Anda di halaman 1dari 3

http://inspirasitabloid.wordpress.

com/2010/07/27/otonomi-desa-di-indonesia-otonomi-asli-atau-tidak-
asli-lagi/
http://waleabesar.blogspot.com/2012/01/otonomi-desa-yang-diakui-dan-di.html
Sejak berlakunya UU No. 32./2004 dan UU 33/2004, implementasi kebijakan otonomi daerah
menjadi fokus Pemerintah Pusat dan Daerah. Disamping menempatkan Provinsi dan
Kabupaten/Kota sebagai sasaran pelaksanaan otonomi, Pemerintah juga memandang bahwa Desa
sudah saatnya melaksanakan otonominya selaian otonomi asli yang ada selama ini. Sistem
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia menganut sistem otonomi bertingkat, yakni Provinsi
memiliki otonomi terbatas. Kabupaten/Kota memiliki otonomi luas dan Desa memiliki otonomi asli.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 200 dan 216
menyatakan bahwa desa di kabupaten/kota memiliki kewenangan-kewenangan yang dapat diatur
secara bersama antara pemerintah desa dan BPD yang dimaksudkan untuk meningkatkan
pelayananan kepada masyarakat. Penyelenggaraan desa yang otonom dengan kewenangan yang
dilimpahkan tersebut pada dasarnya merupakan proses yang terjadi secara simultan dan
berkesinambungan yang memerlukan pengetahuan aparatur daerah tentang kewenangan mereka,
potensi daerah dan menjaring aspirasi masyarakat di wilayahnya. Yang menjadi pertanyaan apakah
otonomi asli sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tersebut masih
ada di desa-desa Indonesia.
1. Unit Analisis dan Wilayah Penelitian
Unit analisis yang diteliti adalah desa sebagai suatu unit pemerintahan di tingkat yang paling
bawah yang dibagi pada beberapa kecamatan yang diambil secara random. Wilayah penelitian
akan meliputi beberapa desa di Provinsi Riau yang berjumlah sebanyak 1318 desa pada tahun akhir
tahun 2005. Dari jumlah populasi tersebut, diambil minimal 5% sebagai desa sampel, yang
selanjutnya dipilih secara systimatic random sampling. Dari populasi yang ada desa-desa yang
menjadi sampel adalah sebagai berikut:Jumlah desa yang dijadikan sampel berjumlah 71 desa
atau 5% dari jumlah populasi dengan rincian sebagai berikut
Otonomi Desa Kontemporer: Otonomi Asli atau Tidak Asli?
Instrumen penelitian bertujuan untuk mendeteksi urusan-urusan pemerintahan apa saja
yang masih dilakukan atau menjadi kewenangan pemerintah desa; apakah masih ada urusan asal
usul, dan jika ada bagaimana pelaksanaannya? Sebagai contoh urusan atau kewenangan kehutanan
dapat dilihat dari data dalam table berikut.
Dari table data dan wawancara langsung di lapangan terlihat bahwa kewenangan bidang
kehutanan dalam hal ini, kewenangan asli desa tidak ada lagi. Dari mereka yang menjawab ya
dalam pelaksanaan kewenangan/urusan kehutanan ini, mereka hanya melaksanakan tugas
pembantuan dari pemerintah kabupaten bahkan pemerintah pusat. Pengelohan hutan desa yang
merupakan urusan otonomi asli desa sudah tidak ada lagi. Pengolahan hutan sudah menjadi urusan
pemerintah pusat sebagai pelaksanaan peraturan perundang-undangan tentang kehutanan. Jadi,
kita melihat kasus per kasus dari semua urusan, mulai pertanian hingga bidang otonomi
pemerintahan, sifat tugas pembantuan yang diberikan dapat dikatakan sebagai tugas pembantuan
semu. Bukan merupakan tugas pembantuan yang sepenuhnya diserahkan kepada desa untuk
mengatur dan mengelola pelaksanaan tugas. Jika ini diteruskan dari tahun ke tahun, slogan
otonomi desa yang bermuara kepada pemberdayaan masyarakat desa hanya akan menjadi
otonomi desa tidak asli lagi.
Masyarakat desa yang otonom adalah masyarakat yang membawa dalam
dirinya sendiri unsur kemerdekaan dan kebebasan. Kebebasan dan
kemerdekaan untuk berperaturan sendiri dan mengatur dirinya sendiri. Tetapi
sifat masyarakat otonom selalu statis.
Otonomi desa, sebaliknya. Ia adalah capaian dari usaha desa yang dilandasi
motivasi. Motivasi untuk berada pada pusat hubungan antar agen atau subjek.
Desa yang memiliki otonomi adalah desa yang memenangkan pertempuran
agenda antar subjek. Desa yang mampu menduduki pusat hubungan,
mempengaruhi tujuan agen yang lain, dan dengan demikian menjadikan
agendanya sebagai agenda umum. Otonomi desa, sejatinya adalah sifat
dinamis desa. Otonomi desa secara sederhana dapat disebut sebut sebagai
identitas kemenangan desa.
Andaian otonomi desa adalah gambaran tentang desa yang mandiri, memiliki
hukum sendiri, memiliki kekayaan sendiri dan mampu memberikan
kesejahteraan, kerukunan dan kedamaian bagi warga desa. Dalam tampilan
lukisan naturalis, desa yang otonom ditandai oleh objek-objek seperti sawah
menguning, gunung menjulang, petani yang meluku, sungai dengan air
gemercik, dan anak-anak kecil berlari hadir pada kanvas berpigura ukiran.
Dalam Undang-Undang Dasar 1945, konsep hak yang bersifat bawaan inilah yang melekat pada daerah
yang bersifat istimewa yang memiliki hak asal-usul. Karena itu, berbeda dengan pemerintah daerah,
desa dengan otonomi desa, yang muncul sebagai akibat diakuinya hak asal usul dan karenanya bersifat
istimewa itu, memiliki hak bawaan. Hak bawaan dari desa sebagai susunan asli itu setidaknya mencakup
hak atas wilayah (yang kemudian disebut sebagai wilayah hak ulayat), sistem pengorganisasian social
yang ada di wilayah yang bersangkutan (sistem kepemimpinan termasuk didalamnya), aturan-aturan
dan mekanisme-mekanisme pembuatan aturan di wilayah yang bersangkutan, yang mengatur seluruh
warga (asli atau pendatang) yang tercakup di wilayah desa yang bersangkutan. Sedangkan pengertian
otonomi desa sesuai dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 yang Kemudian diubah menjadi
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 Tentang Pemerintahan Daerah hanya disarikan secara tersirat dan tidak memberikan definisi
secara umum.
Otonomi Desa merupakan otonomi yang asli, bulat dan Utuh oleh karena itu baik daerah bahkan negara
seharusnya memberikan hak kepada desa yang seluas-luasnya untuk melaksanakan urusan rumah
tangganya sendiri sesuai dengan aspirasi masyarakatnya. Namun tetap berada dalam kerangka Negara
Kesatuan Republik Indonesia.

Berdasarkan uraian tersebut di atas dapat pemaknaan bahwa desa telah ada jauh sebelum Negara
Indonesia terbentuk. Oleh karena itu suatu hal yang sangat wajar apabila adanya pengakuan terhadap
otonomi desa.
Desa memiliki hukumnya tersendiri seperti hukum kebiasaan (hukum adat) yang hidup dan terpelihara
dalam masyarakatnya dan juga memiliki sistem kepengurusan wilayah desanya tersendiri seperti
kepengurusan mengenai pasar desa, lumbung desa, dan lain-lain. Begitu pula desa dalam Kecamatan
Walea Besar Kabupaten Tojo Una-Una juga memiliki adat istiadatnya seperti hukumnya sendiri dan
sistem kepengurusan wilayah desanya tersendiri. Contohnya apabila seseorang terbukti mencuri buah
kelapa atau mencuri ayam, dihukum dengan cara menggantungkan buah kelapa/ayam yang dicurinya
dileher si pencuri tersebut kemudian si pencuri tersebut disuruh berteriak sepanjang jalan dan
disaksikan oleh penduduk desa sambil mengatakan saya pencuri ayam/buah kelapa dan berjanji tidak
akan mengulanginya lagi, atau diberi sanksi lain seperti melakukan penimbunan terhadap jalan-jalan
desa yang rusak atau berlubang. Namun sanksi moral ini di peruntukan bagi pelanggaran-pelanggaran
bisa. Kemudian mengenai kepengurusan wilayah desanya, desa di Kecamatan Walea Besar Kabupaten
Tojo Una-Una melakukan juga kepengurusan/pengelolaan pasar desa ataupun pengelolaan hasil
perkebunan maupun hasil laut untuk kepentingan perekonomian desanya. Namun seiring dengan
perkembangan zaman dan juga pengaruh dampak dari peraturan perundang-undangan nasional (hukum
positif) ataupun dampak dari kebijakan-kebijakan pemerintah daerah, baik hukum adatnya maupun
kepengurusan wilayahnya tidak terlaksana lagi sebagaimana mestinya. Padahal sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan-perundang-undangan dan efektif dilaksanakan maka harus didukung
dan dilindungi karena merupakan wujud otonomi asli bagi desa.

Anda mungkin juga menyukai