Konsep Asuhan Pencegahan Infeksi pada Neonatus, Bayi dan Anak
Dosen Pembimbing: Nolo Sulasmi, S.KM., M.M.Kes.
Nama Kelompok : Ajeng Ayu Titah Pujangkara (P27824413016) Amanda Priscilla S. (P27824413017) Ana Hermawati (P27824413018)
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURABAYA PRODI DIV KEBIDANAN KAMPUS SUTOMO TAHUN AJARAN 2013/2014 KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul: Konsep Asuhan Pencegahan Infeksi pada Neonatus, Bayi dan Anak. Tugas makalah ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam rangka memperoleh nilai untuk mata kuliah Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak di Prodi DIV Kebidanan Sutomo POLTEKKES KEMENKES Surabaya. Dalam kesempatan kali ini dengan rendah hati kami ingin mengucapkan terima kasih kepada: Ibu Nolo Sulasmi, S.KM., M.M.Kes. selaku dosen mata kuliah Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak di Prodi DIV Kebidanan Sutomo POLTEKKES KEMENKES Surabaya. Kami menyadari bahwa suatu nilai kesempurnaan hanya milik Tuhan Yang Maha Esa, maka dengan penuh keikhlasan kami akan merasa sangat berbahagia apabila terdapat kritik maupun saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Surabaya, Oktober 2014
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Berdasarkan perkiraan World Health Organitation (WHO) hampir semua (98%) dari lima juta kematian neonatal terjadi di negara berkembang. Lebih dari dua pertiga kematian itu terjadi pada periode neonatal dini dan 42% kematian neonatal disebabkan infeksi seperti: infeksi, tetanus neonatorum, meningitis, pneumonia, dan diare. (Imral chair, 2007). Laporan WHO tahun 2005 angka kematian bayi baru lahir di Indonesia adalah 20 per 1000 kelahiran hidup. Jika angka kelahiran hidup di Indonesia sekitar 5 juta per tahun dan angka kematian bayi 20 per 1000 kelahiran hidup, berarti sama halnya dengan setiap hari 246 bayi meninggal, setiap satu jam 10 bayi Indonesia meninggal, jadi setiap enam menit satu bayi Indonesia meninggal. (Roesli Utami, 2008) Menurut DEPKES RI angka kematian infeksi neonatorum cukup tinggi 13-50% dari angka kematian bayi baru lahir. Masalah yang sering timbul sebagai komplikasi infeksi neonatorum adalah meningitis, kejang, hipotermi, hiperbilirubinemia, gangguan nafas, dan minum.(Depkes, 2007). Di negara berkembang termasuk Indonesia, tingginya angka morbiditas dan mortalitas Bayi Baru Lahir Rendah (BBLR) masih menjadi masalah utama. Penyebab utama mortalitas BBLR di negara berkembang adalah asfiksia, sindrom gangguan nafas, infeksi, serta komplikasi hipotermi. Di Indonesia sekitar 70% persalinan terjadi di pedesaan dan di tolong oleh dukun bayi, mungkin pula ditolong oleh mertua, anggota keluarga yang lain atau tetangga. Faktor utama yang memberikan peluang terjadinya kematian neonatus di rumah adalah kegagalan untuk mengenal faktor resiko tinggi pada kehamilan, persalinan, periode neonatus dan tidak merujuk pada saat yang tepat. Upaya perawatan BBLR dengan praktek metode botol panas dan bedong serta praktek tradisional lainnya yang bersifat pendekatan supernatural, terbukti tidak dapat membantu bahkan seringkali memberikan dampak buruk terhadap kondisi fisik bayi, seperti kasus luka bakar akibat teknologi pemanasan dengan lampu petromaks. (Bangun lubis, 2008) Menurut dr. Imral Chair SpA(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dan ketua I Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinsia) dalam seminar Orientasi Metode Kanguru yang diselenggarakan Forum Promosi Kesehatan Indonesia, bayi premature maupun bayi cukup bulan yang lahir dengan berat badan rendah, terutama di bawah 2000 gram, terancam kematian akibat hipotermi yaitu penurunan suhu badan di bawah 36,50c disamping asfiksia dan infeksi. (Imral Chair,2007). Untuk mengetahui kematian perinatal diperlukan tindakan bedah mayat, karena bedah mayat sangat susah dilakukan di Indonesia maka kematian janin dan neonatus hanya didasarkan pada pemeriksaan klinik laboratorium. Dengan dasar pemeriksaan itu, sebab utama kematian perinatal di rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta adalah infeksi, asfiksia neonatorum, trauma, kelahiran, cacat bawaan, penyakit yang berhubungan prematuritas, immaturitas, dan lain-lain. (Sarwono, 2002). Infeksi pada neonatus merupakan sebab yang penting terhadap terjadinya morbiditas dan mortalitas selama periode ini. Lebih kurang 2% janin dapat terinfeksi in utero dan 10% bayi baru lahir terinfeksi selama persalinan atau dalam bulan pertama kehidupan. (Rachma, 2005). Angka kejadian infeksi neonatorum masih cukup tinggi dan merupakan penyebab kematian utama pada neonatus. Hal ini dikarenakan neonatus rentan terhadap infeksi. Kerentanan neonatus terhadap infeksi dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain kulit dan selaput lendir yang tipis dan mudah rusak, kemampuan fagositosis dan leukosit immunitas masih rendah. Immunoglobulin yang kurang efisien dan luka umbilikus yang belum sembuh. Bayi dengan BBLR lebih mudah terkena infeksi neonatorum. Tindakan invasif yang dialami neonatus juga meningkatkan resiko terjadinya infeksi nasokomial. (Surasmi, 2003). Infeksi pada Bayi Baru Lahir (BBL) sering sekali menjalar ke infeksi umum sehingga gejala umum tidak menonjol lagi. Beberapa gejala tingkah laku BBL tersebut di atas adalah malas minum, gelisah atau mungkin tampak letargi, frekuensi pernafasan meningkat, berat badan tiba-tiba menurun, muntah dan diare. B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum: Mengetahui bagaimana Asuhan perawatan Infeksi pada Bayi Baru Lahir 2. Tujuan Khusus : 2.1 Mengetahui pengkajian Infeksi pada Bayi Baru Lahir 2.2 Mengetahui pengertian Infeksi pada Bayi Baru Lahir 2.3 Mengetahui Etiologi, gejala, tindakan yang tepat untuk mengatasi Infeksi pada bayi baru lahir 2.4 Mengetahui evaluasi yang di harapkan
BAB II KONSEP DASAR
A. Pengertian Infeksi Neonatrum Inkfesi Neonatorum atau Infeksi adalah infeksi bakteri umum generalisata yang biasanya terjadi pada bulan pertama kehidupan. yang menyebar ke seluruh tubuh bayi baru lahir.Infeksi adalah sindrom yang dikarakteristikan oleh tanda-tanda klinis dan gejala-gejala infeksi yang parah yang dapat berkembang ke arah septisemia dan syok septik. (Doenges, Marylyn E. 2000, hal 871). Septisemia menunjukkan munculnya infeksi sistemik pada darah yang disebabkan oleh penggandaan mikroorganisme secara cepat dan zat-zat racunnya yang dapat mengakibatkan perubahan psikologis yang sangat besar. Infeksi merupakan respon tubuh terhadap infeksi yang menyebar melalui darah dan jaringan lain. Infeksi terjadi pada kurang dari 1% bayi baru lahir tetapi merupakan penyebab dari 30% kematian pada bayi baru lahir. Infeksi bakteri 5 kali lebih sering terjadi pada bayi baru lahir yang berat badannya kurang dari 2,75 kg dan 2 kali lebih sering menyerang bayi laki-laki. Pada lebih dari 50% kasus, infeksi mulai timbul dalam waktu 6 jam setelah bayi lahir, tetapi kebanyakan muncul dalam waktu 72 jam setelah lahir.Infeksi yang baru timbul dalam waktu 4 hari atau lebih kemungkinan disebabkan oleh infeksi nasokomial (infeksi yang didapat di rumah sakit). Pembagian Infeksi: a. Infeksi Dini Terjadi 7 hari pertama kehidupan. Karakteristik : sumber organisme pada saluran genital ibu dan atau cairan amnion, biasanya fulminan dengan angka mortalitas tinggi. b. Infeksi lanjutan/nosokomial Terjadi setelah minggu pertama kehidupan dan didapat dari lingkungan pasca lahir. Karakteristik : Didapat dari kontak langsung atau tak langsung dengan organisme yang ditemukan dari lingkungan tempat perawatan bayi, sering mengalami komplikasi.
B. Etiologi Etiologi terjadinya infeksi pada neonatus adalah dari bakteri.virus, jamur dan protozoa (jarang). Penyebab yang paling sering dari infeksi awal adalah Streptokokus grup B dan bakteri enterik yang didapat dari saluran kelamin ibu. Infeksi awitan lanjut dapat disebabkan oleh SGB, virus herpes simplek (HSV), enterovirus dan E.coli. Pada bayi dengan berat badan lahir sangat rendah, Candida dan Stafilokokus koagulase- negatif (CONS), merupakan patogen yang paling umum pada infeksi awitan lanjut. Jika dikelompokan maka didapat: a. Bakteri gram positif a) Streptokokus grup B penyebab paling sering. b) Stafilokokus koagulase negatif merupakan penyebab utama bakterimia nosokomial. c) Streptokokus bukan grup B. b. Bakteri gram negatif a) Escherichia coli Kl penyebab nomor 2 terbanyak. b) H. influenzae. c) Listeria monositogenes. d) Pseudomonas e) Klebsiella. f) Enterobakter. g) Salmonella. h) Bakteria anaerob. i) Gardenerella vaginalis. Walaupun jarang terjadi, terhisapnya cairan amnion yang terinfeksi dapat menyebabkan pneumonia dan infeksi dalam rahim, ditandai dengan distres janin atau asfiksia neonatus. Pemaparan terhadap patogen saat persalinan dan dalam ruang perawatan atau di masyarakat merupakan mekanisme infeksi setelah lahir. Adapun faktor yang berpengaruh terhadap infeksi pada neonatus antara lain: 1. Belum matangnya sistem imun terutama pada bayi prematur. 2. Prosedur invasif mengganggu barrier kulit normal misalnya intubasi, kateterisasi dan jalur intravaskular. 3. Terlalu penuh dan kurangnya jumlah staf. 4. Penyalahgunaan antibiotik. 5. Ketidakpatuhan kebijakan pengendalian infeksi terutama cuci tangan. (Anik Maryunani, 2011). C. Patofisiologi Infeksi dimulai dengan invasi bakteri dan kontaminasi sistemik. Pelepasan endotoksin oleh bakteri menyebabkan perubahan fungsi miokardium, perubahan ambilan dan penggunaan oksigen, terhambatnya fungsi mitokondria, dan kekacauan metabolik yang progresif. Pada infeksi yang tiba-tiba dan berat, complement cascade menimbulkan banyak kematian dan kerusakan sel. Akibatnya adalah penurunan perfusi jaringan, asidosis metabolik, dan syok, yang mengakibatkan disseminated intravaskuler coagulation (DIC) dan kematian. Faktor-faktor yang mempengaruhi kemungkinan infeksi secara umum berasal dari tiga kelompok, yaitu : 1. Faktor Maternal a. Status sosial-ekonomi ibu, ras, dan latar belakang. Mempengaruhi kecenderungan terjadinya infeksi dengan alasan yang tidak diketahui sepenuhnya. Ibu yang berstatus sosio-ekonomi rendah mungkin nutrisinya buruk dan tempat tinggalnya padat dan tidak higienis. Bayi kulit hitam lebih banyak mengalami infeksi dari pada bayi berkulit putih. b. Status paritas (wanita multipara atau gravida lebih dari 3) dan umur ibu (kurang dari 20 tahun atua lebih dari 30 tahun. c. Kurangnya perawatan prenatal d. Ketuban pecah dini (KPD) e. Prosedur selama persalinan 2. Faktor Neonatatal a. Prematurius (berat badan bayi kurang dari 1500 gram), merupakan faktor resiko utama untuk infeksi neonatal. Umumnya imunitas bayi kurang bulan lebih rendah dari pada bayi cukup bulan. Transpor imunuglobulin melalui plasenta terutama terjadi pada paruh terakhir trimester ketiga. Setelah lahir, konsentrasi imunoglobulin serum terus menurun, menyebabkan hipigamaglobulinemia berat. Imaturitas kulit juga melemahkan pertahanan kulit. b. Defisiensi imun. Neonatus bisa mengalami kekurangan IgG spesifik, khususnya terhadap streptokokus atau Haemophilus influenza. IgG dan IgA tidak melewati plasenta dan hampir tidak terdeteksi dalam darah tali pusat. Dengan adanya hal tersebut, aktifitas lintasan komplemen terlambat, dan C3 serta faktor B tidak diproduksi sebagai respon terhadap lipopolisakarida. Kombinasi antara defisiensi imun dan penurunan antibodi total dan spesifik, bersama dengan penurunan fibronektin, menyebabkan sebagian besar penurunan aktivitas opsonisasi. c. Laki-laki dan kehamilan kembar. Insidens infeksi pada bayi laki- laki empat kali lebih besar dari pada bayi perempuan.
3. Faktor Lingkungan a. Pada defisiensi imun bayi cenderung mudah sakit sehingga sering memerlukan prosedur invasif, dan memerlukan waktu perawatan di rumah sakit lebih lama. Penggunaan kateter vena/ arteri maupun kateter nutrisi parenteral merupakan tempat masuk bagi mikroorganisme pada kulit yang luka. Bayi juga mungkin terinfeksi akibat alat yang terkontaminasi. b. Paparan terhadap obat-obat tertentu, seperti steroid, bisa menimbulkan resiko pada neonatus yang melebihi resiko penggunaan antibiotik spektrum luas, sehingga menyebabkan kolonisasi spektrum luas, sehingga menyebabkan resisten berlipat ganda. c. Kadang- kadang di ruang perawatan terhadap epidemi penyebaran mikroorganisme yang berasal dari petugas (infeksi nosokomial), paling sering akibat kontak tangan. d. Pada bayi yang minum ASI, spesies Lactbacillus dan E.colli ditemukan dalam tinjanya, sedangkan bayi yang minum susu formula hanya didominasi oleh E.coli. Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus melalui beberapa. cara yaitu : 1. Pada masa antenatal atau sebelum lahir pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan umbilicus masuk kedalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Kuman penyebab infeksi adalah kuman yang dapat menembus plasenta, antara lain virus rubella, herpes, sitomegalo, koksaki, hepatitis, influenza, parotitis. Bakteri yang dapat melalui jalur ini antara lain malaria, sifilis dan toksoplasma. 2. Pada masa intranatal atau saat persalinan infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai kiroin dan amnion akibatnya, terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui umbilkus masuk ke tubuh bayi. Cara lain, yaitu saat persalinan, cairan amnion yang sudah terinfeksi dapat terinhalasi oleh bayi dan masuk ke traktus digestivus dan traktus respiratorius, kemudian menyebabkan infeksi pada lokasi tersebut. Selain melalui cara tersebut diatas infeksi pada janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre lain saat bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman (mis. Herpes genitalis, candida albican dan gonorrea). 3. Infeksi pascanatal atau sesudah persalinan. Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi akibat infeksi nosokomial dari lingkungan diluar rahim (mis, melalui alat-alat; pengisap lendir, selang endotrakea, infus, selang nasagastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut menangani bayi dapat menyebabkan terjadinya infeksi nasokomial.
D. Tanda dan Gejala 1. Umum : panas, hipotermi, tampak tidak sehat, malas minum, letargi, sklerema 2. Saluran cerna : distensi abdomen, anoreksia, muntah, diare, hepatomegaly 3. Saluran napas : apnea, dispnea, takipnea, retraksi, napas cuping hidung, merintih, sianosis 4. Sistem kardiovaskuler : pucat, sianosis, kulit marmorata, kulit lembab, hipotensi, takikardi, bradikardia. 5. Sistem saraf pusat : irritabilitas, tremor, kejang, hiporefleksi, malas minum, pernapasan tidak teratur, ubun-ubun menonjol,high-pitched cry 6. Hematologi : ikterus,splenomegali, pucat, petekie, purpura, pendarahan. (Kapita selekta kedokteran Jilid II,Mansjoer Arief 2008). Gejala infeksi yang terjadi pada neonatus antara lain bayi tampak lesu, tidak kuat menghisap, denyut jantungnya lambat dan suhu tubuhnya turun-naik. Gejala- gejala lainnya dapat berupa gangguan pernafasan, kejang, jaundice, muntah, diare, dan perut kembung.
Gejala dari infeksi neonatorum juga tergantung kepada sumber infeksi dan penyebarannya: a. Infeksi pada tali pusar (omfalitis) menyebabkan keluarnya nanah atau darah dari pusat. b. Infeksi pada selaput otak (meningitis) atau abses otak menyebabkan koma, kejang, opistotonus (posisi tubuh melengkung ke depan) atau penonjolan pada ubun-ubun. c. Infeksi pada tulang (osteomielitis) menyebabkan terbatasnya pergerakan pada lengan atau tungkai yang terkena. d. Infeksi pada persendian menyebabkan pembengkakan, kemerahan, nyeri tekan dan sendi yang terkena teraba hangat. e. Infeksi pada selaput perut (peritonitis) menyebabkan pembengkakan perut dan diare berdarah.
E. Komplikasi 1. Meningitis 2. Hipoglikemia, asidosis metabolic 3. Koagulopati, gagal ginjal, disfungsi miokard, perdarahan intracranial 4. Ikterus/kernicterus
F. Manifestasi Klinis Hanya sebatas pada organ tunggal atau mungkin melibatkan banyak organ (setempat atau sistemik). 1. Dapat ringan, sedang atau berat. 2. Akut, sub akut atau kronis. 3. Asimtomatik. 4. Ketidakmampuan mentoleransi makanan. 5. Iritabilitas. 6. Lesu
G. Diagnosa Gambaran klinisnya tumpang tindih dan mungkin pada awalnya tidak dapat dibedakan. 1. Penyakit mungkin tidak tampak. 2. Infeksi ibu sering kali asimtomatik. 3. Pemeriksaan laboratorium khusus mungkin diperlukan. 4. Pengobatan spesisfik untuk toksoplasmosis, sifilis dan herpes simpleks didasarkan pada suatu diagnosis yang akurat dan dapat menurunkan morbiditas jangka panjang secara bermakna.
H. Pencegahan Penatalaksanaan yang agresif diberikan pada ibu yang dicurigai menderita 1. Korioamnionitis dengan antibiotika sebelum persalinan, 2. Persalinan yang cepat bagi bayi baru lahir, 3. Kemoprofilaksis intrapartum 4. Selektif nampak dapat menurunkan tingkat morbiditas dan mortalitas pada infeksi bakteri neonatus. 5. Personal hygiene pada bayi (mandi, membersihkan mata. kuku, telinga dan hidung) a) Memandikan Bayi Memandikan bayi adalah salah satu upaya untuk mencegah infeksi pada bayi. Selain itu mandi juga merangsang kelancaran peredaran darah bayi untuk membantu relaksasi. b) Membersihkan Mata Ada kalanya pada mata atau kelopak mata bayi terdapat kotoran yang menempel di selaput mata atau di sudut mata. Kondisi mata bayi baru lahir seringkali bengkak dan sembab. Selain itu, seringkali matanya juga berair dan mengeluarkan kotoran. Jika mata bayi hanya sedikit mengeluarkan kotoran dan tidak membuat kedua kelopak matanya lengket, maka kondisi ini masih normal. Namun, jika kotorannya cukup banyak dan menyebabkan mata bayi menempel terus, kompreslah matanya dengan kapas yang telah dicelupkan ke air hangat. Kotoran yang menumpuk pada mata bayi dapat menyebabkan infeksi pada mata bayi.
c) Membersihkan Telinga Hal ini berfungsi untuk mencegah adanya infeksi telinga pada bayi. Pada infeksi telinga, kuman memasuki kerongkongan dan hidung lalu bepergian ke tuba eustachius hingga ke telinga bagian tengah. Tuba eustachius menghubungkan kerongkongan ke telinga bagian dalam dan bertugas untuk menyamakan tekanan timbal balik di kedua sisi gendang telinga itu. Tanpa tuba ini, telinga anda akan terasa sakit dan meletup-letup serat seperti tersumbat untuk sementara waktu ketika anda memanjat ke tempat yang tinggi atau terbang. Selain membuat tekanan tetap seimbang, tuba ini melindungi telinga bagian tengah, membuka dan menutup sewajarnya, serta mengalirkan akumulasi cairan serta kuman yang tidak diinginkan. Tuba kecil inilah yang membuat lebih banyak mendapat infeksi telingan dibanding anak-anak yang lebih tua. Bila tuba eustachius menutup, cairan di dalam telinga bagian tengah ini menjadi terperangkap. Ada prinsip umum dari tubuh manusia bahwa cairan yang terperangkap selalu mendatangkan infeksi. Cairan yang terperangkap ini berperan sebagai bahan gizi untuk kuman yang tumbuh di dalam cairan, membuatnya tebal seperti nanah. Cairan yang tebal ini menyebabkan tekanan pada gendang telinga, memproduksi rasa nyeri, terutama ketika anak sedang berbaring. Inilah alasan yang membuat infeksi telinga lebih terasa menyakitkan pada malam hari ketika anak berbaring, namun kadang-kadang tampak lebih baik pada siang hari. 6. Perawatan tali pusat, 7. Sterilisasi peralatan 8. Pencucian tangan sebelum kontak dengan bayi adalah hal yang sangat penting.
I. Penatalaksanaan 1. Suportif 1) Lakukan monitoring cairan elektrolit dan glukosa 2) Berikan koreksi jika terjadi hipovolemia, hipokalsemia dan hipoglikemia 3) Bila terjadi SIADH (Syndrome of Inappropriate Anti Diuretik Hormon) batasi cairan 4) Atasi syok, hipoksia, dan asidosis metabolic. 5) Awasi adanya hiperbilirubinemia 6) Lakukan transfuse tukar bila perlu 7) Pertimbangkan nurtisi parenteral bila pasien tidak dapat menerima nutrisi enteral.
2. Kausatif Antibiotic diberikan sebelum kuman penyebab diketahui. Biasanya digunakan golongan Penicilin seperti Ampicillin ditambah Aminoglikosida seperti Gentamicin. Pada infeksi nasokomial, antibiotic diberikan dengan mempertimbangkan flora di ruang perawatan, namun sebagai terapi inisial biasanya diberikan vankomisin dan aminoglikosida atau sefalosforin generasi ketiga. Setelah didaapt hasil biakan dan uji sistematis diberikan antibiotic yang sesuai. Tetapi dilakukan selama 10-14 hari, bila terjadi Meningitis, antibiotic diberikan selama 14-21 hari dengan dosis sesuai untuk Meningitis.
Pada masa Antenatal Perawatan antenatal meliputi pemeriksaan kesehatan ibu secara berkala, imunisasi, pengobatan terhadap penyakit infeksi yang diderita ibu, asupan gizi yang memadai, penanganan segera terhadap keadaan yang dapat menurunkan kesehatan ibu dan janin. Rujuk ke pusat kesehatan bila diperlukan. Pada masa Persalinan. Perawatan ibu selama persalinan dilakukan secara aseptik. Pada masa pasca persalinan rawat gabung bila bayi normal, pemberian ASI secepatnya, jaga lingkungan dan peralatan tetap bersih, perawatan luka umbilikus secara steril.
Daftar Pustaka
Sudarti,M.Kes.2010.Kelainanan Dan Penyakit Pada Bayi Dan Anak .Yogyakarta :Medical books Ai Yeyeh Rukiyah S.SiT.2010.Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita.Jakarta:Trans info Media Ngastiyah 1997. Perawatan Anak Sakit.Jakarta:EGC. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak 1. Jakarta: Infomedika. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak 3. Jakarta: Infomedika. Suriadi & Yuliani R.2001. Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 1. Jakarta : CV. Sagung Seto. Aditya, Nana. 2014. Handbook for Newmom. Jogjakarta: CV Diandra Primamitra Media Imelda, Rina. 2014. Panduan Kehamilan dan Perawatan Bayi. Surabaya: Victory Maryunani, Anik. 2011. Pencegahan Infeksi dalam Kebidanan.Jakarta: CV. Trans Info Media Sears, William, dkk. 2003. The Baby Book. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.