Anda di halaman 1dari 62

1

WRAP UP SKENARIO 1
PENGLIHATAN TERGANGGU



KELOMPOK A - 12

Ketua : Choirul Akbar 1102010056
Sekretaris : Ferika Pratami 1102011104
Anggota : Andi Eka Steffy 1102011026
Arib Farras Wahdan 1102011043
Betha Nurvia 1102010048
Faisal Abdul Razak 1102011093
Hendris Citra Wahyudin 1102011
Jayanti Dwi Cahyani 1102011129
Lusy Novitasari 1102011144






2

Skenario 1
PENGLIHATAN TERGANGGU
Tn. A, 56 tahun, mengeluh penglihatan terganggu di kedua mata sejak 2 bulan yang
lalu.Kadang-kadang terlihat bintik gelap dan lingkaran-lingkaran cahaya.Pasien sudah mengidap
DM tipe 2 sejak 5 tahun.Saat ini telapak kaki terasa kesemutan dan nyeri bila berjalan.
Tekanan darah 130/90 mmHg, berat badan 80 kg, tinggi badan 165 cm dan Indeks Massa
Tubuh (IMT) 29,4 kg/m
2
, lingkar perut 108 cm. Kulit teraba kering dan pada pemeriksaan
sensorik dengan monofilament Semmes Weinstein 10 gram sudah terdapat penurunan rasa nyeri.
Pemeriksaan Ankle Brachial Index 0,9. Pada pemeriksaan funduskopi terdapat mikroaneurisma
dan perdarahan dalam retina. Hasil laboratorium glukosa darah puasa 256 mg/dl, glukosa darah 2
jam setelah makan 345 mg/dl, HbA1c 10,2 g/dl dan protein urin +3.
Dokter menyarankan untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut untuk melihat komplikasi
kronik mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Pasien juga diberikan edukasi
perencanaan makan diet 1900 kalori yang halal dan baik sesuai ajaran Islam, jenis olahraga yang
sesuai dan pemberian insulin untuk mengontrol glukosa darahnya, serta efek samping yang dapat
terjadi akibat pemberian obat.
















3

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia sistem endokrin
1.1. Insulin
1.2. Glukagon

2. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus
2.1. Definisi Diabetes Mellitus
2.2. Etiologi Diabetes Mellitus
2.3. Epidemiologi Diabetes Mellitus
2.4. Klasifikasi Diabetes Mellitus
2.5. Patofisiologi Diabetes Mellitus
2.6. Manifestasi klinik Diabetes Mellitus
2.7. Diagnosis dan diagnosis banding Diabetes Mellitus
2.8. Tatalaksana Diabetes Mellitus
2.9. Komplikasi Diabetes Mellitus
2.10. Pencegahan Diabetes Melitus
2.11. Prognosis Diabetes Mellitus

3. Memahami dan menjelaskan Retinopati
3.1. Definisi Retinopati
3.2. Klasifikasi Retinopati
3.3. Epidemiologi Retinopati
3.4. Etiologi Retinopati
3.5. Patofisiologi Retinopati
3.6. Manifestasi klinik Retinopati
3.7. Diagnosis Retinopati
3.8. Tatalaksana Retinopati
3.9. Pencegahan Retinopati
3.10. Prognosis Retinopati

4. Memahami dan menjelaskan pengaturan gizi pada penderita Diabetes Melitus
4.1. Pengaturan Kalori Makanan
4.2. Komposisi Makanan

5. Memahami dan menjelaskan farmakologi Anti Diabetes Melitus

6. Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut Islam




4

1. Memahami dan menjelaskan fisiologi dan biokimia sistem endokrin
1.1. Insulin
Proses Pembentukan dan Sekresi Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan oleh sel beta
kelenjar pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta, insulin disintesis
dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan tubuh untuk keperluan regulasi
glukosa darah. Secara fisiologis, regulasi glukosa darah yang baik diatur bersama dengan
hormone glukagon yang disekresikan oleh sel alfa kelenjar pankreas.
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (precursor hormon insulin) pada
retikulum endoplasma sel beta. Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin mengalami
pemecahan sehingga terbentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam gelembung-
gelembung (secretory vesicles) dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi dengan bantuan enzim
peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-peptide) yang keduanya sudah siap
untuk disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.

Bagan 1. Proses pembentukan insulin

Mekanisme diatas diperlukan bagi berlangsungnya proses metabolisme secara normal, karena
fungsi insulin memang sangat dibutuhkan dalam proses utilisasi glukosa yang ada dalam darah.
Kadar glukosa darah yang meningkat, merupakan komponen utama yang memberi rangsangan
terhadap sel beta dalam memproduksi insulin. Disamping glukosa, beberapa jenis asam amino
dan obat-obatan, dapat pula memiliki efek yang sama dalam rangsangan terhadap sel beta.
Mengenai bagaimana mekanisme sesungguhnya dari sintesis dan sekresi insulin setelah adanya
rangsangan tersebut, merupakan hal yang cukup rumit dan belum sepenuhnya dapat dipahami
secara jelas.
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya rangsangan
oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati membrane sel. Untuk
dapat melewati membran sel beta dibutuhkan bantuan senyawa lain. Glucose transporter
(GLUT) adalah senyawa asam amino yang terdapat di dalam berbagai sel yang berperan dalam
ribosom (melekat
ke RE)
Translasi RNA
insulin
preprohormon
insulin
praprohormon
insulin terpecah di
RE
PRO INSULIN
Sebagian terbelah
(di Apparatus
Golgi)
membentuk
insulin dan
fragmen peptida
insulin tebungkus
dalam granula
sekretorik
5

proses metabolisme glukosa. Fungsinya sebagai kendaraan pengangkut glukosa masuk dari
luar kedalam sel jaringan tubuh. Glucose transporter 2 (GLUT 2) yang terdapat dalam sel beta
misalnya, diperlukan dalam proses masuknya glukosa dari dalam darah, melewati membran, ke
dalam sel. Proses ini penting bagi tahapan selanjutnya yakni molekul glukosa akan mengalami
proses glikolisis dan fosforilasi didalam sel dan kemudian membebaskan molekul ATP. Molekul
ATP yang terbentuk, dibutuhkan untuk tahap selanjutnya yakni proses mengaktifkan penutupan
K channel pada membran sel. Penutupan ini berakibat terhambatnya pengeluaran ion K dari
dalam sel yang menyebabkan terjadinya tahap depolarisasi membran sel, yang diikuti kemudian
oleh tahap pembukaan Ca channel. Keadaan inilah yang memungkinkan masuknya ion Ca
sehingga menyebabkan peningkatan kadar ion Ca intrasel.
Seperti disinggung di atas, terjadinya aktivasi penutupan K channel tidak hanya disebabkan
oleh rangsangan ATP hasil proses fosforilasi glukosa intrasel, tapi juga dapat oleh pengaruh
beberapa faktor lain termasuk obat-obatan. Namun senyawa obat-obatan tersebut, misalnya obat
anti diabetes sulfonil urea, bekerja pada reseptor tersendiri, tidak pada reseptor yang sama
dengan glukosa, yang disebut sulphonylurea receptor (SUR).


Gambar 1. Mekanisme glukosa dalam menstimulasi sekresi insulin (Harrisons
endocrinology,2
nd
ed.)




6

Tabel 1. Faktor dan kondisi yang meningkatkan atau mengurangi sekresi insulin (Guyton &
Hall, 11
th
ed.)
Meningkatkan sekresi insulin Menurunkan sekresi insulin
Peningkatan kadar gula darah
Peningkatan kadar AL bebas dalam
darah
Peningkatan kadar AA darah
Hormone GI (gastrin,
kolesistokinin, sekretin, gastric
inhibitory peptide)
Glucagon, hormon pertumbuhan,
kortisol
Rangsangan parasimpatis,
asetilkolin
Rangsangan -adrenergik
Resistensi insulin, obesitas
Obat-obatan, sulfonylurea
Penurunan kadar glukosa darah
Puasa
Somatostatin
Aktivitas -adrenergik
Leptin



Aksi insulin
Insulin berikatan dengan subunit di reseptornya, yang akan menimbulkan autofosforilasi
subunit reseptor, yang selanjutnya menginduksi aktivitas tirosin kinase. Aktivitas reseptor
tirosin kinase memulai suatu rangkaian fosforilasi sel yang meningkatkan atau mengurangi
aktivitas enzim, yang meliputi substrat reseptor insulin, yang memperantarai pengaruh glukosa
terhadap metabolisme glukosa, lemak, dan protein.
Sebagai contoh, aktivasi dari jalur phosphatidylinositol-32-kinase (PI-3-kinase) akan
menstimulasi translokasi dari transporter glukosa ( GLUT 4) ke permukaan sel, yang akan
membantu pemasukan glukosa ke dalam sel. Selain itu aktivasi dari reseptor insulin lainnya
dapat menginduksi sintesis protein, sintesis glikogen, lipogenesis, dan regulasi dari berbagai gen
pada sel yang resposif terhadap insulin.
7


Gambar 2. Skema reseptor insulin (Guyton and Hall, 11
th
ed.)


Pengangkut Glukosa (Glucose Transporter)
Disingkat menjadi GLUT, dan memiliki 6 bentuk, yaitu GLUT 1, GLUT 2, GLUT 3 dst.
Melaksanakan difusi pasif terfasilitasi glukosa melewati membrane plasma. Fungsi tiap GLUT
berbeda-beda
GLUT 1 : memindahkan glukosa menembus sawar darah dan otak
GLUT 2 : memindahkan glukosa yang masuk ke ginjal dan usus ke aliran darah sekitar
melalui kotranspor
GLUT 3 : pengangkut utama glukosa ke dalan neuron
GLUT 4 : bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh mayoritas sel
tubuh, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan insulin
GLUT 4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak menyerap glukosa dan darah,
yaitu otot rangka dan sel jaringan lemak.

8


Gambar 3. Glucose Transporter
(http://belajarbiokimia.files.wordpress.com/2013/03/diabetes_insulin.jpg)

Perangsang utama peningkatan sekresi insulin adalah peningkatan konsentrasi glukosa
darah
Selain konsentrasi glukosa darah, masukan lain yang mengatur sekresi insulin adalah :
Peningkatan kadar asam amino darah, misalnya setelah makan makanan tinggi protein,
secara langsung merangsang sel beta untuk meningkatkan sekresi insulin
Hormon saluran cerna yang dikeluarkan sebagai respon terhadap adanya makanan,
khususmya Glucose dependent Insulin Peptide (GIP), merangsang pankreas,
mengeluarkan insulin selain memiliki efek regulatorik
Sistem saraf otonom juga secara langsung mempengaruhi sekresi insulin, peningkatan
parasimpatis menyebabkan peningkatan pengeluaran insulin
9


Gambar 4. Aksi Hormon Insulin
(http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos18.gif)

EFEK INSULIN TERHADAP METABOLISME KARBOHIDRAT, LEMAK DAN
PROTEIN
A. Efek insulin terhadap metabolisme karbohidrat
1. Insulin meningkatkan metabolisme dan ambilan glukosa otot


Gambar 5 . Pengaruh insulin dalam meningkatkan konsentrasi glukosa di dalam sel-
sel otot (Guyton and Hall, 11
th
ed.)
10

2. Insulin meningkatkan ambilan, penyimpanan dan penggunaan glukosa oleh sel hati
3. Insulin memacu konversi kelebihan glukosa menjadi AL dan menghambat
glukoneogenesis di hati

Mekanisme yang dipakai insulin untuk menyebabkan terjadinya ambilan glukosa dan
penyimpanan hati meliputi beberapa langkah :
1. Menghambat fosforilase hati (enzim utama yang menyebabkan terpecahnya glikogen hati
menjadi glukosa)

2. Meningkatkan ambilan glukosa dari darah oleh sel-sel hati.
Keadaan ini terjadi dengan meningkatkan aktivitas enzim glukokinase yang
menyebabkan timbulnya fosforilasi awal dari glukosa setelah glukosa berdifusi ke dalam
sel-sel hati. Begitu difosforilasi, glukosa terperangkap sementara di dalam sel-sel hati,
sebab glukosa yang sudah terfosforilasi tidak dapat berdifusi kembali melewati membran
sel.

3. Meningkatkan aktivitas enzim-enzim yang meningkatkan sintesis glikogen (glikogen
sintetase, untuk polimerisasi unit-unit monosakarida untuk membentuk molekul
glikogen)


Proses pelepasan glukosa dari hati ke dalam sirkulasi darah :



Bagan 2. Proses pelepasan glukosa hati ke sirkulasi darah



kurangnya
glukosa darah
pankreas
mengurangi
sekresi insulin
menghentikan
sintesis glikogen
dalam hati dan
mencegah ambilan
glukosa dari darah
aktifkan enzim
fosforilase
pemecahan
glikogen
glukosa
fosfat
lepas radikal
fosfat dar
glukosa
glukosa bebas
berdifusi
kembali ke
darah
11

B. Efek insulin terhadap metabolism lemak
Insulin akan memacu sintesis dan penyimpanan lemak .Peran insulin dalam penyimpanan
lemak di sel-sel adipose :
1. Menghambat kerja lipase peka-hormon.
Hal ini akan menghambat hidrolisis trigliserida yang sudah disimpan dalam sel-
sel lemak, sehingga pelepasan AL dari jaringan adipose ke dalam sirkulasi darah akan
terhambat.

2. Meningkatkan pengangkutan glukosa melalui membran sel ke dalam sel-sel lemak.
Glukosa dipakai untuk membentuk -gliserol fosfat, yang akan menyediakan
gliserol yang akan berikatan dengan asam lemak untuk membentuk trigliserida (bentuk
lemak yang disimpan dalam sel-sel adipose)

Defisiensi insulin dapat menyebabkan :
1. Terjadi lipolisis simpanan lemak dan pelepasan AL bebas
Terjadi peningkatan aktivitas enzim lipase peka-hormon( di sel lemak) yang
menyebabkan terhidrolisisnya trigliserida, yang akan melepaskan AL dan gliserol ke
sirkulasi darah

Gambar 6 . Efek pengangkatan pankreas terhadap perkiraan konsentrasi glukosa darah,
AL bebas dalam plasma dan asam asetoasetat. (Guyton and Hall. 11
th
ed.)

2. Meningkatkan konsentrasi fosfolipid dan kolesterol plasma



12

C. Efek insulin terhadap metabolism protein dan pertumbuhan

1. Insulin merangsang pengangkutan sejumlah besar AA ke dalam sel
2. Insulin meningkatkan translasi RNA messenger, sehingga terbentuk protein baru
3. Insulin meningkatkan kecepatan transkripsi rangkaian genetic DNA yang terpilih di
dalam inti sel, sehingga menyebabkan peningkatan jumlah RNA dan beberapa sintesis
protein
4. Insulin menghambat proses katabolisme protein, sehingga mengurangi kecepatan
pelepasa AA dari sel (terutama sel otot)
5. Di dalam hati, insulin menekan kecepatan glukoneogenesis.
Hal ini terjadi dengan cara mengurangi aktivitas enzim pemacu glukoneogenesis karena
zat terbanyak yang dipergunakan proses glukoneogenesis adalah AA plasma.
6. Insulin bersama dengan hormone pertumbuhan secara sinergis memacu petumbuhan


Gambar 7. Efek hormone pertumbuhan, insulin, dan hormone pertumbuhan bebrsama
insulin terhadap pertumbuhan pada seekor tikus yang telah depankreatisasi dan
hipofisektomi ( Guyton and hall, 11
th
ed.)


Tidak adanya insulin, dapat menyebabkan :
1. Proses penyimpanan protein terhenti
2. Katabolisme protein meningkat
3. Sistesis protein berhenti
4. Konsentrasi AA dalam plasma meningkat, dan kelebihan AA akan dipergunakan
dalam proses glukoneogenesis.
5. Pemecahan AA akan meningkatkan ekskresi ureum dalam urin

1.2. Glukagon
Glukagon, yaitu suatu hormon yang disekresikan oleh sel-sel alfa pulau
Langerhans sewaktu kadar glukosa darah turun, mempunyai fungsi yang bertentangan
dengan insulin. Fungsi utama glukagon adalah meningkatkan konsentrasi glukosa darah.
13

Efek utama glukagon terhadap metabolism glukosa adalah :
1. Pemecahan glikogen hati (glikogenolisis)

Bagan 3. Glikogenolisis


2. Meningkatkan proses glukoneogenesis di hati

Efek lain glukagon :
1. Mengaktifkan lipase sel lemak meningkatkan persediaan asam lemak (sumber energy
tubuh )
2. Menghambat penyimpanan trigliserida di hati mencegah hati membuang asam lemak
dari darah dan membantu menambah jumlah persediaan asam lemak
3. Dengan konsentrasi yang sangat tinggi, glucagon dapat :
a. Meningkatkan kekuatan jantung
b. Meningkatkan aliran darah di beberapa jaringan (terutama ginjal)
c. Meningkatkan sekresi empedu
d. Menghambat sekresi asam lambung




glukagon
adenil siklase (di
membran
hepatosit)
siklik adenosin
monofosfat
protein
pengatur
protein kinase
protein kinase
fosforilase b
kinase
mengubah
fosforilase b
fosforilase a
meningkatkan
pemecahan
glikogen
glukosa-1-fosfat defosforilasi
glukosa
dilepaskan dari
sel-sel hati
14

Pengaturan Sekresi Glukagon
1. Peningkatan glukosa darah menghambat sekresi glukagon.

Gambar 8 . Perkiraan konsentrasi glukagon dalam plasma pada berbagai kadar glukosa
darah (Guyton and Hall, 11
th
ed.)

Pada kadar hipoglikemik, konsentrasi glucagon plasma akan meningkat beberapa kali
lipat, sedangkan pada keadaan hiperglikemik akan mengurangi kadar glukosa dalam plasma.
2. Efek perangsangan asam amino
Tingginya kadar asam amino, seperti yang terdapat di dalam darah sesudah makan
protein (khususnya asam amino alanin dan arginin) akan merangsang timbulnya sekresi
glukagon.
Manfaat perangsangan asam amino terhadap sekresi glukagon adalah bahwa glukagon
kemudian memacu konversi cepat dari asam amino menjadi glukosa, akan membuat lebih
banyak glukosa yang tersedia untuk jaringan.

3. Efek perangsangan dari kerja fisik
Pada waktu melakukan kerja fisik yang melelahkan, konsentrasi glukagon dalam darah
seringkali meningkat 4-5 kali lipat. Efek yang meguntungkan dari glukagon adalah mencegah
menurunnya kadar glukosa darah. Faktor yang mungkin dapat meningkatkan sekresi glukagon
sewaktu kerja fisik adalah meningkatnya kadar asam amino dalam darah. Faktor lainnya seperti
rangsangan saraf autonomik pada pulau Langerhans dapat juga berperan.

15

PENGATURAN KADAR GLUKOSA DARAH
Dibawah ini berbagai mekanisme yang terjadi untuk mengatur kadar glukosa darah :

Bagan 4. Pengaturan glukosa darah oleh insulin dan glukagon


Bagan 5. Efek langsung pada hipoglikemia berat


sesudah makan
glukosa darah
meningkat tinggi
kecepatan sekresi
insulin meningkat
2/3 glukosa yang
diabsorbsi dari
usus
diubah menjadi
glikogen
beberapa jam
kemudian
M glukosa darah
dan kecepatan
sekresi insulin
berkurang
sekresi glukagon
meningkatkan
kadar glukosa
darah normal
Hipoglikemia
berat
hipotalamus
rangsang saraf
simpatis
sekresi epinefrin
(oleh kelenjar
adrenal)
pelepasan glukosa
dari hati
16


Bagan 6. Respon pada keadaan hipoglikemia yang lama

Gambar 9. Metabolisme energi selama puasa
(http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos1.jpg)





hipoglikemia yang
lama
sekresi GH dan
kortisol
mengurangi
kecepatan
pemakaian glukosa
menambah jumlah
pemakaian lemak
kadar glukosa darah
normal
17

2. Memahami dan menjelaskan Diabetes Melitus
2.1. Definisi Diabetes Melitus
Diabetes melitus adalah kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-
duanya.

2.2. Klasifikasi Diabetes Mellitus
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) pada konsensus diabetes
melitus di Indonesia tahun 2011 membuat klasifikasi etiologis DM sebagai berikut:


Tipe 1 (Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut)
Autoimun
Idiopatik

Tipe 2 Bervariasi,mulai yang dominan resistensi insulin disertai defisiensi
insulin relatif sampai yang dominan defek sekresi insulin disertai
resistensi insulin
Tipe lain Defek genetik fungsi sel beta
Defek genetik kerja insulin
Penyakit eksokrin pankreas
Endokrinopati
Karena obat atau zat kimia
Infeksi
Sebab imunologi yang jarang
Sindrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes melitus
gestasional

Diabetes Mellitus (DM) Tipe II merupakan penyakit hiperglikemi akibat
insensivitas sel terhadap insulin.Kadar insulin mungkin sedikit menurun atau berada
dalam rentang normal.Karena insulin tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka
diabetes mellitus tipe II dianggap sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM).
Diabetes melitus gestasional (DMG) didefinisikan sebagai suatu keadaan
intoleransi glukosa atau karbohidrat dengan derajat yang bervariasi yang terjadi atau
pertama kali ditemukan pada saat kehamilan berlangsung.
Keadaan ibu dan anak pada wanita DM hamil tergantung pada berat dan lamanya
perlangsungan penyakit. Priscilla White pada tahun 1959 memperkenalkan klasifikasi
White yang sangat terkenal sampai saat ini. Klasifikasi ini terutama menitikberatkan
pada umur saat diketahuinya DM, lamanya mengidap DM dan adanya komplikasi
vaskuler khususnya retino-renal.
Klasifikasi ini awalnya digunakan untuk meramalkan prognosis perinatal dan
untuk menentukan penanganan obstetrinya. Karena mortalitas perinatal menurun secara
tajam pada semua klasifikasi, maka sistem ini digunakan sampai sekarang terutama
untuk menggambarkan dan membandingkan populasi DM hamil.
18

Klasifikasi White menekankan bahwa kerusakan target organ khususnya mata,
ginjal, jantung mempunyai akibat yang sangat berarti pada anak. Klasifikasi DMG yang
direkomendasikan oleh American College of Obstetricians and Gynecologists pada
tahun 1994 adalah klasifikasi sebagai berikut :

Klasifikasi DM hamil menurut White (perubahan) :
















Selanjutnya, Pyke dari Kings College Hospital London membuat klasifikasi yang
sederhana dimana DM hamil hanya dibagi atas tiga kelompok, yaitu :
1. Mereka yang DM diketahui saat hamill yang identik dengan DM gestasi.
2. DM pragestasi yang tanpa komplikasi atau dengan komplikasi ringan.
3. DM pragestasi yang disertai denngan komplikasi berat seperti nefropati, retiopati dan
penyakit jantung koroner.

Klasifikasi DM dengan Kehamilan menurut Pyke:
a. Klas I : Gestasional diabetes, yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan
menghilang setelah melahirkan.
b. Klas II : Pregestasional diabetes, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan
berlanjut setelah hamil.
c. Klas III : Pregestasional diabetes yang disertai dengan komplikasi penyakit
pembuluh darah seperti retinopati, nefropati, penyakit pemburuh darah panggul dan
pembuluh darah perifer.
90% dari wanita hamil yang menderita Diabetes termasuk ke dalam kategori DM
Gestasional (TipeII) dan DM yang tergantung pada insulin (Insulin Dependent
Diabetes militus tipe IDDM tipe 1.

2.3. Epidemiologi Diabetes Mellitus
Dari data WHO di tahun 2002 diperkirakan terdapat lebih dari 20 juta penderita
Diabetes Mellitus di tahun 2025.Pada tahun 2030 bisa mencapai 21 juta penderita.Saat
ini penyakit Diabetes Mellitus banyak dijumpai penduduk Indonesia. Bahkan WHO
Class Onset Fasting Plasma
Glucose
2-hour
postprandial
Glucose
Therapy
A
1

A
2

Gestational
Gestational
< 105 mg/dL
> 105 mg/dL
< 120 mg/dL
> 120 mg/dL
Diet
Insullin
Class Age of Onset (yr) Duration (yr) Vascular Disease Therapy
B
C
D
F
R

H
Over 20
10 - 19
Before 10
Any
Any

Any
< 10
10 -19
20
Any
Any

Any
None
None
Benign Retinopathy
Nephropathy
*
Proliperative
retinopathy
Heart
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin
Insulin

Insulin
19

menyebutkan, jumlah penderita Diabetes Mellitus di Indonesia menduduki ranking
empat setelah India, China, dan Amerika Serikat.
Menurut Ketua Indonesian Diabetes Association (Persadia) Soegondo, Diabetes
Mellitus Tipe II merupakan yang terbanyak, yaitu sekitar 95% dari keseluruhan kasus
Diabetes Mellitus. Selain faktor genetik, juga bisa dipicu oleh lingkungan yang
menyebabkan perubahan gaya hidup tidak sehat,seperti makan berlebihan (berlemak dan
kurang serat), kurang aktivitas fisik, stress.
Jumlah penderita diabetes di Indonesia hingga kini mencapai 14 juta orang.Rata-
rata 50% dari jumlah pasien diabetes baru menyadari mereka menderita sakit gula
setelah memeriksakan ke dokter.Selain itu, hanya 30% saja pasien diabetes yang
berobat.
Sekitar 2,5 juta jiwa atau 1,3 persen dari 210 juta penduduk Indonesia setiap
tahun meninggal dunia karena komplikasi sakit kencing manis (Diabetes Mellitus).
Jumlah penderita kencing manis di Indonesia kini mencapai lima juta jiwa atau lima
persen dari jumlah penduduk. Terbukti jumlah penderita Diabetes Mellitus saat ini
terbesar berada di daerah perkotaan mencapai 2,8 persen dan di pedesaan baru 0,8
persen dari jumlah penduduk.
Di Indonesia sendiri, berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2007, dari 24417 responden berusia >15 tahun, 10,2% mengalami Toleransi Glukosa
Terganggu (kadar glukosa 140-200 mg/dl setelah puasa selama 14 jam dan diberi
glukosa oral 75 gram). Sebanyak 1,5% mengalami Diabetes Melitus yang terdiagnosis
dan 4,2% mengalami Diabetes Melitus yang tidak terdiagnosis. Baik DM maupun TGT
lebih banyak ditemukan pada wanita dibandingkan pria, dan lebih sering pada golongan
dengan tingkatpendidikan dan status sosial rendah. Daerah dengan angka penderita DM
paling tinggi yaitu Kalimantan Barat dan Maluku Utara yaitu 11,1 %, sedangkan
kelompok usia penderita DM terbanyak adalah 55-64 tahun yaitu 13,5%. Beberapa hal
yang dihubungkan dengan risiko terkena DM adalah obesitas (sentral), hipertensi,
kurangnya aktivitas fisik dan konsumsi sayur-buah kurang dari 5 porsi perhari.
Insidens DMG bervariasi antara 1,2 12%. Kepustakaan lain mengatakan 1
14%.

Di Indonesia insidens DMG berkisar 1,9 -2,6%.

Perbedaan insidens DMG ini
terutama disebabkan oleh karena perbedaan kriteria diagnosis materi penyaringan yang
diperiksa. Di Amerika Serikat insidens kira-kira 4%.


Kejadian DMG juga sangat erat hubungannya dengan ras dan budaya seseorang.
Contoh yang khas adalah DMG pada orang kulit putih yang berasal dari Amerika bagian
barat hanya 1,5-2% sedangkan penduduk asli Amerika yang berasal dari barat daya
Amerika mempunyai angka kejadian sampai 15%. Pada ras Asia, Afrika Amerika dan
Spanyol insidens DMG sekitar 5-8%
7
sedangkan pada ras Kaukasia sekitar 1,5%.

2.4. Etiologi Diabetes Mellitus
Diabetes Tipe 1
Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin
biasanya terjadi pada anak-anak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orang
dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan
insulin.


20


Terdapat 3 etiologi penyebab diabetes tipe 1:
1. Kerentanan genetik
Berkaitan dengan alel spesifik kompleks histokompatibilitas mayor (MHC) kelas 2
dan lokus genetik lainnya menyebabkan seseorang rentan terhadap timbulnya autoimunitas
terhadap sel beta islet.reaksi imun timbul secara spontan atau dipicu oleh suatu kejadian
lingkungan yang mengubah sel beta sehingga sel ini menjadi imunogenik.
2. Autoimunitas
- Terjadi akibat serangan autoimun kronis terhadap sel beta
- Infiltrat peradangan limfosit
- Terdiri atas limfosit T CD8 dengan limfosit T CD4 dan makrofag dalam jumlah
bervariasi.
- Sel beta islet mengalami kerusakan secara selektif
- Limfosit CD8 sitotoksik tampaknya merusak sel islet melalui pengeluaran granula
sitotoksik
- Anggota keluarga asimtomatik dari pasien dengan DM tipe 1 membentuk
autoantibodi sel islet beberapa bulan sampai tahun sebelum memperlihatkan gejala
klinis diabetes.
- Sekitar 10-20% orang yang mengidap diabetes tipe 1 juga menderita penyakit
autoimun spesifik organ lain, seperti tiroiditis hasimoto, penyakit siliak, penyakit
graves, penyakit addision atau anemia pernisiosa.
3. Faktor lingkungan
Kerentanan genetik mempermudah terjadinya destruksi sel islet secara autoimun,
serangan lingkungan dapat memicu autoimunitas dengan merusak sel beta,virus dapat
menjadi pemicu. Virus yang berkaitan dengan diabetes tipe 1 adalah coxsackievirus,
parotitis, campak, rubela, mononukleosis infeksiosa. Bagaimana virus berperan dalam
patogenesis belum diketahui. Beberpa penelitian berpendapat bahwa virus memicu penyakit
dengan mimikiri virus (virus mengeluarkan protein mirip dengan antigen) sehingga
menimbulkan respon imun terhadap suatu protein virus yang memeiliki skeuensi asam
amino yang sama dengan suatu protein sel beta.


Diabetes tipe 2
Patogenesis dari DM tipe 2 patogenesisnya lebih sedikit diketahui meskipun tipe ini sering
di temukan,tidak ada bukti bahwa mekanisme autoimun berperan, ada diabetes tipe 2 ini faktor
genetik jauh lebih berperan penting dibandingkan diabetes tipe 1.

Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu :
a. Usia
Umumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun
dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan
fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin.
b. Obesitas
Obesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan
berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena
21

peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel
yang terlalu banyak.
c. Riwayat Keluarga
Pada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko
menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang
sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1,
penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberi
kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan.(Robbins, 2007,
hlm. 67).
d. Gaya hidup (stres)
Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya
pengawet, lemak, dan gula.Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga
akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang
berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak
hingga berdampak pada penurunan insulin.( Smeltzer and Bare,1996, hlm. 610).

Pada pasien-pasien dengan DM tipe 2, penyakitnya mempunyai pola familial yang kuat.
Indeks untuk DM tipe 2 pada kembar monozigot hampir 100%. Resiko berkembangnya DM tipe
2 pada saudara kandung mendekati 40%dan 33% nya untuk anak cucunya. Transmisi genetic
adalah paling kuat dan contoh terbaik terdapat dalam diabetes awitan dewasa muda (mody), yaitu
subtipe penyakit diabetes yang diturunkan dengan pola autosomal dominan. Jika orang tua
menderita DM tipe 2 rasio diabetes dan non diabetes pada anak adalah1:1, dan sekitar 90% pasti
membawa (carier) DM tipe 2.

Faktor Resiko :
1. Usia dewasa tua (>45 tahun)
2. Obesitas dengan BB > 120%, IMT >23 kg/m
3. Penderita hipertensi > 140/90 mmHg
4. Riwayat keluarga DM
5. Riwayat DM pada kehamilan
6. Riwayat kehamilan dengan BBL bayi > 4 kg atau bayi cacat
7. Disipidemia: cholesterol HDL > 40 mg/dl dan/ trigliserida >250 mg/dl
8. Pernah TGT (Toleransi Glukosa Terganggu) /GDPT (Glukosa Darah Puasa
Terganggu











22

2.5. Patofisiologi Diabetes Mellitus
Diabetes Tipe 1
Akibat destruksi autonom sel beta,bentuk diabetes tipe 1 yang parah memerlukan insulin
biasanya terjadi pada kanak-kanak dan remaja, tetapi penyakit ini juga bermanifestasi pada orng
dewasa dalam bentuk yang lebih ringan, mula-mula dalam bentuk yang tidak memerlukan
insulin.





Bagan 7. Patofisiologi Diabetes Melitus









23

Diabetes tipe 2


Bagan 8. Patofisiologi DM tipe 2

Dalam patofisiologi DM tipe 2 terdapat beberapa keadaan yang berperan yaitu :
1. Resistensi insulin
2. Disfungsi sel pancreas
Akhir-akhir ini banyak juga dibahas mengenai peran sel pancreas, amilin dan
sebagainya. Resistensi insulin adalah keadaan dimana insulin tidak dapat bekerja optimal
pada sel-sel targetnya seperti sel otot, sel lemak dan sel hepar. Keadaan resisten terhadap
efek insulin menyebabkan sel pancreas mensekresi insulin dalam kuantitas yang lebih
besar untuk mempertahankan homeostasis glukosa darah, sehingga terjadi
hiperinsulinemia kompensatoir untuk mempertahankan keadaan euglikemia. Pada fase
tertentu dari perjalanan penyakit DM tipe 2, kadar glukosa darah mulai meningkat
24

walaupun dikompensasi dengan hiperinsulinemia, disamping itu juga terjadi peningkatan
asam lemak bebas dalam darah. Keadaan glukotoksistas dan lipotoksisitas akibat
kekurangan insulin relatif (walaupun telah dikompensasi dengan hiperinsulinemia)
mengakibatkan sel pancreas mengalami disfungsi dan terjadilah gangguan
metabolisme glukosa berupa Glukosa Puasa Terganggu, Gangguan Toleransi Glukosa
dan akhirnya DM tipe 2.
Akhir-akhir ini diketahui juga bahwa pada DM tipe 2 ada peran sel pancreas
yang menghasilkan glukagon. Glukagon berperan pada produksi glukosa di hepar pada
keadaan puasa. Pengetahuan mengenai patofisiologi DM tipe 2 masih terus berkembang,
masih banyak hal yang belum terungkap. Hal ini membawa dampak pada pengobatan
DM tipe 2 yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, sehingga para ahli masih
bersikap hati-hati dalam membuat panduan pengobatan.

Diabetes gestasional


Bagan 9. Patofisiologi diabetes gestasional

Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolisme endokrin dan karbohidrat yang
menunjang pemasokan makan bagi janin serta persiapan untuk menyusui. Glukosa dapat
berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga kadarnya dalam darah janin hampir
menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tidak dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu
yang mempengaruhi kadar pada janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh
insulin. Akibat lambatnya reabsorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan
ini menuntut kebutuhan insulin.Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat sehingga
mencapai 3 kali dari keadaan normal.Hal ini disebut tekanan deabetogenik dalam kehamilan.
25

Secara fisiologis telah terjadi resistensi insulin yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia
tidak mudah menjadi hipoglikemia yang menjadi masalah ialah bila seorang ibu tidak mampu
meningkatkan produksi insulin sehingga ia relatif hipoinsulin yang mengakibatkan hiperglikemia
atau diabetes kehamilan. Resistensi insulin juga disebabkan adanya hormon estrogen,
progesteron, kortisol, prolaktin dan plasenta laktogen. Kadar kortisol plasma wanita hamil
meningkat dan mencapai 3 kali dari keadaan normal hal ini mengakibatkan kebutuhan insulin
menjadi lebih tinggi, demikian juga dengan Human Plasenta Laktogen (HPL) yang dihasilkan
oleh plasenta yang mempunyai sifat kerja mirip pada hormon tubuh yang bersifat diabetogenik.
Pembentukan HPL meningkat sesuai dengan umur kehamilan.Hormon tersebut mempengaruhi
reseptor insulin pada sel sehingga mempengaruhi afinitas insulin. Hal ini patut diperhitungkan
dalam pengendalian diabetes.
Mekanisme resistensi insulin pada wanita hamil normal adalah sangat
kompleks.Kitzmiller, 1980 (dikutip oleh Moore) telah mempublikasikan suatu pengamatan
menyeluruh mekanisme endokrin pada pankreas dan metabolisme maternal selama kehamilan
yakni plasenta mempunyai peranan yang khas dengan mensintesis dan mensekresi peptida dan
hormon steroid yang menurunkan sensitivitas maternal pada insulin. Puavilai dkk (dikutip oleh
Williams) melaporkan bahwa resistensi insulin selama kehamilan terjadi karena rusaknya
reseptor insulin bagian distal yakni post reseptor. Hornes dkk (dikutip oleh Moore) melaporkan
terdapat penurunan respon Gastric Inhibitory Polipeptida (GIP) pada tes glukosa oral dengan
tes glukosa oral pada kehamilan normal dan DMG. Mereka meyakini bahwa kerusakan respon
GIP ini yang mungkin berperanan menjadi sebab terjadinya DMG.
Faktor-faktor di atas dan mungkin berbagai faktor lain menunjukkan bahwa kehamilan
merupakan suatu keadaan yang mengakibatkan resistensi terhadap insulin meningkat. Pada
sebagian besar wanita hamil keadaan resistensi terhadap insulin dapat diatasi dengan
meninggikan kemampuan sekresi insulin oleh sel beta.Pada sebagian kecil wanita hamil,
kesanggupan sekresi insulin tidak mencukupi untuk melawan resistensi insulin, dengan demikian
terjadilah intoleransi terhadap glukosa atau DM gestasi.

2.6. Manifestasi klinik Diabetes Mellitus

- Gejala awalnya ditemukan : Poliuria (sering kencing), polidipsi (sering haus), polifagi
(sering makan), berat badan menurun, badan sering terasa lemah dan mudah capai.
- Gejala lanjutannya ditemukan : Luka yang tidak dirasakan, sering kesemutan, sering
merasakan gatal tanpa sebab, kulit kering, mudah terkena infeksi, dan gairah sex menurun.
- Gejala setelah terjadi komplikasi : Gangguan pembuluh darah otak (stroke), pembuluh
darah mata (gangguan penglihatan), pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner),
pembuluh darah ginjal (gagal ginjal), serta pembuluh darah kaki (luka yang sukar
sembuh/gangren).

26


Gambar10. Manifestasi klinik Diabetes klinik

2.7. Diagnosis & Diagnosis banding Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus dapat ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah.
Pemeriksaan glukosa darah yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara
enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Penggunaan bahan darah utuh
(wholeblood), vena, ataupun angka criteria diagnostic yang berbeda sesuai pembakuan
oleh WHO. Sedangkan untuk tujuan pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan
dengan menggunakan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer.

Tabel 2. Kriteria diagnosis DM (revisi final consensus DM tipe 2 Indonesia 2011)

27


Cara pelaksanaan TTGO (WHO,1994)

Bagan 10. Cara pelaksanaan tes toleransi glukosa oral

Table 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis
DM (mg/Dl) (Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

3 hari sebelum
periksa
pasien makan dan
melakukan
kegiatan seperti
biasa
malam sebelum
pemeriksaan
puasa 8 jam
(boleh minum air
putih tanpa gula)
periksa kadar
glukosa darah
puasa
Glukosa 75 gram
(dewasa) atau
1,75 gr/kgBB
(anak-anak)
dilarutkan dalam
air 250 mL
minum dalam
waktu 5 menit
puasa kembali
pengambilan
sampel darah 2
jam kemudian
selama
pemeriksaan
tetap istirahat dan
tidak merokok
28


Bagan 11. Langkah-langkah diagnostic DM dan gangguan toleransi glukosa ( Konsensus
pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di Indonesia 2011)

29

2.8. Tatalaksana Diabetes Mellitus
Tujuan penatalaksanaan secara umum adalah meningkatkan kualitass hidup penyandang
diabetes. Sedangkan tujuan akhir dari penatalaksanaan DM tipe 2 adalah turunnya morbiditas
dan mortalitas DM.

Jangka Pendek


Jangka Panjang

Menghilangkan keluhan dan tanda DM

Mempertahankan rasa nyaman

Mencapai target pengendalian glukosa darah


Mencegah & hambat progresivitas
penyulit (makroangipati, mikroangio-
pati dan neuropati)
Tabel 4. Tujuan penatalaksanaan diabetes mellitus jangka pendek dan jangka panjang

Pilar penatalaksanaan diabetes mellitus :
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi farmakologis

1. Edukasi
Pasien diberikan pengetahuan tentang pemantauan glukosa darah mandiri, tanda dan
gejala hipoglikemia


Materi edukasi tingkat awal


Materi edukasi tingkat lanjut

- Materi tentang perjalanan penyakit DM
- Makna dan perlunya pengendalian dan
pemantauan DM secara berkelanjutan
- Penyulit DM dan risikonya
- Intervensi farmakologis dan non-
farmakologis serta target pengobatan
- Interaksi antara asupan makanan,
aktivitas fisik, dan OHO atau insulin
serta obat-obatan lain




- Mengenal dan mencegah penyulit akut
DM
- Pengetahuan mengenai penyulit
menahun DM
- Penatalaksanaan DM selama menderita
penyakit lain
- Makan di luar rumah
- Rencana untuk kegiatan khusus
- Hasil penelitian dan pengetahuan masa
kini dan teknologi mutakhir tentang
DM
- Pemeliharaan/perawatan kaki
30


- Cara pemantauan glukosa darah dan
pemahaman hasil glukosa darah atau
urin mandiri (hanya jika pemantauan
glukosa darah mandiri tidak tersedia)
- Mengatasi sementara keadaan gawat
darurat seperti rasa sakit, atau
hipoglikemia
- Pentingnya latihan jasmani yang teratur
- Masalah khusus yang dihadapi (contoh:
hiperglikemia padakehamilan)
- Pentingnya perawatan kaki
- Cara mempergunakan fasilitas
perawatan kesehatan.


2. Terapi gizi medis
Terapi gizi medis akan dijelaskan pada learning index berikutnya.

3. Latihan jasmani
a. Kegiatan jasmani sehari-hari dan latihan jasmani dilakukan secara teratur 3-4 kali
seminggu selama kurang lebih 30 menit.
b. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga,berkebun harus
tetap dilakukan.
c. Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan
memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah
d. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti
jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
e. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani.
f. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara
yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
g. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalas-malasan.

Tabel 5. Aktivitas Fisik Sehari-hari (Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2
di Indonesia 2011)



31

4. Intervensi farmakologis
intervensi farmakologis akan dijelaskan pada learning index selanjutnya.


Penilaian hasil terapi

Hasil pengobatan DM tipe 2 harus dipantau secara terencana dengan melakukan
anamnesis, pemeriksaan jasmani, dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan adalah :

1. Pemeriksaan kadar glukosa darah
Tujuan :
- Mengetahui apakah sasaran terapi telah tercapai
- Melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi.
- Dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah puasa, glukosa 2 jam post prandial, atau
glukosa darah pada waktu yang lain secara berkala sesuai kebutuhan

2. Pemeriksaan A1C
- Tes hemoglobin terglikosilasi (glikogemoglobin) untuk menilai efek perubahan terapi 8-12
minggu sebelumnya.
- Tes ini tidak dapat digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek.
- Pemeriksaan ini dianjurkan setiap 3 bulan, minimal 2 kali dalam setahun

3. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM)
Pemantauan kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Pemeriksaan kadar glukosa
darah mandiri dilakukan dengan alat pengukur cara reagen kering. Secara berkala. Hasil
pemantauan dengan cara reagen kering dibandingkan dengan cara konvensional.

Waktu yang dianjurkan :
a. Sebelum makan
b. 2 jam setelah makan (menilai ekskursi maksimal glukosa)
c. Menjelang waktu tidur ( menilai risiko hipoglikemia)
d. Diantara siklus tidur (menialai adanya hipoglikemia nocturnal yang kadang tanpa gejala)
e. Ketika mengalami gejala hypoglycemic spells

PGDM dianjurkan pada :
a. Penyandang DM yang direncanakan mendapat terapi insulin (atau pemicu sekresi insulin)
b. Penyandang DM dengan terapi insulin berikut :
- Pasien dengan A1C yang tidak mencapai target setelah terapi
- Wanita yang merencanakan hamil
- Wanita hamil dengan hiperglikemia
- Kejadian hipoglikemia berulang

32

Tabel 6. Prosedur pemantauan (Konsensus pengendalian dan pencegahan DM tipe 2 di
Indonesia 2011)

4. Pemeriksaan glukosa urin
- Hanya digunakan pada pasien yang tidak dapat atau tidak mau memeriksa kadar
glukosa darah.
- Batas ekskresi glukosa renal rata-rata sekitar 180 mg/dL, dapat bervariasi pada
beberapa pasien, bahkan pada pasien yang sama dalam jangka waktu lama.
- Hasil pemeriksaan sangat bergantung pada fungsi ginjal dan tidak dapat dipergunakan
untuk menilai keberhasilan terapi.

5. Pemantauan benda keton
- Pemantauan benda keton dalam darah maupun dalam urin cukup penting terutama
pada penyandang DM tipe 2 yang terkendali buruk (kadar glukosa darah >300
mg/dL).
- Pada penyandang diabetes yang sedang hamil.
- Tes benda keton urin mengukur kadar asetoasetat, sementara benda keton yang
penting adalah asam beta hidroksibutirat.
- Saat ini telah dapat dilakukan pemeriksaan kadar asam beta hidroksibutirat dalam
darah secara langsung dengan menggunakan strip khusus.
- Kadar asam beta hidroksibutirat darah <0,6 mmol/L dianggap normal, di atas 1,0
mmol/L disebut ketosis dan melebihi 3,0 mmol/L indikasi adanya KAD.
- Pengukuran kadar glukosa darah dan benda keton secara mandiri, dapat mencegah
terjadinya penyulit akut diabetes, khususnya KAD.
Tabel 7. Target pengendalian DM
33










Algoritme Pengelolaan DM tipe 2 tanpa dekompensasi
34


35


2.9. Komplikasi Diabetes Mellitus
1. Komplikasi Metabolik Akut
Komplikasi metabolik diabetes disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes
tipe 1 adalah:
A. Ketoasidosis Diabetik (DKA).
Merupakan komplikasi metabolik yang paling serius pada DM tipe 1. Hal ini
bisa juga terjadi pada DM tipe 2. Hal ini terjadi karena kadar insulin sangat menurun,
dan pasien akan mengalami hal berikut:7
Hiperglikemia
Hiperketonemia
Asidosis metabolik
Hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis ,peningkatan
lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda
keton (asetoasetat, hidroksibutirat, dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma
mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion
hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat
36

mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan
elektrolit. Pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok.
Akhimya, akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan
mengalami koma dan meninggal. Koma dan kematian akibat DKA saat ini jarang
terjadi, karena pasien maupun tenaga kesehatan telah menyadari potensi bahaya
komplikasi ini dan pengobatan DKA dapat dilakukan sedini mungkin.
Tanda dan Gejala Klinis dari Ketoasidosis Diabetik
1. Dehidrasi 8. Poliuria
2. Hipotensi (postural atau supine) 9. Bingung
3. Ekstremitas Dingin/sianosis perifer 10. Kelelahan
4. Takikardi 11. Mual-muntah
5. Kusmaul breathing 12. Kaki kram
6. Nafas bau aseton 13. Pandangan kabur
7. Hipotermia 14. Koma (10%)

B. Hiperglikemia, Hiperosmolar, Koma Nonketotik (HHNK)
Komplikasi metabolik akut lain dari diabetes yang sering terjadi pada
penderita diabetes tipe 2 yang lebih tua. Bukan karena defisiensi insulin absolut,
namun relatif, hiperglikemia muncul tanpa ketosis. Ciri-ciri HHNK adalah sebagai
berikut:
Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum > 600 mg/dl.
Dehidrasi berat
Uremia
Pasien dapat menjadi tidak sadar dan meninggal bila keadaan ini tidak segera
ditangani. Angka mortalitas dapat tinggi hingga 50%. Perbedaan utama antara
HHNK dan DKA adalah pada HHNK tidak terdapat ketosis.
Penatalaksanaan HHNK
Penatalaksanaan berbeda dari ketoasidosis hanya dua tindakan yang
terpenting adalah:Pasien biasanya relatif sensitif insulin dan kira-kira diberikan dosis
setengah dari dosis insulin yang diberikan untuk terapi ketoasidosis, biasanya 3
unit/jam.7

37

C. Hipoglikemia (reaksi insulin, syok insulin)
Hipoglikemia adalah keadaan klinik gangguan saraf yang disebabkan
penurunan glukosa darah. Gejala ini dapat ringan berupa gelisah sampai berat berupa
koma dengan kejang. Penyebab tersering hipoglikemia adalah obat-obatan
hipoglikemik oral golongan sulfonilurea, khususnya glibenklamid. Hasil penelitian di
RSCM 1990-1991 yang dilakukan Karsono dkk, memperlihatkan kekerapan episode
hipoglikemia sebanyak 15,5 kasus pertahun, dengan wanita lebih besar daripada pria,
dan sebesar 65% berlatar belakang DM. Meskipun hipoglikemia sering pula terjadi
pada pengobatan dengan insulin, tetapi biasanya ringan. Kejadian ini sering timbul
karena pasien tidak memperlihatkan atau belum mengetahui pengaruh beberapa
perubahan pada tubuhnya.
Penyebab Hipoglikemia :
1. Makan kurang dari aturan yang ditentukan
2. Berat badan turun
3. Sesudah olah raga
4. Sesudah melahirkan
5. Sembuh dari sakit
6. Makan obat yang mempunyai sifat serupa
Tanda hipoglikemia mulai timbul bila glukosa darah < 50 mg/dl, meskipun
reaksi hipoglikemia bisa didapatkan pada kadar glukosa darah yang lebih tinggi.
Tanda klinis dari hipoglikemia sangat bervariasi dan berbeda pada setiap orang.
Tanda-tanda Hipoglikemia
1. Stadium parasimpatik: lapar, mual, tekanan darah turun.
2. Stadium gangguan otak ringan: lemah, lesu, sulit bicara, kesulitan menghitug
sederhana.
3. Stadium simpatik: keringat dingin pada muka terutama di hidung, bibir atau tangan,
berdebar-debar.
4. Stadium gangguan otak berat: koma dengan atau tanpa kejang.
Keempat stadium hipoglikemia ini dapat ditemukan pada pemakaian obat oral
ataupun suntikan. Ada beberapa catatan perbedaan antara keduanya:
1) Obat oral memberikan tanda hipoglikemia lebih berat.
2) Obat oral tidak dapat dipastikan waktu serangannya, sedangkan insulin bisa
diperkirakan pada puncak kerjanya, misalnya:
Insulin reguler : 2-4 jam setelah suntikan
Insulin NPH : 8-10 jam setelah suntikan
38

P.Z.I : 18 jam setelah suntikan
3) Obat oral sedikit memberikan gejala saraf otonom (parasimpatik dan simpatik),
sedangkan akibat insulin sangat menonjol.

2. Komplikasi Kronik Jangka Panjang
A. Mikrovaskular / Neuropati
- Retinopati, catarak penurunan penglihatan
- Nefropati gagal ginjal
- Neuropati perifer hilang rasa, malas bergerak
- Neuropati autonomik hipertensi, gastroparesis
- Kelainan pada kaki ulserasi, atropati
B. Makroangiopati
- Pembuluh darah jantung
- Pembuluh darah tepi: penyakit arteri perifer sering terjadi pada penyandang
diabetes. Biasanya terjadi dengan gejala tipikal clauditio intermittent, meskipun
sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik kaki merupakan kelainan yang pertama
muncul.
- Pembuluh darah otak

2.10. Pencegahan Diabetes Melitus
Kalau sudah terjadi komplikasi, usaha untuk menyembuhkan keadaan tersebut ke
arah normal sangat sulit, kerusakan yang terjadi pada umumnya akan menetap. Oleh
karena itu, usaha pencegahan dini untuk komplikasi tersebut sangat diperlukan dan
diharapkan akan sangat bermanfaat untuk menghindari terjadinya berbagai hal yang
tidak menguntungkan.
Menurut WHO tahun 1994, upaya pencegahan diabetes ada 3 jenis atau tahap yaitu:
1. Pencegahan Primer
Semua aktivitas yang ditujukan untuk mencegah timbulnya hiperglikemia pada
individu yang berisiko untuk jadi diabetes atau pada populasi umum.
2. Pencegahan Sekunder
Menemukan pengidap DM sedini mungkin, misalnya dengan tes penyaringan
terutama pada populasi resiko tinggi, dengan demikian pasien DM yang
sebelumnya tidak terdiagnosa dapat terjaring, sehingga dapat dilakukan upaya
untuk mencegah komplikasi atau kalaupun sudah ada komplikasi masih reversibel.
Oleh karena itu, pada tahun 1994 WHO menyatakan bahwa pendeteksian pasien
baru dengan cara skrining dimasukkan dalam upaya pencegahan sekunder supaya
39

lebih diketahui lebih dini komplikasi dapat dicegah karena dapatreversibel. Untuk
negara berkembang termasuk Indonesia upaya ini termasuk mahal.
3. Pencegahan Tersier
Semua upaya untuk mencegah komplikasi atau kecacatan akibat komplikasi itu.
Untuk mencegah kecacatan tentu saja harus dimulai dengan deteksi dini
komplikasi DM agar kemudian penyulit dapat dikelola dengan baik disamping
tentu saja pengelolaan untuk mengendalikan kadar glukosa darah. Upaya ini
meliputi:
a. Mencegah timbulnya komplikasi diabetes
b. Mencegah berlanjutnya (progresi) komplikasi untuk tidak menjurus
menjadi kegagalan organ
c. Mencegah terjadinya kecacatan tubuh disebabkan oleh karena kegagalan
organ atau jaringan

2.11. Prognosis Diabetes Mellitus
Sekitar 60% pasien DM yang mendapat insulin dapat bertahan hidup seperti orang
normal., sisanya dapat mengalami kebutaan, gagal ginjal kronis, dan kemungkinan untuk
meninggal lebih cepat.


3. Memahami dan menjelaskan Retinopati
3.1. Definisi Retinopati
Retinopati diabetik merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa mikroangiopati
progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro vaskular pada retina dengan gejala penurunan
atau perubahan penglihatan secara perlahan

3.2. Etiologi Retinopati
Faktor-faktor yang mendorong terjadinya retinopati adalah :
Terjadi karena adanya perubahan dinding arteri
Adanya komposisi darah abnormal
Meningkatnya agregasi platelet dari plasma menyebabkan terbentuknya mikrothrombin
Gangguan endothelium kapiler menyebabkan terjadinya kebocoran kapiler,
selanjutnyaterjadi insudasi dinding kapiler dan penebalan membran dasar dan diikuti
dengan eksudasidinding haemorhagic dengan udem perikapiler
Perdarahan kapiler dapat terjadi di retina dalam sybhyaloid dimana letaknya di depan
jaringan retina. Hemoraghi tidak terjadi intravitreal tetapi terdapat dalam ruangvitreo
retinal yang tersisa karena vitreus mengalami retraksi
Aliran darah yang kurang lancar dalam kapiler-kapiler, sehingga terjadi hipoksiarelatif di
retina yang merangsang pertumbuhan pembuluh-pembuluh darah yang baru.
Perubahan arteriosklerotik dan insufisiensi koroidal
Hipertensi yang kadang-kadang mengiringi diabetes

3.3. Epidemiologi Retinopati
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa
jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi
40

154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan.4 The
DiabCare Asia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer
dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami komplikasi
retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif.

3.4. Klasifikasi Retinopati
Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS13 :
- Derajat 1 : tidak terdapat retinopati DM
- Derajat 2 : hanya terdapat mikroaneurisma
- Derajat 3 : Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan - sedang yang ditandai
oleh mikroaneurisma dan satu atau lebih tanda:
Venous loops
Perdarahan
Hard exudates
Soft exudates
Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA)
- Derajat 4 :
Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang ditandai oleh:
Perdarahan derajat sedang-berat
Mikroaneurisma
IRMA
- Derajat 5 : Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh neovaskularisasi dan
perdarahan viterous
A. B.
Gambar 11. Retinopati DM Nonproliferatif Derajat sedang dengan Edema Makula (A) dan
Retinopati DM Proliferatif dengan Edema Makula dan Perdarahan Pre-retina (B)

3.5.Patofisiologi Retinopati
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan terjadi
melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive oksigen
intermediates (ROIs) dan advanced glycation endproducts (AGEs). ROIs dan AGEs merusak
perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan faktor vasoaktif seperti nitric
oxide (NO), prostasiklin, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), dan endotelin yang akan mem-
perparah kerusakan.
Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol yang meningkatkan glikosilasi dan
ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi
sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel pembuluh darah dan disfungsi enzim
endotel.
Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC).
Vascular endothelial growth factor (VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh
41

PKC. VEGF menstimulasi ekspresi intracellular adhe- sion molecule-1 (ICAM-1) yang
memicu terbentuknya ikatan antara leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebut
menyebabkan kerusakan sawar darah retina, serta trombosis dan oklusi kapiler retina.
Keseluruhan jalur tersebut me- nimbulkan gangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi pada
retina. Hipoksia menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga
merangsang pembentukan pembuluh darah baru yang memiliki kelemahan pada membran
basalisnya, defisiensi taut kedap antarsel endo- telnya, dan kekurangan jumlah perisit.
Akibatnya, terjadi kebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.

3.6. Manifestasi klinik Retinopati
Sebagian besar penderita retinopati DM, pada tahap awal tidak mengalami gejala
penurunan tajam penglihatan. Apabila telah terjadi kerusakan sawar darah retina, dapat
ditemukan mikroaneurisma, eksudat lipid dan protein, edema, serta perdarahan intraretina.
Selanjutnya, terjadi oklusi kapiler retina yang mengakibatkan kegagalan perfusi di lapisan
serabut saraf retina sehingga terjadi hambatan transportasi aksonal. Hambatan transportasi
tersebut menimbulkan akumulasi debris akson yang tampak sebagai gambaran soft exudates
pada pemeriksaan oftalmoskopi. Kelainan tersebut merupakan tanda retinopati DM non-
proliferatif.
Hipoksia akibat oklusi akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru dan ini
merupakan tanda patognomonik retinopati DM proliferatif. Kebutaan pada DM dapat terjadi
akibat edema hebat pada makula, perdarahan masif intravitreous, atau ablasio retina
traksional.

3.7. Diagnosis Retinopati
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan
funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi
kelainan retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of
Ophthalmology (AAO) adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan tersebut adalah
mudah dilaksanakan, interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga
mampu laksana di pelayanan kesehatan primer. Di pelayanan primer pemeriksaan fundus
photography berperanan sebagai pemeriksaan penapis. Apabila pada pemeriksaan ditemukan
edema makula, retinopati DM non- proliferatif derajat berat dan retinopati DM proliferatif
maka harus dilanjutkan dengan pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata.
Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan visus,
tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus
photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan Optical Coherence Tomography (OCT) dan Ocular Ultrasonography bila
perlu.
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit
terdeteksi oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi.
Ocular ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh
perdarahan vitreous atau kekeruhan media refraksi.
Pemeriksaan Funduskopi Direk pada Retinopati DM
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan
pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta
untuk melepaskan kacamata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi
42

midriatikum. Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan
kurang nyaman setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan
kontraindikasi pemberian midriatikum.
Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap. Pasien duduk
berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi)
pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0
dioptri dan ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan
pemeriksa dan oftalmoskop dipegang di tangan kanan.
Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk menilai refleks retina yang
berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada jarak 2-3 cm
dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi dan warna
diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc
berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien
lalu diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikro- aneurisma,
eksudat, perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM.
Terakhir, pasien diminta melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat
menilai makula. Edema makula dan eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

3.8. Tatalaksana Retinopati
Tata laksana retinopati DM dilakukan berdasarkan tingkat keparahan penyakit. Retinopati
DM nonproliferatif derajat ringan hanya perlu dievaluasi setahun sekali. Penderita retinopati
DM nonproliferatif derajat ringan-sedang tanpa edema makula yang nyata harus menjalani
pemeriksaan rutin setiap 6-12 bulan. Retinopati DM nonproliferatif derajat ringan-sedang
dengan edema makula signifikan merupakan indikasi laser photocoagulation untuk mencegah
per- burukan. Setelah dilakukan laser photocoagulation, penderita perlu dievaluasi setiap 2-4
bulan. Penderita retinopati DM nonproliferatif derajat berat dianjurkan untuk menjalani
panretinal laser photocoagulation, terutama apabila kelainan berisiko tinggi untuk
berkembang menjadi retinopati DM proliferatif. Penderita harus dievaluasi setiap 3-4 bulan
pascatindakan. Panretinal laser photocoagula- tion harus segera dilakukan pada penderita
retinopati DM proliferatif. Apabila terjadi retinopati DM proliferatif disertai edema makula
signifikan, maka kombinasi focal dan panretinal laser photocoagulation menjadi terapi
pilihan

3.9. Pencegahan Retinopati
Pencegahan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus dilakukan bersama untuk
mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk memperlambat perburukan
retinopati.
Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi :
1.Kontrol glukosa darah, seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar
glukosa darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkembangan retinopati
diabetik dan juga progresifitasnya.
2.Kontrol tekanan darah
3.Ablasi kelenjar hipofisis melalui pembedahan atau radiasi (jarang dilakukan)
4.Laser koagulasi
Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah penanganan
retinopati diabetik. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina telah
43

dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan klinikal
yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR (Non-proliferatife Diabetic Retinopathy) dan
PDR (Proliferative Diabetic Retinopathy) dan juga untuk beberapa tipe makulopati.
Mekanisme kerja yang jelas tidak diketahui tapi telah dicadangkan bahwa fotokoagulasi
lokasisistemik mencegah pembebasan sesuatu yang belum diidentifikasi, faktor vasoformatif
pada penyakit proliferative. Penanganan ini harus dilakukan pada stadium awal. Foto
koagulasi untuk NPDR dengan macula udem yang signifikan secara klinis disebut
fotokoagulasi macula, manakala fotokoagulasi luas untuk PDR disebut fotokoagulas panp-
retinal.

3.10. Prognosis Retinopati
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi retinopati
yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang
bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada
mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.

4. Memahami dan menjelaskan pengaturan gizi pada penderita Diabetes Melitus
4.1. Pengaturan Kalori Makanan
Perhitungan julah kalori ditentukan oleh stasus gizi, umur, ada tidaknya stress akut, dan
kegiatan jasmani. Penetuan stasus gizi dapat dipakai indeks massa tubuh (IMT) atau rumus
Brocca.

Penentuan stasus gizi berdasarkan IMT
IMT dihitung berdasarkan pembagian berat badan (dalam kilogram) dibagi dengat tinggi
badan (dalam meter) kuadrat.
o Berat badan kurang <18,5
o Berat badan normal 18,5-22,9
o Berat badan lebih 23,0
o Dengan resiko 23-24.9
o Obes I 25-29,9
o Obes II 30

Penentuan stasus gizi berdasarkan rumus Brocca
Pertama-tama dilakukan perhitungan berat badan idaman berdasarkan rumus:
berat badan idaman (BBI kg) = (TB cm - 100) -10%.

Penetuan stasus gizi dihitung dari : (BB aktual : BB idaman) x 100%
o Berat badan kurang BB <90% BBI
o Berat badan normal BB 90-110% BBI
o Berat badan lebih BB 110-120% BBI
o Gemuk BB>120% BBI

Penentuan kebutuhan kalori perhari:
1. Kebutuhan basal:
o Laki-laki : BB idaman (Kg) x 30 kalor
o Wanita : BB idaman (Kg) x 25 kalori
44

2. Koreksi atau penyesuaian:
o Umur diatas 40 tahun : -5%
o Aktivitas ringan : +10%
o Aktifitas sedang : +20%
o Aktifitas berat : +30%
o Berat badan gemuk : -20%
o Berat badan lebih : -10%
o Berat badan kurus : +10%

3. Stress metabolik : +10-30%

4. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori

5. Kehamilan trimester II dan menyusui : +500 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang
(25%), serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar. Pengaturan makan ini tidak
berbeda dengan orang normal, kecuali dengan pengaturan jadwal makan dan jumlah kalori.
Usahakan untuk merubah pola makan ini secara bertahap sesuai kondisi dan kebiasaan
penderita.


4.2. Komposisi Makanan
Terapi gizi medis merupakan salah satu terapi non-farmakologis yang sangat
direkomendasikan bagi pasien diabetes. Terapi gizi medis ini pada pronsipnya adalah melakukan
pengaturan pola makan yang didasarkan pada stasus gizi medis diabetesi dan melakukan
modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain: Menurunkan
berat badan, Menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, Menurunkan kadar glukosa darah,
Memperbaiki profil lipid, Meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, Memperbaiki sistem
koagulsi darah.

Tujuan terapi gizi medis ini adlah untuk mencapai dan mempertahankan:
o Kadar glukosa darah mendekati normal
o Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl.
o Glukosa darah 2 jam setelah makan <180 mg/dl.
o Kadar A1c <7%.
o Tekanan darah <130/80 mmHg.
o Profil Lipid
o Kolesterol LDL<100 mg/dl
o Kolesterol HDL >40 mg/dl.
o Trigliserida < 150 mg/dl.
o Beran badan senormal mungkin.



45

Jenis Bahan Makanan
KARBOHIDRAT
Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan diabetisi tidak boleh lebih dar 55-65%
dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih dari 70% jika dikombinasikan dengan
pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal (MUFA: monounsaturated fatty acids). Pada
setiap gram karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4kilokalori.
Rekomendasi karbohidrat :
Kandungan total kalori pada makanan yang mengandung karbohidrat, lebih ditentukan
oleh jumlahnya dibandungkan dengan jenis itu sendiri.
Dari total kebutuhan kalori perhari, 60-70% diantaranya berasal dari sumber karbohidrat .
Jika ditambah MUFA sebagai sumber energi, maka jumlah KH maksimal 70% dari total
kebutuhan kalori perhari.
Julah serat 25-50 gram per hari.
Jumlah sukrosa sebagai sumber energi tidak perlu dibatasi, namun jangan sampai lebih
dari total kebutuhan kalori perhari.
Sebagai pemanis dapat digunakan pmanis non kalori seperti sakarin, aspartame,
acesulfame, dan sukralosa.
Penggunaan alkohol harus dibatasi tidak boleh lebih dar10 gram/hari.
Fruktosa tidak boleh lebih dari 60 gram/hari.
Makanan yang mengandung sukrosa tidak perlu dibatasi.

PROTEIN
Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total kalori
perhari. Pada penderita kelainan ginjal dimana diperlukan pembatasan asupan protein sampai 40
gram perhari, maka perlu ditambahkan suplementasi asam amino esensial. Protein mengandung
energi sebesar 2 kilokalori/gram.
Rekomendasi pemberian protein:
Kebutuhan protein 15-20% dari total kebutuhan energi perhari.
Pada keadaan kadar glukosa yang terkontrol, asupan protein tidak akan mempengaruhi
konsentrasi glukosa darah.
Pada keadaan glukosa tidak terkontrol, pemberian protein sekitar 0,8-1,0 mg/kg BB/hari.
Pada gangguan fungsi ginjal, asupan protein diturunkan sampai 0,85 gram/KgBB/hari
dan tidak kurang dari 40gram.
Jika terdapat komplikasi kardiovaskular, maka sumber protein nabati lebih dianjurkan
dibanding protein hewani.

LEMAK
Lemak memiliki kandungan energi sebesar 9 kilokalori/gram. Bahan makanan ini sangat
penting untuk membawa vitamin yang larut dalam lemak seperti vitami A, D, E, K. Berdasarkan
rantai karbonnya , lemak dibedakan menjadi lemak jenuh dan tidak jenuh. Pembatasan asupan
lemak jenuh dan kolestrol sangat disarankan pada diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki
profil lipid tidak normal bagi pasien diabetes. Asam lemak tidak jenuh rantai tunggal
(monounsaturated fatty acid : MUFA), merupakan salah satu asam lemak yang dapat
memperbaiki glukosa darah dan profil lipid. Pemberian MUFA pada diet diabetisi, dapat
menurunkan kadar trigliserida, kolestrol total, kolestrol VLDL, dan meningkatkan kadar
kolestrol HDL. Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (polyunsaturated fatty acid=
46

PUFA) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida, memperbaiki agregasi
trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3 yang dapat menurunkan sintesis VLDL di
dalam hati dan eningkatkan aktivitas enzyme lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar
VLDL di jarngan perifer. Sehingga dapat menurunkan kadar kolestrol LDL.

Rekomendasi Pemberian Lemak:
Batasi konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh, jumlah maksimal 10% dari
total kebutuhan kalori per hari.
Jika kadar kolestrol LDL 100 mg/dl, asupan asam lemak jenuh diturunkan sampai
maksimal 7% dari total kalori perhari.
Konsumsi kolestrol maksimal 300mg/hari, jika ada kolestrol LDL 100 mg/dl, maka
maksimal kolestrol yang dapat dikonsumsi 200 mg per hari.
Batasi asam lemak bentuk trans.
Konsumsi ikan seminggu 2-3 kali untuk mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh
rantai panjang.
Asupan asam lemak tidak jenuh rantai panjang maksimal 10% dari asupan kalori perhari.


5. Memahami dan menjelaskan farmakologi Anti Diabetes Melitus
Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:
A. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin: metformin dan tiazolidindion
C. Penghambat glukoneogenesis (metformin)
D. Penghambat absorpsi glukosa: penghambat glukosidase alfa.
E. DPP-IV inhibito
A. Pemicu Sekresi Insulin
1. Sulfonilurea
Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas,
dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun
masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari
hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan
hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja
panjang.
47


Gambar 12. Mekanisme Sulfonylurase bekerja di dalam tubuh
2. Glinid
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengansulfonilurea, dengan penekanan pada
peningkatan sekresiinsulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obatyaitu Repaglinid
(derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivatfenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat
setelahpemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melaluihati. Obat ini dapat mengatasi
hiperglikemia post prandial.
B. Peningkat sensitivitas terhadap insulin
Tiazolidindion
Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma
(PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek
menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa,
sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada
pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga
pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan
pemantauan faal hati secara berkala.
*golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.
C. Penghambat glukoneogenesis
Metformin
Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di
samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes
gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum
kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya
48

penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek
samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah
makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal
penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

Gambar 13. Mekanisme Metformin bekerja di dalam tubuh

D. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)
Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek
menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping
hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.
E. DPP-IV inhibitor
Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh sel L di
mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam
saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus
sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim
dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)-amide yang tidak aktif. Sekresi
GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1
bentuk aktif merupakanhal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-
1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4
(penghambatDPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1
agonis).
Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4
sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang
penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.
49

Cara Pemberian OHO, terdiri dari:
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar
glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis optimal
Sulfonilurea: 15 30 menit sebelum makan
Repaglinid, Nateglinid: sesaat sebelum makan
Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan
Penghambat glukosidase (Acarbose): bersama makan suapan pertama
Tiazolidindion: tidak bergantung pada jadwal makan.
DPP-IV inhibitor dapat diberikan bersama makan dan atau sebelum makan.

Contoh contoh obat yang biasa digunakan:
1.AVANDIA 4 MG
INDIKASI :
Avandia adalah agen antidiabetes thiazolidinedione diindikasikan sebagai tambahan bagi
diet dan olahraga untuk memperbaiki kontrol glikemik pada orang dewasa dengan diabetes
mellitus tipe 2.
PENGGUNAAN:
- Avandia tidak boleh digunakan pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 atau untuk
pengobatan ketoasidosis diabetes.
- Coadministration dari Avandia dan insulin tidak dianjurkan.
- Penggunaan Avandia dengan nitrat tidak direkomendasikan.
DOSIS :
- Mulai pada 4 mg sehari dalam dosis tunggal atau dibagi, jangan melebihi 8 mg per hari.
- Dosis meningkat harus disertai dengan pemantauan hati-hati untuk efek samping yang
berhubungan dengan retensi cairan.
- Jangan melakukan Avandia jika menunjukkan bukti klinis pasien penyakit hati aktif atau
peningkatan serum transaminase.
KEMASAN :
Pentagonal, film-tablet dilapisi dalam kekuatan berikut : 2 mg, 4 mg, dan 8 mg
KONTRA INDIKASI :
Inisiasi Avandia pada pasien dengan didirikan NYHA kelas III atau IV gagal jantung adalah
kontraindikasi.
PERINGATAN DAN PENCEGAHAN :
- Retensi fluida, yang dapat memperburuk atau menyebabkan gagal jantung, dapat terjadi.
Kombinasi digunakan dengan insulin dan digunakan dalam gagal jantung kongestif NYHA
kelas I dan II dapat meningkatkan risiko efek kardiovaskular lainnya.
- Peningkatan resiko kejadian iskemik miokard telah diamati dalam meta-analisis dari 42 uji
klinis (kejadian Tingkat 2% dibandingkan 1,5%).
- Penggunaan Avandia dengan nitrat tidak direkomendasikan.
- Coadministration dari Avandia dan insulin tidak dianjurkan.
- Dosis yang berhubungan dengan edema, berat badan, dan anemia dapat terjadi.
- Macular Edema telah dilaporkan.
- Peningkatan kejadian patah tulang pada pasien wanita.
- Tidak ada studi klinis mendirikan bukti pengurangan risiko macrovascular dengan
Avandia atau obat antidiabetik oral lainnya.
50

PABRIK : GLAXO SMITH KLINE


2.BENOFOMIN 500 MG
KOMPOSISI :
Benofomin 500 Tablet, tiap tablet mengandung : Metformin HCI500 mg.
Benofomin 850 Kaplet, tiap kaplet mengandung : Metformin HCI850 mg.
FARMAKOLOGI :
Farmakodinamik :
Metformin adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes
mellitus tipe 2. Secara kimia atau farmakologi, Metformin berbeda dengan Sulfonylurea.
Metformin memperbaiki toleransi glukosa pada penderita diabetes tipe 2, menurunkan
glukosa darah baik di basal maupun postprandial. Mekanisme kerja Metformin berbeda
dengan Sulfonylurea. Metformin menurunkan produksi glukosa oleh hati, menurunkan
penyerapan glukosa di usus dan memperbaiki sensitivitas insulin (meningkatkan
pengambilan dan penggunaan glukosa di perifer). Tidak seperti Sulfonylurea, Metformin
tidak mengakibatkan hipoglikemia (kecuali pada keadaan tertentu; lihat Peringatan) dan
tidak menyebabkan hiperinsulinemia.
Farmakokinetik:
-Absorpsi
Bioavailabilitas absolut setelah pemberian Metformin 500 mg pada kondisi puasa sekitar
50-60 %. Adanya makanan mengurangi tingkat absorbsi dan sedikit memperiambat absorbs!
Metformin.
-Distribusi
Metformin sangat sedikit terikat pada protein plasma, sangat berbeda dengan Sulfonylurea
dimana 90% terikat pada protein plasma.
-Metabolisme
Metformin praktis tidak dimetabolisme di hati (tidak ditemukan metabolit pada manusia)
maupun pada ekskresi empedu,
-Ekskresi
Metformin diekskresikan dalam bentuk utuh (tidak berubah) lewat urine.
INDIKASI :
Diebetes tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes) dengan kelebihan berat badan maupun
dengan berat badan normal dan apabila diet tidak berhasil. Diabetes tipe 1 (insulin-
dependent diabtes); terapi bersamaan dengan insulin. Sebagai obat pembantu pada penderita
diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin dengan maksud agar dapal mengurangi
dosis insulin yang dibutuhkan. Sebagai obat tunggal dalam hal pemakaian Sulfonylurea
primer atau skunder tidak berhasil. Sebagai obat kombinasi dengan Sulfonylurea.
PEMBERIAN
-Dewasa:
Benofomin 500 mg: 3 x sehari 1 tablet 500 mg pada saat makan atau sesudah makan.
Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan bertahap sampai maksimum 3 gram sehari.
Benofomin 850 mg: 2 x sehari 1 kaplat 850 mg pada saat makan atau sesudah makan.
KONTRAINDIKASI :
-Gagal ginjal
-Penyakit hati kronis yang memerlukan terapi farmakologi.
51

-Hipersensitif terhadap metformin.
-Metabolit asidosis akut dan kronis, lermasuk diabetes ketoasidosis, dengan atau tanpa
koma.
PERINGATAN DAN PERHATIAN :
-Perhatian khusus perlu diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal.
-Meskipun tidak ada kasus anemia pada penggunaan Metformin > 15 tahun, sebaiknya pada
pasien yang diberikan terapi Metformin jangka lama dilakukan evaluasi secara teratur
terhadap kadar B12 serum sebagai profilaksis.
-Karena kemungkinan terjadi hipoglikemia pada terapi kombinasi dengan Sulfonylurea atau
insulin, sebaiknya dilakukan monitoring kadar gula darah.
-Penggunaan Metformin pada wanita hamil tidak dianjurkan meskipun penelitian klinis
menunjukkan tidak ada efek teratogenik dari Metformin.
-Hati - hati pemberian Metformin pada pasien usia lanjut. pasien dengan infeksi serius dan
kondisi trauma.
-Keamanan penggunaan Metformin pada anak - anak masih belum terbukti.
INTERAKSI OBAT:
Penelitian terakhir mengindikasikan adanya kemungkinan interaksi antara Metformin
dengan beberapa antikoagulan. Kemungkinan terjadi hipoglikemia pada penggunaan
bersama dengan Sulfonylurea dan insulin. Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko
terjadinya asidosis laktat. Metformin dapat menurunkan penyerapan vitamin B12.
Pemberian bersama dengan Cimelidine dapat menurunkan klirens ginjal.
EFEK SAMPING :
Gejala - gejala saluran pencemaan (seperti diare, mual, muntah, perut kembung, anoreksia)
adalah reaksi yang umum terjadi setelah pemakaian Metformin. Pasien mungkin
mengeluhkan rasa tidak enak dan rasa logam pada mulut. Asidosis laktat.
KEMASAN :
Benofomin Tablet 500 mg : Dus, 10 strip @ 10 tablet No. Reg DKL9402319410A1
Benofomin Kaplet 850 mg : Dus, 10strip 10 kaplet No. Reg DKL9502320404A1
SIMPAN PADA SUHU KAMAR (25-30)C DAN TEMPAT KERING
HARUS DENGAN RESEP DOKTER
Diproduksi oleh : PT BERNOFARM, Sidoarjo- Indonesia

3.BENOFOMIN 850 MG
KOMPOSISI :
Benofomin 500 Tablet, tiap tablet mengandung : Metformin HCI500 mg.
Benofomin 850 Kaplet, tiap kaplet mengandung : Metformin HCI850 mg.
FARMAKOLOGI :
Farmakodinamik:
Metformin adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes
mellitus tipe 2. Secara kimia atau farmakologi, Metformin berbeda dengan Sulfonylurea.
Metformin memperbaiki toleransi glukosa pada penderita diabetes tipe 2, menurunkan
glukosa darah baik di basal maupun postprandial. Mekanisme kerja Metformin berbeda
dengan Sulfonylurea. Metformin menurunkan produksi glukosa oleh hati, menurunkan
penyerapan glukosa di usus dan memperbaiki sensitivitas insulin (meningkatkan
pengambilan dan penggunaan glukosa di perifer). Tidak seperti Sulfonylurea, Metformin
52

tidak mengakibatkan hipoglikemia (kecuali pada keadaan tertentu; lihat Peringatan) dan
tidak menyebabkan hiperinsulinemia.
Farmakokinetik:
- Absorpsi
Bioavailabilitas absolut setelah pemberian Metformin 500 mg pada kondisi puasa sekitar
50-60 %. Adanya makanan mengurangi tingkat absorbsi dan sedikit memperiambat absorbs
Metformin.
- Distribusi
Metformin sangat sedikit terikat pada protein plasma, sangat berbeda dengan Sulfonylurea
dimana 90% terikat pada protein plasma.
- Metabolisme
Metformin praktis tidak dimetabolisme di hati (tidak ditemukan metabolit pada manusia)
maupun pada ekskresi empedu,
- Ekskresi
Metformin diekskresikan dalam bentuk utuh (tidak berubah) lewat urine.
INDIKASI :
-Diebetes tipe 2 (non-insulin-dependent diabetes) dengan kelebihan berat badan maupun
dengan berat badan normal dan apabila diet tidak berhasil.
-Diabetes tipe 1 (insulin-dependent diabtes); terapi bersamaan dengan insulin.
-Sebagai obat pembantu pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin
dengan maksud agar dapal mengurangi dosis insulin yang dibutuhkan.
-Sebagai obat tunggal dalam hal pemakaian Sulfonylurea primer atau skunder tidak berhasil.
-Sebagai obat kombinasi dengan Sulfonylurea.
PEMBERIAN
-Dewasa:
Benofomin 500 mg: 3 x sehari 1 tablet 500 mg pada saat makan atau sesudah makan.
Jika perlu, dosis dapat ditingkatkan bertahap sampai maksimum 3 gram sehari.
Benofomin 850 mg: 2 x sehari 1 kaplat 850 mg pada saat makan atau sesudah makan.
KONTRA INDIKASI :
-Gagal ginjal
-Penyakit hati kronis yang memerlukan terapi farmakologi.
-Hipersensitif terhadap metformin.
-Metabolit asidosis akut dan kronis, lermasuk diabetes ketoasidosis, dengan atau tanpa
koma.
PERINGATAN DAN PERHATIAN :
-Perhatian khusus perlu diberikan pada pasien dengan gangguan ginjal.
-Meskipun tidak ada kasus anemia pada penggunaan Metformin > 15 tahun, sebaiknya pada
pasien yang diberikan terapi Metformin jangka lama dilakukan evaluasi secara teratur
terhadap kadar B12 serum sebagai profilaksis.
-Karena kemungkinan terjadi hipoglikemia pada terapi kombinasi dengan Sulfonylurea atau
insulin, sebaiknya dilakukan monitoring kadar gula darah.
-Penggunaan Metformin pada wanita hamil tidak dianjurkan meskipun penelitian klinis
menunjukkan tidak ada efek teratogenik dari Metformin.
-Hati - hati pemberian Metformin pada pasien usia lanjut. pasien dengan infeksi serius dan
kondisi trauma.
-Keamanan penggunaan Metformin pada anak - anak masih belum terbukti.
53

INTERAKSI OBAT :
Penelitian terakhir mengindikasikan adanya kemungkinan interaksi antara Metformin
dengan beberapa antikoagulan.Kemungkinan terjadi hipoglikemia pada penggunaan
bersama dengan Sulfonylurea dan insulin. Konsumsi alkohol dapat meningkatkan resiko
terjadinya asidosis laktat. Metformin dapat menurunkan penyerapan vitamin B12.
Pemberian bersama dengan Cimelidine dapat menurunkan klirens ginjal.
EFEK SAMPING :
Gejala - gejala saluran pencemaan (seperti diare, mual, muntah, perut kembung, anoreksia)
adalah reaksi yang umum terjadi setelah pemakaian Metformin.Pasien mungkin
mengeluhkan rasa tidak enak dan rasa logam pada mulut. Asidosis laktat.
KEMASAN :
Benofomin Tablet 500 mg : Dus, 10 strip @ 10 tablet No. Reg DKL9402319410A1
Benofomin Kaplet 850 mg : Dus, 10strip 10 kaplet No. Reg DKL9502320404A1

4.DAONIL
INDIKASI :
Diabetes mellitus pada orang dewasa .
KONTRA INDIKASI :
Diabetes melitus tipe I , diabetes penguraian metabolik,koma diabetik, gangguan ginjal
parah, kehamilan dan menyusui.
DOSIS :
Awal : sehari 2,5 mg, dinaikkan 2,5 mg dengan interval 3-5 hari sampai metabolik tercapai .
KEMASAN :
( HNA + ) Dos 10 x 10 tablet.

5.DIABENESE 100
Klorpropamida 100 mg ; 250 mg.
INDIKASI :
Diabetes melitus tanpa komplikasi tanpa tipe nonketotik ringan , sedang atau parah.
KONTRA INDIKASI :
Diabetes mellitus tipe remaja atau pertumbuhan, diabetes parah atau tidak stabil,diabetes
terkomplikasi dengan ketosis dan asidosis ,koma diabetik.
EFEK SAMPING :
Erupsi kulit, eritema multiform, dermatitis eksfoliatif.
DOSIS :
Perhari ,penderita setengah usia dalam keadaan setengah parah atau sedikit parah,mula-mula
250 mg , penderita lebih tua dimulai dari dosis 100-125 mg,pemeliharaan, penderita
setengah umur dalam keadaan setengah parah , biasanya cukup 250 mg ; diabetes lebih
ringan membutuhkan 100 mg, atau lebih kecil.
KEMASAN :
Dos 100 tablet 100 mg,250 mg.

6.DIABENESE 250
Klorpropamida 100 mg ; 250 mg.
INDIKASI :
Diabetes melitus tanpa komplikasi tanpa tipe nonketotik ringan , sedang atau parah.
54

KONTRA INDIKASI :
Diabetes mellitus tipe remaja atau pertumbuhan, diabetes parah atau tidak stabil,diabetes
terkomplikasi dengan ketosis dan asidosis ,koma diabetik.
EFEK SAMPING :
Erupsi kulit, eritema multiform, dermatitis eksfoliatif.
DOSIS :
Perhari ,penderita setengah usia dalam keadaan setengah parah atau sedikit parah,mula-mula
250 mg , penderita lebih tua dimulai dari dosis 100-125 mg,pemeliharaan, penderita
setengah umur dalam keadaan setengah parah , biasanya cukup 250 mg ; diabetes lebih
ringan membutuhkan 100 mg, atau lebih kecil.
KEMASAN :
Dos 100 tablet 100 mg,250 mg.

7.DIABEX
KOMPOSISI :
Diabex Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 500 mg
Diabex Forte Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 850 mg
MEKANISME KERJA :
Diabex merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik
secara kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang
tersubstitusi rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride B.P.
Farmakologi :
Cara kerja metformin HCI masih belum jelas.Metformin tidak merangsang pelepasan
insulin tapi adanya insulin mempercepat efek hipoglikemik dari metformin. Kemungkinan
mekanisme kerja termasuk inhibisi glikoneogenesis pada hati, penundaan absorpsi glukosa
dari saluran cerna dan peningkatan sensitivitas insulin.
Farmakokinetik :
Pada penggunaan Diabex oral, metformin hidrokiorida diabsorpsi pada saiuran cerna.
Metformin hidrokiorida tidak mengalami penimbunan di hati dan.tidak mengalami proses
metaboiisme pada hati. Waktu paruh plasma sekitar 3 jam dan tidak terikat pada protein
plasma. Kadar metformin dalam darah biasanya kurang dari 10 mg/L. Sekresi metformin
dalam urin tidak mengalami perubahan.
INDIKASI :
Pengobatan diabetes pada orang dewasa yang tidak terkontrol dengan memuaskan oleh diet
dan obat lain, dimana resiko asidosis laktat diminimalkan dengan menyingkirkan faktor-
faktor pencetus, terutama gangguan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular. Diabex dapat
dipergunakan untuk pengobatan utama dan pengobatan tambahan, juga pengobatan tunggal
atau kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea.
TAKARAN DAN CARA PEMAKAIAN :
Tablet Diabex harus diberikan bersamaan dengan makanan dalam dosis yang terbagi :
Diabex : 1 tablet 3 kali sehari
Diabex Forte : 1 tablet 2 kali sehari
Pada pengobatan kombinasi dengan sulfonilurea atau insulin, kadar gula darah harus
diperiksa, mengingat kemungkinan timbulnya hipoglikemia.
1. Dosis harus diperbesar secara perlahan-lahan. Satu tablet Diabex tiga kali sehari ataul
tablet Diabex Forte 2 kali sehari sering kali cukup untuk mengendalikan penyakit diabetes.
55

Hal ini dapat dicapai dalam beberapa hari, tetapi tidak jarang pula efek ini terlambat dicapai
sampai dua minggu. Apabila hasil yang diinginkan tidak tercapai, dosis dapat dinaikkan
secara berhati-hati sampai maksimum 3 g sehari. Bila gejala diabetes telah dapat dikontrol,
dosis dapat diturunkan.

2. Apabila dikombinasi dengan pemakaian sulfonilurea yang hasilnya kurang memadai,
mula-mula diberikan satu tablet Diabex atau 1/2-1 tablet Diabex Forte, kemudian dosis
Diabex dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol optimal. Sering kali dosis
sulfonilurea dapat dikurangi dan pada beberapa pasien bahkan tidak perlu diberikan lagi.
Pengobatan dapat dilanjutkan dengan Diabex sebagai obat tunggal.

3. Apabila diberikan bersamaan dengan insulin, dapat diikuti petunjuk ini:
a. Bila dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, permulaan diberikan satu tablet Diabex atau
1/2-1 tablet Diabex Forte, kemudian dosis insulin dikurangi secara berangsur-angsur (4 unit
setiap 2-4 hari). Pemakaian tablet dapat ditambah setiap interval mingguan.
b. Bila dosis insulin lebih dari 60 unit sehari, pemberian Diabex adakalanya menyebabkan
penurunan kadar gula darah dengan cepat.
Pasien demikian harus diobservasi dengan hati-hati selama 24 jam pertama setelah
pemberian Diabex. Sesudah itu dapat diikuti petunjuk yang diberikan pada (a) di atas.
DOSIS PERCOBAAN TUNGGAL :
Penentuan kadar gula darah setelah pemberian suatu dosis percobaan tunggal tidak
memberikan petunjuk apakah seorang penderita diabetes akan memberikan respon terhadap
Diabex. Efek maksimum mungkin baru diperoleh setelah pasien menerima pengobatan
Diabex berminggu-minggu oleh karena itu dosis percobaan tunggal tidak dapat digunakan
sebaqai penilaian.
PERHATIAN :
* Penggunaan harus berhati-hati pada pasien dengan fungsi ginjal yang kurang sempurna.
* Penggunaan Diabex tidak dianjurkan pada kehamiian, sekalipun penelitian klinis tidak
menunjukkan adanya efek teratogenik ; dimana dekompensasi temporer terjadi akibat
infeksi, trauma, pembedahan dsb., kondisi yang dapat menimbulkan dehidrasi.
* Sekalipun dianjurkan agar pasien yang diberi pengobatan metformin jangka panjang
diperiksa kadar B12 dalam serumnya tiap tahun, seiama 15 tahun penggunaan metformin
secara luas belum pernah ditemui kasus anemia pernisiosa yang ditimbulkan oleh
pengobatan dengan metformin.
* Oleh karena adanya kemungkinan terjadi hipoglikemia pada pengobatan kombinasi
dengan sulfonilureaatau insulin, kadar guia dalam darah harus dimonitor.
* Pada pengobatan kombinasi Diabex dan insulin, pasien sebaiknya dirawat di rumah sakit
agar tercapai keadaan yang mantap.
* Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan kemungkinan terjadinya interaksi antara
metformin dengan antikoagulan tertentu. Dalam hal itu mungkin diperlukan penyesuaian
dosis antikoagulan.
* Hati-hati pemberian pada pasien usia lanjut, infeksi serius dan dalam keadaan trauma.
* Tidak dianjurkan penggunaan metformin untuk anak-anak.
* Penentuan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular dianjurkan secara berkala seiama
pengobatan jangka panjang.
EFEK SAMPING :
56

Diabex dapat diterima baik oleh pasien dengan hanya sedikit gangguan gastrointestinal yang
biasanya bersifat sementara. Hal ini umumnya dapat dihindari apabila Diabex diberikan
bersama makanan, atau adakalanya dengan jalan mengurangi dosis secara temporer.
Hanya pada 3 persen dari jumlah pasien, pemakaian Diabex harus dihentikan ; dengan
demikian pemberian Diabex tidak perlu langsung dihentikan begitu tampak gejala-gejala
intoleransi. Biasanya efek samping demikian telah lenyap pada saat diabetes terkontrol dan
tidak kembali lagi.
Beberapa kasus asidosis laktat yang dilaporkan terjadi karena pemakaian metformin pada
kasus yang merupakan kontraindikasi.
Telah dilaporkan dengan biguanida terjadi asidosis laktat.
Asidosis laktat adalah komplikasi metabolik serius dan kadang-kadang fatal dapat terjadi
sehubungan dengan sejumlah kondisi pathophysiologis, termasuk diabetes mellitus.
KONTRA INDIKASI :
* Koma diabetik dan ketoasidosis.
* Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama diekskresi
meialui ginjal.
* Penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholisme, keadaan penyakit
kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan
dengan laktat asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonari, riwayat laktat asidosis, dan
keadaan yang ditandai dengan hipoksemia.
* Juvenile diabetes mellitus tidak mengalami komplikasi dan diatur dengan baik dengan
pengobatan insulin, diabetes mellitus diatur dengan diet saja, hipersensitifitas terhadap
biguanida, komplikasi akut dari diabetes mellitus seperti metabolik asidosis, koma, infeksi,
gangrene, atau seiama atau segera setelah pembedahan dimana insulin tidak dapat diberikan,
riwayat asidosis.
KEMASAN :
Diabex Filcotab : Box,10 Blister @ 10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817A1
Diabex Forte Filcotab : Box,10 Strip @10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817B1

8.DIABEX FORTE
KOMPOSISI :
Diabex Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 500 mg
Diabex Forte Filcotab : Tiap tablet salut selaput mengandung Metformin HCI 850 mg
MEKANISME KERJA :
Diabex merupakan obat antidiabetik oral yang berbeda dari golongan sulfonilurea baik
secara kimiawi maupun dalam cara bekerjanya. Obat ini merupakan suatu biguanida yang
tersubstitusi rangkap yaitu Metformin (dimethylbiguanide) Hydrochloride B.P.
Farmakologi :
Cara kerja metformin HCI masih belum jelas.Metformin tidak merangsang pelepasan
insulin tapi adanya insulin mempercepat efek hipoglikemik dari metformin. Kemungkinan
mekanisme kerja termasuk inhibisi glikoneogenesis pada hati, penundaan absorpsi glukosa
dari saluran cerna dan peningkatan sensitivitas insulin.
Farmakokinetik :
Pada penggunaan Diabex oral, metformin hidrokiorida diabsorpsi pada saiuran cerna.
Metformin hidrokiorida tidak mengalami penimbunan di hati dan.tidak mengalami proses
metaboiisme pada hati. Waktu paruh plasma sekitar 3 jam dan tidak terikat pada protein
57

plasma. Kadar metformin dalam darah biasanya kurang dari 10 mg/L. Sekresi metformin
dalam urin tidak mengalami perubahan.
INDIKASI :
Pengobatan diabetes pada orang dewasa yang tidak terkontrol dengan memuaskan oleh diet
dan obat lain, dimana resiko asidosis laktat diminimalkan dengan menyingkirkan faktor-
faktor pencetus, terutama gangguan fungsi ginjal, hati dan kardiovaskular. Diabex dapat
dipergunakan untuk pengobatan utama dan pengobatan tambahan, juga pengobatan tunggal
atau kombinasi dengan insulin atau sulfonilurea.
TAKARAN DAN CARA PEMAKAIAN :
Tablet Diabex harus diberikan bersamaan dengan makanan dalam dosis yang terbagi :
Diabex : 1 tablet 3 kali sehari
Diabex Forte : 1 tablet 2 kali sehari
EFEK SAMPING :
Diabex dapat diterima baik oleh pasien dengan hanya sedikit gangguan gastrointestinal yang
biasanya bersifat sementara. Hal ini umumnya dapat dihindari apabila Diabex diberikan
bersama makanan, atau adakalanya dengan jalan mengurangi dosis secara temporer.
Hanya pada 3 persen dari jumlah pasien, pemakaian Diabex harus dihentikan ; dengan
demikian pemberian Diabex tidak perlu langsung dihentikan begitu tampak gejala-gejala
intoleransi. Biasanya efek samping demikian telah lenyap pada saat diabetes terkontrol dan
tidak kembali lagi.
Beberapa kasus asidosis laktat yang dilaporkan terjadi karena pemakaian metformin pada
kasus yang merupakan kontraindikasi.
Telah dilaporkan dengan biguanida terjadi asidosis laktat.
Asidosis laktat adalah komplikasi metabolik serius dan kadang-kadang fatal dapat terjadi
sehubungan dengan sejumlah kondisi pathophysiologis, termasuk diabetes mellitus.
KONTRA INDIKASI :
* Koma diabetik dan ketoasidosis.
* Gangguan fungsi ginjal yang serius, karena semua obat-obatan terutama diekskresi
meialui ginjal.
* Penyakit hati kronis, kegagalan jantung, miokardial infark, alkoholisme, keadaan penyakit
kronik atau akut yang berkaitan dengan hipoksia jaringan. Keadaan yang berhubungan
dengan laktat asidosis seperti syok, insufisiensi pulmonari, riwayat laktat asidosis, dan
keadaan yang ditandai dengan hipoksemia.
* Juvenile diabetes mellitus tidak mengalami komplikasi dan diatur dengan baik dengan
pengobatan insulin, diabetes mellitus diatur dengan diet saja, hipersensitifitas terhadap
biguanida, komplikasi akut dari diabetes mellitus seperti metabolik asidosis, koma, infeksi,
gangrene, atau seiama atau segera setelah pembedahan dimana insulin tidak dapat diberikan,
riwayat asidosis.
KEMASAN :
Diabex Filcotab : Box,10 Blister @ 10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817A1
Diabex Forte Filcotab : Box,10 Strip @10 Filcotab No. Reg. DKL9904124817B1

9.Diafac Tablet
Komposisi :
Tiap kaplet salut selaput berisi:
Metformin HCl 500mg
58

Indikasi :
Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin dan kelebihan berat badan
dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja. Dapat dipakai sebagai obat tunggal
atau diberikan sebagai obat kombinasi dengan sulfonilurea. Untuk terapi tambahan pada
penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap insulin yang simptomnya sulit dikontrol.
Kontraindikasi :
Koma diabetes mellitus, ketoasidosis, kerusakan fungsi ginjal serius, penyakit hati kronik,
gagal jantung, infark miokard, alkoholisme, penyakit kronik dan akut yang berhubungan
dengan hipoksia jaringan, riwayat penyakit yang berhubungan dengan asidosis laktat, syok,
hipersensitivitas.
Dosis :
Dewasa: Awal, 850 mg 2 x sehari atau 500 mg 3 x sehari Apabila dikombinasikan dengan
sulfonilurea, mula-mula diberikan 1 tablet 500 mg atau 1/21 tablet 850 mg, kemudian dosis
dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol optimal. Apabila diberikan bersama
insulin: Untuk dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, diberikan 1 tablet 500 mg atau 1/21
tablet 850 mg, dosis insulin dikurangi secara bertahap (4 unit setiap 24 hari). Pemakaian
tablet dapat ditambah setiap interval mingguan. Untuk dosis insulin lebih dari 60 unit sehari,
pemberian metformin adakalanya menurunkan kadar gula darah dengan cepat.
Efek Samping :
Gangguan GI, asidosis laktat
Kemasan :
Doos isi 10 strip @ 10 kaplet salut selaput
Perhatian :
Fungsi ginjal yang kurang sempurna. Monitor fungsi ginjal secara teratur, hamil dan
menyusui hentikan terapi 23 hari sebelum operasi, kondisi yang dapat menyebabkan
dehidrasi, penderita dengan infeksi serius atau trauma.
Anti-Diabetik oral adalah obat makan yang diberikan untuk pasien dengan Diabetes
Mellitus, tipe 1 dan tipe 2 yang disesuaikan dengan cara kerja obatnya.

















59

Tabel 8. Perbandingan golongan OHO (consensus pengendalian dan pencegahan diabetes
mellitus tipe 2 di Indonesia 2011)


60

6. Memahami dan menjelaskan makanan yang halal dan baik menurut Islam

Makanan yang halal ialah makanan yang dibolehkan untuk dimakan menurut ketentuan
syariat Islam.segala sesuatu baik berupa tumbuhan, buah-buahan ataupun binatang pada
dasarnya adalah hahal dimakan, kecuali apabila ada nash Al-Quran atau Al-Hadits yang
menghatamkannya. Ada kemungkinan sesuatu itu menjadi haram karena memberi
mengandungmudharat ataubahayabagi kehidupan manusia.
Allah berfirman:

Artinya:
Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi,
dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan
itu adalah musuh yang nyata bagimu. (QS. Al-Baqarah [2]: 168).
Dari dua ayat diatas maka jelaslah bahwa makanan di makan olehnorang muslim
hendaknya memenuhi 2 syarat, yaitu :
a. Halal, artinya di perbolehkan untuk di makan dan tidak dilarang oleh hokum syara
b. Baik, artinya makanan itu bergizi dan bermanfaat untuk kesehatan












61

DAFTAR PUSTAKA
Adam JMF. Klasifikasi diabetes mellitus dengan kehamilan.Dalam : Endokrinologi
Praktis.Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung Pandang; PT. Organon :1989. hal. 97 -
104.
Adam JMF. Skrining diabetes mellitus pada kehamilan. Dalam :Endokrinologi praktis. Diabetes
mellitus, tiroid, hiperlipidemi. Ujung Pandang; PT. Organon .1989 hal. 105 13.
Benson RC. Diabetes mellitus.In : Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment. 5
th
ed. California : Lange medical publications; 1984. p. 901-6.
Cunningham FG, Gilstrap LC, Gant NF, Hauth JC, Leveno KJ, Wenstrom KD. Diabetes.In :
Williams Obstetrics.21
st
ed. New York: Mc GrHill;2001.p.1359 81.
Darmono. Diagnosis dan klasifikasi diabetes mellitus.Dalam : Noer HMS at al, eds.
Diabetes forum. Treatment gestational diabetes mellitus. Avalaible from : diabetes-
forum.net/cgi-bin/display_engine.pl?category_id=6&content_id/html.Accessed:September 28,
2003.
Dutta DC. Gestational Diabetes.In : Konar H, editor. Text book of obstetrics including
perinatology and contracepcion. 4
th
ed. Calcutta : New central book agency (p)Ltd ;1998. p. 301
2
Guyton, Arthur C. Textbook of medical physiology 11
th
ed. 2006. Elsevier inc., Philadelphia,
Pennsylvania
Jameson, J.Larry. 2010. Harrisons endocrinology 2
nd
ed. McGraw-Hill
Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Type 2 Di Indonesia. 2011. PERKENI

Madjid DA. Masalah bayi dari ibu diabetes mellitus.Dalam : Adam JMF, editor. Endokrinologi
praktis.Diabetes mellitus, tiroid, hiperlipidemi.Ujung Pandang. PT Organon : 1989. hal. 120 6.
Manaf, Asman. INSULIN : MEKANISME SEKRESI DAN ASPEK METABOLISME. Diunduh
dari repository.unand.ac.id
Medidata. MIMS 2012. BIP kelompok Gramedia
More TR. Diabetes mellitus and pregnancy. Avalaible from : http/www.e-
medicine.com.
More TR. Diabetes in pregnancy. In : Creasy RK, Resnik R, editors. Maternal fetal medicine
principles and practice. 3
rd
ed. Philadelphia. WB Sounders company; 1994. p. 934 71.
Sambo AP. Diagnostic criteria of diabetes mellitus. In : Naskah lengkap simposium
diabetes mellitus dan dislipidemi. Makassar. Hotel Sedona, 12 13 Oktober 2002.
Perkumpulan Endokrinologi Indonesia cabang Makassar. 2002. p. 1 15.

62

Sherwood, Lauralee. Fisiologi Manusia: dari sel ke system.
Sudoyo, aru. dkk. 2009. Ilmu penyakit dalam. Jakarta: interna publishing

The new england journal of medicine. Vol. 341 no. 23, Dec. 1999. Gestational diabetes
mellitus.Avalaible from : http/www.med.mc.ntu.edu.tw/~tm/journal/2000/0310.html.
http://belajarbiokimia.files.wordpress.com/2013/03/diabetes_insulin.jpg
http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos1.jpg
http://www.medbio.info/images/Time%203-4/homeos18.gif
http://www.klikdokter.com/userfiles/diabetet.jpg

Anda mungkin juga menyukai