Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
BAHU)
Banyak orang mengeluh tentang tidak bisa menyisir rambut, tidak bisa memasang
BH, tidak bisa mengambil dompet dari saku belakang karena mengalami nyeri pada
bahunya.
Penderita tidak sanggup menggosok gigi dan menyisir rambut karena pergelangan
bahunya terasa sakit bila lengan diangkat atau digerakkan.
Atau mungkin kaku pada daerah bahu sehingga penderita sulit untuk sekedar
mengangkat lengan ke atas atau tidak bisa menjangkau bahu sebelah ataupun merasa
sakit pada saat menoleh/membalikkan badan.
Mungkin penderita akan mengira-ngira penyebabnya, mungkin salah posisi tidur,
keseleo atau apa. Namun tahu kah anda bahwa ketika sendi kehilangan jangkauan
gerak di semua aspek gerak hal ini dinamakan Frozen Shoulder atau istilah lain
Adhesive Capsulitis.
Frozen shoulder atau nyeri bahu adalah penyakit kronis dengan gejala khas berupa
keterbatasan lingkup gerak sendi bahu ke segala arah, baik secara aktif maupun pasif
oleh karena rasa nyeri yang dapat mengakibatkan gangguan aktifitas kerja sehari-
hari.
Apa yang menyebabkan Frozen Shoulder?
Penyebab frozen shoulder tidak diketahui secara pasti, namun diduga dapat
disebabkan oleh trauma, mobilisasi yang lama sehingga terbentuk jaringan fibrous
yang memicu terjadinya perlengketan pada daerah bahu.
Faktor penyebab yang lain adalah kemungkinan karena tendinitis, rupture rotator
cuff, bursitis, diabetes mellitus, infark myokard dan peradangan sendi bahu kronis
dan diduga penyakit-penyakit ini merupakan respon autoimun terhadap rusaknya
jaringan lokal.
Frozen shoulders lebih sering (60%) terjadi pada wanita
bersamaan dengan datangnya menopause. Pasien dengan diabetes, peradangan kronis
sendi bahu, atau setelah operasi dada atau payudara, immobilitas dari bahu juga
dapat menyebabkan frozen shoulder.
Adhesiva Capsulitis merupakan kelanjutan dari lesi rotator cuff, karena terjadi
peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam kapsul sendi dan
mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat diperburuk
akibat terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi impingement yang terlalu lama
(Appley, 1993).
Bagaimanakah mendiagnosa Frozen Shoulder?
Dikatakan frozen shoulder apabila selama pemeriksaan menunjukkan bahwa terdapat
keterbatasan gerak yang cukup signifikan baik oleh pasien sendiri atau oleh pemeriksa
yang menggerakkannya. Untuk mengetahui penyakit penyakit yang berkaitan dengan
bahu dapat di diagnosa melalui riwayat penyakit, pemeriksaan, test darah dan
pemeriksaan x-ray pada bahu.
Jika perlu, untuk mengetahui diagnosis lebih pasti dapat dilakukan pemeriksan x-ray
dengan menggunakan kontras yang di suntikkan ke sendi bahu sebagai tanda
pengerutan atau penyusutan kapsul sendi bahu.Jenis tindakan ini dinamakan dengan
arthrography. Jaringan disekitar sendi juga dapat dilihat dan dievaluasi dengan
menggunakan MRI (Magnetic Resonance Imaging)
Ada 3 stadium frozen shoulder, setiapnya berlangsung sekitar 4- 6 bulan, dengan
ditandai gejala gejala klinis. Pada tingkat pertama "freeze", bahu dengan terus
menerus kehilangan gerakan pasif dan menyebabkan nyeri yang memburuk. Untuk
stage kedua "frozen" ditandai dengan kekakuan yang berlanjut dan adanya perbaikan
dari nyeri dan peradangan .Pada stadium ketiga "thawing" dengan tanda adanya
keterbatasan gerak sendi yang mulai berkurang, dan "range of motion" sendi yang
bertambah. Biasanya pada stage ke tiga terapi lebih di intesifkan
Peradangan sendi bahu (arthritis)atau otot disekitar bahu hal ini dapat menyebabkan
pembengkakan, nyeri atau kekakuan sendi sehingga berakibat terjadinya keterbatasan
gerak dari bahu.
Injury dari tendon tunggal (tendon otot rotator cuff) dapat membatasi ruang gerak
sendi, akan tetapi tidak semua arah gerakan terbatas. Sering sekali pada pemeriksaan
sendi bahu pada injurytendon (misalnya pada tendinitis atau luka tendon), dokter
ataupun pemeriksa dapat menggerakkan sendi bahu pada posisi relaks, dan
jangkauannya lebih jauh dibandingkan apa yang dilakukannya sendiri.
Penanganan Frozen Shoulder
Terapi dari frozen shoulder biasanya memerlukan beberapa kombinasi yaitu ;obat
obatan anti inflamasi, fisioterapi, dan suntikan cortisone di sendi bahu. Tanpa terapi
tersebut kondisi frozen shoulder akan bisa menjadi menetap atau permanen.
Melakukan fisioterapi mungkin merupakan hal utama, untuk fisioterapi dapat
dilakukan dengan tindakan meliputi short wave diathermi (SWD), stimulasi elektrik
atau TENS ( Transcutaneus Electrical Nerve Stimulation), manual terapi,ice pack, dan
kadang dilakukan latihan latihan penguatan dari otot bahu. Waktu untuk fisioterapi
dapat mencapai hitungan minggu atau bulan untuk dapat pulih total, tergantung dari
keparahan jaringan di sekitar sendi bahu.
Hal yang sangat penting bagi pasien dengan frozen shoulder untuk menghindari
terjadinya injury kembali pada jaringan sendi bahu selama proses ini. Pasien harus
menghindari gerakan gerakan yang sifatnya mendadak, gerakan menyentak, dan
mengangkat bebabn berat dengan menggunakan anggota badan yang terkena.
Kadang-kadang kondisi frozen shoulder menunjukkan resistensi terhadap fisioterapi
ataupun pengobatan. Pasien dengan frozen shoulder resistensi dapat dipertimbangkan
dengan operasi arthoscopic atau manipulasi dengan anesthesi dengan tujuan
melepaskan jaringan yang mengkerut pada kapsul sendi. Akan tetapi dengan
manipulasi juga mengundang resiko terjadinya fraktur (patah tulang) humerus (bahu)
Hal yang sangat penting bagi pasien yang menjalani manipulasi bahu untuk melakukan
latihan aktif sendi bahu setelah dilakukan prosedur tersebut. Hanya oleh latihan yang
terus menerus pada sendi bahu yang membuat fungsi gerakan dan mobilitas dapat
tercapai optimal.
Adapun modalitas fisioterapi yang digunakan pada kasus frozen shoulder adalah
dengan SWD (Short Wave Diathermy) dan terapi latihan.
Short Wave Diathermy (SWD)
SWD adalah Suatu alat terapi yang menggunakan pemanasan yang pada jaringan
dengan merubah energi elektromagnet menjadi energi panas.
Dalam beberapa dekade terakhir atau lebih, banyak profesional medis telah
menemukan bahwa ada beberapa cara untuk membantu pasien mereka dalam
penyembuhan tanpa menggunakan atau dengan membatasi penggunaan obat
penghilang rasa sakit yang digunakan dalam jangka panjang. Hal-hal seperti terapi
pijat, stimulator neuromuskuler, dan terapi ultrasound telah merevolusi cara
komunitas medis dalam membantu penyembuhan pasien. Jenis teknologi lain yang
telah menunjukkan nilai riil dalam bidang klinis adalah diatermi gelombang pendek.
Metode ini berfungsi untuk mengendalikan rasa sakit dan meningkatkan aliran darah
ke daerah-daerah otot yang rusak dengan tindakan panas yang sampai ke dalam
jaringan (deep heat). Dalam hubungannya dengan obat-obatan berbasis non terapi,
diatermi gelombang pendek dapat membantu sejumlah besar pasien dengan berbagai
tingkat cedera serta berbagai jenis cedera. Melihat lebih dekat pada praktek kita
berharap bahwa diatermi gelombang pendek ini bisa dimasukkan sebagai bagian dari
teknologi medis.
FROZEN SHOULDER (SINDROM NYERI BAHU)
DEFINISI
Frozen shoulder atau adhesive capsulitis mempunyai beberapa sebutan seperti scapulohumeral
periarthritis of duplay atau disebut juga sebagai check rein shoulder. Adhesive capsulitis adalah suatu
keadaan yang mempunyai karakteristik berupa nyeri dan kekakuan yang disebabkan oleh kelainan
intrinsik dan ekstrinsik sendi bahu. Kekakuan tersebut menimbulkan keterbatasan gerak segara arah
baik gerakan aktif maupun pasif, dan sering dialami oleh orang berusia 40-60 tahun dan lebih sering
pada perempuan. Nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak dapat tidur
pada sisi yang terkena. Gejala klinis dari frozen shoulder adalah nyeri pada sendi bahu, berkurangnya
LGS pada sendi bahu sehingga menyebabkan terjadi penururunan kapasitas fungsional bahu dalam
aktivitas pasien sehari-hari. Keadaan ini pertama kali dikenali oleh Putnam dan kemudian oleh Codman.
Frozen shoulder dibagi dalam 3 tahapan, yaitu :
a. Pain (Freezing) : ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerak sendi bahu
menjadi terbatas selama 2-3 minggu dan masa akut ini berakhir ampai 10-36 minggu.
b. Stiffness (Frozen) : ditandai dengan rasa nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang
nyata dan keterbatasan gerak dari glenohumeral yang di ikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini
berakhir 4-12 bulan.
c. Recovery (Thawing) : pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis tetapi
terdapat keterbatasan gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.
Adapun berbagai macam gangguan yang ditimbulkan dari frozen shoulder adalah sebagai berikut :
1. Impairment.
Pada kasus frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva permasalahan yang ditimbulkan antara lain
adanya nyeri pada bahu, keterbatasan lingkup gerak sendi dan penurunan kekuatan otot di sekitar bahu.
2. Functional limitation.
Masalah-masalah yang sering ditemui pada kondisi-kondisi frozen shoulder adalah keterbatasan gerak
dan nyeri, oleh karena itu dalam keseharian sering ditemukan keluhan-keluhan seperti tidak mampu
untuk menggosok punggung saat mandi, menyisir rambut, kesulitan dalam berpakaian, mengambil
dompet dari saku belakang kesulitan memakai breast holder (BH) bagi wanita dan gerakan-gerakan lain
yang melibatkan sendi bahu.
3. Participation restriction.
Pasien yang mengalami frozen shoulderakan menemukan hambatan untuk melakukan aktifitas sosial
masyarakat karena keadaannya, hal ini menyebabkan pasien tersebut tidak percaya diri dan merasa
kurang berguna dalam masyarakat, tapi pada umumnya frozen shoulder jarang menimbulkan disability
atau kecacatan.
KLASIFIKASI
Frozen shoulder dibagi 2 Klasifikasi,yaitu :
a. Primer/ idiopetik frozen shoulder
Yaitu frozen yang tidak diketahui penyebabnya. Frozen shoulder lebih banyak terjadi pada wanita dari
pada pria dan biasanya terjadi usia lebih dari 41 tahun. Biasanya terjadi pada lengan yang tidak
digunakan dan lebih memungkinkan terjadi pada orang-orang yang melakukan pekerjaan dengan
gerakan bahu yang lama dan berulang.
b Sekunder frozen shoulder
Yaitu frozen yang diikuti trauma yang berarati pada bahu misal fraktur, dislokasi, luka baker yang berat,
meskipun cedera ini mungkin sudah terjadi beberapa tahun sebelumnya.
ETIOLOGI
Penyebab frozen shoulder tidak diketahui, diduga penyakit ini merupakan respon auto immobization
terhadap hasil hasil rusaknya jaringan lokal. Meskipun penyebab utamanya idiopatik, banyak yang
menjadi predisposisi frozen shoulder, selain dugaan adanya respon auto immobilisasi seperti yang
dijelaskan di atas ada juga faktor predisposisi lainnya yaitu usia, trauma berulang (repetitive injury),
diabetes mellitus, kelumpuhan, pasca operasi payudara atau dada dan infark miokardia, dari dalam
sendi glenohumeral (tendonitis bicipitalis, infalamasi rotator cuff, fracture) atau kelainan ekstra articular
(cervical spondylisis, angina pectoris). De Palma (1973) melaporkan bahwa setiap hambatan yang
menghalangi gerak scapulohumeral/ scapulothoraxic menyebabkan inaktifitas dari otot sehingga
merupakan predisposisi terjadinya frozen shoulder
Etiologi dari frozen shoulder masih belum diketahui dengan pasti. Adapun faktor predisposisinya antara
lain periode immobilisasi yang lama, akibat trauma, over use, cidera atau operasi pada sendi,
hyperthyroidisme, penyakit kardiovaskuler, clinical depressiondan Parkinson (AAOS, 2000). Menurut
American Academy Of Orthopedic Surgeon (2000), teori yang mendasari terjadinya frozen shoulder
adalah sebagai berikut :
1. Teori hormonal
Pada umumnya frozen shoulder terjadi 60 % pada wanita bersamaan dengan datangnya menopause.
2. Teori genetik
Beberapa studi mempunyai komponen genetik dari frozen shoulder, contohnya ada beberapa kasus
dimana kembar indentik pasti menderita pada saat yang sama.
3. Teori auto immun
diduga penyakit ini merupakan respon auto immun terhadap hasil-hasil rusaknya jaringan lokal.
4.Teori postur
Banyak studi yang belum diyakini bahwa berdiri lama dan postur tegap menyebabkan pemendekkan
pada salah satu ligamen bahu.
Walaupun banyak peneliti sependapat bahwa immobilisasi merupakan faktor penting dari penyebab
frozen shoulder sendi glenohumeral. Ada beberapa kondisi predisposisi yang lain, pertama usia pasien.
Adhesive capsulitis tidak terjadi pada usia muda, tetapi sering pada usia pertengahan. Kedua, refleks
spasme otot penting dalam perubahan fibroticprimer.
PATOLOGI
Patologinya dikarakteristikan dengan adanya kekakuan kapsul sendi oleh jaringan fibrous yang padat
dan selular. Berdasarkan susunan intra articular adhesion, penebalan sinovialakan berlanjut ke
keterbatasan articular cartilago. Berkurangnya cairan sinovial pada sendi sehingga terjadi perubahan
kekentalan cairan tersebut yang menyebabkan penyusutan pada kapsul sendi, sehingga sifat
ekstensibilitas pada kapsul sendi berkurang dan akhirnya terjadi perlekatan. Tendinitis bicipitalis,
calcificperitendinitis, inflamasi rotator cuff, frkatur atau kelainan ekstra articular seperti angina pectoris,
cervical sponylosis, diabetes mellitus yang tidak mendapatkan penanganan secara tepat maka kelama-
lamaan akan menimbulkan perlekatan atau dapat menyebabkan adhesive capsulitis. Adhesive capsulitis
dapat menyebabkan patologi jaringan yang menyebabkan nyeri dan menimbulkan spasme, degenerasi
juga dapat menyebabkan nyeri dan dapat menimbulkan spasme.
Kapsul sendi terdiri dari selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalamnya terbentuk dari jaringan
penyambung berpembuluh darah banyak dan sinovium, yang berbentuk suatu kantong yang melapisi
seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi, sinovium tidak meluas melampaui
permukaan sendi tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan secara penuh. Sinovium menghasilkan
cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan sinovium normalnya bening, tidak
membeku, tidak berwarna. Jumlah yang di permukaan sendi relative kecil (1-3 ml). Cairan sinovium juga
bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi. Capsulitis adhesiva merupakan kelanjutan
dari lesi rotator cuff, karena terjadi peradangan atau degenerasi yang meluas ke sekitar dan ke dalam
kapsul sendi dan mengakibatkan terjadinya reaksi fibrous. Adanya reaksi fibrous dapat diperburuk akibat
terlalu lama membiarkan lengan dalam posisi impingement yang terlalu lama.
Sindroma nyeri bahu sangat komplek dan sulit untuk diidentifikasi satu persatu bagian secara detail.
Guna memahami penyebab dan patologi sindroma nyeri bahu, maka dapat dikelompokkan menjadi:
a. Faktor Penyebab:
1) Faktor penyebab gerak dan fungsi, yang terkait dengan aktifitas gerak dan struktur anatomi
2) Faktor penyebab penyebab secara neurogenik yang berkaitan dengan keluhan neurologik yang
menyertai baik secara langsung maupun tidak langsung yang berupa nyeri rujukan.
b. Berdasarkan sifat keluhan nyeri bahu dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :
(a) Kelompok spesifik, mengikuti pola kapsuler dan
(b) Kelompok tidak spesifik sebagai kelompok yang bukan mengikuti pola kapsuler.
Selama peradangan berkurang jaringan berkontraksi kapsul menempel pada kaput humeri dan guset
sinovial intra artikuler dapat hilang dengan perlengketan. Frozen merupakan kelanjutan lesi rotator cuff,
karena degenerasi yang progresif. Jika berkangsung lama otot rotator akan tertarik serta
memperlengketan serta memperlihatkan tnada-tanda penipisan dan fibrotisasi. Keadaan lebih lanjut,
proses degenerasi diikuti erosituberculum humeri yang akan menekan tendon bicep dan bursa
subacromialis sehingga terjadi penebalan dinding bursa.
Frozen shoulder dapat pula terjadi karena ada penimbunan kristal kalsium fosfat dan karbonat pada
rotator cuff. Garam ini tertimbun dalam tendon, ligamen, kapsul serta dinding pembuluh darah.
Penimbunan pertama kali ditemukan pada tendon lalu kepermukaan dan menyebar keruang bawah
bursa subdeltoid sehingga terjadi rardang bursa, terjadi berulang-ulang karena tekiri terus-menerus
menyebabkan penebalan dinding bursa, pengentalan cairan bursa, perlengketan dinding dasar dengan
bursa sehingga timbul pericapsulitis adhesive akhirnya terjadi frozen shoulder.
Faktor immobilisasi juga merupakan salah satu faktor terpenting yang juga dapat menyebabkan
perlekatan intra, ekstra selular pada kapsul dan ligamen, kemudian kelenturan jaringan menjadi
menurun dan menimbulkan kekakuan. Semua organ yang disekeliling jaringan lunak, terutama tendon
supraspinatus terlibat dalam perubahan patologi. Fibrotic ligamen coracohumeral cenderung normal
dari tendon bicep caput longum juga rusak (robek). Keterlibatan tendon bicep berpengaruh secara
signifikan dalam penyebaran nyeri ke anterior sendi glenohumeral yang berhubungan dengan adhesive
capsulitis.
Menurut Kisner frozen shoulder dibagi dalam 3 tahap, yaitu :
1. Pain (Freezing) :
ditandai dengan adanya nyeri hebat bahkan saat istirahat, gerakan sendi bahu menjadi terbatas selama
2-3 minggu dan masa akut ini berakhir sampai 10-36 minggu.
2. Stiffness (Frozen) :
ditandai dengan nyeri saat bergerak, kekakuan atau perlengketan yang nyata dan keterbatasan gerak
dari glenohumeral yang diikuti oleh keterbatasan gerak scapula. Fase ini berakhir 4-12 bulan.
3. Recovery (Thawing) :
pada fase ini tidak ditemukan adanya rasa nyeri dan tidak ada synovitis tetapi terdapat keterbatasan
gerak karena perlengketan yang nyata. Fase ini berakhir 6-24 bulan atau lebih.
Pada frozen shoulder terdapat perubahan patologi pada kapsul artikularis glenohumeral yaitu
perubahan pada kapsul sendi bagian anterior superior mengalami synovitis, kontraktur ligamen
coracohumeral, dan penebalan pada ligamen superior glenohumeral, pada kapsul sendi bagian anterior
inferior mengalami penebalan pada ligamen inferior glenohumeral dan perlengketan pada ressesus
axilaris, sedangkan pada kapsul sendi bagian posterior terjadi kontraktur, sehingga yang khas pada kasus
ini rotasi internal paling bebas, abduksi terbatas dan rotasi eksternal paling terbatas atau biasa disebut
pola kapsuler. Perubahan patologi tersebut merupakan respon terhadap rusaknya jaringan lokal berupa
inflamasi pada membran synovial dan kapsul sendi glenohumeral yang membuat formasi adhesive
(Thomson, 1991). Sehingga menyebabkan perlengketan pada kapsul sendi dan terjadi peningkatan
viskositas cairan sinovial sendi glenohumeral dengan kapasitas volume hanya sebesar 5-10ml, yang pada
sendi normal bisa mencapai 20-30m (Donatelli, 1989). Selanjutnya kapsul sendi glenohumeral menjadi
mengkerut, pada pemeriksaan gerak pasif ditemukan keterbatasan gerak pola kapsular dan firm end feel
dan inilah yang disebut frozen shoulder.
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi frozen shoulder masih belum jelas, tetapi beberapa penulis menyatakan bahwa dasar
terjadinya kelainan adalah imobilisasi yang lama. Setiap nyeri yang timbul pada bahu dapat merupakan
awal kekakuan sendi bahu. Hal ini sering timbul bila sendi tidak digunakan terutama pada pasien yang
apatis dan pasif atau dengan nilai ambang nyeri yang rendah, di mana tidak tahan dengan nyeri yang
ringan akan membidai lengannya pada posisi tergantung. Lengan yang imobil akan menyebabkan stasis
vena dan kongesti sekunder dan bersama-sama dengan vasospastik, anoksia akan menimbulkan reaksi
timbunan protein, edema, eksudasi, dan akhirnya reaksi fibrosis. Fibrosis akan menyebabkan adhesi
antara lapisan bursa subdeltoid, adhesi ekstraartikuler dan intraartikuler, kontraktur tendon
subskapularis dan bisep, perlekatan kapsul sendi.
Pendapat lain mengatakan inflamasi pada sendi menyebabkan thrombine dan fibrinogen membentuk
protein yang disebut fibrin. Protein tersebut menyebabkan penjedalan dalam darah dan membentuk
suatu substansi yang melekat pada sendi. Perlekatan pada sekitar sendi inilah yang menyebabkan
perlekatan satu sama lain sehingga menghambat full ROM. Kapsulitis adhesiva pada bahu inilah yang
disebut frozen shoulder.GAMBARAN KLINIS
Biasanya memang penderita datang dengan keluhan nyeri dan ngilu pada sendi serta gerakan sendi
bahu yang terbatas ke segala arah, terutama gerakan abduksi dan elevasi, sehingga mengganggu lingkup
gerak sendi bahu. Rasa nyeri akan meningkat intensitasnya dari hari ke hari. Bersamaan dengan hal ini
terjadi gangguan lingkup gerak sendi bahu. Penyembuhan terjadi lebih kurang selama 6 -12 bulan, di
mana lingkup gerak sendi akan meningkat dan akhir bulan ke 18 hanya sedikit terjadi keterbatasan gerak
sendi bahu.
a. Nyeri
Pasien berumur 40-60 tahun, dapat memiliki riwayat trauma, seringkali ringan, diikuti sakit pada bahu
dan lengan nyeri secara berangsur-angsur bertambah berat dan pasien sering tidak dapat tidur pada sisi
yang terkena. Setelah beberapa lama nyeri berkurang, tetapi sementara itu kekakuan semakin terjadi,
berlanjut terus selama 6-12 bulan setelah nyeri menghilang. Secara berangsur-angsur pasien dapat
bergerak kembali, tetapi tidak lagi normal.
b. Keterbatasan Lingkup gerak sendi
Capsulitis adhesive ditandai dengan adanya keterbatasan luas gerak sendi glenohumeral yang nyata,
baik gerakan aktif maupun pasif. Ini adalah suatu gambaran klinis yang dapat menyertai tendinitis, infark
myokard, diabetes melitus, fraktur immobilisasi berkepanjangan atau redikulitis cervicalis. Keadaan ini
biasanya unilateral, terjadi pada usia antara 4560 tahun dan lebih sering pada wanita.
Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus. Bila terjadi pada malam hari sering sampai mengganggu
tidur. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya
(abduksi), sehingga penderita akan melakukan dengan mengangkat bahunya (srugging).
c. Penurunan Kekuatan otot dan Atropi otot
Pada pemeriksaan fisik didsapat adanya kesukaran penderita dalam mengangkat lengannya (abduksi)
karena penurunan kekuatan otot. Nyeri dirasakan pada daerah otot deltoideus, bila terjadi pada malam
hari sering menggangu tidur. Pada pemeriksaan didapatkan adanya kesukaran penderita dalam
mengangkat lengannya (abduksi), sehingga penderita akan melakukandengan mengangkat bahunya
(srugging). Juga dapat dijumpai adanya atropi bahu (dalam berbagaoi tingkatan). Sedangkan
pemeriksaan neurologik biasanya dalam batas normal.
d. Gangguan aktifitas fungsional
Dengan adanya beberapa tanda dan gejala klinis yang ditemukan pada penderita frozen shoulder akibat
capsulitis adhesiva seperti adanya nyeri, keterbatasan LGS, penurunan kekuatan otot dan atropi maka
secara langsung akan mempengaruhi (mengganggu) aktifitas fungsional yang dijalaninya.
Beberapa penulis membagi keadaan tersebut dalam 4 stadium:
1. Staduim I : rasa nyeri umumnya terdapat pada sekitar sendi glenohumeral, serta semakin bertambah
nyeri bila digerakkan tetapi belum menimbulkan keterbatasan gerak sendi bahu. Pemeriksaan gerak
secara pasif menimbulkan rasa nyeri pada akhir gerakan.
2. Stadium II : rasa nyeri bertambah, timbul pada malam hari sehingga mengganggu tidur. Hampir setiap
gerakan sendi bahu menimbulkan rasa nyeri dan gerakan tiba-tiba akan menimbulkan rasa nyeri yang
hebat. Nyeri terjadi pada daerah insersi otot deltoid dan menjalar ke lengan dan siku. Karena rasa nyeri
dan adanya keterbatasan gerakn sendi bahu maka akan menimbulkan gangguan pada saat menyisir
rambut.
3. Stadium III : rasa nyeri timbul secara spontan pada saat istirahat, walaupun demikian nyeri akan tetap
timbul bila melakukan gerakan tiba-tiba seperti meregangkan sendi. Pada stadium ini keterbatasan
gerak sendi bahu baru bertambah nyata, hal ini disebabkan oleh adhesi dan kontraktur dari penebalan
mangkok sendi bahu. Otot-otot sekitar sendi seperti supraspinatus dan infraspinatus akan menjadi
atrofi. Lamanya stadium I III bervariasi antara beberapa minggu sampai lbih kurang 2 bulan. Pada
stadium III dan IV keterbatasan gerak sendi merupakan masalah yang dihadapi.
4. Stadium IV : mulai terjadi penyembuhan dari keterbatasan sendi bahu secara bertahap dan pemulihan
gerakan sendi bahu mulai lebih kurang pada bulan ke 4 dan ke 5 dari saat mulai timbulnya keluhan dan
berakhir sekitar 6 sampai 12 bulan.gambaran radiologi umumnya tidak menunjukkan adanya kelainan.
DIAGNOSA
a. Anamnesis
Hal-hal yang harus ditanyakan kepada pasien adalah sebagai berikut:
- Lokasi yang sebenarnya dari nyeri bahu yang dirasakan
- Sudah berapa lama nyeri tersebut dirasakan
- Faktor apa saja yang menjadi pencetus timbulnya nyeri bahu tersebut dan yang dapat menguranginya
- Ada tidaknya aktivitas yang berlebihan, terkilir atau trauma pada bahu sebelumnya
- Ada tidaknya masalah atau penyakit pada bahu yang pernah diderita sebelumnya. Jika mungkin
ditanyakan juga diagnosis serta terapi yang pernah diberikan saat itu.
- Perlu juga ditanyakan mengenai pekerjaan, kegemaran atau kegiatan waktu senggang yang sering
dilakukan pasien.
b. Pemeriksaan Fisik
Inspeksi
- Perhatikan postur tubuh pasien dan cara berjalan saat memasuki ruang periksa. Apakah lengan
berayun atau sesuai langkah kaki atau dipertahankan pada posisi tertentu.
- Pasien diminta untuk membuka pakaian bagian atas sampai ke pinggang dan saat pasien melakukan
hal tersebut perhatikan apakah gerakannya normal atau ada gerakan yang canggung dan posisi
terpaksa.
- Selain itu perhatikan :
1. Posisi leher dan punggung, apakah ada kifosis berlebihan pada vertebra torakal.
2. Posisi skapula relatif terhadap vertebra apakah ada protaksi berlebihan
3. Posisi humerus terhadap skapula dan vertebra torakal :
a. Adanya hipotrofi/atrofi otot
b. Adanya tanda radang akut, edema dan kemerahan
Palpasi
Palpasi sebaiknya di;lakukan dengan posisi pemeriksa di belakang pasien :
- Lakukan palpasi mulai dari sendi sternoklavikular, kemudian bergerak ke lateral sepanjang klavikula
menuju sendi akromioklavikula dan sendi glenohumeral
- Rasakan apakah terdapat edema, krepitasi, tanyakan ada tidaknya nyeri tekan. Perubahan kontur
tulang jaringan lunak dan peningkatan rasa nyeri.
- Oleh karena rotator cuff terletak tepat di bawah akromion, untuk dapat dipalpasi terlebih dahulu harus
dirotasikan keluar dengan cara mengekstensikan lengan pasien secara pasif, sehingga kaput humeri
berotasi ke anterior. Untuk mengetahui ada tidaknya nyeri tekan pada rotator cuff palpasi daerah di
bawah anterior akromion
- Palpasi di bawah bagian lateral akromion dapat menimbulkan nyeri tekan pada bursitis subakromial
Pada frozen shoulder merupakan gangguan pada kapsul sendi, maka gerakan aktif maupun pasif
terbatas dan nyeri. Nyeri dapat menjalar ke leher, lengan atas dan punggung, perlu dilihat faktor
pencetus timbulnya nyeri. Gerakan pasif dan aktif terbatas. Pertama-tama pada gerakan elevasi dan
rotasi interna lengan, tetapi kemudian untuk semua gerakan sendi bahu.
Tes Appley scratch merupakan tes tercepat untuk mengeveluasi lingkup gerak sendi aktif pasien diminta
menggaruk daerah angulus medialis skapula dengan tangan sisi kontra lateral melewati belakang kepala.
Pada frozen shoulder pasien tidak dapat melakukan gerakan ini. Bila sendi dapat bergerak penuh pada
bidang geraknya secara pasif, tetapi terbatas pada gerak aktif, maka kemungkinan kelemahan otot bahu
sebagai penyebab keterbatasan.
Nyeri akan bertanbah pada penekanan dari tendon yang membentuk muskulotendineus rotator cuff.
Bila gangguan berkelanjutan akan terlihat bahu yang terkena reliefnya mendatar, bahkan kempis,
karena atrofi otot deltoid, supraspinatus dan otot rotator cuff lainnya.
c. Pemeriksaan penunjang
- Radiologi polos
- Arthrografi
- Bonescan
- MRI
- EMG
- Arthroscopi
- Laboratorium
DIAGNOSA BANDING
Kekakuan pasca trauma setelah setiap cedera bahu yang berat, kekakuan dapat bertahan beberapa
bulan. Pada mulanya kekurangan ini maksimal dan secara berangsur-angsur berkurang, berbeda dengan
pola bahu beku. Kondisi pembanding dari kondisi Frozen shoulder yang diakibatkan capsulitis adhesiva
antara lain: 1) Bursitis subacromial, 2) Tendinitis bicipitalis 3) Lesi rotator cuff
PENATALAKSANAAN
Beberapa teknik terapi fisik untuk penderita penyakit ini antara lain :
1. Diatermi gelombang pendek (Short Wave Diathermy/ SWD)
Short wave diathermy merupakan suatu pengobatan dengan menggunakan stressor berupa energi
elektromagnetik yang dihasilkan oleh arus listrik bolak- balik frekuensi 27, 12 MHz, dengan panjang
gelombang 11m.
Efektifitas dalam penggunaan SWD ditentukan oleh penentuan intensitas dan dosis.Intensitas
ditentukan oleh perasaan penderita terhadap panas yang diterimanya. Besar kecilnya intensitas bersifat
subjektif tergantung sensasi panas yang diterima pasien oleh karena itu antara orang satu dengan
lainnya mungkin bisa berbeda intensitas SWD yang diberikan . Menurut schliphake, intensitas dibagi
menjadi empat tingkat yaitu : (a) Intensitas submitis (penderita tidak merasakan panas), (b) Intensitas
mitis (penderita merasakan sedikit panas), (c) Intensitas normalis (penderita merasakan hangat yang
nyaman), (d) Intensitas fortis (Penderita merasakan panas yang kuat, tapi masih bisa ditahan).
Tujuan terapi panas yang dihasilkan pada pemberian SWD ini adalah:
a) Mengurangi nyeri
Adanya gejala nyeri menunjukkan dalam keadaan tidak normal. Jaringan tersebut merupakan sumber
nyeri, keadaan yang tidak normal tadi memberikan iritasi kepada reseptor nyeri. Stimulus tadi
selanjutnya akan dihantarkan oleh serabut C tanpa myelin (nyeri tumpul, lamban, diffuse) atau
serabut A delta bermielin (nyeri tajam, cepat). Panas yang diberikan akan memberikan efek sedative
karena adanya kenaikan nilai ambang nyeri.karena adanya vasodilatasi akan memperlancar
pembuangan zat pain producing substance.
b) Memberikan relaksasi otot- otot spasme
Nyeri bahu akan merangsang reaksi protektif dari tubuh berupa spasme otot- otot sekitar bahu. Ini
dimaksudkan untuk memfiksir sendi bahu agar tidak bergerak, yang selanjutnya akan terhindar rasa
nyeri. Reaksi spasme itu sendiri akan menghambat sistem peredaran darah setempat yang
mengakibatkan terhambatnya reorgnisasi jaringan dan pain producing substance. Hal ini akan
menambah nyeri, sehingga siklus yang tidak menguntungkan, sel-sel abnormal yang menyebabkan
bengkak dan nyeri oleh pengaruh medan magnit yang ditimbukan oleh gelombang pulsa SWD, sel-sel
abnormal dapat dinormalkan.
Syarat-syarat untuk menentukan indikasi pemberian terapi dengan SWD:
1) Stadium dari penyembuhan luka
2) Sifat dari jaringan atau organ yang mengalami kerusakan
3) Lokalisasi dari jaringan/ organ yang mengalami kerusakan
2. Terapi Manipulasi
Terapi manipulasi adalah suatu gerakan pasif yang digerakkan dengan tiba- tiba, amplitude kecil dan
kecepatan yang tinggi, sehingga pasien tidak mampu menghentika gerakan yang terjadi.
Tujuan mobilisasi sendi adalah untuk mengembalikan fungsi sendi normal dan tanpa nyeri. Secara
mekanis, tujuannya adalah untuk memperbaiki joint play movement dan dengan demikian memperbaiki
roll-gliding yang terjadi selama gerakan aktif. Terapi manipulasi harus diakhiri apabila sendi telah
mencapai LGS maksimal tanpa nyeri dan pasien dapat melakukan gerakan aktif dengan normal.
Gerakan translasi (traksi dan gliding) dibagi menjadi tiga gradasi. Gradasi gerakan ini ditentukan
berdasarkan tingkat kekendoran (slack) sendi yang dirasakan fisioterapis saat melakukan gerakan pasif
seperti yang ditunjukkan pada Grade I. Grade I traksi merupakan gerakan dengan amplitudo sangat kecil
sehingga tidak sampai terasa adanya geseran permukaan sendi. Kekuatan gaya tarik yang diberikan
sebatas cukup untuk menetralisir gaya kompresi yang bekerja pada sendi.
Kombinasi antara tegangan otot, gaya kohevisitas kedua permukaan sendi dan tekiri atmosfer
menghasilkan gaya kompresi pada sendi.
Grade II traksi dan gliding gerakan sampai terjadi slack taken up jaringan di sekitar persendian
meregang.
Grade III traksi dan gerakan sampai diperoleh slack taken up kemudian diberi gaya lebih besar lagi
sehingga jaringan di sekitar persendian teregang.
Traksi untuk memperbaiki luas gerak sendi:
Traksi mobilisasi grade III efektif untuk memperbaiki mobilitas sendi karena dapat meregang (streatch)
jaringan lunak sekitar persendian yang memendek. Traksi-mobilisasi dipertahamkan selama 7 detik atau
lebih dengan kekuatan maksimal sesuai dengan toleransi pasien. Antara dua traksi yang dilakukan, traksi
tidak perlu dilepaskan total keposisi awal melainkan cukup diturunkan kegrade II dan kemudian lakukan
traksi grade III lagi.
2. Terapi Latihan.
Adapun metode yang digunakan adalah :
a. Active exercise
Latihan aktif disini bertujuan untuk menjaga serta menambah lingkup gerak sendi (LGS).Disini penulis
memberikan latihan dengan menggunakan metode free active exercise.Gerakan dilakukan oleh
kekuatan otot penderita itu sendiri dengan tidak menggunakan suatu bantuan dan tahanan yang berasal
dari luar.Latihan ini bisa dilakukan kapan pun dan dimana pun penderita berada.
b. Overhead pulley
Tujuan dari pemberian overhead pulley adalah untuk menambah lingkup gerak sendi dan meningkatkan
nilai kekuatan otot dengan bantuan alat ini. Dengan adanya gerakan yang berulang-ulang maka akan
terjadi penambahan lingkup gerak sendi serta menjaga dan menambah kekuatan otot jika diberi beban.
c, Codman pendulum exercis.
Codman pendulumexercise dilakukan pada stadium akut.
1) Tujuan :
Untuk mencegah perlengketan pada sendi bahu dengan melakukan gerakan pasif sedini mungkin yang
dilakukan pasien secara aktif.
Gerakan pasif dilakukan untuk mempertahankan pergerakan pada sendi & mencegah pelengketan
permukaan sendi. Sedangkan pencegahan gerakan aktif adalah untuk mencegah terjadinya kontraksi
otot- otot rotator cuff & abductor bahu
2) Cara melakukan:
Pasien membungkukkan badan dan lengan yang sakit tergantung vertical. Posisi ini menyebabkan
lengan fleksi 90
pada bahu tanpa adanya kontraksi otot- otot deltoid maupun rotator cuff. Gravitasi /
gaya tarik bumi menyebabkan pemisahan permukaan sendi glenohumeral sehingga kapsul sendi
tersebut akan memanjang. Lutut pasien dalam keadaan fleksi untuk mencegah timbulnya gangguan
pada pinggang.
Pengobatan pada frozen shoulder sangat bervariasi sesuai dengan pengalaman klinik dan sampai
sekarang tidak ada terapi akurat. Terapi fisik baik dan menguntungkan dengan dimulainya gerakan yang
terarah dan benar.
Selama periode nyeri dapat dilakukan
1. Mengurangi/menghilangkan sakit dengan kompres es lokal
2. Medika mentosa dengan analgesik oral/NSAID
3. Gerakan lingkup gerak sendi pasif, yang lebih baik dilakukan daripada aktif
4. TENS
5. Mobilisasi dan manipulasi yang tepat dan benar
6. Pemanasan dengan alat diatermi.
7. Terapi latihan pendulum aktif dan pasif dapat meningkatkan lingkup gerak sendi dan memperbaiki
fleksibilitas kapsul.
KOMPLIKASI
Pada kondisi frozen shoulder akibat capsulitis adhesiva yang berat dan tidak dapat mendapatkan
penanganan yang tepat dalam jangka waktu yang lama, maka akan timbul problematik yang lebih berat
antara lain :
(1) Kekakuan sendi bahu
(2) Kecenderungan terjadinya penurunan kekuatan otot-otot bahu
(3) Potensial terjadinya deformitas pada sendi bahu
(4) Atropi otot-otot sekitar sendi bahu
(5) Adanya gangguan aktifitas keseharian (AKS).