Kepentingan: Studi ini menunjukkan faktor- faktor yang mempengaruhi hipertrofi tonsil lngual (LTH) pada gangguan nafas saat tidur.
Objektif: Untuk mengidentifikasifaktor- factor yang berhubungan dengan LTH pada orang dewasa yang mengalami gangguan nafas saat tidur.
Desain: Analisis Retrospektif
Setting: Academic Tertiary Referral Centre
Partisipan: 97 pasien dewasa dengan gangguan obstruksi sleen apnea yang mendatangi Departement of Otolaryngology sleep clinic, dari bulan februari 2009 sampai dengan agustus 2011.
Intervensi: Semua pasien menjalani WatchPAT (peripheral arterial tone) examination, pemeriksaan endoskopi saluran nafas atas, radiografi skull lateral simple dan MRI dari saluran nafas bagian atas.
Hasil Utama dan Pengukuran: Faktor prognosis indikasi LTH pada orang dewasa yang mengalami gangguan nafas saat tidur.
Hasil: total yang yang tergabung dalam studi 97 subjek. Nilai median apnea hypopnea indeks 16,5/h (7,6/h- 27,5/h). Nilai medianketebalan tonsil yang terukur melalui MRI 3,6 mm (1,9- 5,2 mm) dan 4,9 mm (2,9- 6,7 mm) pada midline dan paramidline dasar lidah, dengan tingkat kepercayaan (p,0,001). Lringofaringeal refluks terjadi pada 32 pasien. garde endoskopi sama dengan radiografi skull lateral simple (k= 0,731; p<0,001). ketebalan tonsil lingual yang terukur oleh MRI berkorelasi dengan grade LTH pada endoskopi (p<0,001). Multivariasi analisis menunjukkan bahwa laringofaringeal refluks (p<0,001) dan IMT (p= 0,046) menjadi faktor signifikan yang berhubungan dengan LTH melalui pengukuran menggunakan MRI.
Kesimpulan dan Relevansi: refluks skor dan IMT secara signifikan berhubungan dengan LTH pada dewasa yang mengalami gangguan nafas saat tidur, dimana parameter respirasi tidak berhubungan dengan LTH
Tonsil lidah merupakan bagian cincin Waldayer bersama dengan tonsil palatine, adenoid, tubal tonsil, dan berkas lateral faring. Hipertrofi tonsil lidah memiliki beberapa implikasi seperti disfagia, obstruksi jalan nafas bagian atas, kesulitan intubasi, dan kesulitan untuk endoskopi gastrointestinal karena lokasi dari tonsil lidah ini adalah di bagian dasar lidah. Pada kenyataanya, hipertrofi tonsil lidah ini difikirkan menjadi factor penting dalam perkembangan gangguan nafas saat tidur yang termasuk di dalamnya adalah mendengkur dan obstructive sleep apnea (OSA). beberapa penyebab yang berkontribusi terhadap hipertrofi tonsil lidah adalah seperti hiperplasi limfoid reaktif karena tindakan adenotonsilektomi sebelumnya, refluks laringofaringeal, obesitas, dan penggunaan obat- obatan seperti phenitoin. Evaluasi dari hipertrofi tonsil lidah dapat ditunjukkan melalui pemeriksaan endoskopi, magnetic resonance imaging (MRI), computed tomography (CT), atau radiografi foto skull lateral. Ada beberapa studi yang menunjukkan analisis sistematik dari multiple factor yang berhubungan dengan hipertrofi tonsil lidah pada orang dewasa. Studi ini ditujuksn untuk mengidentifikasi factor- factor yang berhubungan dengan hipertrofi tonsil lidah pada orang dewasa dengan gangguan nafas saat tidur.
METODE Subjek Subjek yang menjalani pemeriksaan skrining apnea saat tidur di Gangnam Healthcare Centre of Seoul National University Hospital dari bulan Februari 2009 sampai dengan Agustus 2011 dimasukkan dalam studi ini. Semua subjek ini mengeluhkan kebiasaan mendengkur atau apnea saat tidur. Kriteria aksklusi yang diiukuti adalah: usia < 19 tahun, ada aritmia cardiac, penggunaan -adrenegic receptor blocker, riwayat bilateral cervical atau thoracic sympathectomy, dan periferal vasculopati atau neuropati. Studi ini disetujui oleh Institutional review board dari Seoul National University Bundang Hospital.
Protokol Studi Pemeriksaan Skrining apnea saat tidur termasuk dalam WatchPAT (peripheral arterial tone) (Itamar Medical Ltd) ditunjukkan di rumah dan pemeriksaan endoskopi saluran nafas atas (termasuk cavum nasi, cavum oris, orofaring, laring, dan hipofaring), foto skull lateral, dan MRI saat tidur yang ditunjukkan di Gangnam Cetre. Parameter yang berlaku adalah adamya factor respirasi, posisi tidur, oksigen desaturasi, dan dengkuran.
Evaluasi dari Hipertrofi Tonsil Lidah Tonsil lidah yang ditentukan grade melalui endoskopi ada pada skala 0 sampai dengan 4 yang berdasarkan distribusi dan jarak penglihatan dari valekula dan epiglottis yang dilakukan pemeriksa endoskopi secara buta dengan penonjolan lidah: grade 0= tidak ada tonsil, grade 1= spot jaringan tonsil dengan dasar vascular lidah terlihat, grade 3=jaringan tonsil difus dengan valekula yang terlihat, grade 4= jaringan tonsil yang difus dengan epiglottis yang terlihat. (Gambar 1)
tonsil lidah juga dapat ditentukan grade nya melalui radiografi dari skala 1 sampai dengan 4 berdasarkan ukuran dan jarak penglihatan mereka dari valekula oleh radiologis secara buta melalui simple foto skull lateral: grade 1=ketidakaturan minimal pada dasar lidah dengan tonsial lidah terlihat opak dan valekula terlihat secara utuh, grade 2= tonsil lidah tampak opak dengan sebagian valekula mengalami obstruksi, grade 3= tonsil lidah tampak opak dengan semua valekula mengalami obstruksi, grade 4= tonsil lidah tampak opak dengan perluasan hingga epiglottis. (Gambar 1) Semua pasien menjalani pemeriksaan sleep- study MRI pada saluran nafas atas seperti digambarkan di tempat lain. Untuk dinamik pemeriksaaan saluran nafas, presedasi dan postsedasi gmabaran MRI diberlakukan, tetapi hanya aksial presedasi yang digunakan untuk studi ini. Subjek diletakkan dalam posisi supinasi dengan kepala dan leher mereka dalam posisi netral. Mereka diisntruksikan untuk bernafas secara natural. gambaran MRI akan dievaluasi oleh sleep-spesialist (J.- W.K) dan radiologist (E.K) yang secara buta menentukan hasil dari WatchPAT tes, endoskopim dan simple radiografi. Tonsil lidah menunjukkan tanda intensitas yang tinggi pada aspek posterior dari dasar lidah dengan gambaran T2. Ketebalan tonsil lidah termasuk mukosa dasar lidah yang diukur dengan dimensi anterior- posterior, dimana tanda intesitas tertinggi pada sebagian dasar lidah. ketebalan dari mukosa ini diukur. (Gambar 2). Ktebalan jaringan dari tonsil lidah ini diperoleh dari ketebalan substraksi mukosa di midline dan paramidline dasar lidah.
Evaluasi dari Laringofaringeal Refluks Semua pasien menjalani pemeriksaan laryngeal endoskopi. Penemuan endoskopi yang dievaluasi berdasarkan sistem skor refluks, yang terdiri dari 8 item penemuan endoskopi. Pasien dengan skor refluks > 7 didiagnosis sebagai laringofaringeal refluks.
Analisis Statistik Semua parameter dievaluasi untuk kenormalannya menggunakan Kolmogorov- Smirnov tes. Ketika data yang ditemukan sebarannya normal dibuat dalam IQR (interquartile range). perbandingan anatara 4 grup ditunjukkan menggunakan Kriskal wallis tesuntuk variable berkelanjutan dan 2 untuk variable tersendiri. Data non parameter menggunakan Wilcoxon rank tes. Analisis regresi multiple digunakan sebagai determinasi dan predictor signifikan di antara demografi, respirasi, endoskopi, dan radiografi parameter yang berhubungan dengan LTH. analisis statistic menggunakan software SPSS18.0 (SPSSInc.). P< 0,05 adalah nilai yang signifikan.
HASIL Karakteristik Sampel Total subjek yang digunakan 97 orang (13 wanita) pada studi ini. rata- rata usisa mereka 52 tahun (IQT 47-57 tahun), indeks masa tubuh 25,8 (IQR 23,9- 26,8), apnea hipopnea index (AHI) 16,5/h (IQR 7,6/h 27,5/h), supinasi AHI 26,4/h (IQR 12,5/h- 45,0/h), indeks desaturasi oksigen 11,1 (3,6- 20,2), minimal saturasi oksigen 85% (81%- 88%), kerasnya dengkur 46dB (IQR 44- 50 dB)., dan persentase dari waktu tidur dengan dengkur lebih keras dari 45dB adalah 38,5% (21,1%- 63,8%). 32 subjek mengalamai laringofaringeal refluks. Semua pasien dibagi dalam 4 grup berdasarkan keparahan gangguan nafas saat tidur. 12 pendengkur simple (AHI , 5/h), 30 pasien dengan mild OSA (AHI 5/h sampai dengan , 15/h), 35 pasien dengan moderate OSA (AHI 15/h , 30/h), dan 20 dengan severe OSA (AHI 30/h). demografi, respirasi dan katrakteristik radiografi ditunjukkan pada Tabel 1. adanya laringofaringeal refluks tidak berbeda signifikan pada 4 grup OSA (p = 0,10).
Ketebalan Tonsil Lingual Rata- rata ketebalan tonsil lingual yang terukur melalui MRI adala 3,6 mm (1,9- 5,2 mm) dan 4,9 mm (2,9- 6,7 mm) pada midline dan paramidline dasar lidah, dengan tingkat kepercayaan p< 0, 001. mean dari ketebalan midline dan paramidline tonsil lingual tidak berbeda signifikan pada ke empat grup (p= 0,74) (Tabel 1). Endoskopi, 36 pasien dengan grade LTH 1, 40 dengan grade LTH 1 dan 21 orang dengan grade LTH 3. pemeriksaan radigrafi skull lateral menunjukkan bahwa 43 subjek memeiliki grade LTH 1, 31 orang grade 2, dan 23 orang grade 3. grade dari LTH setuju dengan grade radiografi (Cohen k coeficient= 0,731, p < 0.001) (Tabel 2).
Mean ketebalan midline dan paramidline tonsil lingual yang diukur melalui MRI adalah 2,5 mm (1,6- 3,0 mm), 4,9 mm (3,0- 5,5 mm) dan 8,1 mm (6,5- 9,1) pada endoskopi LTH grade 1, 2 dan 3, dengan angka kepercayaan (p< 0,001) (Gambar 3).
Multivariasi Analisis Prediksi LTH Melalui analisis regresi multiple, parameter predictor signifikan mempenngaruhi ketebalan tonsil lingual yang diukur melalui MRI dengan yang teridentifikasi. (Tabel 3). Di antara karakteristik demografi, umur dan gender tidak memiliki efek signifikan pada LTH, tetapi IMT secara signifikan mempengaruhi ketebalan lingual tonsil (= 0,189 dan p- 0.046). Semua variable respirasi seperti AHI, AHI dalam posisi supinasi,saturasi oksigen minimal, dan kekerasan atau prporsi dari dengkuran tidak menunjukkan efek yang signifikan terhadap ketebalan lingual tonsil yang terukur oleh MRI. Variabel lain yang mempengaruhi secara signifikan adalah skor refluks> 7 (=0,381, p=<0,001).
DISKUSI Lingual tonsil diketahui sebagai salah satu struktur anatomi yang ikut dalam pathogenesis OSA. sejauh ini, banyak studi tentang tonsil lngual yang telah dilakukan pada anak- anak. Pembesaran tonsil lingual yang tidak biasa dan kadang perlu diterapi karena menyebabkan OSA, pada kenyataannya pada anak- anak dengan Down Syndrome yang menjalani adenotonsilektomi. Pada studi yang membandingkan anak- anak dengan persisten OSA setelah adenotonsilektomi dan anak- anak tanpa OSA dengan pemebedahan yang sama sebelumnya, prevalensi menunjukkan lingual tonsil yang terukur secara signifikan lebih tinggi pada anak- anak dengan OSA. Sebuah seri kasus dari 26 anak- anak dengan polisomniografi terbukti bahwa OSA setelah adenotonsilektomi menunjukkan stage kedua dari lingual tonsil yang menurunkan indeks distress respirasi dari 14,8 menjadi 8,1. Lingual tonsil dapat mengalami hipertrofi sebagai kompensasi setelah tonsilektomi. Sebuah studi menunjukkan bahwa anak- anak tanpa tonsil palatine (karena tonsilektomi sebelumnya) memiliki prevalensi yang tinggi terkena lingual tonsil (78% vs 22%). Kasus lainnya juga menunjukkan kemungkinan penyebab LTH seperti laringofaringeal refluks, obesitas, dan penggunaan mekadikasi seperti pheitoin. Sebagai pengetahuan, ada studi yang telah dilakukan menunjukkan factor- factor yang mempengaruhi LTH pada dewasa dengan gangguan nafas saat tidur. LTH ini menyebabkan obstruksi pada hipofaring sehingga juga menjadi alasan kegagalan dari pemebedahan faringeal pada OSA yang menyerang orang dewasa. Multivariasi analisis kami menunjukkan bahwa ketebalan lingual tonsil secara signiffikan berhubungan dengan refluks skor. Sebuah studi juga menunjukkan bahwa adanya prevalensi nasofaringeal refluks pada orang dewasa dengan severe LTH dibandingkan dengan mild dan moderate LTH. pada artikel pertama yang menganalisis hubungan LTH dengan OSA pada populasi luas pada pasien dewasa telah dipublikasikan. LTH tidak ditemukan pada dewasa tanpa laringofaringeal refluks dan atau OSA. Mekanisme hubungan antara laringofaringeal refluks dan LTH tidak diketahui. Diduga mukosa laring rusak oleh pepsi dan asam lambung., jaringan limfoid dari lingual tonsil juga rusak dan iflamasi karena asam lambung dan pepsin. Hubungan anatara LTH dan laringofaringeal refluks juga ada pada anak- anak. Pada analisis regresi multiple kami, tidak menunjukkan hubungan signifikan antara ketebalan lingual tonsil dengan adanya factor respirasi seperti AHI, oksigen desaturasi, dan parameter dengkuran. meskipun tonsil palatine penting dlam menjadi factor penyebab OSA, ukurannya tidak terlalu penting dengan OSA, ketebalan tonsil lingual tidak berhubungan dengan OSA. Studi kami menunjukkan bahwa IMT secara langsung berhubungan dengan ketebalan tonsil lingual. Studi kami menunjukkan bahwa grade endoskopi secara signifikan menyetujui grade radiografi skull lateral. Sebagai tambahan, pengukuran secara kuantitatif ketebalan tonsil lingual melalui MRI juga menunjukkan hasil yang berkorelasi dengan grade endoskopi. oleh karena itu, karena MRI mahal, untuk klinis pada pasien OSA endoskopi sudah cukup dalam menentukan diagnosis LTH. Untuk validasi hasil dari analisis kami yang menunjukkan bahwa LTH berhubungan dengan laringofaringeal refluks dan IMT, studi selanjutnya akan ditujukan untuk menunjukkan efek terapi dari refluks dan IMT pada LTH. Studi kami memiliki beberapa batasan. Pertama, untuk analisis volumetrik, simple 2 dimensi ketebalan tonsil lingual yang diukur melalui MRI. Pada selanjutnya analisis volumetric dapat menyatakan bahwa ada hubungan LTH dengan OSA severity. Kedua, laringofaringeal refluks tidak didiagnosis melalui penggunaan monitoring pH 24 jam. meskipun seperti itu, studi kami menunjukkan hasil yang signifikan seperti yang ditunjukkan oleh studi- studi dengan memperhatikan monitoring pH 24 jam. Kesimpulannya, studi ini menunjukkan bahwa skor refluks dan IMT secara signifikan berhubungan dengan LTH pada orang dewasa dengan gangguan nafas saat tidur. Dimana parameter respirasi tidak berhubungan dengan LTH. Meskipun ukuran dari tonsil lingual ini tidak ditentukan dan laringofaringeal tidak didiagnosis sebagai metode objektif, analisis regresi kami berdarakan demografi, respirasi, radiologi, dan endoskopi menjadi penemuan penting untuk factor- factor yang berpengaruh terhadap LTH. Studi yang selanjutnya diharapkan dapat mengidentifikasi klinikan signifikansi dari LTH pada dewasa yang ditunjukkan adanya pembedahan setelah tonsilekyomi pada OSA. Sebagai tambahan, beberapa studi membutuhkan data epidemiologi yang berlaku dari LTH pada populasi umum dan untuk secara pasti menentukan secara tepat hubungan LTH dengan severe OSA.
Dikumpulkan untuk publikasi: 30 Oktober 2012, revisi terakhir diberikan 30 Januari 2013 dan diterima 21 Maret 2013