Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gagal ginjal kronik (GGK) mengambarkan suatu keadaan ginjal yang
abnormal baik secara struktural maupun fungsinya yang terjadi secara progresif
dan menahun, umumnya bersifat ireversibel. Sering kali berakhir dengan
penyakit ginjal terminal yang menyebabkan penderita harus menjalani dialisis
atau bahkan transplantasi ginjal. Penyakit ini sering terjadi, seringkali tanpa
disadari dan bahkan dapat timbul bersamaan dengan berbagai kondisi (penyakit
kardiovaskular dan diabetes).
i !ndonesia, dari data yang didapatkan berdasarkan serum kreatinin yang
abnormal, diperkirakan pasien dengan GGK ialah sekitar "###$juta penduduk.
GGK atau sering disebut juga penyakit ginjal kronik (%hronic kidney disease)
memiliki prevalensi yang sama baik pria maupun &anita dan sangat jarang
ditemukan pada anak'anak, kecuali dengan kelainan genetic, seperti misalnya
pada Sindroma (lport ataupun penyakit ginjal polikistik autosomal resesif.
)erdapat perubahan paradigma dalam pengelolaan GGK karena adanya
data'data epidemiologi yang menunjukan bah&a pasien dengan gangguan fungsi
ginjal ringan sampai sedang lebih banyak daripada mereka yang dengan stadium
lanjut, sehingga upaya penatalaksanaan lebih ditekankan kearah diagnosis dini
dan upaya preventif. Selain itu ditemukan juga bukti'bukti bah&a intervensi atau
pengobatan pada stadium dini dapat mengubah prognosa dari penyakit tersebut.
)erlambatnya penanganan pada penyakit gagal ginjal kronik berhubungan dengan
adanya cadangan fungsi ginjal yang bisa mencapai "#* diatas nilai normal,
sehingga tidak akan menimbulkan gejala sampai terjadi penurunan fungsi ginjal
menjadi +#* dari nilai normal.
GGK sering berhubungan dengan anemia. (nemia pada GGK muncuk
ketika klirens kreatinin turun kira'kira ,# ml$mnt$-,.+m" dari permukaan tubuh.
(nemia akan menjadi lebih berat lagi apabila fungsi ginjal menjadi lebih buruk
lagi, tetapi apabila penyakit ginjal telah mencapai stadium akhir, anemia akan
secara relatif menetap. (nemia pada GGK terutama diakibatkan oleh
berkurangnya eritropoietin. (nemia merupakan kendala yang cukup besar bagi
upaya mempertahankan kualitas hidup pasien GGK.
1.2 Rumusan Masalah
/agaimana studi kasus gangguan system perkemihan didunia industri 0
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1ntuk mengetahui bagaimana studi kasus gangguan system perkemihan
didunia industry0
1.3.2 Tujuan khusus
-. 1ntuk mengetahui konsep penyakit gagal ginjal
". 1ntuk mengetahui studi kasus penyakit ginjal di duinia industry
+. 1ntuk mengetahui pembahasan kasus untuk penyakit gagal ginjal kronis
didunia industry.
1. Man!aat
-. 2engetahui konsep penyakit gagal ginjal
". 2engetahui studi kasus penyakit ginjal di duinia industry
+. 2engetahui pembahasan kasus untuk penyakit gagal ginjal kronis didunia
industry.
BAB II
TIN"AUAN TE#RI
2.1 De!$n$s$
Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi
yang beragam, yang mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif dan
umunya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya, gagal ginjal adalah suatu
keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang ireversibel,
pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis maupun transplantasi ginjal. 1remia adalah suatu sindrom klinik dan
laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada
penyakit gagal ginjal kronik. Kriteria penyakit ginjal kronik adalah sebagai
berikut 3
-. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi lebih dari + bulan, berupa
kelainan structural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi
glomerulus (45G), dengan manifestasi3
a. Kelainan patologis
b. )erdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan
c. dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan
d. dalam tes pencitraan (imaging test).
". 4aju filtrasi glomerulus (45G) kurang dari 6# ml$menit$-,.+m" selama +
bulan, dengan atau tanpa kerusakan ginjal.
2.2 Anat%m$ g$njal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk kacang yang terletak di kedua sisi
koloumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah daripada ginjal kiri
karena tertekan ke ba&ah oleh liver. Kutub atas ginjal kanan setinggi iga ke -",
sedangkan kutub ginjal kiri setinggi iga ke --. Permukaan anterior dan posterior
kutub atas, ba&ah, dan tepi lateral ginjal berbentuk cembung, sedangkan tepi
medialnya berbentuk cekung karena adanya hilus. /eberapa struktur yang masuk
atau keluar dari ginjal melalui hilus diantaranya adalah arteri dan vena renalis,
saraf, pembuluh limfatik, dan ureter.
(rteri renalis berasal dari aorta abdominalis (7 setinggi vertebra lumbalis
!!). (orta terletak disebelah kiri garis tengah, sehingga arteri renalis kanan lebih
panjang dari arteri renalis kiri. Setiap arteri renalis bercabang se&aktu masuk ke
dalam hilus ginjal. 8ena renalis menyalurkan darah dari masing'masing ginjal ke
dalam vena kava inferior yang terletak di sebalah kanan dari garis tengah. 8ena
renalis kiri kira'kira dua kali panjang dari vena renalis kanan.
Saat arteri renalis masuk kedalam hilus, arteri tersebut bercabang menjadi
arteri interlobaris yang berjalan diantara piramid, selanjutnya membentuk
percabangan arkuata yang melengkung melintasi basis piramid'piramid tersebut.
(rteri arkuata lalu akan membentuk arteriol interlobularis yang tersusun pararel
dalam korteks. (rteriol interlobularis ini selanjutnya membentuk arteriol aferen.
2asing'masing arteriol aferen akan menyuplai ke rumbai'rumbai kapiler yang
disebut glomerolus (jamak 3 glomeruli). Kapiler glomeruli bersatu membentuk
arterior eferen yang kemudian bercabang'cabang membentuk sistem jaringan
portal yang mengelilingi tubulus dan kadang disebut kapiler peritubular.
2edula terbagi'bagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Piramid'
piramid tersebut dikelilingi oleh korteks yang disebut kolumna /ertini. Piramid'
piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh segmen'segmen tubulus
dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari tiap piramid membentuk
duktus papilaris /ellini yang terbentuk dari persatuan bagian terminal dari banyak
duktus pengumpul. Setiap duktus papilaris masuk ke dalam suatu perluasan ujung
pelvis ginjal berbentuk seperti ca&an yang disebut kaliks minor. /eberapa kaliks
minor bersatu membentuk kaliks mayor, yang selanjutnya bersatu sehingga
membentuk pelvis ginjal. Pelvis ginjal merupakan reservoar utama sistem
pengumpul ginjal. 1reter menghubungkan pelvis ginjal dengan vesika urinaria.
1reter berasal dari bagian ba&ah pelvis renalis pada ureteropelvic junction
lalu turun ke ba&ah sepanjang kurang lebih "9 : +, cm menuju kandung kemih.
inding dari kaliks, pelvis dan urter mengandung otot polos yang berkontraksi
secara teratur untuk mendorong urine menuju kandung kemih.
2.3 E&$'em$%l%g$
iperkirakan bah&a sedikitnya 6* pada kumpulan populasi de&asa di
(merika Serikat telah menderita gagal ginjal kronik dengan 45G ; 6# ml$mnt per
-,.+ m" (derajat - dan "). Selain itu, ,,<* dari populasi (merika Serikat telah
berada pada derajat + dan ,. ata pada tahun -==<'-===, menyatakan bah&a di
(merika Serikat insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan -## kasus$juta
penduduk$ tahun dan angka ini meningkat 9* setiap tahun. i 2alaysia dengan
populasi -9 juta, diperkirakan terdapat -9## kasus baru gagal ginjal per tahun. i
negara'negara berkembang lainnya, insiden ini diperkirakan sekitar ,#'6#
juta$tahun.
2. Et$%l%g$
Penyebab Gagal Ginjal Kronik dapat dibagi dua, yaitu 3
-. Kelainan parenkim ginjal
a. Penyakit ginjal primer (Glomerulonefritis, Pielonefritis, Ginjal polikistik,
dan )/% ginjal)
b. Penyakit ginjal sekunder (>efritis lupus, >efropati analgesic, dan
(miloidosis ginjal)
". Penyakit ginjal obstruktif
a. Pembesaran prostat batu
b. /atu saluran kencing, dll.
2.( Pat%!$s$%l%g$
Patofisiologi dari penyakit ginjal kronik pada a&alnya tergantung pada
penyakit a&al yang mendasarinya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya proses
yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan masa ginjal menyebabkan hipertrofi
struktur dan fungsi dari nefron yang sehat. Kompensasi hipertrofi ini diperantarai
oleh molekul vasoaktif, sitokin, dan gro&th factor. ?al ini mengakibatkan
terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran
darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, akhirnya diikuti oleh
proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini akhirnya
diikuti oleh penurunan fungsi nefron yang progresif, &alaupun penyakit dasarnya
sudah tidak aktif lagi. (danya peningkatan aktivitas aksis renin'angiotensin'
aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi tehadap terjadinya hiperfiltrasi
sclerosis dan progresifitas penyakit tersebut.
(ktivasi jangka panjang (ksis renin'angiotensin'aldosteron, sebagian
diperantarai oleh Gro&th 5actor, seperti )ransforming Gro&th 5actor @ ()G5'@).
/eberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap progresifitas penyakit ginjal
kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia . )erdapat
variabilitas inter individual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus
maupun tubulointerstisial. Pada stadium paling dini penyakit gagal ginjal kronik,
terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan dimana basal 45G masih
normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi
penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar
urea dan kreatinin serum. Sampai pada 45G sebesar 6#*, pasien masih belum
merasakan keluhan (asimptomatik), tetapi sudah terjadi peningkatan kadar urea
dan kreatinin serum. Sampai pada 45G sebesar +#*, mulai terjadi keluhan pada
pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu makan kurang, dan penurunan
berat badan. Sampai pada 45G di ba&ah +#*, pasien memperlihatkan gejala dan
tanda uremia yang nyata, seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan
metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah, dan sebagainya. Pasien
juga mudah terkena infeksi saluiran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi
saluran cerna. Auga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau
hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit, antara lain >aB dan KB. Pada
45G di ba&ah -<*, akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan
pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (Cenal Ceplacement )herapy)
antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan
sampai pada stadium gagal ginjal.
(Dotemia adalah Cetensi dari produk sisa nitrogen sebagai perkembangan
insufisiensi ginjal. 1remia adalah tahap yang lebih berat dari progresivitas
insufisiensi ginjal dimana berbagai sistem organ telah terganggu. 2eskipun
uremia bukan penyebab utama, urea dapat menimbulkan gejala klinis seperti
anoreksia , malaise, muntah dan sakit kepala. Produk nitrogen lainnya seperti
komponen guanido, urat dan hipurat, hasil akhir metabolisme asam nukleat,
poliamin, mioinosital, fenol, benDoat dan indol dapat tertahan dalam tubuh pada
penyakit ginjal kronik dalam hal ini dipercaya dapat meningkatkan angka
kematian pada uremia. 1remia tidak hanya mempengaruhi kegagalan ekskresi
renal saja tetapi dapat juga menyebabkan gangguan pada fungsi metabolik dan
endokrin yang dapat menyebabkan anemia malnutrisi, gangguan metabolisme
karbohidrat, lemak, protein, gangguan penggunaan energi, dan penyakit tulang
metabolik. 4ebih jauh lagi kadar plasma berbagai hormon polipeptida seperti
paratiroid hormon (P)?), insulin, glukagon, luteiniDing hormon, dan prolaktin
akan meningkat pada gagal ginjal, bukan hanya karena gangguan katabolisme
ginjal tetapi juga karena meningkatkan sekresi endokrin yang menimbulkan
konsekuensi sekunder dari ekskresi primer atau gangguan sintetik renal. ilain
sisi, produksi eritropoetin (EPF) dan -,"<'dihidroksikolekalsiferol ginjal
terganggu. Aadi patofisiologi dari sindrom uremia dapat dibagi menjadi dua
bagian. Gang pertama merupakan akumulasi dari produk metabolisme protein,
yang kedua merupakan akibat dari kehilangan dari fungsi ginjal seperti
keseimbangan cairan dan elektrolit, kelainan hormon.
(nemia adalah berkurangnya hingga di ba&ah nilai normal jumlah sel
darah merah , kuantitas hemoglobin, dan volume packed red cells (hematokrit) per
-## ml darah. (nemia bukanlah suatu diagnosis, melainkan suatu cerminan
perubahan patofisiologik mendasar yang diuraikan melalui anamnesis yang
seksama, pemeriksaan fisik, dan konfirmasi laboratorium.
(nemia merupakan satu dari gejala klinik pada gagal ginjal. (nemia pada
penyakit ginjal kronik muncul ketika klirens kreatinin turun kira'kira ,#
ml$mnt$-,.+m" dari permukaan tubuh, dan hal ini menjadi lebih parah dengan
semakian memburuknya fungsi ekskresi ginjal. )erdapat variasi hematokrit pada
pasien penurunan fungsi ginjal. Kadar nilai hematokrit dan klirens kreatinin
memiliki hubungan yang kuat. Kadar hematokrit biasanya menurun, saat kreatinin
klirens menurun sampai kurang dari +# : +< ml$menit. (nemia pada gagal ginjal
merupakan tipe normositik normokrom apabila tidak ada faktor lain yang
memperberat seperti defisiensi besi yang terjadi pada gagal ginjal. (nemia ini
bersifat hiporegeneratif. Aumlah retikulosit yang nilai hematokrit nya dikoreksi
menjadi normal, tidak adekuat.
)erdapat + mekanisme utama yang terlibat pada patogenesis anemia pada
gagal ginjal, yaitu3 ?emolisis, produksi eritropoetin yang tidak adekuat, dan
penghambatan respon dari sel prekursor eritrosit terhadap eritropoetin. Proses
sekunder yang memperberat dapat terjadi seperti intoksikasi aluminium.
2.( Man$!estas$ ))* 'an Urem$a+
-. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit dan asam basa
a. ?omeostasis >atrium dan (ir.
Pada kebanyakan pasien dengan penyakit ginjal kronik yang stabil
kandungan >atrium dan ?"F pada seluruh tubuh meningkat secara perlahan
penyebabnya adalah terganggunya keseimbangan glomerulotubular yang
menyebabkan retensi natrium atau natrium dari proses pencernaan
menyebabkan penambahan natrium yang menyebabkan ekspansi volume
cairan ekstra seluler (%ES) dimana ekspansi %ES akan menimbulkan
hipertensi yang menyebabkan kerusakkan ginjal lebih jauh. Pasien dengan
penyakit ginjal kronik yang belum di dialisis tetapi terbukti terjadi ekspansi
%ES, pemberian loop diuretik bersama dengan pengurangan intake garam
dapat digunakan sebagai terapi. Pasien dengan penyakit ginjal kronis juga
memiliki gangguan mekanisme ginjal untuk menyimpan natrium dan ?"F.
Ketika penyebab ekstra renal pada kehilangan cairan terjadi seperti muntah,
diare, berkeringat, demam, pasien akan mengalami kekurangan %ES.
b. ?omeostasis Kalium.
Pada penyakit ginjal kronik, penurunan 45G tidak selalu disertai
dengan penurunan ekskresi kalium urine. Halaupun demikian hiperkalemia
dapat terjadi dengan gejala klinis berupa konstipasi, katabolisme protein,
hemolisis, pendarahan, transfusion of stored redblood cells, augmented
dietary intake, metabolik asidosis dan beberapa obat dapat menghambat
kalium masuk ke dalam sel atau menghambat sekresi kalium di distal
nefron. ?ipokalemia jarang terdapat pada penyakit ginjal kronik. /iasanya
merupakan tanda kurangnya intake kalium dalam kaitannya pada terapi
diuretik atau kehilangan dari gastro intestinal.
c. 2etabolik (sidosis.
engan berlanjutnya gagal ginjal seluruh ekskresi asam sehari hari
dan produksi penyangga jatuh diba&ah kadar yang diperlukan untuk
mempertahankan keseimbangan eksternal ion'ion hidrogen. (sidosis
metabolik ialah akibat yang tidak dapt dihindarkan. Pada kebanyakan pasien
dengan insufisiensi ginjal yang stabil, pemberian "#'+# mmol$hari natrium
bikarbonat atau natrium sitrat memperbaiki asidosis. >amun dalam respons
terhadap tantangan asam yang mendadak (apakah dari sumber endogen atau
eksogen), pasien gagal ginjal kronik, rentan terhadap asidosis, yang
dibutuhkan jumlah alkali yang besar utuk koreksi. Pemberian natrium harus
dilaksanakan dengan perhatian yang seksama terhadap status volume.
". Penyakit tulang dan kelainan metabolisme kalsium dan fosfat.
Kelainan mayor penyakit tulang pada penyakit ginjal kronik dapat
diklasifikasikan sebagai high bone turnover dengan tingginya kadar P)? atau
lo& bone turnover dengan rendah atau normalnya P)?. Patofisiologi dari
penyakit tulang akibat sekunder hiperparatiroidism berhubungan dengan
metabolisme mineral yang abnormal yaitu 3
a. Penurunan 45G menyebabkan penurunan ekskresi inorganik fosfat (PF,+')
dan menimbulkan retensi PF,+'.
b. )ertahannya PF,+' memiliki efek langsung terhadap sintesis P)? dan masa
sel kelenjar para tiroid.
c. )ertahannya PF,+' juga menyebabkan terjadinya produksi yang berlebihan
dan sekresi P)? melalui turunnya ion %a"B dan dengan supresi produksi
kalsitriol (-,"< : dihidroksi oleh kalsiferol).
d. Penurunan produksi kalsitriol merupakan hasil dari penurunan sintesis
akibat pengurangan masa ginjal dan akibat hiperfosfatemia. Kadar kalsitriol
yang rendah, pada akhirnya, menimbulkan hiperparatiroidism melalui
mekanisme langsung dan tidak langsung. Kalsitriol diketahui memiliki efek
supresi langsung pada transkripsi P)?. Fleh karena itu penurunan kalsitriol
pada panyakit ginjal kronik menyebabkan peningkatan kadar P)?. Selain
itu pengurangan kalsitriol menimbulkan gannguan absorbsi %a"B dari
traktus gasrto interstinal, yang kemudian menimbulkan hipokalsemia, yang
selanjutnya meningkatkan sekresi dan produksi P)?. Secara keseluruhan,
hiperfosfatemia, hipokalsemia, dan penurunan sintesis kalsitriol, semuanya
menyebabkan produksi P)? dan proliferasi dari paratiroid sel, yang
menimbulkan hiperparatiroid sekunder. 4o& turn over bone disease dapat
diklasifikasikan dalam " kategori, yaitu osteomalasia dan penyakit tulang
adinamik. Keduanya memiliki karakteristik berupa penurunan jumlah
osteoklas dan osteoblas dan dikemudian hari terjadi penurunan aktifitas.
Pada osteomalasia, terdapat akumulasi matriks tulang yang tidak
termineralisasi, atau peningkatan volume osteoid, yang dapat menyebabkan
defisiensi vitamin , peningkatan deposit aluminium, atau asidosis
metabolik. Penyakit tulang adinamik dikenali sebagai kejadian lesi tulang
hiperparatiroid pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan gagal ginjak
kronik, dan ini biasanya terjadi pada pasien dengan diabetes. Penyakit
tulang adinamik memiliki kriteria berupa pengurangan volume tulang dan
mineralisasi dan merupakan hasil supresi produksi P)? denagn terapi
kalsitriol. Fsteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik
yang sering terjadi. Penatalaksaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan
mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian hormon kalsitriol (-,"<(F?)"+).
Penatalaksanaan hiperfosfatemia meliputi pembatasan asupan fosfat,
pemberian pengikat fosfat dengan tujuan menghambat absorpsi fosfat di
saluran cerna. ialisis yang dilakukan pada pasien dengan gagal ginjal juga
ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.
+. Kelainan kardiovaskuler.
a. Penyakit Aantung !skemik.
Peningkatan prevalensi penyakit jantung koroner merupakan akibat
dari faktor resiko tradisional (klasik), yaitu hipertensi, hipervolemia,
dislipidemi, overaktivitas simpatis, dan hiperhomosisteinemia. an faktor
resiko non'tradisional, yaitu anemia, hiperfosfatemia, hiperparatiroidisme,
dan derajat mikroinflamasi yang dapat ditemukan dalam setiap derajat
penyakit ginjal kronik. erajat inflamasi meningkatkan reaktan fase akut,
seperti interleukin 6 dan %'reaktif protein, yang menyebabkan proses
penyumbatan koroner dan meningkatkan resiko penyakit kardiovaskuler.
>itride oksida merupakan mediator yang penting dalam pada dilatasi
vaskular. Keberadaan nitrit oksida, pada penyakit ginjal kronik menurun
sebab terjadi prningkatan konsentrasi asimetris dimetil'-'arginin.
b. Gagal jantung kongestif.
Kelainan fungsi jantung, seperti myocardial ischemic disease dan
atau left ventricular hypertrophy, bersamaan dengan retensi air dan garam
pada uremia, kadang menyebabkan gagal jantung kongestif dan edema
pulmonal.
c. ?ipertensi dan hipertrofi ventrikel kiri.
?ipertensi merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang paling
sering. ?ipertensi yang berkepanjangan menyebabkan terjaadinya hipertrofi
ventrikel.
,. Kelainan hematologi.
a. (nemia
(nemia terjadi pada 9# : =# * pasien penyakit ginjal kronik
terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoetin. ?al'hal lain yang ikut
berperan dalam terjadinya anemia adalah defisiensi besi, kehilangan darah
(misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit yang
pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan
sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik,
hirparatiroidisme yang berat, keracunan aluminium, dan keadaan umum lain
seperti hemoglobinopaties. (nemia yang tidak diterapi akan berhubungan
dengan beberapa kelainan fisiologis, seperti penurunan pengantaran dan
penggunaan oksigen ke jaringan, meningkatkan cardiac output, pembesaran
jantung, hipertrofi ventrikel, angina, gagal jantung kongestif, penurunan
fungsi mental dan kognitif, gangguan siklus menstruasi, gangguan host
untuk mela&an infeksi. Selain itu anemia dapat menyebabkan gangguan
pertumbuhan pada anak dengan penyakit ginjal kronik. Evaluasi terhadap
anemia dimulai saat kadar hemoglobin I -# g * atau hematokrit I +# *,
meliputi evaluasi terhadap status besi (kadar besi serum$serum
iron,kapasitas ikat besi total$total iron binding capacity, feritin serum),
mencari sumber paerdarahan, morfologi eritrosit, kemungkinan adanya
hemolisis dan lain sebagainya.
b. Gangguan pembekuan.
?al ini berhubungan dengan pemanjangan bleeding time, penurunan
aktivitas faktor pembekuan !!!, kelainan platelet agregation, dan gangguan
konsumsi protrombin. Gejala kliniknya berupa perdarahan yang abnormal,
perdarahan dari luka operasi, perdarahan spontan dari traktus gastro
intestinal,dll.
<. Kelainan neuromuskular
>europati sentral, perifer, dan otonom, dengan gangguan komposisi dan
fungsi otot, merupakan komplikasi yang sering pada penyakit ginjal kronik.
Gejala a&al pada sistem saraf pusat, seperti gangguan ingatan sedang,
gangguan konsentrasi, dan gangguan tidurJ iritabilitas neuromuskular, seperti
hiccups, keram, fasikulasi atau t&iching otot. Pada uremia terminal, didapatkan
astheriKis, mioklonus, chorea, bahkan sampai terjadi kejang dan koma.
>europati perifer biasanya menyerang saraf sensoris lebih dari saraf motorik,
ekstremitas ba&ah lebih dari ekstemitas atas, bagian distal lebih dari bagian
proKimal.
6. Kelainan gastrointestinal.
Kelainan pada gastrointestinal antara lain uremic foetor ,sensasi
pengecapan seperti metal, gastritis, peptic disease, ulserasi mukosa pada
saluran pencernaan yang dapat menyababkan nyeri perut, mual, muntah, dan
kehilangan darah,peningkatan insiden terjadinya divertikulosis, pada pasien
dengan penyakit ginjal polikistik, meningkatkan terjadinya pankreatitis.
.. Gangguan metabolik endokrin
Pada penyakit ginjal kronik terjadi gangguan metbolisme glukosa dan
pada &anita terjadi penurunan hormon estrogen, sehingga terjadi amenorea,
dan kemungkinan untuk menjadi hamil menjadi sangat kecil. Pada laki'laki
yang telah menjalani dialisis dalam &aktu yang lama akan terjadi impotensi,
oligospermia, displasia sel germinal, yang menurunkan kadar testosteron
plasma.
9. Kelainan dermatologi.
Pada penyakit ginjal kronik terdapat pallor pada kulit akibat anemia,
ekimosis dan hematoma akibat gannguan pembejkuab, gatal dan ekskoriasi
akibat deposisi calcium'fosfat dan hiperparatiroid sekunder, diskolorasi
ber&arna kuning akibat deposisi pigmen metabolik dan urokrom, serta uremic
frost akibat kadar urea itu sendiri.
Secara lebih jelas, manifestasi klinis dari gagal ginjal kronis adalah
sebagai berikut 3
-. Kardiovaskuler3
a. ?ipertensi
b. Pembesaran vena leher
c. Pitting edema
d. Edema periorbital
e. 5riction rub pericardial
". Pulmoner3
a. >afas dangkal
b. Krekels
c. Kusmaul
d. Sputum kental dan liat
+. Gastrointestinal3
a. Konstipasi $ diare
b. (noreksia, mual dan muntah
c. >afas berbau ammonia
d. Perdarahan saluran G!
e. 1lserasi dan perdarahan pada mulut
,. 2uskuloskeletal3
a. Kehilangan kekuatan otot
b. Kram otot
c. 5raktur tulang
<. !ntegumen3
a. Kulit kering, bersisik
b. Harna kulit abu'abu mengkilat
c. Kuku tipis dan rapuh
d. Cambut tipis dan kasar
e. Pruritus
f. Ekimosis
6. Ceproduksi3
a. (trofi testis
b. (menore
.. Sindrom uremia3
a. 4emah letargi
b. (noreksia
c. 2ual dan muntah
d. >okturia
e. Kelebihan volume cairan (volume overload).
f. >europati perifer
g. 1remic frost
h. Perikarditis
i. Kejang
j. Koma.
2., Pemer$ksaan &enunjang
-. Gambaran laboratorium
Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi3
a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari (diabetes militus, hipertensi, dll).
b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin
serum, dan penurunan 45G dihitung menggunakan rumus kockcroft'gault.
Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan untuk memperkirakan
fungsi ginjal.
c. Kelainan biokimia&i darah meliputi penurunan hemoglobin, peningkatan
kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper atau
hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalsemia, asidosis metabolik.
d. Kelainan urinalisis (proteinuria, hematuri, leukosituria, cast, isosisteinuria).
". Gambaran radiologi
Pemeriksaan radiologi Penyakit ginjal kronik meliputi3
a. 5oto polos abdomen, bisa tampak batu radio'opaLue.
b. Pielografi intravena jarang dikerjakan, karena kontras sering tidak bisa
mele&ati filter glomerulus, di samping kekha&atiran pasien terjadinya
pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami
kerusakkan.
c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.
d. 1SG ginjal memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang
menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, kalsifikasi.
2.- Penatalaksanaan
-. Kontrol tekanan darah
a. Pada orang dengan GGK, harus mengkontrol tekanan sistolik M -,# mm?g
(dengan kisaran target -"# : -+= mm ?g) dan tekanan diastolic M =#
mm?g.
b. Pada orang dengan GGK dan iabetes dan juga orang dengan (%C .#
mg$mmol atau lebih (kira'kira ekuivalent dengan P%C -## mg$mmol atau
lebih, atau proteinuria - gr$",jam atau lebih), diharuskan untuk menjaga
tekanan sistolik M -+# mm?g (dengan kisaran target -"#'-"= mm?g) dan
tekanan diastolik M 9# mm?g.
". Pemilihan statins dan antiplatelet
a. )erapi statin digunakan untuk pencegahan primer penyakit kardiovaskular.
Pada orang dengan GGK, penggunaannya'pun tidak berbeda.
b. Penggunaan statin pada orang dengan GGK merupakan pencegahan
sekunder dari penyakit kardiovaskular, terlepas dari batas nilai lipid'nya.
c. Penggunaan antiplatelet pada orang dengan GGK merupakan pencegahan
sekunder dari penyakit kardiovaskular. GGK bukan merupakan
kontraindikasi dari penggunaan aspirin dosis rendah, tetapi dokter harus
memperhatikan adanya kemungkinan perdarahan minor pada orang dengan
GGK yang diberikan antiplatelet multipel.
+. Suplementasi eritropoetin
)erapi yang sangat efektif dan menjanjikan telah tersedia menggunakan
recombinant human eritropoetin yang telah diproduksi untuk aplikasi terapi.
Seperti yang telah di demonstrasikan dengan plasma kambing uremia yang
kaya eritropoetin, human recombinant eritropoetin diberikan intravena kepada
pasien hemodialisa ,telah dibuktikan menyebabkan peningkatan eritropoetin
yang drastis. ?al ini memungkinkan untuk mempertahankan kadar ?b normal
setelah transfusi darah berakhir pada pasien bilateral nefrektomi yang
membutuhkan transfusi reguler.
Peningkatan tekanan darah bukan hanya akibat peningkatan viskositas
darah tetapi juga peningkatan tonus vaskular perifer. Komplikasi trombosis
juga berkaitan dengan tingginya viskositas darah bagaimanapun sedikitnya satu
kelompok investigator terlihat peningkatan trombosit. Penelitian in vitro
menunjukkan efek stimulasi human recombinant eritropoetin pada diferensiasi
murine megakariosit. 4alu trombositosis mungkin mempengaruhi hiperkoagu'
bilitas. Konsentrasi serum predialisis ureum kreatinin yang meningkat dan
hiperkalemia dapat mengakibatkan berkurangnya efisiensi dialiDer karena
tingginya ?t dan peningkatan nafsu makan karena peningkatan keadaan umum.
Kecepatan eritropoesis yang dipengaruhi oleh eritropoetin dapat menimbulkan
defisiensi besi khususnya pada pasien dengan peningkatan blood loss. Seluruh
observasi ini mengindikasikan bah&a recombinant human eritropoetin harus
digunakan dengan hati'hati. ?al ini juga memungkinkan bah&a kebanyakan
efek samping ini dapat diminimalkan jika nilai ?ematokrit tidak meningkat ke
normal, tetapi pada nilai +#'+<*. Produksi recombinant human eritropoetin
merupakan manajemen yang utama pada pasien uremia.
!ndikasi dan Kontraindikasi terapi EPF3
a. !ndikasi3
/ila ?b M -# g$d4, ?t M +#* pada beberapa kali pemeriksaan dan penyebab
lain anemia sudah disingkirkan. Syarat pemberian adalah3
-) %adangan besi adek&at 3 feritin serum ; -## mcg$4, saturasi transferin ;
"#*.
") )idak ada infeksi yang berat.
b. Kontraindikasi3
?ipersensitivitas terhadap EPF.
c. Keadaan yang perlu diperhatikan pada terapi EPF, hati'hati pada keadaan3
-) ?ipertensi tidak terkontrol.
") ?iperkoagulasi.
+) /eban cairan berlebihan $ fluid overload.
,. )erapi transplantasi ginjal ekstra korporeal atau peritoneal dialisis.
Seluruh terapi pengganti ginjal ekstra korporeal dan peritoneal dialisis
pada dasarnya dapat juga mempengaruhi patogenesis anemia pada gagal ginjal,
sejak prosedur ini dapat membuang toksin yang menyebabkan hemolisis dan
menghambat eritropoesis. Selain itu, pengalaman klinis membuktikan bah&a
perkembangannya lebih cepat daripada menggunakan terapi eritropoetin.
Ketidakefektivan pada terapi pengganti ginjal merupakan akibat
keterbatasan pengetahuan tentang toksin dan cara terbaik untuk
menghilangkan. Pendekatan sederhana untuk meningkatkan terapi dtoksifikasi
pada uremia dengan meningkatkan batas atas ukuran molekular yang dibuang
dengan difusi dan atau transportasi konvektif tidak menghasilkan hasil yang
memuaskan. 2isalnya, tidak ada data yang membuktikan bah&a hemofiltrasi
yang mencakup pembuangan jangkauan molekuler yang lebih besar dibanding
hemodialisis dengan membaran selulosa yang kecil, merupakan dua terapi
utama dalam mengkoreksi anemia pada gagal ginjal. Selain itu continious
ambulatory peritoneal dialysis (%(P) , juga merupakan terapi dengan
pembuangan jangkauan molekuler yang besar, ini lebih baik dibandingkan
dengan hemodialisis standar dengan membaran selulosa yang kecil. ?al ini
masih tidak jelas jika keuntungan %(P ini hanya karena pembuangan yang
lebih baik dari inhibitor eritropoesis. /eberapa penelitian mengindikasikan
%(P meningkatkan produksi eritropoetin, mungkin juga diluar ginjal dan
karena oleh itu meningkatkan eritropoesis. Halaupun mekanismenya belum
diketahui.
<. Pembuangan kelebihan aluminium dengan deferoKamine.
Sejak inhibitor eritropoesis diketahui, pada kasus intoksikasi
aluminium, terapi dapat selektif dan efektif efek aluminium yang memperberat
pada anemia dengan gagal ginjal selalu harus diasumsikan ketika terjadi
anemia mikrositik dengan normal atau peningkatan feritin serum pada pasien
regular hemodialisis. iagnosis ditegakkan denan peningkatan nilai aluminium
serum, ri&ayat terpapar aluminium baik oral maupun dialisat, gejala
intoksikasi aluminium seperti ensekalopati penyakit tulang aluminium , dan
keberhasilan percobaan terapi. )erapi utama adalah pemberian chelator
deferoKamin (5F) !8 selama satu sampai dua jam terakhir saat hemodialisa
atau hemofiltrasi atau %(P. Cange dosis #,< : ",# gr, + kali seminggu. 5F
memobilisasi aluminium sebagai larutan yang kompleks, dimana kemudian
dibuang dengan terapi dialisis atau prosedur filtrasi. Efek samping utama
adalah hipotensi, toksisitas okular, komplikasi neurologi seperti kejang dan
mudah terkena infeksi jamur. Efek ini berespons terhadap pemberhentian terapi
sementara &aktu, pengurangan dosis atau pemberhentian terapi. Efek 5F
pada anemia dapat berakibat drastis, yang menggambarkan perubahan nilai
hemoglobine, feritin serum, dan konsentrasi aluminium, 2%8, 2%? pada
pasien dengan ostemalasia yang berhubungan dengan aluminium. Pada
permulaan terapi pasien mengalami anemia mikrositik peningkatan nilai
aluminium serum dan feritin. Setelah beberapa bulan terapi dengan 5F, 2%8
dan 2%? pada nilai diatas normal, hemoglobin meningkat secara signifikan
dan feritin serum dan aluminium menurun.
6. )erapi (ndrogen.
Efek positif pada terapi ini yaitu meningkatkan produksi eritropoetin,
meningkatkan sensitivitas polifrasi eritropoetin yang sensitif terhadap populasi
stem cell. )estosteron ester (testosteron propionat, enanthane, cypionate),
derivat -.'metil androstanes (fluoKymesterone, oKymetholone, methyl
testosterone), dan komponen -= norterstosteron (nandrolone dekanoat,
nandrolone phenpropionate) telah sukses digunakan pada terapi anemia dengan
gagal ginjal. Cespon nya lambat dan efek dari obat ini dapat terbukti dalam ,
minggu terapi. >androlone dekanoat cukup diberikan dengan dosis -##'"##
mg, - K seminggu. )estosteron ester tidak mahal tetapi harus dibatasi karena
efek sterilitas yang besar. Komponen -='nortestosteron memiliki ratio anabolik
3 androgenik yang paling tinggi dan yang paling sedikit menyebabkan
hirsutisme serta paling aman untuk pasien &anita. 5luoksimesterone dapat
menyebabkan priapismus pada pasien pria. Penyakit ?epatoseluler kolestatik
dapat menyebabkan komplikasi pada penggunaan Dat ini dan lebih sering pada
-. methylated steroid. Pada keadaan meningkatnya transaminase darah yang
progesif dan bilirubin serum yang meningkat, terapi harus dihentikan. >amun,
komponen -.' methylated steroid ini memiliki ratio anabolik$ androgen yang
baik dan dapat diberikan secara oral. )erapi dengan androgen dapat
menimbulakan gejala prostatism atau pertumbuhan yang cepat dari %a prostat.
Cash kulit, perubahan suara seperti laki'laki, dan perubahan fisik adalah efek
samping lainnya pada terapi ini.
.. >utrisi
Pemberian nutrisi yang seimbang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
energi dan nutrient sekaligus mengurangi gejala'gejala uremia dan menunda
percepatan penurunan fungsi ginjal atau memperlambatnya. Status nutrisi
memiliki kaitan erat dengan angka mortalitas pada pasien dengan GGK.
ianjurkan kecukupan energy ; +< kkal$kg//$hari, sedangkan untuk usia ; 6#
tahun diberikan +# kkal$kg//$hari, sedangkan untuk usia ; 6# tahun diberikan
+# kkal$kg//$hari. (supan kalori harus cukup untuk mencegah terjadinya
proses katabolik. /ila asupan peroral tidak memadai untuk memenuhi
kebutuhan nutrisis sehari'hari sesuai dengan status giDi seseorang, dapat
ditambahkan nutrisi parenteral. Perbandingan kalori yang bersumber dari
lemak dan karbohidrat sebesar "<* 3 .<*. Selain itu diberikan kombinasi dari
asam amino esensial dan non esensial. Aumlah maksimal pemberian
karbohidrat adalah < g$kg//. Sedangkan lipid diberikan maksimal - g$kg//
dalam bentuk fat emulsion -#'"#* sebanyak <## m4.
iet rendah garam, dalam bentuk protein sekitar #,6'#,.<*
g$kg//$hari, dengan protein yang memiliki nilai biologic tinggi, sebesar #,+<
g$kg//$hari tergantung dari beratnya gangguan fungsi ginjal. Pasien dengan
gagal ginjal krooni harus mengurangi asupan proteinnya karena protein
berlebih akan menyebabkan terjadinya penumpukan nitrogen dan ion inorganic
yang akan mengakibatkan gangguan metabolic yang disebut uremia.
ua penelitian meta'analisis membuktikan efek dari restriksi protein
memperlambat progresivitas penyakit ginjal diabetik dan non'diabetik. (supan
kalori yang cukup sekitar +< kkal$kg//.
2.. D$agn%s$s
iagnosis kerja pada pasien ini adalah %K, diagnosis ini dibuat
berdasarkan hasil anamnesis bah&a pasien memiliki ri&ayat hipertensi yang tidak
terkontrol dan sudah berjalan dalam &aktu yang lama. Pada gejala klinis, pasien
menunjukan keadaan sesak, lemas, mual dan muntah yang menuju kearah
penyakit tersebut. Pada pemeriksaan fisik, secara nyata didapatkan tekanan darah
tinggi yang tidak menunjukan adanya perubahan yang signifikan
setelahpemberian terapi, adanya irama jantung yang cepat atau takikardia,
respiratory rate yang meningkat sesuai dengan keadaan pasien yang tampak
sesak.Pada pemeriksaan penunjang, ditemukan peningkatan ureum, peningkatan
kreatinin darah, penurunan haemoglobin yang juga turut mendukung diagnosa
%K, selain itu ditemukan juga laju filtrasi glomerulus ;"# ml$min$-,.+m" yang
menurut klasifikasi gagal ginjal kronik mengambil dari >ational kidney
foundation guidelines termasuk dalam derajat , (penurunan berat pada 45G).
BAB III
/TUDI *A/U/
3.1 *asus
Seorang laki'laki berusia 6- tahun datang ke poliklinik penyakit dalam
Cumah Sakit 2arinir %ilandak (CS2%), dengan keluhan utama mual dan muntah,
dengan tampak sisa ampas makanan sejak kemarin malam, pada tanggal "9 Auli
"#-#. Keluhan lain berupa sesak napas dan gelisah, pasien juga tidak dapat tidur
dengan nyenyak. Pasien mengaku /(K normal tidak ada darah, tidak ada nyeri.
/(/ normal, tida ada darah dan tidak ada lendir Sebelumnya pasien pernah
dira&at di CS2% pada tanggal "- Auni "#-# dengan keluhan nyeri dada disertai
keringat dingin setelah menonton pertandingan sepak bola, pasien saat itu
terdiagnosis dengan angina disertai %K disertai ??. Pasien keluar dari CS
pada tanggal ", Auni "#-# dengan tanpa disertai keluhan apapun. Pasien
direncanakan untuk ra&at jalan. Pasien secara rutin melakukan control ke
poliklinik penyakit dalam CS2%. Pasien kontrol pada tanggal 9 Auli "#-# dengan
keluhan badan terasa lemas dan muntah bila ingin makan. Kemudian pasien
control lagi pada tanggal "" Auli "#-# dengan tanpa keluhan.
Pasien mengaku memiliki ri&ayat penyakit hipertensi yang tidak
terkontrol, karena tidak minum obat dengan teratur. Pasien juga memiliki ri&ayat
penyakit diabetes militus dan ri&ayat penyakit ginjal karena ketika ia masih muda
sering mengkonsumsi suplemen unt
uk menambah tenaganya karena pekerjaan pasien adalah seorang kuli
bangunan. Pasien menyangkal adanya ri&ayat penyakit jantung, ri&ayat penyakit
asma. Pasien mengaku tidak memiliki alergi obat apapun. Pasien menyangkal
memiliki ri&ayat merokok dan ri&ayat mengkonsumsi alkohol disangkal oleh
pasien. Pasien mengaku sehari'hari jarang olahraga. Pasien mandi +K sehari. /(K
lancar +K sehari tanpa disertai distensi. /(/ lancar -K sehari. Pasien rata'rata
sehari minum 9 gelas air. Pasien makan teratur +K sehari. Pasien tidur cukup 9 jam
setiap harinya. Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum pasien sakit
sedang dan compos mentis. Status giDi baik. %ara berbaring dan berjalan lemah,
tekanan darah pasien "##$-## mm?g, nadi ="K$min, reguler, isi cukup, sesuai
karotis, respiratory rate ,#K$min, teratur, suhu +6N%, )/$//3 -.# cm$6"kg,
konjungtiva tampak anemis, )?) baik, gilut baik, A8P <'" cm ?"F, tidak
terdapat pembesaran KG/. /unyi jantung regular, tanpa ada murmur dan gallop.
Suara paru bronkovesikuler, disertai ronkhi kasar pada kedua lapang paru,
terutama -$+ basal paru, terdapat &heeDing pada kedua lapang paru. Pada
pemeriksaan abdomen, datar, tidak terdapat kelainan, tidak terdapat nyeri tekan,
terdengar bising usus normal. Pada pemeriksaan ekstrimitas, kedua ekstrimitas
baik, tidak ada udema. Pada pemeriksaan laboratorium, diketahui pasien anemia
dengan ?b 6,6 gr$dl, hematokrit menurun "#*, hasil morfologi darah tepi,
mikrositik hipokrom anisositosis fragmentasi, sel target, sel pensil, jumlah
menurun. Pasien diberikan terapi berupa3 bedrest, diet rendah protein !! (asupan
protein +< g diberikan pasien dengan berat badan 6# kg) dan rendah garam !!
(iberikan untuk pasien dengan odema, asites dan hipertensi yang tidak terlalu
berat, dalam pengolahan makanan boleh menggunakan O sdt garam (" g)), infus
kidmin berbanding asering ("3-) -" tpm, injeksi 4asiK "K- amp !8, injeksi narfoD
+K- amp !8, angioten -K <# mg tab, bicnat +K- tab, prorenal +K" tab, osteocal "K-
tab, as.folat +K- tab. Pasien disarankan untuk masuk !%1 dan melakukan
hemodialisis.
3.2 Pem0ahasan *asus
iagnosis pada pasien ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pasien adalah laki'laki berusia 6- tahun, dalam
kasus ini pasien didiagnosis sebagai gagal ginjal kronik berdasarkan hasil
anamesis, dimana pasien memiliki ri&ayat hipertensi yang tidak terkontrol karena
tidak minum obat secara teratur yang didukung dengan ri&ayat keluarga pasien,
dimana ayah pasien juga memiliki ri&ayat hipertensi. ?al ini juga dipengaruhi
akibat penggunaan obat'obatan bersuplemen untuk meningkatkan tenaga.
(pabila dilihat dari gejala klinis yang timbul, gejala pasien yang merasa
mual, muntah, disertai sesak dan penurunan nafsu makan juga dapat mendukung
kearah gagal ginjal kronik. /ila dilihat dari pemeriksaan fisik, secara nyata dapat
ditemukan adanya peningkatan tekanan darah, respiratory rate yang meningkat
menunjukan adanya sesak, adanya irama jantung yang takikardia, adanya
konjungtiva yang anemis menunjukan adanya anemi.
Pada pemeriksaan penunjang, hasil laboratorium darah menunjukan bah&a
haemoglobin pasien rendah akibat defisiensi eritropoitin yang berhubungan
dengan gagal ginjal kronik, terdapat peningkatan yang bermakna pada ureum dan
kreatinin yang menunjukan adanya gangguan pada ginjal. Pemeriksaan analisa
gas, menunjukan keadaan pasien dalam respirapori asidosis yang belum
terkompensasi, pada pemeriksaan morfologi darah tepi, didapatkan hasil anemia
mikrositik hipokrom. 45G pasien "# ml$min$-,." m", terdiagnosa pasien gagal
ginjal kronik derajat ,.
Pada kasus ini, gagal ginjal kronik yang dialami pasien dapat
diklasifikasikan dalam tahapan berat, dilihat dari gejala klinis yang dialami oleh
pasien dan hasil laboratorium darah. Sedangkan etiologic GGK pada kasus ini
adalah hipertensi yang dapat menyebabkan nefrosklerosis, hal ini disimpulkan
berdasarkan anamnesis pasien yang memiliki ri&ayat hipertensi yang tidak
terkontrol karena pasien tidak teratur minum obat.
Sedangkan komplikasi yang dihadapi pasien dalam kasus ini yang adalah
anemia. ?al ini dibuktikan dengan hasil laboratorium darah dan hasil morfologi
darah tepi yang menunjukan keadaan pasien yang anemia.
Pada kasus gagal ginjal kronik, tranfusi darah sifatnya hanya sementara,
untuk itu diperlukan juga pemberian eritropoietin. Selain itu pengendalian
homosistein juga penting dengan memberikan asam folat dan vitamin
/-".Kemudian pemberian %a%F+ 6##'9## mg$hari juga diperlukan pada pasien
ini untuk mengatasi hiperfosfatemia.
Pada tanggal +# juli "#-#, pasien dianjurkan untuk menjalani hemodialisa
atas dasar3
a. (danya penurunan 45G
b. (danya peningkatan kadar ureum
c. (danya peningkatan kreatinin
d. (danya sindrom uremia berupa mual, muntah, penurunan nafsu makan.
DA1TAR PU/TA*A
(rdaya. 2anajemen gagal ginjal kronik. >efrologi Klinik, tatalaksana Gagal
ginjal Kronik, "##+. Palembang3Perhimpunan >efrologi !ndonesia,
"##+3-+'""
2ansjoer (, )riyanti K, Savitri C, Hardhani H!, Setio&ulan H. Gagal ginjal
kronik. alam Kapita selekta kedokteran. Edisi ketiga. Aakarta3 2edia
(esculapius 5K1!,"##-3<+-'<+,.P
Sudoyo (H, Setiyohadi /, (l&i !, Simadibrata 2, Setiati S. alam !lmu Penyakit
alam 8ol.-, ed.,. Aakarta3 5K1!, "##.3<.#

Anda mungkin juga menyukai