PENDAHULUAN Gangguan bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut bipolar karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub, yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi. 1 Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang. Penderita depresi bipolar dapat mengalami bunuh diri 15 kali lebih banyak dibandingkan dengan orang awam. Bunuh diri pertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi, tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Risiko bunuh diri dapat meningkat selama menopause. 1 DEFINISI Gangguan bipolar (GB) merupakan gangguan jiwa yang bersifat episodik dan ditandai oleh gejala-gejala manik, hipomanik, depresi, dan campuran, biasanya rekuren serta dapat berlangsung seumur hidup. Setiap episode dipisahkan sekurangnya dua bulan tanpa gejala penting mania atau hipomania. Tetapi pada beberapa individu, gejala depresi dan mania dapat bergantian secara cepat, yang dikenal dengan rapid cycling. Episode mania yang ekstrim dapat menunjukkan gejala-gejala psikotik seperti waham dan halusinasi. 2 EPIDEMIOLOGI Gangguan bipolar adalah gangguan yang lebih jarang dibandingkan dengan gangguan depresif berat. Prevalensi gangguan bipolar di Indonesia hanya sekitar 2% sama dengan prevalensi skizofrenia. Prevalensi antara laki-laki dan wanita sama besar. Onset gangguan bipolar adalah dari masa anak-anak (usia 5-6 tahun) sampai 50 tahun atau lebih. Rata-rata usia yang terkena adalah usia 30 tahun. Gangguan bipolar cenderung mengenai semua ras. 2 2
ETIOLOGI Faktor biologi Hingga saat ini neurotransmitter monoamine seperti norepinefrin, dopamine, serotonin, dan histamine menjadi focus teori dan masih diteliti hingga saat ini. Sebagai biogenik amin norepinefrin dan serotonin adalah neurotransmitter yang paling berpengaruh dalam patofisiologi gangguan mood ini. 1,2
- Norepinefrin. Teori ini merujuk pada penurunan regulasi dan penurunan sensitivitas dari reseptor adrenergik dan dalam klinik hal ini dibuktikan oleh respon pada penggunaan anti depresan yang cukup baik sehingga mendukung adanya peran langsung dari system noradrenergik pada depresi. Bukti lainnya melibatkan reseptor 2 presinaps pada depresi karena aktivasi pada reseptor ini menghasilkan penurunan dari pelepasan norepinefrin. Reseptor 2 juga terletak pada neuron serotoninergic dan berperan dalam regulasi pelepasan serotonin.
- Serotonin. Teori ini didukung oleh respon pengobatan SSRI (selective serotonin reuptake inhibitor) dalam mengatasi depresi. Rendahnya kadar serotonin dapat menjadi faktor resipitat depresi, beberapa pasien dengan dorongan bunuh diri memiliki konsentrasi serotonin yang rendah dalam cairan cerebropinalnya dan memiliki kadar konsentrasi rendah uptake serotonin pada platelet.
- Dopamine. Selain dari norepinefrin dan serotonin, dopamine juga diduga memiliki peran. Data memperkirakan bahwa aktivitas dopamine dapat mengurangi depresi dan meningkat pada mania. Dua teori mengenai dopamine dan depresi adalah bahwa jalur mesolimbic dopamine tidak berfungsi terjadi pada depresi dan dopamine reseptor D 1 hipoaktif pda keadaan depresi.
- Kelainan di otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron- emission tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran 3
darah yang berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdale dan hippocampus. Korteks prefrontal, amygdale, dan hippocampus merupakan bagian dari otak yang terlibat dalam respon emosi (mood dan afek). Penelitian lain menunjukkan ekspresi oligodendrosit- myelin berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui, oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar. 1,2
Faktor genetik - Studi pada keluarga. Data dari studi ini mengatakan 1 orang tua dengan gangguan mood, anaknya akan memiliki risiko antara 10-25% untuk menderita gangguan mood. Jika kedua orang tuanya menderita gangguan mood, maka kemungkinannya menjadi 2 kali lipat. Risiko ini meningkat jika ada anggota keluarga dari 1 generasi sebelumnya daripada kerabat jauh. Satu riwayat keluarga gangguan bipolar dapat meningkatkan risiko untuk gangguan mood secara umum, dan lebih spesifik pada kemungkinan munculnya bipolar. - Studi pada anak kembar. Studi ini menunjukan bahwa gen hanya menjelaskan 50-70% etiologi dari gangguan mood. Studi ini menunjukan rentang gangguan mood pada monozigot sekitar 70-90% dibandingkan dengan kembar dizigot sekitar 16-35%. 1,2
Faktor psikososial - Stress dari lingkungan dan peristiwa dalam hidup seseorang. Penelitian telah membuktikan faktor lingkungan memegang peranan penting dalam Gangguan perkembangan bipolar. Faktor lingkungan yang sangat berperan pada kehidupan psikososial dari pasien dapat menyebabkan stress yang dipicu oleh faktor lingkungan. Stres yang menyertai episode pertama dari gangguan bipolar dapat menyebabkan perubahan biologik otak yang bertahan lama. 4
Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberian signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhir perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk menderita gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stressor eksternal. - Faktor kepribadian. Tidak ada bukti yang mengindikasikan bahwa gangguan kepribadian tertentu berhubungan dengan berkembangnya gangguan bipolar I, walaupun pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik berisiko untuk dapat berkembang menjadi depresi mayor atau gangguan bipolar I. Kejadian tiba-tiba yang memicu stress yang kuat adalah prediktor dari onset episode depresi. 1,2
Perjalanan penyakit Siklus tipikal bipolar 1,2 Dalam sebagian besar kasus bipolar, fase depresi jauh melebihi fase manik, dan siklus mania dan depresi tidak menentu dan tidak dapat diprediksi. Banyak pasien mengalami episode campuran, yang merupakan episode manik dan depresi muncul bersamaan selama 7 hari. 1,2 Rapid Cycling Pasien dengan gangguan bipolar 1, perputaran cepat kemungkinan adalah wanita dan pernah mengalami episode depresif dan hipomanik, cenderung pada gangguan pada faktor ekternal bukan dari genetik. Pada fase ini episode manik dan depresi timbul bergantian sedikitnya 4 kali setahun dan pada kasus yang parah, bisa mencapai sejumlah siklus sehari. Rapid cycling cenderung untuk timbul lebih sering pada wanita dan pada pasien bipolar II. Umumnya, rapid cycling bermula pada fase depresi, dan episode depresi yang sering dan parah bisa menjadi ciri khas dari kejadian ini. Fase ini sulit untuk ditangani, khususnya karena antidepresan bisa mencetuskan perubahan ke mania dan memunculkan pola melingkar. 1,2
5
Dengan Pola Musiman Pasien dengan gangguan pola musiman dalam gangguan moodnya cenderung mengalami episode depresi selama waktu tertentu dalam satu tahun, biasanya pada musim dingin dan hanya terjadi satu kali dalam satu tahun. Bisa juga terjadi remisi penuh dimana adanya perubahan dari depresi menjadi mania atau hipomania. 1,2 Onset pasca persalinan Memungkinkan untuk menentukan gangguan mood pasca persalinan jika onset gejalanya empat minggu pasca persalinan. Gangguan mental pasca persalinan biasanya adalah gangguan psikotik. 1,2 Perbedaan antara anak-anak dan dewasa Peneliatan menunjukkan gejala bipolar pada anak-anak dan remaja berbeda dari dewasa. Dewasa dengan bipolar biasanya periode mania dan depresi yang berbeda dan persisten, Anak-anak dengan bipolar berfluktuasi secara cepat dalam mood dan kelakuan mereka. Manik pada anak-anak dikarakteristikan dengan iritabel dan agresif sedangkan dewasa cenderung mengalami euphoria. Anak-anak dengan bipolar episode depresi sering marah-marah dan tidak bisa diam dan dapat memiliki gangguan tambahan mood dan perilaku seperti anxietas, ADHD dan penyalahgunaan zat. 1,2
Masih belum jelas seberapa sering bipolar pada anak-anak bertahan sampai dewasa atau bila menangani bipolar pada masa kanak-kanak bisa membantu mencegah gangguan di masa depan. 1,2
GAMBARAN KLINIK Terdapat dua pola gejala dasar pada gangguan bipolar yaitu, episode depresi dan episode mania. 1,3
Episode manic: Paling sedikit satu minggu (bisa kurang, bila dirawat) pasien mengalami mood yang elasi, ekspansif, atau iritabel. Pasien memiliki, secara menetap, tiga atau lebih gejala berikut (empat atau lebih bila hanya mood iritabel) yaitu: 3
6
a. Grandiositas atau percaya diri berlebihan b. Berkurangnya kebutuhan tidur c. Cepat dan banyaknya pembicaraan d. Lompatan gagasan atau pikiran berlomba e. Perhatian mudah teralih f. Peningkatan energy dan hiperaktivitas psikomotor g. Meningkatnya aktivitas bertujuan (social, seksual, pekerjaan dan sekolah) h. Tindakan-tindakan sembrono (ngebut, boros, investasi tanpa perhitungan yang matang). 3
Gejala yang derajatnya berat dikaitkan dengam penderitaan, gambaran psikotik, hospitalisasi untuk melindungi pasien dan orang lain, serta adanya gangguan fungsi sosial dan pekerjaan. Pasien hipomania kadang sulit didiagnosa sebab beberapa pasien hipomania justru memiliki tingkat kreativitas dan produktivitas yang tinggi. Pasien hipomania tidak memiliki gambaran psikotik (halusinasi, waham atau perilaku atau pembicaraan aneh) dan tidak memerlukan hospitalisasi. 4
Episode Depresi Mayor Paling sedikit dua minggu pasien mengalami lebih dari empat symptom atau tanda yaitu 3,4 a. Mood depresif atau hilangnya minat atau rasa senang b. Menurun atau meningkatnya berat badan atau nafsu makan c. Sulit atau banyak tidur d. Agitasi atau retardasi psikomotor e. Kelelahan atau berkurangnya tenaga f. Menurunnya harga diri g. Ide-ide tentang rasa bersalah, ragu-ragu dan menurunnya konsentrasi h. Pesimis i. Pikiran berulang tentang kematian, bunuh diri (dengan atau tanpa rencana) atau tindakan bunuh diri. 3,4
7
Gejala-gejala diatas menyebabkan penderitaan atau mengganggunya fungsi personal, sosial, pekerjaan. 3,4 Episode Campuran
Paling sedikit satu minggu pasien mengalami episode mania dan depresi yang terjadi secara bersamaan. Misalnya, mood tereksitasi (lebih sering mood disforik), iritabel, marah, serangan panic, pembicaraan cepat, agitasi, menangis, ide bunuh diri, insomnia derajat berat, grandiositas, hiperseksualitas, waham kejar dan kadang-kadang bingung. Kadang-kadang gejala cukup berat sehingga memerlukan perawatan untuk melindungi pasien atau orang lain, dapat disertai gambaran psikotik, dan mengganggu fungsi personal, sosial dan pekerjaan. 3
Episode Hipomanik Paling sedikit empat hari, secara menetap, pasien mengalami peningkatan mood, ekspansif atau irritable yang ringan, paling sedikit terjadi gejala (empat gejala bila mood irritable) yaitu: 3
a. Grandiositas atau meningkatnya kepercayaan diri b. Berkurangnya kebutuhan tidur c. Meningkatnya pembicaraan d. Lompat gagasan atau pemikiran berlomba e. Perhatian mudah teralih f. Meningkatnya aktifitas atau agitasi psikomotor g. Pikiran menjadi lebih tajam h. Daya nilai berkurang 3,4
Tidak ada gambaran psikotik (halusinasi, waham, atau prilaku atau pembicaraan aneh) tidak membutuhkan hospitalisasi dan tidak mengganggu fungsi personal, sosial, dan pekerjaan. Sering kali dilupakan oleh pasien tetapi dapat dikenali oleh keluarga. 3,4
Sindrom Psikotik Pada kasus berat, pasien mengalami gejala psikotik. Gejala psikotik yang paling sering yaitu: 3,4 a. Halusinasi (auditorik, visual, atau bentuk sensasi lainnya) 8
b. Waham 3,4
Misalnya, waham kebesaran sering terjadi pada episode mania sedangkan waham nihilistic terjadi pada episode depresi. Ada kalanya simtom psikotik tidak serasi dengan mood. Pasien dengan gangguan bipolar sering didiagnosis sebagai skizofrenia. Ciri psikotik biasanya merupakan tanda prognosis yang buruk bagi pasien dengan gangguan bipolar. Faktor berikut ini telah dihubungkan dengan prognosis yang buruk seperti: durasi episode yang lama, disosiasi temporal antara gangguan mood dan gejala psikotik, dan riwayat penyesuaian sosial premorbid yang buruk. Adanya ciri-ciri psikotik yang memiiki penerapan terapi yang penting, pasien dengan symptom psikotik hampir selalu memerlukan obat anti psikotik di samping anti depresan atau anti mania atau mungkin memerlukan terapi antikonvulsif untuk mendapatkan perbaikan klinis. 3,4
KRITERIA DIAGNOSIS Keterampilan wawancara dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis. Informasi dari keluarga sangat diperlukan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan criteria yang terdapat dalam DSM-IV atau ICD-10. Salah satu instrumen yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi symptom gangguan bipolar adalah The Structured clinical Interview for DSM-IV (SCID). The Present State Examination (PSE) dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi symptom sesuai dengan ICD- 10. 5 Pembagian menurut DSM-IV: 5
Gangguan mood bipolar I a) Gangguan mood bipolar I, episode manic tunggal b) Gangguan mood bipolar I, episode manic sekarang ini c) Gangguan mood bipolar I, episode campuran saat ini d) Gangguan mood bipolar I, episode hipomanik saat ini e) Gangguan mood bipolar I, episode depresi saat ini f) Gangguan mood bipolar I, Episode Yang tidak dapat diklasifikasikan saat ini 9
Ganggguan Mood Bipolar II Satu atau lebih episode depresi mayor yang disertai dengan paling sedikit satu episode hipomanik. 5 Gangguan Siklotimia A. PEMERIKSAAN FISIK a. Penampilan Orang yang menunjukkan suatu periode depresi mungkin menunjukkan sedikit sampai tidak ada kontak mata. Pakaian mereka mungkin tidak terawat, kotor, berlubang, kumal, serta tidak cocok dengan ukuran badan. Bila seseorang kehilangan berat badan secara signifikan, ukuran pakaiannya tidak akan cocok. Kebersihan diri tercermin dari mood mereka yang rendah, yang ditunjukkan dengan badan yang kurus, tidak bercukur, dan tidak membersihkan diri. Pada wanita, kuku jari tangannya mungkin terdapat lapisan warna yang berbeda atau sebagian warna yang rusak pada kuku mereka, bahkan cenderung kotor juga pada tangannya. Rambut mereka juga tidak terurus. Bila orang ini bergerak, afek depresi jelas terlihat. Mereka bergerak dengan lambat dan sangat sedikit yang menunjukkan retardasi psikomotor. Mereka juga berbicara dengan suara yang pelan atau suara yang monoton. 5,7 b. Afek/Suasana Perasaan Afek depresi. Kesedihan mendominasi suasana hati seseorang dalam episode depresi. Penderita merasa sedih, tertekan, kehilangan, kosong dan terisolasi. 7 c. Pikiran Penderita mempunyai pemikiran yang mencerminkan kesedihan mereka. Gagasan yang negatif, perhatian nihilistik dan mereka mempunyai suatu istilah bahwa mereka bagaikan gelas yang separuh kosong. Pemikiran mereka lebih berfokus tentang kematian dan tentang bunuh diri. 5,7 d. Persepsi 10
Terdapat 2 format dari tipe depresi yang dijelaskan. Dengan psikotik dan tanpa psikotik. Dengan psikotik, penderita mempunyai khayalan dan halusinasi yang sesuai atau tidak dengan suasana hati. Penderita merasa telah berdosa, bersalah dan merasakan penyesalan yang sangat dalam. 5,7 e. Bunuh diri Angka kejadian bunuh diri banyak terjadi pada penderita depresi. Mereka adalah individu yang mencoba dan berhasil dalam usaha bunuh diri. 7 f. Pembunuhan/kekerasan Pembunuhan yang dilakukan oleh penderita biasanya diikuti dengan bunuh diri. Pada beberapa penderita depresi biasanya merasa dunia sudah tidak berguna lagi untuknya dan untuk orang terdekatnya/orang lain. 7 g. Tilikan/Insight Depresi dapat mempengaruhi penilaian seseorang mengenai dirinya sendiri. Penderita biasanya gagal dalam melakukan tindakan yang penting sebab mereka sangat jatuh dan menurun dalam mengenali diri mereka sendiri. Meraka memiliki sedikit pengertian terhadap diri mereka sendiri. 7 h. Kognitif Pada depresi dan manik yang berat, penderita dapat mengalami kesulitan dalam berkonsentrasi dan memusatkan perhatiannya. 7 PENATALAKSANAAN : Terapi psikososial
- Terapi kognitif (Aaron Beck) Tujuannya : a. Menghilangkan episode depresi dan mencegah rekurennya dengan membantu pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif. 11
b. Mengembangkan cara berpikir alternatif, fleksibel dan positif, serta melatih kembali respon kognitif dan perilaku yang baru. 3,4,7
- Terapi interpersonal (Gerrad Kleman) Memusatkan pada masalah interpersonal yang sekarang dialami oleh pasien dengan anggapan bahwa masalah interpersonal sekarang mungkin terlibat dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresi sekarang.
Terapi ini difokuskan pada problem interpersonal yang ada. Diasumsikan bahwa, pertama, problem in- terpersonal yang ada saat ini merupakan akar terjadinya disfungsi hubungan in- terpersonal. Problem interpersonal saat ini berperan dalam terjadinya gejala depresi. Biasanya sesi berlangsung antara 12 sampai 16 minggu dan ditandai dengan pendekatan terapeutik yang aktif. Tidak ditujukan pada fenomena intrapsikik seperti mekanisme defensi dan konflik internal. Keterbatasan asertif, gangguan kemampuan sosial, serta penyimpangan pola berpikir hanya ditujukan bila memang mempunyai efek pada hubungan interpersonal tersebut. 4,7 - Terapi perilaku Terapi didasarkan pada hipotesis bahwa pola perilaku maladaptif menyebabkan seseorang mendapatkan sedikit umpan balik positif dari masyarakat dan kemungkinan penolakan yang palsu. Dengan demikian pasien belajar untuk berfungsi di dunia dengan cara tertentu dimana mereka mendapatkan dorongan positif. 4,,7
- Terapi berorientasi-psikoanalitik Mencapai kepercayaan dalam hubungan interpersonal, keintiman, mekanisme penyesuaian, kapasitas dalam merasakan kesedihan serta kemampuan dalam merasakan perubahan emosional secara luas. 4,7
- Terapi keluarga Diindikasikan untuk gangguan yang membahayakan perkawinan pasien atau fungsi keluarga atau jika gangguan mood dapat ditangani oleh situasi keluarga. Terapi keluarga meneliti peran suasana hati teratur dalam keseluruhan kesejahteraan psikologis dari seluruh keluarga, tetapi juga mengkaji peran seluruh keluarga dalam pemeliharaan gejala pasien. Pasien dengan gangguan mood memiliki tingkat tinggi perceraian, dan sekitar 50 persen dari semua pasangan 12
melaporkan bahwa mereka tidak akan menikah atau memiliki anak jika mereka tahu bahwa pasien akan mengembangkan gangguan mood. 4,7 - Rawat Inap Yang pertama dan paling penting keputusan dokter harus dibuat adalah apakah untuk memutuskan pasien rawat inap atau pasien rawat jalan. Jelas indikasi untuk rawat inap adalah risiko bunuh diri atau pembunuhan, pasien yang sangat berkurang kemampuannya untuk makan dan kebutuhan untuk prosedur diagnostik. Suatu onset yang berkembang cepat gejala juga dapat menjadi indikasi untuk rawat inap. Seorang dokter dapat dengan aman mengobati depresi ringan atau hypomania dengan rawat jalan jika evaluasi pasien terus rutin dilakukan. Tanda-tanda klinis dari gangguan penilaian, penurunan berat badan, atau insomnia harus minimal. Sistem pendukung pasien harus kuat, tidak ada menarik diri dari pasien. Setiap perubahan negatif dalam gejala-gejala pasien atau perilaku mungkin cukup untuk menjadi indikasi rawat inap rawat inap. Pasien dengan gangguan mood sering tidak mau masuk rumah sakit secara sukarela, dan mungkin harus sengaja dimasukan. Pasien-pasien ini sering tidak dapat membuat keputusan karena pemikiran mereka melambat, Weltanschauung negatif (pandangan dunia), dan keputusasaan. Pasien yang manik sering memiliki seperti kurangnya wawasan gangguan mereka yang rawat inap tampaknya benar-benar tidak masuk akal bagi mereka. 4,7 Terapi Fisik : Electro Convulsive Therapy (ECT) Terapi dengan melewatkan arus listrik ke otak melalui 2 elektrode yang ditempatkan pada bagian temporal kepala. Sering digunakan pada kasus depresif berat atau mempunyai risiko bunuh diri yang besar dan respon terapi dengan obat antidepresan kurang baik (dengan dosis yang sudah adekuat). 4,8 Farmakoterapi Pendekatan farmakoterapeutik terhadap gangguan bipolar telah menimbulkan perubahan besar dalam pengobatannya dan secara dramatis telah mempengaruhi perjalanan gangguan bipolar dan menurunkan biaya bagi penderita. 4,8 13
Rekomendasi terapi akut depresi, GB II 7 Tabel 5 Terapi akut depresi, GB II.
Lini I Quetiapin Lini II Litium, lamotrigin, divalproat, litium atau divalproat + antidepresan, litium + divalproat, antipsikotika atipik + antidepresan Lini III Antidepresan monoterapi (terutama untuk pasien yang jarang mengalami hipomania)
Rekomendasi terapi rumatan GB II 7 Tabel 6 Terapi Rumatan GB II.
Lini I Litium, lamotrigin Lini II Divalproat, litium atau divalproat atau antipsikotika atipik + antidepresan, kombinasi dua dari: litium, lamotrigin, divalproat, atau antipsikotika atipik Lini III Karbamazepin, antipsikotika atipik, ECT Tidak direkomendasikan Gabapentin
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan pada gangguan bipolar: 2,3,7 Mood stabilizer Litium Litium sudah digunakan sebagai terapi mania akut sejak 50 tahun yang lalu. Memiliki efek akut dan kronis dalam pelepasan serotonin dan norepineprin di neuron terminal sistem saraf pusat. ,2,3,7
Farmakologi Sejumlah kecil litium terikat dengan protein. Litium diekskresikan dalam bentuk utuh hanya melalui ginjal. 2,3,7
Indikasi Episode mania akut, depresi, mencegah bunuh diri, dan bermanfaat sebagai terapi rumatan GB. 2,3,7
Dosis 15
Respons litium terhadap mania akut dapat dimaksimalkan dengan menitrasi dosis hingga mencapai dosis terapeutik yang berkisar antara 1,0-1,4 mEq/L. Perbaikan terjadi dalam 7-14 hari. Dosis awal yaitu 20 mg/kg/hari. Dosis untuk mengatasi keadaan akut lebih tinggi bila dibandingkan dengan terapi rumatan. Untuk terapi rumatan, dosis berkisar antara 0,4-0,8 mEq/L. Dosis kecil dari 0,4 mEq/L, tidak efektif sebagai terapi rumatan. Sebaliknya, gejala toksisitas litium dapat terjadi bila dosis 1,5 mEq/L. 2,3,7
Perbaikan klinis 7-14 hari Efek samping Efek samping yang dilaporkan adalah mual, muntah, tremor, somnolen, penambahan berat badan, dan penumpulan kognitif. Neurotoksisitas, delirium, dan ensefalopati dapat pula terjadi akibat litium. Neurotoksisitas bersifat irreversible. Akibat intoksikasi litium, deficit neurologi permanen dapat terjadi misalnya, ataksia, deficit memori, dan gangguan pergerakan. Untuk mengatasi intoksikasi litium, hemodialisis harus segera dilakukan. Litium dapat merusak tubulus ginjal. Faktor resiko kerusakan ginjal adalah intoksikasi litium, polifarmasi dan adanya penyakit fisik yang lainnya. Pasien yang mengkonsumsi litium dapat mengalami poliuri. Oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk banyak meminum air. 2,3,7
Pemeriksaan laboratorium Sebelum memberikan litium, fungsi ginjal (ureum dan kreatinin) dan fungsi tiroid, harus diperiksa terlebih dahulu. Untuk pasien yang berumur di atas 40 tahun, pemeriksaan EKG harus dilakukan. Fungsi ginjal harus diperiksa Setiap Setiap 2-3 bulan dan fungsi tiroid dalam enam bulan pertama. Setelah enam bulan, fungsi ginjal dan tiroid diperiksa sekali dalam 6-12 bulan atau bila ada indikasi. 2,3,7 Wanita hamil Penggunaan litium pada wanita hamil dapat menimbulkan malformasi janin. Kejadiannya meningkat bila janin terpapar pada kehamilan yang lebih dini. Wanita dengan GB yang derajatnya berat, yang mendapat rumatan litium, dapat melanjutkan litium selama kehamilan bila ada indikasi klinis. Kadar litium 16
darahnya harus dipantau dengan seksama. Pemeriksaan USG untuk memantau janin, harus dilakukan. Selama kehamilannya, wanita tersebut harus disupervisi oleh ahli kebidanan dan psikiater. Sebelum kehamilan terjadi, risiko litium terhadap janin dan efek putus litium terhadap ibu harus didiskusikan. 2,3,7
Valproat Valproat merupakan obat antiepilepsi yang disetujui oleh FDA sebagai antimania. Valproat tersedia dalam bentuk: 3,7
1. Preparat oral; a. Sodium divalproat, tablet salut, proporsi antara asam valproat dan sodium valproat adalah sama (1:1) b. Asam valproat c. Sodium valproat d. Sodium divalproat, kapsul yang mengandung partikel-partikel salut yang dapat dimakan secara utuh atau dibuka dan ditaburkan ke dalam makanan. e. Divalproat dalam bentuk lepas lambat, dosis sekali sehari.
Farmakologi Terikat dengan protein. Diserap dengan cepat setelah pemberian oral. Konsentrasi puncak plasma valproat sodium dan asam valproat dicapai dalam dua jam sedangkan sodium divalproat dalam 3-8 jam. Awitan absorbsi divalproat lepas lambat lebih cepat bila dibandingkan dengan tablet biasa. Absorbsi menjadi lambat bila obat diminum bersamaan dengan makanan. Ikatan valproat dengan protein meningkat bila diet mengandung rendah lemak dan menurun bila diet mengandung tinggi lemak. 3,7 Dosis Dosis terapeutik untuk mania dicapai bila konsentrasi valproat dalam serum berkisar antara 45 -125 mg/mL. Untuk GB II dan siklotimia diperlukan divalproat dengan konsentrasi plasma < 50 mg/mL. Dosis awal untuk mania dimulai dengan 17
15-20 mg/kg/hari atau 250 500 mg/hari dan dinaikkan setiap 3 hari hingga mencapai konsentrasi serum 45- 125 mg/mL. Efek samping, misalnya sedasi, peningkatan nafsu makan, dan penurunan leukosit serta trombosit dapat terjadi bila konsentrasi serum > 100 mg/mL. Untuk terapi rumatan, konsentrasi valproat dalam plasma yang dianjurkan adalah antara 75-100 mg/mL. 3,7 Indikasi Valproat efektif untuk mania akut, campuran akut, depresi mayor akut, terapi rumatan GB, mania sekunder, GB yang tidak berespons dengan litium, siklus cepat, GB pada anak dan remaja, serta GB pada lanjut usia. 3,7 Efek Samping Valproat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang dapat terjadi, misalnya anoreksia, mual, muntah, diare, dispepsia, peningkatan (derajat ringan) enzim transaminase, sedasi, dan tremor. Efek samping ini sering terjadi pada awal pengobatan dan bekurang dengan penurunan dosis atau dengan berjalannya waktu. Efek samping gastrointestinal lebih sering terjadi pada penggunaan asam valproat dan valproat sodium bila dibandingkan dengan tablet salut sodium divalproat. 3,7
Lamotrigin Lamotrigin efektif untuk mengatasi episode bipolar depresi. Ia menghambat kanal Na+. Selain itu, ia juga menghambat pelepasan glutamat. 3,7
Farmakokinetik Lamotrigin oral diabsorbsi dengan cepat. Ia dengan cepat melewati sawar otak dan mencapai konsentrasi puncak dalam 2-3 jam. Sebanyak 10% lamotrigin dieksresikan dalam bentuk utuh. 3,7
Indikasi Efektif untuk mengobati episode depresi, GB I dan GB II, baik akut maupun rumatan. Lamotrigin juga efektif untuk GB, siklus cepat. 3,7
Dosis Berkisar antara 50-200 mg/hari. 3,7
Efek Samping 18
Sakit kepala, mual, muntah, pusing, mengantuk, tremor, dan berbagai bentuk kemerahan di kulit. 3,7
Antipsikotika Atipik Antipsikotika atipik, baik monoterapi maupun kombinasi terapi, efektif sebagai terapi lini pertama untuk GB. Beberapa antipsikotika atipik tersebut adalah olanzapin, risperidon, quetiapin, dan aripiprazol. 3,7
Risperidon Risperidon adalah derivat benzisoksazol. Ia merupakan antipsikotika atipik pertama yang mendapat persetujuan FDA setelah klozapin. 3,7
Absorbsi Risperidon diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral. Ia dimetabolisme oleh enzim hepar yaitu CYP 2D6. 3,7
Dosis Untuk preparat oral, risperidon tersedia dalam dua bentuk sediaan yaitu tablet dan cairan. Dosis awal yang dianjurkan adalah 2 mg/hari dan besoknya dapat dinaikkan hingga mencapai dosis 4 mg/hari. Sebagian besar pasien membutuhkan 4-6 mg/hari. Risperidon injeksi jangka panjang (RIJP) dapat pula digunakan untuk terapi rumatan GB. Dosis yang dianjurkan untuk orang dewasa atau orang tua adalah 25 mg setiap dua minggu. Bila tidak berespons dengan 25 mg, dosis dapat dinaikkan menjadi 37,5 mg - 50 mg per dua minggu. 3,7
Indikasi Risperidon bermanfaat pada mania akut dan efektif pula untuk terapi rumatan. 3,7
Efek Samping Sedasi, fatig, pusing ortostatik, palpitasi, peningkatan berat badan, berkurangnya gairah seksual, disfungsi ereksi lebih sering terjadi pada risperidon bila dibandingkan dengan pada plasebo. Meskipun risperidon tidak terikat secara bermakna dengan reseptor kolinergik muskarinik, mulut kering, mata kabur, dan retensi urin, dapat terlihat pada beberapa pasien dan sifatnya hanya sementara. 19
Peningkatan berat badan dan prolaktin dapat pula terjadi pada pemberian risperidon. 3,4,7
Olanzapin Olanzapin merupakan derivat tienobenzodiazepin yang memiliki afinitas terhadap dopamin (DA), D2, D3, D4, dan D5, serotonin 2 (5-HT2); muskarinik, histamin 1(H1), dan a1- adrenergik. 3,7
Indikasi Olanzapin mendapat persetujuan dari FDA untuk bipolar episode akut mania dan campuran. Selain itu, olanzapin juga efektif untuk terapi rumatan GB.
3,4,7
Dosis Kisaran dosis olanzapin adalah antara 5-30 mg/hari. 3,7
Efek Samping Sedasi dapat terjadi pada awal pengobatan tetapi berkurang setelah beberapa lama. Efek antikolinergik dapat pula terjadi tetapi kejadiannya sangat rendah dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Risiko terjadinya diabetes tipe-2 relatif tinggi bila dibandingkan dengan antipsikotika atipik lainnya. Keadaan ini dapat diatasi dengan melakukan psikoedukasi, misalnya merubah gaya hidup, diet dan latihan fisik. 3,7
Quetiapin Quetiapin merupakan suatu derivat dibenzotiazepin yang bekerja sebagai antagonis 5-HT1A dan 5 -HT2A, dopamin D1, D2, histamin H1 serta reseptor adrenergik a1 dan a2. Afinitasnya rendah terhadap reseptor D2 dan relatif lebih tinggi terhadap serotonin 5-HT2A. 2,3,7 Dosis Kisaran dosis pada gangguan bipolar dewasa yaitu 200-800 mg/hari. Tersedia dalam bentuk tablet IR (immediate release) dengan dosis 25 mg, 100 mg, 200 mg, dan 300 mg, dengan pemberian dua kali per hari. Selain itu, juga tersedia quetiapin-XR dengan dosis 300 mg, satu kali per hari. 2,3,7
20
Indikasi Quetiapin efektif untuk GB I dan II, episdoe manik, depresi, campuran, siklus cepat, baik dalam keadaan akut maupun rumatan. 3,7
Efek Samping Quetiapin secara umum ditoleransi dengan baik. Sedasi merupakan efek samping yang sering dilaporkan. Efek samping ini berkurang dengan berjalannya waktu. Perubahan dalam berat badan dengan quetiapin adalah sedang dan tidak menyebabkan penghentian pengobatan. Peningkatan berat badan lebih kecil bila dibandingkan dengan antipsikotika tipikal. 2,3,7
Aripiprazol Aripiprazol adalah stabilisator sistem dopamin-serotonin. 3,7
Farmakologi Aripiprazol merupakan agonis parsial kuat pada D2, D3, dan 5-HT1A serta antagonis 5- HT2A. Ia juga mempunyai afinitas yang tinggi pada reseptor D3, afinitas sedang pada D4, 5-HT2c, 5-HT7, a1-adrenergik, histaminergik (H1), dan serotonin reuptake site (SERT), dan tidak terikat dengan reseptor muskarinik kolinergik. 3,7
Dosis Aripiprazol tersedia dalam bentuk tablet 5,10,15,20, dan 30 mg. Kisaran dosis efektifnya per hari yaitu antara 10-30 mg. Dosis awal yang direkomendasikan yaitu antara 10 - 15 mg dan diberikan sekali sehari. Apabila ada rasa mual, insomnia, dan akatisia, dianjurkan untuk menurunkan dosis. Beberapa klinikus mengatakan bahwa dosis awal 5 mg dapat meningkatkan tolerabilitas. 3,7
Indikasi Aripiprazol efektif pada GB, episode mania dan episode campuran akut. Ia juga efektif untuk terapi rumatan GB. Aripiprazol juga efektif sebagai terapi tambahan pada GB I, episode depresi. 3,7
Efek Samping 21
Sakit kepala, mengantuk, agitasi, dispepsia, anksietas, dan mual merupakan kejadian yang tidak diinginkan yang dilaporkan secara spontan oleh kelompok yang mendapat aripiprazol. Efek samping ekstrapiramidalnya tidak berbeda secara bermakna dengan plasebo. Akatisia dapat terjadi dan kadang-kadang dapat sangat mengganggu pasien sehingga sering mengakibatkan penghentian pengobatan. Insomnia dapat pula ditemui. Tidak ada peningkatan berat badan dan diabetes melitus pada penggunaan aripiprazol. Selain itu, peningkatan kadar prolaktin juga tidak dijumpai. Aripiprazol tidak menyebabkan perubahan interval QT. 2,3,7
Antidepresan 1) Derivat trisiklik Imipramin (dosis lazim : 25-50 mg 3x sehari bila perlu dinaikkan sampai maksimum 250-300 mg sehari) Amitriptilin ( dosis lazim : 25 mg dapat dinaikkan secara bertahap sampai dosis maksimum 150-300 mg sehari). 3,4,7
3) Derivat MAOI (MonoAmine Oksidase-Inhibitor) Moclobemide (dosis lazim : 300 mg/ hari terbagi dalam 2-3 dosis dapat dinaikkan sampai dengan 600 mg/ hari). 3,4,7
4) Derivat SSRI (Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) Sertralin (dosis lazim : 50 mg/hari bila perlu dinaikkan maksimum 200 mg/hr) Fluoxetine ( dosis lazim : 20 mg sehari pada pagi hari, maksimum 80 mg/hari dalam dosis tunggal atau terbagi) Fluvoxamine (dosis lazim : 50mg dapat diberikan 1x/hari sebaiknya pada malam hari, maksimum dosis 300 mg) Paroxetine, Citalopram (dosis lazim : 20 mg/hari, maksimum 60 mg /hari). 3,4,7
Venlafaxine (dosis lazim : 75 mg/hari bila perlu dapat ditingkatkan menjadi 150-250 mg 1x/hari), Duloxetine. 3,7
PROGNOSIS Pasien dengan gangguan bipolar I memiliki prognosis yang kurang baik dibandingkan depresi mayor. Sekitar 40-50% pasien dengan bipolar 1 memiliki kemungkinan mengalami episode manik kedua dalam 2 tahun episode pertama. Walaupun dnegan penggunaan litium sebagai profilaksis meningkatkan prognosis bipolar I, kemungninan hanya 50-60% pasien mencapai control signifikan akan gejala mereka dengan litium. Pasien bipolar I dengan premorbid status pekerjaan yang tidak mendukung, ketergantungan alkohol, gejala psikotik, gejala depresi dan jenis kelamin laki-laki juga mempengaruhi prognosis yang kurang baik. Durasi pendek dari manik, usia yang tidak terlalu muda saat onset menghasilkan prognosis yang lebih baik. Sekitar 7% pasien dengan gangguan bipolar tidak memiliki gejala rekuren; 45% memilii lebih dari 1 episode, dan 40% memiliki gangguan kronik. Pasien mungkin memiliki 2 hingga 30 episode, walaupun angka rata-ratanya adalah 9 episode. Sekitar 40% dari keseluruhan pasien mengalami lebih dari 10 episode. Pada follow up jangka panjang 15% dari seluruh pasien dengan bipolar I dapat hidup dengan baik, 45% hidup dengan baik namun memiliki multirelaps, 30% pasien dengan remisi parsial, dan 10% pasien dengan sakit kronis. 3,8
Untuk prognosis bipolar II, sampai saat ini masih dilakukan penelitian. Bipolar II adalah penyakit kronik dimana memerlukan strategi penatalaksanaan jangka panjang. 3,8 KOMPLIKASI Gangguan emosi atau gangguan neurologik Pasien dengan bipolar, terutama tipe II atau siklotimik, memiliki episode depresi berat yang sering. Gangguan anxietas, seperti panik, juga sering timbul pada pasien ini. Pasien dengan bipolar, terutama tipe II, juga sering menderita fobia. 8
23
Suicide Risiko untuk suicide sangat tinggi pada pasien dengan bipolar dan yang tidak menerima tindakan medis. 10-15% pasien dengan Bipolar I melakukan percobaan bunuh diri, dengan risiko tertinggi saat episode depresi atau campuran. Beberapa studi memperlihatkan risiko suicide pada pasien dengan bipolar II lebih tinggi dibanding bipolar I atau depresi berat. Pasien yang menderita gangguan anxietas juga memiliki resiko tinggi untuk suicide. 4,8
Masalah memori dan berpikir Studi menunjukkan bahwa pasien dengan bipolar bisa memiliki masalah yang bervariasi pada ingatan jangka pendek dan panjang, kecepatan memproses informasi, dan fleksibilitas mental. Masalah seperti ini bahkan dapat muncul diantara episode. Masalah ini cenderung lebih parah ketika seseorang memiliki episode manik lebih sering. 4,8 Efek perilaku dan emosional saat fase manik pada pasien Dalam persentase kecil dari pasien bipolar mendemonstrasikan kenaikan produktivitas dan kreativitas saat episode manik. Kelainan cara berpikir dan penilaian yang merupakan karakterisik dari episode manik dapat berujung pada perilaku berbahaya seperti: 4,8
- Mengeluarkan uang dengan ceroboh, yang dapat menghancurkan finansial - Mengamuk, paranoid dan bahkan kekerasan - Perilaku keinginan untuk sex terhadap banyak orang Perilaku seperti di atas sering diikuti dengan rasa bersalah dan penurunan harga diri, yang diderita saat fase depresi. 4,8
Penyalahgunaan zat Merokok merupakan salah satu hal tersering yang digunakan pada pasien bipolar, dibandingkan mereka yang memiliki gejala psikotik. Beberapa dokter berspekulasi, dalam skizofren, nikotin digunakan sebagai self-medication karena efek spesifik pada otak. 8
Sampai 60% pasien dengan gangguan bipolar menyalahgunakan zat lain (paling sering merupakan alkohol, diikuti marijuana atau kokain) pada suatu titik dalam perjalanan penyakitnya. 8
24
Beberapa faktor resiko untuk alkoholisme dan penyalahgunaan zat pada pasien dengan bipolar: 8
- Memiliki episode campuran dibandingkan pasien dengan mania murni - Laki-laki dengan bipolar. 8
Efek pada orang yang disayangi Pasien tidak mengembangkan perilaku negatif dalam sekejap. Mereka memiliki efek langsung pada orang sekitar mereka. Sangat sulit bahkan bagi keluarga atau pengasuh untuk objektif dan secara konsisten simpatis dengan individu yang secara periodik dan tidak terduga membuat kekacauan disekitar mereka. 3,8
Banyak pasien dan keluarga mereka merasa sulit untuk menerima episode ini sebagai bagian dari penyakit dan bukan hal ekstrim, tapi normal, karakteristik. Penyangkalan seperti itu sering dibesar-besarkan oleh pasien yang pintar, yang dapat menjustifikasi kelakuan destruktif mereka, tidak hanya kepada orang lain, namun juga kepada diri mereka sendiri. 3,8
Anggota keluarga juga dapat merasakan dikucilkan secara sosial dengan fakta bahwa memiliki kerabat dengan gangguan jiwa, dan merasa dipaksa untuk menyembunyikan informasi ini dari kenalan mereka. 3,8 Asosiasi dengan gangguan fisik Orang dengan gangguan mental memiliki insiden lebih tinggi pada banyak kondisi medis, termasuk penyakit jantung, asma dan masalah paru lainnya, kelainan gastrointestinal, infeksi kulit, diabetes, hipertensi, migraine, sakit kepala, hipotiroid dan kanker. Pasien dengan bipolar lebih jarang mendapatkan penanganan medis dibanding orang dengan gangguan mental. Penyalahgunaan zat, termasuk merokok, alkohol, dan penyalahgunaan obat, juga berkontribusi untuk masalah penyakit ini, termasuk mengurangi akses kepada penanganan medis. Pengobatan untuk bipolar bisa meningkatkan resiko untuk masalah medis. 8 Diabetes didiagnosa hampir 3x lebih sering pada orang dengan bipolar dibanding pada populasi umum. Banyak pasien dengan biporal mengalami overweight, dengan 25%-nya berkriteria obesitas. Mengalami overweight merupakan faktor resiko besar untuk diabetes. Obat yang digunakan untuk menangani bipolar bisa 25
juga menyebabkan kenaikan berat badan dan diabetes. Factor genetik dalam diabetes dan bipolar dapat menyebabkan gangguan yang jarang seperti wolfram syndrome dan masalah lainnya yang terkait metabolisme karbohidrat. 3,8 Hipertensi. Pasien dengan bipolar dapat beresiko tinggi untuk hipertensi dibanding pasien tanpa bipolar. Tingginya prevalensi dari hipertensi diantara pasien dengan bipolar juga memperbesar resiko untuk penyakit dan kematian akibat kondisi yang berkaitan dengan jantung. 3,8
Migraine. Migraine merupakan masalah umum pada pasien dengan gangguan mental, tapi lebih sering terjadi pada gangguan bipolar II. Pasien dengan bipolar II menderita dari migraine lebih sering dibanding pasien bipolar I, diperkirakan bahwa berbagai faktor biologis dapat terlibat dengan berbagai bentuk bipolar. 3,8
Hipotiroid. Hipotiroid merupakan efek samping yang sering terjadi pada lithium, penanganan standar untuk bipolar. Namun, bukti juga menyatakan bahwa pasien, terutama wanita, memiliki resiko lebih besar untuk memiliki kadar tiroid rendah terlepas dari obat apa yang digunakan. Hipotiroidism dapat menjadi faktor resiko untuk bipolar pada beberapa pasien. 3,8 Beban ekonomi. Beban ekonomi pada bipolar sangat signifikan. Diperkirakan bahwa gangguan tersebut menimbulkan kerugian pada sector industry di US sebesar 14,1 miliar dollar per tahun akibat hilangnya produktivitas, sebagian besar akibat rendahnya fungsi kerja. Berdasarkan studi pada tahun 2006 yang disponsori US National Institute of Mental Health, bipolar 2x lebih besar menimbulkan hilangnya produktivitas sebagai Major Depressive Disorder (MDD). Walau nyatanya MDD lebih sering terjadi. Setiap pekerja dengan bipolar kehilangan 66 hari kerja setahun dibandingkan 27 hari kerja setahun orang dengan MDD. Penelitian memperlihatkan episode depresi pada bipolar lebih merusak produktivitas dibanding episode manik. 3,8
Peran dokter umum dalam penanganan gangguan bipolar Dokter umum saat ini dituntun untuk melihat pasien sebagai mahluk biopsikososial sehingga dalam memberi penanganan dan pelayanan kesehatan dokter tidak hanya mengobati gangguan fisik pasien saja melainan juga melihat 26
masalah atau gangguan pada psikologis dan masalah sosial yang mungkin mempengaruhi pasien. Sesuai dengan Standar Kompetensi Dokter Indonesia (SKDI) tugas dokter umum dalam peran menangani gangguan afektif bipolar adalah mendeteksi gangguan afektif tersebut. Sebagai lini pertama dalam pemberian pelayanan kesehatan dokter umum dan puskesmas akan menjadi yang pertama dalam menangani gangguan afektif karena pada umumnya tidak semua orang peka terhadap adanya gangguan afektif. Gangguan afektif bipolar dengan episode manik apalagi disertai dengan gejala psikotik sering disalahartikan dengan gejala skizofrenia. Pada lini inilah seorang dokter umum bertugas mendeteksi apakah sesorang menderita gejala bipolar. Tugas dokter umum sesuai dengan SKDI termasuk dalam mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan- pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya : pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter dapat memutuskan dan memberi terapi pendahuluan, serta merujuk ke spesialis yang relevan baik dalam keadaan darurat pada episode manik gangguan bipolar dan dalam keadaan tidak darurat pada episode depresi gangguan bipolar. Dokter umum dan puskesmas dapat menjadi yang pertama mendeteksi gangguan afektif, selain itu dokter umum dan puskesmas dapat memberikan pengobatan pendahuluan seperti pemberian obat antipsikotik atau mood stabilizer yang tersedia, dokter umum diharusnya dapat memahami gejala dan membuat diagnosis gangguan bipolar dan dapat membuat rujukan pada psikiatri untuk penanganan lebih lanjut. 8,9 Selain pada pemberian obat dokter umum dan puskesmas sebagai lini pertama dapat memberikan informasi mengenai gangguan ini, hingga saat ini di Indonesia paradigma masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa masih buruk, tidak jarang pandangan dan paradigma masyarakat terhadap pasien gangguan jiwa menjadikan sering terjadinya pemasungan terhadap pasien. Dokter puskesmas dan dokter umum dapat berperan sebagai pemberi informasi dan mediator dengan tokoh masyarakat lainnya untuk menyebarluarkan informasi yang benar mengenai gangguan jiwa terutama dalam hal ini gangguan afektif bipolar sehingga masyarakat dapat lebih meyadari dan mengetahui keadaan serta mengenali gejala 27
sehingga pasien-pasien gangguan jiwa dapat ditolong dan mendapatkan penanganan yang tepat sedini mungkin dan mengurangi sikap yang memusuhi apalagi memasung pasien dengan gangguan jiwa. 8,9
28
DAFTAR PUSTAKA 1. http://www.scribd.com/doc/89685983/Psikoneurologi-Dan-Terapi-Pada-Gangguan- Afektif-Bipolar#download di akses tanggal 23 Agustus 2014. 2. Bipolar Disorder. www.medicine.net. Di akses tanggal 18 Maret 2014. 3. Mengenali Gangguan Bipolar. www.medicastore.com. Diakses tanggal 18 Maret 2014 4. https://www.academia.edu/4837823/Refrat_bipolar di akses tanggal 23 Agustus 2014 5. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Kaplan-sadock sinopsis psikiatri: ilmu pengetahuan perilaku psikiatri klinis. Jilid satu. Jakarta: Binarupa Aksara; 2010.hlm.791-853. 6. PDSKJI. Panduan Tatalaksana Gangguan Bipolar. 2010. (Di akses tanggal 18 Maret 2014). Available from URL : http://www.pdskji.org/wp- content/uploads/file%20tatalaksana%20GBPDSKJI.pdf 7. http://emedicine.medscape.com/article/913464-clinical di unduh tanggal 18 Maret 2013 8. Soreff S, Ahmed I. Bipolar affective disorder. 22 April 2013. Diunduh dari emedicine.medscape.com, 24 April 2013.