Anda di halaman 1dari 11

12

e. Pembungaan (flowering)

Proses pembungaan mengandung sejumlah tahap penting, yang semuanya harus berhasil
dilangsungkan untuk memperoleh hasil akhir yaitu biji. Masing-masing tahap tersebut dipengaruhi
oleh faktor-faktor internal dan eksternal yang berbeda.

1. Induksi bunga (evokasi)
Adalah tahap pertama dari proses pembungaan, yaitu suatu tahap ketika meristem vegetatif
diprogram untuk mulai berubah menjadi meristem reproduktif.
Terjadi di dalam sel.
Dapat dideteksi secara kimiawi dari peningkatan sintesis asam nukleat dan protein, yang
dibutuhkan dalam pembelahan dan diferensiasi sel.
2. Inisiasi bunga
Adalah tahap ketika perubahan morfologis menjadi bentuk kuncup reproduktif mulai dapat
terdeteksi secara makroskopis untuk pertama kalinya.
Transisi dari tunas vegetatif menjadi kuncup reproduktif ini dapat dideteksi dari perubahan
bentuk maupun ukuran kuncup, serta proses-proses selanjutnya yang mulai membentuk
organ-organ reproduktif.
3. Perkembangan kuncup bunga menuju anthesis (bunga mekar)
Ditandai dengan terjadinya diferensiasi bagian-bagian bunga.
Pada tahap ini terjadi proses megasporogenesis dan mikrosporogenesis untuk
penyempurnaan dan pematangan organ-organ reproduksi jantan dan betina.
4. Anthesis
Merupakan tahap ketika terjadi pemekaran bunga.
Biasanya anthesis terjadi bersamaan dengan masaknya organ reproduksi jantan dan betina,
walaupun dalam kenyataannya tidak selalu demikian. Ada kalanya organ reproduksi, baik
jantan maupun betina, masak sebelum terjadi anthesis, atau bahkan jauh setelah terjadinya
anthesis.
Bunga-bunga bertipe dichogamy mencapai kemasakan organ reproduktif jantan dan
betinanya dalam waktu yang tidak bersamaan.
5. Penyerbukan dan pembuahan
Tahap ini memberikan hasil terbentuknya buah muda. Detil dari proses penyerbukan dan
pembuahan akan dijelaskan pada bab tersendiri.
6. Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji
Tahap ini diawali dengan pembesaran bakal buah (ovarium), yang diikuti oleh perkembangan
cadangan makanan (endosperm), dan selanjutnya terjadi perkembangan embryo.
Pembesaran buah merupakan efek dari pembelahan dan pembesaran sel, yang meliputi tiga
tahap:
Tahap pertama :
Terjadi peningkatan penebalan pada pericarp oleh adanya pembelahan sel.
Tahap kedua :
Terjadi pembentukan dan pembesaran vesikel berair (juice vesicle); biasanya terjadi pada
buah-buah fleshy
Tahap ketiga :
Tahap pematangan, biasanya terjadi pengkerutan jaringan dan pengerasan endocarp pada
buah-buah dry
13
Selama tahap-tahap ini terjadi pula akumulasi air dan gula, hingga pada tahap ketiga buah telah
mengandung 80-90% air dan 2-10-20% gula.




Contoh : Tahap perkembangan organ reproduksi E. pellita (Ratnaningrum, 2001)

Tahap perkembangan Waktu
Phase 1: Inisiasi bunga dan perkembangan kuncup bunga
Tahap 1 Diferensiasi tunas reproduktif membentuk tangkai dan kuncup
perbungaan
29 hari
Tahap 2 Pembesaran dan pembengkakan kuncup ke ukuran maksimal 17 hari
Tahap 3 Gugurnya selubung kuncup, sehingga terbentuklan perbungaan
dengan 7 bunga tunggal
12 hari

Phase 2: Perkembangan bunga menuju anthesis
Tahap 1 Gugurnya selubung outer operculum 39 hari
Tahap 2 Pembengkakan bunga menuju ukuran maksimal 25 hari
Tahap 3 Perubahan warna dari hijau menjadi kuning terang 23 hari
Tahap 4 Anthesis terjadi karena terbukanya outer operculum 5 jam

Phase 3: Penyerbukan dan pembuahan
Tahap 1 Proses perkembangan dari anthesis menuju bunga terserbuki 5 hari
Tahap 2 Perubahan morfologis dari struktur bunga menjadi buah muda 19 hari

Phase 4: Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji
Tahap 1 Pembesaran buah muda menuju ukuran maksimal 65 hari
Tahap 2 Perkembangan buah menuju kemasakan dan penyebaran biji 63 hari

T O T A L 302 hari



1a 1b 1c 1d

14

1e 1f 1g 1h

Phase 1: Inisiasi bunga dan perkembangan kuncup bunga

2a 2b 2c





2d 2e





2f 2g





2h 2I
15


2j 2k

Phase 2 : perkembangan bunga menuju anthesis



3a 3b 3c 3d

Phase 3 : Penyerbukan dan pembuahan


4a 4b



4c 4d 4e

Phase 4: Perkembangan buah muda menuju kemasakan buah dan biji
16


f. Faktor yang berpengaruh pada fase reproduktif
Pembungaan pada tanaman berkayu adalah proses sangat kompleks yang meliputi banyak
tahapan perkembangan. Karena sifatnya yang perenial (berumur panjang/menahun), pohon harus
berinteraksi dengan kondisi lingkungan setiap waktu sepanjang tahun, dan pembungaan biasanya
dihubungkan dengan perubahan iklim.
Proses pembungaan pada dasarnya merupakan interaksi dari pengaruh dua faktor besar,
yaitu faktor eksternal (lingkungan) dan internal.



1. Faktor eksternal (lingkungan)
Suhu
Cahaya
Kelembaban
Unsur hara

2. Faktor internal
Fitohormon
Genetik

1. Faktor eksternal

Suhu
Pada spesies temperate dingin, suhu yang relatif tinggi pada musim panas dan awal musim gugur
tampaknya dapat merangsang inisiasi bunga. Fungsi suhu di sini adalah mematahkan dormansi
kuncup.
Pada spesies temperate hangat, subtropis dan tropis, pengurangan relatif pada suhu justru lebih
bermanfaat (Matthews, 1963; Jackson dan Sweet, 1972; Menzel, 1983; Owens dan Blake, 1985;
Southwick dan Davenport, 1986). Pada apokat suhu optimal untuk perkembangan bunga adalah
25
o
C. Jika tanaman ditempatkan pada suhu 33
o
C sepanjang siang hari, selanjutnya akan terjadi
penghambatan perkembangan bunga pada tahap diferensiasi tepung sari (Sedgley dkk, 1985b).
Pada Acacia pycnantha suhu di atas 19
o
C menghambat baik mikrosporogenesis maupun
makrosporogenesis (Sedgley, 1985a). Pada jeruk, suhu di atas 30
o
C dilaporkan telah merusak
perkembangan kuncup bunga (Moss, 1969).
Suhu rendah menstimulir terjadinya perubahan pola pembelahan meristem, dari apikal menjadi
lateral. Penempatan tanaman pada suhu rendah adalah penting untuk induksi dan inisiasi bunga
dengan kebutuhan sekitar 300 jam pada 1,2
o
C (Amling dan Amling, 1983).
Suhu tinggi hingga batas ambang tertentu dibutuhkan oleh meristem lateral (primordia bunga)
untuk mulai membentuk kuncup-kuncup bunga dan melangsungkan proses pembungaan.
Selisih antara suhu max di siang hari dengan suhu min di malam hari akan mempengaruhi proses
terbentuknya bunga: selisih yang besar akan mempercepat terjadinya pembungaan. Namun
fluktuasi suhu yang terlalu besar dapat mengacaukan meiosis pada kuncup yang sedang
berkembang pada tanaman larch, yang berakibat pada penurunan fertilitas biji (Barner dan
Christiansen, 1960).
PROSES
PEMBUNGAAN
17
Suhu tinggi akan meningkatkan aktivitas metabolik dalam tubuh tanaman: fotosintesis, asimilasi,
dan akumulasi makanan untuk mensuplai energi pembungaan.

Curah hujan/kelembaban
Stres air dapat memacu inisiasi bunga, terutama pada tanaman pohon tropis dan subtropis
seperti leci dan jeruk (Menzel, 1983; Southwick dan Davenport, 1986). Pembungaan melimpah
pada tanaman kayu tropis genus Shorea juga telah dihubungkan dengan terjadinya kekeringan
pada periode sebelumnya (Burgess, 1972). Namun, hasil yang berlawanan telah teramati pada
spesies iklim-sedang seperti pinus, apel dan zaitun.
Kebanyakan pembungaan di daerah tropis terjadi saat transisi dari musim hujan menuju kemarau
Pada musim hujan tanaman melakukan aktivitas maksimal untuk menyerap hara dan air, agar
dapat mengakumulasikan cadangan makanan dan menyimpan energi sebanyak-banyaknya
pertumbuhan vegetatif lebih dominan
Transisi menuju kemarau berhubungan dengan meningkatnya intensitas cahaya, lama
penyinaran dan suhu udara meningkatnya aktivitas metabolik pada tanaman
Pembungaan di daerah tropis merupakan respon terhadap turunnya status air dalam tanah
Air dan nitrogen melimpah titik tumbuh apikal aktif pertumbuhan vegetatif dominan
Kandungan air menurun suhu dalam tanah meningkat aktivitas meristem apikal menurun
terjadi mobilisasi energi dan cadangan makanan untuk membentuk meristem lateral

Cahaya
Cahaya mempengaruhi pembungaan melalui dua cara, yaitu intensitas cahaya dan fotoperiodisitas
(panjang hari).
1. Intensitas Cahaya
Berhubungan dengan tingkat fotosintesis: sumber energi bagi proses pembungaan
Intensitas cahaya mempunyai pengaruh yang lebih besar dan efeknya lebih konsisten dari
pada panjang hari. Pengurangan intensitas cahaya akan mengurangi inisiasi bunga pada
banyak spesies pohon (Matthews, 1963; Cain, 1971; Jackson dan Sweet, 1972; Puritch dan
Vyse, 1972; Tromp, 1984; Sedgley, 1985a).
Peningkatan cahaya harian rata-rata telah dihubungkan dengan pembungaan yang
melimpah pada dipterokarpa di Malaysia (Ng, 1977), dan menejemen kanopi pada pohon
apel untuk memaksimalkan penetrasi cahaya dapat memberikan efek yang serupa (Barritt
dkk, 1987). Kuncup bunga lebih banyak terbentuk pada ujung cabang/ranting yang
mendapatkan cahaya matahari penuh.
Pada spesies monoesi dan dioesi, yang hanya mempunyai bunga-bunga berkelamin-satu
(single-sex), intensitas cahaya dapat memberikan efek yang berbeda pada inisiasi bunga
betina dan jantan. Intensitas cahaya yang tinggi merangsang inisiasi bunga betina pada
walnut dan pinus, sedangkan intensitas cahaya yang rendah, yang biasanya disebabkan oleh
naungan kanopi, lebih merangsang terbentuknya bunga jantan (Matthews, 1963; Giertych,
1977; Ryugo dkk, 1980, 1985).
Giertych (1977) menyatakan bahwa intensitas cahaya yang tinggi dapat memacu
pembungaan pada pinus dengan cara meningkatkan suhu dalam primordia.
2. Fotoperiodisitas (panjang hari)
Merupakan perbandingan antara lamanya waktu siang dan malam hari
Di daerah tropis panjang siang dan malam hampir sama. Makin jauh dari equator (garis
lintang besar), perbedaan antara panjang siang dan malam hari juga makin besar
Misalnya pada garis 60
o
LU:
18
Musim panas: siang hari hampir 19 jam, malam hari 5 jam
Musim dingin: siang hari hanya 6 jam, malam hari 18 jam
Sehubungan dengan fotoperiodisitas tersebut, pada daerah-daerah 4 musim, tanaman
dapat dibedakan menjadi:
Tanaman berhari pendek
Tanaman berhari panjang
Tanaman yang butuh hari pendek untuk mengawali pembungaannya, namun
selanjutnya butuh hari panjang untuk melanjutkan proses pembungaan itu
Tanaman yang dapat berbunga setiap waktu
Pada Picea glauca, pematahan sinar infra merah pada malam hari akan menghambat
pembentukan kon betina, yang mengindikasikan bahwa pembungaan merupakan pengaruh
dari hari-pendek (short-day) (Durzan dkk, 1979), dan pengaruh serupa telah teramati pada
sejumlah spesies Pinus (Longman, 1961; Matthews, 1963; Puritch dan Vyse, 1972; Slee, 1977;
Greenwood, 1978).
Aplikasi hari-pendek dengan penyinaran selama 8 jam akan meningkatkan inisiasi bunga
pada Rhododendron (Criley, 1969). Pengaruh hari-pendek direncanakan untuk diaplikasikan
pada spesies pohon temperate, mengingat bahwa inisiasi bunga secara normal terjadi pada
musim gugur seiring dengan berkurangnya panjang hari.
Namun demikian, pembentukan kuncup bunga pada apel lebih berhasil dilakukan pada 14
jam penyinaran dibandingkan dengan 8 jam, yang mengindikasikan bahwa pada tanaman ini
panjang hari di musim panas memberikan hasil yang berbeda nyata (Tromp, 1984). Pada
Hibiscus syriacus subtropis, pembungaan tampaknya juga merupakan pengaruh hari-panjang
(long-day) (Salisbury, 1982).

Unsur hara
Keberadaan unsur hara dalam tanah berhubungan dengan ketersediaan suplai energi dan bahan
pembangun bagi proses pembentukan dan perkembangan bunga.
1. Carbon/protein ratio
Kuncup bunga terbentuk setelah tanaman mencapai keseimbangan carbon/protein
Hal ini berhubungan dengan kemampuan tanaman untuk melakukan asimilasi, akumulasi
makanan, dan alokasi/distribusi hasil asimilasi
Panjang tunas merupakan faktor penting pada inisiasi bunga pecan. Tunas yang lebih
panjang mampu memproduksi lebih banyak bunga secara konsisten dan membentuk lebih
banyak polong, dibanding tunas yang lebih pendek yang telah berbunga dan berbuah pada
tahun sebelumnya (Malstrom dan McMeans, 1982). Efek ini mungkin berhubungan dengan
peningkatan cadangan makanan pada tunas yang lebih panjang.
2. carbon/nitrogen ratio
Carbon sebagian besar diperoleh dari mobilisasi cadangan makanan dan hasil fotosintesis
Konsentrasi carbon yang tinggi menentukan ketersediaan energi dan akumulasi makanan
untuk pembentukan bunga
Nitrogen Dampak positif: ekspansi percabangan,
Dampak negatif: memacu pertumbuhan vegetatif
Secara umum, aplikasi pupuk terutama nitrogen meningkatkan pembungaan pada sebagian
besar tanaman pohon (Sarvas, 1962; Matthews, 1963; Puritch dan Vyse, 1972; Pederick dan
Brown, 1976; Weinbaum dkk, 1980; Edwards, 1986).
19

2. Faktor Internal

Fitohormon
Auxin
Merupakan respon terhadap cahaya
Disintesis di jaringan meristematik apikal (ujung)
Menstimulir terjadinya pembelahan pada meristem apikal mempengaruhi proses
perpanjangan ujung tanaman
Ethylene
Disintesis oleh daun
Diransfer ke tunas lateral memulai proses induksi bunga
Cytokinin
Disintesis pada jaringan endosperm, ujung akar, dan xylem
Ditransfer ke daun melalui jaringan xylem
Berfungsi untuk meningkatkan energi metabolisme ditransfer untuk membentuk kuncup-
kuncup bunga
Mengendalikan proses translokasi menjamin ketersediaan energi untuk pembungaan
Mematahkan dominansi apikal.
Berperan dalam memacu inisiasi bunga (Ramirez dan Hoad, 1978; Oslund dan Davenport,
1987) dan dijumpai pada level lebih tinggi pada akar Douglas-fir yang sedang berbunga,
dibanding pohon yang tidak berbunga (Bonnett-Massimbert dan Zaerr, 1987).
Gibberellin
Disintesis pada primordia akar dan batang
Ditranslokasikan pada xylem dan floem
Menstimulir proses perpanjangan internodia dan buku-buku pada batang
Asam giberelik mempunyai efek penghambatan yang sangat kuat terhadap pembungaan
berbagai pohon angisperma termasuk tanaman-tanaman buah temperate, rhododendron,
jeruk dan mangga (Criley, 1969; Jackson dan Sweet, 1972; Luckwill dan Silva, 1979; Guardiola
dkk, 1982; Tomer, 1984). Pada Citrus sinensis, GA
3
dapat menyebabkan kuncup-kuncup
dorman yang sesungguhnya potensial berbunga kembali sepenuhnya ke tingkat vegetatif,
sampai tiba waktunya pembentukan kelopak bunga (Lord dan Eckard, 1987). Luckwill (1980)
telah memperkenalkan sebuah model yang melibatkan giberelin pada pengendalian inisiasi
bunga apel secara hormonal. Giberelin yang dihasilkan oleh biji-biji yang sedang
berkembang dalam buah muda diduga telah menghambat pembentukan bunga, dan dengan
demikian mengurangi pembungaan pada musim semi berikutnya.
Pada umumnya, zat penghambat-tumbuh, seperti Chlormequat Cycocel; (2-
cloroethyl)trimethylammonium chloride, Alar dan TIBA (tri-iodobenzoic acid), mengurangi
pertumbuhan vegetatif dan memacu pembungaan pada spesies pohon angiosperma
(Cathey, 1964; Criley, 1969; Jackson dan Sweet, 1972; Luckwill dan Silva, 1979; Ramirez dan
Hoad, 1984; Embree dkk, 1987).
Paclobutrazol adalah salah satu penghambat biosistesis giberelin, yang digunakan pada
pengurangan ukuran pohon, peningkatan produksi kuncup bunga, dan peningkatan panenan
buah (Edgerton, 1985; Steffens dan Wang, 1985; Tukey, 1985; Bargioni dkk, 1986; Webster
dkk, 1986; Embree dkk, 1987).
Gimnosperma tampaknya memberikan reaksi yang berbeda. Penghambat pertumbuhan
telah meningkatkan pembungaan pada spruce Norwegia, namun hal ini tidak berlaku pada
20
spesies konifer (Owens dan Blake, 1985; Bonnet-Massimbert dan Zaerr, 1987). Sebaliknya,
Giberelin akan memacu pembungaan pada banyak gimnosperma termasuk Cryptomeria,
Cupressus, Thuja, Thujopsis, Juniperus, Metasequoia, Taxodium, Chamaecyparis, Sequoia,
Larix, Picea, Pinus, Pseudotsuga dan Tsuga (Hashizume, 1959; Matthews, 1963; Greenwood,
1977; Pharis dan Kuo, 1977; Owens dan Blake, 1985).
Penelitian terbaru telah memunculkan dugaan bahwa tipe giberelin mungkin merupakan
faktor penting dalam respon fisiologis pada tanaman. Dengan demikian aspek pengaruh
giberelin pada pembungaan tanaman berkayu menahun atau perenial membutuhkan
pengamatan lebih lanjut, mengingat minimnya metode deteksi dan produksi giberelin saat
ini.


























21






















Genetik
Fase besar dalam siklus hidup tanaman, yaitu fase vegetatif dan fase reproduktif, banyak
dipengaruhi oleh berbagai mekanisme yang merupakan kontrol genetik.

Fase vegetatif atau juvenil adalah interval waktu selama tanaman tersebut belum mampu
bereproduksi (membentuk biji). Secara alami periode ini berakhir setelah 1 hingga 45 tahun
tergantung pada spesies dan kondisi lingkungannya (Ng, 1977; Hackett, 1985 dalam Griffin dan
Sedgley, 1989). Lamanya periode juvenil lebih dipengaruhi oleh kontrol genetik. Inheritance pada
Betula telah teramati sebagai pengaruh poligen (Eriksson dan Johnsson, 1986 dalam Griffin dan
Sedgley, 1989) dan kontrol gen mayor (Johnsson, 1949 dalam Griffin dan Sedgley, 1989), sedangkan
pada pohon apel dan pir, faktor poligen menentukan inheritance secara akumulatif (Visser, 1976
dalam Griffin dan Sedgley, 1989). Sejumlah karakter morfologis dan fisiologis mungkin dapat
dihubungkan dengan fase juvenil ini; seperti pembentukan duri pada jeruk, pesatnya pertumbuhan
meninggi pada larch dan jeruk, susunan daun pada pistachio, bulu-bulu daun pada pecan, perbedaan
bentuk, warna, kelekatan atau filotaksis dedaunan pada beberapa jenis ekaliptus dan pinus, dan
kemampuan untuk memproduksi akar dan kuncup adventif (Longman, 1961; Soost dan Cameron,
1975; Crane dan Iwakiri, 1981; Hackett, 1985; Wetzstein dan Sparks, 1986; Greenwood, 1987 dalam
Griffin dan Sedgley, 1989).
Fase juvenil diawali dengan pembukaan tunas dan perluasan sel meristem apikal. Semua
proses yang berlangsung dalam tubuh tanaman ditujukan untuk pertambahan jumlah dan volume
sel meristem pada titik-titik tumbuh tanaman. Pertumbuhan meninggi dan pembentukan tunas-
tunas pucuk mendominasi proses pertumbuhan.
Transisi menuju tingkat dewasa pada umumnya berlangsung secara bertahap, dan dalam
satu pohon tertentu, tidak semua karakter juvenil berubah pada tahap yang sama. Beberapa jenis
22
ekaliptus, seperti Eucalyptus pulverulenta, mempertahankan pola daun juvenilnya sementara
memasuki masa dewasa yang berhubungan dengan kemampuan pembentukan bunga.
Fase reproduktif adalah masa ketika tanaman telah mampu membentuk organ-organ
reproduksi dan melangsungkan proses reproduksi untuk membentuk biji. Fase ini terjadi setelah
pertambahan jumlah dan volume sel memadai (tanaman mencapai jumlah primordia tertentu yang
memungkinkan tanaman untuk mulai berbunga), yang ditandai dengan stabilnya pembelahan sel:
pola pembelahan berubah untuk mulai membentuk meristem lateral. Tanaman memasuki fase
reproduktif setelah tercapainya suatu karakter genetik yang disebut size effect dan endogenous
timing. Size effect adalah ukuran tertentu yang berhubungan dengan kemampuan tanaman
mengatur penyerapan, suplai dan alokasi makanan. Endogenous timing adalah umur tertentu yang
secara genetis berhubungan dengan kesiapannya untuk berbunga.

Anda mungkin juga menyukai