Anda di halaman 1dari 43

USUL PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

AKUNTANSI-8 SEMESTER 3

Tugas Akuntansi Syariah
Tentang Entitas Syariah dan Tata Kelola Entitas syariah







Disusun Oleh :
Meilky Maalikul Mulky (21310719)
Dinar Oktora (21312008)
Utami Prihati Ningtias (21312018)
Adrian Alif (21312033)
Tika Novianti (21312035)






PROGRAM STUDI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
(UNIKOM)
2013-2014



KATA PENGANTAR







Puji syukur penyusun panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wataala, karena
berkat rahmat-Nya kami bisa menyelesaikan makalah yang berjudul Entitas
Syariah dan Tata Kelola Entitas Syariah. Makalah ini diajukan guna memenuhi
tugas mata kuliah Akuntansi Syariah.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih
jauh dari sempurna, oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun
sangat kami harapkan demi sempurnanya makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.



Bandung, 16 April 2014
















DAFTAR ISI



Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Tujuan Pembahasan

BAB II Landasan Teori


BAB III Pembahasan
3.1 Asas Transaksi Syariah
3.2 Karakteristik Entitas Syariah
3.3 Perkembagan Entitas Syariah
3.4 Tata Kelola Entitas Syariah
3.5 Dan lain-lain Yang Terkait denga Tata kelola Entitas Syariah

Daftar Pustaka
























BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Sistem Keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi
Islam. Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial, tetapi harus sudah sampai
kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntutan zaman. Bentuk sistem keuangan
atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam dalah terbebas dari unsur riba.
Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah
mekanisme syirkah yaitu : musyarakah dan mudharabah (bagi hasil).
Perkembangan industri perbankan dan keuangan syariah dalam satu dasawarsa
belakangan ini mengalami kemajuan yang sangat pesat, seperti perbankan syariah, asuransi
syariah, pasar modalsyariah, reksadana syariah, obligasi syariah, pegadaian syariah, Baitul Mal
wat Tamwil (BMT). Demikian pula di sektor riil, seperti Hotel Syariah,Multi Level
Marketing Syariah, dsb.
Maka seiring berkembangnya entitas syariah di Indonesia, maka muncul juga permintaan
akan standar akuntansi syariah yang relevan di terapkan dalam suatu entitas syariah. pada
dasarnya standar akuntansi merupakan pengumuman atau ketentuan resmi yang dikeluarkan
badan berwenang di lingkungan tertentu tentang pedoman umum yang dapat digunakan
manajemen untuk menghasilkan laporan keuangan. Dengan adanya standar akuntansi syariah,
laporan keuangan diharapkan dapat menyajikan informasi yang relevan dan dapat dipercaya
kebenarannya. Standar akuntansi juga digunakan oleh pemakai laporan keuangan seperti
investor, kreditor, pemerintah, dan masyarakat umum sebagai acuan untuk memahami dan
menganalisis laporan keuangan sehingga memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan
yang benar. Dengan demikian, standar akuntansi memiliki peranan penting bagi pihak penyusun
dan pemakai laporan keuangan sehingga timbul keseragaman atau kesamaan interpretasi atas
informasi yang terdapat dalam laporan keuangan.



1.2 Identifikasi Masalah
1. Apa saja jenis entitas syariah yang ada di Indonesia?
2. Kapan sejarah lahirnya entitas-entitas tersebut?
3. Apa saja produk yang ditawarkannya?
4. Bagaimana perkembangannya sekarang?
5. Siapa organisasi yang menyusun standar akuntansi syariah di Indonesia dan internasional?
6. Apa saja standar akuntansi syariah yang berlaku di Indonesia sampai sekarang?

1.3 Tujuan Pembahasan
1. Mengetahui dasar-dasar fiqih transaksi syariah.
2. Mengetahui karakteristik entitas syariah.
3. Mengetahui perkebangan entitas syariah.
4. Mengetahui tata kelola entitas syariah.
5. Mengetahui dan lain-lain yang terkait dengan tata kelola entitas syariah.










BAB II
LANDASAN TEORI


Bank syariah adalah bank yang berdasarkan antara lain kemitraan, keadilan, transparansi
dan universal, serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan prinsip islam (syariah).
Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil dan tidak menggunakan bunga untuk
memperoleh pendapatan maupun membebankan bunga atas penggunaan dana atau pinjaman.
Bank syariah mempunyai dasar-dasar hokum dalam menjalankan kegiatannya, adapun landasan
hukumnya adalah :
1. PP No 72 tahun 1992 tentang bank berdasarkan prinsip bagi hasil
2. UU No 7 tahun 1992 Jo UU Perbankan No. 10 tahun 1998
3. SK Direktur Bank Indonesia No 31/34/Kep/dir K se BI No 32/2/UPPB tanggal 12 mei
1999 tentang bank umum berdasarkan prinsip syariah

Prinsip-prinsip Umum Bank Syariah
Dalam menjalankan usahanya, bank syariah harus tetap berpedoman pada nilai-nilai syariah,
prinsip itu berpedoman pada Alquran dan Hadist. Prinsip yang ditetapkan bank syariah meliputi :
1. Prinsip pengharaman riba
Prinsip ini tercermin dari praktek pengelolaan dana nasabah. Dana yang berasal dari nasabah
penyimpan harus jelas asal usulnya. Sedangkan penyalurannya harus dalam usaha-usaha yang
tidak bertentangan dengan syariah.
2. Prinsip keadilan
Prinsip ini tercermin dari penerapan system bagi hasil dan pengambilan keuntungan berdasarkan
hasil kesepakatan dua belah pihak.



3. Prinsip kesamaan
Prinsip ini tercermin dengan menempatkan posisi nasabah serta bank pada posisi yang sederajat
kesamaan ini terwujud dalam hak, kewajiban, risiko dan keuntungan yang berimbang di antara
nasabah penyimpan dana, nasabah pengguna dan maupun bank.
Karakteristik Bank Syariah
Menurut Ikatan Akuntansi Indonesia. Beberapa hal yang menjadi cirri sekaligus yang
membedakannya dengan bank konvensional adalah :
a. Prinsip syariah islam dalam pengelolaan harta menekankan pada keseimbangan antara
kepentingan individu dan masyarakat
b. Bank syariah adalah bank yang berasaskan antara lain pada asas kemitraan, keadilan,
transparansi, dan universal serta melakukan kegiatan usaha perbankan berdasarkan
prinsip syariah
c. Bank syariah beroperasi atas dasar konsep bagi hasil dan bank syariah tidak
menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan
d. Tidak secara tegas membedakan sektor moneter dan sektor riil
e. Dapat memperoleh imbalan untuk jasa tertentu yang tidak bertentangan dengan prinsip
syariah
f. Melakukan kegiatan sesuai syariah
g. Kegiatan bank syariah
h. Dalam penghimpunan dana, bank syariah menggunakan prinsip wadiah, mudharabah dan
prinsip lain yang sesuai dengan syariah.






BAB III PEMBAHASAN
3.1 Asas Transaksi Syariah
Transaksi syariah berdasarkan pada prinsip:
1. Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai
kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan
keuntungan di atas kerugian oranglain. Prinsip ini didasarkan atas prinsip saling mengenal
(taaruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (taawun), saaling menjamin (takaful),
saling besinergi dan saling berafiliasi (tahaluf).
2. Keadilan (adalah), yang berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan
sesuai dengan realitas prinsip ini dalam bingkai aturan muamalah adalah melarang adannya
unsur:
Riba/bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau fadhl, Riba sendiri
diterjemahkan sebagai tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi
barang, termasuk penukaran yang sejenis secara tunai maupun tangguh dan yang tidak sejenis
secara tidak tunai.
Kezaliman, baik terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan. Kezaliman
diterjemahkan memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponnya mengambil
sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai tempatnnya/posisinya.
Maisir/ judi atau bersikap spekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitasnnya.
Ghahar/unsur ketidakjelasan, manipulsidan eksploitasi informasi serta tidak adannya
kepastian pelaksanaan akad, seperti: ketidakpastian penyerahan objek aqad, atau eksploitasi
karena salah satu pihak tidak mengerti isi perjanjian.
Haram/segala unsur yang dilarang tegas dalam Al-quran dan As-sunah, baik dalam
barang/jasa ataupun aktivitas operasional terkait.
Akuntansi syariah adalah teori yang menjelaskan bagaimana mengalokasikan sumber-sumber
yang ada secara adil bukan pelajaran tentang bagaimana akuntansi itu ada. Sehubungan dengan
ini Shahata menjelaskan kemungkinan keberadaan akuntansi syariah sebagai berikut:
Postulat, Standart, penjelasan dan prinsip akuntansi yang menggambarkan semua hal.....
karenanya secara teoritis akuntansi memiliki konsep, prinsip dan tujuan islam dan semua hal ini
serentak berjalan bersama bidang ekonomi, sosial, politik, ideologi, etika yang dimiliki islam,
kehidupan islm dan keadilan, dan hukum islam. Dan islam adalah suatu program yang memiliki
bidang ekonomi , sosial, politik, ideologi, manajmen, akuntansi, dan lain-lain. Semua hal ini
adalah satu paket yang tak bisa dipisah.
3. Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi duniawi
dan ukhrawi, meterial dan spiritual, serta individual dan kelektif. Kemaslahatan harus memenuhi
dua unsur yaitu: halal (patuh terhadap ketentuan syariah) dan thayib (membawa kebaikan dan
bermanfaat).
4. Keseimbangan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara
aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor rill, antara bisnis dan sosial serta
antara aspek pemanfaatan serta pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya memperhatikan
kepentingan pemilik semata tetapi memperhatikan kepentingan semua pihak sehingga dapat
merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi tersebut.
5. Universalisme (syumuliah), dimana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk semua
pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan, sesuai dengan
semangat kerahmatan semesta (rahmatan li alamin).
Paradikma Dan Asas Transaksi Syariah dalam PSAK

Paradigma Transaksi Syariah
Transaksi syaraiah didasarkan pada paradikma dasar bahwa alam semesta diciptakan oleh Tuhan
sebagai manah (kepercayaan Ilahi) dan sarana kebahagiaan hidup bagi seluruh umat manusia
untuk mencapai kesejahtraan hakiki secara material dan spiritual (al-falah). Subtansinya adalah
bahwa setiap aktifitas umat manusia memiliki akuntabilitas dan nilai ilahiyah yang
menempatkan menempatkan perangkat syariah dan akhlak sebagai parameter baik dan buruk,
benar dan salah aktifitas usaha. Dengan cara ini, akan terbentuk integritas yang akhirnya akan
membentuk karakter tata klola yang baik (good gavernance) dan disiplin pasar (market
discipline) yang baik.

Asas transaksi syariah berdasarkan pada prinsip:
1. Persaudaraan (ukhuwah), yang berarti bahwa transaksi syariah menjunjung tinggi nilai
kebersamaan dalam memperoleh manfaat, sehingga seseorang tidak boleh mendapatkan
keuntungan di atas kerugian orang lain. Prinsip ini didasarkan atas prinsip saling mengenal
(taaruf), saling memahami (tafahum), saling menolong (taawum), saling menjamin (takaful),
saling bersinergi dan saling beraliansi (tahaluf).
2. Keadilan (adalah), berarti selalu menempatkan sesuatu hanya pada yang berhak dan sesuai
dengan posisinya. Realisasi prinsip ini dalam bingkai aturan muamalah adalah melarang adanya
unsur:
Riba atau bunga dalam segala bentuk dan jenis, baik riba nasiah atau fadhl. Riba sendiri
diterjemahkan sebagai tambahan pada pokok piutang yang dipersyaratkan dalam transaksi
pinjam meminjam serta derivasinya dan transaksi tidak tunai lainnya, atau transaksi antar barang,
termasuk pertukaran uang jenis secara tunai maupun tangguh dan tidak sejenis secara tidak tunai.
Kezaliman, baik terhadap diri sendiri, orang lain atau lingkungan. Kezaliman
diterjemahkan memberikan sesuatu tidak sesuai ukuran, kualitas dan temponya, mengambil
sesuatu yang bukan haknya dan memperlakukan sesuatu tidak sesuai tempatnya/posisinya.
Maysir/judi atau sikap sepekulatif dan tidak berhubungan dengan produktivitas.
Gharar atau unsur ketidak jelasan, manipulasi dan eksploitasi informasi serta tidak
adanya kepastian pelaksaan akad, seperti: ketidakpastian penyertaan objek akad, tidak ada
kepastian kriteria kualitas, kuantitas, harga objek akad, atau eksploitasi karena salah satu pihak
tidak mengerti ini perjanjian.
Haram/segala unsur yang dilarang tegas dalam Al-Quran dan As-Sunah, baik dalam
barang/jasa ataupun aktivitas operasional terkait.
3. Kemaslahatan (maslahah), yaitu segala bentuk kebaikan dan manfaat yang berdimensi
duniawi dan ukhrawi, material dan spiritual, serta individual dan kolektif. Kemaslahatan harus
memenuhi dua unsur yaitu: halal (patuh terhadap ketentuan syariah) dan thayib (membawa
kebaikan dan bermanfaat).
4. Keseimbanagan (tawazun), yaitu keseimbangan antara aspek material dan spiritual, antara
aspek privat dan publik, antara sektor keuangan dan sektor riil, antara bisnis dan sosial serta
antara aspek pemanfaatan serta pelestarian. Transaksi syariah tidak hanya memperhatikan
kepentingan pemilik semata tetapi memperhatikan kepentingan semua pihak sehingga dapat
merasakan manfaat adanya suatu kegiatan ekonomi tersebut.
5. Universalisme (syumuliyah), dimana esensinya dapat dilakukan oleh, dengan dan untuk
semua pihak yang berkepentingan tanpa membedakan suku, agama, ras, dan golongan sesuai
dengan semangat keramah tamahan semesta (rahmatan lil alamin)
BMT HARAPAN UMMAT SIDOARJO Membangun Ekonomi Ummat Dalam Ridho Allah
In House Training Prinsip-Prinsip Dasar Perbankan Syariah Sidoarjo, 27 Maret 2010
Bagi Hasil ( Titipan atau Simpanan (Depository/AlWadiah) Prinsip-prinsip Dasar Transaksi
Perbankan Syariah Profit Sharing Sewa (Jual Beli (Sale and Purchase) ) Financial Lease Jasa
(Fee-) Based Services)
Pada dasarnya, penerima simpanan adalah tidak bertanggungjawab atas kehilangan atau
kerusakan yang terjadi pada asset titipanselama hal ini bukan akibat dari kelalaian atau
kecerobohan yang bersangkutan dalam memelihara barang titipan. Titipan atau Simpanan
(Depository/Al-Wadiah) Al Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak
kepada pihak lain, baik individu maupun badan hukum, yang harus dijagadan dikembalikan
kapan saja si penitip menghendaki. (Sayyid Sabiq)
Jaminan pertanggungjawaban tidak diminta dari peminjam yang tidak menyalahgunakan
(pinjaman) dan penerima titipan yang tidak lalai terhadap titipan tersebut. (Al-hadits) Dalam
praktik perekonomian modern, si penerima simpanan tidak mungkin meng-idlekan aset tersebut,
tetapi mempergunakannya dalam aktivitas ekonomi tertentu. Dengan demikian, ia menjadi
penanggung/bertanggungjawab atas kehilangan/kerusakan yang terjadi pada barang
tersebut.Titipan atau Simpanan (Depository/Al-Wadiah)
Aplikasi dalam perbankan, bank sebagai penerima simpanan dapat menggunakan al-wadiah
untuk: 1. Current account (tabungan/giro) 2.Titipan atau Simpanan (Depository/Al-Wadiah)
Saving account (tabungan berjangka/deposito)
Titipan atau Simpanan (Depository/Al-Wadiah) Nasabah Muwaddi (Penitip) 1. Titip
Dana BankMustawda (Penyimpan) 4. Bagi Hasil 3. Bagi Hasil 2. Pemanfaata n Dana Users of
Fund (Dunia Usaha)
Namun dalam praktiknya yang sering dipakai adalah al-musyarokah dan almudharobah.
Sedangkan al-muzaroah dan al-musaqoh dipakai khusus untuk plantation financing
(pembiayaan pertanian) oleh beberapa bank. Bagi Hasil (Profit Sharing) Secara umum prinsip
bagi hasil dalam perbankan syariah dapat dilakukan dalam 4 akad utama, yaitu almusyarokah,
al-mudharobah, almuzaroah, dan al-musaqoh.
Sebagian ulama juga memasukkan almudharobah dalam jenis musyarokah.Musyarokah akad
terbagi menjadi, alinan, al-mufawadhah, al-amaal, dan al-wujuh. adalah akad kerja sama antara
dua pihak atau lebih untuk suatu usaha di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi
dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan resiko akan ditanggung bersama sesuai
kesepakatan. Bagi Hasil (Profit Sharing) Al-Musyarokah
Syirkah al-inan adalah kontrak antara dua orang atau lebih. Tiap pihak memberikan suatu porsi
dana dan berpartisipasi dalam kerja. Tiap pihak berbagi keuntungan dan resiko sesuai
kesepakatan. Porsi masing-masing, baik dalam dana maupun kerja, tidak harus sama melainkan
sesuaikesepakatan. Syirkah al-mufawadhah hampir sama dengan al-inan, tetapi porsi
masingmasing pihak sama baik dalam dana, kerja, keuntungan, dan resiko. Bagi Hasil (Profit
Sharing) Al-Musyarokah
Syirkah al-amaal adalah kontrak kerja sama dua orang atau lebih yang seprofesi untuk
menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu. Syirkah wujuh
adalah kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi (good will) dan
prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan
kemudian menjualnya kembali secara tunai. Mereka berbagi keuntungan dan resiko berdasarkan
jaminan yang diberikan kepada supplier.Bagi Hasil (Profit Sharing) Al-Musyarokah
Bagi Hasil (Profit Sharing) Al-Musyarokah Aplikasi dalam perban Al-musyarokah diterapkan
dalam skema modal ventura untuk investasi dalam kepemilikan perusahaan. Penanaman modal
dilakukan dalam jangka waktu tertentu dan setelah itu bank melakukan divestasi baik secara
singkat maupun bertahap Untuk pembiayaan proyek, bank dan nasabah sama-sama
menyediakan dana. Setelah proyek selesai, nasabah mengembalikan dana bank bersama bagi
hasil yang disepakati untuk bank. kan biasanya dalam bentuk pembiayaan proyek dan modal
ventura.
Bagi Hasil (Profit Sharing) Al-Musyarokah Nasabah Bank Asset Value Pembiaya an Proyek
Usaha Bagi Hasil Sesuai Nisbah Bagi Hasil Sesuai Nisbah Keuntungan
adalah akad kerjasama antara dua pihak dimana pihak pertama menyediakan modal dan pihak
kedua menjadi pengelola. Keuntungan dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam
kontrak, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemodal selama kerugian itu bukan akibat
kelalaian pengelola. Secara umum mudharobah dibagi dua, yaitu mudharobah muthlaqoh dan
Bagi Hasil (Profit Sharing) Al-Mudharobah
Mudharobah muqoyyadah merupakan kebalikan dari mudharobah muthlaqoh, dimana mudharib
dibatasi dengan jenis usaha, waktu, dan tempat usaha. Mudharobah muthlaqoh adalah bentuk
kerja sama antara shohibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas dan tidak dibatasi
oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis. Bagi Hasil (Profit Sharing) Al-
Mudharobah
Pada pembiayaan, mudharobah diterapkan untuk pembiayaan modal kerja (dagang dan jasa)
serta Pada penghimpunan dana, almudharobah diterapkan pada tabungan dan deposito baik
dengan mudharobah muthlaqoh maupun muqoyyadah. Bagi Hasil (Profit Sharing) Al-
Mudharobah Aplikasi dalam perbankan, almudharobah bisa diterapkan dalam produk-produk
penghimpunan dana dan pembiayaan.
Bagi Hasil (Profit Sharing) Al-Mudharobah Perjanjian Bagi Hasil Nasabah (Mudharib ) Bank
(Shahibul Maal) Keahlian / Ketrampila n Modal Usaha Proyek / Usaha Nisbah Bagi Hasil X%
Laba Modal Nisbah Bagi Hasil Y% Pengembali an Pokok Modal
Jual Beli (Sale Namun ada tiga jenis akad yang telah dikembangkan sebagai sandaran pokok
dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah, yaitu bai al-murobahah,
bai as-salam, dan bai al-istishna. and Purchase) Bentuk akad jual beli yang telah dibahas para
ulama dalam Fiqih Muamalah Islamiah sangatlah banyak. Jumlahnya bisa mencapai belasan jika
tidak puluhan.
Dalam kitab Al-Umm, Imam SyafiI menamai transaksi ini dengan istilah al-aamir bisy-syira.
Bai al-murobahah dapat dilakukan untuk pembelian secara pemesanan dan biasa disebut sebagai
murobahah Kepada Pemesan Pembelian (murobahah KPP). Jual Beli (Sale and Purchase) Bai
Al-Murobahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan (profit
margin) yang disepakati.
Pada dasarnya, dalam bai almurobahah KPP, jaminan bukanlah rukun atau syarat. Namun
diperbolehkan untuk menjaga agar si pemesan (nasabah) tidak main-main dengan pesanannya. Si
pembeli (bank) dapat meminta suatu jaminan untuk dipegangnya. Secara praktik, barang yang
dipesan dapat menjadi salah satu jaminannya. Jual Beli (Sale and Purchase) Bai Al-Murobahah
Secara prinsip, penyelesaian utang pemesan (nasabah) kepada pembeli (bank) dalam transaksi
murobahah tidak ada kaitannya dengan transaksi yang dilakukan pemesan kepada pihak ketiga.
Misalnya pemesan adalah pedagang, dia menjual kembali barang sebelum masa angsurannya
selesai. Maka dia tetap wajib membayar utangnya sebesar nilai yang disepakati dalam
murobahah tanpa melihat penjualannya untung atau rugi. Jual Beli (Sale and Purchase) Bai Al-
Murobahah
Murobahah kurang sesuai untuk diterapkan secara berkelanjutan seperti pembiayaan modal kerja
(dagang) karena murobahah merupakan kontrak jangka pendek. Akad mudharobah lebih sesuai
untuk pembiayaan modal kerja Jual Beli (Sale and Purchase) Bai Al-Murobahah Murobahah
KPP umumnya diterapkan pada produk pembiayaan untuk pembelian barang-barang investasi,
baik domestik maupun luar negeri melalui Letter of Credit (L/C).
Jual Beli (Sale and Purchase) Bai Al-Murobahah 1. Negosiasi dan Persyaratan Murobahah KPP
Pembeli (Bank) 2. Akad Jual Beli 6. Bayar HPP & Margin yang Disepakati Pemesan (Nasabah )
3. Pembelian Barang Penjual (Supplier) 5. Terima Barang 4. Kirim Barang
Pelaksanaan bai as-salam harus memenuhi sejumlah rukun yang terdiri dari muslam (pembeli),
muslam ilaihi (penjual), modal, muslam fiihi (barang), dan sighot (ucapan/akad). Jual Beli (Sale
and Purchase) Bai As-Salam (In-front payment sale) Dalam pengertian yang sederhana, bai as-
salam berarti pembelian barang yang diserahkan di kemudian hari, sedangkan pembayaran
dilakukan di muka.
Pembayaran salam tidak bisa dalam bentuk pembebasan utang yang harus dibayar oleh penjual.
Hal ini untuk menghindari praktik riba dalam salam. Hukum awal pembayaran adalah bahwa ia
harus berupa uang tunai. Kebanyakan ulama mengharuskan pembayaran salam dilakukan di
tempat kontrak. Barang diketahui jenis, kualitas, dan jumlahnya. Jual Beli (Sale and Purchase)
Bai As-Salam (In-front payment sale) yang akan disupplai harus
Ulama mem-fatwa-kan salam pararel diperbolehkan dengan syarat pelaksanaan transaksi salam
kedua tidak bergantung pada pelaksanaan akad salam pertama. Jual Beli (Sale and Purchase)
Bai As-Salam (In-front payment sale) Dalam praktik di perbankan, dikenal istilah salam paralel
yang berarti melaksanakan dua transaksi salam antara bank-nasabah, dan antara bank-pemasok
secara simultan.
Perbedaan mendasar bai as-salam dengan sistem ijon adalah pengukuran dan spesifikasi barang
yang harus jelas di awal transaksi serta harga yang fair (adanya keridhoan yang utuh antara
kedua pihak). Beberapa ulama kontemporer memberikan catatan atas transaksi salam paralel,
terutama jika dilakukan secara terus-menerus, diduga akan menjurus kepada riba. Jual Beli (Sale
and Purchase) Bai As-Salam (In-front payment sale)
pembiayaan bagi petani dengan jangkaa waktu relatif pendek (2-6 bulan). Bank membeli hasil
panen bukan untuk disimpan sebagai inventory, melainkan dijual kembali kepada bulog atau
pedagang grosir. Akad ini juga bisa diaplikasikan pada pembiayaan untuk manufaktur misalnya
garmen y Bai Jual Beli (Sale and Purchase) Bai As-Salam (In-front payment sale) as-salam
pararel biasa dipakai pada ang ukuran barangnya sudah dikenal umum.
Jual Beli (Sale and Purchase) Bai As-Salam (In-front payment sale) kasus: Contoh seorang
petani memiliki sawah 2 hektar mengajukan pembiayaan salam sebesar Rp 5 juta. Beras hasil
panennya, IR36, jika dijual berharga Rp 2.000/kg. Hasil panen biasanya 4 ton per hektar dalam
waktu 3 bulan. Maka bank bisa membeli beras petani sebanyak 2,5 ton (Rp 5 juta : Rp 2.000).
Beras tersebut biasanya dijual kepada pedagang grosir dengan harga Rp 2.400/kg. Sehingga bank
memperoleh keuntungan Rp 1 juta (Rp 400/kg X 2,5 ton) atau setara dengan margin 20%.
Dalam sebuah kontrak bai alistishna, bisa saja pembeli mengijinkan pembuat barang
menggunakan Menurut istishna merupakan suatu jenis khusus dari akad bai as-salam. Biasanya
jenis ini dipakai di bidang manufaktur. Dengan demikian, ketentuan bai al-istishna mengikuti
aturan dalam akad bai assalam. Jual Beli (Sale and Purchase) Bai Al-Istishna (Purchase by
Order) jumhur fuqoha, bai al
Dalam sebuah kontrak bai alistishna, bisa saja pembeli mengijinkan pembuat barang
menggunakan subkontraktor, sehingga dikenal Menurut istishna merupakan suatu jenis khusu
dari akad bai as-salam. Biasanya jenis ini dipakai di bidang manufaktur. Dengan demikian,
ketentuan bai alistishna mengikuti aturan dalam akad bai as-salam. Jual Beli (Sale and
Purchase) Bai Al-Istishna (Purchase by Order) jumhur fuqoha, bai al
Jual Beli (Sale and Purchase) Bai Al-Istishna (Purchase by Order) Contoh kasus: sebuah
perusahaan konveksi meminta pembiayaan untuk pembuatan pesanan kostum tim sepak bola
sebesar Rp 20 juta. Produksi ini akan dibayar oleh pemesan dua bulan mendatang. Harga pasar
kostum adalah Rp 50 ribu/pasang dan pembuat sepakat menjual ke bank dengan harga Rp 45
ribu/pasang. Produsen tidak menghendaki diketahui harga pokok produksi, ia hanya ingin
memberi keuntungan kepada bank sebesar Rp 5 ribu/pasang. Dengan demikian bank
memperoleh keuntungan sekitar Rp 2 juta
Sewa dibagi menjadi dua, yaitu al-ijaroh (operational lease) dan al-ijaroh almuntahia bit-tamlik
(financial lease with purchase option). Dalam praktik perbankan pada umumnya lebih banyak
menggunakan bentuk kedua. Al-ijaroh al-muntahia bit-tamlik (financial lease with purchase
option) adalah sejenis perpaduan antara kontrak jualbeli dan sewa atau lebih tepatnya akad sewa
yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa.Sewa (Operational Lease and
Financial lease)
Hawalah adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain. Contoh:
factoring. Kafalah, merupakan jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga
untuk memenuhi kewajiban pihak kedua atau yang ditanggung. Contoh: asuransi, jaminan
leasing. Jasa (Fee-Based Service) Wakalah, berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandat. Contoh: penagihan, pembayaran tagihan.
Al-qordh adalah pemberian harta kepada pihak lain yang dapat ditagih atau diminta kembali.
Atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Contoh: dana talangan, dana
bergulir Jasa (Fee-Based Service) Ar-rahn adalah menahan salah satu harta milik si peminjam
sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Contoh: gadai

3.2 KARAKTERISTIK ENTITAS SYARIAH

Karakteristik Kualitatif Laporan Keuangan Entitas Syariah.
Pertimbangan sehat
Penyusun laporan keuangan adakalanya menghadapi ketidakpastian peristiwa dan
keadaan tertentu, seperti ketertagihan piutang yang diragukan, prakiraan masa manfaat pabrik
serta peralatan, dan tuntutan atas jaminan garansi yang mungkin timbul. Ketidakpastian
semacam itu diakui dengan mengungkapkan hakikat serta tingkatnya dan dengan menggunakan
pertimbangan sehat (prudence) dalam penyusunan laporan keuangan.
Pertimbangan sehat mengandung unsur kehatihatian pada saat melakukan prakiraan
dalam kondisi ketidakpastian, sehingga aset atau penghasilan tidak dinyatakan terlalu tinggi dan
kewajiban atau beban tidak dinyatakan terlalu rendah.
Namun demikian, penggunaan pertimbangan sehat tidak memperkenankan, misalnya,
pembentukan cadangan tersembunyi atau penyisihan (provision) berlebihan, dan sengaja
menetapkan aset atau penghasilan yang lebih rendah atau pencatatan kewajiban atau beban yang
lebih tinggi, sehingga laporan keuangan menjadi tak netral, dan karena itu, tidak memiliki
kualitas andal.
Penyajian Jujur
Informasi harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya yang
seharusnya disajikan atau yang secara wajar dapat diharapkan untuk disajikan. Jadi, misalnya,
neraca harus menggambarkan dengan jujur transaksi serta peristiwa lainnya dalam bentuk aset,
kewajiban, dana syirkahtemporer, dan ekuitas entitas syariah pada tanggal pelaporan yang
memenuhi kriteria pengakuan.
Informasi keuangan pada umumnya tidak luput dari risiko penyajian yang dianggap
kurang jujur dari apa yang seharusnya digambarkan. Hal tersebut bukan disebabkan karena
kesengajaan untuk menyesatkan, tetapi lebih merupakan kesulitan yang melekat dalam
mengidentifikasikan transaksi serta peristiwa lainnya yang dilaporkan, atau dalam menyusun
atau menerapkan ukuran dan teknik penyajian yang sesuai dengan makna transaksi dan peristiwa
tersebut.
Dalam kasus tertentu, pengukuran dampak keuangan dari suatu pos sangat tidak pasti
sehingga entitas syariah pada umumnya tidak mengakuinya dalam laporan keuangan. Misalnya,
meskipun dalam kegiatan usahanya entitas syariah dapat menghasilkan goodwill, tetapi lazimnya
sulit untuk mengidentifikasi atau mengukurgoodwill secara andal. Namun, dalam kasus lain,
pengakuan suatu pos tertentu tetap dianggap relevan dengan mengungkapkan risiko kesalahan
sehubungan dengan pengakuan dan pengukurannya.
Dapat Dipahami
Kualitas penting informasi yang ditampung dalam laporan keuangan adalah
kemudahannya untuk segera dapat dipahami oleh pemakai. Untuk maksud ini, pemakai
diasumsikan memiliki pengetahuan yang memadai tentang aktivitas ekonomi dan bisnis,
akuntansi, serta kemauan untuk mempelajari informasi dengan ketekunan yang wajar. Namun
demikian, informasi kompleks yang seharusnya dimasukkan dalam laporan keuangan tidak dapat
dikeluarkan hanya atas dasar pertimbangan bahwa informasi tersebut terlalu sulit untuk dapat
dipahami oleh pemakai tertentu.
Dapat Diandalkan
Agar bermanfaat, informasi juga harus andal (reliable). Informasi memiliki kualitas andal
jika bebas dari pengertian yang menyesatkan, kesalahan material, dan dapat diandalkan
pemakainya sebagai penyajian yang tulus atau jujur (faithful representation) dari yang
seharusnya disajikan atau yang secara wajar diharapkan dapat disajikan. Informasi mungkin
relevan, tetapi jika hakikat atau penyajiannya tidak dapat diandalkan, penggunaan informasi
tersebut secara potensial dapat menyesatkan.
Misalnya, jika keabsahan dan jumlah tuntutan atas kerugian dalam suatu tindakan hokum
masih dipersengketakan, mungkin tidak tepat bagi entitas syariah untuk mengakui jumlah
seluruh tuntutan tersebut dalam neraca, meskipun mungkin tepat untuk mengungkapkan jumlah
serta keadaan dari tuntutan tersebut.

Dapat Dibandingkan
Pemakai harus dapat memperbandingkan laporan keuangan entitas syariah antarperiode
untuk mengidentifikasi kecenderungan (trend) posisi dan kinerja keuangan. Pemakai juga harus
dapat memperbandingkan laporan keuangan antarentitas syariah untuk mengevaluasi posisi
keuangan, kinerja serta perubahan posisi keuangan secara relatif. Oleh karena itu, pengukuran
dan penyajian dampak keuangan dari transaksi dan peristiwa lain yang serupa harus dilakukan
secara konsisten untuk entitas syariah tersebut, antarperiode entitas syariah yang sama, untuk
entitas syariah yang berbeda, maupun dengan entitas lain.
Implikasi penting dari karakteristik kualitatif dapat diperbandingkan adalah bahwa pemakai
harus mendapat informasi tentang kebijakan akuntansi yang digunakan dalam penyusunan
laporan keuangan dan perubahan kebijakan serta pengaruh perubahan tersebut. Para pemakai
harus dimungkinkan untuk dapat mengidentifikasi perbedaan kebijakan akuntansi yang
diberlakukan untuk transaksi serta peristiwa lain yang sama dalam sebuah entitas syariah dari
satu periode ke periode dan dalam entitas syariah yang berbeda.
Ketaatan pada standar akuntansi keuangan syariah, termasuk pengungkapan kebijakan
akuntansi yang digunakan oleh entitas syariah, membantu pencapaian daya banding. Kebutuhan
terhadap daya banding jangan dikacaukan dengan keseragaman semata-mata dan tidak
seharusnya menjadi hambatan dalam memperkenalkan standar akuntansi keuangan syariah yang
lebih baik.
Entitas syariah tidak perlu meneruskan kebijakan akuntansi yang tidak lagi selaras dengan
karakteristik kualitatif relevansi dan keandalan. Entitas syariah juga tidak perlu mempertahankan
suatu kebijakan akuntansi kalau ada alternatif lain yang lebih relevan dan lebih andal. Berhubung
pemakai ingin membandingkan posisi keuangan, kinerja, dan perubahan posisi keuangan
antarperiode, entitas syariah perlu menyajikan informasi periode sebelumnya dalam laporan
keuangan.
Mengungguli Bentuk
Jika informasi dimaksudkan untuk menyajikan dengan jujur transaksi serta peristiwa lain
yang seharusnya disajikan, peristiwa tersebut perlu dicatat dan disajikan sesuai dengan substansi
dan realitas ekonomi dan bukan hanya bentuk hukumnya. Substansi transaksi atau peristiwa lain
tidak selalu konsisten dengan apa yang tampak dari bentuk hukum. Substansi transaksi tersebut
harus mengacu kepada substansi transaksi sesuai prinsip syariah dan dalam kondisi tertentu,
prinsip syariah menentukan substansi ekonomi dalam transaksi syariah.
Contohnya ijarah dengan hak opsi untuk pengalihan kepemilikan aset ijarah kepada penyewa
(ijarah muntahiyah bittamlik) secara substansi ekonomi aset ijarah tidak diakui sebagai aset oleh
penyewa

Netralitas
Informasi harus diarahkan pada kebutuhan umum pemakai, dan tidak bergantung pada
kebutuhan dan keinginan pihak tertentu. Tidak boleh ada usaha untuk menyajikan informasi
yang menguntungkan beberapa pihak, sementara hal tersebut akan merugikan pihak lain yang
mempunyai kepentingan yang berlawanan.
Matearilitas
relevansi informasi dipengaruhi oleh hakikat dan materialitasnya. Dalam beberapa kasus,
hakikat informasi saja sudah cukup untuk menentukan relevansinya. Misalnya, pelaporan suatu
segmen baru dapat memengaruhi penilaian risiko dan peluang yang dihadapi entitas syariah
tanpa mempertimbangkan materialitas dari hasil yang dicapai segmen baru tersebut dalam
periode pelaporan.
Dalam kasus lain, baik hakikat maupun materialitas dipandang penting, misalnya jumlah
serta kategori persediaan yang sesuai dengan kebutuhan entitas syariah. Informasi dipandang
material kalau kelalaian untuk mencantumkan atau kesalahan dalam mencatat informasi tersebut
dapat memengaruhi keputusan ekonomi pemakai yang diambil atas dasar laporan keuangan.
Materialitas tergantung pada besarnya pos atau kesalahan yang dinilai sesuai dengan situasi
khusus dari kelalaian dalam mencantumkan (omission) atau kesalahan dalam mencatat
(misstatement). Karenanya, materialitas lebih merupakan suatu ambang batas atau titik pemisah
daripada suatu karakteristik kualitatif pokok yang harus dimiliki agar informasi dipandang
berguna. Dalam hal bagi hasil, dasar yang dibagihasilkan harus mencerminkan jumlah yang
sebenarnya tanpa mempertimbangkan pelaks anaan konsep materialitas.
Sesuai karakteristik, laporan keuangan entitas syariah, antara lain meliputi :
Komponen laporan keuangan yang mencerminkan kegiatan komersial yang terdiri atas laporan
posisi keuangan, laporan laba rugi, laporan arus kas, serta laporan perubahan ekuitas.

Posisi Keuangan
Unsur yang berkaitan secara langsung dengan pengukuran posisi keuangan adalah aset,
kewajiban,dana syirkah temporer dan ekuitas. Pos- pos ini di definisikan sebagai berikut.
1. Asset adalah sumber daya yang dikuasai oleh entitas syariah sebagai akibat dari peristiwa
masa lalu dan darimana manfaat ekonomi di masa depan iharapkan akan diperoleh entitas
syariah.
2. Kewajiban merupakan hutang entitas syariah masa kini yang timbuldari peristiwa masa
lalu, penyelesaiannya diharapkan mengakibatkan arus keluar dari sumber daya entitas syariah
yang mengandung manfaat ekonomi.
3. Dana syirkah temporer adalah dana yang diterima sebagai investasi dengan jangka waktu
tertentu dari individu dan pihak lainnyha dimana entitas syariah mempunyai hak untuk
mengelola dan menginvestasikan dana tersebut dengan pembagian hasil investasi berdasarkan
kesepakatan.
Dana syirkah temporer tidak dapat digolonghkan sebagai kewajiban, karena entitas syariah tidak
berkewajiban untuk mengembalikan dana awal dari pemilik dana ketika mengalami kerugian
kecuali akibat kelalaian atau wanprestasi entitas syariah. Namun demikian dia juga tidak
digolongkan sebagai ekuitas karena mempunyai waktu tempo dan tidak memiliki hak
kepemilikan yang sama dengan pemegang saham.
4. Ekuaitas adalah hak residual atas aset entitas syariah setelah dikurangi semua kewajiban
dan dana syirkah temporer. Ekuitas dapat disubklasifikasikan menjadi setoran modal pemegang
saham, saldo laba, penyisihan saldo laba dan penyisihan penyesuaian pemeliharaan modal.

Laporan keuangan entitas syariah terdiri atas :
1. Posisis Keuangan Entitas Syariah.
Laporan keuangan yang disajikan sebagai neraca. Laporan ini menyajikan informasi
tentang sumber dayayang dikendalikan, struktur keunagan, likuiditas dn solvaliditas.
Serta kemampuan beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Laporan ini berguna untuk
memprediksi kemampuan perusahaan dimasa yang akan datang.

2. Informasi Kinerja Entitas Syariah.
Laporan keuangan yang disajakan dalam laporan labarugi. Laporan ini di perlukan untuk
menilai perubahan potensial sumber dayaekonomi yang mumgkin di kendalikan dimasa
depan.
3. Informasi Perubahan Posisi Keuangan Entitas Syariah.
Laporan yang dapat di susun berdasarkan denevisi dana seperti seluruh sumber daya
keuangan, modal kerja, aset lekuis atau kas. Kerangka ini tidak mendenefisikan dana
secara spesifik.
4. Informasi Lain.
Laporan keuangan yang seperti laporan penjelasan tentang pemenuhan fungsi sosial entitas
syariah merupakan informasi yang tidak diatur secara khusus tetapi relavan bagi
pengambilan keputusan sebagian besar pengguna laporan keuangan.

5. Catatan dan Skedul Tambahan.
Laporan keuangan yang merupakan penampung dari informasi tambahan yang relevan
termasuk pengungkapan tentang resiko dan tidak kepastian yang mempengaruhi entitas.
Informasi tentang sekmen industri dan geografi serta pengaruh perubahan harga terhadap
entitas juga dapat disajikan.

3.3 Sejarah Lahirnya Bank Syariah dan Perkembangannya Di
Indonesia

Di Indonesia pelopor perbankan syariah adalah Bank Muamalat Indonesia. Berdiri tahun 1991,
bank ini diprakarsai oleh majelis ulama indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari
ikatan cendekiawan muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha muslim. Pada saat
pertama didirikan terkumpul komitmen pembelian saham sebesar Rp 84 Milliar dan pada tanggal
3 Nopember 1991 dalam acara silaturrahmi presiden di Istana Bogor, dapat dipenuhi dengan total
komitmen modal disetor awal sebesar Rp 106.126.382.000. Dengan modal awal tersebut, pada
tanggal 01 Mei 1992, BMI mulai beroperasi, namun masih menggunakan UU No. 7 tahun 1992,
dimana pembahasan perbankan dengan sistem bagi hasil diuraikan hanya sepintas lalu. BMI
sampai September 1999, telah memiliki lebih 45 outlet yang tersebar di Jakarta, Bandung,
Semarang, Balikpapan dan Makasar.
Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun 90-an sehingga ekuitasnya hanya
tersisa sepertiga dari modal awal. IDB kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan
pada periode 1999-2002 akhirnya dapat bangkit dan menghasilkan laba .Saat ini keberadaan
bank syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10 tahun 1998
tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.

Perkembangan Bank Syariah
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi
ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank
syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank
konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank
konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara
perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Hingga tahun 1998 praktis bank syariah tidak berkembang. Baru setelah diluncurkan Dual
Banking System melalui UU No. 10/1998, perbankan syariah mulai menggeliat naik. Dalam 5
tahun saja sejak diberlakukan Dual Banking System, pelaku bank syariah bertambah menjadi 10
bank dengan perincian 2 bank merupakan entitas mandiri (BMI dan Bank Syariah Mandiri) dan
lainnya merupakan unit/divisi syariah bank konvensional.
Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada
penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya
dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan
keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat
berharga, peminjam, dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.
Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa
perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan.
Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.
Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian
izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang unit usaha syariah (UUS)
atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan
respon dan inisiatif dari perubahan Undang Undang perbankan no. 10 tahun 1998. Undang-
undang pengganti UU no.7 tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan
jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.
Untuk menilai perkembangan bank syariah dari tahun ke tahun biasanya menggunakan beberapa
standar, diantaranya :
1. Jumlah aktiva.
2. dana pihak ketiga (DPK).
3. pembiayaan bank.

Faktor-Faktor Pendukung Perkembangan Perbankan syariah
Keberadaan bank Islam di Indonesia masih memiliki peluang yang mengembirakan dan perlu
dioptimalkan guna membangun kembali sistem perbankan yang sehat dalam rangka mendukung
program pemulihan dan pendayaan ekonomi nasional, selain restrukturisasi perbankan. Hal itu
dikarenakan adanya beberapa pertimbangan, antara lain ;
1. Kebutuhan jasa perbankan bagi masyarakat yang tidak dapat menerima konsep
bunga.
Rakyat Indonesia yang sebagian besar beragama Islam merupakan faktor
penggerak kebutuhan akan hadirnya perbankan syariah yang tidak menggunakan
sistem bunga yang mendekati dengan riba yang jelas-jelas dilarang dalam islam.
2. Peluang pembiayaan bagi pengembangan usaha berdasarkan prinsip kemitraan.
Dalam sistem perbankan konvensional, konsep yang diterapkan adalah hubungan debitur dan
kreditur yang antagonis (debitor to creditor relationship). Seorang debitur harus dan wajib
mengembalikan pokok pinjaman dan bunganya, apakah debitur mendapatkan untung atau rugi.
Kreditur tidak mau ambil peduli. Hal ini berbeda dengan sistem perbankan syariah. Konsep yang
diterapkan adalah hubungan antar investor yang harmonis (mutual investor relationship),
sehingga adanya saling kerjasama dan kepercayaan karena dalam perbankan syariah menerapkan
nilai ilahiyah sebagai pengendali yang bersifat transendental dan nilai keadilan, persaudaraan,
kepedulian sosial yang bersifat horisontal.
3. Kebutuhan akan produk dan jasa perbankan unggulan
Sistem perbankan syariah memiliki keunggulan komparatif berupa penghapusan pembebanan
bunga yang berkesinambungan (perpetual interest effect), membatasi kegiatan spekulasi yang
tidak produktif dan pembiayaan yang ditujukan pada usaha-usaha yang memperhatikan unsur
moral (halal). Produk perbankan seperti berupa tabungan, giro dan deposito yang menerapkan
prinsip-prinsip simpanan (depository), bagi hasil (profit sharing), jual beli (sale and purchase),
sewa (operational lease and financial lease), jasa (fee based services).
4. Peningkatan jumlah lembaga keuangan syariah
Gairah perbankan nasional, baik keinginan untuk membuka kantor bank umu syariah ataupun
kantor unit syariah dapat terlihat dari perkembangan yang pesat jumlah perbankan syariah di
Indonesia
5. Adanya pelayanan yang meluruskan pelanggan dengan cara sesuai Islam
Hal itu dapat terbukti dengan diraihnya penghargaan Quality Assurance Service Australia,
predikat ISO 9001 tahun 2000 untuk pelayanan bank khususnya customer service dan taller
banking diberikan pada BMI, serta Market Research Indonesian tahun 2000, yang memasukkan
BMI masuk deretan unggulan terbaik dari 5 bank dalam pelayanan.



Faktor-Faktor Penghambat
Tidak obyektif kiranya jika kita hanya menampilkan faktor pendorong perkembangan perbankan
syariah di Indonesia tanpa menjelaskan juga faktor penghambat yang merupakan tantangan bagi
kita, terutama berkaitan dengan penerapan suatu sistem perbankan yang baru, suatu sistem yang
mempunyai sejumlah perbedaan prinsip-prinsip dengan sistem yang dominan dan telah
berkembang pesat di Indonesia. Faktor-faktor penghambat itu adalah sbb :
1. Pemahaman masyarakat yang belum tepat terhadap kegiatan operasional bank
syariah
Hal demikian, dikarenakan masih dalam tahap awal pengembangan dapat dimaklumi bahwa pada
saat ini pemahaman sebagian masyarakat mengenai sistem dan prinsip perbankan syariah masih
belum tepat. Pada dasarnya, Sistem Ekonomi Islam telah jelas, yaitu melarang praktek riba serta
akumulasi kekayaan hanya pada pihak tertentu secara tidak adil, akan tetapi, secara praktis,
bentuk produk dan jasa pelayanan, prinsip-prinsip dasar hubungan antar bank dan nasabah, serta
cara-cara berusaha yang halal dalam bank syariah, masih perlu disosialisasikan secara luas.
Adanya perbedaan karakteristik produk bank konvensional dengan bank syariah telah
menimbulkan adanya keengganan bagi pengguna jasa perbankan. Keengganan tersebut antara
lain disebabkan oleh hilangnya kesempatan mendapatkan penghasilan tetap berupa bunga dari
simpanan. Oleh karena itu, secara umum perlu diinformasikan bahwa dana pada bank syariah
juga dapat memberikan keuntungan finansiil yang kompetitif.
2. Jaringan kantor bank syariah yang belum luas
Pengembangan jaringan kantor bank syariah diperlukan dalam rangka perluasan jangkauan
pelayanan kepada masyarakat. Disamping itu, kurangnya jumlah bank syariah yang ada juga
menghambat perkembangan kerjasama antar bank syariah. Kerjasama yang sangat diperlukan
antara lain, berkenaan dengan penempatan dana antar bank dalam hal mengatasi masalah
likuiditas sebagai suatu badan usaha, bank syariah perlu beroperasi dengan skala yang ekonomis.
Karenanya, jumlah jaringan kantor bank yang luas juga akan meningkatkan efisiensi usaha.
Berkembangnya jaringan bank syariah juga diharapkan dapat meningkatkan komposisi ke arah
peningkatan kualitas pelayanan dan mendorong inovasi produk dan jasa bank syariah.
3. Kecilnya market share
Adanya bank syariah yang beroperasi dengan tujuan utama menggerakan perekonomian secara
produktif. Di samping sungguh-sungguh menjalankan fungsi intermediasi karena secara syariah
tugas bank selaku mudharib (pengelola dana) harus menginvestasikan pada sektor ekonomi
secara riil untuk kemudian berbagi hasil dengan sahibul maal (pemilik dana) sesuai dengan
nisbah yang disepakati.
Masih kecilnya market share itu disebabkan antara lain karena bank syariah mempunyai
keterbatasan dana baik dari segi permodalan maupun jumlah dana masyarakat yang berhasil
dihimpun karena alasan-alasan seperti yang diungkapkan di atas.
4. Sumber daya manusia yang memiliki keahlian dalam bank syariah masih sedikit
Kendala-kendala di bidang sumber daya manusia dalam pengembangan perbankan syariah
disebabkan karena sistem ini masih belum lama dikembangkan. Disamping itu, lembaga-
lembaga akademik dan pelatihan dibidang ini sangat terbatas sehingga tenaga terdidik dan
berpengalaman dibidang non perbankan syariah, baik dari sisi bank pelaksana maupun dari bank
sentral (pengawas dan peneliti bank), masih sangat sedikit.


3.4 Prinsip Dasar Perbankan Syariah dan Produk yang ditawarkan
Batasan-batasan bank syariah yang harus menjalankan kegiatannya berdasar pada
syariat Islam, menyebabkan bank syariah harus menerapkan prinsip-prinsip yang sejalan dan
tidak bertentangan dengan syariat Islam. Adapun prinsip-prinsip bank syariah adalah sebagai
berikut :
1. Prinsip Titipan atau Simpanan (Al-Wadiah)
Al-Wadiah dapat diartikan sebagai titipan murni dari satu pihak ke pihak lain, baik
individu maupun badan hukum, yang harus dijaga dan dikembalikan kapan saja ketika si penitip
menghendaki (SyafiI Antonio, 2001).
Secara umum terdapat dua jenis al-wadiah, yaitu:
a. Wadiah Yad Al-Amanah (Trustee Depository) adalah akad penitipan barang/uang dimana pihak
penerima titipan tidak diperkenankan menggunakan barang/uang yang dititipkan dan tidak
bertanggung jawab atas kerusakan atau kehilangan barang titipan yang bukan diakibatkan
perbuatan atau kelalaian penerima titipan. Adapun aplikasinya dalam perbankan syariah berupa
produk safe deposit box.
b. Wadiah Yad adh-Dhamanah (Guarantee Depository) adalah akad penitipan barang/uang dimana
pihak penerima titipan dengan atau tanpa izin pemilik barang/uang dapat memanfaatkan
barang/uang titipan dan harus bertanggung jawab terhadap kehilangan atau kerusakan
barang/uang titipan. Semua manfaat dan keuntungan yang diperoleh dalam penggunaan
barang/uang titipan menjadi hak penerima titipan. Prinsip ini diaplikasikan dalam produk giro
dan tabungan

2. Prinsip Bagi Hasil (Profit Sharing)
Sistem ini adalah suatu sistem yang meliputi tata cara pembagian hasil usaha antara
penyedia dana dengan pengelola dana. Bentuk produk yang berdasarkan prinsip ini adalah:
a. Al-Mudharabah
Al-Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama
(shahibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya menjadi
pengelola (mudharib). Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama
kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Seandainya kerugian ini diakibatkan karena
kecurangan atau kelalaian si pengelola, si pengelola harus bertanggung jawab atas kerugian
tersebut. Akad mudharabah secara umum terbagi menjadi dua jenis:
1. Mudharabah Muthlaqah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib yang cakupannya sangat luas
dan tidak dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha, waktu, dan daerah bisnis.
2. Mudharabah Muqayyadah
Adalah bentuk kerjasama antara shahibul maal dan mudharib dimana mudharib memberikan
batasan kepada shahibul maal mengenai tempat, cara, dan obyek investasi.
b. Al-Musyarakah
Al-musyarakah adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa
keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.Dua jenis al-
musyarakah:
1. Musyarakah pemilikan, tercipta karena warisan, wasiat, atau kondisi lainnya yang
mengakibatkan pemilikan satu aset oleh dua orang atau lebih.
2. Musyarakah akad, tercipta dengan cara kesepakatan dimana dua orang atau lebih setuju bahwa
tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah.
3. Prinsip Jual Beli (Al-Tijarah)
Prinsip ini merupakan suatu sistem yang menerapkan tata cara jual beli, dimana bank akan
membeli terlebih dahulu barang yang dibutuhkan atau mengangkat nasabah sebagai agen bank
melakukan pembelian barang atas nama bank, kemudian bank menjual barang tersebut kepada
nasabah dengan harga sejumlah harga beli ditambah
Keuntungan (margin). Implikasinya berupa :
a. Al-Murabahah
Murabahah adalah akad jual beli barang dengan menyatakan harga perolehan dan
keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
b. Salam
Salam adalah akad jual beli barang pesanan dengan penangguhan pengiriman oleh penjual
dan pelunasannya dilakukan segera oleh pembeli sebelum barang pesanan tersebut diterima
sesuai syarat-syarat tertentu.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual dalam suatu transaksi salam. Jika bank
bertindak sebagai penjual kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang
pesanan dengan cara salam maka hal ini disebut salam paralel.
c. Istishna
Istishna adalah akad jual beli antara pembeli dan produsen yang juga bertindak sebagai
penjual. Cara pembayarannya dapat berupa pembayaran dimuka, cicilan, atau ditangguhkan
sampai jangka waktu tertentu. Barang pesanan harus diketahui karakteristiknya secara umum
yang meliputi: jenis, spesifikasi teknis, kualitas, dan kuantitasnya.
Bank dapat bertindak sebagai pembeli atau penjual. Jika bank bertindak sebagai penjual
kemudian memesan kepada pihak lain untuk menyediakan barang pesanan dengan cara istishna
maka hal ini disebut istishna paralel.
4. Prinsip Sewa (Al-Ijarah)
Al-ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang atau jasa, melalui pembayaran
upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan hak kepemilikan atas barang itu sendiri. Al-ijarah
terbagi kepada dua jenis: (1) Ijarah, sewa murni. (2) ijarah al muntahiya bit tamlik merupakan
penggabungan sewa dan beli, dimana si penyewa mempunyai hak untuk memiliki barang pada
akhir masa sewa.
5. Prinsip Jasa (Fee-Based Service)
Prinsip ini meliputi seluruh layanan non-pembiayaan yang diberikan bank. Bentuk produk
yang berdasarkan prinsip ini antara lain:
a. Al-Wakalah
Nasabah memberi kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa
tertentu, seperti transfer.
b. Al-Kafalah
Jaminan yang diberikan oleh penanggung kepada pihak ketiga untuk memenuhi kewajiban
pihak kedua atau yang ditanggung.
c. Al-Hawalah
Adalah pengalihan utang dari orang yang berutang kepada orang lain yang wajib
menanggungnya. Kontrak hawalah dalam perbankan biasanya diterapkan pada Factoring (anjak
piutang), Post-dated check, dimana bank bertindak sebagai juru tagih tanpa membayarkan dulu
piutang tersebut.
d. Ar-Rahn
Adalah menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang
diterimanya. Barang yang ditahan tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak
yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian
piutangnya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau
gadai.
e. Al-Qardh
Al-qardh adalah pemberian harta kepada orang lain yang dapat ditagih atau diminta kembali
atau dengan kata lain meminjamkan tanpa mengharapkan imbalan. Produk ini digunakan untuk
membantu usaha kecil dan keperluan sosial. Dana ini diperoleh dari dana zakat, infaq dan
shadaqah.
f. Pelayanan Jasa
1. Letter of credit (L/C) impor Syariah
Bank Syariah Basis Bank Modern L/C adalah surat pernyataan akan membayar eksportir
yang diterbitkan oleh bank atas permintaan imprtir dengan pemenuhan prasyaratan tertentu.
2. Bank Garansi Syariah
Jaminan yang diberikan oleh bank kepada pihak ketiga penerima jaminan atas pemenuhan
kewajiban tertentu nasabah bank selaku pihak yang di jamin kepada pihak ketiga dimaksud.
3. Penukaran Valuta Asing (sharf)
Transaksi penukaran mata uang yang berlainan jenis, baik membeli atau menjual kepada
nasabah.


3.5 Yang Terkait dengan Tata Kelola Entitas Syariah
1. Bank Syariah
Perbankan syariah adalah suatu sistem perbankan yang dikembangkan berdasarkan syariah
(hukum) islam. Usaha pembentukan sistem ini didasari oleh larangan dalam agama islam untuk
memungut maupun meminjam dengan bunga atau yang disebut dengan riba serta larangan
investasi untuk usaha-usaha yang dikategorikan haram (misal: usaha yang berkaitan dengan
produksi makanan/minuman haram) dimana hal ini tidak dapat dijamin oleh sistem perbankan
konvensional.


Perkembangan Bank Syariah
Perkembangan perbankan syariah di Indonesia telah menjadi tolak ukur keberhasilan eksistensi
ekonomi syariah. Bank muamalat sebagai bank syariah pertama dan menjadi pioneer bagi bank
syariah lainnya telah lebih dahulu menerapkan sistem ini ditengah menjamurnya bank-bank
konvensional. Krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998 telah menenggelamkan bank-bank
konvensional dan banyak yang dilikuidasi karena kegagalan sistem bunganya. Sementara
perbankan yang menerapkan sistem syariah dapat tetap eksis dan mampu bertahan.
Hingga tahun 1998 praktis bank syariah tidak berkembang. Baru setelah diluncurkan Dual
Banking System melalui UU No. 10/1998, perbankan syariah mulai menggeliat naik. Dalam 5
tahun saja sejak diberlakukan Dual Banking System, pelaku bank syariah bertambah menjadi 10
bank dengan perincian 2 bank merupakan entitas mandiri (BMI dan Bank Syariah Mandiri) dan
lainnya merupakan unit/divisi syariah bank konvensional.
Tidak hanya itu, di tengah-tengah krisis keuangan global yang melanda dunia pada
penghujung akhir tahun 2008, lembaga keuangan syariah kembali membuktikan daya tahannya
dari terpaan krisis. Lembaga-lembaga keuangan syariah tetap stabil dan memberikan
keuntungan, kenyamanan serta keamanan bagi para pemegang sahamnya, pemegang surat
berharga, peminjam, dan para penyimpan dana di bank-bank syariah.
Perbankan syariah sebenarnya dapat menggunakan momentum ini untuk menunjukkan bahwa
perbankan syariah benar-benar tahan dan kebal krisis dan mampu tumbuh dengan signifikan.
Oleh karena itu perlu langkah-langkah strategis untuk merealisasikannya.
Langkah strategis pengembangan perbankan syariah yang telah di upayakan adalah pemberian
izin kepada bank umum konvensional untuk membuka kantor cabang unit usaha syariah (UUS)
atau konversi sebuah bank konvensional menjadi bank syariah. Langkah strategis ini merupakan
respon dan inisiatif dari perubahan Undang Undang perbankan no. 10 tahun 1998. Undang-
undang pengganti UU no.7 tahun 1992 tersebut mengatur dengan jelas landasan hukum dan
jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank syariah.
Untuk menilai perkembangan bank syariah dari tahun ke tahun biasanya menggunakan beberapa
standar, diantaranya :
1. Jumlah aktiva.
2. dana pihak ketiga (DPK).
3. pembiayaan bank.
Tabel 1. Jaringan Kantor Perbankan Syariah (Islamic Banking Network)
KETERANGAN
TAHUN
2005 2006 2007 2008 2009 Jan-10
Bank Umum Syariah
- Jumlah bank 3 3 3 5 6 6
- Jumlah kantor 304 349 401 581 711 815
Unit Usaha Syariah
- Jumlah bank 19 20 26 27 25 25
- Jumlah kantor 154 183 196 241 287 268
Bank pembiayaan rakyat syariah
- Jumlah bank 92 105 114 131 138 140
- jumlah kantor 92 105 185 202 225 263
Sumber : BI, statistik perbankan syariah januari 2010

Tabel 1 menunjukkan perkembangan perbankan syariah berdasarkan laporan tahunan BI sampai
dengan januari 2010. Secara kuantitas, pencapaian perbankan syariah sungguh membanggakan
dan terus mengalami peningkatan dalam jumlah bank. Jika pada tahun 1998 hanya ada satu bank
umum syariah dan 76 bank perkreditan rakyat syariah, maka pada Januari 2010 jumlah bank
syariah telah mencapai 31 unit yang terdiri atas 6 bank umum syariah dan 25 unit usaha syariah.
Selain itu, jumlah bank perkreditan rakyat syariah (BPRS) telah mencapai 140 unit pada periode
yang sama.
Tabel 1.2 Indikator Utama Perbankan Syariah (dalam milyar rupiah)
INDIKASI
TAHUN
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009
Aset 7.945 15.21 20.88 28.722 36,537 49.555 66.09
DPK 5.725 11.718 15.584 20.672 28.011 36.852 52.271
Pembiayaan 5.561 11.324 15.27 20.445 27.944 38.198 46.886
FDR 97,14% 96,64% 97,76% 98,90% 99.76% 103.65% 89.70%
NPF 2,34% 2,38% 2,82% 4,75% 4,07% 3.95% 4.01%
Sumber : BI, statistik perbankan syariah januari 2010
Tabel 1.2 menunjukkan perkembangan terakhir indikasi-indikasi perbankan syariah.
Perkembangan asset perbankan syariah meningkat sangat signifikan dari akhir tahun 2008
sampai dengan akhir tahun 2009 sebesar lebih dari 33.37 persen. Penghimpunan dana dan
pembiayaan mencapai peningkatan sebesar 41,84 dan 22,74 persen.
Jika dilihat dari rasio pembiayaan yang disalurkan dengan besarnya dana pihak ketiga (DPK)
yang dinyatakan dengan nilai Financing to Deposit Ratio (FDR), maka bank syariah memiliki
rata-rata FDR sebesar 97.65 persen. Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya dan tahun
sesudahnya, pada tahun 2008 Financing to Defosit Ratio perbankan syariah lebih dari 100 %.
Tingginya tingkat FDR tersebut karena pembiayaan yang disalurkan selama bulan Maret
November lebih besar dari dana pihak ke tiga.
Yang perlu di catat disini adalah, meskipun pembiayaan yang disalurkan lebih besar dari DPK,
tetapi tingkat kegalalan bayar atau yang dinyatakan dalam Non Performing Financing (NPF)
ternyata lebih sedikit dari periode tahun 2006-2007, yakni hanya sebesar 3.95%, masih dibawah
batas ketentuan minimal sebesar 5 persen. Artinya bank syariah betul betul menjalankan
fungsinya sebagai lembaga intermediasi keuangan dengan tidak mengabaikan prinsip kehati-
hatian. Selain itu juga, secara keseluruhan perbankan syariah relatif lebih sehat.
Tabel 1.3. Perbandingan Pangsa Perbankan Syariah Terhadap Total Bank

Bank Syariah (Des 08)
Total
Bank
Bank Syariah (Des 09)
Total
Bank
Nominal Share Nominal Share
Total Asset 49,56 2.14% 2,310.60 66,09 2.61% 2,534.10
Deposit Fund 36,85 2.10% 1,753.30 52,27 2.65% 1,973.00
Credit
Financial
Extended 38,20 - - 46,88 - -
FDR/LDR 103.66% - - 89.70% - -
Sumber : BI, statistik perbankan syariah januari 2010

Pada tabel 1.3 terlihat bahwa pangsa perbankan syariah meningkat jika dibandingkan dengan
tahun 2008 pada bulan yang sama, yaitu asset menjadi 2.61% meningkat sebesar 0.47% , Deposit
Fund atau DPK juga mengalami pertumbuhan menjadi 2,02%, meningkat 0,24%. hal ini
menunjukkan kinerja dan potensi perbankan syariah mengalami perkembangan yang baik.





2. Asuransi Syariah
Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah usaha untuk
saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk
aset dan atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi resiko /bahaya
tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan/anggota/peserta
mendonasikan/menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk
membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/anggota/peserta.
Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta
investasi dari dana-dana/kontribusi yang diterima/dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau saling
membantu . Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah
dasar syariat yang saling toleran terhadap sesama manusia untuk menjalin kebersamaan dalam
meringankan bencana yang dialami peserta. Prinsip ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam
surat Al Maidah ayat 2, yang artinya :
"Dan saling tolong menolonglah dalam kebaikan dan ketaqwaan dan jangan saling tolong
menolong dalam dosa dan permusuhan"
Dasar Syariah dalam Asuransi Syariah
a. Perintah Allah SWT Untuk Mempersiapkan Hari Depan.
Allah SWT berfirman QS. An-Nisa/ 04 : 09 :


Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang
mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh
sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang benar.
Ayat ini menggambarkan kepada kita tentang pentingnya planning atau perencanaan yang
matang dalam mempersiapkan hari depan. Nabi Yusuf as, dicontohkan dalam Al-Quran
membuat sistem proteksi menghadapi kemungkinan yang buruk di masa depan (QS. Yusuf/ 12 :
43 49)
b. Berasuransi tidaklah berarti menolak takdir atau menghilangkan ketawakalan kepada
Allah SWT, karena :
Karena segala sesuatunya terjadi setelah berpikir dengan baik, bekerja dengan penuh
kesungguhan, teliti dan cermat.
Segala sesuatu yang terjadi di dunia ini, semuanya ditentukan oleh Allah SWT.
Adapun manusia hanya diminta untuk berusaha semaksimal mungkin.
Allah SWT berfirman QS. Attaghabun/ 64 : 11)


Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa seseorang kecuali dengan izin Allah.
Jadi pada dasarnya Islam mengakui bahwa kecelakaan, musibah dan kematian merupakan qodho
dan qodar Allah yang tidak dapat ditolak. Hanya kita diminta untuk membuat perencanaan hari
depan (QS. A-Hasyr/ 59 : 18)


Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertakwalah kepada
Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.



Pegadaian Syariah
Gadai dalam fiqh diebut Rahn, yang menurut bahasa adalah tetap, kekal, dan jaminan. Menurut
beberapa mazhab, Rahn berarti perjanjian penyerahan harta oleh pemiliknya dijadikan sebagai
pembayar hak piutang tersebut, baik seluruhnya maupun sebagian. Penyerahan jaminan tersebut
tidak harus bersifat actual (berwujud), namun yang terlebih penting penyerahan itu bersifat legal
misalnya berupa penyerahan sertifikat atau surat bukti kepemilikan yang sah suatu harta jaminan.
Menurut mahab Syafii dan Hambali, harta yang dijadikan jaminan tersebut tidak termasuk
manfaatnya.
Gadai syariah adalah produk jasa berupa pemberian pinjaman menggunakan sistem gadai
dengan berlandaskan pada prinsip-prinsip syariat Islam, yaitu antara lain tidak menentukan tarif
jasa dari besarnya uang pinjaman.
Perusahaan Umum Pegadaian adalah satu-satunya badan usaha di Indonesia yang secara resmi
mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam
bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai seperti dimaksud dalm Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1150 di atas. Tugas pokoknya adalah memberikan
pinjaman kepada masyarakat atas dasar hukum gadai agar masyarakat tidak dirugikan oleh
kegiatan lembaga keuangan informal yang cenderung memanfaatkan kebutuhan dana mendesak
dari masyarakat.

Dasar Syariah Dalam Pegadaian Syariah
Sebagaimana halnya instritusi yang berlabel syariah, maka landasan konsep pegadaian Syariah
juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW.
Adapun landasan yang dipakai adalah :
Al-Quran Surat Al Baqarah : 283
Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak
memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh
yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka
hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa
kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa
hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Dalam Q.S. An-Nisa : 29 Allah SWT berfirman :
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka
diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.

Teknik Transaksi Pegadaian Syariah
Pada dasarnya Pegadaian Syariah berjalan atas dua akad transaksi syariah, yaitu :
1. Akad Rahn. Rahn yang dimaksud adalah menahan harta milik si peminjam sebagai
jaminan atas pinjaman yang diterimanya, pihak yang menahan memperoleh jaminan
untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya.
2. Akad Ijarah. Yaitu akad pemindahan hak guna atas barang dan atau jasa melalui
pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas barangnya
sendiri.

Dari landasan Syariah tersebut maka mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat
digambarkan sebagai berikut : Melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan
kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang telah disediakan oleh
Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan adalah timbulnya biaya-biaya yang
meliputi nilai investasi tempat penyimpanan, biaya perawatan dan keseluruhan proses
kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah
sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Pegadaian Syariah akan memperoleh keutungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut
bukan tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang pinjaman..
Sehingga di sini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang hanya sebagai
lipstick yang akan menarik minat konsumen untuk menyimpan barangnya di Pegadaian.

Produk Produk yang di Kembangkan
1. Ar-rahn (gadai syariah) adalah produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip
syariah, dimana nasabah hanya akan dipungut biaya asministrasi dan ijaroh (biaya jasa
simpan dan pemeliharaan barang jaminan).
2. Mulia (murabahah logam mulia untuk investasi abadi) adalah penjualan logam mulia oleh
pegadaian kepada masyarakat secara tunai, dan agunan dengan jangka waktu fleksibel.
3. Penaksirannilai barang Jasa ini diberikan bagi mereka yang menginginkan informasi
tentang taksiran barang yang berupa emas, perak dan berlian. Biaya yang dikenakan
adalah ongkos penaksiran barang.
4. Penitipan barang (ijaroh)
Barang yang dapat dititipkan antara lain : sertifikat motor, tanah, ijazah. Pegadaian akan
mengenakan biaya penitipan bagi nasabahnya Ar-Ruum atau gadai untuk pembiayaan
usaha kelompok mikro kecil dan menengah (UMKM)
Dari uraian ini dapat dicermati perbedaan yang cukup mendasar dari teknik transaksi Pegadaian
Syariah dibandingkan dengan Pegadaian konvensional, yaitu :
1. Di Pegadaian konvensional, tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut
sebagai sewa modal, dihitung dari nilai pinjaman.
2. Pegadaian konvensional hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang
dengan jaminan barang bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional,
keberadaan barang jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian
konvensional bisa tidak melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain
melakukan praktik fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan
secara mutlak keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa
simpan.

Perkembangan terkini
Untuk tahun 2010 menargetkan pertumbuhan gadai syariah bisa lebih tinggi lagi dibanding tahun
2009. Khusus pada Ar-rahn misalnya, perusahaannya akan menargetkan pertumbuhan hingga
Rp 4,4 triliun.
Hingga akhir Desember 2009 lalu, Pegadaian Syariah sudah menawarkan tiga produk
pegadaian syariah kepada masyarakat. Ketiganya yaitu Ar-Rahn (gadai syariah), Ar-Ruum atau
gadai untuk pembiayaan usaha kelompok mikro kecil dan menengah (UMKM), dan Mulia atau
gadai emas.
Pada tahun 2009 lalu, pertumbuhan Ar-Rahn tercatat mencapai Rp2,7 triliun, naik hampir 60%
dari realisasi sepanjang 2009 senilai Rp1,6 triliun. Ar-Ruum, berhasil dibukukan pembiayaan
sekitar Rp45 miliar sepanjang tahun lalu. Begitu juga produk Mulia, berhasil menjual logam
mulia (emas) sebanyak 142 kilogram. Selain Ar-rahn, target pertumbuhan yang lebih tinggi juga
dilakukan pada dua produk yang lain, Ar-Ruum ditargetkan bisa naik lagi menjadi Rp45 miliar
sepanjang tahun ini. Sedang logam mulia kami targetkan bisa terjual sekurangnya 300 kilogram.
a. Kendala Pengembangan pegadaian syariah
Dalam realisasi terbentuknya pegadaian syariah dan praktek yang telah dijalankan bank yang
menggunakan gadai syariah ternyata menghadapi kendala-kendala sebagai berikut:
1. Pegadaian syariah relatif baru sebagai suatu sistem keuangan.
2. Masyarakat kurang familiar dengan produk rahn dilembaga keuangan syariah.
3. Kebijakan Pemerintah tentang gadai syariah belum akomodatif terhadap.
4. Keberadaan pegadaian syariah kurang popular dimasyarakat.
b. Strategi Pengembangan Pegadaian Syariah
Adapun usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk mengembangkan pegadaian syariah antara lain
:
1. Banyak mensosialisasikan kepada masyarakat
2. Pemerintah perlu mengakomodir keberadaan keberadaan pegadaian syariah dengan
membuat peraturan pemerintah atau undang-undang pegadaian syariah

Aspek Pendanaan
Aspek syariah tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja, pembiayaan kegiatan dan
pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber yang benar-benar terbebas dari unsur riba.
Dalam hal ini, seluruh kegiatan Pegadaian Syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan
kepada nasabah murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang
dapat dipertanggungjawabkan . Pegadaian telah melakukan kerja sama dengan Bank Muamalat
sebagai fundernya, ke depan Pegadaian juga akan melakukan kerja sama dengan Lembaga
Keuangan Syariah lin untuk memback up modal kerja.

Pasar Modal Syariah
Pasar Modal Syariah dapat diartikan sebagai pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip
syariah dalam kegiatan transaksi ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang seperti: riba,
perjudian, spekulasi dan lain-lain.


Produk Pasar Modal Syariah
1. Saham Syariah
Saham merupakan surat berharga yang merepresentasikan penyertaan modal kedalam suatu
perusahaan. Sementara dalam prinsip syariah, penyertaan modal dilakukan pada perusahaan-
perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti bidang perjudian, riba,
memproduksi barang yang diharamkan seperti bir, dan lain-lain.
Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak diwujudkan dalam bentuk
saham syariah maupun non-syariah, melainkan berupa pembentukan indeks saham yang
memenuhi prinsip-prinisp syariah. Dalam hal ini, di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta
Islamic Indeks (JII) yang merupakan 30 saham yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan
Dewan Syariah Nasional (DSN). Indeks JII dipersiapkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI)
bersama dengan PT Danareksa Invesment Management (DIM).
Jakarta Islamic Index dimaksudkan untuk digunakan sebagai tolak ukur (benchmark) untuk
mengukur kinerja suatu investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui index ini diharapkan
dapat meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam modal secara
syariah.
Jakarta Islamic Index terdiri dari 30 jenis saham yang dipilih dari saham-saham yang sesuai
dengan Syariah Islam. Penentuan kriteria pemilihan saham dalam Jakarta Islamic Index
melibatkan pihak Dewan Pengawas Syariah PT Danareksa Invesment Management.
Saham-saham yang masuk dalam Indeks Syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak
bertentangan dengan syariah seperti:
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang.
b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawi) termasuk perbankan dan asuransi
konvensional.
c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan dan
minuman yang tergolong haram.
d. Usaha yang memproduksi, mendistribusi dan/atau menyediakan barang-barang
ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat mudarat.
Selain kriteria diatas, dalam proses pemilihan saham yang masuk JII Bursa Efek Indonesia
melakukan tahap-tahap pemilihan yang juga mempertimbangkan aspek likuiditas dan kondisi
keuangan emiten, yaitu:
a. Memilih kumpulan saham dengan jenis usaha utama yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah dan sudah tercatat lebih dari 3 bulan (kecuali termasuk dalam 10
kapitalisasi besar).
b. Memilih saham berdasarkan laporan keuangan tahunan atau tengah tahun berakhir
yang meiliki rasio Kewajiban terhadap Aktiva maksimal sebesar 90%.
c. Memilih 60 saham dari susunan saham diatas berdasarkan urutan rata-rata kapitalisasi
pasar (market capitalization) terbesar selama satu tahun terakhir.
d. Memilih 30 saham dengan urutan berdasarkan tingkat likuiditas rata-rata nilai
perdagangan reguler selama satu tahun terakhir.
Pengkajian ulang akan dilakukan 6 bulan sekali dengan penentuan komponen index pada awal bulan
Januari dan Juli setiap tahunnya. Sedangkan perubahan pada jenis usaha emiten akan dimonitoring secara
terus menerus berdasarkan data-data publik yang tersedia.

2. Obligasi Syariah
Sesuai dengan Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002, "Obligasi Syariah
adalah suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan Emiten
kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan
kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee, serta membayar kembali dana
obligasi pada saat jatuh tempo".
Tidak semua emiten dapat menerbitkan obligasi syariah. Untuk menerbitkan Obligasi Syariah,
beberapa persyaratan berikut harus dipenuhi:
1. Aktivitas utama (core business) yang halal, tidak bertentangan dengan substansi
Fatwa No: 20/DSN-MUI/IV/2001. Fatwa tsb menjelaskan bahwa jenis kegiatan
usaha yg bertentangan dengan syariah Islam diantaranya: (i) usaha perjudian dan
permainan yang tergolong judi atau perdagangan yang dilarang; (ii) usaha lembaga
keuangan konvensional (ribawi), termasuk perbankan dan asuransi konvensional;
(iii) usaha yg memproduksi, mendistribusi, serta memperdagangkan makanan dan
minuman haram; (iv) usaha yg memproduksi, mendistribusi, dan atau menyediakan
barang2 ataupun jasa yg merusak moral dan bersifat mudarat.
2. Peringkat investment grade: (i) memiliki fundamental usaha yg kuat; (ii) memiliki
fundamental keuangan yg kuat; (iii) memiliki citra yg baik bagi publik.
3. Keuntungan tambahan jika termasuk dalam komponen JII.
Di Indonesia terdapat 2 skema obligasi syariah yaitu obligasi syariah mudharabah dan obligasi
syariah ijarah.
Obligasi Syariah Mudharabah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad bagi hasil
sedemikian sehingga pendapatan yang diperoleh investor atas obligasi tersebut diperoleh setelah
mengetahui pendapatan emiten.
Obligasi Syariah Ijarah merupakan obligasi syariah yang menggunakan akad sewa sedemikian
sehingga kupon (fee ijarah) bersifat tetap, dan bisa diketahui/diperhitungkan sejak awal obligasi
diterbitkan.

3. Reksa Dana Syariah
Reksa Dana Syariah merupakan Reksa Dana yang mengalokasikan seluruh dana/portofolio
kedalam instrument syariah seperti saham-saham yang tergabung dalam Jakarta Islamic Indeks
(JII), obligasi syariah, dan berbagai instrument keuangan syariah lainnya.
Pangsa pasar reksa dana syariah saat ini makin menunjukkan pertumbuhan yang menjanjikan.
Sejak dari kegiatan perbankan dan investasi syariah yang baru muncul beberapa tahun
belakangan, pertumbuhan reksa dana syariah terus mengalami kenaikan. jumlah tersebut
diproyeksi akan terus meningkat dengan makin banyaknya investor yang kini mulai melirik
berinvestasi di reksa dana syariah yang dianggap lebih menguntungkan.
Fatwa dan Peraturan Pasar Modal Syariah
Ketentuan operasional pasar modal syariah diatur melalui fatwa yang dikeluarkan oleh Dewan
Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN MUI) dan peraturan yang diterbitkan
BAPEPAM-LK, yaitu adalah:
1. No.20/DSN-MUI/IX/2000 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi Untuk Reksa Dana
Syariah.
2. No.32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah.
3. No.33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah Mudharabah.

Sukuk
Sukuk berasal dari bahasa Arab yaitu sak (tunggal) dan sukuk (jamak) yang memiliki arti mirip
dengan sertifikat atau note. Dalam pemahaman praktisnya, sukuk merupakan bukti (claim)
kepemilikan.
Sementara itu, menurut fatwa Majelis Ulama Indonesia No 32/DSN-MUI/IX/2002 sukuk adalah
suatu surat berharga jangka panjang berdasarkan prinsip syariah yang dikeluarkan emiten kepada
pemegang obligasi syariah. Sukuk mewajibkan emiten untuk membayar pendapatan kepada
pemegang obligasi syariah berupa bagi hasil margin/fee, serta membayar kembali dana obligasi
pada saat jatuh tempo.
Sedangkan menurut Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions
(AAOIFI) berpendapat lain mengenai arti sukuk. Menurut organisasi tersebut, sukuk adalah
sebagai sertifikat dari suatu nilai yang direpresentasikan setelah penutupan pendaftaran, bukti
terima nilai sertifikat, dan menggunakannya sesuai rencana. Sama halnya dengan bagian dan
kepemilikan atas aset yang jelas, barang, atau jasa, atau modal dari suatu proyek tertentu atau
modal dari suatu aktivitas inventasi tertentu
Sukuk ritel negara merupakan sukuk yang dikeluarkan oleh pemerintah dan ditujukan bagi
individu warga negara Indonesia. Meski sukuk memiliki pengertian yang sama dengan obligasi
konvensional, tetapi sukuk memiliki perbedaan mendasar. Jika obligasi konvensional tidak
mengharuskan adanya aset yang menjamin (underlying asset), sukuk harus memiliki underlying
asset yang jelas sebagai penjamin.
Instrumen ini pun dijamin oleh pemerintah dan bebas risiko gagal bayar atau tidak dibayar
pemerintah. Sukuk ritel mulai ditawarkan pada 30 Januari hingga 20 Februari 2009 dengan harga
Rp 1 juta per unit. Individu dapat membeli sukuk ritel tersebut minimal Rp 5 juta melalui 13
agen penjualan yang ditunjuk oleh pemerintah. Di antaranya adalah Bank Syariah Mandiri, Bank
Mandiri, BNI Sekuritas, CIMB-GK Securities Indonesia, Citibank, HSBC, Reliance Sekuritas,
Trimegah Securities, Andalan Artha Advisindo Sekuritas, Anugerah Securindo Indah, Bahana
Sekuritas, Danareksa Sekuritas, dan Bank Internasional Indonesia.
Koperasi syariah
Koperasi Syariah merupakan sebuah konversi dari koperasi konvensional melalui pendekatan
yang sesuai dengan syariat Islam dan peneladanan ekonomi yang dilakukan Rasulullah dan para
sahabatnya.
Konsep pendirian Koperasi Syariah menggunakan konsep Syirkah Mufawadhoh yakni sebuah
usaha yang didirikan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih, masing-masing
memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama besar dan berpartisipasi dalam kerja dengan
bobot yang sama pula. Masing-masing partner saling menanggung satu sama lain dalam hak dan
kewajiban.
Dan tidak diperkenankan salah seorang memasukan modal yang lebih besar dan memperoleh
keuntungan yang lebih besar pula dibanding dengan partner lainnya.
Azas usaha Koperasi Syariah berdasarkan konsep gotong royong, dan tidak dimonopoli oleh
salah seorang pemilik modal. Begitu pula dalam hal keuntungan yang diperoleh maupun
kerugian yang diderita harus dibagi secara sama dan proporsional.
Penekanan manajemen usaha dilakukan secara musyawarah (Syuro) sesama anggota dalam
Rapat Anggota Tahunan (RAT) dengan melibatkan seluruhnya potensi anggota yang
dimilikinya.
Kelahiran Koperasi Syariah di Indonesia dilandasi oleh Kepututsan Menteri (Kepmen) Nomor
91/Kep/M.KUKM/IX/2004 tanggal 10 September 2004 Tentang Petunjuk Pelaksanaan Kegiatan
Usaha Koperasi Jasa Keuangan Syariah .

BAB IV KESIMPULAN DAN PENUTUP PEMBAHASAN
Entitas syariah adalah yang melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah yang
dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Perbankan syariah dalam
melakukan kegiatan usahanya berdasarkan prinsip syariah, demokrasi ekonomi, dan prinsip
kehati-hatian. Didalam bank syariah terdapat suatu badan yang tidak ada didalam bank-bank
konvensional yaitu dewan pengawas syariah. Dewan ini memiliki tugas untuk meneliti produk-
produk baru bank syariah dan memberikan rekomendasi terhadap produk-produk baru tersebut
serta membuat surat permnyataan bahwa bank yang diawasinya masih tetap menjalankan
usahada berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Strategi pengenmbangan bank syariah adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia
dibidang perbankan syariah, untuk memicu pengembangan bank syariah, upaya yang lebih
progresif bukan saja dari praktisi tetapi juga dari pemerintah dan ulama yang mendorong
pemenuhan legalitas instrument syariah guna member ruang yang lebih lebar untuk pertumbuhan
bank syariah, pengingkatan kualitas bank syariah perlu dukungan akademisi untuk membangun
kontruksi lembaga keuangan syariah perlu dukungan akademisi untuk membangun kontruksi
lembaga keuangan syariah lebih masuk akal dan diterima banyak pihak, dan butuh sosialisasi
yang lebih agresif mengenai bank syariah









DAFTAR PUSTAKA
http://Ekonomisyariah.com/fikih-ekonomi-syariat/karakteristik-bank-syariat.html
http://primadonakita.blogspot.com/2014/03/skripsi-bank-syariah-perkembangan.html
http://akuntanmaniak.blogspot.com/2011/10/perkembangan-entitas-syariah-dan.html?m=1
http://gustani.blogspot.com/2013/02/karakteristik-bank-syariah.html?m=1
http://sharianomics.wordpress.com/2010/12/12/karateristik-kualitatif-laporan-keuagan-entitas-
syariah-dapat-dibandingkan/

Anda mungkin juga menyukai