Anda di halaman 1dari 2

Budaya Organisasi Polytron

Banyak hal yang menarik di Polytron ini, terutama berkaitan dengan pengembangan
budaya organisasi. Pertama adalah mengenai kemampuan inovasi mereka. Mereka memiliki unit
penelitian dan pengembangan yang benar-benar berfungsi untuk menemukan hal-hal baru untuk
inovasi produk maupun proses produksi. Polytron memiliki suatu filosofi yang mereka sebut
The Polytron C&C Way. Menurut buku saku The Polytron C&C Way, maka C&C adalah
kependekan dari Creativity and Commitment. Creativity ditulis di depan untuk menunjukkan
bahwa kreativitas lebih dibutuhkan untuk kemajuan. Kemudian disebutkan juga bahwa perlu
dijaga suatu keseimbangan antara kreativitas dan komitmen supaya tidak terjadi over-
creativity ataupun over-commitment.
Kreatif yang berlebihan adalah sikap yang menekankan kepada kreatifitas sehingga
berpotensi terjadinya hal-hal yang liar. Sementara itu komitmen yang berlebihan berpotensi
menciptakan situasi yang kaku dan pasif. Dengan demikian Polytron mengembangkan sumber
daya manusianya dengan menyeimbangkan kreatifitas dan komitmen masing-masing pribadi
untuk tidak terbelenggu (tidak kreatif) dan tidak liar (semaunya atau seenaknya sendiri). Untuk
mewujudkan ini, mereka membentuk C3 Leader atau Creativity and Commitment Cell Leader,
dengan utama sebagai counselor yang penuh empati membantu menemukan solusi atas
tantangan atau masalah yang dihadapi karyawan, tak terbatas hanya pada pekerjaan, tetapi juga
kepada permasalahan pribadi atau keluarga.
Hal kedua yang menarik adalah filosofi Temu Eling yang berasal dari bahasa Jawa.
Temu berarti menemukan sesuatu yang dilandasi oleh proses berpikir kreatif (creative mind),
sedangkan Eling adalah suatu proses merenung dan sadar untuk membangkitkan suatu komitmen
dalam perbaikan. Ini masih dalam rangka implementasi C&C yang dijelaskan sebelumnya.
Jadi Temu Eling adalah suatu proses perenungan/refleksi yang mendalam agar kita berkomitmen
dalam melakukan perubahan secara kreatif dan terus-menerus. Ini adalah suatu bentuk prinsip
manajemen Jepang yaitu Hansei dan Kaizen yang diadaptasi dengan kondisi lokal Polytron yang
berlokasi di Jawa Tengah, yang tentu saja memiliki lingkungan budaya Jawa.
Hal menarik ketiga adalah filosofi 7-AT Kiat Kita. Ketujuh AT itu adalah hebAT citra,
pesAT teknologi, cermAT mutu, hemAT biaya, tepAT delivery, sehAT pribadi, kuAT potensi.
Dalam pandangan Polytron, ini adalah penjabaran dari prinsip 3i yaitu improvements
innovations inventions yang mereka miliki. Improvements berarti selalu memperbaiki produk
dan proses yang ada saat itu, lalu innovation adalah pembaharuan dari produk atau proses yang
ada saat ini, dan terakhir, invention adalah penemuan baru yang dapat dipatenkan atau
menghasilkan produk unggulan. Sampai saat ini Polytron sudah memiliki banyak sekali paten
yang berkaitan dengan teknologi elektronika. Dengan filosofi 7-AT Kiat Kita ini, mereka
berupaya untuk memproduksi produk-produk elektronika berkualitas dengan proses produksi
yang efektif dan efisien, dan yang terpenting, memanusiakan semua insan Polytron.
Hal keempat yang menarik adalah prinsip pembelajaran Polytron, yaitu 4T, yaitu Tahu,
Terampil, Terpercaya, serta Terwariskan. Tahu adalah langkah awal bagi seseorang untuk bisa
menguasai suatu bidang keahlian tertentu. Terampil adalah, setelah sesoerang berpengetahuan
cukup dalam suatu bidang, maka dia harus mempraktikkannya sehingga menjadi trampil.
Terpercaya maksunya adalah, setelah seseorang memiliki jam terbang yang cukup tinggi dalam
suatu bidang pekerjaan atau keahlian tertentu, maka dia akan dipercaya untuk melakukan
pekerjaan tersebut tanpa ada keraguan lagi dari pihak lain. Terwariskan maksudnya adalah, jika
seseorang sudah terpercaya melakukan tugas-tugas atau keahlian tertentu, maka sudah
sepatutnya dia mewariskan kemampuan itu kepada orang lain, terutama mereka yang masih
muda atau pemula. Hal menarik berikutnya adalah bagaimana mereka lebih banyak menekankan
kepada pengembangan soft-skills (80%) ketimbang hard-skills (20%) dalam proses
pengembangan sumber daya manusianya. Polytron sangat percaya kepada komposisi ini,
sehingga mereka pun mewujudkannya ke dalam proses pendidikan dan pelatihan SDM-nya.
Terakhir, di Polytron berkembang suatu budaya Tiga Kata Ajaib, yaitu terima kasih,
maaf, dan tolong. Ini menunjukkan suatu budaya yang rendah hati atau humble, dan di
Polytron tidak dikembangkan budaya komando, memerintah, apalagi arogan. Bahkan para
pimpinan perusahaan untuk memerintahkan bawahannya pun menggunakan kata-kata tolong
dan diakhiri dengan terima kasih. Budaya menggunakan kata maaf pun digalakkan, dan ini
menunjukkan mereka sangat menjaga harmoni, dan mirip dengan pola manajemen Jepang, maka
konflik pun dihindarkan. Mereka membungkus semua ini dengan budaya smile yang
mengejewantahkan sikap keramah-tamahan dengan berbagai pihak.

Kelihatannya pimpinan Polytron sangat menyadari betapa pentingnya intangible
asset dalam bisnis perusahaan. Mereka sangat serius mengembangkan manusia dan budaya
organisasinya. Inilah yang akan menjadi akar untuk perusahaan ini agar pohonnya tetap kuat
dalam berbisnis, dan dengan gaya manajemen seperti ini tidaklah mengherankan jika Polytron
bisa berkembang dengan pesat.

Anda mungkin juga menyukai