Anda di halaman 1dari 21

1

KRISTAL
1. Definisi
Kata "Kristal" berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang dingin
atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan pendapat para
ahli maka, kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta
mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidangnya memenuhi hukum
geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur. Kristal juga
dapat diartikan sebagai suatu padatan yang atom, molekul, atau ion penyusunnya terkemas
secara teratur dan polanya berulang melebar secara tiga dimensi.
Secara umum, zat cair membentuk kristal ketika mengalami proses pemadatan. Pada
kondisi ideal, hasilnya bisa berupa kristal tunggal, yang semua atom-atom dalam padatannya
"terpasang" pada kisi atau struktur kristal yang sama, tapi secara umum kebanyakan kristal
terbentuk secara simultan sehingga menghasilkan padatan polikristalin. Misalnya,
kebanyakan logam yang kita temui sehari-hari merupakan polikristalin.
Struktur kristal mana yang akan terbentuk dari suatu cairan tergantung pada kimia
cairannya sendiri, kondisi ketika terjadi pemadatan, dan tekanan ambien. Proses terbentuknya
struktur kristalin dikenal sebagai kristalisasi.
Meski proses pendinginan sering menghasilkan bahan kristalin, dalam keadaan
tertentu cairannya bisa membeku dalam bentuk non-kristalin. Dalam banyak kasus, ini terjadi
karena pendinginan yang terlalu cepat sehingga atom-atomnya tidak dapat mencapai lokasi
kisinya. Suatu bahan non-kristalin biasa disebut bahan amorf atau seperti gelas. Terkadang
bahan seperti ini juga disebut sebagai padatan amorf, meskipun ada perbedaan jelas antara
padatan dan gelas. Proses pembentukan gelas tidak melepaskan kalor lebur jenis (Bahasa
Inggris: latent heat of fusion). Karena alasan ini banyak ilmuwan yang menganggap bahan
gelas sebagai cairan, bukan padatan. Topik ini kontroversial, silakan lihat gelas untuk
pembahasan lebih lanjut.
Struktur kristal terjadi pada semua kelas material, dengan semua jenis ikatan kimia.
Hampir semua ikatan logam ada pada keadaan polikristalin; logam amorf atau kristal tunggal
harus diproduksi secara sintetis, dengan kesulitan besar. Kristal ikatan ion dapat terbentuk
saat pemadatan garam, baik dari lelehan cairan maupun kondensasi larutan. Kristal ikatan
kovalen juga sangat umum. Contohnya adalah intan, silika dan grafit. Material polimer
umumnya akan membentuk bagian-bagian kristalin, namun panjang molekul-molekulnya
biasanya mencegah pengkristalan menyeluruh. Gaya Van der Waals lemah juga dapat
berperan dalam struktur kristal. Contohnya, jenis ikatan inilah yang menyatukan lapisan-
lapisan berpola heksagonal pada grafit.

Kebanyakan material kristalin memiliki berbagai jenis cacat kristalografis. Jenis dan
struktur cacat-cacat tersebut dapat berefek besar pada sifat-sifat material tersebut.
2

Meskipun istilah "kristal" memiliki makna yang sudah ditentukan dalam ilmu material
dan fisika zat padat, dalam kehidupan sehari-hari "kristal" merujuk pada benda padat yang
menunjukkan bentuk geometri tertentu, dan kerap kali sedap di mata. Berbagai bentuk kristal
tersebut dapat ditemukan di alam. Bentuk-bentuk kristal ini bergantung pada jenis ikatan
molekuler antara atom-atom untuk menentukan strukturnya, dan juga keadaan terciptanya
kristal tersebut. Bunga salju, intan, dan garam dapur adalah contoh-contoh kristal.
Beberapa material kristalin mungkin menunjukkan sifat-sifat elektrik khas, seperti
efek feroelektrik atau efek piezoelektrik. Kelakuan cahaya dalam kristal dijelaskan dalam
optika kristal. Dalam struktur dielektrik periodik serangkaian sifat-sifat optis unik dapat
ditemukan seperti yang dijelaskan dalam kristal fotonik.
Kristal juga dapat didefinisikan sebagai bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan
tembus air serta menuruti hukum-hukum ilmu pasti, sehingga susunan bidang-bidangnya
mengikuti hukum-hukum geometri, jumlah dan kedudukan dari bidangnya tertentu dan
teratur. keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidan-bidang datar
dan rata yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang-bidang
muka kristal. Sudut antar bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya
selalu tetap pada suatu krista. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh
perpotongannya dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa
garis bayangan yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal
tersebut mempunyai satuan panjang yang disebut sebagai garis parameter.
Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung
pengertian sebagai berikut :
1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya

a. Tidak termasuk didalamnya cair dan gas
b. Tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika
c. Terbentuknya oleh proses alam

2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti
hukum geometri :

a. Jumlah bidang suatu kristal selalu tetap
b. Macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap
c. Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap.

Apabila unsur penyusunannya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti
hukum-hukum di atas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak terbentuk oleh proses alam
(dibentuk secara laboratorium), maka zat atau bahan tersebut bukan disebut sebagai kristal
atau nonkristalin.
3

2. Pembentukan Kristal
Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal. Proses
yang dialami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut. Proses ini
juga bergantung pada bahan dasar serta kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut
terbentuk.
Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada
pembentukan kristal :
1. Fase cair ke padat :
kristalilsasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi
alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentukan kristal
akan membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan.

2. Fase gas ke padat (sublimasi) :
kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya
berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada dase ini,
kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena perubahan
lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas vulkanis atau dari
gunung api dan membeku karena perubahan temperatur.

3. Fase padat ke padat :
Proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan temperatur
(deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan susunan unsur kimia
tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang sudah terbentuk
sebelumnya katena terkena tekanan dan temperatur yang berubah secara signifikan.
Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan unsur-unsur fisiknya. Namun,
komposisi dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak adanya faktor lain yang
terlibat kecuali tekanan dan temperatur.





4
3. Sudut Kristalografi
Sudut kristalografi adalah sudut yang dibentuk oleh perpotongan sumbu-sumbu
kristalografi pada titik potong (pusat kristal)

Berikut adalah sudut kristaloografi dari tujuh sistem kristal yang disajikan dalam
bentuk tabel :

1. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal
kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang
lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan sumbu a
= b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu c. Dan
juga memiliki sudut kristalografi = = = 90. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut
kristalnya ( , dan ) tegak lurus satu sama lain (90).
5

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan
nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai
3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas :
Tetaoidal
Gyroida
Diploida
Hextetrahedral
Hexoctahedral
Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite, galena,
halite, Fluorite (Pellant, chris: 1992)
2. Sistem Tetragonal
Sama dengan system Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama.
Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya
lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b c ,
yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan
juga memiliki sudut kristalografi = = = 90. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua sudut
kristalografinya ( , dan ) tegak lurus satu sama lain (90).

6
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem
kristal Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada
sumbu a ditarik garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan
sumbu c ditarik garis dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan).
Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu b.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
Piramid
Bipiramid
Bisfenoid
Trapezohedral
Ditetragonal Piramid
Skalenohedral
Ditetragonal Bipiramid
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil,
autunite, pyrolusite, Leucite, scapolite (Pellant, Chris: 1992)
3. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga
sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120 terhadap satu sama
lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih
panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b = d c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi = = 90 ;
= 120. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut dan saling tegak lurus dan membentuk
sudut 120 terhadap sumbu .

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan
nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6
(nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b = 20 ; d^b+=
7
40. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap sumbu b dan
sumbu d membentuk sudut 40 terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 7:
Hexagonal Piramid
Hexagonal Bipramid
Dihexagonal Piramid
Dihexagonal Bipiramid
Trigonal Bipiramid
Ditrigonal Bipiramid
Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz, corundum,
hematite, calcite, dolomite, apatite. (Mondadori, Arlondo. 1977)
4. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal
Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem
Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk
segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b =
d c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi
tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi = = 90 ; = 120. Hal
ini berarti, pada sistem ini, sudut dan saling tegak lurus dan membentuk sudut 120
terhadap sumbu .

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik
garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^b
= 20 ; d^b+= 40. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20 terhadap
sumbu b dan sumbu d membentuk sudut 40 terhadap sumbu b+.
Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:
Trigonal piramid
Trigonal Trapezohedral
8
Ditrigonal Piramid
Ditrigonal Skalenohedral
Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah tourmaline dan
cinabar (Mondadori, Arlondo. 1977)
5. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang
berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang
sama panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi = = =
90. Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90).

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya
a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30 terhadap sumbu
b.
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
Bisfenoid
Piramid
Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite (Pellant, chris. 1992)
6. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga
sumbu yang dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus
terhadap sumbu c, tetapi sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga
sumbu tersebut mempunyai panjang yang tidak sama, umumnya sumbu c yang
paling panjang dan sumbu b paling pendek.
9
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi = =
90 . Hal ini berarti, pada ancer ini, sudut dan saling tegak lurus (90),
sedangkan tidak tegak lurus (miring).
Gambar 6 Sistem Monoklin
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada
patokan yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini.
Dan sudut antar sumbunya a+^b = 30. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu
a+ memiliki nilai 45 terhadap sumbu b.
Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:
Sfenoid
Doma
Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,
malachite, colemanite, gypsum, dan epidot (Pellant, chris. 1992)
7. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak
saling tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a b c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi =
90. Hal ini berarti, pada system ini, sudut , dan tidak saling tegak lurus
satu dengan yang lainnya.
10

Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^b = 45 ; b^c+= 80. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+
memiliki nilai 45 terhadap sumbu b dan b membentuk sudut 80 terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
Pedial
Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite,
labradorite, kaolinite, microcline dan anortoclase (Pellant, chris. 1992)

4. Sumbu Kristalografi
Sumbu kristalografi adalah suatu garis lurus yang dibuat melalui pusat kristal. Dimana
kristal mempunyai bentuk tiga dimensi, yaitu panjang, lebar, dan tebal atau tinggi. Tetapi
dalam penggambarannya dibuat dua dimensi sehingga digunakan proyeksi orthogonal.



11
MINERAL

Definisi Mineralogi Dan Mineral
Mineralogi adalah salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari mengenai
mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, antara lain mempelajari
tentang sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia, cara terdapatnya, cara terjadinya dan kegunaannya.
Minerologi terdiri dari kata mineral dan logos, dimana mengenai arti mineral mempunyai
pengertian berlainan dan bahkan dikacaukan dikalangan awam. Sering diartikan sebagai
bahan bukan organik (anorganik).
Kata mineral juga memiliki banyak arti, hal ini tergantung darimana kita
meninjaunya. Mineral dalam arti geologi adalah zat atau benda yang terbentuk di alam secara
anorganik, biasanya bersifat padat serta tersusun dari komponen kimia tertentu dan
mempunyai sifat fisik tertentu pula.
Ada begitu banyak definisi mengenai mineral namun ada baiknya jika kita juga
melihat definisi mineral menurut beberapa ahli yaitu :

1. L.G. Berry dan B. Mason, 1959
Mineral adalah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam terbentuk secara
anorganik, mempunyai komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan mempunyai
atom-atom yang tersusun secara teratur.
2. D.G.A Whitten dan J.R.V. Brooks, 1972
Mineral adalah suatu bahan padat yang secara struktural homogen mempunyai
komposisi kimia tertentu, dibentuk oleh proses alam yang anorganik.
3. A.W.R. Potter dan H. Robinson, 1977
Mineral adalah suatu bahan atau zat yang homogen mempunyai komposisi kimia
tertentu atau dalam batas-batas dan mempunyai sifat-sifat tetap, dibentuk di alam dan
bukan hasil suatu kehidupan.

Tetapi dari ketiga definisi tersebut mereka masih memberikan anomali atau suatu
pengecualian beberapa zat atau bahan yang disebut mineral, walaupun tidak termasuk
didalam suatu definisi. Sehingga sebenarnya dapat dibuat suatu definisi baru atau definisi
kompilasi. Dimana definisi kompilasi tidak menghilangkan suatu ketentuan umum bahwa
mineral itu mempunyai sifat sebagai: bahan alam, mempunyai sifat fisis dan kimia tetap dan
berupa unsur tunggal atau senyawa.
Definisi mineral kompilasi: mineral adalah suatu bahan alam yang mempunyai sifat-
sifat fisis dan kimia tetap dapat berupa unsur tunggal atau persenyawaan kimia yang tetap,
pada umumnya anorganik, homogen, dapat berupa padat, cair dan gas .
Mineral adalah zat-zat hablur yang ada dalam kerak bumi serta bersifat homogen,
fisik maupun kimiawi. Mineral itu merupakan persenyewaan anorganik asli, serta mempunyai
susunan kimia yang tetap. Yang dimaksud dengan persenyawaan kimia asli adalah bahwa
mineral itu harus terbentuk dalam alam, karena banyak zat-zat yang mempunyai sifat-sifat
yang sama dengan mineral, dapat dibuat didalam laboratorium. Sebuah zat yang banyak
sekali terdapat dalam bumi adalah SiO
2
dan dalam ilmu mineralogi, mineral itu disebut
kuarsa. Sebaliknya zat inipun dapat dibuat secara kimia akan tetapi dalam hal ini tidak
disebut mineral melainkan zat Silisium dioksida .
Kalsit, adalah sebuah mineral yang biasanya terdapat dalam batuan gamping dan
merupakan mineral pembentuk batuan yang penting. Zat yang dibuat dalam laboratorium dan
12
mempunyai sifat- sifat yang sama dengan mineral kalsit adalah CaCO
3
. Demikian pula
halnya dengan garam-garam yang terdapat sebagai lapisan-lapisan dalam batuan. Garam
dapur dalam ilmu mineralogi disebut halit sedangkan dalam laboratorium garam dapur
disebut dengan natrium-khlorida. Mineral-mineral mempunyai struktur atom yang tetap dan
berada dalam hubungan yang harmoni dengan bentuk luarnya. Mineral-mineral inilah yang
merupakan bagian-bagian pada batuan-batuan dengan kata lain batuan adalah asosiasi
mineral-mineral.
CARA PEMERIAN MINERAL
Sifat-Sifat Fisik Mineral

Macam-macam sifat fisik mineral yang terpenting dalam pengamatan mineral secara
megaskopis adalah:
1. Warna (Colour)
2. Perawakan Kristal (Crystal Habit)
3. Kilap (Luster)
4. Kekerasan Mineral (Hardness)
5. Gores (Streak)
6. Belahan (Cleavage)
7. Pecahan (Fracture)
8. Daya Tahan Terhadap Pukulan (Tenacity)
9. Berat Jenis (Spesific Gravity)
10. Kemagnetan (Magnitisme)
11. Rasa dan Bau (Taste and Odor)
12. Derajat Ketransparanan

Warna (Colour)
Warna mineral adalah warna yang kita tangkap dengan mata bilamana mineral tersebut
terkena sinar. Warna ini penting untuk membedakan antara warna yang disebabkan oleh
campuran atau pengotoran dan warna asli elemen-elemen utama pada mineral tersebut.
Banyak pula mineral yang dinamakan berdasarkan warna mineralnya misalnya ; Albit
(bahasa Yunani albus = putih), Chlorit (bahasa Yunani chloro = hijau), Melanit (bahasa
Yunani melas =hitam), Rhodonit (bahasa yunani rodon = merah jambu), Eritorit (bahasa
Yunani erythos =merah).
Warna mineral dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

a. Idiokromatik, bila warna mineral selalu tetap, umumnya dijumpai pada mineral-mineral
yang tidak tembus cahaya (opak) seperti galena, magnetit, pirit dan lain-lain.
b. Alokromatik, bila warna mineral tidak tetap atau berubah-ubah, tergantung dari
pengotornya. Umumnya terdapat pada mineral-mineral yang tembus cahaya seperti
kuarsa. Kuarsa merupakan mineral yang tidak berwarna namun karena adanya pengotor
maka kuarsa memiliki berbagai variasi warna seperti ungu (amesthyst), merah
jambu (rose quartz), serta coklat kehitaman.


13
Perawakan Kristal (Crystal Habit)
Apabila dalam pertumbuhannya suatu mineral tidak mengalami gangguan apapun,
maka mineral akan mempunyai bentuk kristal yang sempurna. Tetapi bentuk sempurna ini
jarang ditemukan di alam karena gangguan-gangguan tersebut selalu ada. Mineral yang
dijumpai di alam sering memiliki bentuk yang tidak berkembang sebagaimana mestinya,
sehingga sulit untuk mengelompokan mineral ke dalam sistem kristalografi atau biasa disebut
dengan amorf. Sebagai gantinya dipakai istilah perawakan kristal (Crystal Habit), bentuk
khas mineral ditentukan oleh bidang yang membangunnya, termasuk bentuk dan ukuran
relatif bidang-bidang tersebut.

Perawakan kristal dibagi menjadi 3 golongan besar yaitu:

Perawakan Memanjang (Elongated Habits):
a. Meniang (Columnar), bentuk kristal prismatik yang menyerupai bentuk tiang.
Contohnya tourmaline, pyrolucite, wollastonite.
b. Menyerat (Fibrous), bentuk kristal yang menyerupai serat-serat kecil.
Contohnya asbestos, gipsum, sillimanite, tremolite, phyrophillite.
c. Menjarum (Acicular), bentuk kristal yang menyerupai jarum-jarum kecil.
Contohnya natrolite, glaucophane.
d. Menjaring (Reticulated), bentuk kristal yang kecil panjang yang tersusun
menyerupai jaring. Contohnya rutile, cerussite.
e. Membenang (Filliform), bentuk kristal kecil-kecil yang menyerupai benang.
Contohnya silver.
f. Merambut (Cappilery), bentuk kristal yang kecil-kecil menyerupai rambut.
Contohnya cuprite, bysolite.
g. Mondok (Stout), bentuk kristal pendek, gemuk, sering terdapat pada kristal-
kristal dengan sumbu c lebih pendek dari sumbu lainnya. Contohnya zircon.
h. Membintang (Stellated), bentuk kristal yang tersusun menyerupai bintang.
Contohnya phyrophyllite.
i. Menjari (Radiated), bentuk kristal yang tersusun menyerupai jari-jari.
Contohnya markasit.

Perawakan Mendatar (Flattened Habits):
a. Membilah (Bladed), bentuk kristal yang panjang dan tipis menyerupai bilah
kayu, dengan perbandingan antara lebar dan tebal sangat jauh. Contohnya
kyanite, kalaverit.
b. Memapan (Tabular), bentuk kristal pipih menyerupai bentuk papan, dimana
perbandingan lebar dan tebal tidak terlalu jauh. Contohnya barite, hematit,
hypersthene.
c. Membata (Blocky), bentuk kristal tebal menyerupai bentuk bata, dengan
perbandingan antara tebal dan lebar hampir sama. Contohnya microcline.
d. Mendaun (Foliated), bentuk kristal pipih dengan melapis (lamellar) perlapisan
yang mudah di kupas atau dipisahkan. Contohnya mika, talc, chlorite.
e. Memencar (Divergent), bentuk kristal yang tersusun menyerupai bentuk kipas
terbuka. Contohnya gipsum, millerite.
14
f. Membulu (Plumose), bentuk kristal yang tersusun membentuk tumpukan bulu.
Contohnya mica.

Perawakan Berkelompok (Rounded Habits):
a. Mendada (Mamilarry), bentuk kristal bulat-bulat menyerupai buah dada.
Contohnya malachite.
b. Membulat (Colloform), bentuk kristal yang menunjukan permukaan yang bulat-
bulat. Contohnya glauconite, cobaltite, bismuth, geothite, franklinite.
c. Membulat Jari (Colloform Radial), bentuk kristal yang membulat dengan
struktur dalam memencar menyerupai bentuk jari. Contohnya pyromorphite.
d. Membutir (Granular), kelompok kristal kecil yang membentuk butiran.
Contohnya olivine, anhydrite, chromite, sodalite,alunite.
e. Memisolit (Pisolitic), kelompok kristal lonjong sebesar kerikil, seperti kacang
tanah. Contohnya gibbsite, pisolitic, limestone.
f. Stalaktit (Stalactitic), bentuk kristal yang membulat dengan litologi gamping.
Contohnya geothite.
g. Mengginjal (Reniform), bentuk kristal yang menyerupai bentuk ginjal.
Contohnya hemathite.

Kilap (Luster)
Adalah kenampakan hasil pantulan cahaya pada permukaan mineral. Hal ini tergantung
pada kualitas fisik permukaan (kehalusan dan transparasi). Kilap dibedakan menjadi dua,
yaitu kilap logam dan kilap nonlogam. Kilap logam memberikan kesan seperti logam bila
terkena cahaya. Kilap ini biasanya dijumpai pada mineral-mineral yang mengandung logam
atau mineral bijih, seperti emas, galena, pirit, kalkopirit. Kilap nonlogam tidak memberikan
kesan seperti logam jika terkena cahaya. Kilap non logam biasanya terlihat pada mineral-
mineral yang mempunyai warna-warna muda dan dapat melukiskan cahaya pada bagian-
bagian yang tipis.

Kilap jenis ini dapat dibedakan menjadi :
1. Kilap kaca (vitreous luster)
Kilap seperti pada pecahan kaca. Contohnya kwarsa, flourit, halit, karbonat, sulfat, silikat,
spinel, corundum, garnet, leucit.
2. Kilap intan (adamantine luster)
Kilap yang sangat cemerlang seperti berlian. Contohnya intan, zircon, kasiterit, rutil.
3. Kilap damar (resinous luster)
Kilap seperti pada damar, kombinasi dari warna kuning dan coklat. Contohnya sfalerit,
monasit.
4. Kilap lemak (greasy luster)
Kilap seperti lemak, seakan-akan berlapis dengan lemak. Contohnya nefelin, halit yang
sudah berhubungan dengan udara bebas.

15

5. Kilap sutera ( silky luster)
Kilap seperti sutera, biasanya terdapat pada mineral-mineral yang menyerat. Conthnya
aktinolit, asbes, serpenten dan gips.
6. Kilap mutiara ( pearly luster)
Kilap seperti mutiara, biasanya terlihat pada bidang-bidang belah dasar. Contohnya talk,
mika, opal, brukit, gips yang kristalnya kasar.
7. Kilap tanah (earthy luster)
Kilap yang biasanya terlihat pada mineral-mineral yang kompak. Contohnya, diatomea,
bauksit, kaolin, pirolusit, limonit.
8. Kilap lilin (waxy luster)
Kilap seperti lilin. Contohnya serpenten, cerargirit.
Kekerasan Mineral (Hardness)
Kekerasan mineral diperlukan untuk mendapatkan perbandingan kekerasan mineral satu
terhadap mineral yang lain, dengan cara mengadakan saling gores antar mineral. Perlu
diketahui bahwa kekerasan mineral ke segala arah ditentukan oleh parameter tiap-tiap poros
kristalografinya. Sehingga untuk mineral satu mungkin ke segala arah sama keras dan untuk
mineral lainnya tidaklah demikian. Untuk menguji kekerasan yang lazim ditentukan dengan
menggunakan skala kekerasan Mosh yang terdiri dari 10 macam kekerasan berturut-turut dari
yang terlunak sampai yang terkeras.
Dalam keadaan lain dapat juga terjadi umpama suatu mineral katakanlah tergores
oleh kwarsa tetapi tidak tergores oleh ortoklas, di sini kita hadapi mineral yang memepunyai
kekerasan 6.
Janganlah menguji pada satu muka mineral saja, tetapi juga pada bagian muka
lainnya, sebab kemungkinan mineral tersebut kekerasannya tidak seragam pada segala arah.
Tabel 3.1 Skala Kekerasan Mohs
Kekerasan Mineral Keterangan
1
2
3
4

5
6
7
8
9
10
Talk (Mg
3
Si
4
O
10
(OH)
2
)
Gipsum (CaSO
4
.2H
2
O)
Kalsit (CaCO
3
)
Flourit (CaF
2
)
Apatit (Ca
5
(PO
4
)
3
(OH,Cl,F))
Ortoklas (KAlSi
3O
8)
Kwarsa (SiO
2
)
Topas (Al
2
SiO
4
(OH,F)
2

Korondom (Al
2
O
3
)
Intan (C)
Tergores kuku
Tergores kuku, kekerasan kuku =2
Tergores pecahan botol, atau pisau
Tergores pecahan botol, atau pisau
Tergores dengan sukar oleh pisau
Tergores pisau atau pecahan botol.
Tergores pisau
Tergores pisau
Tergores pisau
Tergores pisau

16
Sebagai perbandingan dari skala tersebut di atas , maka di bawah ini akan disajikan
beberapa alat penguji sederhan standar kekerasan yaitu :
a. Kuku jari manusia, H=2,5
b. Kawat tembaga, H=3
c. Pecahan kaca, H=5,5-6
d. Pisau baja, H=5,5-6
e. Kikir baja, H=6,5-7

Bilamana suatu mineral tidak tergores oleh kuku manusia tetapi oleh kawat tembaga,
maka mineral tersebut mempunyai kekerasan antara 2,5 dan 3.

Gores (Streak)
Adalah warna mineral dalam bentuk bubuk atau serbuk. Hal ini dapat diperoleh bila
mineral digoreskan pada keping porselen, atau dengan menumbuk mineral hingga menjadi
bubuk, kemudian warna bubuk itu diamati. Gores atau cerat dapat sama atau berbeda dengan
warna mineral. Umumnya warna gores tetap walaupun warna mineralnya berubah-ubah.

Contohnya :
a. Pirit, berwarna kekemasan namun jika digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan
cerat berwarna hitam.
b. Hematite, berwarna merah namun jika digoreskan pada plat porselin akan meninggalkan
cerat berwarna merah kecoklatan.
c. Augite, ceratnya berwarna abu-abu.
d. Orthoklas, ceratnya berwarna putih.

Belahan (Cleavage)
Belahan adalah kecenderungan dari beberapa mineral untuk pecah atau membelah
melalui bidang lemah yang terdapat pada struktur kristalnya. Yang dimaksud dengan belah di
sini adalah bila mineral dipukul tidak hancur tetapi terbelah-belah melalui bidang-bidang
belah yang licin. Bidang belahan umumnya sejajar dengan bidang tertentu dari mineral
tersebut.

Belahan dibagi berdasarkan bagus tidaknya permukaan bidang belahan, yaitu :
1. Sempurna (perfect)
Bila mineral mudah terbelah melalui arah belahan yang merupakan bidang yang rata dan
sukar pecah selain melalui bidang belahannya. Contohnya muscovite, calcite, galena,
halite.
2. Baik (good)
Bila mineral mudah terbelah melalui bidang belahannya yang rata, tetapi dapat juga
terbelah tidak melalui bidang belahannya. Contohnya: feldspar, augite, hyperstene,
diopsite, rhodonite.
3. Jelas (distinct)
17
Bila bidang belahan mineral dapat terlihat jelas, tetapi mineral tersebut sukar membelah
melalui bidang belahannya dan tidak rata. Contohnya: hornblende, feldspar, staurolite,
scapolite, , anglesite, scheelite.
4. Tidak jelas (indistinct)
Bila arah belahan mineral masih terlihat, tetapi kemungkinan untuk membentuk belahan
dan pecahan sama besar. Contohnya: platina, beryl, gold, corondum, magnetite.
5. Tidak sempurna (imperfect)
Bila mineral sudah tidak terlihat arah belahannya, dan mineral akan pecah dengan
permukaan yang tidak rata. Contohnya: apatite, cassiterite, native sulphu

Berdasarkan banyaknya belahan pada mineral, belahan dapat dibagi menjadi :
a. Belahan 1 arah, contohnya muskovit.
b. Belahan 2 arah saling tegak lurus, contohnya feldspar.
c. Belahan 2 arah tidak saling tegak lurus, contohnya amphibol.
d. Belahan 3 arah saling tegak lurus, contohnya halit, galena.
e. Belahan 3 arah tidak saling tegak lurus, contohnya kalsit.
f. Belahan 4 arah, contohnya flourit.

Pecahan (Fracture)
Adalah kemampuan mineral untuk pecah melalui bidang yang tidak rata dan tidak
teratur. Apabila suatu mineral mendapatkan tekanan yang melampaui batas plastisitas dan
elastisitasnya maka mineral tersebut akan pecah.

Pecahan dapat dibedakan menjadi:
1. Pecahan konkoidal (Conchoidal)
Pecahan yang memperlihatkan gelombang yang melengkung di permukaan. Bentuknya
menyerupai pecahan botol atau kulit bawang. Contohnya: quartz, cerrusite, anglesite,
obsidian, rutile, zincite.
2. Pecahan berserat/fibrus (Splintery)
Pecahan mineral yang menunjukkan kenampakanseperti serat. Pecahan mineral yang
hancur menjadi kecil-kecil dan tajam menyerupai benang atau berserabut. Contohnya
asbes, augit, fluorite, anhydrite, antigoite, hipersten, sepertine.
3. Pecahan tidak rata (Uneven)
Pecahan mineral yang memperlihatkan permukaan bidang pecahnya tidak teratur dan kasar
dengan ujung-ujung yang runcing. Contohnya: calcite, garnet, hematite, kalkopirit,
magnetit, marcasite, chromite, orthoclas, rutile, rhodonite.
4. Pecahan rata (Even)
Pecahan mineral dengan permukaan bidang pecah kecil-kecil dengan ujung pecahan masih
mendekati bidang datar. Contohnya lempung, biotite, talc, muscovite.
5. Pecahan Runcing (Hacly)
18
Pecahan mineral yang permukaannya tidak teratur, kasar, dan ujungnya runcing-runcing.
Contohnya: mineral kelompok logam murni.
6. Pecahan tanah (Earthy)
Pecahan mineral yang hancur seperti tanah. Contohnya: kaolin, biotite, muscovite, talc.

Daya Tahan Terhadap Pukulan (Tenacity)
Tenacity adalah reaksi mineral terhadap gaya yang mengenainya, seperti penekanan,
pemotongan, pembengkokan, pematahan, pemukulan, ataupun penghancuran. Tenacity dapat
dibedakan menjadi :

1. Rapuh (Brittle)
Apabila mineral mudah hancur menjadi tepung halus. Contohnya: calcite, quartz,
marcasite, hematite.
2. Dapat Diiris (Sectile)
Apabila mineral mudah dipotong dengan pisau dengan tidak berkurang menjadi tepung.
Contohnya: gypsum, cerargyrite.
3. Dapat Dipintal (Ductile)
Dapat ditarik dan diulur seperti kawat. Bila ditarik akan menjadi panjang, dan apabila
dilepaskan akan kembali seperti semula. Contohnya: silver, copper, olivine, cerrargyrite.
4. Dapat Ditempa (Malleable)
Apabila mineral ditempa dengan palu akan menjadi pipih. Contohnya: gold, copper.
5. Lentur (Elastis)
Dapat merenggang bila ditarik, dan akan kembali seperti semula bila dilepaskan.
Contohnya: talc, gypsum, mica.
6. Fleksibel (Flexible)
Apabila mineral dapat dilengkungkan kemana-mana dengan mudah. Contohnya:
muscovite, hematite tipis.

Berat Jenis (Spesific Gravity)
Berat jenis adalah angka perbandingan antara berat suatu mineral dibandingkan dengan
berat air pada volume yang sama. Cara yang umum untuk menentukan berat jenis yaitu
dengan menimbang mineral tersebut terlebih dahulu, misalnya beratnya x gram. Kemudian
mineral ditimbang lagi dalam keadaan di dalam air, misalnya beratnya y gram. Berat
terhitung dalam keadaan di dalam air adalah berat mineral dikurangi dengan berat air yang
volumenya sama dengan volume butir mineral tersebut.
Rumus perhitungan berat jenis yaitu :
Selain menggunakan rumus perhitungan di atas, berat jenis juga dapat dihitung dengan
cara:

a. Dengan Piknometer
19
Mineral ditimbang, misal beratnya = G gram. Piknometer penuh air dan mineral (diluar
piknometer) bersama-sama ditimbang beratnya = p gram. Piknometer penuh air dimasuki
mineral kemudian ditimbang beratnya = q gram.
Berat air yang tumpah = (p-q) gram.
Volume air yang tumpah = (p-q) cm
3
.
Jadi berat jenis mineral = gram/cm
3


b. Dengan Gelas Ukur
Mineral ditimbang misal beratnya =G gram.
Mineral diukur volumenya dengan gelas ukur misalnya = V cm
3
.
Jadi berat jenis mineral = gram/cm
3


Dilapangan agak sulit menentukan dengan pasti berat jenis mineral, biasanya dengan
perkiraan yaitu berat, sedang atau ringan. Beberapa mineral yang dapat dipakai sebagai
perbandingan misalnya ; silikat, karbonat, sulfat dan halide yang memiliki berat jenis berkisar
antara 2,2 4,0 gram/cm
3
serta bijih logam, termasuk sulfide, dan oksida yang memiliki
berat jenis berkisar antara 4,5 7,5 gram/cm
3
.

Kemagnitan (Magnitisme)
Kemagnitan adalah sifat mineral terhadap gaya tarik magnit. Mineral dikatakan
sebagai Ferromagnetik bilamana mineral dengan mudah tertarik gaya magnetik, seperti
mineral Magnetit dan Pyrrotite. Mineral-mineral yang menolak gaya magnit disebut
mineral Diamagnetik, dan mineral yang hanya tertarik lemah dikatakan
sebagai Paramagnetik.
Untuk melihat apakah mineral mempunyai sifat magnetik atau tidak, kita gantungkan
pada seutas benang sebuah magnit dan dengan sedikit demi sedikit mineral kita dekatkan
padanya. Bila benang bergerak mendekatinya berarti mineral tersebut Magnetik. Kuat
tidaknya bisa terlihat dari besar kecilnya sudut yang dibuat benang tersebut dengan garis
vertkal.


Rasa dan Bau (Taste and Odor)
Rasa hanya dijumpai oleh mineral-mineral yang bersifat cair seperti :
1. Astringet : rasa yang pada umumnya dimiliki oleh sejenis logam
2. Sweetist astringet : rasa seperti pada tawas
3. Saline : rasa yang dimiliki garam
4. Alkaline : rasa seperti pada soda
5. Bitter : rasa seperti rasa garam pahit
6. Cooling : rasa seperti rasa sendawa
7. Sour : rasa seperti asam belerang

Bau (odor) dapat diketahui melalui gesekan dan penghilangan dari beberapa zat yang
bersifat volatile melalui pemanasan atau melalui penambahan suatu asam, maka kadang-
kadang bau (odor)akan menjadi ciri yang khas dari suatu mineral. Contohnya :
1. Alliaceous : bau seperti bawang
20
2. Sulphurous : bau belerang yang sangat menyengat
3. Bituminous : bau seperti bau aspal
4. Fetid : bau seperti telur busuk
5. Argillaceous : bau seperti lempung basah

Derajat Ketransparanan
Transparansi menggambarkan seberapa baik cahaya melewati sampel mineral. Derajat
ketransparanan mineral ini dibedakan menjadi :
1. Transparan Mineral
Mineral-mineral yang tembus pandang sehingga suatu obyek dapat terlihat jelas
melalui cahaya yang menembus potongan mineral tersebut. Contohnya kuarsa.
2. Sub-Transparan Mineral
Mineral-mineral yang tidak terlalu tembus pandang sehingga obyek sulit terlihat.
3. Translucent Mineral
Mineral-mineral yang tembus cahaya tetapi tidak tembus pandang atau obyek tidak
terlihat. Contohnya kalsedon, gipsum dan kadang-kadang opal.
4. Sub- Translucent Mineral
Mineral-mineral yang hanya dapat meneruskan cahaya hanya pada tepi kristal.
5. Opaque Mineral
Mineral-mineral yang tidak tembus cahaya dan tidak tembus pandang atau obyek tidak
terlihat. Mineral-mineral ini permukaannya memiliki kilau metalik, dan meninggalkan bekas
hitam atau gelap. Contohnya logam-logam mulia, belerang, ferric oksida.



















21
Daftar Pustaka :
1. http://geologistl.blogspot.com/ (Kamis, 17 September 2014. 20:00 WIB)
2. http://medlinkup.wordpress.com/ (Kamis, 17 September 2014. 20:00 WIB)

Anda mungkin juga menyukai