Anda di halaman 1dari 16

ARITMIA

PENDAHULUAN
Dalam keadaan istirahat, jantung normalnya berdenyut dengan irama yang teratur, yaitu 60
100 kali per menit. Karena setiap denyut berasal dari depolarisasi nodus sinus, irama jantung
normal yang berdetak setiap hari disebut irama sinus normal. Irama diluar itu disebut aritmia
atau disritmia (Thaler, 2009).
Thaler (2009) menjelaskan istilah aritmia yang merujuk pada setiap gangguan frekuensi,
regularitas, tempat asal, atau konduksi impuls listrik jantung.
Tidak semua aritmia merupakan kelainan atau berbahaya. Misalnya, frekuensi jantung sebesar
35 40 denyut per menit sering ditemui dan sangat normal pada atlet yang terlatih. Namun,
sebagian besar aritmia dapat membahayakan, dan beberapa diantaranya memerlukan
penanganan segera untuk mencegah kematian mendadak. Diagnosis aritmia merupakan salah
satu peranan EKG yang paling penting dan belum ada alat lain yang dapat melakukannya
dengan lebih baik (Thaler, 2009).

DEFINISI
Aritmia adalah gangguan irama jantung yang terjadi, ketika impuls listrik dalam jantung yang
mengoordinasi detak jantung tidak dapat bekerja dengan baik atau menyebabkan detak
jantung menjadi terlalu cepat, terlalu lambat, dan / atau tidak teratur.

KLASIFIKASI
Gangguan Pembentukan Impuls
1. Gangguan pembentukan impuls di SA-Node
a. Sinus Takikardi
b. Sinus Bradikardi
c. Sinus Aritmia
2. Gangguan pembentukan impuls di atrial
a. Atrial Ekstra Sistole dan Parasistole
b. Atrial Takikardia
c. Atrial Flutter
d. Atrial Fibrilasi
e. Atrial Wandering Pace Maker/Kelana
3. Gangguan pembentukan impuls di A-V junction
a. Nodal Ekstra Sistole dan Parasistole
b. Nodal Takikardia
c. Nodal Escape
4. Gangguan pembentukan impuls di ventrikel
a. Ventrikular Ekstra Sistole dan Parasistole
b. Ventrikular Takikardi
c. Ventrikular Fibrilasi
d. Ventrikular Escape
Gangguan Sistem Konduksi
1. Blok Konduksi
a. Berdasarkan tempat blok
i. Blok S-A
ii. Blok A-V
iii. Blok Fasicular
iv. Blok Bundle Branch
v. Blok IVCD ( Intra Ventricular Conduction Defect)

b. Berdasarkan derajat blok
i. Derajat I
ii. Derajat II
1. Mobitz I (Wenckebach)
2. Mobitz II
iii. Derajat III : blok total
2. Aksesori Konduksi
a. Jalur Kent / sindroma Wolf-Parkinson-White
b. Jalur James / sindroma Lown-Ganong-Levin
c. Jalur Mahaim

SINUS TAKIKARDIA DAN SINUS BRADIKARDIA
Irama sinus yang normal adalah irama jantung yang normal. Depolarisasi spontan berasal dari
nodus sinus. Frekuensinya teratur dan bernilai antara 60 dan 100 denyut per menit. Irama
jantung yang meningkat melebihi 100 disebut sinus takikardia. Jika melambat dibawah 60,
disebut sinus bradikardia.
Sinus Bradikardia
Sinus Bradikardia adalah irama jantung yang teratur dengan frekuensi kurang dari 60
kali per menit. Sinus bradikardia dapat terjadi gangguan intrinsik nodus SA atau faktor ekstrinsik
yang mempengaruhi nodus tersebut. Faktor intrinsik penurunan automatisasi nodus dapat
dipengaruhi penuaan, atau proses yang bisa mempengaruhi atrium seperti, Ischemic Heart
Disease atau cardiomyopathy. Sedangkan faktor ekstrinsik dapat berasal dari obat-obatan
seperti obat anti aritmia, B-blockers dan calcium channel blocker.
Menurunnya frekuensi jantung akan menyebabkan penurunan curah jantung yang
berakibat pada munculnya gejala kepala terasa ringan, pusing, hipotensi, sinkop.
Jika dilihat dari EKG, sinus bradikardia akan memberikan gambaran frekuensi kurang
dari 60 kali per menit, ritme regular, gelombang P : durasi dan morpologi normal, P-R interval :
berdurasi 0.12-0.20 detik, QRS complex : berdurasi 0.06-0.1 detik.
Umumnya terapi tidak diperlukan jika bradikardi tidak menetap dan tidak berulang. Jika
diperlukan dapat dilakukan pemberian atropine 0,5mg IV setiap 3-5 menit sebanyak yang
diperlukan dengan dosis maksimal 3mg. Pemberian epinephrine dan dopamine dapat dilakukan
jika pemberian atropine tidak efektif. Dosis infus epinephrine 2-10mcg/min titrasi dan dosis
infus dopamine 2-10mcg/kgbb/min titrasi hingga keadaan umum pasien membaik. Jika
diperlukan dapat dilakukan pemasangan pacemaker.

Sinus Takikardia
Sinus Takikardia adalah irama jantung yang teratur dengan frekuensi lebih dari 100 kali
per menit. Sinus takikardia dapat terjadi karena adanya peningkatan aktivitas simpatis atau
penurunan tonus vagal. Sinus takikardia merupakan respon fisiologis saat melakukan aktivitas
fisik. Stimulasi simpatis dapat terjadi karena proses patologis seperti demam, hipoksemia,
hipertiroidisme, hipovolemik dan anemia.
Meningkatnya frekuensi jantung akan menyebabkan peningkatan curah jantung yang
berakibat pada munculnya gejala rasa berdebar, sesak nafas, sinkop, dan cardiac arrest.
Jika dilihat dari EKG, sinus takikardia akan memberikan gambaran frekuensi lebih dari
100 kali per menit, ritme regular, gelombang P : durasi dan morpologi normal, P-R interval :
berdurasi 0.12-0.20 detik, QRS complex : berdurasi 0.06-0.1 detik.
Terapi sinus takikardia lebih mengarah pada terapi penyakit penyebabnya. Hanya
mengatasi gejala takikardia dapat menjadi berbahaya jika takikardia tersebut merupakan
bentuk kompensasi dari penyakit lain.


ATRIAL FIBRILASI
Definisi
Atrial fibrilasi adalah suatu aritmia jantung dengan karakteristik tidak teraturnya depolarisasi
atrium tanpa adanya kontraksi atrium yang efektif. Fibrilasi atrium merupakan gangguan irama
jantung tersering yang ditemukan di Amerika dan Eropa. Sering kali aritmia ini tidak terdeteksi
karena tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali (asimptomatik).
Klasifikasi
Berdasarkan waktu timbulnya AF dan keberhasilan intervensi :
a) AF paroksismal
Bila AF hilang timbul tanpa diberikan intervensi baik dengan obat atau non-
farmakologis.
b) AF persisten
Bila AF hanya berhenti bila harus diberikan obat atau intervensi.
c) AF permanen
Bila dengan intervensi apapun, AF tidak dapat dihentikan.
Berdasarkan ada tidaknya penyakit lain yang mendasari :
a) AF primer
Bila tidak disertai penyakit jantung atau penyakit sistemik lainnya.
b) AF sekunder
Bila disertai dengan penyakit jantung lain (misalnya hipertensi, kelainan katup mitral,
dan lain-lain) atau penyakit sistemik lainnya seperti penyakit tiroid.
Berdasarkan bentuk gelombang P :
a) AF kasar (Coarse AF)
Bila bentuk gelombang P kasar, masih dapat dikenali.
b) AF halus (Fine AF)
Bila bentuk gelombang P sangat halus, hamper seperti garis lurus.
Epidemiologi
Atrial fibrilasi adalah aritmia tersering yang dapat ditemukan; 1 % pada orang usia diatas 60
tahun dan meningkat hingga 5 % pada apsien diatas 69 tahun. Dari studi Frimingham, resiko
untuk berkembang menjadi resiko AF setelah umur 40 tahun ditemukan sekitar 26% pada pria
dan 23% pada wanita. Diperkirakan 2,2 juta penduduk Amerika menderita atrial fibrilasi, yang
terjasdi lebih sering pada pria disbanding wanita.
Diagnosis
Gambaran klinis AF bermacam-macam; dari asimtomatis hingga penderita mengeluh palpitasi,
lelah, dispneu, nafas pendek, dan pusing. AF terutam persisten dan permanen dapat dideteksi
dengan hanya pemeriksaan EKG.

Pada EKG didapatkan gelombang P ireguler dan cepat atau tidak adanya gelombang P (sangat
halus seperti garis lurus), dan gelombang QRS ireguler. Resiko kea rah komplikasi sistemik dapat
dinilai dengan CHADS (Cardiac Failure, Hypertension, Age, Diabetes, Stroke). Obesitas juga
dikatakn sebagai factor resiko tambahan terjadinya AF.

Penatalaksanaan
Ada 4 aspek penting dalam peneatalaksanaan AF, yaitu mengobati factor yang mungkin
meneybabkan AF, kontrol denyut ventrikuler, cegah rekurensi, cegah episode tromboembolik.
a) Kontrol denyut ventrikuler
Digoksin efektif pada penggunaan jangka panjang. Baik digunakan pada penderita
dengan penurunan fungsi ventrikel kiri atau pada kontraindikasi beta bloker atau CCB,
seperti pada asma, penyakit bronkospastik. Dapat diberikan IV dengan dosis awal 0,25
mg setiap 6 jam, total 1 mg tiap 24 jam. Efek samping berkaitan dengan toksisitas
gastrointestinal dan neurotoksisitas.
Calcium Channel blocker non-dihidropiridin verapamil dan diltiazem efektif, baik IV
maupun oral. Intravena lebih cepat dan efektif dalam mendepresi konduksi
atrioventrikuler dan control atrioventrikuler cepat dalam beberapa menit. Ketika
penggunaan digoksin lebih tungga kurang adekuat, penambahan oral CCB sangat
efektif dalam control denyut ventrikuler, baik saat istirahat maupun aktivitas.
Beta bloker juga menurunkan denyut jantung pada penderita AF yang sedang dilakukan
digitalisasi, namun kontraindikasi pada gagal jantung.
ACE inhibitor dan angiotensin receptor antagonist mungkin dapat menurunkan
insidensi AF dengan menurunkan tekanan atrium kiri dengan mengurangi frekuensi
atrium premature beats. Selain itu, juga dapat mengurangi fibrosis atrium dan
menurunkan rekurensi AF.
Statin HMG Co-A reductase inhibitors menurunkan resiko rekurensi AF
b) Atasi resiko tromboembolik
Antitrombotik digunakan pada semua penderita AF, kecuali pada penderita dengan
struktur jantung yang normal usia < 65 tahun atau adanya kontraindikasi pemberian
antitrombotik. Pada factor resiko rendah terjadinya tromboemboli, dapat diberikan
Aspirin dosis 81-325 mg per hari. Pada resiko tinggi dapat diberikan Warfarin hingga
INR 2.0 3.0. Warfarin dapat diberikan hngga 4 minggu setelah terjadi irama sinus.

VENTRIKEL TAKIKARDIA








VENTRIKEL FIBRILASI
Definisi
Fibrilasi ventrikel adalah keadaan irama jantung yang sangat kacau, yang biasanya berakhir
dengan kematian dalam waktu beberapa menit, kecuali jika tindakan penanganan tepat segera
dilakukan.
Epidemiologi
Jumlah sudden cardiac death adalah sekitar 300.000 kematian per tahun di Amerika serikat,
dimana 75-80% disebabkan oleh fibrilasi ventrikel. Jumlah kematian yang disebabkan oleh fibrilasi
ventrikel lebih banyak dibandingkan yang disebabkan oleh kanker paru-paru, kanker payudara, ataupun
AIDS. Fibrilasi ventrikel umumnya merupakan tanda dari penyakit jantung koroner dan bertanggung
jawab dari sekitar 50% kematian akibat PJK. Frekuensi fibrilasi ventrikel di seluruh dunia kurang lebih
sama dengan frekuensinya di Amerika Serikat.
2,6

Insiden fibrilasi ventrikel pada pria lebih tinggi dibandingkan pada wanita (3 : 1).Rasio ini
merupakan refleksi dari tingginya insiden PJK pada pria dari pada pada wanita. Insiden fibrilasi ventrikel
sebanding dengan insiden PJK, dengan puncak terjadi pada usia 45-75 tahun.

Etiologi




BLOK SINOATRIAL



BLOK ATRIOVENTRIKULER
Definisi
Blok atrioventrikular disebabkan oleh gangguan pada beberapa bagian sistem konduksi AV.
Sinus-denyut awal diperlambat atau secara lengkap diblock dari pengaktivasi ventrikel. Blok
dapat terjadi pada tingkat nodus AV, berkas His, atau cabang berkas karena sistem konduksi AV
terdiri dari semua struktur ini. Pada blok AV derajat pertama dan kedua , blok ini tidak komplit
dimana beberapa atau semua impuls akhirnuya dikonduksi ke ventrikel.
Pada blok AV derajat tiga atau blok jantung komplit, tidak ada sinus impuls yang dikonduksi.
1. Blok AV Derajat Pertama
Pada Blok AV derajat pertama ini, konduksi AV diperpanjang tetapi semua impuls
akhirnya dkonduksi ke ventrikel. Gelombang P ada dan mendahului tiap-tiap QRS
dengan perbandingan hubungan 1 : 1. interval PR konstan tetapi durasi melebihi diatas
batas 0,2 detik.
2. Blok AV Derajat Kedua Mobitz I (Wenckebach)
Tipe yang kedua, Blok AV derajat dua, konduksi AV diperlambat secara progresif pada
masing-masing sinus sampai akhirnya impuls ke ventrikel diblok secara komplit. Siklus
kemudian berulang dengan sendirinya. Pada gambaran EKG, gelombang P ada dan
berhubungan dengan QRS di dalam sebuah pola siklus. Interval PR secara progresif
memanjang pada tiap-tiap denyut sampai komplek QRS tidak dikonduksi. Komplek QRS
mempunyai bentuk yang sama seperti irama dasar. Interval antara kompleks QRS
berturut-turut memendek sampai terjadi penurunan denyut.
3. Blok AV Derajat Dua Mobitz II
Blok AV tipe II digambarkan sebagai blok intermiten pada konduksi AV sebelum
perpanjangan interval PR. Ini ditandai oleh interval PR fixed jika konduksi AV ada dan
gelombang P tidak dikonduksikan saat blok terjadi. Blok ini dapat terjadi kadang-kadang
atau berulang dengan pola konduksi 2 : 1, 3 : 1, atau bahkan 4 : 1. karena tidak ada
gangguan pada nodus sinus, interval PP teratur. Sering kali ada bundle branch block
(BBB) atau blok cabang berkas yang menyertai sehingga QRS akan melebar.
4. Blok AV Derajat Ketiga (Komplit)
Pada Blok jantung komplit atau derajat ketiga, nodus sinus terus memberi cetusan
secara normal, tetapi tidak ada impuls yang mencapai ventrikel. Ventrikel dirangsang
dari sel-sel pacu jantung yang keluar dan dipertemu (frekuensi 40-60 denyut / menit)
atau pada ventrikel (frekuensi 20-40 denyut / menit), tergantung pada tingkat blok AV.
Pada gambaran EKG gelombang P dan komplek QRS ada tetapi tidak ada hubungan
antara keduanya. Interval PP dan RR akan teratur tetapi interval RR bervariasi. Jika pacu
jantung pertemuan memacu ventrikel, QRS akan mengecil. Pacu jantung idioventrikular
akan mengakibatkan kompleks QRS yang lebar.
Etiologi
1. Blok AV derajat Pertama
Pada blok AV tipe pertama terjadi pada semua usia dan pada jantung normal atau
penyakit jantung. PR yang memanjang dapat disebabkan oleh obat-obatan seperti
digitalis, bloker, penghambatan saluran kalsium, serta penyakit arteri koroner,
berbagai penyakit infeksi dan lesi kongenital.
2. Blok AV derajat dua
Block AV kedua Mobitz I (Wenckebach)
Blok Wenckebach atau Mobitz I biasanya dihubungkan dengan blok diatas berkas
His. Demkian juga beberapa obat atau proses penyakit yang mempengaruhi nodus
AV, seperti digitalis atau infark dinding inferior dari miocard dapat menghasilkan
blok derajat kedua tipe ini.
Blok AV derajat Kedua Mobitz II
Adanya pola Mobitz II menyatakan blok dibawah berkas His. Ini terlihat pada infark
dinding anterior miokard dan berbagai penyakit jaringan konduksi.
3. Blok AV derajat Ketiga (Komplit)
Penyebab dari tipe terakhir ini sama dengan penyebab pada blok AV dengan derajat
yang lebih kecil.

Jadi secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa ada berbagai keadaan yang dapat menurunkan
konduksi impuls melalui berkas AV atau yang sama sekali memblok adalah:
a. Iskemia nodus AV atau serat-serat berkas AV seringkali memperlambat atau menghambat
konduksi dari atrium ke ventrikel. Insufisiensi koroner dapat menyebabkan iskemia nodus
AV dan juga berkas His dengan cara yang sama, sehingga dapat menyebabkan iskemia
myocardium
b. Kompresi berkas AV oleh jaringan parut atau oleh bagian jantung yang mengalami
perkapuran dapat menekan atau memblok konduksi dari atrium ke ventrikel
c. Inflamasi nodus AV atau berkas AV dapat menekan konduktifitas antara atrium dan
ventrikel
Patofisiologi
Blok jantung adalah perlambatan atau pemutusan hantaran impuls antara atrium dan
venrikel. Impuls jantung biasanya menyebar mulai dari nodus sinus, mengikuti jalur internodal
menuju nodus AV dan ventrikel dalam 0,20 detik (interval PR normal); depolarisasi ventrikel
terjadi dalam waktu 0,10 detik (lama QRS komplek). Terdapat tiga bentuk blok jantung yang
berturut-turut makin progresif. Pada blok jantung derajatderajat satu semua impuls
dihantarkan melalui sambungan AV, tetapi waktu hantaran memanjang. Pada blok jantung
derajat dua, sebagian impuls dihantarkan ke ventrikel tetapi beberapa impuls lainnya dihambat.
Terdapat dua jenis blok jantung derajat dua, yaitu Wnckebach (mobitz I) ditandai dengan siklus
berulang waktu penghantaran AV ang memanjang progresif, yang mencapai puncaknya bila
denyut tidak dihantarkan. Jenis kedua (mobitz II) merupakan panghantaran sebagian impuls
dengan waktu hantaran AV yang tetap dan impuls yanglain tidak dihantarkan.
Pada blok jantung derajat tiga, tidak ada impuls yang dihantarkan ke ventrikel, terjadi
henti jantung, kecuali bila escape pacemaker dari ventrikel ataupun sambungan atrioventrikuler
mulai berfungsi. Blok berkas cabang adalah terputusnya hantaran berkas cabang yang
memperpanjang waktu depolarisasi hingga lebih dari 0,10 detik.
Diagnosis
Diagnosis berdasarkan hasil rekam EKG akan ditentukan berdasarkan derajat dari blok AV,
1. Blok AV derajat I
Blok derajat pertama tidak ada konsekuensi hemodinamik pada pasien tetapi harus
diliha sebagai indikator terjadinya gangguan sistem konduksi AV. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi blok AV derajat kedua atau ketiga, irama teratur, umumnya
normal antara 60 100 denyut permenit, gelombang P normal, Interval PR memanjang,
lebih dari 0,20 detik, gelombang QRS komplek normal.

2. Blok AV derajat II mobitz I
Klien yang menunjukkan gejala pada blok AV derajat kedua karena frekuensi ventrikel
biasanya adequat. Seringkali ini terjadi sementara dan bila berlanjut ke blok derajat
ketiga, pacu jantung pertemuan (junctional) pada frekuensi 40 60 denyut/menit
biasanya akan mengambil alih pacu ventrikel. Irama tidak teratur, frekuensi normal atau
kurang dari 60 denyut permenit, gelombang P normal tetapi ada satu gelombang P yang
tidak diikuti komplek QRS, interval PR makin lama makin panjang sampai ada gelombang
P yang tidak diikuti komplek QRS, kemudian siklus diulang kembali. Gelombang QRS
normal (0,06-0,12 detik).

3. Blok AV derajat II Mobitz II
Blok Mobitz II secara potensial lebih berbahaya daripada Mobitz I. Ini sering terjadi
secara permanen, dapat memburuk dengan cepat menjadi blok jantung derajat tiga
dengan respon ventrikel yang lambat 20-40 denyut permenit. Irama umumnya tidka
teratur, frekuensi lambat kutang dari 60 denyut permenit. Gelombang P normal tetapi
ada satu atau lebih yang tidak di ikuti komplek QRS interval PR noral atau memanjang
secara konstan. Komplek QRS normal.

4. Blok AV derajat III (komplit)
Blok jantung komplit kurang ditoleransi bila pelepasan irama berasal dari ventrikel,
biasanya lambat dan tidak dapat dipercaya. Klien dapat tetap asimtomatik bila
pelepasan irama mendukung curah jantung normal. Irama teratur, frekuensi kurang dari
60 denyut permenit, gelombang P normal, tetapi gelombang P dan gelombang QRS
berdiri sendiri-sendiri sehingga gelombang P kadang di ikuti gel QRS kadang tidak.
Interval PR berubah-ubah Komplek QRS normal atau memanjang lebih dari 0,12 detik.

Penatalaksanaan
Tindakan yang dapat dilakukan sesuai dengan derajat blok AV, pada blok AV derajat satu
tidak ada tindakan yang diindikasikan. Interval PR harus di monitor ketat terhadap
kemungkinan blok lebih lanjut. Kemungkinan dari efek obat juga harus di ketahui.
Pada blok AV tipe Molitz I juga tidak ada tindakan kecuai menghentikan obat jika ini
merupakan agen yang menggangu. Klien harus dipantau terhadap berlanjutnya blok.
Pada mobitz II, pemantauan yang konstan dan observasi terhadap perkembangan
menjadi blok jantung derajat tiga. Obat-obatan seperti atropin, atau isopreterenol, atau pacu
jantung mungkin diperlukan jika pasien menunjukkan gejala-gejala atau jika blok terjadi dalam
situasi infark miocard akut pada dinding anterior.
Pada blok AV derajat komplit terapi meliputi pemberian atropin atau isoproterenol, dan
pacu jantung diperlukan permanen atau sementara.


















Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai