Anda di halaman 1dari 10

Tugas Etika Profesi

Hak Kekayaan Intelektual












Joko Irianto
081211631011

S1-Sistem Informasi
Universitas Airlangga
Pengertian Hak Kekayaan Intelektual

Kekayaan Intelektual atau Hak Kekayaan Intelektual (HKI) atau Hak Milik
Intelektual adalah padanan kata yang biasa digunakan untuk Intellectual Property
Rights (IPR) atau Geistiges Eigentum, dalam bahasa Jermannya Istilah atau
terminologi Hak Kekayaan Intelektual (HKI) digunakan untuk pertama kalinya pada
tahun 1790. Adalah Fichte yang pada tahun 1793 mengatakan tentang hak milik dari
si pencipta ada pada bukunya. Yang dimaksud dengan hak milik disini bukan buku
sebagai benda, tetapi buku dalam pengertian isinya Istilah HKI terdiri dari tiga kata
kunci, yaitu Hak, Kekayaan, dan Intelektual. Kekayaan merupakan abstraksi yang
dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual.
Sejarah Perkembangan Sistem Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia.
Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang HKI di Indonesia telah
ada sejak tahun 1840. Pemerintah kolonial Belanda memperkenalkan undang-
undang pertama mengenai perlindungan HKI pada tahun 1844. Selanjutnya,
Pemerintah Belanda mengundangkan UU Merek tahun 1885, Undang-undang
Paten tahun 1910, dan UU Hak Cipta tahun 1912. Indonesia yang pada waktu itu
masih bernama Netherlands East-Indies telah menjadi angota Paris Convention
for the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888, anggota Madrid
Convention dari tahun 1893 sampai dengan 1936, dan anggota Berne Convention
for the Protection of Literaty and Artistic Workssejak tahun 1914. Pada zaman
pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 sampai dengan 1945, semua peraturan
perundang-undangan di bidang HKI tersebut tetap berlaku. Pada tanggal 17
Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya.
Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD 1945, seluruh peraturan
perundang-undangan peninggalan Kolonial Belanda tetap berlaku selama tidak
bertentangan dengan UUD 1945. UU Hak Cipta dan UU Merek tetap berlaku,
namun tidak demikian halnya dengan UU Paten yang dianggap bertentangan
dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam UU Paten
peninggalan Belanda, permohonan Paten dapat diajukan di Kantor Paten yang
berada di Batavia (sekarang Jakarta), namun pemeriksaan atas permohonan Paten
tersebut harus dilakukan diOctrooiraad yang berada di Belanda
Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman RI mengeluarkan pengumuman yang
merupakan perangkat peraturan nasional pertama yang mengatur tentang Paten,
yaitu Pengumuman Menteri Kehakiman no. J.S 5/41/4, yang mengatur tentang
pengajuan sementara permintaan Paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri
Kehakiman No. J.G 1/2/17 yang mengatur tentang pengajuan sementara
permintaan paten luar negeri.
Pada tanggal 11 Oktober 1961 Pemerintah RI mengundangkan UU No.21 tahun
1961 tentang Merek Perusahaan dan Merek Perniagaan untuk mengganti UU
Merek Kolonial Belanda. UU No 21 Tahun 1961 mulai berlaku tanggal 11
November 1961. Penetapan UU Merek ini untuk melindungi masyarakat dari
barang-barang tiruan/bajakan.
10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris Paris Convention for the
Protection of Industrial Property (Stockholm Revision 1967) berdasarkan
keputusan Presiden No. 24 tahun 1979. Partisipasi Indonesia dalam Konvensi
Paris saat itu belum penuh karena Indonesia membuat pengecualian (reservasi)
terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1 sampai dengan 12 dan Pasal 28 ayat 1.
Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan UU No.6 tahun 1982
tentang Hak Cipta untuk menggantikan UU Hak Cipta peninggalan Belanda.
Pengesahan UU Hak Cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk mendorong dan
melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di bidang karya ilmu,
seni, dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan kehidupan bangsa.
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era moderen sistem HKI di tanah air.
Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden RI membentuk sebuah tim khusus di bidang
HKI melalui keputusan No.34/1986 (Tim ini dikenal dengan tim Keppres 34)
Tugas utama Tim Keppres adalah mencakup penyusunan kebijakan nasional di
bidang HKI, perancangan peraturan perundang-undangan di bidang HKI dan
sosialisasi sistem HKI di kalangan intansi pemerintah terkait, aparat penegak
hukum dan masyarakat luas.
19 September 1987 Pemerintah RI mengesahkan UU No.7 Tahun 1987 sebagai
perubahan atas UU No. 12 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Tahun 1988 berdasarkan Keputusan Presiden RI No.32 ditetapkan pembentukan
Direktorat Jenderal Hak Cipta, Paten dan Merek (DJHCPM) untuk mengambil
alih fungsi dan tugas Direktorat paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu
unit eselon II di lingkungan Direktorat Jenderal Hukum dan Perundang-
Undangan, Departemen Kehakiman.
Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui RUU
tentang Paten yang selanjutnya disahkan menjadi UU No. 6 Tahun 1989 oleh
Presiden RI pada tanggal 1 November 1989. UU Paten 1989 mulai berlaku
tanggal 1 Agustus 1991.
28 Agustus 1992 Pemerintah RI mengesahkan UU No. 19 Tahun 1992 tentang
Merek, yang mulai berlaku 1 April 1993. UU ini menggantikan UU Merek tahun
1961.
Pada tanggal 15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying
the Result of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang
mencakupAgreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property
Rights (Persetujuan TRIPS).
Tahun 1997 Pemerintah RI merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di
bidang HKI, yaitu UU Hak Cipta 1987 jo. UU No. 6 tahun 1982, UU Paten 1989
dan UU Merek 1992.
Akhir tahun 2000, disahkan tiga UU baru dibidang HKI yaitu : (1) UU No. 30
tahun 2000 tentang Rahasia Dagang, UU No. 31 tahun 2000 tentang Desain
Industri, dan UU No. 32 tahun 2000 tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.
Untuk menyelaraskan dengan Persetujuan TRIPS (Agreement on Trade Related
Aspects of Intellectual Property Rights) pemerintah Indonesia mengesahkan UU
No 14 Tahun 2001 tentang Paten, UU No 15 tahun 2001 tentang Merek, Kedua
UU ini menggantikan UU yang lama di bidang terkait. Pada pertengahan tahun
2002, disahkan UU No.19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang menggantikan UU
yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak di undangkannya.
Pada tahun 2000 pula disahkan UU No 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan
Varietas Tanaman dan mulai berlaku efektif sejak tahun 2004.

Persyaratan Menjadi Konsultan Hak Kekayaan Intelektual
Warganegara Indonesia
Bertempat tinggal tetap di wilayah Republik Indonesia
Berijazah Sarjana S1
Menguasai Bahasa Inggris
Tidak berstatus sebagai pegawai negeri
Lulus pelatihan Konsultan Hak Kekayaan Intelektual

Dewasa ini internet telah menjadi bagian penting dari kehidupan moderen yang
memerlukan segala sesuatu aktivitas yang serba cepat, efisien. Namun, sisi negatif
nya adalah kehadiran internet bisa pula memudahkan terjadinya pelanggaran-
pelanggaran di bidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) terutama masalah Hak Cipta.
Perlindungan Hak Cipta di Jaringan Internet :
Biasanya sebuah website terdiri dari informasi, berita, karya-karya fotografi,
karya drama, musical,sinematografi yang kesemuanya itu merupakan karya-karya
yang dilindungi oleh prinsip-prinsip tradisional Hak Cipta sebagaimana yang diatur
dalam UU NO 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Contoh Pelanggaran Hak Cipta di Internet:
Seseorang dengan tanpa izin membuat situs penyayi-penyayi terkenal yang
berisikan lagu-lagu dan liriknya, foto dan cover album dari penyayi-penyayi tersebut.
Contoh : Bulan Mei tahun 1997, Group Musik asal Inggris, Oasis, menuntut ratusan
situs internet yang tidak resmi yang telah memuat foto-foto, lagu-lagu beserta lirik
dan video klipnya. Alasan yang digunakan oleh grup musik tersebut dapat
menimbulkan peluang terjadinya pembuatan poster atau CD yang dilakukan pihak
lain tanpa izin. Kasus lain terjadi di Australia, dimana AMCOS (The Australian
Mechanical Copyright Owners Society) dan AMPAL (The Australian Music
Publishers Association Ltd) telah menghentikan pelanggaran Hak Cipta di Internet
yang dilakukan oleh Mahasiswa di Monash University. Pelanggaran tersebut terjadi
karena para Mahasiswa dengan tanpa izin membuat sebuah situs Internet yang
berisikan lagu-lagu Top 40 yang populer sejak tahun 1989 (Angela Bowne, 1997
:142) dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
Seseorang tanpa izin membuat situs di Internet yang berisikan lagu-lagu milik
penyanyi lain yang lagunya belum dipasarkan. Contoh kasus : Group musik U2
menuntut si pembuat situs internet yang memuat lagu mereka yang belum dipasarkan
(Angela Bowne, 1997 :142) dalam Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar,
Lindsey T dkk.
Seseorang dengan tanpa izin membuat sebuah situs yang dapat mengakses secara
langsung isi berita dalam situs internet milik orang lain atau perusahaan lain. Kasus :
Shetland Times Ltd Vs Wills (1997) 37 IPR 71, dan Wasington Post Company VS
Total News Inc and Others (Murgiana Hag, 2000 : 10-11)dalam Hak Kekayaan
Intelektual Suatu Pengantar, Lindsey T dkk.
Namun, saat ini share (Membagi) suatu berita oleh Situs berita sudah merupakan
sebuah nilai yang akan menaikan jumlah kunjungan ke situs berita itu sendiri, yang
secara tidak langsung share(Membagi) berita ini akan menaikan Page Rank situs
berita dan mendatangkan pemasang iklan bagi situs berita itu sendiri. Misalnya
beberapa situs berita terkenal Indonesia menyediakan share beritanya melalui
facebook, twitter,lintasberita.com dan lain-lain.
Maka, share ini secara tidak langsung telah mengijinkan orang lain untuk berbagi
berita melalui media-media tersebut dengan syarat mencantumkan sumber berita
resminya. Maka dalam kasus ini, Hak Cipta sebuah berita telah diizinkan oleh
pemilik situs berita untuk di share melalui media-media lain asalkan sumber resmi
berita tersebut dicantumkan. Hal ini sesuai dengan Pasal 14 c UU No 19 tahun 2002
tentang Hak Cipta, dimana : Tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta
pengambilan berita aktual (berita yang diumumkan dalam waktu 1 x 24 jam sejak
pertama kali diumumkan) baik seluruhnya maupun sebagian dari kantor berita,
Lembaga Penyiaran, dan Surat Kabar atau sumber sejenis lain, dengan ketentuan
sumbernya harus disebutkan secara lengkap.
Analisis :
Dengan adanya media internet dengan mudah seluruh orang di dunia
mengaksesnya ditambah dengan teknologi yang semakin canggih yang
memungkin setiap orang untuk mengakses internet di mana saja dan kapan
saja. Dengan adanya internet ini ada kelebihan dan kekurangannya.
Kekurangan dari penggunan internet ini adalah semakin banyaknya orang
yang melakukan plagiatisme dengan mencopy atau menyalin hasil karya
seseorang tanpa mencanumkan nama pemilik atau link pemilik tersebut. Pada
media massa secara online dalam memberikan beritanya pada websitenya
harus mendapatkan persetujuan dari narasumber. Karena Hak Cipta seseorang
sudah diatur dalam Undang-Undang jadi siapa saja yang melanggar harus siap
untuk menerima hukuman yang setimpal pula.
KASUS POSISI
Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd, yang berkantor pusat di 60 B Martin
Road 05-05/06 Singapore, Warehouse Singapore 0923 adalah pemakai
pertama merek LOTTO untuk barang-barang pakaian jadi, kemeja, baju
kaos, jaket, celana panjang, roks pan, tas, koper, dompet, ikat pinggang,
sepatu, sepatu olah raga, baju olah raga, kaos kaki olah raga, raket, bola jaring
(net), sandal, selop, dan topi.
Merek dagang LOTTO ini terdaftar di Direktorat Paten dan Hak Cipta
Departemen Kehakiman tanggal 29/6/1979, dengan No. 137430 dan No.
191962 tanggal 4/3/1985.
Pada 1984 Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman telah
menerima pendaftaran merek LOTTO yang diajukan oleh Hadi Darsono
untuk jenis barang handuk dan sapu tangan dengan No. 187.824 pada tanggal
6/11/1984, pendaftaran merek LOTTO untuk kedua barang tersebut tercantum
dalam tambahan Berita Negara RI No. 8/1984 tanggal 25/5/1987.
Penggunaan merek LOTTO oleh Hadi Darsono hampir sama dengan merek
yang digunakan pada barang-barang produksi PTE Ltd.
Walaupun Hadi menggunakan merek LOTTO untuk barang-barang yang tidak
termasuk dalam produk-produk Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd., namun
kesamaan merek LOTTO tersebut dinilai amat merugikannya.
Akhirnya pihak Newk Plus Four Far East Ltd Singapore, mengajukan gugatan
perdata di pengadilan terhadap Hadi Darsono sebagai Tergugat I dan
Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman (Bagian Merek-
merek) sebagai Tergugat II.
Pihak Penggugat mengajukan tuntutan (petitum) yang isi pokoknya sebagai
berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan sebagai hukum bahwa Penggugat sebagai pemakai
pertama di Indonesia atas merek dagang LOTTO dan karena itu
mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di
Indonesia;
3. Menyatakan bahwa merek LOTTO milik Tergugat I yaitu yang
didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor register 187824, adalah
sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan kata
maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan
serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kwalitas
barang-barang;
4. Menyatakan batal, atau setidak-tidaknya membatalkan pendaftaran
merek dengan register nomor 187824 dalam daftar umum atas nama
Tergugat I, dengan segala akibat hukumnya;
5. Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati keputusan ini dengan
membatalkan pendaftaran merek dengan nomor reg. 187824 dalam
daftar umum;
6. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara;
7. Atau menurut kebijaksanaan Hakim.



Daftar Pustaka
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual#Sejarah_Perkembangan_Sistem_P
erlindungan_Hak_Kekayaan_Intelektual_di_Indonesia
http://www.pekanbaru.co/23703/4-contoh-pelanggaran-hak-kekayaan-intelektual-hki-
tanpa-anda-sadari/

Anda mungkin juga menyukai