Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Status gizi balita merupakan salah satu indikator yang menggambarkan
tingkat kesejahteraan masyarakat.Gizi seseorang dikatakan baik apabila
terdapat keseimbangan dan keserasian bahwa berbagai masalah gizi lebih
banyak terjadi pada kelompok masyarakat di daerah pedesaan yang
mengkonsumsi bahan pangan yang kurang baik jumlah maupun
mutunya.Sebagian besar dari masalah tersebut disebabkan oleh berbagai
faktor salah satunya adalah faktor ekonomi. (Harnanto Wiryo, 2002).
Dan status gizi balita dapat juga dipengaruhi oleh berbagai faktor
diantaranya yaitu kurangnya wawasan dan pengetahuan ibu tentang gizi yang
disebabkan rendahnya tingkat pendidikan ibu yang juga memberi andil yang
besar terhadap status gizi buruk balita. Pengetahuan dan pemahaman ibu yang
terbatas akan mempengaruhi pola pemenuhan gizi balita sehingga penerapan
pola konsumsi makan belum sehat dan seimbang. (Harnanto Wiryo, 2002).
Bayi dan balita merupakan kelompok masyarakat yang paling
pekaterhadap kekurangan gizi.Dari data yang telah terkumpul di negara-
negara maju dengan jelas menunjukkan bahwa ada hubungan yang nyata
antara tingkat sosial ekonomi dengan berat badan bayi yang
dilahirkan.Mereka lahir dari ibu dengan status ekonomi yang rendah biasanya
menghasilkan bayi premature atau bayi berat lahir rendah (BBLR) yang
mempunyai berat badan 300-400 gram lebih ringan dari bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu yang cukup ekonominya. (Harnanto Wiryo, 2002).
Menurut WHO (world health organization) telah diperkirakan 55%
kematian anak disebabkan oleh malnutrisi bahkan pada balita berpengaruh
pada perkembangan otak yang 80% proses pertumbuhanya terjadi pada masa
itu dan resiko meningkat tajam pada kondisi buruk atau KEP (kurang energi
protein)
Sementara menurut pengelompokan prevalensi gizi kurang organisasi
kesehatan dunia (WHO), Indonesia tergolong sebagai negara dengan status
2
gizi tinggi pada tahun 2004. Karena 5.119.935 balita dari 17.983.244 balita
Indonesia (28,47%) termasuk dalam kelompok gizi kurang dan gizi buruk.
Pada saat ini sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan
tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umunya disebut kekurangan gizi.
Kejadian kekurangan gizi ini sering terluputkan dari penglihatan atau
pengamaan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya
angka kematian bayi, angka kematian balita serta rendahnya umur harapan
hidup. (Roy Tjong,2005).
Data United National Childrens Fund (UNICEF) tahun 1999
menunjukkan 10-12 juta (50-69,7%) anak balita di Indonesia (4 juta
diantaranya dibawah satu tahun) berstatus gizi sangat buruk dan
mengakibatkan kematian. Malnutrisi berkelanjutan meningkatkan angka
kematian anak setiap tahun diperkirakan 7% anak balita Indonesia (sekitar
300.000 jiwa) meninggal, ini berarti setiap 2 menit terjadi kematian satu anak
balita dan 17.000 anak (60%) diantaranya akibat gizi buruk. Dari seluruh
anak 4-24 bulan yang berjumlah 4,9 juta di Indonesia sekitar seperempat
sekarang berada dalam kondisi kurang gizi.
Menurut Rahmad (2007) yang mewakili komisi perlindungan anak
Indonesia, angka kematian bayi di Indonesia memang turun, namun untuk
status gizi buruk Indonesia hanya sedikit lebih baik dari India. Data UNICEF
tahun 2007 menyatakan ada 8,3% balita di Indonesia yang berstatus gizi
buruk akibat asupan gizi kurang dan perubahan pola asuh keluarga yang tidak
terpantau dengan baik.
Masalah kurang gizi masih merupakan masalah pokok masyarakat dari
dulu hingga sekarang dengan berbagai faktor yang mendukung masalah sangat
kompleks. Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan
pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan perhatian yang lebih
untuk kondisi kesehatannya (Himawan, 2006).
Banyak faktor yang mempengaruhi timbulnya gizi buruk dan
faktor tersebut saling berkaitan. Secara langsung, pertama anak kurang
mendapat asupan gizi seimbang dalam waktu yang cukup lama, dan kedua
anak menderita penyakit infeksi. Anak yang sakit, asupan gizi tidak dapat
3
dimanfaatkan oleh tubuh secara optimal karena adanya gangguan penyerapan
akibat infeksi. Secara tidak langsung penyebab terjadinya gizi buruk yaitu
tidak cukupnya persediaan pangan di rumah tangga, pola asuh kurang
memadai dan sanitasi atau kesehatan lingkungan kurang baik serta akses
pelayanan kesehatan terbatas (Depkes R.I, 2005).
Disamping itu tingkat pendidikan Ibu juga mempunyai hubungan
secara eksponensial dengan tingkat kesehatan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan semakin mudah menerima konsep hidup sehat secara
mandiri, kreatif dan berkesinambungan. Latar belakang pendidikan seseorang
berhubungan dengan tingkat pengetahuan, jika tingkat pengetahuan gizi
ibu baik maka diharapkan status gizi balitanya juga baik. Sebab dari
gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan tentang gizi atau kemampuan
meningkatkan pengetahuan gizi masyarakat (Kusumawati, 2004).
Berdasarkan pada masalah diatas peneliti tertarik melakukan penelitian
mengetahui status gizi posyandu kelurahan jagasatru kota Cirebon.
4
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimanakah status gizi pada bayi usia 0-5 tahun di Posyandu Puskesmas
Jagasatru Kota Cirebon ?
b. Tingkat pendidikan Ibu di Posyandu Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon ?
c. Apakah ada hubungan antara status gizi bayi usia 0-5 tahun dengan
tingkat pendidikan Ibu diPosyandu Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
hubungan tingkat pendidikan formal ibu dengan status gizi bayi 0-5
tahun di posyandu puskesmas jagasatru kota Cirebon.
1.3.2 Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan mengenai identifikasi status gizi padabayi usia 0-
5 tahun di Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon.
b. Mendeskripsikan mengenai hubungan tingkat pendidikan formal
Ibu terhadap status gizi bayi usia 0-5 tahun di posyandu Puskesmas
Jagasatru Kota Cirebon.
c. Menganalisis adanya hubungan tingkat pendidikan Ibu terhadap
status gizi bayi usia 0-5 tahun di posyandu Puskesmas Jagasatru
Kota Cirebon.
1.4 Manfaat
1.4.1 Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan ilmu
pengetahuan secara umum tentang hubungan tingkat pendidikan
Ibu dengan status gizi bayi 0-5 tahun.
5
1.4.2 Manfaat Bidang Ilmu
a. Penelitian ini bermanfaat sebagai dasar pertimbangan dan
masukan bagi bidang ilmu untuk mengetahui hubungan
status gizi anak secara mendalam
b. Serta untuk memberikan informasi sebagai referensi atau
perbandingan bagi penelitian selanjutnya
1.4.3 Manfaat Pelayanan Kesehatan
a. Untuk bahan masukan Pemerintah Daerah (PEMDA) untuk
program perbaikan gizi balita masyarakat.
b. Penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan
masyarakat umum, khususnya dalam proses membantu perbaikan
gizi pada anak.
1.5 Orsinilitas
Pada penelitian ini, yang akan dikaji adalah hubungan antara status
gizi kurang dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu tentang
kebutuhan gizi terhadap status gizi balita, desain penelitian yang
digunakan adalah cross sectional, dan variable yang diukurnya adalah
status gizi dan perkembangan.
6
Table 1.1 Keaslian penelitian
Penelitian Peneliti Tahun Asal
Peran serta kader posyandu dalam
upaya peningkatan status gizi balita di
posyandu kelurahan titi papan
Zal Fitriah 2011 USU
Pengetahuan Ibu dalam Pemenuhan
Gizi Balita dan Status Gizi Balita di
Kelurahan Helvita Tengah Kecamatan
Helvita
Vani
Ramdhani
2012 USU
Hubungan Pengetahuan, Sikap, dan
Tindakan Ibu Tentang Gizi Dengan
Status Gizi Anak Balita (1-5 Tahun)
Di Jurau Sorong Laut Wilayah Kerja
Puskesmas Biaro Kecamatan IV
Angkek Kabupaten Agam Tahun2008.
M. Harri
Novendra
2008
UNAND
Perbedaan penelitian :
Perbedaan dengan penelitian sebelumnya yaitu variabel penelitian, tempat
penelitian dan waktu penelitian penelitian sekarang ini variabelnya yaituvariabel
independen tingkat pendidikan formal Ibu dan variabel dependen status gizi bayi
0-5 tahun. Penelitian sebelumnya mencakup peran serta kader posyandu terhadap
status gizi bayi, pemenuhan ibu terhadap status gizi balita, dan hubungan
pengetahuan, sikap, dan tindakan ibu tentang gizi dengan status gizi anak balita
(1-5) tahun, sedangkan penelitian ini menekankan tentang hubungan tingkat
pendidikan ibu dengan status gizi bayi 0-5 tahun.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan
2.1.1 Definisi Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik agar berperan aktif dan positif dalam hidupnya sekarang dan yang akan
datang. Ilmu pendidikan ialah ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah
masalah yang berhubungan dengan pendidikan. Sebagai mana setiap ilmu
mempunyai siafatnya masing masing begitu juga dengan ilmu pendidikan.
Sifat ilmu pendidikan diantaranya teoritis,praktis dan normatif.
Jenis pendidikan adalah pendidikan yang dikelompokan sesuai
dengan sifat dan kekhususan tujuannya dan program yang termasuk jalur
pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan umum, Pendidikan keturunan dan
pendidikan lainnya. Serta upaya pembaharuannya meliputi landasan yuridis,
Kurikulum dan perangkat penunjangnya, struktur pendidikan dan tenaga
kependidikan
Berangkat dari definisi di atas maka dapat difahami bahwa secara
formal sistem pendidikan Indonesia diarahkan pada tercapainya cita-cita
pendidikan yang ideal dalam rangka mewujudkan peradaban bangsa
Indonesia yang bermartabat. Namun demikian, sesungguhnya sistem
pendidikan indonesia saat ini tengah berjalan di atas rel kehidupan
sekulerisme yaitu suatu pandangan hidup yang memisahkan peranan agama
dalam pengaturan urusan-urusan kehidupan secara menyeluruh, termasuk
dalam penyelenggaran sistem pendidikan. Meskipun, pemerintah dalam hal
ini berupaya mengaburkan realitas (sekulerisme pendidikan) yang ada
sebagaimana terungkap dalam UU No.20/2003 tentang Sisdiknas pasal 4 ayat
1 yang menyebutkan, Pendidikan nasional bertujuan membentuk manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak dan
berbudi mulia, sehat, berilmu, cakap, serta menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggungjawab terhadap kesejahteraan masyarakat dan
tanah air.
8
2.1.2 Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan memuat gambaran tentang nilai-nilai yang baik,
luhur, pantas, benar, dan indah untuk kehidupan.Karena itu tujuan pendidikan
memiliki dua fungsi yaitu memberikan arah kepada segenap kegiatan
pendidikan dan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh segenap kegiatan
pendidikan.
Didalam praktek pendidikan khususnya pada sistem persekolahan, di
dalam rentangan antara tujuan umum dan tujuan yang sangat khusus terdapat
sejumlah tujuan antara.Tujuan antara berfungsi untuk menjembatani
pencapaian tujuan umum dari sejumlah tujuan rincian khusus. Umumnya ada
4 jenjang tujuan di dalamnya terdapat tujuan antara , yaitu tujuan umum,
tujuan instruksional, tujuan kurikuler, dan tujuan instruksional.
1. Tujuan umum pendidikan nasional Indonesia adalah Pancasila.
2. Tujuan institusional yaitu tujuan yang menjadi tugas dari lembaga
pendidikan tertentu untuk mencapainya.
3. Tujuan kurikuler, yaitu tujuan bidang studi atau tujuan mata pelajaran.
4. Tujuan instruksional, tujuan pokok bahasan dan sub pokok bahasan
disebut tujuan instruksional, yaitu penguasaan materi pokok
bahasan/sub pokok bahasan.
2.1.3 Fungsi Pendidikan
Pendidikan, seperti sifat sasarannya yaitu manusia, mengandung banyak
aspek dan sifatnya sangat kompleks.Karena sifatnya yang kompleks itu, maka
tidak sebuah batasanpun yang cukup memadai untuk menjelaskan arti
pendidikan secara lengkap.Dibawah ini dikemukakan beberapa batasan tentang
pendidikan yang bebeda berdasarkan fungsinya.
1. Pendidikan sebagai proses transformasi budaya
Sebagai proses transformasi budaya, pendidikan diartikan sebagai kegiatan
pewarisan budaya dari suatu generasi ke generasi lainnya. Nilai-nilai
kebudayaan tersebut mengalami proses transformasi dari generasi tua ke
generasi muda. Ada 3 bentuk transformasi yaitu nilai-nilai yang masih
9
cocok diteruskan misalnya nilai-nilai kejujuran, rasa tanggungjawab dan
lain-lain, yang kurang cocok diperbaiki misalnya tata cara perkawinan, dan
tidak cocok diganti misalnya pendidikan seks yang dahulu ditabukan
diganti dengan pendidikan seks melalui pendidikan formal.Disini tampak
bahwa,proses pewarisan budaya tidak semata-mata mengekalkan budaya
secara estafet. Pendidikan justru mempunyai tugas kenyiapkan peserta
didik untuk hari esok.
2. Pendidikan sebagai proses pembentukan pribadi
Sebagai proses pembentukan pribadi, pendidikan diartikan sebagai suatu
kegiatan yang sistematis dan sitemik dan terarah kepada terbentuknya
kepribadian peserta didik. Proses pembentukan pribadi meliputi dua
sasaran yaitu pembentukan pribadi bagi mereka yang belum dewasa oleh
mereka yang belum dewasa, dan bagi mereka yang sudah dewasa atas
usaha sendiri. Yang terkhir disebut pendidikan diri sendiri.
3. Pendidikan sebagai proses penyiapan warga negara
Pendidikan sebagai penyiapan warga negara diartikan sebagai suatu
kegiatan yang terencana untuk membekali peserta didik agar menjadi
warga negara yang baik.
4. Pendidikan sebagai penyiapan tenaga kerja
Pendidkan sebagai penyiapan tenaga kerja diartikan sebagai kegiatan
membimbing peserta didik sehingga memilki bekal dasar untuk
bekerja.Pembekalan dasar berupa pembentukan sikap, pengetahuan, dan
keterampilan kerja pada calon luaran.
5. Definisi pendidikan menurut GBHN
GBHN 1988 (BP 7 Pusat, 1990:105) memberikan batasan tentang
pendidikan nasional sebagai berikut: Pensisikan Nasional yang berakar
pada kebudayaan bangsa Indonesia Pancasila serta Undang-Undang Dasar
1945 diarahkan untuk meningkatkan kecerdasan serta harkat dan martabat
bangsa, mewujudkan manusia serta masyarakat Indonesia yang beriman
dan bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
10
2.2 Balita
2.2.1 Definisi Balita
Anak balita adalah anak yang telah menginjak usia di atas satu
tahun atau lebih popular dengan pengertian usia anak di bawah lima tahun
(Muaris.H, 2006). Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni. DY, (2010), Balita
adalah istilah umum bagi anak usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah
(3-5 tahun). Saat usia batita, anak masih tergantung penuh kepada orang
tua untuk melakukan kegiatan penting, seperti mandi, buang air dan
makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah bertambah baik.
Namun kemampuan lain masih terbatas. Masa balita merupakan periode
penting dalam proses tumbuh kembang manusia. Perkembangan dan
pertumbuhan di masa itu menjadi penentu keberhasilan pertumbuhan dan
perkembangan anak di periode selanjutnya. Masa tumbuh kembang di usia
ini merupakan masa yang berlangsung cepat dan tidak akan pernah
terulang, karena itu sering disebut golden age atau masa keemasan.
2.2.2 Karakteristik Balita
Menurut karakteristik, balita terbagi dalam dua kategori yaitu anak
usia 1 3 tahun (batita) dan anak usia prasekolah (Uripi, 2004). Anak usia
1-3 tahun merupakan konsumen pasif, artinya anak menerima makanan
dari apa yang disediakan ibunya. Laju pertumbuhan masa batita lebih
besar dari masa usia pra-sekolah sehingga diperlukan jumlah makanan
yang relatif besar. Namun perut yang masih lebih kecil menyebabkan
jumlah makanan yang mampu diterimanya dalam sekali makan lebih kecil
dari anak yang usianya lebih besar. Oleh karena itu, pola makan yang
diberikan adalah porsi kecil dengan frekuensi sering 8
Pada usia pra-sekolah anak menjadi konsumen aktif. Mereka sudah
dapat memilih makanan yang disukainya. Pada usia ini anak mulai bergaul
dengan lingkungannya atau bersekolah playgroup sehingga anak
mengalami beberapa perubahan dalam perilaku. Pada masa ini anak akan
mencapai fase gemar memprotes sehingga mereka akan mengatakan
tidak terhadap setiap ajakan. Pada masa ini berat badan anak cenderung
11
mengalami penurunan, akibat dari aktivitas yang mulai banyak dan
pemilihan maupun penolakan terhadap makanan.Diperkirakan pula bahwa
anak perempuan relative lebih banyak mengalami gangguan status gizi bila
dibandingkan dengan anak laki-laki (BPS, 1999).
2.3 Status Gizi
2.3.1 Definisi Status Gizi
Menurut Soekirman (2000) status gizi adalah keadaan kesehatan
akibat interaksi antara makanan, tubuh manusia dan lingkungan hidup
manusia. Selanjutnya, Suhardjo, (2003) menyatakan bahwa status gizi
adalah keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan
penggunaan makanan. Sedangkan menurut Supariasa, IDN. Bakri, B. &
Fajar, I. (2002), status gizi merupakan ekspresi dari keadaan
keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari status
tubuh yang berhubungan dengan gizi dalam bentuk variable tertentu. Jadi
intinya terdapat suatu variable yang diukur (misalnya berat badan dan
tinggi badan) yang dapat digolongkan ke dalam kategori gizi tertentu
(misalnya ; baik, kurang, dan buruk). Gizi adalah suatu proses organisme
menggunakan makanan yang dikonsumsi secara normal melalui proses
digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme danpengeluaran
zat-zat yang tidak digunakan untuk mempertahankan kehidupan, per-
tumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ, serta menghasilkan
energi.Keadaan akibat dari keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan
zat gizi dan penggunaan zat-zat gizi tersebut, atau keadaan fisiologik
akibat dari tersedianya zat gizi dalam seluler tubuh.Pertumbuhan seorang
anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan ukuran tubuh, tetapi lebih
dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan antara asupan dan
kebutuhan gizi (status gizi).Oleh karena itu pertumbuhan merupakan
indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak (Depkes RI, 2002).
Status gizi menjadi indikator ketiga dalam menentukan derajat
kesehatan anak. Status gizi yang baik dapat membantu proses
pertumbuhan dan perkembangan anak untuk mencapai kematangan yang
12
optimal. Gizi yang baik juga dapat memperbaiki ketahanan tubuh sehingga
diharapkan tubuh akan bebas dari segala penyakit. Status gizi ini dapat
membantu untuk mendeteksi lebih dini risiko terjadinya masalah
kesehatan.Pemantauan status gizi dapat digunakan sebagai bentuk
antisipasi dalam merencanakan perbaikan status kesehatan anak.
2.4 Status Gizi Kurang
Ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu, atau perwujudan dari nutriture dalam bentuk variabel tertentu.
Contoh: Gondok endemik merupakan keadaan tidak seimbangnya
pemasukan dan pengeluaran yodium dalam tubuh.
a. Malnutrition (Gizi Salah, Malnutrisi)
Keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif
maupun absolut satu atau lebih zat gizi.
Ada empat bentuk malnutrisi:
1. Under Nutrition: Kekurangan konsumsi pangan secara relatif atau
absolut untuk periode tertentu.
2. Specific Deftsiency: Kekurangan zat gizi tertentu, misalnya
kekurangan vitamin A, yodium, Fe, dan lain-lain.
3. Over Nutrition: Kelebihan konsumsi pangan untuk periode tertentu.
4. Imbalance: karena disproporsi zat gizi, misalnya: kolesterol terjadi
karena tidak seimbangnya LDL (Low Density Lipoprotein), HDL
(High Density Lipoprotein) dan VLDL (Very Low Density
Lipoprotein).
b. Kurang Energi Protein (KEP)
Kurang Energi Protein (KEP) adalah seseorang yang kurang gizi
yang disebabkan oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam
makanan sehari-hari dan atau gangguan penyakit tertentu. Anak disebut
KEP apabila berat badannya kurang dari 80 % indeks berat badan menurut
umur (BB/U) baku WHO-NCHS. KEP merupakan defisiensi gizi (energi
dan protein) yang paling berat dan meluas terutama pada Balita. Pada
13
umumnya penderita KEP berasal dari keluarga yang berpenghasilan
rendah.
2.5 Penilaian Status Gizi
2.5.1 Penilaian status gizi secara langsung
Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi
empat penilaian yaitu: antropometri, klinis, biokimia, dan biofisik.
Masing-masing penilaian tersebut akan dibahas secara umum
sebagai berikut.
1. Antropometri
Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh
manusia.Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri
gizi adalah berhubungan dengan berbagai macam pengukuran
dimensi tubuh dan komposisi tubuh dari berbagai tingkat umur
dan tingkat gizi.Antropometri secara umum digunakan untuk
melihat ketidak seimbangan asupan protein dan
energy.Ketidak seimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan
fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan
jumlah air dalam tubuh.
2. Klinis
Pemeriksaan klinis adalah metode yang sangat penting
untuk menilai status gizi masyarakat.Metode ini didasarkan
atas perubahan-perubahan yang terjadi yang dihubungkan
dengan ketidak cukupan gizi.Hal ini dapat dilihat pada jaringan
epitel (supervicial epithelial tissues) seperti kulit, mata, rambut
dan mukosa oral atau pada organ-organ yang dekat dengan
permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.Penggunaan metode
ini umumnya untuk survey klinis secara cepat (rapied clinical
surveys).Survai ini dirancang untuk menditeksi secara cepat
tanda-tanda klinis umum dari kekurangan salah satu atau lebih
zat gizi.Disamping itu pula digunakan untuk mengetahui
14
tingkat status gizi seseorang dengan melakukan pemeriksaan
fisik yaitu tanda (sign) dan gejala (symptom) atau riwayat
penyakit.
3. Biokimia
Pengertian status gizi dengan biokomia adalah
pemeriksaan specimen yang diuji secara laboratories yang
dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh. Jaringan tubuh
yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga
beberapa jaringan tubuh seperti hati dan otot.Metode ini
digunakan untuk suatu peringatan bahwa kemungkinan akan
terjadi keadaan malnutrisi yang lebih parah lagi. Banyak gejala
klinis yang kurang spesifik, maka penentuan kimia faali dapat
lebih banyak menolong untuk menentukan kekurangan gizi
yang spesifik.
4. Biosifik
Penentuan status gizi secara biofisik adalah metode
penentuan status gizi dengan melihat kemampuan fungsi
(khususnya jaringan) dan melihat perubahan struktur dari
jaringan.Umumnya dapat digunakan dalam situasi tertentu
seperti kejadian buta senja epidemic (epidemic of night
blindnes).Cara yang digunakan adalah tes adaptasi gelap.
2.5.2 Penilaian Status Gizi Secara Tidak Langsung
Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi tiga
yaitu: survei konsumsi makanan, statistic vital dan factor ekologi.
Pengertian dan penggunaan metode ini akan diuraikan sebagai
berikut :
1. Survei Konsumsi Makanan
Survei konsumsi makanan adalah metode penentuan status
gizi secara tidak langsung dengan melihat jumlah dan jenis zat gizi
15
yang dikonsumsi.Pengumpulan data konsumsi makanan dapat
memberikan gambaran tentang konsumsi berbagai zat gizi pada
masyarakat.Keluarga dan individu.Survey ini dapat
mengidentifikasikan kelebihan dan kekurangan zat gizi.
2. Statistik Vital
Pengukuran status gizi dengan statistic vital adalah dengan
menganalisis data beberapa statistic kesehatan seperti angka
kematian berdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat
penyebab tertentu dan data lainnya yang berhubungan dengan
gizi.Penggunaanya dipertimbangkan sebagai bagian dari indicator
tidak langsung pengukuran status gizi masyarakat
3. Faktor Ekologi
Bengoa mengungkapkan bahwa malnutrisi merupakan
masalah ekologi sebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik,
biologis dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia
sangat tergantung dari keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi
dan lain-lain. Pengukuran faktor ekologi dipandang sangat penting
untuk mengetahui penyebab malnutrisi di suatu masyarakat sebagai
dasar untuk melakukan program intervensi gizi (Schrimshaw,
1964). Secara ringkas, penilain status gizi dapat dilihat pada
gambar 2-1.Setiap metode penilaian status gizi mempunyai
kelebihan dan kelemahan. Kelebihan dan kelemahan masing-
masing metode akan dibicarakan pada setiap Bab yang membahas
secara khusus penilaian status gizi yaitu mulai Bab 3 sampai
dengan Bab 9 dalam buku ini.Berbagai contoh penggunaan
penilaian status gizi, seperti antropometri, digunakan untuk
mengukur karakteristik fisik seseorang dan zat gizi yang penting
untuk pertumbuhan. Pemeriksaan klinis dan biokimia biasanya
dilakukan untuk melihat atau mengukur satu aspek dari status gizi
seperti kadar mineral dan atau vitamin.
16
Gambar 2-1.Metode Penilaian Status Gizi (Jelliffe 1989)
2.6 Kebutuhan Zat Gizi
Anak-anak usia prasekolah memerlukan sekitar 1000 sampai 1600
kalori/hari. Anak-anak usia sekolah membutuhkan antara 1200 dan 2200
kalori per hari, bergantung pada usia dan tingkatan aktivitas (santai, aktif
sedang, atau aktif). Kebutuhan protein bervariasi berdasarkan kelompok
usia. Penelitian menegaskan bahwa sebagian besar anak yang normal dan
sehat di Amerika Serikat tidak membutuhkan suplemen vitamin dan
mineral dalam diet mereka.
Masalah nutrisi,beberapa hal yang harus diperhatikan ketika
merencanakan asuhan nutrisi untuk anak adalah konsumsi kafein,
kebiasaan makan yang tidak teratur, kelebihan makan dan obesitas, dan
keracunan timbal.Anak-anak mungkin saja menelan kafein dalam produk-
produk tertentu seperti teh, coklat, dan minuman ringan. Jadi, kafein dalam
minuman-minuman tertentu harus dipantau kadarnya. Contohnya, 8 oz
(227 gram) coklat panas atau 12 oz (340 gram) minuman ringan
mengandung 50 mg kafein.
Fakta mengenai kafein sebagian orang percaya bahwa
mengonsumsi kafein akan menyebabkan hiperaktivitas karena kafein
merupakan suatu stimulan. Namun, berbagai penelitian tidak sepaham
Penilaian Status Gizi
Pengukuran Langsung Pengukuran
TidakLangsung
1. Antropometri
2. Biokimia
3. Klinis
4. Biofisik
1. Survei Konsumsi
2. Statistik Vital
3. Faktor Ekologi
17
dengan asumsi ini. Tetapi, walaupun sebagian besar anak tidak
memerlukan pembatasan konsumsi kafein, orang tua seharusnya
mewaspadai seberapa banyak kafein yang dikonsumsi anak setiap harinya.
2.7 Faktor yang Mempengaruhi Terjadi nya Masalah Gizi
Masalah gizi utama di Indonesia masih didominasi oleh masalah
Gizi Kurang Energi Protein (KEP), masalah Anemia Besi, masalah
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) dan masalah kurang
Vitamin A (KVA). Disamping itu diduga ada masalahgizi mikro lainnya
seperti defisiensi zink yang sampai saat ini belum- terungkapkan karena
adanya keterbatasan Iptek Gizi.Persatuan Ahli Gizi Indonesia (Persagi)
pada tahun 1999, telah merumuskan faktor yang menyebabkan gizi kurang
seperti pada gambar 2-5.
Gambar 2-5.Faktor Penyebab Gizi Kurang (Sumber: Persagi, 1999. Visi dan Misi
Gizi dalam Mencapai Indonesia Sehat Tahun 2010, Jakarta).
18
Konsep terjadinya keadaan gizi mempunyai dimensi yang sangat
kompleks. Daly, et al. (1979) membuat model faktor-faktor yang
mempengaruhi keadaan gizi yaitu konsumsi makanan dan tingkat
kesehatan. Konsumsi makanan dipengaruhi oleh pendapatan, makanan, dan
tersedianya bahan makanan. Faktor yang mempengaruhi keadaan gizi
model Daly dapat dilihat pada gambar 2-6.
Gambar 2-6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keadaan Gizi
(Sumber: Daly, Davis dan Robertson, 1979)
Ditinjau dari sudut pandang epidemiologi masalah gizi sangat
dipengaruhi oleh faktor pejamu, agens dan lingkungan. Faktor pejamu
meliputi fisiologi, metabolisme, dan kebutuhan zat gizi. Faktor agens
meliputi zat gizi yaitu zat gizf makro seperti karbohidrat, protein dan
lemak, serta zat gizi mikro seperti vitamin dan mineral. Faktor lingkungan
(makanan) meliputi bahan makanan, pengolahan, penyimpanan,
penghidangan dan higienis, serta sanitasi makanan. Kaitan faktor pejamu,
agens dan lingkungan, dalam kaitannya dengan masalah gizi, dapat dilihat
pada gambar 2.7.
19
Gambar 2.7 Kaitan Faktor Pejamu, Agens dan Lingkungan dalam
Kaitannya dengan Masalah Gizi
Konsep yang disederhanakan tentang agen, pejamu dan lingkungan.
Lingkungan
Jumlah semua factor di luar
tubuh manusia yang mempengaruhi kehidupan
dan perkembangan organism, perilaku manusia dan masyarakat
Gambar2-2. Kaitan antara Pejamu, Agens, dan Lingkungan
Seimbang
Agns
(Sumber penyakit)
Biologis, nutrient, kimiawi, fisik, dan
mekanik
Keseimbangan ditentukan oleh sifat dan
cirri-ciri agns dalam kaitannya dengan
pejamu dan lingkungan.
Adanya perubahan-perubahan yang
mengganggu keseimbangan
Pejamu
(Manusia)
Keseimbangan tergantung pada umur ras,
seks, kebiasaan, factor genetic, sifat-sifat
kepribadian, mekanisme, daya tahan tubuh
Adanya perubahan-perubahan yang
mengganggu keseimbangan
20
Gambar 2-3. Konsep Jaring-jaring Sebab Akibat (Sumber: Bambang Sutrisna,
1986)
Gambar 2-4.Faktor-Faktor yang Menyebabkan Timbulnya Masalah Gizi
(Sumber: Call dan Levinson, 1871).
penyakit yang penularannya melalui vektor (vector borne diseases). Peranan
genetik lebih besar dari yang lainnya daripada penyakit keturunan seperti
diabetes mellitus (kencing manis).
21
2.7.1 Faktor absorbsi
Tujuan dasar pencernaan dan absorpsi adalah untuk mengantarkan
zat gizi esensial ke sel untuk kelangsungan hidup. Agar dapat memecah
makanan menjadi zat gizi esensial ini, tubuh mengolah makanan melalui
berbagai proses kimia dan mekanik dalam traktus gastrointestinal atau
saluran cerna. Keberhasilan pencernaan dan absorpsi bergantung pada
koordinasi fungsi otot dan saraf dinding saluran cerna, organ traktus
gastrointestinal, dan organ tambahan dalam pencernaan. Dinding traktus
gastrointestinal terdiri dari empat lapisan utama:
1. peritoneum viseralis
2. tunika muskularis
3. submukosa
4. mukosa.
Cara kerja pencernaan dan obsorpsiOrgan traktus gastrointestinal
berperanan besar dalam pencernaan mekanis dan kimiawi serta dalam
penyerapan makanan dan cairan (lihat Fungsi organ sistem
pencernaan).Dibantu oleh dinding saluran cerna dan organ tambahan,
organ traktus gastrointestinal memproses zat gizi dalam tiga tahap
pencernaan:
1. Fase sefalik
Fase sefalik dalam pencernaan menggunakan organ traktus
gastrointestinal mulut, faring, dan esofagus untuk memulai proses
mekanik pencernaan. Pencernaan mekanik memecah makanan
menjadi partikel yang lebih kecil sehingga luas permukaan tempat
kerja enzim pencernaan bertambah luas.
a. Mulut
Pencernaan dimulai di mulut (disebut juga rongga bukal atau
rongga oral). Terdapat saluran-saluran yang menghubungkan mulut
dengan tiga pasang kelenjar air liur utama:
Parotis
Submandibularis
Sublingualis
22
Kelenjar-kelenjar ini menyekresi enzim ptialin (amilase air
liur) untuk membasahi makanan selama pengunyahan (mastikasi)
dan memulai pemecahan tepung menjadi maltosa. (Lihat Penyebab
mulut kering pada orang manula)
b. Faring
Faring adalah rongga yang membentang dari dasar tengkorak
sampai ke esofagus. Faring membantu proses menelan dengan cara
menangkap makanan dan mendorongnya menuju esofagus.
c. Esofagus
Sebagai suatu tabung yang tersusun atas otot, esofagus
membentang dari faring melalui mediastinum ke lambung.
Saat menelan, sfingter krikofaringeal pada esofagus bagian atas
akan mengendur sehingga makanan dapat masuk ke esofagus. Di
dalam esofagus, saraf gloso-faringeal mengaktifkan peristaltis
sehingga bolus makanan bergerak turun menuju lambung.Ketika
makanan melalui esofagus, kelenjar dalam lapisan mukosa esofagus
menyekresi mukus yang melumasi bolUs dan melindungi membran
mukosa dari kerusakan akibat makanan yang tidak dikunyah dengan
baik.Pencernaan tepung terbatas karena makanan hanya sebentar
berada di mulut. Amilase dalam air liur yang ikut tertelan terus
bekerja selama 15 sampai 30 menit dalam lambung sebelum
diinaktivasikan oleh asam ' lambung. Ketika bolus makanan berjalan
menuju lambung, getah pencernaan sudah mulai disekresi dalam
lambung (asam hidroklorida [HC1] , dan pepsin).
2. Fase gastrik
Fase gastrik dalam proses pencernaan dimulai ketika makanan
masuk ke lambung.
a. Lambung
Pencernaan kimia, yang terjadi ketika makanan bercampur
dengan enzim-enzim pencernaan, dimulai di lambung. Lambung
ikut berperan menjadi tempat penyimpanan makanan; peranan ini
23
dilaksanakan di dalam empat bagian lambung, yakni:kardia,
fundus, korpus dan antrum.Kardia terletak di dekat sambungan
antara lambung dan esofagus. Relaksasi sfing-ter kardia yang
terdapat di bagian ini memungkinkan makanan untuk lewat dari
esofagus ke lambung.Fundus merupakan bagian lambung yang
membesar di sebelah atas dan kiri dari muara esofagus ke lambung.
Aktivitas peristaltis yang terus berlanjut di daerah ini mendorong
bolus makanan yang utuh menuju korpus lambung.Korpus adalah
bagian tengah lambung. Di bagian ini, peregangan dinding
lambung yang disebabkan oleh bolus makanan merangsang sekresi
gastrin.Pada saatnya, gastrin merangsang fungsi motorik lambung
dan melepaskan sekresi pencernaan melalui kelenjar gastrik.
Sekresi tersebut bersifat sangat asam (pH 0,9 sampai 1,5) dan
terutama terdiri dari HC1, faktor intrinsik (yang membantu tubuh
menyerap vitamin B
|2
), dan enzim proteolitik (yang membantu *
tubuh menggunakan protein). (Lihat Perubahan sistem
gastrointestinal pada manula, serta Tempat dan mekanisme sekresi
gastrin).
HC1 membantu menyerap kalsium dan besi, serta
mengaktifkan enzim di lambung yang membunuh sebagian besar
bakteri yang berasal dari makanan. HC1 juga dibutuhkan untuk
merubah enzim pepsinogen menjadi pepsin.Pepsin, enzim utama
pemisah protein, mengaktifkan sekresi mukus lambung yang
melindungi lapisan lambung. Mukus juga membantu
menggerakkan bolus makanan di sepanjang jalur ke usus
halus.Kecuali absorpsi alkohol, biasanya hanya terjadi sedikit
absorpsi makanan dalam lambung. Kontraksi peristaltis dalam
korpus lambung mengaduk-aduk makanan menjadi partikel-
partikel kecil dan mencampurnya dengan getah lambung, mem-
bentuk chyme (bubur lambung).
Antrum adalah bagian bawah lambung, terletak di dekat
sambungan lambung dan duodenum. Gerakan peristaltis yang lebih
24
kuat menggerakkan chyme dari korpus lambung ke dalam antrum.
Di sini, gerakan peristaltis ini membantu chyme melawan sfingter
pilorik sehingga chyme dilepaskan ke dalam usus halus. Hal ini
memicu fase intestinal dari pencernaan. (Lihat Pengosongan
lambung, halaman 24).
3. Fase intestinal
Sebagian besar absorpsi terjadi selama fase intestinal
pencernaan yang melibatkan usus halus dan usus besar.Usus halus
yang merupakan organ traktus gastrointestinal yang terpanjang
adalah suatu tabung yang panjangnya sekitar 20' (6 m). Organ ini
melaksanakan sebagian besar fungsi pencernaan dan absorpsi. (Lihat
Pencernaan dan penyerapan dalam usus halus, halaman 25). Usus
halus dibagi menjadi tiga bagian utama:Duodenum yang merupakan
bagian terpanjang dan paling atas (superior).Jejunum, bagian tengah
usus halus, merupakan segmen yang terpendek.Ileum yang adalah
bagian terbawah (inferior).
Di usus halus, kontraksi dinding usus dan enzim-enzim
pencernaan memecah karbohidrat, protein, dan lemak sehingga
mukosa usus dapat melakukan penyerapan zat gizi ke dalam aliran
darah (bersama dengan air dan elektrolit). Zat gizi tersebut kemudian
dapat digunakan oleh tubuh. Usus halus juga melepaskan hormon
yang membantu mengendalikan sekresi empedu,,getah pankreas, dan
getah usus.
Tugas utama usus besar adalah menyerap air dalam tubuh dan
mengeliminasi zat-zat sisa. Selain itu, usus besar merupakan
kediaman dari bakteri Escherichia coli, Enterobacter aerogenes,
Clostridium perfringens, dan Lactobacillus bifidus. Semua bakteri
tersebut membantu menyintesis vitamin K dan memecah selulosa
menjadi karbohidrat yang dapat digunakan tubuh. Kerja bakteri juga
menghasilkan flatus yang membantu mendorong feses menuju
rektum.Mukosa usus besar juga menghasilkan sekresi alkali dari
25
kelenjar tubulr yang terdiri dari sel-sel goblet. Mukus yang bersifat
basa ini melumasi dinding usus saat dinding dilalui oleh makanan,
melindungi mukosa dari aktivitas bakteri yang bersifat asam.
Usus besar membentang dari katup ileosekal (katup antara
ileum usus halus dan segmen pertama usus besar) sampai anus. Usus
besar memiliki lima segmen, yaitu:
1. sekum
2. kolon asendens
3. kolon tranversum
4. kolon desendens dan sigmoid
5. rektum.
2.7.2 Faktor sosial ekonomi
Pendapatan adalah penghasilan keluarga perkapita perbulan
di hitung dengan menjumlahkan penghasilan perbulan seluruh
anggota keluarga dibagi dengan jumlah tanggungan
keluarga.(Wawalumaya, 2003).Status gizi balita juga dipengaruhi
oleh pendapatan keluarga dan jumlah anggota keluarga. Status gizi
balita akan dipengaruhi oleh pendapatan keluarga dan jumlah
anggota keluarga seperti keluarga inti. (nuclear family) dan
keluarga besar (extended family). Jumlah anggota keluarga akan
mempengaruhi kuantitas dan kualitas konsumsi anggota keluarga
terutama balita yang sedang dalam tahap perkembangan dan
pertumbuhan yang penting terutama otak.
Keluarga dengan penghasilan kecil dan jumlah keluarga
yang banyak akan semakin memperberat status gizi balita. Karena
balita merupakan salah salah satu yang harus menjadi prioritas
utama dalam hal nutrisi, maka untuk memberikan nutrisi yang
lebih baik pada balita mengakibatkan anggota keluarga yang lain
tidak bisa makan. Hal inilah yang mengakibatkan pemenuhan gizi
pada balita menjadi kurang. (Santoso,1999).
26
Untuk peningkatan dan memajukan kesejahteraan
masyarakat maka pemerintah telah menetapkan pendapatan bagi
pekerja demi pencapaian hidup yang layak yang disebut dengan
Upah Minimum Regional (UMR). UMR adalah suatu standar
minimum yang digunakan oleh pengusaha atau pelaku industri
untuk memberi upah kepada pegawai, karyawan atau buruh
didalam lingkungan usaha atau kerjanya dan UMR untuk propinsi
Jawa barat dan Kota Cirebon OKU tahun 2009 adalah sebesar Rp.
824.730,- (Delapan ratus dua puluh empat ribu tujuh ratus tiga
puluh rupiah).
2.7.3 Faktor konsumsi makanan
Kebiasaan makan bervariasi pada setiap tahapan
perkembangan anak-anak. BalitaSelama masa balita, mulai
berkembang rasa ingin bertualang dan individualitas. Balita' dapat
menunjukkan adanya perubahan nafsu makan dan dengan mudah
teralihkan saat makan. Karena itu, balita paling baik diberi
makanan yang bervariasi dan dalam porsi yang lebih kecil. Selain
itu, balita jangan dipaksa untuk menghabiskan makanannya.
Memberikan makanan bergizi, seperti buah, yang disediakan
sebagai makanan ringan juga merupakan ide yang baik.
Usia prasekolahselama masa prasekolah, orang tua dan
pengasuh tetap berperan mengendalikan asupan makan anak.
Masalah nutrisi berpusat pada pemberian pilihan makanan yang
tepat dan jumlah zat gizi yang dibutuhkan oleh anak yang sedang
tumbuh. Anak usia prasekolah paling baik berespons terhadap
waktu makan yang teratur. Makan tiga kali makan sehari tidaklah
cukup untuk anak kelompok usia ini, dan kudapan sebaiknya
dimasukkan sebagai bagian pola makan yang teratur. Penelitian
menunjukkan bahwa makanan ringan mengandung 20% asupan
kalori total anak sehingga dapat menjadi cara yang baik untuk
memberikan protein, kalori, dan zat gizi kepada anak. Dalam usia
27
ini, anak sebaiknya mulai dilibatkan dalam aktivitas yang
berhubungan dengan makan, seperti memilih dan menyiapkan
makanan.
Usia sekolahanak usia sekolah memiliki sifat lebih mandiri.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi anak kelompok usia ini harus
seimbang dengan kebutuhan anak untuk mengambil keputusan dan
menerima teman sebaya. Anak usia sekolah menghabiskan lebih
banyak waktunya di sekolah, jauh dari orang tua, dan sering kali
hanya mendapat sedikit pengawasan pada waktu makan siang.
Selain itu, pengaruh teman sebaya sangatlah besar, sama halnya
dengan paj anan terhadap berbagai jenis makanan dan kebiasaan
makan. Anak dalam usia ini mulai membuat pilihan sendiri
mengenai apa yang ingin dimakannya.
2.7.4 Faktor infeksi atau penyakit
Infeksi dapat menyebabkan anak tidak merasa lapar dan
tidak mau makan.Penyakit ini juga menghabiskan sejumlah protein
dan kalori yang seharusnya dipakai untuk pertumbuhan.Diare dan
muntah dapat menghalangi penyerapan makanan.
Penyakit-penyakit umumnya yang memperburuk keadaan
gizi adalah diare, infeksi saluran pernafasan atas, tubserculosis,
campak, batuk rejan, malaria kronis dan cacingan.(Harsono, 1999).
Dalam konsep dasar timbulnya penyakit, para ahli berusaha
menggambarkan berbagai model. Dewasa ini dikenal tiga model,
yaitu: (1). segi tiga epidemiologi (the epidemiologic triangle); (2).
jaring-jaring sebab akibat (the web of causation); dan (3). roda (the
wheel).
1. Segi Ti ga Epi demiol ogi
Konsep terjadinya penyakit, menurut konsep segi tiga
epidemiologi, adalah kaitan antara pejamu, agens dan
lingkungan, seperti yang terlihat pada Bagan 1-1. Menurut
28
model itu, perubahan salah satu faktor akan mengubah
keseimbangan antara pejamu, agens, dan lingkungan.
2. Jaring-j aring Sebab Akibat
Menurut model ini, suatu penyakit tidak bergantung
pada satu sebab yang berdiri sendiri, melainkan merupakan
serangkaian proses sebab dan akibat. Dengan demikian,
timbulnya penyakit dapat dicegah atau diatasi dengan
memotong rantai pada berbagai titik. Berdasarkan metode itu.,
dalam usaha memerangi masalah gizi, kita harus melakukan
intervensi berdasarkan penyebab utama dari masalah gizi (root
causes of malnutrition).Contohnya di negara berkembang
umumnyi^Filipina dan Indonesia masalah gizi disebabkan oleh
faktor sosial ekonomi yang rendah, di samping faktor lain.
3. Roda
Seperti halnya model jaring-jaring sebab akibat, model
roda memerlukan identifikasi berbagai faktor yang berperan
dalam timbulnnya penyakit dengan tidak menekankan
pentingnya agens. Di sini dipentingkan hubungan antara
manusia dan lingkungan hidupnya. Besarnya peranan tiap-tiap
lingkungan bergantung pada penyakit yang diderita. Sebagai
contoh, peranan lingkungan sosial lebih besar daripada yang
lainnya pada "sorbun". Peranan lingkungan biologis lebih besar
daripada yang lain pada
2.7.5Faktor pelayanan kesehatan
Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan
yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajatkesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya.Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya
seluruh potensi bangsa Indonesia baik masyarakat, swasta, maupun
pemerintah. (Depkes RI, 2007).
29
Pembangunan kesehatan diarahkan untuk mempertinggi derajat
kesehatan.Upaya mewujudkan derajat kesehatan masyarakat adalah untuk
meningkatkan keadaan kesehatan yang lebih baik dari sebelumnya.Derajat
kesehatan yang optimal adalah tingkat kesehatan yang tinggi dan mungkin
dapat dicapai suatu saat sesuai dengan kondisi dan situasi serta.
Kemampuan yang nyata dari setiap orang atau masyarakat dan
harus diusahakan peningkatannya secara terus-menerus. (UU Kes. No. 23,
1992)
Program kesehatan ibu dan anak yang telah dilaksanakan selama
ini bertujuan untuk meningkatkan status derajat kesehatan ibu dan anak
serta menurunkan AKI dan AKB.Untuk itu diperlukan upaya pengelolaan
program kesehatan ibu dan anak yang bertujuan untuk memanfaatkan dan
meningkatkan jangkauan serta mutu pelayanan kesehatan ibu dan anak
secara efektif dan efisien. (Depkes RI, 2008).
Badan Pusat Statistik mengestimasikan Angka Kematian Bayi
(AKB) tahun 2007 di Indonesia sebesar 34 per 1.000 kelahiran
hidup.Angka ini sedikit menurun jika dibandingkan dengan AKB tahun
2002-2003 sebesar 35per 1.000 kelahiran hidup. (Depkes RI, 2008).
Di Provinsi Jawa Barat pada tahun 2008 Angka Kematian Bayi
sedikitnya mencapai 38 per 1.000 kelahiran hidup dari 1.000 kelahiran di
Jawa Barat, sementara itu, di Negara-negara Asia lainnya, dari 1.000
kelahiran yang meningggal di bawah 20 bayi. Ini membuktikan bahwa
angka kematian bayi saat dilahirkan di wilayah Jawa Barat tergolong
tinggi. (Dinkes Jabar, 2009)
2.8 Klasifiksi Status Gizi
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada ukuran baku
yang sering disebut reference.Baku antropometri yang sekarang digunakan
di Indonesia adalah WHO-NCHS. Direktorat Bina Gizi Masyarakat,
Depkes dalam pemantauan status gizi (PSG) anak balita tahun 1999
menggunakan baku rujukan World Health Organization -National Centre
for Health Statistics(WHO-NCHS). Pada Loka Karya Antropometri tahun
30
1975 telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan Semi Loka
Antropometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan penggunaan baku
rujukan WHO-NCHS (Gizi Indonesia, Vol. XV No 2 tahun 1990).
Berdasarkan baku harvard status gizi dapat dibagi menjadi empat
yaitu:
a) Gizi lebih untuk over weight,termasuk kegemukan dan obesitas.
b) Gizi baik untuk well nourished.
c) Gizi kurang untuk under weight yang mencakup milddan moderate
PCM {Protein Calori Malnutritiori).
d) Gizi buruk untuk severe PCM,termasuk marasmus, marasmik-
kwasiokor dan kwasiorkor
Untuk menentukan klasifikasi status gizi diperlukan ada batasan-
batasan yang disebut dengan ambang batas. Batasan ini di setiap negara
relatif berbeda, hal ini tergantung dari kesepakatan para ahli gizi di negara
tersebut, berdasarkan hasil penelitian empiris dan keadaan klinis. Di
bawah ini akan diuraikan beberapa klasifikasi yang umum digunakan
adalah sebagai berikut:
1. Klafisikasi Gomez (1956)
Baku yang digunakan oleh Gomez adalah baku rujukan
Harvard. Indeks yang digunakan adalah berat badan menurut umur
(BB/U). Sebagai baku patokan digunakan per-sentil 50. Gomez
mengklasifikasikan status gizi atau KEP yaitu normal, ringan, sedang
dan berat.
Kategori
(Derajat KEP)
BB/U (%) *)
0 = Normal
1 = Ringan
2 = Sedang
3 = Berat
90 %
89-75 %
74-60 %
< 60 %
Tabel 2-1. Klasifikasi KEP Menurut Gomez (Rosalind. S, 1990)
31
2. Klasifikasi Kualitatif Menurut Wellcome Trust
Penentuan klasifikasi menurut Wellcome Trust dapat dilakukan
dengan mudah. Hal ini dikarenakan tidak memerlukan pemeriksaan
klinis maupun laboratorium. Penentuan dapat dilakukan oleh tenaga
paramedis setelah diberi latihan yang cukup. Baku yang digunakan
adalah baku Harvard. Klasifikasi status gizi menurut Wellcome Trust
dapat dilihat pada Tabel 3-13.
Berat badan
% dari baku *)
Edema
Tidak ada Ada
> 60 % Gizi Kurang Kwashiorkor
< 60 % Marasmus Marasmis - Kwashiorkor
*) Baku = Persentil 50 Harvard
Tabel 2-2.Klasifikasi Status Gizi Menurut Wellcome Trust (Solihin Pudjiadi,
1997)
3. Klasifikasi menurut Waterlow
Waterlow membedakan antara penyakit KEP yang terjadi akut
dan kronis. Beliau berpendapat bahwa defisit berat badan terhadap
tinggi badan mencerminkan gangguan gizi yang akut dan
menyebabkan keadaan wasting(kurus-kering). Defisit tinggi menurut
umur merupakan akibat kekurangan gizi yang berlangsung sangat
lama. Akibat yang ditimbulkan adalah anak menjadi pendek stunting
untuk umurnya. Klasifikasi status gizi menurut Waterlow dapat dilihat
pada Tabel 2-3.
32
Kategori
Stunting
(Tinggi menurut umur)
Wasting
(Berat menurut tinggi)
0 > 95 % > 90 %
1 95 - 90 % 90 - 80 %
2 89 - 85 % 80 - 70 %
3 < 85 % < 70 %
Tabel 2-3.Klasifikasi Status Gizi menurut Waterlow(Solihin
Pudjiadi.1996)
4. Klasifikasi Jelliffe
Indeks yang digunakan oleh Jellife adalah berat badan menurut
umur. Pengkate-goriannya adalah kategori I, II, III dan IV. Untuk lebih
jelasnya klasifikasi Jelliffe dapat dilihat pada Tabel 2-4.
Kategori BB/U (% baku)
KEP I
KEP II
KEP III
KEP IV
90-80
80 - 70
70-60
< 60
Tabel 2-4.Klasifikasi KEP Menurut Jelliffe ( Rekso Dikusumo1989)
5. Klasifikasi Bengoa
Bengoa mengklasifikasikan KEP menjadi tiga katagori, yaitu
KEP I, KEP II dan KEP III. Indeks yang digunakan adalah berat badan
menurut umur. Klasifikasi KEP menurut Bengoa dapat dilihat pada
Tabel 2-5.
33
Kategori BB/U (% baku)
KEP I
KEP II
KEP III
90-76
75 - 61
Semua penderita dengan edema
Tabel 2-5.Klasifikasi KEP Menurut Bengoa (Rekso Dikusumo 1989)
6. Klasifikasi Status Gizi menurut Rekomendasi Lokakarya
Antropometri, 1975 serta Puslitbang Gizi, 1978
Dalam rekomendasi tersebut digunakan lima macam indeks
yaitu: BB/U, TB/U, LLA/U, BB/TB dan LLA/TB. Baku yang
digunakan adalah Harvard. Garis baku adalah persentil 50 baku
Harvard. Klasifikasi status gizi menurut rekomendasi Lokakarya
Antropometri 1975 dan Puslitbang Gizi 1978 dapat dilihat pada Tabel
2-6.
Kategori BB/U*) TB/U*) LLA/U BB/TB*) LLA/TB
Gizi baik
Gizi kurang
Gizi
buruk**)
100-80
< 80 - 60
< 60
100-95
< 95 - 85
< 85
100-85
< 85 - 70
< 70
100-90
< 90 - 70
< 70
100-85
< 85 - 75
< 75
Tabel 2-6. Klasifikasi Status Gizi Menurut Rekomendasi
Lokakarya Antropometri 1975 dan Puslitbang Gizi 1978 (Sumber:
Djumadias Abunain 1999)
7. Klasifikasi Menurut Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI
Tahun 1999
Dalam buku petunjuk Teknis Pemantauan Status Gizi (PSG)
Anak Balita tahun 1999, klasifikasi status gizi dapat diklasifikasikan
menjadi 5, yaitu: Gizi lebih, gizi baik, gizi sedang, gizi kurang, dan
gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah WHO-NCHS, dengan
34
indeks berat badan menurut umur. Klasifikasi status gizi menurut
Direktorat Bina Gizi Masyarakat Depkes RI tahun 1999 dapat dilihat
pada Tabel 2-7.
Tabel kategori status gizi, berdasarkan indeks berat badan
menurut umur (BB/U) anak laki-laki dan perempuan umur 0 sampai 60
bulan dapat dilihat pada lampiran 1.
Kategori Cut of point *)
Gizi lebih > 120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi baik 80 % - 120 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi sedang 70 % - 79,9 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi kurang 60 % - 69,9 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
Gizi buruk < 60 % Median BB/U baku WHO-NCHS, 1983
*) Laki-laki dan perempuan sama
Tabel 2-7.Klasifikasi Status Gizi Masyarakat Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Depkes RI tahun 1999.
8. Klasifikasi Cara WHO
Pada dasarnya cara penggolongan indeks sama dengan cara
Waterlow. Indikator yang digunakan meliputi BB/TB, BB/U, dan
TB/U. Standard yang digunakan adalah NCHS (National Centre for
Health Statistics, USA), dengan klasifikasi seperti terlihat pada Tabel
2-8.
35
BB/TB BB/U TB/U Status Gizi
Normal Rendah Rendah Baik, pernah kurang
Normal Normal Normal Baik
Normal Tinggi Tinggi Jangkung, masih baik
Rendah Rendah Tinggi Buruk
Rendah Rendah Normal Buruk, kurang
Rendah Normal Tinggi Kurang
Tinggi Tinggi Rendah Lebih, obesitas
Tinggi Tinggi Normal lebih, tidak obesitas
Tinggi Normal Rendah Lebih, pernah kurang
Tabel 2-8. Klasifikasi Menurut Cara WHO (Sumber: Deswarni Idrus 1999)
2.9Baku Rujukan
Baku rujukan dikenal ada dua jenis yaitu: baku internasional dan
baku lokal atau nasional. Pendekatan mengenai penggunaan ke-2 jenis
baku tersebut muncul dari pakar di bidang gizi D. Seckler yang
menunjukkan adanya baku antropometri lokal bagi negara-negara
berkembang. Dalam tulisannya berjudul The Small butHealthy Hypothesis
an inquiry into the meaning and measurement of malnutrition.Seckler
menyatakan bahwa anak-anak yang menderita mild andmoderate
malnutritiontermasuk kecil tetapi sehat (small but healthy).Hanya anak
gizi buruk dinyatakannya sebagai penderita kekurangan gizi. Oleh karena
itu, setiap negara dianjurkan untuk membuat baku antropometri sendiri.
Hipotesis dari Seckler mendapat bantahan dari berbagai ahli gizi
Internasional antara lain dari C. Gopalan dalam artikelnya berjudul Small
is Healthy ?,dari MC. Latham dalam Smallness-A Symptom at
Deprivation.Dalam editorial majalah Lancet (1984) dibacakan masalah
keabsahan penggunaan baku rujukan internasional di negara-negara
berkembang. Dinyatakan bahwa pertumbuhan bayi dan anak dari
kelompok sosial-ekonomi cukup di negara-negara berkembang tidak
berbeda dengan baku internasional. Lambatnya pertumbuhan bayi dan
36
anak pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah terutama karena
gangguan gizi dan kesehatan, tetapi bukan karena pengaruh ras maupun
geografis.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Soekirman di kota Semarang
mengugkapkan bahwa lambatnya pertumbuhan bayi sesudah berumur 3
bulan (pada 3 bulan pertama tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan baku internasional) karena mereka lebih sering terserang penyakit
infeksi, menderita diare dan demam lebih tinggi pada anak umur 3 bulan.
2.9.1 Pengertian Rujukan
Di Indonesia, pada dekade pertengahan 80-an telah dikenal
secara luas baku rujukan antropometri Harvard, baik untuk
keperluan tapis gizi (screening), pemantauan status gizi
(monitoring) maupun evaluasi dan survei. Namun pada
pertengahan 80-an juga mulai digunakan baku rujukan WHO-
NCHS. Sejak saat itu di Indonesia digunakan dua jenis baku
rujukan Internasional.Perbedaan yang jelas antara ke-2 baku
rujukan ini pada pembagian jenis kelamin. Dalam penggunaan
baku rujukan Harvard, di Indonesia jenis kelamin tidak dibedakan
antara laki-laki dan perempuan, sementara dalam baku rujukan
WHO-NCHS jenis kelamin itu dibedakan. Dengan membedakan
pada baku WHO-NCHS, maka muncul perbedaan yang lebih
mendasar pada angka-angka baku antropometri.
Angka baku antropometri untuk anak laki-laki relatif lebih
tinggi pada baku WHO-NCHS dibanding dengan baku Harvard.
Sebaiknya angka baku untuk anak perempuan relatif lebih rendah
dari angka baku Harvard. Perbedaan angka baku antara kedua baku
rujukan tersebut dikatakan mendasar karena dapat memberikan
perbedaan pada perhitungan angka prevalensi maupun ukuran-
ukuran nilai tengah (median) atau nilai persen terhadap
baku.Jelliffe (1989) memberikan gambaran tentang penggunaan
37
baku rujukan yang digunakan dewasa ini dan sebelumnya seperti
yang terlihat pada Tabel 2-9.
I ndeks Sekarang Sebelumnya
- BB/TB untuk anak NCHS (Hamili et. al.
1979)
Boston (Harvard),
(Stuart and Meredith 1974)
- Lingkar Lengan NCHS(1977) Wolanski (1966, Pers. Commun)
untuk anak
- BB/TB untuk
orang dewasa
Frisancho (1984) Metropolitan Life Insurance
(1959)
- Lingkar lengan . Frisancho (1981) Jelliffe (1966)
untuk orang dewasa
Tabel 2-9.Penggunaan Baku Rujukan (Sumber: Jelliffe DB 1989)
Salah satu saran yang diajukan pada Semiloka Antropometri
Ciloto, Februari 1991 adalah penggunaan secara seragam di Indonesia
baku rujukan WHO-NCHS sebagai pembanding dalam penilaian status
gizi dan pertumbuhan perorangan maupun masyarakat. Menurut WHO,
data berat dan tinggi badan yang dikumpulkan oleh US-Na-tional Center
for Health Statistics (NCHS) merupakan pilihan paling baik digunakan
sebagai baku rujukan. Dalam beberapa survei gizi yang dilakukan di
Indonesia, antara lain: penelitian Tinggi Badan Anak Baru Masuk Sekolah
(TBABS) tahun 1994 dan pemantauan status gizi (PSG) tahun 1995, baku
ini telah digunakan sebagi rujukan. Disamping itu pula KMS anak SLTP
sudah menggunakan baku rujukan WHO-NCHS.
2.9.2 Jenis-Jenis Baku Rujukan
Di dunia ada beberapa jenis baku rujukan. Baku rujukan
tersebut antara lain Harvard (Boston), WHO-NCHS, Tanner dan
Kanada. Baku rujukan Harvard dan WHO-NCHS adalah baku yang
paling umum digunakan di berbagai negara. Bahkan sekarang WHO
38
merekomendasi penggunaan baku WHO-NCHS digunakan di
seluruh negara.
Distribusi data berat badan, tinggi badan dan berat menurut
tinggi badan yang dipublikasikan WHO meliputi data anak umur 0
sampai 18 tahun. Data baku rujukan WHO-NCHS disajikan dalam
dua versi yaitu persentil (percentile) dan skor simpang baku (standart
deviation score= Z-score).
Menurut Waterlow, dkk, dalam Gizi Indonesia Vol XV No 2
tahun 1990, gizi anak-anak di negara yang populasinya relatif gizi
baik (well nuorished)distribusi tinggi badan menurut umur (TB/U)
dan berat menurut tinggi (BB/TB) sebaiknya digunakan persentil.
Untuk anak-anak di negara yang populasinya relatif bergizi kurang
(undernuorished), lebih baik digunakan skor simpang baku sebagai
pengganti persen terhadap median baku rujukan. Tidak disarankan
menggunakan indeks berat badan menurut umur. Baku rujukan
WHO-NCHS dipublikasikan pertama kali oleh WHO pada tahun
1979 dan publikasi ulang pada tahun 1983.
2.10 Aplikasi Antropometri
Penggunaan antropometri sebagai alat ukur status gizi semakin
mendapat perhatian karena dapat digunakan secara luas dalam program-
program perbaikan gizi di masyarakat. Di Indonesia, seperti halnya dengan
negara-negara lain di dunia, antropometri merupakan salah satu alat ukur
status gizi yang telah digunakan dalam berbagai kegiatan dan program
gizi. Penggunaan antropometri ini meliputi berbagai aspek antara lain:
1. Kualitas Sumber Daya Manusia
Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah menetapkan
bahwa tujuan pembangunan nasional mengarah kepada peningkatan
kualitas sumber daya manusia. Kualitas manusia Indonesia dimasa
yang akan datang harus lebih baik dari sekarang. Kualitas manusia
dapat ditinjau dari berbagai segi, yaitu segi sosial, ekonomi, pen-
didikan, lingkungan, kesehatan dan lain-lain. Dari aspek gizi, kualitas
39
manusia diartikan dalam 2 hal pokok, yaitu: kecerdasan otak atau
kemampuan intelektual dan kemampuan fisik atau produktifitas kerja.
Kedua hal tersebut dapat diukur menggunakan indikator-indikator gizi.
Hasil penelitian membuktikan bahwa ibu hamil yang kurang
gizi akan cenderung melahirkan bayi yang kurang gizi. Berat bayi yang
dilahirkan bisa kurang dari 2500 gr atau BBLR. Bayi yang lahir BBLR
mempunyai ukuran proposional kecil seperti kepala, badan, tangan,
kaki dan organ-organ lainnya dalam tubuh. Dalam keadaan kekurangan
gizi yang lebih berat, retardasi otak dapat mencapai 10-20%.Volume
otak yang berukuran kecil menyebabkan kecerdasan anak berkurang'
secara nyata. Selain itu, bayi BBLR tidak mempunyai cukup cadangan
zat gizi dalam tubuhnya sehingga mudah terserang penyakit, terutama
penyakit infeksi, hipotermi dan akibatnya mudah meninggal dunia.
Oleh karena itu, angka kematian bayi yang tinggi sangat erat
hubungannya dengan BBLR yang juga tinggi.
2. Penilaian Status Gizi
Penilaian status gizi dengan cara antropometri banyak
digunakan dalam berbagai penelitian atau survei, baik survei secara
luas dalam skala nasional maupun survei untuk wilayah terbatas.
3. Pemantauan Pertumbuhan Anak
Program gizi, khususnya UPGK telah meluas ke berbagai
pedesaan di Indonesia. Dalam program ini telah dikembangkan
program penimbangan berat badan anak balita dan penggunaan kartu
menuju sehat (KMS) untuk memantau keadaan kesehatan dan gizi
melalui pertumbuhan atas dasar kenaikan berat badan.
KMS adalah alat untuk mencatat dan mengamati
perkembangan kesehatan anak yang mudah dilakukan oleh para ibu.
Dengan membaca garis perkembangan berat badan anak dari bulan ke
bulan pada KMS, seorang ibu dapat menilai dan berbuat sesuatu untuk
berusaha memperbaiki dan meningkatkan perkembangan kesehatan
anaknya.
40
Dalam program gizi terdapat selogan yaitu "anak sehat
bertambah umur bertambah berat". Ibu-ibu diharapkan selalu
memantau pertumbuhan anaknya. Oleh karena itu, semua yang
berhubungan dengan kesehatan anak dari sejak lahir sampai berusia 5
tahun perlu dicatat dalam KMS. Selain itu KMS berisi pesan-pesan pe-
nyuluhan tentang penanggulangan diare, makanan anak, pemberian
kapsul vitamin A dan imunisasi. Semua ibu perlu memiliki KMS
anaknya dan selalu membawa KMS tersebut dalam setiap kegiatan gizi
di Posyandu. Contoh KMS anak balita dapat dilihat pada lampiran 3.
4. Survei Nasional Vitamin A
Pada tahun 1976 sampai 1979 telah dilakukan survei tentang
masalah vitanin A dan juga dilakukan pengukuran antroponetri anak
balita yaitu fungsi badan dan berat badan dan menghasilkan satu-
satunya data mengenai prevalensi KEP dengan lingkup nasional
sampai tahun 1986 dalam survei ini digunakan indeks berat badan
menurut tinggi badan (BB/TB). Klasifikasi yang digunakan masih
mengacu pada loka karya antropometri 1975 yaitu gizi baik, gizi
kurang dan gizi buruk. Baku rujukan yang digunakan adalah baku
Harvard
5. Survei Sosial Ekonomi Nasional
Pada survei sosial ekonomi nasional (SUSENAS) tahun 1986
atas kerja sama Biro Pusat Statistik (BPS) dan Direktorat Gizi
(Depkes) dilakukan integrasi pengumpulan data status gizi anak balita
dengan melakukan pengukuran berat badart. Indeks yang digunakan
adalah berat badan menurut umur (BB/U) dan klasifikasi yang
digunakan sesuai dengan lokakarya antropometri tahun 1975.Pada
tahun 1987 dan kemudian tahun 1989 juga telah dilakukan survei
sosial ekonomi nasional. Hasil susenas ini disajikan dalam 4 klasifikasi
yaitu gizi baik, gizi sedang, gizi kurang dan gizi buruk.
41
BAB 3
KERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS
3.1. Kerangka Teori
Dari teori mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada
tinjauan pustaka, maka dapat dibuat kerangka teori yaitu sebagai berikut:
Variabel yang tidak diteliti
Variabel yang diteliti
Skema 3.1. Kerangka Teori Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita
0-5 tahun
Status Gizi
Balita 0-5
tahun
Faktor Infeksi
Faktor Kelainan
Absorbsi
Faktor Pelayanan kesehatan
Faktor
Konsumsi
Makanan
Faktor
SosialEkonom
i
Faktor
Pendidikan
Ibu
42
3.2. Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakahtingkat pendidikan
seorang Ibu dapat mempengaruhi status gizi bayiusia 0-5 tahun.Berdasarkan
kerangka teori dan adanya keterbatasan data maka dibuat kerangka konsep
untuk penelitian ini sebagai berikut:
Skema 3.2. Kerangka Konsep Penelitian
3.3. Hipotesis
Hipotesis kerja pada penelitian ini adalah ada hubungan antara tingkat
pendidikan Ibu dengan status gizi pada bayiusia 0-5.
Tingkat pendidikan
Ibu
- SD
- SMP
- SMA
- Strata I / Sarjana
Status Gizi
43
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup tiga bidang keilmuan yaitu
Ilmu kesehatan masyarakat, Ilmu kesehatan gizi dan Ilmu kesehatan anak.
4.2. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Posyandu wilayah kerja
Puskesmas Jagasatru Cirebon pada bulan Januari 2013 dengan responden
adalah ibu-ibu yang mempunyai bayi usia 0-5tahun.
4.3. Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan
menggunakan studi cross sectional untuk menilai adakah hubungan antara
tingkat pendidikan bu dengn status gizi pada bayi 0-5 tahun.
4.4. Populasi dan sampel
4.4.1 Populasi Target
Pada penelitian ini populasi target yang digunakan adalah bayi usia
0-5 tahun di posyandu puskesmas jagasatru kecamatan kesambi kota
Cirebon.
4.4.2 Populasi Terjangkau
Pada penelitian ini populasi terjangkau yang digunakan adalah bayi
usia 0-5 tahun di posyandu puskesmas jagasatru.
4.4.3 Sempel Penelitian
Kriteria Inklusi
Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari subjek
penelitian yang layak untuk dilakukan penelitian atau dijadikan
subjek. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah:
bayi berusia 0-5 tahun
44
bayi yang mendapatkan ASI dan/atau makanan tambahan
selain ASI
bayi yang tidak sedang sakit
bayi yang tidak mempunyai kelainan faktor absorbsi
Ibu memperbolehkan anaknya menjadi sampel
Kriteria Ekslusi
Kriteria eksklusi merupakan subjek penelitian yang tidak
dapatmewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai
sampel penelitian.Kriteria eksklusi pada penelitian ini adalah:
Bayi sudah terdaftar namun tidak hadir pada saat penelitian
Bayi yang sedang sakit dan memerlukan perawatan rutin.
Ibu tidak bersedia anak nya menjadi subjek penelitian.
4.4.4 Cara Sempling
Sampel penelitian adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan
objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi
(Notoatmodjo, 2010 : 115). Dalam pengambilan sampel penelitian,
teknik sampling yang digunakan yaitu sampel acak kelompok (Cluster
Random Sampling). Suatu klaster (cluster) adalah suatu kelompok dari
subyek atau kesatuan analisis yang berdekatan satu dengan yang lain
secara geografik. Pengambilan sampel dilakukan secara sampel acak
sederhana (simple random sampling) dimana 100Ibu yang memiliki
bayi 0-5 tahunyang dipilih dalam populasi terjangkau mempunyai
kesempatan yang sama untuk ikut serta sebagai sampel penelitian.
Cara menentukan ukuran sampelnya dengan rumus solvin sebagai
berikut:
Keterangan :
n = besar sampel
N = besar populasi
d = tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,05)
45
4.4.5. Besar Sampel
Jumlah Ibu yang di pilih di posyandu wilayah kerja puskesmas
jagasatru adalah 100 orang maka didapatkan:
4.5. Variabel Penelitian
4.5.1 Dalam penelitian ini variabel bebasnya adalah tingkat pendidikan
formal Ibu.
4.5.2 Variabel terikat dari penelitian ini adalah status gizi bayi usia 0-5
tahun.
4.6. Definisi Operasional
5. Tabel 4.1 Definisi Operasional
N
o
Variabel Definisi
Operasion
al
Alat Ukur Cara
Ukur
Skala Kriteria
1 Status
Gizi bayi
0-5 tahun
Status
kesehatan
bayin saat
ini dengan
indikator
berdasarka
n berat
badan
menurut
umur
Pengukuran
alat ukur
berdasarkan
BB/U
dengan
merujuk
standar
WHO/NCH
S 2000
Pengukura
n berat
badan
menurut
umur
Ordina
l
1. Gizi
Buruk
2. Gizi
Kuran
g
3. Gizi
Baik
4. Gizi
Lebih
n = 100
1 + 100 (0,05
2
)
n= 80
46
2 Tingkat
Pendidika
n formal
Ibu
Jenjang
pendidikan
yang di
tempuh
oleh ibu
dari bayi 0-
5 tahun
Kuesioner Angket Ordina
l
SD : 1
SMP : 2
SMA :3
S1 :4
4.7 Cara Pengumpulan Data
4.7.1 Instumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk
pengumpulan data dalam penelitian. Instrument yang digunakan
dalam penelitian ini adalah:
a. Dacin atau timbangan balita
Alat yang dianjurkan untuk menimbang balita dengan
ukuran minimum 0 kg dan maksimum 25 kg dengan ketelitian
0,1 kg.
b. Kuesioner
Berupa pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh
data atau informasi tentang identitas responden, tingkat
pendidikan ibu, tingkat pengetahuan gizi ibu, tingkat pengetahuan
ibu tentang konsumsi makanan.
4.8 Alur Penelitian
Prosedur penelitian dilaksanakan dalam 3 tahap, yang meliputi :
a. Persiapan
1) Menyiapkan proposal penelitian
2) Mengurus surat ijin dan melaporkan kegiatan penelitian pada instansi
yang berwenang (Dinas Kesehatan Kota Cirebon, Puskesmas Jagasatru
Cirebon)
3) Menyusun kuesioner
47
b. Tahap pelaksanaan
1) Mencari/mengumpulkan data dari buku KMS yang dimiliki oleh ibu
yang mempunyai anak usia 0-5 tahun.
2) Penyebaran kuesioner
3) Memilih kasus sesuai kriteria inklusi
c. Tahap penyelesaian
1) Mengolah data dan menganalisis data
2) Menyusun laporan penelitian
Gambar 4.1Alur Penelitian
4.9 Analisis Data
Data yang telah terkumpul diolah dengan cara manual dengan
langkah-langkah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010):
1. Editing
Melihat kembali apakah lembar kuisioner atau formulir sudah terisi
dengan benar yang dapat segera diproses lebih lanjut. Editing langsung
dilakukan di tempat pengumpulan data di lapangan, sehingga jika
terjadi kesalahan maka upaya pembetulan dapat segera dilakukan.
Membuat
Usulan
Proposal
Pengesahan
Usulan
Proposal
Data dari buku KMS
yang dimiliki oleh
ibu yang mempunyai
anak usia 0-5 tahun
dan Pengisian
Kuesioner
Pengambilan
sampel dengan
caraCluster
Random Sampling
Pengolahan
dan Analisis
Data
48
2. Coding
Setiap lembar kuisioner yang memenuhi kriteria sampel dan telah
terisi semua dilakukan pengkodean data.
Jenis kelamin
Laki laki dengan kode = 1
Perempuan dengan kode = 2
c. Pendidikan
SD dengan kode = 1
SMP dengan kode = 2
SMA dengan kode = 3
Sarjana dengan kode = 4
d. Status gizi dengan indikator BB/U
Gizi buruk dengan kode = 1
Gizi kurang dengan kode = 2
Gizi baik dengan kode = 3
Gizi lebih dengan kode = 4
3. Processing
Processing adalah memproses data dengan menggunakan
komputer atau secara manual agar dapat dianalisis.
4. Cleaning Data (pembersihan data)
Data yang sudah dimasukkan dilakukan pengecekan. Pembersihan
dilakukan jika ditemukan kesalahan pada entry data sehingga dapat
diperbaiki dan dilakukan scoring terhadap pertanyaan
yang berhubungan dengan masing-masing variabel.
Data yang disajikan dengan mendistribusikan melalui analisis
bivariat, yaitu untuk melihat hubungan variabel independen (pemberian
makanan tambahan) dan variabel dependen (status gizi) dengan
menggunakan chi square dan akan diolah dengan Statistical Product
and Service Solution (SPSS) 16 for Windows.
49
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan uji chi square.
Syarat uji chi square antara lain jumlah sampel harus cukup besar
(lebih dari 30), pengamatan harus bersifat independent, dan hanya dapat
digunakan pada data deskrit atau data kontinue yang telah
dikelompokkan menjadi kategori (Notoatmodjo, 2010).
4.10 Etika Penelitian
Sebelum melakukan penelitian, terlebih dahulu peneliti perlu
mendapatkan rekomendasi dari institusi dengan mengajukan permohonan
ijin kepada institusi/lembaga tempat penelitian. Setelah mendapatkan
persetujuan barulah melakukan penelitian dengan menekankan masalah
etika penelitian yang meliputi:
1. Informed concernt
Peneliti membenkan penjelasan tentang tujuan serta maksud
penelitian sebelum menyerahkan kuesioner penelitian, kemudian
peneliti memberikan surat permohonan menjadi responden sebagai
permintaan pasien untuk menjadi responden.
2. Confidentiality (kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin peneliti, hanya data
tertentu sebagai hasil penelitian
4.11 Jadwal penelitian
No. Kegiatan Bulan
1. Penyusunan proposal Agustus Oktober
2. Ujian proposal November Desember
3. Penyusunan instrument November Desember
4. Persiapan ke lapangan Desember - Mei
5. Pengumpulan data Mei-Juni
6. Analisa data Juni
7. Penyusunan skripsi Juni-Juli
8. Ujian skripsi 14-15 Agustus 2013
50
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Puskesmas Jagasatru merupakan salah satu puskesmas yang berada
di Kota Cirebon . Wilayah kerja Puskesmas Jagasatru terletak di pusat kota
perdagangan dan jasa yang berada di jalan Kesambi dalam No. 6 Kelurahan
Jagasatru Kecamatan Pekalipan Kota Cirebon. Secara keseluruhan wilayah
kerja Puskesmas Jagasatru mempunyai akses yang mudah dijangkau
dikarenakan wilayah Puskesmas Jagasatru ada di wilayah perkotaan.
Kelurahan Jagasatru yang terdiri dari 10 RW dengan 51 RT dengan luas
wilayah 34,595 Ha. Dan jumlah penduduk 10.473 jiwa terdiri dari 2563 KK
yang hampir seluruhnya mempunyai pekerjaan dengan mayoritas swasta serta
memiliki pendidikan cukup (SMU).
Pengumpulan data dengan penyebaran kuesioner dilaksanakan pada
tanggal 05 Juni 2013 sampai dengan 01 Juli 2013, dengan mewawancarai
langsung responden di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Kelurahan
Jagasatru Cirebon setelah dilihat data rekam mediknya. Data-data hasil
penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan diuraikan secara analitik.
5.2 Hasil Penelitian
Data penelitian ini adalah hasil dari kuesioner yang disebarkan
kepada 80 ibu. Sampel diperoleh dengan simple random sampling dengan
target penelitian ini adalah seluruh balita yang berada di wilayah kerja
Puskesmas jagasatru Kecamatan Kesambi Kota Cirebon. Analisis yang akan
disajikan terdiri dari dua bagian, yaitu analisis deskriptif dan analisis asosiasi.
Teknik analisis yang digunakan pada analisis data responden dan data
penelitian adalah analisis deskriptif, dimana semua data yang diperoleh
disusun ke dalam tabel melalui perhitungan distribusi frekuensi dan
persentasenya.
51
5.2.1 Karakteristik Sampel
a. Umur Ibu
Berdasarkan umur responden, didapatkan bahwa responden
terbanyak adalah kelompok umur 30 tahun yang berjumlah 11
orang dengan presentase 13,8 % dan yang paling sedikit adalah
umur 37 tahun yang berjumlah 1 orang dengan presentase 1,2 %.
Distribusi jumlah sampel ibu balita menurut umur di wilayah kerja
Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon dapat dilihat pada tabel 5.1.
Tabel 5. 1 Distribusi Jumlah Sampel (Ibu Balita) Menurut Umur di
wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013
Umur Ibu (Tahun) Jumlah Presentase (%)
17 1 1.2
18 2 2.5
20 1 1.2
21 3 3.8
22 4 5.0
23 5 6.2
25 3 3.8
26 8 10.0
27 6 7.5
29 4 5.0
30 11 13.8
31 7 8.8
32 2 2.5
33 4 5.0
34 3 3.8
35 4 5.0
37 1 1.2
38 2 2.5
39 2 2.5
40 3 3.8
52
42 2 2.5
45 1 1.2
51 1 1.2
Total 80 100.0
b. Pendidikan Formal Ibu
Tingkat pendidikan sebagian besar sampel adalah tamat SMA
yaitu sebanyak 43,8%, tamat SMP sebanyak 36,2%, tamat S1
sebanyak 12,5%, tamat SD sebanyak 7,5%, sedangkan yang
tamat diploma sebanyak 2,15%. Data selengkapnya dapat
dilihat pada tabel 5.2
Tabel 5.2 Distribusi Jumlah Sampel Menurut Tingkat
Pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru tahun 2013
Pendidikan Ibu F %
SD 6 7.5
SMP 29 36.2
SMA 35 43.8
S1 10 12.5
Total 80 100,00
c. Umur Balita
Sampel dalam penelitian ini adalah semua anak balita yang
berdomilisi di posyandu wilayah kerja puskesmas Jagasatru
Kota Cirebon. Sebagian anak balita yang menjadi sampel
berumur 0-12 bulan sebanyak 43,8 %, umur 13-24 bulan
sebanyak 21,2%, umur 25-36 bulan 18,8%, umur 37-48 bulan
12,5%, umur 49-60 bulan 3,8%. Data selengkapnya dapat lihat
pada tabel 5.3 berikut ini :
Tabel 5.3 Distribusi Jumlah Sampel (Ibu Balita) Menurut Umur
di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013
53
Umur Jumlah Presentase
0-12 bulan 35 43.8
13-24 bulan 17 21.2
25-36 bulan 15 18.8
37-48 bulan 10 12.5
49-60 bulan 3 3.8
Total 80 100.0
d. Jenis Kelamin Anak Balita
Balita yang menjadi sebagian besar sampel adalah yang
berjenis kelamin perempuan sebanyak 51.2% dan balita yang
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 48.8%. Data selengkapnya
dapat lihat pada tabel 5.4 berikut ini :
Tabel 5.4 Distribusi Jumlah Sampel (Balita) Menurut Jenis
Kelamin di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013
Jenis Kelamin Jumlah Presentase %
Perempuan 41 51.2
Laki-laki 39 48.8
Total 80 100.0
e. Status Gizi Balita
Dalam menentukan klasifikasi status gizi harus ada
ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri
yang sekarang digunakan di Indonesia adalah WHO-NCHS.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat, Depkes dalam pemantauan
status gizi (PSG) anak balita tahun 1999 menggunakan baku
rujukan World Health Organization -National Centre for Health
Statistics(WHO-NCHS). Pada Loka Karya Antropometri tahun
1975 telah diperkenalkan baku Harvard. Berdasarkan Semi
Loka Antropometri, Ciloto, 1991 telah direkomendasikan
54
penggunaan baku rujukan WHO-NCHS (Gizi Indonesia, Vol.
XV No 2 tahun 1990).
Berdasarkan baku harvard status gizi dapat dibagi
menjadi empat yaitu:
a) Gizi lebih untuk over weight,termasuk kegemukan dan
obesitas.
b) Gizi baik untuk well nourished.
c) Gizi kurang untuk under weight yang mencakup milddan
moderate PCM {Protein Calori Malnutritiori).
d) Gizi buruk untuk severe PCM,termasuk marasmus,
marasmik-kwasiokor dan kwasiorkor
Rata-rata nilai status gizi membuktikan bahwa sebagian
besar anak balita di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru
memiliki status gizi baik. Namun demikian masih dijumpai
juga adanya gizi kurang dan buruk. Data tersebut
membuktikan bahwa di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru
masih dijumpai masalah gizi. Distribusi sampel menurut
status gizi dan kelompok umur dapat dilihat pada tabel 5.5
Tabel 5.5 Distribusi Status Gizi Jumlah Sampel (Balita) di
wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013
Status Gizi Jumlah Presentase
Gizi Buruk 5 6.2
Gizi Kurang 19 23.8
Gizi Baik 54 67.5
Gizi Lebih 2 2.5
Total 80 100.0
f. Pengetahuan Ibu Tentang Status Gizi
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan gizi cukup
45,0%, tingkat pengetahuan gizi baik 36,2% dan tingkat
pengetahuan gizi kurang 18,8%. Distribusi responden menurut
tingkat pengetahuan gizi dapat dilihat pada tabel 5.6
55
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Gizi Ibu Balita
di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013.
Kategori Jumlah Presentase %
Kurang 15 18.8
Cukup 36 45.0
Baik 29 36.2
Total 80 100.0
g. Pengetahuan ibu tentang konsumsi makanan
Berdasarkan hasil penelitian tentang pengetahuan
konsumsi makanan, dapat diketahui bahwa sebagian besar
responden memiliki tingkat pengetahuan konsumsi makanan
yang sangat baik yaitu 5,0%, tingkat pengetahuan konsumsi
makanan Baik 42,5%, tingkat pengetahuan konsumsi makanan
cukup 42,5 %, tingkat pengetahuan konsumsi makanan kurang
8,8%. Distribusi responden menurut tingkat pengetahuan gizi
dapat dilihat pada tabel 5.7
Tabel 5.7 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Konsumsi
Makanan di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Tahun 2013.
Tingkat
Pengetahuan
Jumlah Presentase
%
Kurang 7 8.8
Cukup 34 42.5
Baik 35 43.8
Sangat baik 4 5.0
Total 80 100.0
56
5.2.2 Hubungan Tingkat Pendidikan Formal Ibu dengan Status Gizi
Balita
Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan formal Ibu
dengan status gizi anak balita, data yang diperoleh kemudian
dianalisis secara statistik menggunakan model Chi-Square dengan
menggunakan program SPSS 16. Dengan hasil yang di dapat
adalah sebagai berikut
Tabel 5.8 Distribusi Frekuensi Hubungan Tingkat Pendidikan
Formal Ibu dengan Status Gizi Balita 0-5 Tahun di wilayah kerja
puskesmas Jagasatru Tahun 2013.
Pendidikan Status gizi bayi 0-5 tahun Nilai
Chi-
Square
P
Gizi
buruk
Gizi
kurang
Gizi
baik
Gizi
lebih
SD 2 3 1 0
25.333
a
0.003
SMP 2 12 14 1
SMA 1 3 30 1
S1 0 1 8 1
Total 5 19 53 3
Dari distribusi data yang didapat kelompok responden yang
memiliki balita dengan gizi buruk kebanyakan pada kelompok yang
berpendidikan SD dan SMP dengan jumlah masing-masing 2
balita, balita dengan gizi kurang lebih banyak ditemukan pada
kelompok berpendidikan SMP berjumlah 12 balita, balita dengan
gizi baik banyak didapatkan pada kelompok responden dengan
pendidikan SMA sebanyak 30 balita, sedangkan yang memiliki gizi
lebih banyak ditemukan pada kelompok berpendidikan SMP, SMA
dan S1 dengan jumlah 1 balita.
Nilai hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan
formal ibu dengan statu gizi anak balita di wilayah kerja Puskesmas
57
Jagasatru Kota Cirebon didapatkan nilai Chi-Squere 25.333
a
>.
Nilai ini lebih dibandingkan nilai Chi-Squar, hal ini menunjukkan
nilai yang bermakna tentang hubungan antara tingkat pendidikan
formal ibu dengan status gizi bayi 0-5 tahun. Hal ini di dukung
pula dengan nilai P-value <0.05.
58
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Pembahasan
Berdasarkan pemaparan hasil penelitian pada bab sebelumnya, dapat
diketahui bahwa dari 80 sampel ibu yang memiliki balita didapatkan
responden dengan pendidikan tamat SD sebanyak 6 sampel dengan
persentase sebesar 7,5%, tamat SMP sebanyak 29 sampel dengan
presentase 36,2% , sedangkan yang memiliki pendidikan tamat SMA
sebanyak 35 sampel dengan persentase sebesar 43,8%, dan yang memiliki
pendidikan tamat S1 ada 4 sampel dengan persentase sebesar 12,5%. Data
ini diperjelas pada tabel 5.2 Menurut Soekanto (2002) Semakin tinggi
pendidikan seseorang akan semakin baik cara pandang terhadap diri dan
lingkungannya. Pendidikan orang tua merupakan salah satu unsur penting
dalam menentukan status gizi anak. Tingkat pendidikan Ibu lebih penting
dalam menentukan status gizi anak daripada pendidikan ayah. Tingkat
pendidikan yang rendah akan menyebabkan keterbatasan seperti
pengetahuan sikap, tindakan-tindakan dalam menangani masalah keluarga,
khususnya masalah kesehatan. (Depkes RI 1998)
Pendidikan adalah proses pengubahan sikap tata laku seseorang atau
kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan latihan, proses pembuatan, cara mendidik. Pendidikan juga
sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti, pikiran serta jasmani
anak agar dapat memajukan kesempurnaan hidup dan menghidupi anak
yang selaras dengan alam dan masyarakatnya.
Tinggi rendahnya pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat
pengertiannya terhadap perawatan kesehatan, hygiene, perlunya
pemeriksaan kehamilan, pasca persalinan serta kesadarannya terhadap
kesehatan anak dan keluarga. Disamping itu pendidikan berpengaruh pula
pada faktor sosial ekonomi lainnya seperti pekerjaan, pendapatan,
kebiasaan dan pola makan. (Kardjati 1995)
Tabel 5.5 yang menunjukkan status gizi anak balita, dapat
disimpulkan bahwa hampir dari seluruh sampel anak balita memiliki status
59
gizi yang baik yakni sebanyak 54 sampel dengan persentase sebesar
67,5%, sedangkan anak balita dengan status gizi kurang ada 19 sampel
dengan persentase 23,8%, anak balita dengan status gizi lebih 2 sampel
dengan persentase 2,5%, dan anak balita dengan status gizi buruk ada 5
sampel dengan persentase 6,2%.
Status gizi dapat diartikan sebagai suatu keadaan tubuh manusia
akibat dari konsumsi suatu makanan dan penggunaan zat-zat gizi dari
makanan tersebut yang dibedakan antara status gizi buruk, kurang, baik
dan lebih (Almatsier, 2002).
Di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon masih
dijumpai adanya masalah gizi seperti gizi kurang, gizi lebih, dan gizi
buruk. Hal tersebut mungkin disebabkan oleh faktor langsung yaitu faktor
konsumsi makanan, faktor lingkungan yang kurang bersih, atau pun
penyakit infeksi yang mungkin dialami oleh si balita. Akan tetapi faktor
tidak langsung pun juga mungkin dapat mempengaruhi status gizi dari
balita antara lain seperti tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap
pemberian makanan dalam keluarga, sehingga mempengaruhi pola
pemberian makanan pada balita yang juga akan mempengaruhi status gizi
anak balita . Kurang energi protein tidak saja disebabkan oleh
ketidakcukupan ketersediaan pangan atau zat-zat gizi tertentu tetapi juga
dipengaruhi kemiskinan, sanitasi lingkungan yang kurang baik, sosial
ekonomi dan ketidaktahuan ibu terhadap gizi (Suhardjo, 1996).
Hasil pengujian hipotesis dengan analisis korelasi Rank Spearman
dengan nilai p = 0,00 (p<0,05), menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara tingkat pendidikan formal ibu dengan status gizi anak
balita di wilayah kerja Puskesmas Jagasatru Kota Cirebon.
Hal ini menunjukkan bahwa meskipun pendidikan ibu bukan
merupakan faktor langsung yang mempengaruhi status gizi anak balita,
namun pendidikan ibu ini memiliki peran yang penting. Karena dengan
memiliki pendidikan yang cukup, seorang ibu akan memilki wawasan luas
yang memungkinkan bisa melakukan tindakan-tindakan dalam menangani
masalah keluarga, khususnya masalah kesehatan (Depkes RI 1998).
60
6.2 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan pada penelitian ini disebabkan oleh beberapa faktor,
diantaranya:
1. Peneliti
a. Waktu terbatas untuk dapat mengumpulkan seluruh data dari
responden pada saat berlangsungnya kegiatan posyandu
b. Peneliti sendiri dalam melakukan penelitian sehingga beberapa kali
sempat kewalahan dalam menghadapi responden.
2. Responden
a. Responden selalu ingin cepat pulang dengan alasan masih banyak
pekerjaan rumah.
b. Balita yang menangis dan tidak mau dilakukan pengukuran
antropometri menyulitkan peneliti.
3. Instrumen/ Alat
a. Data Berat Badan
Kemungkinan kesalahan pada pengambilan data berat badan yaitu
kurangnya ketelitian dalam membaca angka pada timbangan dacin.
b. Alat Ukur Tinggi Badan
Kemungkinan kesalahan pada pengambilan data tinggi badan yaitu
kurangnya ketelitian dalam membaca angka alat ukur karena beberapa
alat ukur kotor.
c. Kuisioner
Kemungkinan kuesioner yang dibuat terlalu mudah sehingga sebagian
besar pertanyaan dapat dijawab dengan benar oleh responden.
61
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat ditarik simpulan sebagai
berikut :
1. Sebagian Ibu balita di wilayah kerja posyandu puskesmas jagsatru kota
cirebon memiliki tingkat pendidikan SMA yaitu 43,8 %
2. Sebagian besar Balita di wilayah kerja posyandu puskesmas jagasatru kota
cirebon memiliki status gizi baik yaitu sebesar 67,5%.
3. Ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan
status gizi balita dengan p = 0,003 (p < 0,05).
B. Saran
1. Bagi Ibu yang Memiliki Balita
Agar menyadari pentingnya akan status gizi anak, sehingga Ibu
yang memiliki balita walaupun tingkat pendidikan tidak tinggi tapi
dapat menambah wawasan demi tercapainya status gizi anak yang baik
karena status gizi anak sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
anak.
2. Bagi Petugas Kesehatan
Bagi petugas kesehatan terutama ahli gizi agar senantiasa
mengontrol perkembangan status gizi di wilayah kerja nya dan
senantiasa memberikan edukasi kepada seluruh kalangan masyarakat
tentang pentingnya status gizi.
3. Bagi Peneliti Lain
Perlu diadakan penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi status gizi balita dengan cakupan lebih meluas
mengingat bahwa penelitian ini baru membahas mengenai salah satu
faktor yang mempengaruhi status gizi balita yakni pengetahuan gizi.
62
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini Adisty C, 2012. Asuhan Gizi Nutritional Care Process. Graha Ilmu.
Yogyakarta
Arisman. 2010. Gizi Dalam Daur Kehidupan: Buku Ajar Ilmu Gizi Edisi ke 2.
EGC. Jakarta
Azwar, S, 2009, Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Jakarta : Pustaka
Pelajar
Behrman RI, Vaughan VC, Nelson WC. 2000. Nelson Textbook of Pediatrics,
edisi ke 1, W.B Saunders Co., Philadelphia, London, Toronto, Montreal,
Sydney, Tokyo.
Chandra Budiman, 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. EGC. Jakarta
Depkes RI. 2000. Perawatan Bayi Dan Anak. Ed 1. Jakarta : Pusat Pendidikan
Tenaga Kesehatan.
I Dewa Nyoman Supariasa. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
Markum, A., Ismael, Sofyan., Alatas, Husein., Akib, Arwin., Firmansyah, Agus.,
Sastroasmoro, Sudigdo., 2002. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak jilid 1.FKUI.
Jakarta
Nelson, Waldo E. 2000. Nelson Ilmu Kesehatan Anak, Edisi 15, Vol 1. EGC.
Jakarta
Notoatmodjo, S. 2005. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : PT.
Rineka Cipta.
Notoatmodjo, Soekidjo.2007.Metodologi Penelitian Kesehatan.PT.Asdi
Mahasatya.Jakarta
Rudolph, Abraham M., 2006. Buku Ajar Pediatri RUDOLPH (Rudolphs
Pediatrics) vol. 1.EGC. Jakarta
Sodiaoetama, Achmad Djaeni. 2006. Ilmu Gizi II. Dian Rakyat. Jakarta
Supariasa I Dewa Nyoman, Bakri B, Fajar Ibnu. 2012. Penilaian Status Gizi.
EGC. Jakarta
WHO. 2000. Obesity: Preventing and Managing The Global Epidemic, WHO
Technical Report Series. Geneva: 89
63
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
(I nformed Consent)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama :
Alamat :
Umur :
Selaku orangtua dari:
Nama :
Umur :
Menyatakan bahwa saya bersedia dan mengizinkan anak saya untuk
berpartisipasi sebagai responden pada penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa
FK UNSWAGATI yang bernama Wulandari dengan judul
penelitianHubungan Tingkat Pendidikan Formal Ibudengan Status
Gizi Bayi 0-5 Tahun di Posyandu Wilayah Kerja Puskesmas
Jagasatru Kota Cirebon.
Demikan persetujuan ini saya tanda tangani dengan sukarela tanpa adanya unsur
pemaksaan dari berbagai pihak.
Cirebon, Juni 2013
Orangtua Responden
()
64
Lampiran 2
LEMBAR KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL IBU DENGAN
STATUS GIZI BAYI 0-5 TAHUN DI POSYANDU WILAYAH KERJA
PUSKESMAS JAGASATRU KOTA CIREBON
Tanggal survei : Tempat survei :
Nama balita :
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan *)
Tanggal lahir/Umur : /
Nama Ayah/Umur : /
Pekerjaan Ayah :
Nama Ibu/Umur : /
Pekerjaan Ibu :
Alamat :
Riwayat penyakit :
Riwayat pengobatan :
Hasil Pengukuran Antropometri
Berat Badan : kg
Tinggi Badan : cm
Status Gizi
BB/U : buruk/kurang/baik/lebih *)
*) Dicoret yang tidak perlu
65
Pengetahuan Ibu tentang Status Gizi
1. Apakah anda tahu seberapa sering sebaiknya menimbang berat badan bayi dan
balita?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda tahu tujuan penimbangan berat badan secara teratur?
a. Ya
b. Tidak
3. Apakah anda tahu bagaimana menilai bayi dan balita anda cukup gizinya?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah menurut anda bayi yang gendut/montok itu status gizi nya bagus?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah menurut anda bayi yang kurus itu mempunya status gizi kurang?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anda tahu apa itu Kartu Menuju Sehat (KMS)?
a. Ya
b. Tidak
7. apakah anda tahu ciri-ciri bayi yang kurang gizi?
a. Ya
b. Tidak
66
8. Apakah anda tahu cara mengukur lingkar lengan bayi?
a. Ya
b. Tidak
9. Apakah anda tahu cara mengukur lingkar kepala bayi?
a. Ya
b. Tidak
10. Apakah anda tahu cara mengukur lingkar dada bayi?
a. Ya
b. Tidak
11. Apakah anda tahu kalau berat badan bayi berpengaruh terhadap keadaan gizi
bayi?
a. Ya
b. Tidak
12. Apakah anda tahu kalau tinggi tubuh bayi berpengaruh terhadap keadaan gizi
bayi?
a. Ya
b. Tidak
Pengetahuan Ibu tentang faktor konsumsi makanan
1. Apakah anda tahu makanan yang terbaik bagi bayi?
a. Ya
b. Tidak
2. Apakah anda tahu apa itu ASI ekslusif?
a. Ya
b. Tidak
67
3. Apakah anda memberikan ASI ekslusif pada bayi anda?
a. Ya
b. Tidak
4. Apakah anda tahu keunggulan ASI ekslusif?
a. Ya
b. Tidak
5. Apakah anda memberikan susu formula pada bayi anda?
a. Ya
b. Tidak
6. Apakah anda tahu menu makanan yang bergizi untuk bayi anda?
a. Ya
b. Tidak
7. Apakah anda tahu garam apa yang bagus di konsumsi untuk bayi anda?
a. Ya
b. Tidak
8. Apakah anda tahu vitamin apa yang harus di berikan kepada bayi anda?
a. Ya
b. Tidak
68
Lampiran 3
Tabel Baku Rujukan Penilaian Status Gizi Anak Perempuan dan Laki-laki,
Usia 0 s.d. 59 Bulan, menurut Berat Badan dan Umur Berdasarkan WHO
Anak Perempuan
Umur
(Bulan)
Gizi
Buruk
(kg)
Gizi
Kurang
(kg)
Gizi
Lebih
(kg)
Gizi
Lebih
(kg)
0 1.7 1.8 - 2.1 2.2 - 3.9 4.0
1 2.1 2.2 - 2.7 2.8 - 5.0 5.1
2 2.6 2.7 - 3.2 3.3 - 6.0 6.1
3 3.1 3.2 - 3.8 3.9 - 6.9 7.0
4 3.6 3.7 - 4.4 4.5 - 7.6 7.7
5 4.0 4.1 - 4.9 5.0 - 8.3 8.4
6 4.5 4.6 - 5.4 5.5 - 8.9 9.0
7 4.9 5.0 - 5.8 5.9 - 9.5 9.6
8 5.3 5.4 - 6.2 6.3 - 10.0 10.1
9 5.6 5.7 - 6.5 6.6 - 10.4 10.5
10 5.8 5.9 - 6.8 6.9 - 10.8 10.9
11 6.1 6.2 - 7.1 7.2 - 11.2 11.3
12 6.3 6.4 - 7.3 7.4 - 11.5 11.6
13 6.5 6.6 - 7.5 7.6 - 11.8 11.9
14 6.6 6.7 - 7.7 7.8 - 12.1 12.2
15 6.8 6.9 - 7.9 8.0 - 12.3 12.4
16 6.9 7.0 - 8.1 8.2 - 12.5 12.6
17 7.1 7.2 - 8.2 8.3 - 12.8 12.9
18 7.2 7.3 - 8.4 8.5 - 13.0 13.1
19 7.4 7.5 - 8.5 8.6 - 13.2 13.3
20 7.5 7.6 - 8.7 8.8 - 13.4 13.5
21 7.6 7.7 - 8.9 9.0 - 13.7 13.8
22 7.8 7.9 - 9.0 9.1 - 13.9 14.0
23 8.0 8.1 - 9.2 9.3 - 14.1 14.2
24 8.2 8.3 - 9.3 9.4 - 14.5 14.6
69
25 8.3 8.4 - 9.5 9.6 - 14.8 14.9
26 8.4 8.5 - 9.7 9.8 - 15.1 15.2
27 8.6 8.7 - 9.8 9.9 - 15.5 15.6
28 8.7 8.8 - 10.0 10.1 - 15.8 15.9
29 8.8 8.9 - 10.1 10.2 - 16.0 16.1
30 8.9 9.0 - 10.2 10.3 - 16.3 16.4
31 9.0 9.1 - 10.4 10.5 - 16.6 16.7
32 9.1 9.2 - 10.5 10.6 - 16.9 17.0
33 9.3 9.4 - 10.7 10.8 - 17.1 17.2
34 9.4 9.5 - 10.8 10.9 - 17.4 17.5
35 9.5 9.6 - 10.9 11.0 - 17.7 17.8
36 9.6 9.7 - 11.1 11.2 - 17.9 18.0
37 9.7 9.8 - 11.2 11.3 - 18.2 18.3
38 9.8 9.9 - 11.3 11.4 - 18.4 18.5
39 9.9 10.0 - 11.4 11.5 - 18.6 18.7
40 10.0 10.1 - 11.5 11.6 - 18.9 19.0
41 10.1 10.2 - 11.7 11.8 - 19.1 19.2
42 10.2 10.3 - 11.8 11.9 - 19.3 19.4
43 10.3 10.4 - 11.9 12.0 - 19.5 19.6
44 10.4 10.5 - 12.0 12.1 - 19.7 19.8
45 10.5 10.6 - 12.1 12.2 - 20.0 20.1
46 10.6 10.7 - 12.2 12.3 - 20.2 20.3
47 10.7 10.8 - 12.4 12.5 - 20.4 20.5
48 10.8 10.9 - 12.5 12.6 - 20.6 20.7
49 10.8 10.9 - 12.6 12.7 - 20.8 20.9
50 10.9 11.0 - 12.7 12.8 - 21.0 21.1
51 11.0 11.1 - 12.8 12.9 - 21.2 21.3
52 11.1 11.2 - 12.9 13.0 - 21.4 21.5
53 11.2 11.3 - 13.0 13.1 - 21.6 21.7
54 11.3 11.4 - 13.1 13.2 - 21.8 21.9
55 11.4 11.5 - 13.2 13.3 - 22.1 22.2
56 11.4 11.5 - 13.3 13.4 - 22.3 22.4
70
57 11.5 11.6 - 13.4 13.5 - 22.5 22.6
58 11.6 11.7 - 13.5 13.6 - 22.7 22.8
59 11.7 11.8 - 13.6 13.7 - 22.9 23.0
Anak Laki-laki
Umur Gizi Buruk
(kg)
Gizi Kurang
(kg)
Gizi Baik
(kg)
Gizi Lebih
(kg)
0 1.9 2.0 - 2.3 2.4 - 4.2 4.3
1 2.1 2.2 - 2.8 2.9 - 5.5 5.6
2 2.5 2.6 - 3.4 3.5 - 6.7 6.8
3 3.0 3.1 - 4.0 4.1 - 7.6 7.7
4 3.6 3.7 - 4.6 4.7 - 8.4 8.5
5 4.2 4.3 - 5.2 5.3 - 9.1 9.2
6 4.8 4.9 - 5.8 5.9 - 9.7 9.8
7 5.3 5.4 - 6.3 6.4 - 10.2 10.3
8 5.8 5.9 - 6.8 6.9 - 10.7 10.8
9 6.2 6.3 - 7.1 7.2 - 11.2 11.3
10 6.5 6.6 - 7.5 7.6 - 11.6 11.7
11 6.8 6.9 - 7.8 7.9 - 11.9 12.0
12 7.0 7.1 - 8.0 8.1 - 12.3 12.4
13 7.2 7.3 - 8.2 8.3 - 12.6 12.7
14 7.4 7.5 - 8.4 8.5 - 12.9 13.0
15 7.5 7.6 - 8.6 8.7 - 13.1 13.2
16 7.6 7.7 - 8.7 8.8 - 13.4 13.5
17 7.7 7.8 - 8.9 9.0 - 13.6 13.7
18 7.8 7.9 - 9.0 9.1 - 13.8 13.9
19 7.9 8.0 - 9.1 9.2 - 14.0 14.1
20 8.0 8.1 - 9.3 9.4 - 14.3 14.4
21 8.2 8.3 - 9.4 9.5 - 14.5 14.6
22 8.3 8.4 - 9.6 9.7 - 14.7 14.8
71
23 8.4 8.5 - 9.7 9.8 - 14.9 15.0
24 8.9 9.0 - 10.0 10.1 - 15.6 15.7
25 8.9 9.0 - 10.1 10.2 - 15.8 15.9
26 9.0 9.1 - 10.2 10.3 - 16.0 16.1
27 9.0 9.1 - 10.3 10.4 - 16.2 16.3
28 9.1 9.2 - 10.4 10.5 - 16.5 16.6
29 9.2 9.3 - 10.5 10.6 - 16.7 16.8
30 9.3 9.4 - 10.6 10.7 - 16.9 17.0
31 9.3 9.4 - 10.8 10.9 - 17.1 17.2
32 9.4 9.5 - 10.9 11.0 - 17.3 17.4
33 9.5 9.6 - 11.0 11.1 - 17.5 17.6
34 9.6 9.7 - 11.1 11.2 - 17.7 17.8
35 9.6 9.7 - 11.2 11.3 - 17.9 18.0
36 9.7 9.8 - 11.3 11.4 - 18.2 18.3
37 9.8 9.9 - 11.4 11.5 - 18.4 18.5
38 9.9 10.0 - 11.6 11.7 - 18.6 18.7
39 10.0 10.1 - 11.7 11.8 - 18.8 18.9
40 10.1 10.2 - 11.8 11.9 - 19.0 19.1
41 10.2 10.3 - 11.9 12.0 - 19.2 19.3
42 10.3 10.4 - 12.0 12.1 - 19.4 19.5
43 10.4 10.5 - 12.2 12.3 - 19.6 19.7
44 10.5 10.6 - 12.3 12.4 - 19.8 19.9
45 10.6 10.7 - 12.4 12.5 - 20.0 20.1
46 10.7 10.8 - 12.5 12.6 - 20.3 20.4
47 10.8 10.9 - 12.7 12.8 - 20.5 20.6
48 10.9 11.0 - 12.8 12.9 - 20.7 20.8
49 11.0 11.1 - 12.9 13.0 - 20.9 21.0
50 11.1 11.2 - 13.00 13.1 - 21.1 21.2
51 11.2 11.3 - 13.2 13.3 - 21.3 21.4
52 11.3 11.4 - 13.3 13.4 - 21.6 21.7
53 11.4 11.5 - 13.4 13.5 - 21.8 21.9
54 11.5 11.6 - 13.6 13.7 - 22.0 22.1
72
55 11.7 11.8 - 13.7 13.8 - 22.2 22.3
56 11.8 11.9 - 13.8 13.9 - 22.5 22.6
57 11.9 12.0 - 14.0 14.1 - 22.7 22.8
58 12.0 12.1 - 14.1 14.2 - 22.9 23.0
59 12.1 12.2 - 14.2 14.3 - 23.2 23.3
73
Lampiran 4
Data Penelitian
No Nama Responden
Umur
Ibu Umur Bayi
JK
Bayi
Pendidikan
Ibu BB Bayi TB Bayi
Status
Gizi
1 Siti 29 th 42 bulan 1 4 13 kg 97,5 cm 3
2 Eti 30 th 29 bulan 1 2 11,3 kg 85 cm 3
3 Lili 39 th 42 bulan 2 3 13 kg 95 cm 3
4 Rohayati 33 th 36 bulan 2 2 13 kg 92 cm 3
5 Yaman 30 th 48 bulan 1 3 17 kg 103 cm 3
6 Nurhayati 30 th 32 bulan 2 3 12 kg 87 cm 3
7 Rusyanfina 22 th 2 bulan 2 2 50 kg 56 cm 3
8 Nurul 25 th 12 bulan 2 3 8,0 kg 71,5 cm 3
9 Taryuni 18 th 5 bulan 1 2 8,0 kg 67 cm 3
10 Rina 34 th 53 bulan 2 3 15 kg 103 cm 3
11 Irma 30 th 11 bulan 1 2 8,5 kg 78,5 cm 3
12 Novi 26 th 11 bulan 1 3 8,3 Kg 74 cm 3
13 Kiki 26 th 28 bulan 1 2 8,6 kg 78,5 cm 2
14 Susilawaty 30 th 1 bulan 2 3 3,7 kg 56 cm 3
15 Ella 31 th 12 bulan 2 4 13,5 kg 78,5 cm 2
16 Bunga 23 th 36 bulan 2 3 12 kg 89 cm 3
17 Siti Julaeha 27 th 9 bulan 1 1 8,0 kg 89 cm 3
18 Uun 27 th 10 bulan 2 1 7,5 kg 73 cm 2
19 Uun 27 th 48 bulan 1 1 13 kg 94 cm 2
20 Yustina 21 th 15 bulan 2 3 8,0 kg 72 cm 2
21 Rini 29 th 39 bulan 2 4 14 kg 99 cm 3
22 Faliha 23 th 24 bulan 1 3 11 kg 83 cm 3
23 Tuti 27 th 1 bulan 1 3 4,1 kg 56 cm 3
24 Nunung 37 th 6 bulan 1 1 6,0 kg 65 cm 2
25 Isnawati 30 th 26 bulan 1 3 8,8 kg 83 cm 2
26 Veti 20 th 5 bulan 1 2 6,1 kg 69,5 cm 3
27 Ningsih 26 th 18 bulan 1 1 8,9 kg 87 cm 2
28 Maryani 31 th 8 bulan 1 3 7,1 kg 69 cm 3
29 Atikah 35 th 7 bulan 2 1 4,9 kg 62,5 cm 4
30 Rostiani 27 th 27 bulan 2 3 9,9 kg 84 cm 3
31 Soraya 30 th 29 bulan 2 3 11,8 kg 89 cm 2
32 Feli 23 th 6 bulan 2 2 6,1 kg 67 cm 2
33 Tuti 27 th 21 bulan 1 3 6,3 kg 70,5 cm 4
34 Komariah 40 th 24 bulan 1 2 7,9 kg 76 cm 4
35 Iin 35 th 27 bulan 1 1 8,3 kg 80 cm 4
36 Umi 42 th 10 bulan 1 1 6,7 kg 74 cm 3
37 Nurhayati 34 th 40 bulan 1 3 11,4 kg 89 cm 2
74
38 Fadillah 17 th 2 bulan 2 2 3,9 kg 57 cm 2
39 Titin 35 th 8 bulan 2 1 6,7 kg 74 cm 2
40 Anah 33 th 24 bulan 1 3 9,8 kg 83,5 cm 3
41 Tita 39 th 5 bulan 2 2 6,5 kg 66 cm 3
42 Karimah 26 th 11 bulan 1 4 8,6 kg 77 cm 3
43 Rima 26 th 55 bulan 2 3 16 kg 131 cm 3
44 Dini 23 th 12 bulan 1 3 8,1 kg 75 cm 3
45 Esty 25 th 5 bulan 2 4 5,6 kg 65,5 cm 1
46 Careni 31 th 19 bulan 2 3 7,9 kg 81 cm 1
47 Rohayati 31 th 12 bulan 1 3 6,2 kg 71 cm 2
48 Sutinah 45 th 19 bulan 1 3 9,1 kg 78 cm 3
49 Kustirah 51 th 18 bulan 1 1 10,6 kg 82 cm 3
50 Erni 21 th 1 bulan 2 2 4,3 kg 54 cm 3
51 Nuri 21 th 48 bulan 1 2 18 kg 120 cm 3
52 Suharti 29 th 8 bulan 1 1 10,3 kg 71,5 cm 4
53 Dewi 29 th 28 bulan 2 2 8,8 kg 86 cm 2
54 Juleha 40 th 20 bulan 2 1 8,1 kg 75 cm 2
55 Kiki 31 th 30 bulan 2 3 6,7 kg 63 cm 1
56 Ami 40 th 12 bulan 1 3 7,3 kg 69 cm 3
57 Hanipah 22 th 1 bulan 1 3 4,3 kg 58 cm 3
58 Ammi 22 th 24 bulan 1 3 12,5 kg 86 cm 3
59 Yanti 34 th 5 bulan 1 3 8,0 kg 67 cm 3
60 Imas 25 th 3 bulan 2 2 5,5 kg 61 cm 3
61 Ropiah 30 th 18 bulan 1 1 9,5 kg 77 cm 3
62 Dewi 30 th 30 bulan 1 2 12 kg 88 cm 3
63 Desi 23 th 9 bulan 2 3 8,2 kg 72 cm 3
64 Junaeni 32 th 9 bulan 2 2 8 kg 72 cm 3
65 Saripah 26 th 7 bulan 1 2 7,0 kg 69 cm 3
66 Saripah 26 th 42 bulan 2 2 13,2 kg 93 cm 3
67 Ropina 31 th 6 bulan 1 1 6,4 kg 66 cm 3
68 Enny 30 th 49 bulan 1 1 12,5 kg 95,5 cm 3
69 Neni 26th 24 bulan 2 2 11,5 kg 85,5 cm 3
70 Tini 31 th 7 bulan 1 1 7,1 kg 69 cm 3
71 Uni 33 th 44 bulan 1 1 19 kg 94 cm 4
72 Aminah 38 th 2 bulan 2 1 6,5 kg 62 cm 3
73 Isakia 30 th 48 bulan 2 1 12 kg 130 cm 2
74 Luki 32 th 13 bulan 2 4 8,9 kg 81 cm 3
75 Nurlela 35 th 13 bulan 2 3 8,8 kg 77 cm 3
76 Laila 33 th 48 bulan 2 3 17 kg 107 cm 3
77 Halina 38 th 24 bulan 2 1 12,3 kg 87 cm 3
78 Siti Maryam 42 th 28 bulan 2 2 15,5 kg 134 cm 3
79 Erika 22 th 6 bulan 1 4 7,6 kg 69 cm 3
80 Wiwin 18 th 12 bulan 2 2 9,2 kg 91 cm 3
75
Lampiran 5
Usia Ibu (Tahun)
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 17 1 1.2 1.2 1.2
18 2 2.5 2.5 3.8
20 1 1.2 1.2 5.0
21 3 3.8 3.8 8.8
22 4 5.0 5.0 13.8
23 5 6.2 6.2 20.0
25 3 3.8 3.8 23.8
26 8 10.0 10.0 33.8
27 6 7.5 7.5 41.2
29 4 5.0 5.0 46.2
30 11 13.8 13.8 60.0
31 7 8.8 8.8 68.8
32 2 2.5 2.5 71.2
33 4 5.0 5.0 76.2
34 3 3.8 3.8 80.0
35 4 5.0 5.0 85.0
37 1 1.2 1.2 86.2
38 2 2.5 2.5 88.8
39 2 2.5 2.5 91.2
40 3 3.8 3.8 95.0
42 2 2.5 2.5 97.5
45 1 1.2 1.2 98.8
51 1 1.2 1.2 100.0
Total 80 100.0 100.0
Pendidikan Formal Ibu
76
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid SD 6 7.5 7.5 7.5
SMP 29 36.2 36.2 43.8
SMA 35 43.8 43.8 87.5
S1 10 12.5 12.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Usia balita
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0-12 bulan 35 43.8 43.8 43.8
13-24 bulan 17 21.2 21.2 65.0
25-36 bulan 15 18.8 18.8 83.8
37-48 bulan 10 12.5 12.5 96.2
49-60 bulan 3 3.8 3.8 100.0
Total 80 100.0 100.0
Jenis Kelamin Balita
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Perempuan 41 51.2 51.2 51.2
Laki-laki 39 48.8 48.8 100.0
Total 80 100.0 100.0
BB Balita ( kg )
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 3 2 2.5 2.5 2.5
77
4 4 5.0 5.0 7.5
5 2 2.5 2.5 10.0
6 11 13.8 13.8 23.8
7 8 10.0 10.0 33.8
8 19 23.8 23.8 57.5
9 5 6.2 6.2 63.8
10 2 2.5 2.5 66.2
11 5 6.2 6.2 72.5
12 7 8.8 8.8 81.2
13 6 7.5 7.5 88.8
14 1 1.2 1.2 90.0
15 2 2.5 2.5 92.5
16 1 1.2 1.2 93.8
17 2 2.5 2.5 96.2
18 1 1.2 1.2 97.5
19 1 1.2 1.2 98.8
50 1 1.2 1.2 100.0
Total 80 100.0 100.0
TB Balita ( cm )
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 54 1 1.2 1.2 1.2
56 3 3.8 3.8 5.0
57 1 1.2 1.2 6.2
58 1 1.2 1.2 7.5
61 1 1.2 1.2 8.8
62 2 2.5 2.5 11.2
63 1 1.2 1.2 12.5
65 2 2.5 2.5 15.0
66 2 2.5 2.5 17.5
78
67 3 3.8 3.8 21.2
69 6 7.5 7.5 28.8
70 1 1.2 1.2 30.0
71 3 3.8 3.8 33.8
72 3 3.8 3.8 37.5
73 1 1.2 1.2 38.8
74 3 3.8 3.8 42.5
75 2 2.5 2.5 45.0
76 1 1.2 1.2 46.2
77 3 3.8 3.8 50.0
78 4 5.0 5.0 55.0
80 1 1.2 1.2 56.2
81 2 2.5 2.5 58.8
82 1 1.2 1.2 60.0
83 3 3.8 3.8 63.8
84 1 1.2 1.2 65.0
85 2 2.5 2.5 67.5
86 2 2.5 2.5 70.0
87 3 3.8 3.8 73.8
88 1 1.2 1.2 75.0
89 4 5.0 5.0 80.0
91 1 1.2 1.2 81.2
92 1 1.2 1.2 82.5
93 1 1.2 1.2 83.8
94 2 2.5 2.5 86.2
95 2 2.5 2.5 88.8
97 1 1.2 1.2 90.0
99 1 1.2 1.2 91.2
103 2 2.5 2.5 93.8
107 1 1.2 1.2 95.0
120 1 1.2 1.2 96.2
79
130 1 1.2 1.2 97.5
131 1 1.2 1.2 98.8
134 1 1.2 1.2 100.0
Total 80 100.0 100.0
Pengetahuan Ibu Tentang Status Gizi
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang 15 18.8 18.8 18.8
Cukup 36 45.0 45.0 63.8
Baik 29 36.2 36.2 100.0
Total 80 100.0 100.0
Pengetahuan Ibu Tentang Konsumsi Makanan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Kurang 7 8.8 8.8 8.8
Cukup 34 42.5 42.5 51.2
Baik 35 43.8 43.8 95.0
Sangat Baik 4 5.0 5.0 100.0
Total 80 100.0 100.0
80
81
Status Gizi Bayi 0-5 Tahun
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Gizi Buruk 5 6.2 6.2 6.2
Gizi Kurang 19 23.8 23.8 30.0
Gizi Baik 54 67.5 67.5 97.5
Gizi Lebih 2 2.5 2.5 100.0
Total 80 100.0 100.0
Case Processing Summary
Cases
82
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Pendidikan Formal Ibu *
Status Gizi Bayi 0-5 Tahun
80 100.0% 0 .0% 80 100.0%
Pendidikan Formal Ibu * Status Gizi Bayi 0-5 Tahun Crosstabulation
Count
Status Gizi Bayi 0-5 Tahun
Total
Gizi Buruk Gizi Kurang Gizi Baik Gizi Lebih
Pendidikan Formal Ibu SD 2 3 1 0 6
SMP 2 12 14 1 29
SMA 1 3 30 1 35
S1 0 1 8 1 10
Total 5 19 53 3 80
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Pearson Chi-Square 25.333
a
9 .003
Likelihood Ratio 23.571 9 .005
Linear-by-Linear Association 16.540 1 .000
N of Valid Cases 80
a. 11 cells (68,8%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is ,23.
83
Lampiran 6
Dokumentasi Penelitian
Mewawancarai Responden
Mewawancarai responden
84
Mengukur Tinggi Badan Balita
Mengukur Berat Badan Balita