daya terhadap kinerja
perusahaan.
Menurut Kusuma Pramuditya Bagus (2004) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis
Faktor Faktor yang Mempengaruhi Pemanfaatan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja
Karyawan Pada Unit Unit PT. Bank Mandiri (PERSERO) Tbk Area Surabaya Niaga, hasil
analisis deskriptif jawaban responden menunjukkan bahwa faktor sosial dan kesesuaian tugas
mempengaruhi teknologi informasi terhadap kinerja karyawan.
Menurut Susanto (2012) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Pengaruh Teknologi
Informasi Terhadap Kinerja Karyawan di PT. Global Putra Indonesia Maritime, hasil analisis
deskriptif jawaban responden menunjukkan bahwa teknologi informasi memiliki pengaruh
yang cukup tinggi terhadap kinerja karyawan. Oleh karena itu manajemen puncak harus
memperhatikan secara serius tentang teknologi informasi terbaru untuk memperkaya
kemampuan dan motivasi para karyawan.
Menurut Mailangkay Adele (2002) dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Penerapan
Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Bagian EDP: Studi Kasus Perguran Tinggi Swasta di
Jakarta, hasil analisis deskriptif jawaban responden
menunjukkan bahwa Hardware dan Software berpengaruh terhadap kinerja bagian EDP,
sedangkan Network tidak berpengaruh terhadap kinerja bagian EDP.
Menurut Alizar Hasan (2008) dalam penelitiannya yang
berjudul Pengaruh Kemampuan Teknologi Informasi Terhadap Kinerja Bank Umum di
Sumatera Barat, hasil analisis deskriptif jawaban responden menunjukkan bahwa faktor IT
Object dan IT Connectivity mempengaruhi teknologi informasi untuk meningkatkan kinerja
dari Bank Umum di Sumatera Barat.
2.3.3 Pengaruh Pelatihan dengan Kinerja
Menurut Ahmad Nizam (2008) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Pendidikan
dan dan Pelatihan terhadap Kinerja Karyawan Badan Diklat Kabupaten Pidie, hasil analisis
deskriptif jawaban responden menunjukkan pendidikan dan pelatihan yang diikuti karyawan
secara parsial dan simultan memengaruhi kinerja karyawan.
Menurut Yendra La Ode Marihi (2009) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh
Pendidikan dan Pelatihan terhadap Kinerja Pegawai pada Balai Diklat Penerbangan Jayapura,
hasil analisis deskriptif jawaban responden menunjukan manfaat pelatihan lebih besar
dibandingkan pendidikan terhadap kinerja. Ini ditunjukkan nilai rata-rata variabel pendidikan
3,76 dan variabel pelatihan rata-rata 4,00 dan nilai rata-rata kinerja sebesar 4,24.
Menurut Nurhalis (2007) Pengaruh Pendidikan dan Pelatihan terhadap Kinerja
Pegawai Badan Diklat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, hasil analisis deskriptif jawaban
responden menunjukan manfaat pendidikan dan pelatihan yang telah diikuti sangat
bermanfaat bagi pegawai, hendaknya pendidikan dan pelatihan yang bersifat teknis lebih
sering lagi dilakukan untuk meningkatkan kinerja pegawai Badan Diklat Provinsi Nanngroe
Aceh Darussalam.
Menurut Wawan Prahiawan (2008) Pengaruh Seleksi dan
Pelatihan terhadap Kinerja Karyawan Pada Bank X, hasil analisis deskriptif jawaban
responden menunjukan seleksi dan pelatihan pada Bank Xsecara parsial dan simultan terbukti
bersifat positif mempengaruhi kinerja karyawan pada PT. X
Menurut Eko Agus Alfianto, Bambang Swasto,
H. Achmad Sudiro, (2004) Pengaruh Kompensasi
dan Pelatihan Terhadap Motivasi Kemampuan dan Kinerja Studi
pada Karyawan Bagian PemimpinPerjalanan Kereta Api PT Kereta Api (Persero) Daerah
Operasi VIII Surabaya, hasil analisis deskriptif jawaban responden menunjukan adanya
pengaruh pelatihan karyawan terhadap kinerja karyawan baik secara langsung maupun tidak
langsung. Adanya pelatihan akan meningkatkan kemampuan karyawan. Semakin karyawan
dilatih, maka akan semakin meningkat kemampuan serta kinerjanya.

Anda mungkin juga menyukai