Pro 1. Negara Republik Indonesia Ketidaksempurnaan UUD 1945 pascaperubahan, berdasarkan fenomena dominasi kekuasaan DPR atau legislative heavy. Salah satu bukti adalah Pasal 13 ayat (3) UUD 1945, yakni Presiden menerima penempatan duta negara lain dengan memperhatikan pertimbangan DPR. Biasanya kewenangan menerima duta negara lain adalah domain eksekutif atau Presiden, maka ketentuan adanya pertimbangan DPR menunjukkan dominasi kekuasaan DPR yang telah memasuki domain Presiden. 2. Kelemahan UUD 1945 1. Adanya kekaburan dan inkonsistensi teori dan materi muatan UUD 1945. 2. Kekacauan struktur dan sistematisasi pasal-pasal UUD 1945. 3. Ketidaklengkapan konstitusi dan pasal-pasal yang multi-interpretatif (multi tafsir), yang menimbulkan instabilitas hukum dan politik. 4. MPR mulai membicarakan lembaga DPD, tanggal 7 November 2001, sebanyak 190 anggota MPR menyatakan tidak setuju terhadap lembaga DPD. Mereka lebih memilih untuk tetap pada struktur ketatanegaraan UUD 1945 yang berdasarkan negara kesatuan dengan sistem satu kamar atau uni - cameral. 5. Kemudian inkonsistensi dan kekaburan teori UUD 1945 yang berhubungan dengan sistem pemerintahan presidensial. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 yang berisikan, Dalam hal rancangan undang-undang yang telah disetujui bersama tersebut tidak disahkan oleh Presiden dalam waktu tiga puluh hari semenjak rancangan undang-undang tersebut disetujui, rancangan undang-undang tersebut sah menjadi undang-undang dan wajib diundangkan. 3. Pasal ini, bersifat inkonsisten dan kabur, sebab dalam sistem pemerintahan presidensial segenap legislasi (pembuatan UU) merupakan wewenang badan legislatif. Presiden tidak mengambil keputusan terhadap hasil akhir legislasi walaupun Presiden berhak mengajukan suatu RUU kepada DPR dan DPD untuk sektor hubungan pusat dan daerah. 4. Oleh karena itu, Presiden berhak menolak RUU atau hak veto, dengan ketentuan bahwa bobot keputusan parlemen yang menentukan validitas dari RUU tersebut. Misalnya, dengan 2/3 dukungan suara di DPR untuk menghasilkan rancangan undang-undang yang tidak boleh ditolak oleh Presiden. Oleh sebab itu, bisa dikatakan bahwa Pasal 20 ayat (5) UUD 1945 adalah legislative heavy. 5. Masalah penyebutan dengan perubahan atau amandemen UUD 1945 yang berarti mengubah pasal -pasal tertentu tanpa mengubah teks asli, tetapi memberi tambahan terhadap pasal-pasal yang sudah ada (adendum). 6. Pembagian kekuasaan asas trias politika, dimana masing-masing lembaga negara memiliki wewenang masing-masing menurut jabatan atau kedudukannya. 7. Namun penerapan pembagian kekuasaan ini dalam penerapannya dalam negara indonesia menimbulkan kerancuan. Eksesutif Indonesia misalnya Presiden berwenangannya yaitu untuk menjalankan UU. Padahal melihat Pasal 5, 20, dan 21 UUD NRI 1945. Dimana Presiden juga berwenang membentuk UU dengan persetujuan DPR. Berarti Presiden memiliki kewenangan sebagai eksekutif dan legislatif (menjalankan dan membuat UU) dalam hal ini menunjukkan bahwa jelas Indonesia tidak menerapkan azas trias politika.
Kontra 1. Bukan UUD NRI 1945 yang diubah tetapi bagaimana pembentukan peraturan perundang-undangan yang dibawahnya yang harus diperbaiki demi tercapainya tujuan dan cita-cita negara. 2. Menghindari pasal-pasal pesanan sepertinya halnya saat ini dalam DPR bahwa adanya pasal-pasal pesanan dalam pembentukan UU. Karena sistem pemetaan politik yang ada yaitu koalisi dan oposisi. Dimana apabila pihak koalisi misalnya memenangkan pemilu maka cenderung kepentingan partai koalisi yang akan dicapai dalam pasal-pasal perundang-undangan. 3. Pasal-pasal yang diubah berjumlah 31 Pasal (83,79%) ditambah dengan pasal-pasal baru dengan sistem penomoran pasal lama ditambah huruf A, B, C, D, dan seterusnya beserta ayat-ayat yang baru dalam pasal- pasal lama. Dengan pasal-pasal baru yang berjumlah 36 pasal atau 97,30% dari UUD 1945 asli, patut dipersoalkan bahwa MPR telah mengganti konstitusi lama dengan yang baru, dan bukan amandemen UUD 1945. 4. Setelah dilakukan perubahan oleh MPR, dari 37 Pasal UUD 1945, ditambah empat pasal Aturan Peralihan dan dua ayat Aturan Tambahan serta Penjelasan Umum dan Penjelasan pasal demi pasal UUD 1945 yang diputuskan oleh Sidang Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada 18 Agustus 1945, hanya 6 pasal (sekitar 16,21%) yang belum diubah. 5. Pasal-pasal tersebut adalah, Pasal 4 tentang Presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut Undang Undang Dasar; Pasal 10 tentang Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara; Pasal 12 tentang kewenangan Presiden menyatakan keadaan bahaya; Pasal 22 tentang kewenangan Presiden mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang; Pasal 25 tentang syarat-syarat untuk menjadi dan untuk diberhentikan sebagai hakim; Pasal 29 tentang agama. 6. Masalah inkonsistensi yang menyangkut bagian mana dari UUD 1945 pasca amandemen yang tidak dapat diubah atau dapat diubah dengan persyaratan tertentu. 7. Salah satu alasan besar adanya amandemen kelima adalah pemberian kewenangan yang jelas kepada DPD (kepentingan politik fraksi di MPR). Kekhawatiran bahwa lembaga DPD akan merubah struktur negara kesatuan menjadi negara federal. Maka hal ini akan membawa setiap provinsi menjadi negara bagian. Padahal dalam UUD 1945 pasca-amandemen yang tidak dapat diubah adalah bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. 8. Kondisi saat ini masyarakat yang belum terjangkau oleh kesejahteraan dari pemerintah. Bukan fokus pada peraturan perundang-undangan yang berlaku tetapi pada implementasi dari peraturan yang berlaku. Dalam UUD NRI 1945 saat ini sudah diwadahi adanya niat memajukan kesejahteraan tetapi belum tercapai. Jika hanya ingin memikirkan mengenai peraturan kapan diperhatikan dan diperbaiki pelaksaan peraturan itu sendiri. 9. Dua alasan kuat dilakukannya amandemen, pertama kondisi yang mendesak dan terancamnya konstitusi. Kedua kebutuhan baru dan hal-hal yang belum diatur. Tetapi bagaimana batasan yang jelas dari kondisi yang mendesak itu. Lalu gambaran yang jelas konstitusi yang terancam. Kemudian hal-hal yang belum diatur dan kebutuhan baru atas konstitusi itu apa saja. 10. Konsep dalam amandemen Resultante (kesepakatan), maka jika tidak ada kesepakatan antara sesama pemerintah, sesama masyarakat, dan antara pemerintah dan masyarakat. Maka konsep kesepakatan atas dilakukannya amandemen kelima tidak bisa dilaksanakan. 11. Dasar hukum Pasal 37 ayat (1), (3), (4) harus terpenuhi kuotanya. Pasal 37 ayat (2), jika pro apa saja pasal-pasal yang mau diubah dan apa alasannya Tidak dapat dilakukan amandemen Pasal 37 ayat (5) UUD NRI 1945 bahwa Khusus mengenai bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak dapat dilakukan perubahan. Aspek sosiologis yaitu keadaan dimasyarakat tidak menuntut adanya amandemen kelima. Seperti masyarakat yang menuntut tidak naiknya BBM. Cenderung karena ingin mencapai kepentingan politik maka oknum dalam pemerintahan yang membawa nama rakyat untuk melakukan amandemen. Pasal 1 ayat (2) bahwa Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar. Pasal 3 ayat (1) bahwa Majelis Permusywaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar