Anda di halaman 1dari 17

1

Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Kota Surakarta terletak di propinsi Jawa Tengah Indonesia. Kota ini
berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten Boyolali disebelah utara,
Kabupaten Karanganyar dan Sukoharjo disebelah timur dan barat dan Kabupaten
Sukoharjo disebelah selatan. Kota Surakarta dulu berkembang dari suatu desa
bernama desa Sala, di tepi Bengawan Solo.
Dalam sejarah Indonesia, Kota Surakarta Hadiningrat atau solo merupakan
pecahan dari Kerajaan Mataram. Dalam sejarah berdirinya Kota Surakarta
Hadiningrat, terlebih dahulu perlu di ungkapkan peristiwa yang disebut Geger
Pecinan, Peristiwa itulah yang antara lain menyebabkan perpindahan ibukota
Kerajaan Mataram Kartosuro beserta Keratonya ke desa Sala.
Akibat perang Saudara di latar belakangi politik devide et impera dari VOC,
maka kerajaan mataram pecah menjadi dua. Dalam perjanjian Giyanti yang dibuat
oleh kompeni tanggal 13 Februari 1755, kerajaan mataram yang sudah menciut itu di
bagi menjadi dua. Sebelah timur tetap bernama Surakarta Hadiningrat dengan Solo
sebagai Ibu kota, Sebelah barat disebut Nyayogyakarta Hadiningrat dengan raja
pertama Sri Sultan Hamengkubuwono 1. Yang berkedudukan di Ibukota Yogya karta.
Kedua daerah tersebut masing-masing kemudian terpecah lagi sehinng timbul empat
kerajaan yang oleh belanda dinamakan Voteslanden yakni Kasunanan


2
Mangkunegaran (pecahan dari Surakarta Hadiningrat ) ; dan Kasultanan Pakualaman
(pecahan dari Nyayogyakarta Hadiningrat)
1
.
Kota Surakarta memiliki berbagai warisan bangunan Kolonial Belanda salah
satunya adalah Lodjie Gandrung Surakarta. Lodjie Gandrung Surakarta merupakan
bangunan peninggalan kolonial Belanda yang sampai sekarang masih utuh
kondisinya. Pada jaman pemerintah kolonial, selain digunakan sebagai tempat
kediaman pejabat pemerintah Belanda gedung ini juga sering digunakan untuk dansa-
dansa bangsa Eropa dan bangsawan Jawa, sehingga disebut sebagai "Loji Gandrung".
Saat ini bangunan ini digunakan sebagai kediaman Walikota Solo. Bangunan ini
beralamat JL. Bringjen Slamet Riyadi No.261 Surakarta. Lodjie Gandrung Awalnya
adalah rumah pribadi milik Yohanes Agustinus Dezentye (1797-1839), dan berdiri
sejak jaman Paku Buwono IV. Yohanes Agustinus Dezentye adalah seorang
pengusaha pertanian asal Belanda yang memiliki tanah pertanian sangat luas, bahkan
tersebar hingga di luar daerah Solo. Dia mengawini RA. Cokrokusumo, yang masih
kerabat PB IV.
Sejarah Lodjie Gandrung yaitu pada saat ada perayaan-perayaan khusus,
maupun pada saat akhir pekan, Yohanes Agustinus Dezentye sering mengadakan
pesta-pesta ala Eropa di rumahnya. Bukan hanya orang Belanda saja yang diundang
untuk berpesta, tapi juga para kerabat Keraton. Pada acara pesta ini para tamu biasa
berdansa secara berpasangan, dengan diiringi alunan musik. Karena dipakai untuk
pesta dansa-dansa, orang Jawa mengatakan bahwa itu gandrungan. Seperti orang

1
Sidarta dan Eko Budiharjo,1989,3.


3
berpasang-pasangan yang sedang gandrung. Maka kediaman itu dikatakan sebagai
Lodji Gandrung. Itulah awal mula bangunan ini disebut Lodji Gandrung.
Kata lodjie sendiri artinya rumah besar, bagus, dan sudah bertembok. Selama
bertahun-tahun Loji Gandrung diwariskan secara turun-temurun kepada keturunan-
keturunan Yohanes Agustinus Dezentye. Sampai pada akhirnya Belanda mundur dari
Indonesia, kemudian bangunan ini dikuasai oleh Jepang. Lalu saat Jepang sudah
angkat kaki, Loji Gandrung digunakan sebagai Markas Militer Brigade V Slamet
Riyadi. Pada waktu itu jabatan Gubernur Militer dipegang oleh Gatot Subroto. Maka
tak heran, sampai saat ini patung Gatot Subroto masih bisa dilihat di halaman depan
Loji Gandrung.
Tak lama setelah itu, Loji Gandrung beralih fungsi menjadi Rumah Dinas
Walikota, hingga sekarang. Bentuk bangunan Lodjie Gandrung menganut gaya Eropa,
tapi telah diselaraskan dengan kondisi tropis di Indonesia. Jadi, Sampai saat ini bentuk
bangunan utama Loji Gandrung tidak berubah sama sekali, hanya bagian belakangnya
saja yang ditambahkan bangunan joglo. Loji Gandrung juga termasuk dalam
bangunan cagar budaya yang dilindungi
2
.
Sebuah bangunan Kolonial harus mempunyai tata kondisi ruang yang baik.
Pengondisian ruang adalah manusia sebagai makluq ciptaan tuhan yang di lengkapi
panca indra tidak dari keterbatasan kemampuan. Hal ini di sebabkan oleh factor
internet dan external. Salah satu factor yang berasal dari lingkungan kerja yang akan
berpengaruh secara segnifikan terhadap kerja hasil manusia antara lain temperature,

2
Dikutip dari : http://xrose.wordpress.com


4
kelembaban siklus uadara , pencahayaaan dan kebisingan dari lingkup ergonomi dari
aspek fisiologi atau dalam istilah interior disebut dengan kata kondisional
ruang/pengondisian ruang.
3

Pada bangunan Loji Gandrung tata kondisi ruangnya sudah baik, baik di lihat
dari segi pencahayaan, akustik maupun penhawaanya. Pintu pada bangunan Loji
Gandrung dibuat tinggi supaya sirkulasi udara lebih lancar. Sampai saat ini bentuk
bangunan utama Loji Gandrung tidak berubah sama sekali.
Berdasarkan dari data di atas, peneliti mengambil tempat penelitian yang ada
pada bangunan Lodjie Gandrung yaitu dengan judul, STUDI TENTANG TATA
KONDISI RUANG PADA INTERIOR LODJIE GANDRUNG DI SURAKARTA
Karena menurut peneliti bangunan Lodjie Gandrung merupakan cagar budaya dan
bangunan tersebut juga menarik untuk dijadikan objek penelitian pada tugas
Metodologi Penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana penataan akustik pada interior Lodjie Gandrung di Surakarta ?
2. Bagaimana penataan cahaya pada interior Lodjie Gandrung di Surakarta?



3
Sunarmi, Modul Mata Kuliah Desain Interior II, Buku ajar (Surakarta: Program
Studi Desain Interior)


5

1.3 Tujuan Penelitian
1. Mengetahui Penataan akustik pada interior Lodjie Gandrung di Surakarta.
2. Mengetahui Penataan cahaya pada interior Lodjie Gandrung di Surakarta.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Lembaga
Menciptakan generasi mahasiswa yang Kreatif dan berkualitas
dalam menyusun sebuah laporan penelitian sehingga hasil-hasil
penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat bagi desainer interior
maupun masyarakat umum.

1.4.2 Bagi Mahasiswa
Menambah ilmu pengetahuan dan meningkatkan kreatifitas
mahasiswa dalam proses menyusun dan membuat sebuah laporan
penelitian yang baik sesuai dengan aturan penulisan laporan penelitian.
1.4.3 Bagi masyarakat
Dengan adanya laporan penelitian ini diharapkan dapat
menambah pengetahuan bagi masyarakat tentang contoh bangunan
cagar budaya dan bangunan Kolonial yaitu Loji Gandrung Surakarta.





6
1.5 Telaah Pustaka
Sepengetahuan penulis sudah ada penelitian yang berwujud skripsi
yang membahas tentang Bangunan Lojie Gandrung Surakarta, sekripsi
tersebut di buat oleh Dwi Nurul Syamsiyah , beliau adalah Mahasisiwi
Desain Interior Institut Seni Indonesia Surakarta, Skripsi tersebut membahas
tentang Bentuk Visual Interior Bangunan Lojie Gandrung Surakarta Terkait
Aspek Desain, Tetapi penelitian yang membahas Studi Tentang Tata Kondisi
Ruang Di Lojie Gandrung Surakarta sepengetahuan penulis belum pernah ada.
Namun terdapat julnal-jurnal yang mengali tentang sejarah bangunan Loji
Gandrung.
1.6 Landasan Teori
Pada Penelitian ini beberapa literatur mengenai teori yang berkaitan
dengan judul penelitian adalah sebagai berikut :
1.6.1 Pencahayaan
Cahaya merupakan unsur yang tidak kalah penting dalam perancangan
interior karena memberi pengaruh sangat luas serta menimbulkan efek-efek
tertentu. Pencahayaan ada dua jenis yaitu pencahayaan alam (Natural lighting)
dan pencahayaan buatan Pencahayaan dapat di bagi menjadi 2 yaitu,
pencahaan alami dan pencahyaan buatan, pencahyaan buatan (artificial
lighting). Cahaya alam merupakan pencahayaan yang berasal dari sinar
matahari, sinar bulan, sinar api, dan sumber-sumber lain dari alam (fosfor dan
sebagainya). Cahaya alam dibedakan menjadi dua macam yaitu pencahayaan


7
lansung dan pencahayaan tidak langsung. Sedangkan pencahayaan buatan
yaitu pencahayan yang bersal dari cahaya buatan manusia misalnya lilin,
sinar lampu, dsb.
Desain interior suatu bangunan banyak memanfaatkan cahaya buatan
untuk menciptakan kondisi-kondisi tertentu, sesuai dengan kehendak dan
fungsi dari ruang. Mendesain interior selalu berkaitan dengan warna
komposisi organisasi dan fungsi ruang semuanya mempunyai hubungan yang
sangat erat dengan factor pencahayaan. Suatu desain interior yang baik
haruslah saling menunjang antara unsur-unsur tersebut di atas, pencahayaan
yang baik akan memberikan kenyamanan bagi penghuninya. Pencahayaan
yang baik dapat di nilai dari :
1. tidak memyebabkan keletihan pada mata.
2. Tidak membuang-membuang sinar dengan percuma (efisien), sesuai
kebutuhan.
3. Sesuai dengan ruang tersebut dan suasana yang akan diciptakan.
4

1.6.2 Akustik
Sistem akustik adalah suatu sistem yang digunakan untuk mengatur
tingkat kebisingan suatu bangunan atau ruangan. Perancangan bangunan
public system akustik juga salah satu factor yang harus di perhatikan karena
apabila system akustik itu tidak baik atau pun tidak ada maka kita akan merasa

4
Pamudji Suptandar Disain Interior (Jakarta: Djambatan,1999,)224



8
kurang nyaman bila berada di ruangan tersebut. Sehingga segala aktifitas yang
berada dalam bangunan/ruangan tersebut merasa terganggu. Untuk itu kita
juga harus memperhatikan pula mana letak bangunan itu apakah dekat jalan
umum, pabrik sekolah maupun bangunan-bangunan yang mengeluarkan suara
yang bising. Sehingga kita dapat menyesuaika tingkat kebisingan dari
lingkungan sekitar dengan ruangan yang kita tempati.
5

1.6.3 Penghawaan
Sistem penghawaan merupakan pengaturan system sirkulasi udara
dalam ruang. Penghawaan ada dua macam yaitu Penghawaan alami melalui
bukaaan / ventilasi dan penghawaan buatan yaitu dengan system ac dan yang
lainya.
a. Penghawaan alami (Natural Thermal )
Penghawaan alami adalah system penghawaan yang mengunakan
udara alam sebagai sumber penghawaan, sifat dari penghawaan alami
adalah permanen Karena udara yang dihasilkan oleh alam tidak akan habis
sehingga pengunanya bisa kapan saja kita menginginkan tampa ada
batasanya.
b. Penghawaan buatan
Penghawaan buatan adalah system penghawaan yang mengunakan
udara buatan sifat dari penghawaan buata ini hanya semntara saja. Tidak

5
Dikutip dari Skripsi : 2008 Perancangan Interior Tourism Center Surakarta oleh Dwi
Aris Setiawan


9
dapat di gunakan untuk selamanya. Artinya tergantung pada adanya
sumber listrik atau energy yang ada, apabila energy listrik yang digunakan
itu habis atau padam maka udara buatan tersebut tidak dapat di
pergunakan.
6

1.7 Metodologi Penelitian
1.7.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilakuakan di Surakarta Provinsi Jawa tengah
Indonesia. Obyek penilitian ini adalah Loji Gandrung yang berada di
JL. Bringjen Slamet Riyadi No.261 Surakarta. Lojie Gandrung
merupakan salah satu warisan bangunan peninggalan Kolonial
Belanda. Lokasi penelitian ini di pilih karena tempatnya yang mudah
di jangkau oleh peneliti dan Lojie Gandrung merupakan bangunan
cagar budaya yang perlu dilestarikan.
1.7.2 Strategi dan Bentuk Penelitian
Strategi yang baik dalam penelitian ini adalah stategi fenomenologi.
Perspektif fenomenologi menempati kedudukan central dalam perkembangan
metodologi penelitian kualitatif. Perspektif ini mengarahkan bahwa apa yang
dicari peneliti dalam situasi penelitian, bagaimana melakukan kegiatan dalam
situasi penelitian dan bagaimana peneliti menafsir beragam informasi yang
telah digali dan dicatat, semuanya sangat tergantung pada perspektif teoritis

6
Prasasto Satwiko, Fisika abangunan 2 (Yogyakarat: Penerbit ANDI) 2004,3


10
yang digunakannya (Bogdan & Taylor, 1975 dalam buku Metodologi
Penelitian Kualitatif oleh H.B. Sutopo).
Strategi Fenomenologi memandang perilaku manusia, apa yang
mereka katakana dan apa yang mereka lakukan adalah sebagai suatu produk
dari bagaimana orang melakukan tafsir terhadap dunia mereka sendiri. Untuk
menangkap makna perilaku seseorang peneliti berusaha untuk melihat
segalannya dari pandangan orang yang terlibat langsung dalam situasi
tersebut.

1.7.3 Sumber Data dan Teknik Sampling
Sumber data yang dimanfaatkan dalam penelitian ini bisa berbentuk
tulisan maupun visual. Sumber data utama dalam penelitian kualitatif
adalah observasi langsung, selebihnya adalah kata-kata yang diamati,
wawancara atau tindakan, dan dukemen, artefak dan lain-lain. Data utama
diperoleh dari pengamatan langsung pada lokasi dan dari para informan,
yaitu orang yang terlibat secara langsung dalam kegiatan yang menjadi
fokus penelitian dan yang mengetahui kegiatan tersebut7
Sumber data tersebut antara lain:
1. Tempat dan peristiwa atau aktivitas yang terjadi di Loji Gandrung
Surakarta.
2. Informan atau narasumber, hasil dari wawancara narasumber tersebut.

7
Bogdan dan Biklen, Ibid, Hal. 9


11
3. Artefak adalah mencari data fisik bangunan yang di ambil dari lapangan
berupa dokumentasi dengan cara melakukan observasi.
4. Literatur yang digunakan adalah berupa bukubuku dan yang terkait
dengan permasalahan yang akan diteliti.
1.7.4 Teknik Pengumpulan Data
Proses dan Teknik pengumpulan data dapat dilakukan cara sebagai
berikut:
a. Observasi
Peneliti melakukan usaha pengumpulan data dengan datang
langsung ke lokasi penelitian dan melakukan pengamatan terhadap
objek penelitian atau peristiwa , disertai dengan mencatat hal-hal yang
diperlukan dan mendokumentasikan objek yang akan dikaji dengan
merekam atau mengambil foto gambar tersebut.
b. Wawancara
Peneliti melakukan wawancara dengan informan atau
narasumber yang dianggap mengerti tentang masalah yang akan dikaji
menggunakan sistem (Snowball Sampling); yaitu, mencari informasi
dari informan umum yang ada dilapangan untuk mendapatkan
informasi dari informan yang paling mengerti mengenai masalah yang
akan dikaji oleh peneliti.
c. Dokumen dan Arsip


12
Peneliti mencari informan atau narasumber yang mengerti
tentang data dokumen dan arsip mengenai masalah yang akan dikaji
peneliti, serta mencari data buku-buku atau jurnal melalui media
perpustakaan, toko buku maupun media internet.
1.7.5 Alat Pengumpulan Data
Berdasarkan penjelsan diatas tentang beberapa cara
pengumpulan data pada penelitian ini, maka dapat disebutkan beberapa
alat yang digunakan dalam teknik pengumpulan data yaitu :
Alat yang digunakan dalam pengumpulan data dapat diklasifikasikan
sebagai berikut :
1. Kamera Foto, digunakan untuk mendokumentasikan pada saat observasi
penelitian berupa gambar maupun video dan keperluan penelitian
selanjutnya.
2. Alat perekam : digunakan untuk merekam wawancara yang dilakukan
peneliti kepada narasumber sebagai pelengkap dan penguat data
penelitian.
3. Kertas dan alat tulis: digunakan untuk mencatat keperluan peneliti
didalam melakukan penelitian pada saat wawancara kepada narasumber
maupun informan.

1.7.6 Validitas data


13
Guna menjamin dan meningkatkan validitas data maka peneliti
akan menggunakan cara yang disebut trianggulasi data (Sutopo,
Metodologi Penelitian Kualitatif, 1990). Triangulasi pada hakikatnya
merupakan pendekatan multimetode yang dilakukan peneliti pada saat
mengumpulkan dan menganalisis data.
Dalam berbagai karyanya, Norman K. Denkin mendefinisikan
triangulasi sebagai gabungan atau kombinasi berbagai metode yang
dipakai untuk mengkaji fenomena yang saling terkait dari sudut
pandang dan perspektif yang berbeda. Sampai saat ini, konsep Denkin
ini dipakai oleh para peneliti kualitatif di berbagai bidang. Patto (1984)
pun juga membaginya menjadi empat macam, yaitu: (1) triangulasi
metode, (2) triangulasi antar-peneliti (jika penelitian dilakukan dengan
kelompok), (3) triangulasi sumber data, dan (4) triangulasi teori.
Berikut penjelasannya.
1. Triangulasi metode dilakukan dengan cara membandingkan
informasi atau data dengan cara yang berdeda. Sebagaimana
dikenal, dalam penelitian kualitatif peneliti menggunakan metode
wawancara, obervasi, dan survei.
2. Triangulasi antar-peneliti dilakukan dengan cara menggunakan lebih
dari satu orang dalam pengumpulan dan analisis data.
3. Triangulasi sumber data adalah menggali kebenaran informai
tertentu melalui berbagai metode dan sumber perolehan data.


14
4. Triangulasi teori merupakan hasil akhir penelitian kualitatif berupa
sebuah rumusan informasi atau thesis statement. Informasi tersebut
selanjutnya dibandingkan dengan perspektif teori yang relevan
untuk menghindari bias individual peneliti atas temuan atau
kesimpulan yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi teori dapat
meningkatkan kedalaman pemahaman asalkan peneliti
mampu menggali pengetahuan teoretik secara mendalam atas hasil
analisis data yang telah diperoleh.
8


1.8 Teknik Analisis
Proses pada analisis data di awali dengan mengumpulkan sumber-
sumber data yang di kumpulkan dari berbagai sumber, yaitu dari hasil
pengamatan, wawancara dokumen yang kemudian di telaah dan di
klasifikasikan menurut kebutuhan penelitian. Metode analisis dalam penelitian
ini adalah analisis interaktif. Dalam model analisis ini, tiga komponen
analisisnya yaitu reduksi data, sajian data, dan verifikasinya atau simpulan.
Aktivitas peneliti tetap bergerak diantara komponen analisis datanya dan
dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai
suatu siklus.

8
Dikutip dari : http://mudjiarahardjo.com/artikel/270.html?task=view (27-12-2012, 01:16), situs web Prof. Dr. H.
Mudjia Rahardjo.


15
Proses analisis interaktif yang dikembangkan oleh Miles dan
Huberman, 1992:20 dapat digambarkan dengan skema sbb:
9









1.9 Sistematika Penulisan
Sistematika pada penyusunan laporan penelitian ini merupakan satu kesatuan
bahasan yang terdiri dari:
Bab I berisi tentang latar belakang, masalah, perumusan masalah, tujuan,
manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian yang meliputi : lokasi
penelitian, strategi penelitian, sumber data, teknik pengumpulan data, alat
pengumpul data, validitas data, model analisis data yang akan digunakan, dan
sistematika penulisan. Pada bab ini berisi pendahuluan yang menjelaskan,

9
Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, 2002.hal 96).
Pengumpulan
Data
Penyajian Data
Kesimpulam
Reduksi
Data


16
memberikan pandangan awal dan mendasari konsepsi penelitian mengenai studi
tentang tata kondisi ruang pada interior Lojie Gandrung..
Bab II berisi ulasan mengenai bangunan Lojie Gandrung dan menjelaskan
desain interior yang terdapat pada Lojie Gandrung.
Bab III merupakan inti dari pembahasan yang memaparkan mengenai penataan
akustik pada interior Lojie Gandrung, penataan cahaya yang terdapat pada interior
Lojie Gandrung.
Bab IV merupakan bab terakhir yang memuat kesimpulan umum. Pada bab IV
ini merupakan inti dari ulasan pada bab sebelumya yang kemudian disesuaikan
dengan permasalahan yang muncul pada laporan penelitian dengan analisis data
lapangan. Selain itu, peneliti juga mengharapkan saran saran agar penelitian ini
lebih baik untuk kedepannya.











17
DAFTAR PUSTAKA
Sidarta dan Eko Budiharjo,1989,3.
Dikutip dari : http://xrose.wordpress.com
Sunarmi, Modul Mata Kuliah Desain Interior II, Buku ajar (Surakarta: Program
Studi Desain Interior)
Pamudji Suptandar Disain Interior (Jakarta: Djambatan,1999,)224
Dikutip dari Skripsi : 2008 Perancangan Interior Tourism Center Surakarta oleh Dwi
Aris Setiawan
Prasasto Satwiko, Fisika abangunan 2 (Yogyakarat: Penerbit ANDI) 2004,3
Bogdan dan Biklen, Ibid, Hal. 9
Dikutip dari : http://mudjiarahardjo.com/artikel/270.html?task=view (27-12-2012, 01:16), situs web Prof. Dr. H.
Mudjia Rahardjo.
Sutopo, Metodologi Penelitian Kualitatif, 2002.hal 96).

Anda mungkin juga menyukai