Jose Assenco/stock.xchng Tidur di satu tempat dengan hewan peliharaan bisa picu penyakit.
Penelitian yang dilakukan di California, AS, menemukan kasus-kasus infeksi yang disebabkan oleh perilaku yang terlalu akrab dengan hewan peliharaan. Meski kasus tersebut tidak berlaku umum, namun aktivitas seperti tidur bersama, mencium atau dijilat hewan kesayangan bisa membuat manusia jatuh sakit.
Dari 1415 patogen yang bisa memengaruhi manusia, 61% di antaranya ditransfer dari hewan ke manusia. Inilah yang membuka kemungkinan infeksi penyakit yang ditularkan hewan ke manusia. Selain melalui kontak langsung dengan hewan, penularan bisa terjadi melalui udara dan makanan.
Bruno Chomel, profesor di School of Veterinary Medicine at the University of California, Davis, melakukan penelitian tersebut karena di banyak negara, hewan peliharaan sering membantu pengasuhan anak. "Bahkan penggunaannya cenderung melampaui batas," kata Bruno.
"Menurut saya, keberadaan hewan peliharaan di lingkungan tempat tinggal memang baik. Namun mereka tidak seharusnya ada di tempat tidur," ujar Bruno.
Kuman yang ditransfer dari hewan ke manusia kerap menjadi penyebab menyebarnya wabah dengan infeksi MRSA (Methicillin-Resistant Staphylococcus aureus). MRSA adalah infeksi bakteri yang berasal dari hewan bertaring tajam dan berbagai jenis cacing parasit dari hewan peliharaan yang penuh kutu. Bakteri ini pada umumnya tahan terhadap antibiotik.
Oleh karena itu, berdasarkan penelitian, Profesor Bruno menyarankan untuk menghindari tidur bersama hewan peliharaan. Kontak langsung, seperti ciuman juga sebaiknya dikurangi. Bagian tubuh mana pun yang dijilat oleh hewan peliharaan Anda, khususnya di tempat luka terbuka, harus segera dicuci dengan menggunakan air dan sabun. Hewan peliharaan harus diperiksakan ke dokter hewan secara teratur untuk memastikan hewan bebas kutu dan tidak cacingan. (Sumber: Live Science, Wikipedia) (Agung Dwi Cahyadi)
Nipah virus menyebabkan penyakit parah yang ditandai dengan peradangan pada otak (ensefalitis) dan sering di kenal dengan penyakit pernapasan. Virus Nipah dapat menular dari hewan ke manusia, dan juga dapat menular langsung dari manusia ke manusia. Di Bangladesh, setengah dari kasus yang dilaporkan antara 2001 dan 2008 adalah penularan yang terjadi dari manusia ke manusia. Virus Nipah dapat menyebabkan penyakit yang parah pada hewan domestik seperti babi. Tidak ada pengobatan atau vaksin baik untuk manusia ataupun hewan. Kelelawar buah dari family Pteropodidae adalah hospes alami dari virus Nipah. Virus Nipah yang mewabah menyebabkan kepanikan di negara jiran Malaysia pada tahun 1999 dengan memporak- poranda industri peternakan babi. Virus Nipah tergolong famili Paramyxoviridae. Inang alami dari virus ini adalah kelelawar buah. Virus ini dapat menginfeksi hewan lain dan menyebabkan penyakit. Transmisi antar spesies dari virus ini terjadi akibat adanya kontak langsung dengan jaringan dan cairan tubuh hewan yang terinfeksi. Klasifikasi virus nipah adalah sebagai berikut : Grup : Grup V Ordo : Mononegavirales Family : Paramyxoviridae Genus : Henipavirus Type species : Hendravirus Species : Nipah virus
(Hospes alami) Virus yang menyerang saluran pernafasan babi ini ditransmisikan melalui udara dan dapat menginfeksi manusia. Beberapa penelitian mengindikasi bahwa beberapa dekade yang lalu, virus ini ada pada kelelawar buah dalam bentuk inaktif. Namun, karena adanya perusakan habitat, perubahan iklim serta perkembangan dan perluasan industri pertanian, maka virus ini menjadi aktif dan menginfeksi spesies lain. Antibodi terhadap virus ini ditemukan pada babi. Beberapa kasus menunjukkan gejala sub-klinis. Pada kasus klinis, gejala dari infeksi virus Nipah menyerupai influenza, disertai demam tinggi dan nyeri otot. Infeksi virus ini dapat berlanjut menjadi peradangan pada otak (encephalitis) dengan disertai kepusingan, disorientasi, konvulsi dan koma. Sebanyak 50% kasus infeksi klinis berakhir dengan kematian (WHO Media Center 2001). Kasus pandemi Nipah Virus di Malaysia pada September 1998 hingga April 1999 menyebabkan infeksi pada sebanyak 265 manusia dimana 105 diantaranya berakhir dengan kematian. Sebanyak 93% dari kasus zoonosis Nipah Virus terjadi pada pekerja yang berhubungan dengan babi dan hasil produksinya.
NIPAH VIRUS PADA HEWAN
Hospes alami Nipah virus pertama kali dikenal pada tahun 1999 yang mewabah di kalangan petani babi di Malaysia. Sejak itu telah ada 12 wabah lain di Asia Selatan. Kelelawar Buah dari family Pteropodidae khususnya spesies yang termasuk dalam genus Pteropus adalah host alami untuk Nipah virus. Diasumsikan bahwa distribusi geografis Henipaviruses tumpang tindih dengan kategori Pteropus. Hipotesis ini diperkuat dengan bukti infeksi Henipavirus pada kelelawar Pteropus dari Australia, Bangladesh, Kamboja, Cina, India, Indonesia, Madagaskar, Malaysia, Papua New Guinea, Thailand dan Timor-Leste.
Gambar : kelelawar buah keluarga Pteropodidae
Baru-baru ini, kelelawar buah Afrika yaitu genus eidolon, family Pteropodidae, ditemukan positif terhadap antibodi virus Nipah dan Hendra. Hal ini menunjukkan bahwa virus ini mungkin terdistribusi secara geografis dari kelelawar Pteropodidae di Afrika.
Gejala klinis pada hewan Wabah Nipah pada babi dan binatang domestik lainnya (kuda, kambing, domba, kucing dan anjing) pertama kali dilaporkan di Malaysia awal tahun 1999. Banyak babi tidak menunjukkan gejala klinis, tetapi ada diantaranya yang terlihat mengalami demam akut, nafas tersengal-sengal, dan gejala neurologis seperti gemetar dan kejang otot. Umumnya, kematian rendah kecuali pada anak babi muda. Gejala-gejala ini tidak jauh berbeda dari penyakit pernapasan dan neurologis lainnya. Nipah harus dicurigai jika babi juga memiliki batuk menggorok yang tidak biasa. Nipah virus sangat menular pada babi. Infeksi pada babi dapat berlangsung 4-14 hari.
Pengendalian pada hewan domestik Tidak ada vaksin untuk melawan virus Nipah. Desinfeksi rutin pada peternakan babi (dengan hypochorite natrium atau deterjen lainnya) diharapkan efektif dalam mencegah infeksi. Jika diduga ada wabah, lokasi hewan terinfeksi harus segera diisolasi. Pemusnahan hewan yang terinfeksi harus diawasi dengan ketat baik melalui penguburan atau pembakaran. Hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko penularan ke orang. Penularan penyakit dapat dilakukan dengan membatasi atau melarang lalu lintas hewan dari peternakan yang terinfeksi ke daerah lain. NIPAH VIRUS PADA MANUSIA Transmisi ke manusia Pada awal wabah di Malaysia dan Singapura, sebagian besar infeksi pada manusia berasal dari kontak langsung dengan babi yang sakit atau bagian jaringan yang terkontaminasi. Penularan diduga terjadi melalui droplet pernafasan, kontak dengan sekret tenggorokan atau hidung dari babi, atau kontak dengan jaringan dari hewan yang sakit. Sumber infeksi yang paling mungkin terjadi pada saat wabah di Bangladesh dan India adalah melalui konsumsi buah-buahan atau produk buah (misalnya jus kurma mentah) yang terkontaminasi dengan urin atau air liur dari kelelawar buah yang terinfeksi. Setelah kejadian wabah di Bangladesh dan India, Nipah virus menyebar secara langsung dari manusia ke manusia melalui kontak langsung dengan orang terinfeksi melalui sekresi dan ekskresi. Virus yang menyerang saluran pernafasan babi ditransmisikan melalui udara dan menginfeksi manusia. Beberapa penelitian mengindikasi bahwa beberapa dekade yang lalu, virus ini berada pada kelelawar buah dalam bentuk inaktif. Namun, karena adanya perusakan habitat, perubahan iklim serta perkembangan dan perluasan industri pertanian, maka virus ini menjadi aktif dan menginfeksi spesies lain. 1. 1. Gejala klinis Manusia yang infeksi penyakit ini mempunyai sifat infeksi yang asimptomatik sampai yang berat yaitu ensefalitis . Gejala awal pada orang yang terinfeksi adalah mengalami gejala flu seperti demam, sakit kepala, mialgia (nyeri otot), muntah dan sakit tenggorokan. Hal ini dapat berlanjut dengan diikuti tanda- tanda pusing, mengantuk, kesadaran berubah, dan tanda-tanda neurologis yang menunjukkan ensefalitis akut. Beberapa orang juga dapat mengalami atypical pneumonia dan gangguan pernafasan akut. Ensefalitis dan kejang terjadi pada kasus yang berat, terus berkembang menjadi koma dalam waktu 24 hingga 48 jam. Masa inkubasi (interval dari infeksi sampai timbulnya gejala) bervariasi dari 4 sampai dengan 45 hari. Kebanyakan orang yang bertahan hidup dari ensefalitis akut dapat pulih kembali, namun sekitar 20% masih mengalami konsekuensi tanda neurologis seperti kejang persisten dan perubahan kepribadian. Sejumlah kecil orang yang sembuh kemudian kambuh lagi dan dapat mengalami ensefalitis lebih lanjut (lebih parah). Disfungsi neurologis persisten dapat terjadi pada lebih dari 15% orang dalam jangka waktu yang lama. Tingkat fatalitas kasus diperkirakan mencapai 40% sampai 75%, tergantung pada kemampuan virus menginfeksi . 2. Diagnosa Infeksi Nipah virus dapat didiagnosis melalui sejumlah tes yang berbeda, yaitu: serum netralisasi immunosorbent assay enzyme-linked (ELISA) polymerase chain reaction (PCR) assay isolasi virus dengan kultur sel. 3. Pengobatan Saat ini tidak ada obat atau vaksin yang tersedia untuk mengobati infeksi virus Nipah. Perawatan intensif didukung dengan pengobatan pada gejala yang timbul adalah merupakan langkah utama dalam mengurangi infeksi pada manusia. 4. Cara mengurangi risiko infeksi pada orang Di karenakan belum tersedianya vaksin pada manusia maka satu-satunya cara untuk mengurangi infeksi adalah dengan meningkatkan kesadaran tentang faktor-faktor risiko dan memberikan sosialisasi dalam upaya mengurangi resiko terpapar oleh virus tersebut. Diantaranya: Mengurangi risiko penularan dari kelelawar ke manusia. Upaya untuk mencegah penularan pertama- tama harus berfokus pada penurunan akses kelelawar Mengurangi risiko penularan dari manusia ke manusia. Tutup kontak fisik dengan orang yang terinfeksi virus Nipah. Sarung tangan dan alat pelindung harus digunakan ketika merawat orang sakit. mencuci tangan secara teratur harus dilakukan setelah merawat atau mengunjungi orang sakit. Mengurangi risiko penularan dari hewan ke manusia. Sarung tangan dan pakaian pelindung lainnya harus dipakai selama menangani binatang yang sakit/ menghndari kontak dengan jaringan hewan pada saat nekropsi atau saat melakukan pemusnahan.