Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Sebagai perawat atau ners materi yang sangat penting dan menentukan adalah memahami konsep
caring, mampu menanamkan dalam hati, disirami, dipupuk untuk mampu memperlihatkan
kemampuan soft skill sebagai perawat yaitu empati, bertanggung jawab dan tanggung gugat serta
mampu belajar seumur hidup. Semua itu akan berhasil dicapai oleh perawat kalau mereka mampu
memahami apa itu caring. Saat ini, caring adalah isu besar dalam profesionalisme keperawatan.
Mata ajaran ini mendeskripsikan tentang keperawatan dasar dimana perawat akan mendalami
konsep sebagai dasar ilmu keperawatan. Diharapkan perawat mampu memahami tentang
pentingnya perilaku caring sebagai dasar yang harus dikuasai oleh perawat atau ners. Humanisme
adalah upaya mengimplementasikan sikap dan tindakan yang sesuai prinsip-prinsip penghargaan
dan penghormatan nilai - nilai kemanusiaan yang meliputi segala aspek kehidupan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimanakah konsep caring?
2. Jelaskan definisi holisme menurut Erickson, Tomlin dan Swain?
3. Jelaskan humanisme menurut teori Maslow, teori pembelajaran humanistik dan Rogers (person
centered theory)?

C. TUJUAN
1. Menjelaskan konsep caring.
2. Menjelaskan definisi holisme menurut Erickson, Tomlin dan Swain.
3. Menjelaskan humanisme menurut teori Maslow, teori pembelajaran humanistik dan Rogers
(person centered theory).

BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP CARING
1. Pengertian Caring
Konsep caring :


a. Focus
b. Empatik
c. Altrustic (ketulusan hati)


Caring secara umum dapat diartikan suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain,
pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau
menyayangi.
Caring adalah sentral untuk praktik keperawatan karena caring merupakan suatu cara pendekatan
yang dinamis, dimana perawat bekerja untuk lebih meningkatkan kepeduliannya kepada klien.
Caring merupakan fenomena universal yang berkaitan dengan cara seseorang berpikir, berperasaan
dan bersikap ketika berhubungan dengan orang lain.
Human care merupakan hal yang mendasar dalam teori caring. Menurut Pasquali dan Arnold (1989)
serta Watson (1979), Human Care terdiri dari upaya untuk melindungi, meningkatkan, menjaga atau
mengabdikan rasa kemanusiaan dengan membantu orang lain mencari arti dalam sakit, penderitaan
dan keberadaannya serta membantu orang lain untuk meningkatkan pengetahuan dan pengendalian
diri.
Banyak ahli keperawatan yang mengungkapkan mengenai teori caring antara lain sebabai berikut :
a. Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Care, bahwa caring sebagai jenis
hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan
dan melindungi pasien sebagai manusia, dengan demikian mempengaruhi kesanggupan pasien
untuk sembuh.
b. Mayehoff memandang caring sebagai suatu proses yang berorientasi pada tujuan membantu
orang lain bertumbuh dan mengaktualisasikan diri. Mayehoff juga memperkenalkan sifat -sifat
caring seperti sabar, jujur dan rendah hati.
c. Sobel mendefinisikan caring sebagai suatu rasa peduli, hormat dan menghargai orang lain.
Artinya memberi perhatian dan mempelajari kesukaan - kesukaan seseorang dan bagaimana
seseorang berpikir, bertindak dan berperasaan. Caring sebagai suatu moral imperative (bentuk
moral) sehingga perawat harus terdiri dari orang - orang bermoral baik dan memiliki kepedulian
terhadap kesehatan pasien yang mempertahankan martabat dan menghargai pasien sebagai
seorang manusia, bukan malah melakukan tindakan amoral pada saat melakukan tugas
pendampingan perawatan. Caring juga sebagai suatu affect yang digambarkan sebagai suatu emosi,
perasaan belas kasih atau empati terhadap pasien yang mendorong perawat untuk memberikan
asuhan keperawatan bagi pasien. Dengan demikian, perasaan tersebut harus ada dalam diri setiap
perawat supaya mereka bisa merawat pasien .
d. Marriner dan Tomey (1994) menyatakan caring merupakan pengetahuan kemanusiaan, inti dari
praktik keperawatan yang bersifat etik dan filosofikal. Caring bukan semata - mata perilaku. Caring
adalah cara yang memiliki makna dan memotivasi tindakan. Caring juga didefinisikan sebagai
tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan memperhatikan emosi sambil meningkatkan
rasa aman dan keselamatan klien (Carruth etall, 1999). Sikap caring diberikan melalui kejujuran,
kepercayaan dan niat baik. Caring menolong klien meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik,
psikologis, spiritual dan sosial. Bersikap caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari
berbagai lingkungan merupakan esensi keperawatan. Dalam memberikan asuhan, perawat
menggunakan keahlian, kata - kata yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu
berada disamping klien dan bersikap caring sebagai media pemberi asuhan (Curruth, Steele, Moffet,
Rehmeyer, Cooper dan Burroughs, 1999).
Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun tidak dapat diperintah untuk memberikan
asuhan dengan menggunakan spirit caring. Spirit caring harus tumbuh dari dalam diri perawat dan
berasal dari hati perawat yang terdalam serta bukan hanya memperlihatkan apa yang dikerjakan
perawat bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan siapa dia. Oleh karena itu, setiap perawat
dapat memperlihatkan cara yang berbeda ketika memberikan asuhan kepada klien .
e. Griffin (1983) membagi konsep caring kedalam dua domain utama yaitu sikap dan emosi
perawat, sementara konsep caring yang lain terfokus pada aktivitas yang dilakukan perawat saat
melaksanakan fungsi keperawatannya. Griffin menggambarkan caring dalam keperawatan sebagai
sebuah proses interpersonal esensial yang mengharuskan perawat melakukan aktivitas peran
spesifik dalam sebuah cara dengan menyampaikan ekspresi emosi - emosi tertentu kepada resepien.
Aktivitas tersebut menurut Griffin meliputi membantu, menolong dan melayani orang yang
mempunyai kebutuhan khusus. Proses ini dipengaruhi oleh hubungan antara perawat dengan
pasien.
f. Lydia Hall mengemukakan perpaduan tiga aspek dalam teorinya. Sebagai seorang perawat,
kemampuan care, core dan cure harus dipadukan secara seimbang sehingga menghasilkan ASKEP
yang optimal untuk klien. Care merupakan komponen penting yang berasal dari naluri seorang ibu.
Core merupakan dasar dari ilmu sosial yang terdiri dari kemampuan terapeutik dan kemampuan
bekerja sama dengan tenaga kesehatan lain. Sedangkan cure merupakan dasar dari ilmu patologi
dan terapeutik.
Konsep caring menurut Watson
a. Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktikkan secara interpersonal.
b. Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi
kebutuhan manusia atau klien.
c. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga.
d. Caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja namun juga
mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya.
e. Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan dan
mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
f. Caring lebih kompleks dari pada curing. Praktik caring memadukan antara pengetahuan biofisik
dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat
kesehatan dan membantu klien yang sakit.
g. Caring merupakan inti dari keperawatan (Julia,1995).
Watson (1988) dan George (1990) mendefenisikan caring lebih dari sebuah Exisestensial Philosophy,
ia memandang sebagai dasar spiritual, baginya caring adalah ideal moral dari keperawatan. Manusia
akan eksistensi bila dimensi spritualnya meningkat ditunjukkan dengan penerimaan diri, tingkat
kesadaran diri yang tinggi, kekuatan dari dalam diri dan intuitif. Caring sebagai esensi dari
keperawatan berarti juga pertanggungjawaban hubungan antara perawat - klien, dimana perawat
membantu memperoleh pengetahuan dan meningkatkan kesehatan.
Theory of Human Caring (Watson), mempertegas jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan
antara pemberi dan penerima asuhan untuk meningkatkan dan melindungi pasien sebagai manusia
mempengaruhi kesanggupan pasien untuk sembuh. Jean Watson dalam memahami konsep
keperawatan terkenal dengan Human Caring Theory. Tolak ukur pandangan Watson ini didasari pada
unsur teori kemanusiaan. Jean Watson, 1985 (dalam B. Talento, 1995) membagi kebutuhan dasar
manusia dalam dua peringkat utama, yaitu kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah (lower order
needs) dan kebutuhan yang tingkatnya lebih tinggi (higher order needs).
Pemenuhan kebutuhan yang tingkatnya lebih rendah tidak selalu membantu upaya kompleks
manusia untuk mencapai aktualisasi diri. Tiap kebutuhan dipandang dalam konteksnya terhadap
kebutuhan lain dan semuanya dianggap penting. Kebutuhan manusia yang saling berhubungan
diantaranya kebutuhan dasar biofisikal (kebutuhan untuk hidup meliputi makanan dan cairan,
eliminasi, ventilasi, psikofisikal. Kebutuhan fungsional meliputi aktivitas dan istirahat, seksualitas.
Kebutuhan psikososial (kebutuhan untuk integrasi) meliputi kebutuhan intrapersonal dan
interpersonal (kebutuhan aktualisasi diri).
Berdasarkan kebutuhan tersebut, Jean Watson memahami bahwa manusia adalah makhluk
sempurna yang memiliki berbagai macam ragam perbedaan, sehingga dalam upaya mencapai
kesehatan, manusia seharusnya dalam keadaan sejahtera baik fisik, mental dan spiritual, karena
sejahtera merupakan keharmonisan antara pikiran, badan dan jiwa sehingga untuk mencapai
keadaan tersebut keperawatan harus berperan dalam meningkatkan status kesehatan, mencegah
terjadinya penyakit, mengobati berbagai penyakit serta penyembuhan kesehatan.
Watson juga menekankan dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor karatif yang berasal
dari perpaduan nilai - nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar. Faktor karatif membantu
perawat untuk menghargai manusia dari dimensi pekerjaan perawat, kehidupan dan dari
pengalaman nyata berinteraksi dengan orang lain sehingga tercapai kepuasan dalam melayani dan
membantu klien.
2. Grand Theory Menurut Jean Watson
a. Carrative Factor
1) Nilai - Nilai Kemanusiaan dan Altruistik (kasih sayang) (Humanistic - Altruistic System Value)
Humanistik adalah aspek yang diberikan berdasarkan nilai - nilai kemanusiaan dan pasien harus
dapat mementingkan kepentingan pasien dari pada kepentingan diri sendiri. Perawat menumbuhkan
rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu, perawat juga
memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien.
2) Keyakinan dan Harapan (Faith and Hope)
Dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan ASKEP yang holistik. Di samping itu, perawat
meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan. Agar dapat muncul nilai -nilai
kepedulian, alternatifnya adalah tindakan. Contohnya, memberi saran untuk minum obat herbal
dengan meyakinkan si pasien akan cepat sembuh.
3) Peka Kepada Diri Sendiri dan Orang Lain (Sensitivity to self and others)
Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih
sensitif, murni dan bersikap wajar pada orang lain.
4) Membantu Menumbuhkan Kepercayaaan dan Membuat Hubungan dalam Perawatan Secara
Manusiawi
Perawat memberikan informasi dengan jujur dan memperlihatkan sikap empati yaitu turut
merasakan apa yang dialami klien. Sehingga karakter yang diperlukan dalam faktor ini antara lain
adalah kongruen (harmonis, jujur, terbuka, apa adanya), empati (berusaha merasakan apa yang klien
rasakan, tetapi tidak tenggelam situasi pada saat itu) dan kehangatan.
5) Pengekspresian Perasaan Positif dan Negatif
Perawat memberikan waktunya dengan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien.
(menggunakan pertanyaan apa?).
Contoh : apa yang kamu rasakan.
6) Proses Pemecahan Masalah Perawatan Secara Kreatif (Creative problem solving caring
process)
Perawat menggunakan metoda proses keperawatan sebagai pola pikir dan pendekatan asuhan
kepada klien. Memberikan berbagai cara kepada klien.
7) Pembelajaran Secara Transpersonal (transpersonal teaching learning)
Memberikan asuhan mandiri, menetapkan kebutuhan personal dan memberikan kesempatan untuk
pertumbuhan personal klien. Memberikan informasi kepada pasien yang kita punya.
8) Dukungan, Perlindungan, Perbaikan Fisik, Mental, Sosial dan Spiritual
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien terhadap kesehatan dan
kondisi penyakit klien.
9) Bantuan Kepada Kebutuhan Manusia (Human needs assistance)
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif diri dan klien. Pemenuhan kebutuhan paling
dasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat selanjutnya.
10) Eksistensi (keberadaan) Fenomena(peristiwa) Kekuatan Spiritual
Kejadian kejadian menyangkut spiritual. Kadang kadang seorang klien perlu dihadapkan pada
pengalaman atau pemikiran yang bersifat profokatif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan
pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri (Julia, 1995).
Kesepuluh faktor karatif di atas perlu selalu dilakukan oleh perawat agar semua aspek dalam diri
klien dapat tertangani sehingga asuhan keperawatan profesional dan bermutu dapat diwujudkan.
Selain itu, melalui penerapan faktor karatif ini perawat juga dapat belajar untuk lebih memahami diri
sebelum memahami orang lain (Nurahmah, 2006).
Dari 10 faktor karatif diatas, caring dalam keperawatan menyangkut upaya memperlakukan klien
secara manusiawi dan utuh sebagai manusia lainnya (Watson,1985). Ini berkenaan dengan proses
humanistis dalam menentukan kondisi terpenuhi tidaknya kebutuhan dasar manusia yang
melakukan upaya pemenuhannya melalui berbagai bentuk intervensi bukan hanya berupa
kemampuan teknis, tetapi disertai warmth, kindness, compassion.
Watson kemudian memperkenalkan Clinical Caritas Process (CCP) untuk menempatkan faktor
karatifnya, yang berasal dari bahasa Yunani cherish berarti memberi cinta dan perhatian khusus.
Jadi, CCP adalah suatu praktik perawatan dengan sepenuh hati, kesadaran dan cinta yang
dianggapnya lebih cocok dengan ide - ide serta arah perkembangan teorinya (Watson,2004).
Clinical Caritas Processa terdiri dari :
1) Menerapkan perilaku yang penuh kasih sayang, kebaikan dan ketenangan dalam konteks
kesadaran terhadap caring.
2) Hadir dengan sepenuhnya, mewujudkan, mempertahankan sistem kepercayaan yang dalam
dan dunia kehidupan subjektif dari dirinya serta orang dirawat.
3) Memberikan perhatian terhadap praktik - praktik spiritual dan transpersonal diri orang lain,
melebihi ego dirinya.
4) Mengembangkan dan mempertahankan suatu hubungan caring sebenarnya yang saling bantu
dan percaya.
5) Hadir untuk menampung dan mendukung ekspresi perasaan positif dan negatif sebagai suatu
hubungan dengan semangat dalam dari diri sendiri serta orang yang dirawat.
6) Menggunakan diri sendiri dan semua cara yang diketahui secara kreatif sebagai bangian dari
proses caring untuk terlibat dalam penerapan caring - healing yang artistic.
7) Terlibat dalam pengalaman belajar mengajar sebenarnya yang mengakui keutuhan diri orang
lain dan berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain.
8) Menciptakan lingkungan healing pada seluruh tingkatan, baik fisik maupun nonfisik, lingkungan
yang kompleks dari energi dan kesadaran, memiliki keholistikan, keindahan, kenyamanan, martabat
dan kedamaian.
9) Membantu terpenuhinya kebutuhan dasar dengan kesadaran caring penuh, memberikan
human care essentials, memunculkan penyesuaian jiwa, raga dan pikiran, keholistikan, kesatuan diri
dalam seluruh aspek care dengan melibatkan jiwa dan keberadaan secara spiritual.
10) Menelaah dan menghargai misteri spiritual, dimensi eksistensial dari kehidupan serta kematian
seseorang, soul care bagi diri sendiri juga orang yang dirawat.
b. Transpersonal Caring Relationship
Menurut Watson (1999), transpersonal caring relationship berkarakteristikkan hubungan khusus
manusia tergantung pada moral perawat berkomitmen, melindungi dan meningkatkan martabat
manusia seperti dirinya atau lebih tinggi dari dirinya. Perawat merawat dengan kesadaran yang
dikomunikasikan untuk melestarikan dan menghargai spiritual. Oleh karena itu, tidak
memperlakukan seseorang sebagai sebuah objek.
Perawat sadar bahwa mempunyai hubungan dan potensi untuk menyembuhkan. Hubungan ini
menjelaskan bagaimana perawat telah melampaui penilain secara objektif, menunjukkan perhatian
kepada subjektifitas seseorang dan lebih mendalami situasi kesehatan diri mereka sendiri.
Kesadaran perawat menjadi perhatian penting untuk berkelanjutan dan pemahaman terhadap
persepsi orang lain. Pendekatan ini melihat keunikan dari kedua belah pihak yaitu perawat - pasien
dan hubungan saling menguntungkan antara dua individu menjadi dasar dari suatu hubungan. Oleh
karena itu, yang merawat dan di rawat keduanya terhubung dalam mencari makna dan kesatuan
serta mungkin mampu merasakan penderitaan pasien. Istilah transpersonal berarti pergi keluar dari
diri sendiri dan memungkinkan untuk menggapai kedalaman spiritual dalam meningkatkan
kenyamanan dan penyembuhan pasien. Pada akhirnya, tujuan dari transpersonal caring relationship
adalah berkaitan dengan melindungi, meningkatkan, mempertahankan martabat, kemanusiaan,
kesatuan dan keselarasan batin.
c. Caring Occation Moment
Menurut Watson (1988, 1999), Caring Occation Moment adalah kesempatan mengenai tempat,
waktu saat perawat dan orang lain datang pada saat human caring dilaksanakan serta dari keduanya
dengan fenomena tempat unik mempunyai kesempatan secara bersama datang dalam moment
interaksi human to human. Bagi Watson (1988, 1999), bidang luar biasa sesuai dengan kerangka
refensi seseorang atau perasaan - perasaan yang dialami seseorang, sensasi tubuh, pikiran atau
kepercayaan spiritual, tujuan - tujuan, harapan - harapan pertimbangan dari lingkungan, arti
persepsi seseorang kesemuanya berdasar pada pengalaman hidup yang dialami seseorang sekarang
atau masa yang akan datang. Watson (1999) menekankan bahwa perawat dalam hal ini sebagai care
giver juga perlu memahami kesadaran dan kehadiranya dalam momen merawat dengan pasiennya.
Lebih lanjut dari kedua belah pihak perawat maupun yang dirawat dapat dipengaruhi oleh
perawatan dan tindakan yang dilakukan keduanya, dengan demikian akan menjadi bagian dari
pengalaman hidupnya sendiri. Caring occation bisa menjadi transpersonal jika memungkinkan
adanya semangat dari keduanya (perawat dan pasien) kemudian adanya kesempatan yang
memungkinkan keterbukaan dan kemampuan - kemampuan untuk berkembang (Watson 1999, pp.
116 - 117).
3. Paradigma Keperawatan Menurut Watson
a. Keperawatan
Adalah penerapan art dan human science melalui transaksi transpersonal caring untuk membantu
manusia mencapai keharmonisan pikiran, jiwa dan raga yang menimbulkan self knowlegde, self
control, selfcare dan self healing.
b. Klien
Adalah individu atau kelompok yang mengalami ketidakharmonisan pikiran, jiwa dan raga,
membutuhkan bantuan terhadap pengambilan keputusan tentang kondisi sehat - sakitnya untuk
meningkatkan harmonisasi, self control, pilihan serta self determination.
c. Kesehatan
Adalah kesatuan dan keharmonisan di dalam pikiran, jiwa dan raga antara diri dengan orang lain
serta antara diri dengan lingkungan.
d. Lingkungan
Adalah dimana interaksi transpersonal caring terjadi antara klien dan perawat.
4. Asumsi Dasar Science of Caring
Watson mengidentifikasi banyak asumsi dan beberapa prinsip dasar dari transpersonal caring.
Watson meyakini bahwa jiwa seseorang tidak dapat dibatasi oleh ruang dan waktu.


Ada 7 asumsi tentang Science of Caring antara lain :
a. Caring dapat didemonstrasikan dan dipraktikkan dengan efektif hanya secara interpersonal.
b. Caring terdiri dari carative factors yang menghasilkan kepuasan terhadap kebutuhan manusia
tertentu.
c. Efektif caring meningkatkan kesehatan dan pertumbuhan individu serta keluarga.
d. Respon caring menerima seseorang tidak hanya sebagai dia saat ini, tetapi juga menerima akan
jadi apa dia dikemudian.
e. Lingkungan caring adalah sesuatu yang menawarkan perkembangan dari potensi yang ada dan
disaat bersamaan membiarkan seseorang untuk memilih tindakan terbaik bagi dirinya saat itu.
f. Caring lebih healthogenic daripada curing.
g. Praktik caring merupakan sentral bagi keperawatan.
5. Proses Keperawatan dalam Teori Caring
Watson (1979) menekankan bahwa proses keperawatan memiliki langkah - langkah sama dengan
proses riset ilmiah, karena kedua proses tersebut mencoba untuk menyelesaikan masalah dan
menemukan solusi yang terbaik. Lebih lanjut Watson menggambarkan kedua proses tersebut
sebagai berikut (tulisan yang dimiringkan menandakan proses riset yang terdapat dalam proses
keperawatan):
a. Pengkajian
Meliputi observasi, identifikas dan review masalah menggunakan pengetahuan dari literature yang
dapat diterapkan melibatkan pengetahuan konseptual untuk pembentukan dan konseptualisasi
kerangka kerja yang digunakan untuk memandang dan mengkaji masalah. (Berita Ilmu Keperawatan
ISSN 1979 - 2697, Vol. 1 No.3, September 2008:147-150). Pengkajian juga meliputi pendefinisian
variabel yang akan diteliti dalam memecahkan masalah.
Watson (1979) dalam Julia (1995) menjelaskan kebutuhan yang harus dikaji oleh perawat yaitu :
1) Lower order needs (biophysical needs) yaitu kebutuhan untuk tetap hidup meliputi kebutuhan
nutrisi, cairan, eliminasi dan oksigenisasi.
2) Lower order needs (psychophysical needs) yaitu kebutuhan untuk berfungsi, meliputi
kebutuhan aktifitas, aman, nyaman dan seksualitas.
3) Higher order needs (psychosocial needs) yaitu kebutuhan integritas yang meliputi kebutuhan
akan penghargaan dan berafiliasi.
4) Higher order needs (intrapersonali needs) yaitu kebutuhan untuk aktualisasi diri.
b. Perencanaan
Perencanaan membantu untuk menentukan bagaimana variable -variabel akan diteliti atau diukur,
meliputi suatu pendekatan konseptual atau design untuk memecahan masalah mengacu pada ASKEP
serta meliputi penentuan data apa yang akan dikumpulkan dan pada siapa serta bagaimana data
akan dikumpulkan.
c. Implementasi
Merupakan tindakan langsung dan implementasi dari rencana serta meliputi pengumpulan data.
d. Evaluasi
Merupakan metode dan proses untuk menganalisa data juga untuk meneliti efek dari intervensi
berdasarkan data serta meliputi interpretasi hasil, tingkat dimana suatu tujuan yang positif tercapai
dan apakah hasil tersebut dapat digeneralisasikan.
Jadi, teori caring menurut Watson dapat disimpulkan bahwa adanya keseimbangan antara aspek
jasmani dan spiritual dalam asuhan keperawatan. (Sujana, 2008).
Lima C dari Caring (Roach (1984) :


a. Compassion (Kasih sayang).
b. Competence (Kompetensi).
c. Conscience (Kesadaran).
d. Confidence (Kepercayaan).
e. Commitment (Komitmen).

Dalam mewujudkan ASKEP bermutu diperlukan beberapa komponen yang harus dilaksanakan oleh
tim keperawatan yaitu :
a. Terlihat sikap caring ketika harus memberikan asuhan keperawatan kepada klien.
b. Adanya hubungan perawat - klien yang terapeutik.
c. Kolaborasi dengan anggota tim kesehatan lain.
d. Kemampun dalam memenuhi kebutuhan klien.
e. Kegiatan jaminan mutu (quality assurance).
6. Sikap Caring
ASKEP bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai apabila perawat dapat memperlihatkan
sikap caring kepada klien. Dalam memberikan asuhan, perawat menggunakan keahlian, kata - kata
yang lemah lembut, sentuhan, memberikan harapan, selalu berada disamping klien dan bersikap
caring sebagai media pemberi asuhan.
7. Spirit Caring
Para perawat dapat diminta untuk merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk
memberikan asuhan dengan menggunakan spirit caring. Spirit caring seyogyanya harus tumbuh dari
dalam diri perawat dan berasal dari hati perawat yang terdalam. Spirit caring bukan hanya
memperlihatkan apa yang dikerjakan perawat yang bersifat tindakan fisik, tetapi juga mencerminkan
siapa dia. Oleh karenanya, setiap perawat dapat memperlihatkan cara yang berada ketika
memberikan asuhan kepada klien.
Caring juga didefinisikan sebagai tindakan yang bertujuan memberikan asuhan fisik dan perhatikan
emosi sambil meningkatkan rasa aman dan keselamatan klien (Carruth et all, 1999). Sikap ini
diberikan melalui kejujuran, kepercayaan dan niat baik. Perilaku caring menolong klien
meningkatkan perubahan positif dalam aspek fisik, psikologis, spiritual dan sosial. Diyakini, bersikap
caring untuk klien dan bekerja bersama dengan klien dari berbagai lingkungan merupakan esensi
keperawatan.

8. Karakteristik Caring
Menurut Wolf dan Barnum (1998) :


a. Mendengar dengan perhatian.
b. Memberi rasa nyaman.
c. Berkata jujur.
d. Memiliki kesabaran.
e. Bertanggung jawab.
f. Memberi informasi.
g. Memberi sentuhan.
h. Memajukan sensitifitas.
i. Menunjukan rasa hormat pada klien.
j. Memanggil klien dengan namanya.


Menurut Meyer (1971) komponen utama caring adalah :


a. Pengetahuan.
b. Kesabaran.
c. Kejujuran.
d. Kepercayaan.
e. Kerendahan Hati.
f. Harapan.
g. Keberanian.


Madeleine Leinigner (1991) menyatakan bahwa perawatan manusia adalah intisar keperawatan dan
nyata, dimensi pusat dan koheren yang pada akhirnya menjadi fokus utama kita. Merawat,
menembus dan memelihara jaringan hidup keperawatan. Perawat makin menjadi penulis kreatif
bagi hidupnya sendiri, sebuah kehidupan yang tinggal dalam hubungan dan penghubung serta saling
menghubungkan dengan orang lain. Caring adalah cara keperawatan. Hal ini bagaimana pun perlu
dijabarkan untuk mendapatkan kejelasan. Pelajar keperawatan perlu menggali secara dalam untuk
menemukan nilai yang tersimpan, arti pribadi dari keperawatan yang akan berlanjut menjadi
pemeliharaan hubungan pendekatan dalam dengan orang lain. Itulah keperawatan, komitmen
merawat itu harus membuat kontribusi pokok yang jelas dari perawat untuk memberikan perawatan
kesehatan pada individu, keluarga dan komunitas pada saat ini dan masa yang akan datang.
(Basford, 2006)
Care sebagai sebuah ide moral
Care adalah semangat, tindakan penting dari inti keperawatan, kekuatan yang menyatakan, proses
dinamik dan intisari struktural. Care adalah nilai, caring adalah sebuah kebaikan. Mayerhoff (1971)
memberikan informasi yang berhubungan dengan nilai care. Dalam konteks kehidupan manusia,
caring sebagai salah satu cara mengatur nilai - nilainya yang lain dan aktivitas sekitarnya. Bila
pengaturan ini komprehensif, karena keterlibatan caringnya terdapat stabilitas dasar dalam
kehidupannya. Dengan melayani caring, seseorang manusia hidup dalam kehidupan sendiri yang
berarti.
Carper (1979), caring sebagai nilai profesional dan nilai pribadi adalah pusat penting dalam
memberikan standar normatif yang mengatur tindakan serta sikap kita untuk care kepada siapa.
Dalam suatu dunia ketika ada kesepakatan yang besar tentang kesendirian, nyeri, penderitaan,
kesakitan dan tragedi ketika itu pula kebutuhan care menjadi penting.
Kita harus secara serius bercermin pada apa yang kita inginkan dan apa yang kita cari.
Berdasarkan Greene (1990) caring adalah dasar keberadaan etik. Ia menyatakan bahwa praktik yang
digambarkan dalam pelayanan manusia harus dimulai dari kesadaran terhadap situasi, khususnya
perasaan dan kepedulia. Harapannya adalah bahwa makin dan makin banyak praktisi akan
berespons terhadap pentingnya caring imperatif dan berpikir apa artinya memilih diri mereka sendiri
dalam kaitannya dengan kebutuhannya.
Olsen (1993) baik caring dan keadilan berbicara tentang rasa moral kebaikan kita. Mungkin saja
tidak ada kebaikan yang tidak dapat mensintesis kedua konsep tersebut, memahami dan
menghormati orang lain adalah penting dalam tugas ini. Ini mengikuti bahwa faktor yang lebih luas
atau dasar seorang menggunakan care terhadap orang lain, orang lain akan lebih care.
Membangun pribadi Caring
Untuk membangun pribadi caring, perawat dituntut memiliki pengetahuan tentang manusia, aspek
tumbuh kembang, respon terhadap lingkungan yang terus berubah, keterbatasan dan kekuatan
serta kebutuhan -kebutuhan manusia. Bukan berarti kalau pengetahuan perawat tentang caring
meningkat akan menyokong perubahan perilaku perawat.
Caring dalam ASKEP merupakan bagian dari bentuk kinerja perawat dalam merawat pasien.
Menurut Gibson (1987), secara teoritik ada tiga kelokmpok variabel yang mempengaruhi kinerja
tenaga kesehatan diantaranya :


a. Variabel individu meliputi, kemampuan, ketrampilan, latar belakang dan demografi
b. Variabel psikologis meliputi, persepsi, sikap, kepribadian, belajar dan motivasi.
c. Variabel organisasi meliputi, kepemimpinan, sumber daya, imbalan struktur dan desain
pekerjaan.
Dengan demikian membangun pribadi caring perawat harus menggunakan tiga pendekatan.
Pendekatan individu melalui peningkatan pengetahuan dan ketrampilan caring. Pendekatan
organisasi dapat dilakukan melalui perencanaan pengembangan, imbalan atau yang terkait dengan
kepuasan kerja perawat dan serta adanya effektive leadership dalam keperawatan. Peran organisasi
(rumah sakit) adalah menciptakan iklim kerja yang kondusif dalam keperawatan melalui
kepemmpinan yang efektif, perencanaan jenjang karir perawat yang terstruktur, pengembangan
sistem remunerasi yang seimbang dan berbagai bentuk pencapaian kepuasan kerja perawat. Oleh
karena itu, semua dapat berdampak pada meningkatnya motivasi dan kinerja perawat dalam caring.
Akan tetapi tidak mudah merubah perilaku seseorang dalam waktu yang singkat. Bukan pekerjaan
mudah untuk merubah perilaku seseorang, yang terbaik adalah membentuk caring perawat sejak
dini, yaitu sejak berada dalam pendidikan. Artinya, peran pendidikan dalam membangun caring
perawat sangat penting. Dalam penyusunan kurikulum pendidikan perawatan harus selalu
memasukkan unsur caring dalam setiap mata kuliah. Penekanan pada humansitik, kepedulian dan
kepercayaan, komitmen membantu orang lain dan berbagai unsur caring yang lain harus ada dalam
pendidikan perawatan. Andaikata pada saat rekruitmen sudah ada sistem yang bisa menemukan
bagaimana sikap caring calon mahasiswa keperawatan itu akan membuat perbedaan yang mendasar
antara perawat sekarang dan yang akan datang dalam perilaku caringnya.
Leininger (1991) mengemukakan teori Culture Care Diversity and Universality, beberapa konsep
yang didefinisikan antara lain :
a. Kultural berkenaan dengan pembelajaran dan berbagi sistem nilai, kepercayaan, norma dan
gaya hidup antar kelompok yang dapat mempengaruhi cara berpikir, mengambil keputusan dan
bertindak dalam pola - pola tertentu.
b. Keanekaragaman kultural dalam caring menunjukkan adanya variasi dan perbedaan dalam arti,
pola, nilai, cara hidup atau simbol care antara sekelompok orang yang berhubungan, mendukung
atau perbedaan dalam mengekspresikan human care.
c. Cultural care didefinisikan sebagai subjektivitas dan objektivitas dalam pembelajaran,
pertukaran nilai, kepercayaan, pola hidup yang mendukung, memfasilitasi individu atau kelompok
dalam upaya mempertahankan kesehatan, meningkatkan kondisi sejahtera, mencegah penyakit dan
meminimalkan kesakitan.
d. Dimensi struktur sosial dan budaya terdiri dari keyakinan atau agama, aspek sosial, politik,
ekonomi, pendidikan, teknologi, budaya, sejarah dan bagaimana faktor - faktor tersebut
mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda.
e. Care sebagai kata benda diartikan sebagai fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan
dengan bimbingan, bantuan, dukungan atau perilaku lain yang berkaitan untuk orang lain dalam
meningkatkan kondisi kehidupannya.
f. Care sebagai kata kerja diartikan sebagai suatu tindakan dan kegiatan untuk membimbing,
mendukung dan ada untuk orang lain guna meningkatkan kondisi kehidupan atau dalam
menghadapi kematian.
g. Caring dalam profesionalisme perawat diartikan sebagai pendidikan kognitif dan formal
mengenai pengetahuan care serta keterampilan dan keahlian untuk mendampingi, mendukung,
membimbing, dan memfasilitasi individu secara langsung dalam rangka meningkatkan kondisi
kehidupannya, mengatasi ketidakmampuan atau kecacatan atau dalam bekerja dengan klien (Julia,
1995, Madeline,1991).
Menurut Boykin dan Schoenhofer, pandangan seseorang terhadap caring dipengaruhi oleh dua hal
yaitu persepsi tentang caring dan konsep perawat sebagai disiplin ilmu dan profesi. Kemampuan
caring tumbuh di sepanjang hidup individu, namun tidak semua perilaku manusia mencerminkan
caring (Julia, 1995). Keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan
signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adalah hubungan perawat -
klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuk interaksi aktif antara perawat dan
klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan
klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya.


B. HOLISME
Holistik adalah memandang manusia secara seutuhnya secara psikologis dan spiritual.
Holisme menegaskan bahwa organisme selalu bertingkahlaku sebagai kesatuan yang utuh, bukan
sebagai rangkaian bagian atau komponen berbeda. Jiwa dan tubuh bukan dua unsur terpisah tetapi
bagian dari satu kesatuan dan apa yang terjadi dibagian satu akan mempengaruhi bagian lain.
Hukum inilah yang semestinya ditemukan agar dapat dipahami berfungsinya setiap komponen.
Pandangan holistik dalam kepribadian, yang terpenting adalah :
1. Kepribadian normal ditandai oleh unitas, integrasi, konsistensi dan koherensi (unity,
integration, consistency, dan coherence). Organisasi adalah keadaan normal dan disorganisasi
berarti patologik.
2. Organisme dapat dianalisis dengan membedakan tiap bagiannya, tetapi tidak ada bagian yang
dapat dipelajari dalam isolasi. Keseluruhan berfungsi menurut hukum-hukum yang tidak terdapat
dalam bagian-bagian.
3. Organisme memiliki satu dorongan yang berkuasa, yakni aktualisasi diri (self actualization).
Orang berjuang tanpa henti (continuous) untuk merealisasikan potensi inheren yang dimilikinya
pada ranah maupun terbuka baginya.
4. Pengaruh lingkungan eksternal pada perkembangan normal bersifat minimal. Potensi
organisme, jika terkuak di lingkungan yang tepat, akan menghasilkan kepribadian yang sehat dan
integral.
5. Penelitian komprehensif terhadap satu orang lebih berguna daripada penelitian ekstensif
terhadap banyak orang mengenai fungsi psikologis yang diisolir.
1. Holisme Menurut Erikson

2. Holisme Menurut Tomlin

3. Holisme Menurut Swain

C. HUMANISME
Pengertian Humanisme
Dalam teori humanisme lebih melihat pada sisi perkembangan kepribadian manusia. Pendekatan ini
melihat kejadian yaitu bagaimana dirinya untuk melakukan hal - hal yang positif. Kemampuan positif
ini disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik beraliran humanisme biasanya menfokuskan
pengajarannya pada pembangunan kemampuan yang positif. Kemampuan positif tersebut erat
kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam domain afektif. Emosi
merupakan karateristik sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanisme. Dalam
teori pembelajaran humanistik, belajar merupakan proses yang dimulai dan ditujukan untuk
kepentingan memanusiakan manusia. Dimana memanusiakan manusia di sini berarti mempunyai
tujuan untuk mencapai aktualisasi diri, pemahaman diri serta realisasi diri orang yang belajar secara
optimal.
Ciri - Ciri Teori Humanisme
Pendekatan humanisme dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan
yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka
punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal
sosial dan metode untuk pengembangan diri ditujukan untuk memperkaya diri, menikmati
keberadaan hidup dan masyarakat. Ketrampilan atau kemampuan membangun diri secara positif ini
menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika siswa memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu mencapai
aktualisasi diri dengan sebaik - baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku belajar dari
sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para pendidik
adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu masing - masing individu
untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia unik dan membantu dalam mewujudkan
potensi - potensi yang ada dalam diri mereka.
Ada salah satu ide penting dalam teori belajar humanisme yaitu siswa harus mampu untuk
mengarahkan dirinya sendiri dalam kegiatan belajar - mengajar, sehingga siswa mengetahui apa
yang dipelajarinya serta tahu seberapa besar siswa tersebut dapat memahaminya juga siswa dapat
mengetahui mana, kapan, dan bagaimana mereka akan belajar. Dengan demikian, siswa diharapkan
mendapat manfaat dan kegunaan dari hasil belajar bagi dirinya sendiri. Aliran humanisme
memandang belajar sebagai sebuah proses yang terjadi dalam individu meliputi bagian atau domain
diantaranya domain kognitif, afektif dan psikomotorik. Dengan kata lain, pendekatan humanisme
menekankan pentingnya emosi atau perasaan, komunikasi terbuka dan nilai - nilai yang dimiliki oleh
setiap individu.
1. Teori maslow
Asumsi dan Prinsip Dasar Teori Humanisme
Ahli - ahli teori humanistik menunjukkan bahwa tingkah laku individu pada mulanya ditentukan oleh
bagaimana mereka merasakan dirinya sendiri dan dunia sekitarnya serta individu bukanlah satu -
satunya hasil dari lingkungan mereka seperti yang dikatakan oleh ahli teori tingkah laku, melainkan
langsung dari dalam (internal), bebas memilih, dimotivasi oleh keinginan untuk aktualisasi diri (self -
actualization) atau memenuhi potensi keunikan mereka sebagai manusia.
Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal yaitu:
a. Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
b. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.
Maslow mengemukakan bahwa individu berperilaku dalam upaya untuk memenuhi kebutuhan yang
bersifat hirarki. Bila seseorang telah dapat memenuhi kebutuhan pertama, seperti kebutuhan
psikologis, barulah ia dapat menginginkan kebutuhan yang terletak di atasnya, ialah kebutuhan
mendapatkan rasa aman dan seterusnya. Maslow berfokus pada individu secara keseluruhan, bukan
hanya satu aspek individu, dan menekankan kesehatan daripada sekedar penyakit dan masalah.
Teori yang terkenal dari Maslow yang merupakan salah satu tokoh humanistik adalah teori tentang
Hirarki Kebutuhan.
Adapun hirarki kebutuhan tersebut sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisiologis atau dasar, seperti, makan, minum, menghirup udara dan
sebagainya.Termasuk juga kebutuhan untuk istirahat, buang air besar atau kecil, menghindari rasa
sakit dan seks. Jika terdapat kebutuhan yang tidak terpenuhi, maka akan sulit untuk memenuhi
kebutuhan yang lebih tinggi.
b. Kebutuhan akan rasa aman, seperti keadaan aman, stabilitas, proteksi, dan keteraturan akan
menjadi kebutuhan yang meningkat. Jika tidak terpenuhi, maka akan timbul rasa cemas dan takut.
c. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi, hal ini dapat terlihat dalam usaha seseorang untuk
mencari dan mendapatkan teman, kekasih, anak, atau bahkan keinginan untuk menjadi bagian dari
suatu komunitas tertentu seperti tim sepakbola, klub peminatan dan seterusnya. Jika tidak
terpenuhi, maka perasaan kesepian akan timbul.
d. Kebutuhan untuk dihargai terdapat dua jenis, yaitu lower one (status, atensi, reputasi) dan
higher one (kepercayaan diri, kompetensi, prestasi, kemandirian, kebebasan). Jika kebutuhan ini
tidak terpenuhi, maka dapat timbul perasaan rendah diri dan inferior.
e. Kebutuhan untuk aktualisasi diri, menunjukkan karya kita pada orang lain. Berkaitan erat
dengan keinginan untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi diri. Kepribadian bisa mencapai
peringkat teratas ketika kebutuhan - kebutuhan primer ini banyak mengalami interaksi satu dengan
yang lain, dan dengan aktualisasi diri seseorang akan bisa memanfaatkan faktor potensialnya secara
sempurna.
f. Spiritual
Kedudukan Pengasuhan dalam Teori Humanisme
Dalam pendekatan humanistik, orang tua diajarkan untuk mencerminkan perasaan anak - anak
mereka dan membantunyatumbuh dalam kesadaran diri dan pemahaman serta memfasilitasi
kematangan psikologis. Abraham Maslow melengkapi pemikiran tersebut dengan teori motivasi.
Menurutnya, potensi -potensi unik seorang anak akan muncul apabila diberi motivasi dengan cara
penyampaian wawasan, contoh orang tua, pergaulan dengan teman lain, maupun pengalaman
langsung.
Dalam praktik pengasuhan, orang tua dianggap sebagai fasilitator yaitu menyediakan lingkungan dan
sarana belajar anak untuk mengembangkan potensinya. Semakin dipenuhinya fasilitas yang
dibutuhkan anak, akan semakin berkembang potensi - potensi yang dimiliki seorang anak. Selain itu,
orang tua harus berperan sebagai motivator. Peran ini dilakukan dengan memberikan dorongan dan
dukungan bagi berbagai hal yang menjadi minat seorang anak. Apabila anak melakukan kekeliruan
tidak disalahkan atau disudutkan, tetapi diberi berikan bimbingan dengan kalimat - kalimat yang
membangkitkan semangat. Sehingga anak terpacu untuk melakukan tugasnya dan semakin tinggi
tingkat pengaktualisasiannya.
2. Teori Pembelajaran Humanistik
Pengertian humanistik yang beragam membuat batasan - batasan aplikasinya dalam dunia
pendidikan mengundang berbagai macam arti pula. Sehingga perlu adanya satu pengertian yang
disepakati mengenai kata humanistik dalam pendidikan. Dalam artikel What is Humanistik
Education?. Krischenbaum menyatakan bahwa sekolah, kelas atau guru dapat dikatakan bersifat
humanistik dalam beberapa kriteria. Hal ini menunjukkan, bahwa ada beberapa tipe pendekatan
humanistik dalam pendidikan. Ide mengenai pendekatan - pendekatan ini terangkum dalam
psikologi humanistik.
Dalam artikel Some Educational Implications of the Humanistic Psychologist, Abraham Maslow
mencoba untuk mengkritisi teori Freud dan Behavioristik. Menurutnya yang terpenting dalam
melihat manusia adalah potensi yang dimilikinya. Humanistik lebih melihat pada sisi perkembangan
kepribadian manusia daripada berfokus pada ketidaknormalan atau sakit seperti yang dilihat oleh
teori psikoanalisa Freud. Pendekatan ini melihat kejadian setelah sakit tersebut sembuh, yaitu
bagaimana manusia membangun dirinya untuk melakukan hal - hal yang positif. Kemampuan
bertindak positif ini yang disebut sebagai potensi manusia dan para pendidik yang beraliran
humanistik biasanya memfokuskan penganjarannya pada pembangunan kemampuan positif ini.
Kemampuan positif disini erat kaitannya dengan pengembangan emosi positif yang terdapat dalam
domain afektif, misalnya keterampilan membangun dan menjaga relasi yang hangat dengan orang
lain, bagaimana mengajarkan kepercayaan, penerimaan, keasadaran, memahami perasaan orang
lain, kejujuran interpersonal dan pengetahuan interpersonal lainnya. Intinya adalah meningkatkan
kualitas ketrampilan interpersonal dalam kehidupan sehari - hari. Selain menitikberatkan pada
hubungan interpersonal, para pendidikan yang beraliran humanistik juga mencoba untuk membuat
pembelajaran yang membantu anak didik meningkatkan kemampuan dalam membuat, berimajinasi,
mempunyai pengalaman, berintuisi, merasakan dan berfantasi. Pendidik humanistik mencoba untuk
melihat dalam spektrum yang luas mengenai perilaku manusia.
Melihat hal - hal yang diusahakankan oleh para pendidik humanistik, tampak bahwa pendekatan ini
mengedepankan pentingnya emosi dalam dunia pendidikan. Freudian melihat emosi sebagai hal
yang mengganggu perkembangan, sementara humanistik melihat keuntungan pendidikan emosi.
Jadi, emosi adalah karakterisitik sangat kuat yang nampak dari para pendidik beraliran humanistik.
Karena berpikir dan merasakan saling beriringan, mengabaikan pendidikan emosi sama dengan
mengabaikan salah satu potensi terbesar manusia. Kita dapat belajar menggunakan emosi kita dan
mendapat keuntungan dari pendekatan humanistik ini sama seperti yang kita dapatkan dari
pendidikan yang menitikberatkan kognisi.
Berbeda dengan behaviorisme yang melihat motivasi manusia sebagai suatu usaha untuk memenuhi
kebutuhan fisiologis manusia atau dengan freudian yang melihat motivasi sebagai berbagai macam
kebutuhan seksual, humanistik melihat perilaku manusia sebagai campuran antara motivasi yang
lebih rendah atau tinggi. Hal ini memunculkan salah satu ciri utama pendekatan humanistik, yaitu
bahwa yang dilihat adalah perilaku manusia bukan spesies lain. Akan sangat jelas perbedaan antara
motivasi manusia dan motivasi yang dimiliki binatang. Hirarki kebutuhan motivasi maslow
menggambarkan motivasi manusia yang berkeinginan untuk bersama manusia lain, berkompetensi,
dikenali, aktualisasi diri sekaligus juga menggambarkan motovasi dalam level yang lebih rendah
seperti kebutuhan fisiologis dan keamanan.
Menurut aliran humanistik, para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi dan
merencanakan pendidikan dan kurikukum untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan ini. Beberapa
psikolog humanistik melihat, bahwa manusia mempunyai keinginan alami berkembang untuk lebih
baik dan belajar. Jadi, sekolah harus berhati - hati supaya tidak membunuh insting ini dengan
memaksakan anak belajar sesuatu sebelum mereka siap. Dalam hal ini peran guru adalah sebagai
fasilitator yang membantu siswa untuk memenuhi kebutuhan - kebutuhan lebih tinggi, bukan
sebagai konselor seperti dalam Freudian ataupun pengelola perilaku seperti pada behaviorisme.
Secara singkatnya, penedekatan humanistik dalam pendidikan menekankan pada perkembangan
positif. Pendekatan yang berfokus pada potensi manusia untuk mencari dan menemukan
kemampuan yang mereka punya dan mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup
kemampuan interpersonal sosial dan metode untuk pengembangan diri yang ditujukan untuk
memperkaya diri, menikmati keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau
kemampuan membangun diri secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena
keterkaitannya dengan keberhasilan akademik.
Dalam teori belajar humanistik, belajar dianggap berhasil jika si pelajar memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Siswa dalam proses belajarnya harus berusaha agar lambat laun ia mampu
mencapai aktualisasi diri dengan sebaik - baiknya. Teori belajar ini berusaha memahami perilaku
belajar dari sudut pandang pelakunya, bukan dari sudut pandang pengamatnya. Tujuan utama para
pendidik adalah membantu si siswa untuk mengembangkan dirinya, yaitu membantu masing -
masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan membantu
dalam mewujudkan potensi - potensi yang ada dalam diri mereka.
Prinsip - Prinsip Belajar Humanistik :
a. Manusia mempunyai belajar alami.
b. Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempunyai relevansi dengan
maksud tertentu.
c. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
d. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
e. Bila ancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
f. Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya.
g. Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
h. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
i. Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
j. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
3. Rogers (Person Centered Theory)
Meskipun teori yang dikemukan Rogers adalah salah satu dari teori holistik, namun keunikan teori
adalah sifat humanis yang terkandung didalamnya. Teori humanistik Rogers pun menpunyai
berbagai nama antara lain : teori yang berpusat pada pribadi (person centered), non directive,
klien (client-centered), murid (student-centered), kelompok (group centered) dan (person to
person). Namun, istilah person centered yang sering digunakan untuk teori Rogers.
Rogers menyebut teorinya bersifat humanis dan menolak pesimisme suram dan putus asa dalam
psikoanalisis serta menentang teori behaviorisme yang memandang manusia seperti robot. Teori
humanisme Rogers lebih penuh harapan dan optimis tentang manusia, karena manusia mempunyai
potensi -potensi yang sehat untuk maju. Dasar teori ini sesuai dengan pengertian humanisme pada
umumnya, dimana humanisme adalah doktrin, sikap dan cara hidup yang menempatkan nilai - nilai
manusia sebagai pusat dan menekankan pada kehormatan, harga diri serta kapasitas untuk
merealisasikan diri untuk maksud tertentu.
Asumsi Dasar Teori Rogers
a. Kecenderungan formatif, segala hal di dunia baik organik maupun non - organik tersusun dari
hal - hal yang lebih kecil.
b. Kecenderungan aktualisasi, kecenderungan setiap makhluk hidup untuk bergerak menuju ke
kesempurnaan atau pemenuhan potensial dirinya. Tiap individual mempunyai kekuatan yang kreatif
untuk menyelesaikan masalahnya.
Struktur Kepribadian
Sejak awal Rogers mengamati bagaimana kepribadian berubah dan berkembang dan ada tiga
konstruk yang menjadi dasar penting dalam teorinya yaitu :
a. Organisme
1) Mahkluk Hidup
Organisme adalah mahkluk lengkap dengan fungsi fisik dan psikologisnya merupakan tempat semua
pengalaman, potensi yang terdapat dalam kesadaran setiap saat, yakni persepsi seseorang mengenai
kejadian yang terjadi dalam diri serta dunia eksternal.
2) Realitas Subyektif
Organisme menganggap dunia seperti yang dialami dan diamatinya. Realita adalah persepsi yang
sifatnya subyektif dan dapat membentuk tingkah laku.
3) Holisme
Organisme adalah satu kesatuan sistem, sehingga perubahan dalam satu bagian akan berpengaruh
pada bagian lain. Setiap perubahan memiliki makna pribadi dan bertujuan, yaitu tujuan
mengaktualisasi, mempertahankan serta mengembangkan diri.
b. Medan Fenomena
Adalah keseluruhan pengalaman baik yang internal atau eksternal dan disadari maupun tidak
disadari. Medan fenomena ini merupakan seluruh pengalaman pribadi seseorang sepanjang
hidupnya di dunia, sebagaimana persepsi subyektifnya.
c. Diri
Konsep diri mulai terbentuk mulai masa balita ketika potongan -potongan pengalaman membentuk
kepribadiannya dan menjadi semakin mawas diri akan identitas dirinya begitu bayi mulai belajar apa
yang terasa baik atau buruk, apa ia merasa nyaman atau tidak. Jika struktur diri itu sudah terbentuk,
maka aktualisasi diri mulai terbentuk. Aktualisasi diri adalah kecenderungan untuk
mengaktualisasikan sang diri sebagai mana yang dirasakan dalam kesadaran. Sehingga,
kecenderungan aktualisasi tersebut mengacu kepada pengalaman organik individual sebagai suatu
kesatuan yang menyeluruh akan kesadaran dan ketidaksadaran psikis serta kognitif.
Diri dibagi atas 2 subsistem antara lain :
1) Konsep diri yaitu penggabungan seluruh aspek keberadaan dan pengalaman seseorang yang
disadari oleh individual (meski tidak selalu akurat).
2) Diri ideal yaitu cita - cita seseorang akan diri.
Menurut Carl Rogers Hal - Hal yang Mempengaruhi self Yaitu :
a. Kesadaran
Tanpa adanya kesadaran, maka konsep diri dan diri ideal tidak akan ada. Ada 3 tingkat kesadaran.
1) Pengalaman yang dirasakan dibawah ambang sadar akan ditolak atau disangkal.
2) Pengalaman yang dapat diaktualisasikan secara simbolis akan secara langsung diakui oleh
struktur diri.
3) Pengalaman yang dirasakan dalam bentuk distorsi. Jika pengalaman yang dirasakan tidak sesuai
dengan diri (self), maka dibentuk kembali dan didistorsikan sehingga dapat diasimilasikan oleh
konsep diri.
b. Kebutuhan
1) Pemeliharaan
Pemeliharaan tubuh organismik dan pemuasannya akan makanan, air, udara dan keamanan,
sehingga tubuh cenderung ingin untuk statis serta menolak untuk berkembang.
2) Peningkatan Diri
Meskipun tubuh menolak untuk berkembang, namun diri juga mempunyai kemampuan untuk
belajar dan berubah.
3) Penghargaan Positif (positive regard)
Begitu kesadaran muncul, kebutuhan untuk dicintai, disukai atau diterima oleh orang lain.
4) Penghargaan diri yang positif (positive self - regard)
Berkembangannya kebutuhan self regard sebagai hasil dari pengalaman dengan kepuasan atau
frustasi. Diri akan menghindari frustasi dengan mencari kepuasan akan positive self - regard.
c. Stagnasi Psikis
Stagnasi psikis terjadi bila :
1) Ada ketidakseimbangan antara konsep diri dengan pengalaman yang dirasakan oleh diri
organis.
2) Ketimpangan yang semakin besar antara konsep diri dengan pengalaman organis membuat
seseorang menjadi mudah terkena serangan. Kurang akan kesadaran diri akan membuat seseorang
berperilaku tidak logis, bukan hanya untuk orang lain, namun juga untuk dirinya.
3) Jika kesadaran diri tersebut hilang, maka muncul kegelisahan tanpa sebab dan akan memuncak
menjadi ancaman.
Untuk mencegah tidak konsistennya pengalaman organik dengan konsep diri, maka perlu diadakan
pertahanan diri dari kegelisahan dan ancaman adalah penyangkalan serta distorsi terhadap
pengalaman yang tidak konsisten. Distorsi adalah salah interpretasi pengalaman dengan konsep diri,
sedangkan penyangkalan adalah penolakan terhadap pengalaman. Keduanya menjaga konsistensi
antara pengalaman dan konsep diri supaya berimbang.
Cara pertahanan adalah karakteristik untuk orang normal dan neurotik. Jika seseorang gagal dalam
menerapkan pertahanan tersebut, maka individu akan menjadi tidak terkendali atau psikotik.
Individu dipaksakan untuk menerima keadaan yang tidak sesuai dengan konsep dirinya terus -
menerus dan akhirnya konsep dirinya menjadi hancur. Perilaku tidak terkendali ini dapat muncul
mendadak atau dapat pula muncul bertahap.
Dinamika Kepribadian
a. Penerimaan Positif (Positive Regard)
Orang merasa puas menerima regard positif, kemudian juga merasa puas dapat memberi regard
positif kepada orang lain.
b. Konsistensi dan Salingsuai Self (Self Consistensy and Congruence)
Organisme berfungsi untuk memelihara konsistensi (keajegkan = keadaan tanpa konflik ) dari
persepsi diri dan kongruen (salingsuai) antara persepsi self dengan pengalaman.
c. Aktualisasi Diri (Self Actualization)
Freud memandang organisme sebagai sistem energi dan mengembangkan teori bagaimana energi
psikik ditimbulkan, ditransfer serta disimpan. Rogers memandang organisme terus menerus
bergerak maju. Tujuan tingkahlaku bukan untuk mereduksi tegangan enerji tetapi mencapai
aktualisasi diri yaitu kecenderungan dasar organisme untuk aktualisasi: yakni kebutuhan
pemeliharaan (maintenance) dan peningkatan diri (enhancement).
Perkembangan Kepribadian
Rogers meyakini adanya kekuatan yang tumbuh pada semua orang mendorongnya untuk semakin
kompleks, ekspansi, sosial, otonom dan secara keseluruhan semakin menuju aktualisasi diri atau
menjadi Pribadi yang berfungsi utuh (Fully Functioning Person).
Ada lima ciri kepribadian yang berfungsi sepenuhnya yaitu :
a. Terbuka untuk mengalami (openess to experience)
Orang yang terbuka untuk mengalami mampu mendengar dirinya sendiri, merasakan mendalam,
baik emosional maupun kognitif tanpa merasa terancam. Mendengar orang membual menimbulkan
rasa muak tanpa harus diikuti perbuatan untuk melampiaskan rasa muak tersebut.
b. Hidup menjadi (Existential living).
Kecenderungan untuk hidup sepenuhnya dan seberisi mungkin pada seiap eksistensi. Disini orang
menjadi fleksibel, adaptable, toleran dan spontan.
c. Keyakinan Organismik (Organismic trusting)
Orang mengambil keputusan berdasarkan pengalaman organismiknya sendiri, mengerjakan apa
yang dirasanya benar sebagai bukti kompetensi dan keyakinannya untuk mengarahkan tingkah laku.
Orang mampu memakai perasaan yang terdalam sebagai sumber utama membuat keputusan.
d. Pengalaman kebebasan ( Experiental Freedom)
Pengalaman hidup bebas dengan cara yang diinginkan sendiri tanpa perasan tertekan atau
terhambat. Orang itu melihat banyak pilihan hidup dan merasa mampu mengerjakan apa yang ingin
dikerjakannya.
e. Kreatifitas (Creativity)
Merupakan kemasakan psikologik yang optimal. Orang dengan good life kemungkinan besar
memunculkan produk kreatif dan hidup kreatif.
Terapi yang Diberikan
Seperti disebutkan di atas, bahwa Rogers menolak psikoanalisis Freud dan behavioris dalam
teorinya, sehingga terapi yang digunakannya juga berbeda. Rogers tidak mempermasalahkan
bagaimana klien menjadi seperti ini, namun lebih menekankan bagaimana klien akan berubah.
Terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan adalah klien itu
sendiri. Itulah sebabnya teori Rogers disebut sebagai Person - Centered Theory.
Kesimpulan Teori Humanistik Carl Rogers
a. Teori Rogers disebut humanis karena teori ini percaya bahwa setiap individu adalah positif
serta menolak teori Freud dan behaviorisme.
b. Asumsi dasar teori Rogers adalah kecenderungan formatif dan kecenderungan aktualisasi.
c. Diri (self) adalah terbentuk dari pengalaman mulai dari bayi, di mana diri terdiri dari 2
subsistem yaitu konsep diri dan diri ideal.
d. Kebutuhan individu ada 4 yaitu : (a) pemeliharaan, (b) peningkatan diri, (c) penghargaan positif
(positive regard) dan (d) Penghargaan diri yang positif (positive self - regard).
e. Stagnasi psikis terjadi bila terjadi karena pengalaman dan konsep diri yang tidak konsisten dan
untuk menghindarinya adalah pertahanan distorsi dan penyangkalan. Jika gagal dalam menerapkan
pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan menyebabkan psikotik.
f. Dalam terapi, terapis hanya menolong dan mengarahkan klien dan yang melakukan perubahan
adalah klien itu sendiri.
Aplikasi Teori Humanistik Carl Roger dalam Pendidikan
a. Realitas di Dalam Fasilitator Belajar
Merupakan sikap dasar yang penting. Seorang fasilitator menjadi dirinya sendiri dan tidak
menyangkal diri sendiri, sehingga ia dapat masuk kedalam hubungan dengan pelajar tanpa ada
sesuatu yang ditutup -tutupi.
b. Penghargaan, Penerimaan dan Kepercayaan
Menghargai pendapat, perasaan dan sebagainya membuat timbulnya penerimaan akan satu dengan
lainnya. Dengan adanya penerimaan tersebut, maka akan muncul kepercayaan akan satu dengan
lainnya.
c. Pengertian yang Empati
Untuk mempertahankan iklim belajar atas dasar inisiatif diri, maka guru harus memiliki pengertian
yang empati akan reaksi murid dari dalam. Guru harus memiliki kesadaran sensitif bagi jalannya
proses pendidikan dengan tidak menilai atau mengevaluasi. Pengertian akan materi pendidikan
dipandang dari sudut murid dan bukan guru.
Guru menghubungan pengetahuan akademik ke dalam pengetahuan terpakai seperti memperlajari
mesin dengan tujuan untuk memperbaikai mobil. Experiential Learning menunjuk pada pemenuhan
kebutuhan dan keinginan siswa. Kualitas belajar experiential learning mencakup keterlibatan siswa
secara personal, berinisiatif, evaluasi oleh siswa sendiri dan adanya efek yang membekas pada siswa.

Menurut Rogers yang terpenting dalam proses pembelajaran adalah pentingnya guru
memperhatikan prinsip pendidikan dan pembelajaran, yaitu :
a. Menjadi manusia berarti memiliki kekuatan yang wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar
tentang hal - hal yang tidak ada artinya.
b. Siswa akan mempelajari hal - hal yang bermakna bagi dirinya.
c. Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru sebagai
bagian yang bermakna bagi siswa.
d. Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses.
Salah satu model pendidikan terbuka mencakup konsep mengajar guru yang fasilitatif yang
dikembangkan Rogers diteliti oleh Aspy dan Roebuck pada tahun 1975 mengenai kemampuan para
guru untuk menciptakan kondisi yang mendukung yaitu empati, penghargaan dan umpan balik
positif.
Ciri - ciri guru yang fasilitatif adalah :
a. Merespon perasaan siswa.
b. Menggunakan ide - ide siswa untuk melaksanakan interaksi yang sudah dirancang.
c. Berdialog dan berdiskusi dengan siswa.
d. Menghargai siswa.
e. Kesesuaian antara perilaku dan perbuatan.
f. Menyesuaikan isi kerangka berpikir siswa (penjelasan untuk mementapkan kebutuhan segera
dari siswa).
g. Tersenyum pada siswa
Dari penelitian itu diketahui guru yang fasilitatif mengurangi angka bolos siswa, meningkatkan angka
konsep diri siswa dan upaya untuk meraih prestasi akademik termasuk pelajaran bahasa,
matematika yang kurang disukai, mengurangi tingkat problem berkaitan dengan disiplin, mengurangi
perusakan pada peralatan sekolah, siswa menjadi lebih spontan serta menggunakan tingkat berpikir
yang lebih tinggi.

Implikasi Teori Belajar Humanistik
Guru Sebagai Fasilitator
Psikologi humanistik memberi perhatian atas guru sebagai fasilitator. Berikut ini adalah berbagai
cara untuk memberi kemudahan belajar dan berbagai kualitas fasilitator :
a. Fasilitator sebaiknya memberi perhatian kepada penciptaan suasana awal, situasi kelompok
atau pengalaman kelas.
b. Fasilitator membantu untuk memperoleh dan memperjelas tujuan - tujuan perorangan di
dalam kelas serta kelompok yang bersifat umum.
c. Dia mempercayai adanya keinginan dari masing - masing siswa untuk melaksanakan tujuan -
tujuan bermakna bagi dirinya, sebagai kekuatan pendorong yang tersembunyi.
d. Dia mencoba mengatur dan menyediakan sumber - sumber untuk belajar yang paling luas dan
mudah dimanfaatkan para siswa untuk membantu mencapai tujuan mereka.
e. Dia menempatkan dirinya sendiri sebagai suatu sumber yang fleksibel untuk dapat
dimanfaatkan oleh kelompok.
f. Di dalam menanggapi ungkapan - ungkapan di dalam kelompok kelas, dan menerima baik isi
yang bersifat intelektual dan sikap - sikap perasaan dan mencoba untuk menanggapi dengan cara
yang sesuai, baik bagi individual ataupun bagi kelompok.
g. Bilamana cuaca penerima kelas telah mantap, fasilitator berangsur - angsur dapat berperanan
sebagai seorang siswa yang turut berpartisipasi, seorang anggota kelompok dan turut menyatakan
pandangannya sebagai seorang individu seperti siswa yang lain.
h. Dia mengambil prakarsa untuk ikut serta dalam kelompok, perasaannya dan juga pikirannya
dengan tidak menuntut dan juga tidak memaksakan, tetapi sebagai suatu andil secara pribadi yang
boleh saja digunakan atau ditolak oleh siswa.
i. Dia harus tetap waspada terhadap ungkapan - ungkapan yang menandakan adanya perasaan
yang dalam dan kuat selama belajar.
j. Di dalam berperan sebagai seorang fasilitator, pimpinan harus mencoba untuk menganali dan
menerima keterbatasan - keterbatasannya sendiri.
Aplikasi Teori Humanistik Terhadap Pembelajaran Siswa
Aplikasi teori humanistik lebih menunjuk pada ruh atau spirit selama proses pembelajaran mewarnai
metode - metode yang diterapkan. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi
fasilitator bagi para siswa, sedangkan guru memberikan motivasi, kesadaran mengenai makna
belajar dalam kehidupan siswa. Guru memfasilitasi pengalaman belajar kepada siswa dan
mendampingi siswa untuk memperoleh tujuan pembelajaran. Siswa berperan sebagai pelaku utama
(student center) yang memaknai proses pengalaman belajarnya sendiri. Diharapkan siswa
memahami potensi diri, mengembangkan potensi dirinya secara positif dan meminimalkan potensi
diri yang bersifat negatif.
Tujuan pembelajaran lebih kepada proses belajarnya daripada hasil belajar. Adapun proses yang
umumnya dilalui adalah :
a. Merumuskan tujuan belajar yang jelas.
b. Mengusahakan partisipasi aktif siswa melalui kontrak belajar yang bersifat jelas, jujur dan
positif.
c. Mendorong siswa untuk mengembangkan kesanggupan siswa untuk belajar atas inisiatif
sendiri.
d. Mendorong siswa untuk peka berpikir kritis, memaknai proses pembelajaran secara mandiri.
e. Siswa di dorong untuk bebas mengemukakan pendapat, memilih pilihannya sendiri, melakukan
apa yang diinginkan dan menanggung resiko dari perilaku yang ditunjukkan.
f. Guru menerima siswa apa adanya, berusaha memahami jalan pikiran siswa, tidak menilai
secara normatif tetapi mendorong siswa untuk bertanggungjawab atas segala resiko perbuatan atau
proses belajarnya.
g. Memberikan kesempatan murid untuk maju sesuai dengan kecepatannya.
h. Evaluasi diberikan secara individual berdasarkan perolehan prestasi siswa.
Pembelajaran berdasarkan teori humanistik ini cocok untuk diterapkan pada materi - materi
pembelajaran yang bersifat pembentukan kepribadian, hati nurani, perubahan sikap dan analisis
terhadap fenomena sosial. Indikator dari keberhasilan aplikasi ini adalah siswa merasa senang
bergairah, berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola pikir, perilaku serta sikap atas
kemauan sendiri. Siswa diharapkan menjadi manusia yang bebas, berani, tidak terikat oleh pendapat
orang lain dan mengatur pribadinya sendiri secara bertanggungjawab tanpa mengurangi hak - hak
orang lain atau melanggar aturan, norma, disiplin atau etika yang berlaku.
Ciri - Ciri Guru yang Baik dan Kurang Baik Menurut Humanistik
Guru yang baik menurut teori ini adalah : Guru yang memiliki rasa humor, adil, menarik, lebih
demokratis, mampu berhubungan dengan siswa dengan mudah dan wajar. Ruang kelas lebih
terbuka dan mampu menyesuaikan pada perubahan.
Sedangkan guru yang tidak efektif adalah guru yang memiliki rasa humor yang rendah, mudah
menjadi tidak sabar, suka melukai perasaan siswa dengan komentar yang menyakitkan, bertindak
agak otoriter dan kurang peka terhadap perubahan yang ada.


BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Caring secara umum dapat diartikan suatu kemampuan untuk berdedikasi bagi orang lain,
pengawasan dengan waspada, perasaan empati pada orang lain dan perasaan cinta atau
menyayangi. Watson (1979) yang terkenal dengan Theory of Human Care, bahwa caring sebagai
jenis hubungan dan transaksi yang diperlukan antara pemberi dan penerima asuhan untuk
meningkatkan serta melindungi pasien sebagai manusia dengan demikian mempengaruhi
kesanggupan pasien untuk sembuh.
Konsep caring menurut Watson
1. Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktikkan secara interpersonal.
2. Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi
kebutuhan manusia atau klien.
3. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga.
4. Caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja, namun juga
mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya.
5. Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan seseorang
dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri.
6. Caring lebih kompleks daripada curing. Praktik caring memadukan antara pengetahuan biofisik
dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat
kesehatan dan membantu klien yang sakit.
7. Caring merupakan inti dari keperawatan (Julia,1995).
Grand Teori Watson
1. Carrative Factor
Elemen - elemen yang terdapat dalam carative factor adalah :
a. Nilai - nilai kemanusiaan dan altruistik (Humanistic - Altruistic System Value).
b. Keyakinan dan harapan (Faith and Hope).
c. Peka kepada diri sendiri dan orang lain (Sensitivity to Self and Others).
d. Membantu menumbuhkan kepercayaaan, membuat hubungan dalam perawatan secara
manusiawi.
e. Pengekspresian perasaan positif dan negatif.
f. Proses pemecahan masalah perawatan secara kreatif (Creative Problem Solving Caring
Process).
g. Pembelajaran secara transpersonal (Transpersonal Teaching Learning).
h. Dukungan, perlindungan, perbaikan fisik, mental, sosial dan spiritual.
i. Bantuan kepada kebutuhan manusia (Human Needs Assistance).
j. Eksistensi fenomena kekuatan spiritual.
2. Transpersonal Caring Relationship
Menurut Watson (1999), transpersonal caring relationship berkarakteristikkan hubungan khusus
manusia yang tergantung pada moral perawat yang berkomitmen, melindungi dan meningkatkan
martabat manusia seperti dirinya atau lebih tingggi dari dirinya. Istilah transpersonal berarti pergi
keluar dari diri sendiri dan memungkinkan untuk menggapai kedalaman spiritual dalam
meningkatkan kenyamanan serta penyembuhan pasien. Pada akhirnya, tujuan dari transpersonal
caring relationship adalah berkaitan dengan melindungi, meningkatkan, mempertahankan martabat,
kemanusiaan, kesatuan dan keselarasan batin.
3. Caring Occation Moment
Menurut Watson (1988,1999), Caring Occation Moment adalah kesempatan (mengenai tempat dan
waktu) pada saat perawat dan orang lain datang pada saat human caring dilaksanakan serta dari
keduanya dengan fenomena tempat yang unik mempunyai kesempatan secara bersama datang
dalam moment interaksi human to human.
Lima C dalam Caring (Roach, 1984)


1. Compassion (Kasih sayang).
2. Competence (Kompetensi).
3. Conscience (Kesadaran).
4. Confidence (Kepercayaan).
5. Commitment (Komitmen).


Sikap Caring


1. Keahlian.
2. Kata - kata yang lemah lembut.
3. Sentuhan.
4. Memberikan harapan.
5. Selalu berada disamping klien.
6. Bersikap caring sebagai media pemberi asuhan.


Karakteristik Caring (Wolf dan Barnum, 1998)


1. Mendengar dengan perhatian.
2. Memberi rasa nyaman.
3. Berkata Jujur.
4. Memiliki kesabaran.
5. Bertanggung jawab.
6. Memberi informasi.
7. Memberi sentuhan.
8. Memajukan sensitifitas.
9. Menunjukan rasa hormat pada klien.
10. Memanggil klien dengan namanya.


Komponen Utama Caring (Meyer, 1971)


1. Pengetahuan.
2. Kesabaran.
3. Kejujuran.
4. Kepercayaan.
5. Kerendahan Hati.
6. Harapan.
7. Keberanian.


Humanisme adalah upaya mengimplementasikan sikap, tindakan yang sesuai prinsip - prinsip
penghargaan dan penghormatan nilai - nilai kemanusiaan meliputi segala aspek kehidupan. Karena
dalam relung manusia ada nafsu saling memakan sesama (homo homini lupus), maka dalam konteks
ini harus ada upaya mengembangkan cita-cita kemanusiaan sebagai sebuah hidup bersama.
Tujuan landasan kemanusiaan (Humanisme) antara lain :


1. Membentuk paradigma dan orientasi kehidupan.
2. Mencintai manusia secara transcendental.
3. Mencari jalan tengah (kompromi).
4. Membangun kesadaran beragama secara inklusif dan toleran.
5. Membangun kesadaran atas harkat, martabat dan kemampuan manusia.
6. Membangun idealitas hak dan kewajiban manusia.


Teori Maslow
Asumsi dan Prinsip Dasar
Abraham Maslow mengatakan bahwa di dalam diri individu ada dua hal:


1. Suatu usaha yang positif untuk berkembang.
2. Kekuatan untuk melawan atau menolak perkembangan itu.


Hirarki Kebutuhan Menurut Maslow


1. Kebutuhan fisiologis atau dasar.
2. Kebutuhan akan rasa aman.
3. Kebutuhan untuk dicintai dan disayangi.
4. Kebutuhan untuk dihargai.
5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri.


Prinsip - Prinsip Belajar Humanistik
1. Manusia mempunyai belajar alami.
2. Belajar signifikan terjadi apabila materi pelajaran dirasakan murid mempuyai relevansi dengan
maksud tertentu.
3. Belajar yang menyangkut perubahan di dalam persepsi mengenai dirinya.
4. Tugas belajar yang mengancam diri ialah lebih mudah dirasakan bila ancaman itu kecil.
5. Bila ancaman itu rendah terdapat pangalaman siswa dalam memperoleh cara.
6. Belajar yang bermakna diperolaeh jika siswa melakukannya.
7. Belajar lancar jika siswa dilibatkan dalam proses belajar.
8. Belajar yang melibatkan siswa seutuhnya dapat memberi hasil yang mendalam.
9. Kepercayaan pada diri pada siswa ditumbuhkan dengan membiasakan untuk mawas diri.
10. Belajar sosial adalah belajar mengenai proses belajar.
Asumsi Dasar Teori Rogers


1. Kecenderungan formatif.
2. Kecenderungan aktualisasi.


Struktur Kepribadian


1. Organisme.
2. Medan Fenomena.
3. Diri.


Stagnasi psikis terjadi bila terjadi karena pengalaman dan konsep diri yang tidak konsisten dan untuk
menghindarinya adalah pertahanan (1) distorsi dan (2) penyangkalan. Jika gagal dalam menerapkan
pertahanan tersebut konsep diri akan hancur dan menyebabkan psikotik.
Dinamika Kepribadian


1. Penerimaan positif
2. Konsistensi dan salingsuai.
3. Aktualisasi diri.


Ada Lima Ciri Kepribadian yang Berfungsi Sepenuhnya


1. Terbuka untuk mengalami.
2. Hidup menjadi.
3. Keyakinan organismik.
4. Pengalaman kebebasan.
5. Kreatifitas.


Aplikasi Teori Humanistik Carl Roger dalam Pendidikan
Teori Roger dalam bidang pendidikan adalah dibutuhkannya 3 sikap dalam fasilitator belajar yaitu (1)
realitas di dalam fasilitator belajar, (2) penghargaan, penerimaan dan kepercayaan serta(3)
pengertian yang empati.
B. SARAN
Dengan adanya makalah ini, diharapkan pembaca dapat memahami tentang konsep dan teori caring,
definisi holisme menurut beberapa ahli, humanisme menurut teori Abraham Maslow, teori belajar
humanistik dan teori Carl Rogers (Person Centered Theory).
DAFTAR PUSTAKA

http://www.pedomannews.com/opini/berita-opini/ekonomi/1920-konsep-caring menurut-jean-
watson
http://staff.undip.ac.id/psikfk/meidiana/2010/06/04/konsep-caring/
http://belajarpsikologi.com/teori-hierarki-kebutuhan-maslow/
http://ceritaanni.wordpress.com/2011/10/08/teori-humanistik-maslow-roger/
http://tepmalang.blogspot.com/2011/09/teori-humanistik-carl-rogers.html
http://novinasuprobo.wordpress.com/2008/06/15/teori-belajar-humanistik/
http://edukasi.kompasiana.com/2011/10/24/teori-belajar-humanisme/

Anda mungkin juga menyukai