Anda di halaman 1dari 14

A.

PENDAHULUAN

Rongga mulut merupakan tempat hidup bakteri aerob dan anaerob yang berjumlah lebih
dari 400 ribu spesies bakteri. Ratio antara bakteri aerob dengan anaerob berbanding 10:1
sampai 100:1. Oragisme-organisme ini merupakan flora normal dalam mulut yang terdapat
dalam plak gigi, cairan sulkus ginggiva, mucus membrane, dorsum lidah, saliva dan mukosa
mulut. Infeksi odontogen dapat menyebar secara perkontinuitatum, hematogen dan limfogen,
yang disebabkan antara lain oleh periodontitis apikalis yang berasal dari gigi nekrosis, dan
periodontitis marginalis. Infeksi gigi dapat terjadi melalui berbagai jalan: (1) lewat
penghantaran yang pathogen yang berasal dari luar mulut; (2) melalui suatu keseimbangan
flora yang endogenus; (3) melalui masuknya bakteri ke dalam pulpa gigi yang vital dan steril
secara normal. Infeksi odontogenik merupakan infeksi rongga mulut yang paling sering
terjadi. Infeksi odontogenik dapat merupakan awal atau kelanjutan penyakit periodontal,
perikoronal, trauma, atau infeksi pasca pembedahan.Infeksi odontogenik juga lebih sering
disebabkan oleh beberapa jenis bakteri seperti streptococcus. Infeksi dapat terlokalisir atau
dapat menyebar secara cepat ke sisi wajah lain. Infeksi odontogenik kebanyakan terjadi pada
infeksi human. Keterangan ilmiah menerangkan bahwa adanya hubungan antara infeksi yang
parah dengan peningkatan kerentanan karena adnya penyakit sistemik seperti penyakit
jantung, DM, kehamilan, dan infeksi paru-paru. Ini karena adanya bakteri gram negative yang
menyebabkan terjadinya penyakit periodontal yang memicu produksi lipopolisakarida, heat
shock protein dan proinflammatory cytokines. Karena ada hubungan antra penyakit
periodontal dan problem medis yang lain, maka penting untuk mencegah terjadinya infeksi
gigi sedapat mungkin atau mengetahui sedini mungkin terjadinya infeksi gigi sehingga dapat
dicegah atau diobati. Dokter gigi dan dokter umum harus waspada terhadap terjadinya
implikasi klinis pada hubungan inter-relasi antara infeksi odontogenik dan kondisi medis lain
yang dapat berpengaruh terhadap pasien yang membutuhkan perawatan.Infeksi odontogenik
merupakan salah satu diantara beberapa infeksi yang paling sering kita jumpai pada manusia.
Pada kebanyakan pasien infeksi ini bersifat minor atau kurang diperhitungkan dan seringkali
ditandai dengan drainase spontan di sepanjang jaringan gingiva pada gigi yang mengalami
gangguan.
Fistula Bakteremie-Septikemie


Selulitis Acute-Chronic Infeksi Spasium
Periapikal Infection yang dalam




Abses intra oral Osteomielitis Ke spasium yang lebih
Atau jaringan lunak-kutis tinggi infeksi serebral


Gambar 2.1 : Arah Penyebaran Infeksi odontogenik
Sumber : Oral and Maxillofacial Infection, Topazian Richard G, Morton H
Goldberg, James R hupp. 4
th
ed;Philadelphia, W.B.Saunders Co.




B. RUMUSAN MASALAH



















1. Etiologi timbulnya bengkak?
2. Apakah ada hubungan gigi 45 dengan bengkak disebelah kanan?
3. Patofisiologi timbulnya bengkak?
4. Mengapa penyebaran bengkaknya sampai vestibulum?
5. Factor yang mempengaruhi penyebaran infeksi odontogen?
6. Intepretasi gambaran radiolusen?
7. Apakah ada hubungan suhu yang meningkat dengan bengkak pada pasien?
8. Mengapa yang mengalami pembesaran limfonodi submandibula? Dan
mekanismenya?
9. Mengapa pasien tidak merasa perubahan saat diberi obat?
10. Apakah ada hubungan besar bengkaknya dengan riwayat penyakit sistemiknya?
11. Apa hubungan bengkak dengan trismus?
12. Mekanisme terjadinya keadaan umum pada pasien?
13. Diagnosis? Karakteristik?
14. Bagaimana penatalaksaan pada pasien yang mengalami riwayat penyakit sistemik?
15. Bagaimana gambaran klinis insisi dan drainase jika berhasil?
16. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penatalaksaan pasien?
17. Pemberian antibiotic yang tepat untuk kasus tersebut?
18. Dosis antibiotic prophylaksis?











Skenario
Nena, 52 th, wanita, datang ke RSIGM Unissula mengeluhkan sakit, bengkak pada pipi kanan
disertai kesulitan dan keterbatasan membuka mulut. Awalnya Nena merasakan sakit saat
mengunyah pada sisi kanan yang sering kambuh sejak 2 tahun yang lalu. Sepuluh hari yang
lalu pipi mulai membengkak kemudian Nena pergi ke dokter gigi di Puskesmas dan diberi
amoxicilin dan asam mefenamat. Nena tidak merasakan adanya perubahan setelah minum
obat dan bengkaknya semakin besar. Riwayat penyakit sistemik: menderita hipertensi sejak 12
tahun yang lalu dan DM sejak 5 tahun yang lalu, Nena minum obat secara teratur.
Keadaan umum: kesadaran compos mentis. Tensi 150/80mmHg. Nadi 95x/menit. Suhu 38,5C.
Respirasi 24kali/menit.
Ekstraoral : asimetr, bengkak pada pipi kanan,kemerahan, fluktuasi(+), palpasi(+),pembesaran
limfonodi submandibular (+).
Intraoral : gigi 45gangren, gingiva sebelah bukal dan vestibulum 45 membesar , kemerahan,
palpasi (+), fluktuasi (+).
Pemeriksaan radiografis : terlihat area radiolusen meluas sekitar apeks gigi 45 dengan batas
difus.


C. DISKUSI HASIL SGD

1. Etiologi timbulnya bengkak?
- Infeksi odontogenik, dari pulpa, periodontal, gangrene pulpa. Berasal dari bakteri
aerob(alpha streptococcus, staphylococcus,) dan anerob (peptostreptococcus,
peptococci, fusobacterium nukleatum, bacteriodes)
- Ada 3, periodontal(dari poket periodontal) dan periapikal(nekrosis pulpa, berjalan
ke periapikal), perikoronal(dari sisa makanan).
- Akumulasi produk inflamasi, berupa pus hasil dari bakteri gram (-)
staphylococcus alpha.
- Infeksi postoperative (pasca ekstraksi) dan post trauma (secara umum)
- Tanda-tanda adanya infeksi odontogenik.
- Tanda adanya inflamasi, berjalan dari musculus mylohioid, letak di posterior
spacia sublingual.

2. Apakah ada hubungan gigi 45 dengan bengkak disebelah kanan?
- Ada, karena adanya pus pada daerah apical gigi yang gangrene
- Karena adanya penyebaran infeksi dari periapikal, gangrene gigi 45 shg terbentuk
akumulasi pus inflamasi
- Perikontinuatum, gigi anterior-p(spacia sublingual,spacia bukal dan sub mental),
m1-m3(spacia submandibula,spacia bukal). Letaknya tergantung m. mylohioid.

3. Patofisiologi timbulnya bengkak?
- Karies 45pulpitis irreversiblegangrene pulpa bakteri masuk
periapikalpertahanan tubuh (sel pmn, leukosit) granuloma (sel skuamosa
berlapis) jika PMN menurunimun turun bakteri berkembang lisisabses
(PMN meningkat)

4. Mengapa penyebaran bengkaknya sampai vestibulum?
- Karena penyebaran perkontinuitas, pus masuk ke celah atau ruang diantara
jaringan
Spacia : - ruang submandibula (sublingual dan submaksila(submental dan
submaksila lateral))
- Karena infeksi sudah menyebar dan menganai struktur gigi, periodontal dan
foramen apical, infeksi berlanjut dan menyebar ke kavitas oral dengan menenbus
lapisan kortikal vestibular dan periosteum tulang rahang.
- Tergantung dari ketebalan tulang, bagian lingualis kurang opak.

5. Factor yang mempengaruhi penyebaran infeksi odontogen?
- Jenis bakteri, virulensi dan kuantitas
- Daya tahan tubuh, misalnya kurang vitamin. Terdiri dari seluler dan
humoral/sistemik(respon pertahanan host, reaksi antigen-antibodi)
- Posisi sumber infeksi(Kondisi anatomis tiap individu)
- Potential space

6. Intepretasi gambaran radiolusen?
- Radiolusen karena adanya akumulasi cairan berupa pus. Sinar x dapat dengan
mudah menembus cairan pus.


7. Apakah ada hubungan suhu yang meningkat dengan bengkak pada pasien?
- Karena adanya infeksi bakteri, melepas produk inflamasi, merangsang
hipotalamus utk mensekresikan prostagalandin sehingga suhu tubuh meningkat.
- Adanya system hematopoetic, dari tubuh akan muncul leukositosis >10.000mm3.
dan PMN, laju endap darah meningkat 30-70mm/jam sehingga suhu tubuh naik.
- Toksin bakteri dan monosit serta makrofag eksogenus pyrogen menstimulasi
endogenus pyrogen berupa TNF, IL1 dan IL6 pd hipotalamus terbentuk PGe2
dan meningkatkan thermostat setpoint dari hipotalamus yg menyebabkan keadaan
suhu tubuh hipotermictubuh merespon menaikkan suhu tubuh vasokontriksi
pem.darahsuhu tubuh meningkat berkurang bakteri dalam tubuh

8. Mengapa yang mengalami pembesaran limfonodi submandibula? Dan
mekanismenya?
- Adanya inflamasi, permeabilitas vaskuler meningkat, cairan ekstravaskuler masuk
limfe, terjadi proliferasi limfosit dan hipertrofi sel fagosit, adanya respon radang,
sehingga bengkak.
- Karena adanya pertahan dari limfe, limfosit b dan t dalam usaha meningkatkan
pertahanan membesar
- Karena letaknya, infeksi menyebar, bakteri ditangkap kapsul fibrosa, masuk ke
limfememproduksi limfosit t dan bpembuluh limfe membesar
- Indikasi ada infeksi
9. Mengapa pasien tidak merasa perubahan saat diberi obat?
- Karena obat hanya menghilangkan gejala bukan pusnya.
- Resitensi antibiotic
- Pasien tsb punya riwayat dm, pasien tsb rentan terjadinya infeksi, penurunan
respon imun tubuh, sehingga resisten thdp antibiotic.
- Karena obat yg dipakai tidak sesuai dan adekuat, karena amoxilin utk bakteri
aerob.
- Karena analgesic hanya menghambat ditingkat otak,sedangkan sakitnya local.
Adanya rangsangan pada serabut saraf a delta dan c menimbulkan rasa sakit dan
nyeri.
- Sebelum dikultur harus tetap diberi antibiotic

10. Apakah ada hubungan besar bengkaknya dengan riwayat penyakit sistemiknya?
- Ada,karena pasien punya riwayat dm. potensi infeksi tinggi karena imun turun
sehingga inflamasi meningkat
- Imun tubuh turun, gangguan neutrofil tremasuk kemotaksis,fagositosis dan
aktivitas bakteriosid sehingga membengkak
- Pada penderita dm muncul proses angiopati dan penurunan fungsi endotel, terjadi
gangguan pem.darah, proses penyembuhan terhambat. (pada postoperative)
- Dm merupakan factor yg predisposisi yang melemahkan host.
11. Apa hubungan bengkak dengan trismus?
- Cairan inflamasi masuk ke otot lewat celah2 jaringan, sehingga ruang otot penuh
oleh cairan menyebabkan spasme otot.
- Karena infeksi inflamasireflek otot tanusotot mengecilspasme otot
- Infeksi menyebabkan ototnya tegang = otot menutup rahang
(m.masseter,temporal, dan pterygoideus media) serta otot2 pembantu.
- Karena danya rangsangan sensorik di rongga mulutrangsangan afferent ke
SSPmenjadi rangsangan motorikdisalurkan melalui nucleus motoris n.

trigeminusserabut motorikotot mastikasi timbul respon muscularspasme
otottrismus

12. Mekanisme terjadinya keadaan umum pada pasien?
- Respirasi meningkat karena adanya pembengkakanmenekan saluran
pernapasantrakea obstruksisusah bernapas
- Ketika suhu badan meningkat,metabolism meningkat, sehingga respirasi
meningkat dan nadi meningkat. Tekanan darah tergantung umur dan adanya
riwayat hipertensi.

13. Diagnosis? Karakteristik?
- Abses submandibula, karena penyebarannya sampe limfonodi submandibula
terlihat di gambaran klinis.

14. Bagaimana penatalaksaan pada pasien yang mengalami riwayat penyakit sistemik?
- Penyakit sistemik dikontrol, perawatan endo jika bisa dipertahankan, insisi
drainase.
- Beri antibiotic profilaksis
- Tindakan bedah(insisi) dan non bedah(open akses dan di psa)
- Ekstraksi, inisisi dan drainase
- Pemberian obat yang tepat. Biasanya metronidazol dan cheftriakson.
- Bila tidak diinsisi, dibairka tp tetap diberi terapi antibiotic
- Pemberian penisilin G utk bakteri staphylococcus.
- Bisa juga gabungan penisilin+gentamycin+metronidazol
- Utk pasien dm jika oral tidak efektif, bisa dengan injection.

15. Bagaimana gambaran klinis insisi dan drainase jika berhasil?
- Bengkaknya hilang, keadaan umum pasien membaik.
- Terbentuk regenerasi jaringan.
- Jaringan abses berkurang
- Tanda-tanda inflamasi menghilang

16. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada penatalaksaan pasien?
- Kondisi umum pasien
- Pemberiaan antibiotic yang adekuat
- Pemberian anestesi yang tepat
- Cara insisi dan drainase yang benar
- Oral hygine
- Banyaknya sumber infeksi
- Perluasan daerah abses
- Mengukur keparahan infeksi
- Mekanisme pertahanan tubuh pasien
- Menentukan tindakan
- Menghilangkan penyebab infeksi
- Pemilihan obat-obatan yang adekuat
- Menentukan dosis yang tepat.
- Pemakaian antibiotic yang baik
- Evaluasi pasien


17. Pemberian antibiotic yang tepat untuk kasus tersebut?
- Ditentukan terlebih dahulu jenis bakterinya
- Bisa pake metronidazol dengan dosis dewasa 500mg tiap 6jam dan tidak melebihi
4gr/hari. Biasanya utk kuman2 anaerob
- Linkosamide,utk infeksi bakteri anerob
- Kombinasi cheftriakson dan clindamycin lebih efektif


D. PEMBAHASAN
ETIOLOGI INFEKSI GIGI
Paling sedikit ada 400 kelompok bakteri yang berbeda secara morfologi dan biochemical
yang berada dalam rongga mulut dan gigi. Kekomplekan flora rongga mulut dan gigi dapat
menjelaskan etiologi spesifik dari beberapa tipe terjadinya infeksi gigi dan infeksi dalam
rongga mulut, tetapi lebih banyak disebabkan oleh adanya gabungan antara bakteri gram
positif yang aerob dan anaerob. Dalam cairan gingival, kira-kira ada 1.8 x
10
11
anaerobs/gram. Pada umumnya infeksi odontogen secara inisial dihasilkan dari
pembentukan plak gigi. Sekali bakteri patologik ditentukan, mereka dapat menyebabkan
terjadinya komplikasi lokal dan menyebar/meluas seperti terjadinya bacterial endokarditis,
infeksi ortopedik, infeksi pulmoner, infeksi sinus kavernosus, septicaemia, sinusitis, infeksi
mediastinal dan abses otak.
Infeksi odontogen biasanya disebabkan oleh bakteri endogen. Lebih dari setengah kasus
infeksi odontogen yang ditemukan (sekitar 60 %) disebabkan oleh bakteri anaerob.
Organisme penyebab infeksi odontogen yang sering ditemukan pada pemeriksaan kultur
adalahalpha-hemolytic Streptococcus, Peptostreptococcus, Peptococcus, Eubacterium,
Bacteroides (Prevotella) melaninogenicus, and Fusobacterium. Bakteri aerob sendiri jarang
menyebabkan infeksi odontogen (hanya sekitar 5 %). Bila infeksi odontogen disebabkan
bakteri aerob, biasanya organisme penyebabnya adalah speciesStreptococcus. Infeksi
odontogen banyak juga yang disebabkan oleh infeksi campuran bakteri aerob dan anaerob
yaitu sekitar 35 %. Pada infeksi campuran ini biasanya ditemukan 5-10 organisme pada
pemeriksaan kultur.
KLASIFIKASI / TIPIKAL INFEKSI
Berdasarkan tipe infeksinya, infeksi odontogen bisa dibagi menjadi :
1. Infeksi odontogen lokal / terlokalisir, misalnya: Abses periodontal akut; peri
implantitis.
2. Infeksi odontogen luas/ menyebar, misalnya: early cellulitis,deep-space infection.
3. Life-Threatening, misalnya: Facilitis dan Ludwig's angina.
Penyebaran infeksi dari fokus primer ke tempat lain dapat berlangsung melalui
beberapa cara, yaitu transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen), transmisi melalui aliran
limfatik (limfogen), perluasan infeksi dalam jaringan, dan penyebaran dari traktus
gastrointestinal dan pernapasan akibat tertelannya atau teraspirasinya materi infektif.
1. Transmisi melalui sirkulasi darah (hematogen)

Gingiva, gigi, tulang penyangga, dan stroma jaringan lunak di sekitarnya merupakan area
yang kaya dengan suplai darah. Hal ini meningkatkan kemungkinan masuknya organisme
dan toksin dari daerah yang terinfeksi ke dalam sirkulasi darah. Di lain pihak, infeksi dan
inflamasi juga akan semakin meningkatkan aliran darah yang selanjutnya menyebabkan
semakin banyaknya organisme dan toksin masuk ke dalam pembuluh darah. Vena-vena
yang berasal dari rongga mulut dan sekitarnya mengalir ke pleksus vena pterigoid yang
menghubungkan sinus kavernosus dengan pleksus vena faringeal dan vena maksilaris
interna melalui vena emisaria. Karena perubahan tekanan dan edema menyebabkan
penyempitan pembuluh vena dan karena vena pada daerah ini tidak berkatup, maka aliran
darah di dalamnya dapat berlangsung dua arah, memungkinkan penyebaran infeksi
langsung dari fokus di dalam mulut ke kepala atau faring sebelum tubuh mampu
membentuk respon perlawanan terhadap infeksi tersebut. Material septik (infektif) yang
mengalir melalui vena jugularis internal dan eksternal dan kemudian ke jantung dapat
membuat sedikit kerusakan. Namun, saat berada di dalam darah, organisme yang mampu
bertahan dapat menyerang organ manapun yang kurang resisten akibat faktor-faktor
predisposisi tertentu.
2. Transmisi melalui aliran limfatik (limfogen)
Seperti halnya suplai darah, gingiva dan jaringan lunak pada mulut kaya dengan aliran
limfatik, sehingga infeksi pada rongga mulut dapat dengan mudah menjalar ke kelenjar
limfe regional. Pada rahang bawah, terdapat anastomosis pembuluh darah dari kedua sisi
melalui pembuluh limfe bibir. Akan tetapi anastomosis tersebut tidak ditemukan pada
rahang bawah.
3

Kelenjar getah bening regional yang terkena adalah sebagai berikut:
Sumber infeksi KGB regional
Gingiva bawah Submaksila
Jaringan subkutan bibir bawah Submaksila, submental, servikal profunda
Jaringan submukosa bibir atas dan bawah Submaksila
Gingiva dan palatum atas Servikal profunda
Pipi bagian anterior Parotis
Pipi bagian posterior Submaksila, fasial

Banyaknya hubungan antara berbagai kelenjar getah bening memfasilitasi penyebaran
infeksi sepanjang rute ini dan infeksi dapat mengenai kepala atau leher atau melalui
duktus torasikus dan vena subklavia ke bagian tubuh lainnya.
3

Weinmann mengatakan bahwa inflamasi gingiva yang menyebar sepanjang sisi krista
alveolar dan sepanjang jalur pembuluh darah ke sumsum tulang. Ia juga menyatakan
bahwa inflamasi jarang mengenai membran periodontal. Kapiler berjalan beriringan
dengan pembuluh limfe sehingga memungkinkan absorbsi dan penetrasi toksin ke
pembuluh limfe dari pembuluh darah.
3

3. Peluasan langsung infeksi dalam jaringan
Hippocrates pada tahun 460 sebelum Masehi menyatakan bahwa supurasi yang berasal
dari gigi ketiga lebih sering terjadi daripada gigi-gigi lain dan cairan yang disekresikan
dari hidung dan nyeri juga berkaitan dengan hal tersebut, dengan kata lain infeksi antrum.
Supurasi peritonsilar, faringeal, adenitis servikal akut, selulitis, dan angina Ludwig dapat
disebabkan oleh penyakit periodontal da infeksi prikoronal sekitar molar ketiga. Parotitis,
keterlibatan sinus kavernosus, noma, dan gangren juga dapat disebabkan oleh infeksi gigi.
Osteitis dan osteomyelitis seringkali merupakan perluasan infeksi dari abses alveolar dan
pocket periodontal. Keterlibatan bifurkasio apikal pada molar rahang bawah melalui
infeksi periodontal merupakan faktor yang penting yang menyebabkan osteomyelitis dan
harus menjadi bahan pertimbangan ketika mengekstraksi gigi yang terinfeksi.

Perluasan langsung infeksi dapat terjadi melalui penjalaran material septik atau organisme
ke dalam tulang atau sepanjag bidang fasial dan jaringan penyambung di daerah yang
paling rentan. Tipe terakhir tersebut merupakan selulitis sejati, di mana pus terakumulasi
di jaringan dan merusak jaringan ikat longgar, membentuk ruang (spaces), menghasilkan
tekanan, dan meluas terus hingga terhenti oleh barier anatomik. Ruang tersebut bukanlah
ruang anatomik, tetapi merupakan ruang potensial yang normalnya teriis oleh jaringan
ikat longgar. Ketika terjadi infeksi, jaringan areolar hancur, membentuk ruang sejati, dan
menyebabkan infeksi berpenetrasi sepanjang bidang tersebut, karena fasia yang meliputi
ruang tersebut relatif padat.
Perluasan langsung infeksi terjadi melalui tiga cara, yaitu:
Perluasan di dalam tulang tanpa pointing
Area yang terkena terbatas hanya di dalam tulang, menyebabkan osteomyelitis.
Kondisi ini terjadi pada rahang atas atau yang lebih sering pada rahang bawah. DI
rahang atas, letak yang saling berdekatan antara sinus maksila dan dasar hidung
menyebabkan mudahnya ketelibatan mereka dalam penyebaran infeksi melalui tulang.
Perluasan di dalam tulang dengan pointing
Ini merupakan tipe infeksi yang serupa dengan tipe di atas, tetapi perluasan tidak
terlokalisis melainkan melewati tulang menuju jaringan lunak dan kemudian
membentuk abses. Di rahang atas proses ini membentuk abses bukal, palatal, atau
infraorbital. Selanjutnya, abses infraorbital dapat mengenai mata dan menyebabkan
edema di mata. Di rahag bawah, pointing dari infeksi menyebabkan abses bukal.
Apabila pointing terarah menuju lingual, dasar mulut dapat ikut terlibat atau pusa
terdorong ke posterior sehingga membentuk abses retromolar atau peritonsilar.
Perluasan sepanjang bidang fasial
Menurut HJ Burman, fasia memegang peranan penting karena fungsinya yang
membungkus berbagai otot, kelenjar, pembuluh darah, dan saraf, serta karena adanya
ruang interfasial yang terisi oleh jaringan ikat longgar, sehingga infeksi dapat
menurun.
Di bawah ini adalah beberapa fasia dan area yang penting, sesuai dengan klasifikasi
dari Burman:
o Lapisan superfisial dari fasia servikal profunda
o Regio submandibula
o Ruang (space) sublingual
o Ruang submaksila
o Ruang parafaringeal
Penting untuk diingat bahwa kepala, leher, dan mediastinum dihubungkan oleh fasia,
sehingga infeksi dari kepala dapat menyebar hingga ke dada. Infeksi menyebar
sepanjang bidang fasia karena mereka resisten dan meliputi pus di area ini. Pada regio
infraorbita, edema dapat sampai mendekati mata. Tipe penyebaran ini paling sering
melibatkan rahang bawah karena lokasinya yang berdekatan dengan fasia.
Faktor-faktor yang berperan terjadinya infeksi

1. Virulensi dan Quantity
Di rongga mulut terdapat bakteri yang bersifat komensalis. Apabila
lingkungan memungkinkan terjadinya invasi, baik oleh flora normal maupun
bakteri asing, maka akan terjadi perubahan dan bakteri bersifat patogen.
Patogenitas bakteri biasanya berkaitan dengan dua faktor yaitu virulensi dan
quantity. Virulensi berkaitan dengan kualitas dari bakteri seperti daya invasi,
toksisitas, enzim dan produk-produk lainnya. Sedangkan Quantity adalah jumlah
dari mikroorganisme yang dapat menginfeksi host dan juga berkaitan dengan
jumlah faktor-faktor yang bersifat virulen.

2. Pertahanan Tubuh Lokal
Pertahanan tubuh lokal memiliki dua komponen. Pertama barier anatomi,
berupa kulit dan mukosa yang utuh, menahan masuknya bakteri ke jaringan di
bawahnya. Pembukaan pada barier anatomi ini dengan cara insisi poket
periodontal yang dalam, jaringan pulpa yang nekrosis akan membuka jalan masuk
bakteri ke jaringan di bawahnya. Gigi-gigi dan mukosa yang sehat merupakan
pertahanan tubuh lokal terhadap infeksi. Adanya karies dan saku periodontal
memberikan jalan masuk untuk invasi bakteri serta memberikan lingkungan yang
mendukung perkembangbiakan jumlah bakteri.
Mekanisme pertahanan lokal yang kedua adalah populasi bakteri normal di
dalam mulut, bakteri ini biasanya hidup normal di dalam tubuh host dan tidak
menyebabkan penyakit. Jika kehadiran bateri tersebut berkurang akibat
penggunaan antibiotik, organisme lainnya dapat menggantikannya dan
bekerjasama dengan bakteri penyebab infeksi mengakibatkan infeksi yang lebih
berat.
3. Pertahanan Humoral
Mekanisme pertahanan humoral, terdapat pada plasma dan cairan tubuh
lainnya dan merupakan alat pertahanan terhadap bakteri. Dua komponen
utamanya adalah imunoglobulin dan komplemen. Imunoglobulin adalah antibodi
yang melawan bakteri yang menginvasi dan diikuti proses fagositosis aktif dari
leukosit. Imunoglobulin diproduksi oleh sel plasma yang merupakan
perkembangan dari limfosit B.Terdapat lima tipe imunoglobulin, 75 % terdiri dari
Ig G merupakan pertahanan tubuh terhadap bakteri gram positif. Ig A sejumlah
12 % merupakan imunoglobulin pada kelenjar ludah karena dapat ditemukan
pada membran mukosa. Ig M merupakan 7 % dari imunoglobulin yang
merupakan pertahanan terhadap bakteri gram negatif. Ig E terutama berperan
pada reaksi hipersensitivitas. Fungsi dari Ig D sampai saat ini belum diketahui.
Komplemen adalah mekanisme pertahanan tubuh humoral lainnya,
merupakan sekelompok serum yang di produksi di hepar dan harus di aktifkan
untuk dapat berfungsi. Fungsi dari komplemen yang penting adalah yang pertama
dalam proses pengenalan bakteri, peran kedua adalah proses kemotaksis oleh
polimorfonuklear leukosit yang dari aliran darah ke daerah infeksi. Ketiga adalah
proses opsonisasi, untuk membantu mematikan bakteri. Keempat dilakukan
fagositosis. Terakhir membantu munculnya kemampuan dari sel darah putih
untuk merusak dinding sel bakteri.
4. Pertahanan Seluler
Mekanisme pertahanan seluler berupa sel fagosit dan limfosit. Sel fagosit
yang berperan dalam proses infeksi adalah leukosit polimorfonuklear. Sel-sel ini
keluar dari aliran darah dan bermigrasi e daerah invasi bakteri dengan proses
kemotaksis. Sel-sel ini melakukan respon dengan cepat, tetapi sel-sel ini siklus
hidupnya pendek, dan hanya dapat melakukan fagositosis pada sebagian kecil
bakteri. Fase ini diikuti oleh keluarnya monosit dari aliran darah ke jaringan dan
disebut sebagai makrofag. Makrofag berfungsi sebagai fagositosis, pembunuh dan
menghancurkan bakteri dan siklus hidupnya cukup lama dibandingkan leukosit
polimorfonuklear. Monosit biasanya terlihat pada infeksi lanjut atau infeksi
kronis.
Komponen yang kedua dari pertahanan seluler adalah populasi dari
limfosit, seperti telah di sebutkan sebelumnya limfosit B akan berdifernsiasi
menjadi sel plasma dan memproduksi antibodi yang spesifik seperti Ig G.

Limfosit T berperan pada respon yang spesifik seperti pada rejeksi graft
(penolakan cangkok) dan tumor suveillance (pertahanan terhadap tumor).

Tanda dan Gejala

Infeksi
1. Adanya respon Inflamasi
Respon tubuh terhadap agen penyebab infeksi adalah inflamasi. Pada
keadaan ini substansi yang beracun dilapisi dan dinetralkan. Juga dilakukan
perbaikan jaringan, proses inflamasi ini cukup kompleks dan dapat disimpulkan
dalam beberapa tanda :
A. Hiperemi yang disebabkan vasodilatasi arteri dan kapiler dan peningkatan
permeabilitas dari venula dengan berkurangnya aliran darah pada vena.
B. Keluarnya eksudat yang kaya akan protein plasma, antiobodi dan nutrisi
dan berkumpulnya leukosit pada sekitar jaringan.
C. Berkurangnya faktor permeabilitas, leukotaksis yang mengikuti migrasi
leukosit polimorfonuklear dan kemudian monosit pada daerah luka.
D. Terbentuknya jalinan fibrin dari eksudat, yang menempel pada dinding lesi.
E. Fagositosis dari bakteri dan organisme lainnya
F. Pengawasan oleh makrofag dari debris yang nekrotik

2. Adanya gejala infeksi
Gejala-gejala tersebut dapat berupa : rubor atau kemerahan terlihat pada
daerah permukaan infeksi yang merupakan akibat vasodilatasi. Tumor atau edema
merupakan pembengkakan daerah infeksi. Kalor atau panas merupakan akibat
aliran darah yang relatif hangat dari jaringan yang lebih dalam, meningkatnya
jumlah aliran darah dan meningkatnya metabolisme. Dolor atau rasa sakit,
merupakan akibat rangsangan pada saraf sensorik yang di sebabkan oleh
pembengkakan atau perluasan infeksi. Akibat aksi faktor bebas atau faktor aktif
seperti kinin, histamin, metabolit atau bradikinin pada akhiran saraf juga dapat
menyebabkan rasa sakit. Fungsio laesa atau kehilangan fungsi, seperti misalnya
ketidakmampuan mengunyah dan kemampuan bernafas yang terhambat.
Kehilangan fungsi pada daerah inflamasi disebabkan oleh faktor mekanis dan
reflek inhibisi dari pergerakan otot yang disebabkan oleh adanya rasa sakit.
3. Limphadenopati
Pada infeksi akut, kelenjar limfe membesar, lunak dan sakit. Kulit di
sekitarnya memerah dan jaringan yang berhubungan membengkak. Pada infeksi
kronis perbesaran kelenjar limfe lebih atau kurang keras tergantung derajat
inflamasi, seringkali tidak lunak dan pembengkakan jaringan di sekitarnya
biasanya tidak terlihat. Lokasi perbesaran kelenjar limfe merupakan daerah
indikasi terjadinya infeksi. Supurasi kelenjar terjadi jika organisme penginfeksi
menembus sistem pertahanan tubuh pada kelenjar menyebabkan reaksi seluler dan
memproduksi pus. Proses ini dapat terjadi secara spontan dan memerlukan insisi
dan drainase.

PATOGENESIS DAN PATOFISIOLOGI INFEKSI ODONTOGEN (UMUM)
Penetrasi dari bakteri komensal yang mengalami perubahan, baik secara kualitatif maupun
kuantitatif bila diikuti sistem imun dan pertahanan seluler yang terganggu, akan
menyebabkan infeksi. Selain itu terganggunya keseimbangan mikroflora akibat penggunaan
antibiotik tertentu juga dapat menyebabkan adanya dominasi bakteri lainnya yang potensial.
Kondisi-kondisi maupun penyakit yang menyebabkan keadaan imunokompromais seperti

penyakit metabolik tak terkontrol (uremia, alkoholisme, malnutrisi, diabetes), penyakit
suppresif(leukimia, limfoma, tumor ganas), dan penggunaan obat-obat immunosupresif
misalnya pada pasien yang menjalani kemoterapi kanker juga dapat memfasilitasi dengan
mudah terjadinya infeksi odontogenik.

Mekanisme tersering terjadinya infeksi odontogenik berawal dari karies dentis. Proses
demineralisasi enamel gigi akan merusak enamel yang selanjutnya melanjutkan invasi bakteri
ke pori/ trabekula dentin yang kemudian menyebabkan pulpitis hingga nekrosis pulpa. Dari
Pulpa maka infeksi dapat menyebar ke akar gigi dan selanjutnya menyebar ke os maksila atau
mandibula, menyebabkan osteomyelitis. Kerusakan ini dapat menyebabkan perforasi
sehingga melibatkan pula mukosa mulut maupun kulit wajah.

Sebagian besar bakteri yang berlokasi pada supragingival adalah gram positif,
fakultatif dan sakarolitik yang berarti bahwa pada keadaan dimana terdapat karbohidrat
terutama sukrosa, maka akan diproduksi asam. Asam ini akan membuat enamel mengalami
demineralisasi yang memfasilitasi infiltrasi dari bakteri pada dentin dan pulpa. Dengan
adanya invasi dari bakteri pada jaringan internal gigi, bakteri berkembang, terutama bakteri
gram negatif, anaerobik dan proteolitik akan menginfeksi rongga pulpa. Beberapa bakteri ini
memiliki faktor virulensi yang dapat menyebabkan invasi bakteri pada jaringan periapikal
melalui foramen apikal. Lebih dari sebagian lesi periapikal yang aktif tidak dapat dideteksi
dengan sinar-X karena berukuran kurang dari 0.1 mm
2
. Jika respon imun host menyebabkan
akumulasi dari netrofil maka akan menyebabkan abses periapikal yang merupakan lesi
destruktif pada jaringan. Namun jikan respon imun host lebih didominasi mediasi oleh
makrofag dan sel limfosit T, maka akan berkembang menjadi granuloma apikal, ditandai
dengan reorganisasi jaringan melebihi destruksi jaringan. Perubahan pada status imun host
ataupun virulensi bakteri dapat menyebabkan reaktivasi dari silent periapical lessions.

Infeksi odontogenik juga dapat berasal dari jaringan periodontal. Ketika bakteri
subgingival berkembang dan membentuk kompleks dengan bakteri periodontal patogen yang
mengekspresikan faktor virulensi, maka akan memicu respon imun host yang secara kronis
dapat menyebabkan periodontal bone loss. Abses periodontal dapat berasal dari eksaserbasi
periodontitis kronik, defek kongenital yang dapat memfasilitasi invasi bakteri(fusion dari
akar, development grooves, dll), maupun iatrogenik karena impaksi dari kalkulus pada epitel
periodontal pocket selama scaling. Beberapa abses akan membentuk fistula dan menjadi
kronik yang pada umumnya bersifat asimptomatik ataupun paucisimptomatik. Bentuk khusus
dari abses periodontal rekuren adalah perikoronitis yang disebabkan oleh invasi bakteri pada
coronal pouch selama erupsi molar.

JALUR PENYEBARAN ABSES
a. Abses Submukosa (Submucous Abscess) Disebut submukosa karena memang
dikarenakan pus terletak dibawah lapisan mukosa, akan tetapi, jika berbeda tempat, berbeda
pula namanya. Ada 4 huruf a yang tertera pada gambar, kesemuanya merupakan abses
submukosa, namun untuk yang terletak di palatal, disebut sebagai Abses Palatal (Palatal
Abscess). Yang terletak tepat dibawah lidah dan diatas (superior dari) perlekatan otot
Mylohyoid disebut abses Sublingual (Sublingual Abscess). Yang terletak di sebelah bukal
gigi disebut dengan Abses vestibular, kadangkala sering terjadi salah diagnosa karena letak
dan secara klinis terlihat seperti Abses Bukal (Buccal Space Abscess), akan tetapi akan
mudah dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya
adalah superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot
maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan
pusnya adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan
otot maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular.

b. Abses Bukal (Buccal Space Abscess)Abses Bukal (Buccal Space Abscess) dan Abses
Vestibular kadang terlihat membingungkan keadaan klinisnya, akan tetapi akan mudah
dibedakan ketika kita melihat arah pergerakan polanya, jika jalur pergerakan pusnya adalah
superior dari perlekatan otot masseter (rahang atas) dan inferior dari perlekatan otot maseter
(rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Bukal, namun jika jalur pergerakan pusnya
adalah inferior dari perlekatan otot maseter (rahang atas) dan superior dari perlekatan otot
maseter (rahang bawah), maka kondisi ini disebut Abses Vestibular.
c. Abses Submandibular (Submandibular Abscess)Kondisi ini tercipta jika jalur
pergerakan pus melalui inferior (dibawah) perlekatan otot Mylohyoid dan masih diatas
(superior) otot Platysma.
d. Abses PerimandibularKondisi ini unik dan khas , karena pada klinisnya akan ditemukan
tidak terabanya tepian body of Mandible, karena pada region tersebut telah terisi oleh pus,
sehingga terasa pembesaran di region tepi mandibula.
e. Abses Subkutan (Subcutaneous Abscess)Sesuai namanya, abses ini terletak tepat
dibawah lapisan kulit (subkutan). Ditandai dengan terlihat jelasnya pembesaran secara ekstra
oral, kulit terlihat mengkilap di regio yang mengalami pembesaran, dan merupakan tahap
terluar dari seluruh perjalanan abses. Biasanya jika dibiarkan, akan terdrainase spontan,
namun disarankan untuk melakukan insisi untuk drainase sebagai perawatan definitifnya.
f. Sinusitis Maksilaris Sebenarnya ini merupakan sebuah kelanjutan infeksi yang lumayan
ekstrim, karena letak akar palatal gigi molar biasanya berdekatan dengan dasar sinus
maksilaris, maka jika terjadi infeksi pada periapikal akar palatal gigi molar, jika tidak
tertangani dari awal, maka penjalran infeksi dimungkinkan akan berlanjut ke rongga sinus
maksilaris dan menyebabkan kondisi sinusitis.




TERAPI
Tujuan manajemen infeksi odontogen adalah :
Menjaga saluran nafas tetap bebas
o dasar mulut dan lidah yang terangkat ke arah tonsil akan menyebabkan gagal
nafas
o mengetahui adanya gangguan pernafasan adalah langkah awal diagnosis yang
paling penting dalam manajemen infeksi odontogen
o tanda-tanda terjadi gangguan pernafasan adalah pasien terlihat gelisah, tidak
dapat tidur dalam posisi terlentang dengan tenang, mengeluarkan air liur,
disfonia, terdengar stridor
o saluran nafas yang tertutup merupakan penyebab kematian pasien infeksi
odontogen
o jalan nafas yang bebas secara kontinu dievaluasi selama terapi
o dokter bedah harus memutuskan kebutuhan, waktu dan metode operasi untuk
mempertahankan saluran nafas pada saat emergency (gawat darurat).
Operasi drainase
o pemberian antibiotika tanpa drainase pus tidak akan menyelesaikan masalah
penyakit abses
o memulai terapi antibiotika tanpa pewarnaan gram dan kultur akan
menyebabkan kesalahan dalam mengidentifikasi organisme penyebab penyakit
infeksi odontogen
o penting untuk mengalirkan semua ruang primer apalagi bila pada pemeriksaan,
ruang sekunder potensial terinfeksi juga
o CT scan dapat membantu mengidentifikasi ruang-ruang yang terkena infeksi
o Foto rontgen panoramik dapat membantu identifikasi bila diduga gigi terlibat
infeksi
o Abses canine, sublingual dan vestibular didrainase intraoral
o Abses ruang masseterik, pterygomandibular, dan pharyngea lateral bisa
didrainase dengan kombinasi intraoral dan ekstraoral
o Abses ruang temporal, submandibular, submental, retropharyngeal, dan buccal
disarankan diincisi ekstraoral dan didrainase.
Medikamentosa
o rehidrasi (karena kemungkinan pasien menderita dehidrasi adalah sangat
besar)
o merawat pasien yang memiliki faktor predisposisi terkena infeksi (contohnya
Diabetes Mellitus)
o mengoreksi gangguan atau kelainan elektrolit
o memberikan analgetika dan merawat infeksi dasar bila pasien menderita
trismus, pembengkakan atau rasa sakit di mulut.
Identifikasi bakteri penyebab
o diharapkan penyebabnya adalah alpha-hemolytic Streptococcus dan bakteri
anaerob lainnya
o kultur harus dilakukan pada semua pasien melalui incisi dan drainase dan uji
sensitivitas dilakukan bila pasien tidak kunjung membaik (kemungkinan
resisten terhadap antibiotika)
o Hasil aspirasi dari abses bisa dikirim untuk kultur dan uji sensitivitas jika
incisi dan drainase terlambat dilakukan

Menyeleksi terapi antibotika yang tepat
o penicillin parenteral
o metronidazole dikombinasikan dengan penicillin bisa dipakai pada infeksi
yang berat
o Clindamycin untuk pasien yang alergi penicillin
o Cephalosporins (cephalosporins generasi pertama)
o antibiotika jangan diganti selama incisi dan drainase pada kasus infeksi
odontogen yang signifikan
o jika mediastinal dicurigai terkena infeksi harus dilakukan CT scan thorax
segera dan konsultasi kepada dokter bedah thorax kardiovaskular
o ekstraksi gigi penyebab akan menyembuhkan infeksi odontogen
.
E. KONSEP MAPPING


Gangrene pulpa
Infeksi odontogenik
inflamasi
Bengkak vestibulum
Bengkak limfonodi
Trismus dan demam
abses

Anda mungkin juga menyukai