Anda di halaman 1dari 5

Pertimbangan I ntraoperatif

Induksi anestesi didasarkan pada kondisi kesehatan pasien dan fisiologi tubuh
sesuai dengan usia pasien. Kesulitan utama pada anak yang terpasang shunt adalah
malfungsi dan infeksi yang mengakibatkan kegagalan dalam mengalirkan cairan
serebrospinal (CSF); pembesaran ventrikel; dan peningkatan volum CSF dan TIK.
Diagnosis malfungsi shunt biasanya jelas ada anak yang letargi dan mengalami
bradikardi, sering muntah, dan menunjukkan gambaran pembesaran ventrikel pada
MRI atau CT-scan.
Anestesi pada pemasangan vp shunt direncanakan sedemikian rupa untuk
meningkatkan compliance intrakranial, termasuk pada bayi yang ubun-ubunnya
belum menutup. Persiapan optimal pasien berupa rangkaian induksi intravena dengan
tiopental atau propofol, narkotik, relaksan otot non depolarisasi, dan hiperventilasi
dengan oksigen 100%. Pada kasus emergensi, preoksigenasi, tekanan krikoid, dan
induksi intravena dengan thiopental baik dengan relaksan otot depolarisasi jangka
pendek diindikasikan untuk mempertahankan jalan napas dengan cepat dan aman.
Induksi inhalasi dan intubasi endotrakeal dengan obat anestesi inhalasi dosis
tinggi merupakan kontraindikasi karena anak dengan hidrosefalus yang belum
mendapat penanganan atau mengalami malfungsi shunt, terlepas apakah ubun-ubun
sudah menutup, tidak seharusnya terekspos sevoflurane yang dibutuhkan pada
intubasi endotrakeal. Jika induksi inhalasi dibutuhkan karena anak tidak memiliki
akses intravena, hal tersebut harus dilakukan dengan cepat, sevoflurane dihentikan,
dan akses intravena diusahakan. Setelah intubasi trakea, hiperventilasi diteruskan
hingga shunt dipasang pada tempatnya, cairan dari ventrikel dialirkan, dan
compliance mengalami perbaikan.
Secara umum, anak tanpa masalah tekanan intrakranial (TIK) akut yang tidak
memiliki akses intravena induksi dilakukan dengan cara inhalasi melalui face mask.
Semua obat anestesi inhalasi cair berpotensi meningkatkan aliran darah otak. Obat
anestesi intravena memiliki efek sebaliknya. (tabel)
Tabel . efek obat anestesi terhadap metabolism otak
Obat CBF CMRO
2
TIK
Anestesi inhalasi
(volatiles)

Propofol
Tiopental
Ketamin
Nitrogen dioksida

CBF= cerebral blood flow (aliran darah otak)
CMRO
2
= cerebral metabolism of oxygen
TIK= tekanan intrakranial

Ventilasi harus dikontrol secepat mungkin untuk mencapai keadaan
hiperventilasi ringan dan menurunkan PaCO
2
untuk mengimbangi peningkatan aliran
darah otak akibat prosedur anestesi. Selama induksi, laringospasme dan
bronkospasme dapat meningkatkan PaCO
2
dan berakhir dengan peningkatan aliran
darah otak dan TIK.Jika tersedia jalur intravena, induksi dapat dicapai dengan
thiopental atau propofol yang menurunkan TIK.
Jalan nafas harus dipertahankan dengan endotracheal tube yang sesuai dan
ventilasi terkendali. Intubasi dapat dilakukan dengan pemberian relaksan otot atau
anestetik lokal (lignocaine 1%) topikal pada laring.
Monitoring baku yaitu EKG, pulse oxymeter, tekanan darah, CO
2
, FiO
2
dan
suhu tubuh, jika terdapat kondisi komorbid, mungkin dibutuhkan monitoring
tambahan.
Menurut Comroe dan Botells
42
sianosis tidak sepenuhnya dapat mendeteksi
hipoksia. Core et al mengungkapkan pentingnya penggunaan pulse oxymeter pada
anesthesia pediatrik. Meskipun di dalam tubuh neonatus terdapat hemoglobin fetal,
hal ini tidak akan mempengaruhi pembacaan pulse oxymeter. Beberapa faktor
mempengaruhi kemampuan kerja pulse oxymeter pada populasi pediatrik, termasuk
hipoperfusi, pergerakan pasien, lampu penghangat inframerah, dan pewarna intravena
(methylene blue, indocyanine green, dan indigocarmine).
Meski vp shunt merupakan prosedur yang sering dilakukan oleh ahli bedah
syaraf, insersi ventriculo-terminus shunts (ujung alat vp shunt yang umumnya berada
peritoneum, pleura atau atrium kanan) terkadang sulit. Perhatian ditujukan pada
lokasi pengeboran, dimana penanaman diatas sinus venosus dura dapat berakibat pada
perdarahan yang hebat. Selain itu, masuknya darah secara tidak sengaja ke dalam
ruang subarakhnoid dapat mengakibatkan sakit kepala, demam, atau bahkan
arachnoiditis. Invasi ke dalam peritoneum mungkin dapat mengakibatkan trauma
pada hati atau usus. Pengaksesan atrium kanan dapat berakhir pada emboli udara atau
disritmia ventrikular. Penanaman kateter pleura dapat mengakibatkan pneumotoraks
atau bahkan tension pneumothorax sehingga membutuhkan torakosintesis dan
pemasangan chest tube.
Suhu tubuh tergantung keseimbangan dari produksi dan kehilangan panas.
Keseimbangan tersebut dapat terganggu melalui banyak cara sehingga menimbulkan
risiko terjadi hipotermia, terutama pada pasien anak. Panas dapat hilang dengan
mudah saat menjalani prosedur anestesi karena hilangnya kemampuan menggigil,
permukaan tubuh yang terekspos, vasodilatasi akibat obat-obat anestesi, dan kondisi
ruang operasi yang dingin. Panas hilang melalui proses konduksi, konveksi, radiasi,
atau evaporasi. Efek hipotermia pada anak sama dengan dewasa.
Anak berumur dibawah 1 tahun respon terhadap pemberian vasokontriktor.
Pemberian atropine dan operasi yang berlangsung lebih dari 40 menit berkolerasi
terhadap peningkatan aktivitas menggigil, begitu juga dengan penurunan suhu
intraoperatif yang lebih besar. Penghangatan ruangan operasi menurunkan insiden
menggigil pada perawatan post anestesi. Menggigil yang timbul pasca operasi akan
mempercepat peningkatan suhu tubuh, namun juga mengakibatkan peningkatan 50%
metabolisme tubuh dan peningkatan konsumsi oksigen serta produksi CO
2
.
Penghangatan kembali tubuh pada periode postoperatif juga memiliki resiko.
Vasodilatasi menyebabkan peningkatan kebutuhan cairan dan katekolamin yang
dapat menimbulkan disritmia, hipertensi, dan iskemia miokard.
Untuk mempertahankan normotermia pada anak, penting untuk
menghangatkan ruang operasi dan menggunakan lampu pemancar panas saat
pemasangan kateter intravena dan intraarterial, induksi anesthesia, menyediakan
selimut penghangat, membatasi waktu tereksposnya tubuh, menutupi area tubuh yang
tidak terlibat pada proes pembedahan, melembabkan udara inspirasi dan
menghangatkan cairan intravena dan darah.

Mengendalikan tekanan intrakranial
Pengendalian dan penurunan tekanan intrakranial merupakan hal yang penting
pada pemasangan vp-shunt. Tekanan akibat penuhnya ruang intrakranial dapat
dievakuasi melalui vp-shunt. Pada waktu inilah pengendalian tekanan intrakranial
sangat membantu dan seringkali menyelamatkan jiwa.
Tidak ada strategi penggantian cairan yang dapat diaplikasikan pada pasien
dengan peningkatan TIK. Sebagian besar anestesiologist mulai dengan terapi
osmotik, saat atau setelah induksi. saat operasi berlangsung dan kehilangan darah
bertambah, penggantian cairan biasanya terdiri dari campuran kristaloid dan koloid
untuk mempertahankan volum intravaskular yang isovolemik, iso-osmolar dan iso-
onkotik. Setelah pemberian 20 mL/kg cairan kristaloid, pada pasien pediatrik,
penggunaan campuran saline normal dengan albumin 5% dengan perbandingan 3:1
dapat digunakan, namun risiko pemberian albumin harus dipertimbangkan. Selain itu,
belum ada data yang mendukung penggunaan albumin dibandingkan dengan regimen
cairan pengganti lainnya. Menjamin perfusi serebral dan oksigenasi dan transpor
nutrisi yang adekuat merupakan tujuan dari terapi cairan.
Mannitol merupakan diuretik pilihan dan sangat berguna dalam menurunkan
tekanan intrakranial dengan cepat. Mannitol efektif jika diberikan bolus 0.25 sampai
1.0 g/kg dan mulai bekerja dalam 10 menit setelah pemberian dengan efek yang
bertahan hingga 1 sampai 2 jam. Meskipun pemikiran konvensional beranggapan
bahwa efek diuretik osmotik pada TIK adalah dengan menurunkan volum air dalam
otak, terdapat bukti bahwa efek yang sebenarnya adalah untuk menurunkan viskositas
darah dan mengkompensasi vasokontriksi yang diikuti dengan penurunan volum
darah otak. Pasien anak memerlukan kateter urin untuk memonitor diuresis dan
analisa elektrolit agar hemokonsentrasi yang signifikan dan kemungkinan gagal ginjal
dapat dihindari.

Pengaturan Posisi Pasien
Pada pemasangan vp shunt biasanya berada dalam posisi supinasi, kepala
pasien di posisikan ke sisi kontralateral dari tempat insersi shunt. Fleksi dari leher
dapat mengakibatkan bergesernya pipa endotrakeal ke dalam bronkus utama atau
dapat menyebabkan oklusi pada vena jugularis sehingga drainase vena terhambat dan
terjadi peningkatan volum dan tekanan intrakranial. Gulungan handuk dapat
diletakkan dibawah bahu untuk membuat garis lurus dari telinga/leher ke abdomen
sehingga melancarkan drainase dari ventrikel otak. Mata harus dilindungi dari
kekeringan dan trauma.

Pertimbangan post operatif
Manajemen postoperatif pada pasien yang menjalani pemasangan vp shunt
disesuaikan dengan status neurologis serta komorbid pasien. Pasien tanpa komorbid
dapat dirawat seperti pasien rawat inap pada umumnya. Pada bayi dengan risiko
apnea pasca operasi memerlukan pemantauan terhadap tanda-tanda apnea dalam
waktu paling tidak 12 jam, jika pasien menunjukkan tanda apnea, diperlukan
monitoring yang lebih lanjut hingga pasien bebas apnea untuk waktu 12 jam.

Anda mungkin juga menyukai