Anda di halaman 1dari 12

1 | P a g e

BAB I
1.1 Latar Belakang
Pada akhir dasawarsa abad ke-20, demokratisasi menjadi salah satu isu yang
paling popular diperbincangkan. Indikasi nyata dari kepopuleran isu itu adalah
berlipat gandanya jumlah negara yang menganut sistem pemerintahan
demokratis. Negara yang awalnya tidak demokratis, serta merta merubah haluan
negaranya menjadi demokratis.
Demokrasi pada substansinya adalah sebuah proses pemilihan yang
melibatkan banyak orang untuk mengangkat seseorang yang berhak memimpin
dan mengurus tata kehidupan komunal mereka. Dan tentu saja yang akan mereka
angkat atau pilih hanyalah orang yang mereka sukai. Mereka tidak boleh dipaksa
untuk memilih suatu sistem ekonomi, sosial atau politik yang tidak mereka kenal
atau tidak mereka sukai. Mereka berhak mengontrol dan mengevaluasi
pemimpin yang melakukan kesalahan, berhak mencopot dan menggantinya
dengan orang lain jika menyimpang.
Demokrasi sering diartikan sebagai penghargaan terhadap hak-hak asasi
manusia, partisipasidalam pengambilan keputusan dan persamaan hak di depan
hukum. Dari sini kemudian muncul idiom-idiom demokrasi, seperti egalite
(persamaan), equality (keadilan), liberty (kebebasan), human right (hak asasi
manusia), dst.
Secara normatif, Islam menekankan pentingnya ditegakkan amar maruf nahi
munkar bagi semua orang, baik sebagai individu, anggota masyarakat maupun
sebagai pemimpin negara. Doktrin tersebut merupakan prinsip Islam yang harus
ditegakkan dimana pun dan kapan saja, supaya terwujud masyarakat yang aman
dan sejahtera.

Bagaimanakah konsep demokrasi Islam itu sesungguhnya? Jika secara
normatif Islam memiliki konsep demokrasi yang tercermin dalam prinsip dan
idiom-idiom demokrasi, bagaimana realitas empirik politik Islam di negara-
negara Muslim? Bagaimana denganpengalaman demokrasi di negara-negara
Islam? Benarkah Samuel Huntington dan F.Fukuyama, yang menyatakan bahwa
realitas empirik masyarakat Islam tidak compatible dengan demokrasi? Tulisan
ini ingin mengkaji demokrasi dalam perspektif Islam dari aspek elemen-elemen
pokok yang dikategorikan sebagai bagian terpenting dalam penegakan
demokrasi.


1.2 Rumusan Masalah

1.Apakah yang dimaksud dengan demokrasi dan musyawarah?
2 | P a g e

2.Bagaimanakah bacaan dan arti dari surat Ali-Imran :159, surat Asy-Syura : 38,
dan surat Al-Baqarah : 233?
3.Bagaimanakah asbabul nuzul surat Ali-Imran :159, surat Asy-Syura : 38, dan
surat Al-Baqarah : 233?
4.Bagaimanakah tafsir surat Ali-Imran :159, surat Asy-Syura : 38, dan surat Al-
Baqarah : 233?
5.Bagaimanakah hadits yang berkaitan dengan demokrasi?

1.3 Tujuan
1.Untuk mengetahui pengertian dari demokrasi dan musyawarah.
2.Untuk mengetahui bacaan dan arti dari surat Ali-Imran :159, surat Asy-Syura :
38, dan surat Al-Baqarah : 233.
3.Untuk mengetahui asbabul nuzul surat Ali-Imran :159, surat Asy-Syura : 38,
dan surat Al-Baqarah : 233.
4.Untuk mengetahui tafsir surat Ali-Imran :159, surat Asy-Syura : 38, dan surat
Al-Baqarah : 233.
5.Untuk mengetahui hadits tentang demokrasi.

1.4 Manfaat
1.Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui pengertian demokrasi dan
musyawarah.
2.Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui bacaan dan arti dari surat Ali-
Imran :159, surat Asy-Syura : 38, dan surat Al-Baqarah : 233.
3.Agar Mahasiswa atau Mahasiswimengetahui asbabul nuzul surat Ali-Imran
:159, surat Asy-Syura : 38, dan surat Al-Baqarah : 233.
4.Agar Mahasiswa atau Mahasiswi mengetahui hadits tentang demokrasi.















3 | P a g e

BAB II
2.1 Pengertian Demokrasi dan Musyawarah
Demokrasi
Istilah musyawarah berasal dari kata .Ia adalah masdar dari kata kerja
syawara-yusyawiru, yang berakar kata syin, waw, dan ra dengan pola faala.
Struktur akar kata tersebut bermakna pokok menampakkan dan menawarkan
sesuatu Dari makna terakhir ini muncul ungkapan syawartu fulanan fi amri (aku
mengambil pendapat si Fulan mengenai urusanku).
1


Musyawarah dalam Alquran
Syura atau musyawarah merupakan hal penting bagi kehidupan
manusia, khususnya kaum Muslimin. Bahkan, karena pentingnya, kata syura
menjadi salah satu nama surat Al-Quran, yaitu surat ke-42. Di dalam Al-Quran,
masalah musyawarah disebut pada tiga ayat. Pertama, QS. Ali-Imran, 3: 159.
Kedua, QS. Asy-Syura, 42: 38. Ketiga, QS. Al-Baqarah, 2: 233.
2

2.2 QS. Ali-Imran, 3: 159


159. Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu.Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan
itu.Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah.Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.


Lafadz Arti Lafadz Arti

Maka
disebabkan

Pada mereka

Rahmat (kasih
sayang)

Dan mohonkan
ampun bagi
mereka

1
Abu Husayn Ahmad bin Faris bin Zakariyya, Mujam Maqayis al-Lughah, Juz III (Mesir: Mustafa Al-
Bab al-Halabi, 1972), h. 226.
2
Badriyah Fayumi, et. al, Halaqah IslamMengaji Perempuan, HAM, dan Demokrasi, (Jakarta: Ushul
Press, 2004), h. 145.
4 | P a g e

Dari Allah

Dan
musyawarahlah
dengan mereka

Kamu berlaku
lemah lembut
terhadap mereka

Dalam suatu
urusan

Sekiranya kamu
bersikap

Maka apabila
kamu telah
bersepakat

Berperilaku
kasar

Maka
berserahdirilah

Berhati kasar

Kepada Allah

Tentulah mereka
menjauhkan diri

Sesungguhnya
Allah

Dari
sekelilingmu

Menyukai

Maka
maafkanlah

Orang-orang
yang bertawakal

Asbabun-Nuzul dari ayat ini adalah pada waktu kaum muslimin
mendapatkan kemenangan dalam perang Badar, banyak orang-orang musyrikin
yang menjadi tawanan perang. Untuk menyelesaikan masalah itu Rasulullah
SAW mengadakan musyawarah dengan Abu Bakar Shiddik dan Umar Bin
Khattab. Rasulullah meminta pendapat Abu Bakar tentang tawanan perang
tersebut. Abu Bakar memberikan pendapatnya, bahwa tawanan perang itu
sebaiknya dikembalikan keluarganya dengan membayar tebusan. Hal mana
sebagai bukti bahwa Islam itu lunak, apalagi kehadirannya baru saja.

Kepada Umar Bin Khattab juga dimintai pendapatnya. Dia mengemukakan,
bahwa tawanan perang itu dibunuh saja. Yang diperintahkan membunuh adalah
keluarganya. Hal ini dimaksudkan agar dibelakang hari mereka tidak berani lagi
menghina dan mencaci Islam. Sebab bagaimanapun Islam perlu memperlihatkan
kekuatannya di mata mereka. Dari dua pendapat yang bertolak belakang ini
Rasulullah SAW sangat kesulitan untuk mengambil kesimpulan.

Akhirnya Allah SWT menurunkan ayat ini yang menegaskan agar Rasulullah
SAW berbuat lemah lembut. Kalau berkeras hati mereka tidak akan menarik
simpati sehingga mereka akan lari dari ajaran Islam. Alhasil ayat ini diturunkan
sebagai dukungan atas pendapat Abu Bakar Shiddik.

5 | P a g e



2.3 QS. Asy-Syura, 42: 38

38. Dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan Tuhannya dan
mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara
mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezeki yang Kami berikan kepada
mereka.













2.4 QS. Al-Baqarah, 2: 233


233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan
dan pakaian kepada para ibu dengan cara maruf. Seseorang tidak dibebani
melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita
kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun
berkewajiban demikian.Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun)
dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas
keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada
dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut.
6 | P a g e

Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa
yang kamu kerjakan.

2.5 Tafsir Al-Quran Surat Ali-Imran : 159, Surat Asy-Syura : 38, dan Surat Al-
Baqarah : 233
2.5.1 Tafsir QS. Ali-Imran, 3: 159
Firman-Nya: Maka disebabkan rahmat Allah engkau berlaku lemah lembut
terhadap mereka dapat menjadi salah satu bukti bahwa Allah swt. sendiri yang
mendidik dan membentuk kepribadian Nabi Muhammad saw., sebagaimana sabda
beliau: Aku dididik oleh Tuhanku, maka sungguh baik hasil pendidikan-
Nya.Kepribadian beliau dibentuk sehingga bukan hanya pengetahuan Allah
limpahkan kepada beliau melalui wahyu-wahyu al-Quran, tetapi juga kalbu beliau
disinari, bahkan totalitas wujud beliau merupakan rahmat bagi seluruh alam.
Redaksi di atas, yang disusul dengan perintah memberi maaf dan seterusnya,
seakan-akan ayat ini berkata: Sesungguhnya perangaimu, wahai Muhammad, adalah
perangai yang sangat luhur, engkau tidak bersikap keras, tidak juga berhati kasar,
engkau pemaaf, dan bersedia mendengar saran dari orang lain. Itu semua disebabkan
rahmat Allah kepadamu yang telah mendidikmu sehingga semua faktor yang dapat
mempengaruhi kepribadianmu disingkirkan-Nya.Ayahmu meninggal sebelum
engkau lahir, engkau dibawa jauh dari ibumu sejak kecil, engkau tidak pandai
membaca dan menulis, dan engkau hidup di lingkungan yang belum disentuh oleh
peradaban manusia yeng telah terkena polusi. Memang, ayah, ibu, bacaan dan
lingkungan merupakan empat faktor yang membentuk kepribadian manusia dan
keempatnya hampir dapat dikatakan tidak menyentuh Nabi Muhammad saw. karena
perangaimu sedemikian luhur, maafkan, mohonkan ampun, dan dengarkan saran
serta diskusikan bersama mereka persoalan-persoalan mereka.
Firman-Nya: Sekiranya engkau bersikap keras lagi berhati
kasar,mengandung makna bahwa engkau, wahai Muhammad, bukanlah seorang
yang berhati keras. Ini dipahami dari kata ( )lauw yang diterjemahkan sekiranya.
Kata ini digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang bersyarat, tetapi syarat
tersebut tidak dapat wujud.Seperti jika seorang yang ayahnya telah meninggal
kemudian berkata Sekiranya ayah saya hidup, saya akan menamatkan
kuliah.Karena ayahnya telah wafat, kehidupan yang diandaikannya pada
hakikatnya tidak ada dan, dengan demikian, tamat yang diharapkannya pun tidak
mungkin wujud. Jika demikian, ketika ayat ini menyatakan sekiranya engkau
bersikap keras lagi berhati keras lagi berhati kasar,tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu, itu berarti sikap keras lagi berhati kasar tidak ada wujudnya,
dan karena itu tidak ada wujudnya, maka tentu saja, tentulah mereka menjauhkan
diri dari sekelilingmu, tidak pernah akan terjadi.
Memang, sahabat-sahabat Nabi saw. selalu berada di sekeliling beliau,
senang bersama beliau, dan tidak jemu-jemu mendengar sabda-sabda beliau. Semua
merasa mendapat kehangatan beliau dan, walau semua merasa mendapatkannya,
7 | P a g e

tidak seorang pun merasa, bahkan kehangatan yang diperoleh orang lain mengurangi
kehangatan yang didambakannya. Persis seperti kehangatan matahari, betapa pun
kehangatannya diperoleh semua makhluk, tidak satu pun yang mengeluh
kekurangannya.
Firman-Nya: Berlaku keras lagi berhati kasar menggambar-kan sisi dalam
dan sisi luar manusia, berlaku keras menunjukkan sisi luar manusia danberhati
kasar, menunjukkan sisi dalamnya. Kedua hal itu dinaifkan dari Rasul saw.
Memang, keduanya perlu dinaifkan secara bersamaan karena, boleh jadi, ada yang
berlaku keras tapi hatinya lembut atau hatinya lembut tapi tidak mengetahui sopan
santun.
Kata musyawarah terambil dari kata () syawara yang pada mulanya
bermakna mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna ini kemudian berkembang
sehingga mencakup segala sesuatu yang dapat diambil/dikeluarkan dari yang lain
(termasuk pendapat).Kata musyawarah, pada dasarnya, hanya digunakan untuk hal-
hal yang baik, sejalan dengan makna dasar di atas.
Pada ayat ini, tiga sifat dan sikap secara berurutan disebut dan diperintahkan
kepada Nabi Muhammad saw. untuk beliau laksanakan sebelum bermusyawarah.
Penyebutan ketiga hal itu, dari segi konteks turunnya ayat,mempunyai makna
tersendiri yang berkaitan dengan perang uhud. Namun, dari segi pelaksanaan dan
esensi musyawarah, ia perlu menghiasi diri Nabi saw. dan setiap orang yang
melakukan musyawarah. Setelah itu, disebutkan lagi satu sikap yang harus diambil
setelah adanya hasil musyawarah dan bulatnya tekad.
Pertama, adalah berlaku lemah-lembut, tidak kasar, dan tidak berhati keras.
Seorang yang melakukan musyawarah, apalagi yang berada dalam posisi
pemimpin, yang pertama ia harus hindari ialah tutur kata yang kasar serta sikap
keras kepala karena, jika tidak, mitra musyawarah akan bertebaran pergi. Petunjuk
ini dikandung oleh penggalan awal ayat di atas sampai firman-Nya: (
) wa lau kunta fazhzhan ghalizh al-qalb lanfadhdhu min haulik.
Kedua, memberi maaf dan membuka lembaran baru. Dalam bahasa ayat di
atas fafu anhum( ). Maaf, secara harfiah berarti menghapus.
Memaafkan adalah menghapus bekas luka hati akibat perlakuan pihak lain yang
dinilai tidak wajar. Ini perlu karena tiada musyawarah tanpa pihak lain, sedangkan
kecerahan pikiran hanya hadir bersamaan dengan sirnanya kekeruhan hati.
Di sisi lain, yang bermusyawarah harus menyiapkan mentalnya untuk selalu
bersedia memberi maaf karena, boleh jadi, ketika melakukan musyawarah, terjadi
perbedaan pendapat atau keluar dari pihak lain kalimat atau pendapat yang
menyinggung, dan bila mampir ke hati akan mengeruhkan pikiran, bahkan boleh
jadi mengubah musyawarah menjadi pertengkaran.
3



3
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, vol 2, (Jakarta: Lentera
hati, 2002), h. 310-313.
8 | P a g e



2.5.2 Tafsir QS. Asy-Syura, 42: 38
Ayat diatas bagaikan menyatakan:Dan kenikmatan abadi itu disiapkan juga
bagi orang-orang yang benar-benar memenuhi seruan Tuhan mereka dan mereka
melaksanakan shalat secara bersinambungan dan sempurna, yakni sesuai rukun
serta syaratnya juga khusyuk kepada Allah, dan semua urusan yang berkaitan
dengan masyarakat mereka adalah musyawarah antara mereka, yakni mereka
memutuskannya melaluimusyawarah, tidak ada di antara mereka yang bersifat
otoriter dengan memaksakan pendapatnya; dan di samping itu mereka jugadari
sebagaian rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka, baik harta maupun
selainnya, mereka senantiasa nafkahkan secara tulus serta bersinambungan, baik
nafkah wajib maupun sunnah.
Huruf () sin dan () ta pada kata () istajabu berfungsi menguatkan
istijabah/penerimaan itu. Yakni, penerimaan yang sangat tulus, tidak disertai oleh
sedikit keraguan atau kebencian.Sementara ulama memahaminya dalam arti
penerimaan yang bersifat khusus, sebagaimana dilakukan oleh tokoh-tokoh al-
Anshar di Madinah ketika mereka menyambut para muhajirin dari Mekkah. Huruf
() lam pada kata () lirabbihim berfungsi menguatkan penerimaan seruan itu.
Karena itu, penulis menjelaskannya dalam arti benar-benar memenuhi seruan
Tuhan mereka.
Kata () syura terambil dari kata () syaur. Kata syura bermakna
mengambil dan mengeluarkan pendapat yang terbaik dengan memperhadapkan
satu pendapat dengan pendapat lain. Kata ini terambil dari kalimat ( )
syirtu al-asal yang bermakna: Saya mengeluarkan madu (dari wadahnya). Ini
berarti mempersamakan pendapat yang terbaik dengan madu, dan musyawarah
adalah upaya meraih madu itu di mana pun dia ditemukan atau, dengan kata lain,
pendapat siapa pun yang dinilai benar tanpa mempertimbangkan siapa yang
menyampaikannya.Untuk jelasnya, rujuklah pada QS. Ali Imran [3]: 159.
Kata () amruhum/urusan mereka menunjukkan bahwa yang mereka
musyawarahkan adalah hal-hal yang berkaitan dengan urusan mereka serta yang
berada dalam wewenang mereka. Karena itui, masalah ibadah mahdhah/murni yang
sepenuhnya berada dalam wewenang Allah tidaklah termasuk hal-hal yang dapat
dimusyawarahkan. Di sisi lain, mereka yang tidak berwenang dalam urusan
dimaksud tidaklah perlu terlibat dalam musyawarah itu, kecuali jika diajak oleh
yang berwenang karenaboleh jadi yang mereka musyawarahkan adalah persoalan
rahasia atar-mereka.
Al-Quran tidak menjelaskan bagaimana bentuk syura yang
dianjurkannya.Ini untuk memberi kesempatan kepada setiap masyarakat menyusun
bentuk syura yang mereka inginkan sesuai dengan perkembangan dan ciri
masyarakat masing-masing. Perlu diingat bahwa ayat ini turun pada periode di mana
belum lagi terbentuk masyarakat Islam yang memiliki kekuasan politik, atau dengan
9 | P a g e

kata lain, sebelum terbentuknya negara Madinah di bawah pimpinan Rasul saw.
Turunnya ayat yang menguraikan syura pada periode Mekkah menunjukkan bahwa
bermusyawarah adalah anjuran al-Quran dalam segala waktu dan berbagai
persoalan yang belum ditemukan petunjuk Allah di dalamnya.
Firman-Nya: ( ) wa mimma razaqnahum
yunfiqunmengisyaratkan bahwa kaum yang beriman itu bekerja dan berkarya sebaik
mungkin sehingga dapat memperoleh hasil yang melebihi kebutuhan jangka pendek
dan menegah mereka sehingga dapat membantu orang lain.
Sementara ulama menggarisbawahi bahwa kendati semua yang berada dalam
genggaman tangan seseorang dia nafkahkan untuk siapa pun, pada hakikatnya ia
juga masih baru memberi sebagian dari rezeki yang dianugerahkan Allah
kepadanya. Betapa tidak, bukankan masih banyak rezeki lainnya yang diperoleh
misalnya rezeki kehidupan, udara segar dan pemandangan yang indah dan lain-lain
sebagainya, yang tidak luput sesaat pun dari manusia.
4



2.5.3 Tafsir QS. Al-Baqarah, 2: 233
Pada ayat ini, oleh masyarakat umum, masalah menyapih selalu dianggap
sebagai urusan perempuan.Padahal, seperti ditegaskan ayat Alquran itu, persoalan
menyapih seorang anak merupakan masalah keluarga yang perlu dimusyawarahkan
antara suami dan istri.Menyapih berkaitan langsung dengan hak anak.
Dalam masalah menyapih ini, baik anak, ibu, maupun ayah, tidak ada yang
boleh menjadi korban. Dalam ayat sebelumnya disebutkan, sang ibu tidak boleh
menderita karena anak, dan sang bapak juga tidak boleh menderita karena anak.
Jadi, tujuanmusyawarah dalam keluarga, seperti diisyaratkan dalam ayat Alquran
tentang menyapih itu, adalah untuk menghindari jatuhnya korban di antara anggota
keluarga.
Ayat Alquran itu memberi jalan keluar bagi orang tua, terutama suami dan
istri, yang sedang menghadapi maslah, khususnya masalah menyapih anak, di dalam
keluarga, yaitu dengan jalan musyawarah.Musyawarah ditunjukan untuk mencari
formulasi terbaik jangan sampai ada yang dirugikan.
Intinya, semua persoalan yang dihadapi orangtua, terutama di dalam
keluarga, harus dibicarakan dan dicarikan solusinya untuk mendapatkan keputusan
yang terbaik.Musyawarah seharusnya menjadi landasan pokok dalam membina
kehidupan berkeluarga.Musyawarah dan pemufakatan ditujukan untuk menjalin
kerjasama dalam kebaikan dengan semangat persaudaraan, bukan semangat kalah
atau menang.
5


4
M. Quraish Shihab, Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran, vol 12, (Jakarta:
Lentera hati, 2002), h. 177-179
5
Badriyah Fayumi, et. al, op. cit., h. 146-147.
10 | P a g e

Ayat 233 dalam surat Al-Baqarah memberikan pengertian tentangaturan-
aturan mengenai penyusuan, dan bahkan mengatur hubungan antara bayi dan
pemberi susuan yang bukan ibunya sendiri (yaitu bilamana ibunyasendiri, karena
berbagai alasan tidak dapat menyusui anaknya sendiri danmembayar orang lain
untuk menyusui anaknya tersebut).Pada ayat itu pula kita dapat menentukan aturan-
aturan umum sebagaiberikut :
a. Adalah merupakan kewajiban bagi seorang ibu untuk menyusui anaknya sendiri
dan tidak mengabaikan hak anak untuk menyusu bila ibu tersebut memang dapat
melakukan kewajibannya.
b. Lama menyusui anak, bila ingin secara sempurna, adalah dua tahun penuh
c. Penyusuan tersebut boleh dihentikan sebelum dua tahun dengan syaratkeputusan
didasarkan atas persetujuan bersama antara suami-istri setelah keduanya
membicarakan untung-ruginya, serta telah memperoleh ganti pemeliharaan
kebutuhan makanan bayi tersebut sebaik-baiknya.
d. Ayah bayi tersebut harus membantu agar air susu ibu terus tersedia cukup
dengan cara menyediakan makanan yang cukup bagi ibu dan suasana tenteram.
Hal ini menunjukkan bahwa Islam menganggap menyusui anak sebagai
kewajiban utama bagi ibu sehingga ia tidak boleh dibebani pekerjaan yang
menganggu tugasnya menyusui tersebut. Oleh karena itu jelaslah bahwa Al-
Quran secara khusus menggariskan aturan yang harus diperoleh oleh ibu si bayi
agar dirinya mampu menghasilkan air susu ibu yang cukup.
e. Bilamana ayah bayi tersebut sedang bepergian atau telah meninggal, maka salah
seorang anggota keluarganya harus mengambil alih kewajiban memelihara bayi
tadi dengan menyediakan kebutuhan-kebutuhannya dan kebutuhan-kebutuhan
ibunya agar ia bisa meneruskan tugasnya menyusui anaknya. Masalah ini betul-
betul memperoleh perhatian dalam Islam.
f. Seorang ibu yang dapat menyusui anaknya dilarang mengalihkan kewajiban itu
kepada orang lain. Islam mewajibkan ayah bayi tersebut menanggung biaya
keuangan atau biaya hidup istri yang telah dicerainya yang masih menyusui
anaknya itu. Dalam hal seperti itu, Islam menjamin agar si bayi tersebut tetap
memperoleh hak susuan sebagaimana yang ia butuhkan.
Dari beberapa tafsiran surat al-Baqarah ayat 233 ini dapat diambil tigagaris
besar:
1. Posisi ayah adalah sebagai seorang yang bertanggungjawab atas kwalitas susu
istrinya.
2. Ibu mencoba untuk menjalankan kasih sayang dengan penyusuan dalam masa
dua tahun secara sempurna.
3. Tidak diperbolehkan untuk menyapih sebelum usia dua tahun, kecuali dengan
persetujuan antara ayah dan ibu dan anak pun dianggap sudah dewasa.
6


6
Anonim, Tinjauan Al-Qur`An Surat Al-Baqarah Ayat 233Tentang Pemberian Asi,
http://www.library.walisongo.ac.idDiakses tanggal 10 Oktober 2014 pukul 16.51 WIB.
11 | P a g e


2.6 Hadits tentang Demokrasi

2.7 Demokrasi dalam Keluarga
Budaya demokrasi dalam Islam menghendaki adanya acuan pada nilai-nilai
islami, bukan semata-mata pada kemauan sendiri.Demokrasi itu bukan suatu
kebebasan yang tanpa aturan, tetapi bebas bertanggung jawab.Hal-hal yang perlu
ditekankan atau ditanamkan di dalam kehidupan keluarga-yang berkaitan dengan
demokrasi atau musyawarah, adalah penegakan keadilan.Berbuat adil, yang sering
diidentikkan dengan persamaan atau keseimbangan, merupakan salah satu unsur
demokrasi.Di dalam masyarakat modern, terutama keluarga masa kini, persamaan
atau berbuat adil tidak bisa diabaikan.
Demokrasi mengajarkan kepada kita tentang persamaan pada seluruh
anggota keluarga.Tidak ada yang memegang hak mutlak.Tidak ada yang
otoriter.Tidak ada yang bersikap tiranik.Demokrasi iti dapat dipastikan menolak
elitism. Tidak ada yang boleh berkuasa terhadap pihak lain.
7


2.8 Demokrasi dalam Pemerintahan
Budaya demokrasi dalam pemerintahan salah satunya berkaitan dengan
proses pemilu. Dalam demokrasi, rakyat pemilik kedaulatan.Karena itu, menang dan
kalah dalam pemilu meruapakan bagian dari risiko demokrasi.
8


2.9






BAB III
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan
1. Pengertian
3.2 Saran

7
Badriyah Fayumi, et. al, op. cit., h. 149.
8
Ibid., h. 137.
12 | P a g e

Dalam pembuatan makalah ini kami penulis mendapatkan pengalaman yang
sangat berharga mengenai pengetahuan tentang demokrasi dalam islam yang
berkaitan dengan prinsip untuk bermusyawarah. Kami penulis menyarankan kepada
semua pembaca dan pendengar untuk mempelajari demokrasi dalam islam. Dengan
mempelajari demokrasi diharapkan akan menjadikan mahasiswa dan mahasiswi dan
umumnya umat islam untuk selalu melakukan demokrasi (musyawarah) dalam
menghadapi persoalan yang ada. Hal ini agar kehidupan manusia bisa aman dan
tentram karena berlandaskan prinsip untuk saling menghormati dan menghargai
yang diterapkan dalam prinsip bermusyawarah ini. Serta diharapkan dari setiap
masalah yang ada dapat ditemukan jalan terbaiknya.


DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Abu Husayn bin Faris bin Zakariyya. Mujam Maqayis al-Lughah.Juz III.
Mesir: Mustafa Al-Bab al-Halabi, 1972.
Anonim, Tinjauan Al-Qur`An Surat Al-Baqarah Ayat 233Tentang Pemberian Asi,
http://www.library.walisongo.ac.id Diakses tanggal 10 Oktober 2014 pukul
16.51 WIB.
Fayumi, Badriyah et. al. Halaqah IslamMengaji Perempuan, HAM, dan Demokrasi.
Jakarta: Ushul Press, 2004.
Shihab, M. Quraish. Tafsir Al Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran. vol 1,
2 dan 12. Jakarta: Lentera hati, 2002.

Anda mungkin juga menyukai