Anda di halaman 1dari 23

KEMISKINAN DI INDONESIA

MAKALAH
Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan


oleh

WIRA PRAYATNA
2013610067





FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
UNIVERSITAS KATOLIK PARAHYANGAN
BANDUNG
2013
i



DAFTAR ISI


DAFTAR ISI .............................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah ................................................ 1
1.1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1
1.1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 3
1.2 Ruang Lingkup Kajian .......................................................................... 3
1.3 Tujuan ................................................................................................... 4
1.4 Manfaat ................................................................................................. 4
1.5 Metode Penulisan .................................................................................. 5
1.5.1 Objek Penulisan ........................................................................... 5
1.5.2 Dasar Pemilihan Objek ................................................................ 5
1.5.3 Metode Pengumpulan Data ......................................................... 5
1.5.4 Metode Analisis ........................................................................... 6

BAB II ANALISIS PERMASALAHAN ................................................................. 7
2.1 Definisi .................................................................................................. 7
2.2 Pembahasan .......................................................................................... 8
2.2.1 Indikator-indikator Kemiskinan .................................................. 9
2.2.2 Penyebab Kemiskinan ................................................................. 10
2.2.3 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia ....................... 12
ii

2.2.4 Penjelasan Teknis dan Sumber Data ........................................... 13
2.2.5 Tantangan Kemiskinan di Indonesia ........................................... 14
2.2.6 Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan ....................... 15

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 18
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 18
3.2 Saran ..................................................................................................... 19

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 20
1



BAB I

PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang dan Rumusan Masalah

1.1.1 Latar Belakang Masalah
Selamat! Pendapatan per kapita penduduk Indonesia menembus angka
US$18,000.00 atau sekitar Rp180.000.000,00 per tahun. Angka tersebut jauh
di atas beberapa negara ASEAN lainnya, seperti Malaysia yang hanya
memiliki pendapatan per kapita penduduk US$6,220.00, atau Thailand
dengan pendapatan per kapita penduduknya US$2,990.00. Rekor tersebut
hampir menyamai Korea yang memiliki income per kapita penduduk
US$20,000.00, meskipun masih jauh di bawah Jepang, Australia, dan
Amerika yang memiliki pendapatan per kapita penduduk di atas
US$30,000.00.
Itulah topik terhangat yang dicatat di halaman surat kabar nasional
pada tahun 2030. Itu pun hanya prediksi beberapa ahli yang mengabaikan
peningkatan pendapatan beberapa negara lain di atas yang memang memiliki
pendapatan per kapita seperti apa yang tertulis saat ini. Dengan berat hati kita
harus mengakui bahwa pendapatan per kapita penduduk Indonesia hanya
2

US$1,946.00 pada tahun 2008, jauh di bawah Jepang US$34,189.00,
Amerika US$43,444.00, Australia US$50,000.00, dan Singapura
US$29,320.00. Apa masyarakat Indonesia harus menunggu sampai tahun
2030? Dan apa mungkin di tahun 2030 prediksi itu benar-benar akan
tercapai? Atau itu hanyalah mimpi indah belaka bagi rakyat Indonesia?
Sampai sekarang masalah kemiskinan masih menjadi hantu yang
menakutkan bagi sebagian besar rakyat Indonesia.
Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah
mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi
manapun. Selain bersifat laten dan aktual, kemiskinan adalah penyakit sosial
ekonomi yang tidak hanya dialami oleh negara-negara berkembang
melainkan negara maju seperti Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris
mengalami kemiskinan di penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan
revolusi industri di Eropa. Sedangkan Amerika Serikat bahkan mengalami
depresi dan resesi ekonomi pada tahun 1930-an dan baru setelah tiga puluh
tahun kemudian Amerika Serikat tercatat sebagai negara adidaya dan terkaya
di dunia.
Pada kesempatan ini penyusun mencoba memaparkan secara global
kemiskinan negara-negara di dunia ketiga, yaitu negara-negara berkembang
yang nota-benenya ada di belahan benua Asia. Kemudian juga pemaparan
secara spesifik mengenai kemiskinan di Negara Indonesia. Adapun yang
dimaksudkan negara berkembang adalah negara yang memiliki standar
pendapatan rendah dengan infrastruktur yang relatif terbelakang dan
minimnya indeks perkembangan manusia dengan norma secara global. Dalam
3

hal ini kemiskinan tersebut meliputi sebagian negara-negara Timur Tengah,
Asia Selatan, Asia Tenggara, dan negara-negara pinggiran Benua Asia.
Ada dua kondisi yang menyebabkan kemiskinan bisa terjadi, yaitu
kemiskinan alami dan kemiskinan buatan. Kemiskinan alami terjadi akibat
sumber daya alam (SDA) yang terbatas, penggunaan teknologi yang rendah,
dan bencana alam. Kemiskinan buatan diakibatkan oleh imbas dari para
birokrat kurang berkompeten dalam penguasaan ekonomi dan berbagai
fasilitas yang tersedia, sehingga mengakibatkan susahnya untuk keluar dari
kemelut kemiskinan tersebut. Dampaknya, para ekonom selalu gencar
mengkritik kebijakan pembangunan yang mengedepankan pertumbuhan
ketimbang dari pemerataan.

1.1.2 Rumusan Masalah
Dalam tugas terstruktur individu ini, penyusun yang membahas
mengenai masalah kemiskinan, didapatkan rumusan masalah yang akan
dibahas dalam analisis permasalahan. Rumusan masalah tersebut adalah
sebagai berikut:
Apa yang menjadi masalah dasar dalam pengentasan kemiskinan di
Indonesia?

1.2 Ruang Lingkup Kajian

Dalam penyusunan makalah ini penyusun mengambil sampel ruang lingkup
berupa masyarakat Indonesia secara menyeluruh.
4

1.3 Tujuan

Adapun tujuan dibuatnya makalah yang membahas tentang kemiskinan di
Indonesia ini adalah sebagai berikut:
1. Menumbuhkan kesadaran masyarakat Indonesia yang mampu dalam hal
materi agar ikut berperan serta untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat Indonesia untuk menghadapi
kemiskinan yang merupakan tantangan global dunia ketiga.
3. Untuk mengetahui sejauh mana upaya pemerintah dalam mengentaskan
kemiskinan di Indonesia.

1.4 Manfaat

Adapun manfaat dibuatnya makalah yang membahas tentang kemiskinan di
Indonesia ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi penulis
Penulisan makalah ini disusun sebagai salah satu pemenuhan tugas terstruktur
dari mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
2. Bagi pihak lain
Makalah ini diharapkan dapat menambah referensi pustaka yang
berhubungan dengan permasalahan dan upaya penyelesaian kemiskinan di
Indonesia.


5

1.5 Metode Penulisan

1.5.1 Objek Penulisan
Objek penulisan dalam tugas terstruktur individu ini adalah pengertian
dan permasalahan utama akibat kemiskinan, aspek kebijaksanaannya, dan
upaya penyelesaian yang telah dilakukan oleh pemerintah.

1.5.2 Dasar Pemilihan Objek
Penulis memilih objek penulisan ini karena kemiskinan merupakan
permasalahan kemanusiaan yang sangat kompleks. Selain itu, kemiskinan
juga menjadi isu sentral di belahan bumi manapun. Sebagai warga negara
Indonesia, dalam mengentaskan kemiskinan tidak hanya bertumpu pada
bantuan pemerintah saja namun di zaman globalisasi ini warga negara
Indonesia dituntut untuk mempunyai kualitas SDM yang unggul sehingga
memungkinkan munculnya keunggulan individual yang dapat memberikan
sumbangan kepada kemakmuran individu dan masyarakat.

1.5.3 Metode Pengumpulan Data
Dalam pembuatan makalah ini, metode pengumpulan data yang
digunakan adalah kaji pustaka terhadap bahan-bahan kepustakaan yang sesuai
dengan permasalahan yang diangkat dalam makalah ini yaitu masalah
mengenai permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di Indonesia.
Sebagai referensi juga diperoleh dari media berbagai media informasi baik
6

dari televisi, koran maupun situs web internet yang membahas mengenai
permasalahan dan upaya penuntasan kemiskinan di Indonesia.

1.5.4 Metode Analisis
Penyusunan makalah ini berdasarkan metode deskriptif analistis, yaitu
mengidentifikasi permasalahan berdasarkan fakta dan data yang ada,
menganalisis permasalahan berdasarkan pustaka dan data pendukung lainnya,
serta mencari alternatif pemecahan masalah.
7



BAB II

ANALISIS PERMASALAHAN

2.1 Definisi

Dalam kamus ilmiah populer, kata miskin mengandung arti tidak berharta
(harta yang ada tidak mencukupi kebutuhan) atau bokek. Adapun kata fakir
diartikan sebagai orang yang sangat miskin. Secara etimologi, makna yang
terkandung, yaitu kemiskinan sarat dengan masalah konsumsi. Hal ini bermula
sejak masa neo-klasik dimana kemiskinan hanya dilihat dari interaksi negatif
(ketidakseimbangan) antara pekerja dan upah yang diperoleh.
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka perkembangan
arti definitif daripada kemiskinan adalah sebuah keniscayaan. Berawal dari
sekedar ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki
keadaan hingga pengertian yang lebih luas yang memasukkan komponen-
komponen sosial dan moral. Misalnya, pendapat yang diutarakan oleh Ali
Khomsan bahwa kemiskinan timbul karena minimnya penyediaan lapangan kerja
di berbagai sektor, baik sektor industri maupun pembangunan. Senada dengan
pendapat di atas adalah bahwasannya kemiskinan ditimbulkan oleh ketidakadilan
faktor produksi, atau kemiskinan adalah ketidakberdayaan masyarakat terhadap
sistem yang diterapkan oleh pemerintah sehingga mereka berada pada posisi
8

yang sangat lemah dan tereksploitasi. Arti definitif ini lebih dikenal dengan
kemiskinan struktural.
Deskripsi lain, arti definitif kemiskinan yang mulai bergeser, misalnya pada
awal tahun 1990-an, definisi kemiskinan tidak hanya berdasarkan tingkat
pendapatan, tapi juga mencakup ketidakmampuan di bidang kesehatan,
pendidikan, dan perumahan. Di penghujung abad 20-an telah muncul arti definitif
terbaru, yaitu kemiskinan juga mencakup kerentanan, ketidakberdayaan, dan
ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi.
Kemiskinan dapat dibedakan menjadi tiga pengertian; kemiskinan absolut,
kemiskinan relatif, dan kemiskinan kultural. Seseorang termasuk golongan
miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada di bawah garis kemiskinan,
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum; pangan, sandang,
kesehatan, papan, dan pendidikan. Seseorang yang tergolong miskin relatif
sebenarnya telah hidup di atas garis kemiskinan namun masih berada di bawah
kemampuan masyarakat sekitarnya. Sedang miskin kultural berkaitan erat dengan
sikap seseorang atau sekelompok masyarakat yang tidak mau berusaha
memperbaiki tingkat kehidupannya sekalipun ada usaha dari pihak lain yang
membantunya.

2.2 Pembahasan

Kemiskinan sebagai suatu penyakit sosial ekonomi tidak hanya dialami oleh
negara-negara yang sedang berkembang, tetapi juga negara-negara maju, seperti
Inggris dan Amerika Serikat. Negara Inggris mengalami kemiskinan di
9

penghujung tahun 1700-an pada era kebangkitan revolusi industri yang muncul di
Eropa. Pada masa itu kaum miskin di Inggris berasal dari tenaga-tenaga kerja
pabrik yang sebelumnya sebagai petani yang mendapatkan upah rendah, sehingga
kemampuan daya belinya juga rendah. Mereka umumnya tinggal di permukiman
kumuh yang rawan terhadap penyakit sosial lainnya, seperti prostitusi,
kriminalitas, dan pengangguran.
Amerika Serikat sebagai negara maju juga dihadapi masalah kemiskinan,
terutama pada masa depresi dan resesi ekonomi tahun 1930-an. Pada tahun 1960-
an Amerika Serikat tercatat sebagai negara adidaya dan terkaya di dunia.
Sebagian besar penduduknya hidup dalam kecukupan. Bahkan Amerika Serikat
telah banyak memberi bantuan kepada negara-negara lain. Namun, di balik
keadaan itu tercatat sebanyak 32 juta orang atau

dari jumlah penduduknya


tergolong miskin.

2.2.1 Indikator-indikator Kemiskinan
Untuk menuju solusi kemiskinan penting bagi kita untuk menelusuri
secara detail indikator-indikator kemiskinan tersebut.
Adapun indikator-indikator kemiskinan sebagaimana dikutip dari
Badan Pusat Statistika, antara lain sebagi berikut:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (sandang,
pangan, dan papan).
2. Tidak adanya akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya (kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih, dan transportasi).
10

3. Tidak adanya jaminan masa depan (karena tiadanya investasi untuk
pendidikan dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun massa.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia dan terbatasnya sumber daya
alam.
6. Kurangnya apresiasi dalam kegiatan sosial masyarakat.
7. Tidak adanya akses dalam lapangan kerja dan mata pencaharian yang
berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidaktergantungan sosial (anak-anak terlantar,
wanita korban kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok
marginal, dan terpencil).

2.2.2 Penyebab Kemiskinan
Di bawah ini beberapa penyebab kemiskinan menurut pendapat
Karimah Kuraiyyim. Yang antara lain adalah:
1. Merosotnya standar perkembangan pendapatan per kapita secara global.
Yang penting digarisbawahi di sini adalah bahwa standar pendapatan
per kapita bergerak seimbang dengan produktivitas yang ada pada suatu
sistem. Jikalau produktivitas berangsur meningkat maka pendapatan per
kapita pun akan naik. Begitu pula sebaliknya, seandainya produktivitas
menyusut maka pendapatan per kapita akan turun beriringan.
Berikut beberapa faktor yang mempengaruhi kemerosotan standar
perkembangan pendapatan per kapita:
11

a. Naiknya standar perkembangan suatu daerah.
b. Politik ekonomi yang tidak sehat.
c. Faktor-faktor luar negeri, diantaranya:
Rusaknya syarat-syarat perdagangan,
Beban hutang,
Kurangnya bantuan luar negeri, dan
Perang.
2. Menurunnya etos kerja dan produktivitas masyarakat.
Terlihat jelas faktor ini sangat urgen dalam pengaruhnya terhadap
kemiskinan. Oleh karena itu, untuk menaikkan etos kerja dan
produktivitas masyarakat harus didukung dengan SDA dan SDM yang
bagus, serta jaminan kesehatan dan pendidikan yang bisa
dipertanggungjawabkan dengan maksimal.
3. Biaya kehidupan yang tinggi.
Melonjak tingginya biaya kehidupan di suatu daerah adalah sebagai
akibat dari tidak adanya keseimbangan pendapatan atau gaji masyarakat.
Tentunya kemiskinan adalah konsekuensi logis dari realita di atas. Hal ini
bisa disebabkan oleh karena kurangnya tenaga kerja ahli, lemahnya
peranan wanita di depan publik dan banyaknya pengangguran.
4. Pembagian subsidi income pemerintah yang kurang merata.
Hal ini selain menyulitkan akan terpenuhinya kebutuhan pokok dan
jaminan keamanan untuk para warga miskin, juga secara tidak langsung
mematikan sumber pemasukan warga. Bahkan di sisi lain rakyat miskin
masih terbebani oleh pajak negara.
12

2.2.3 Perkembangan Tingkat Kemiskinan di Indonesia
Bagaimana perkembangan tingkat kemiskinan di Indonesia? Program
Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) meluncurkan laporan
tahunan Pembangunan manusia (Human Development Report) 2006 yang
bertajuk Beyord scarcity; power, poverty dan the global water. Laporan ini
menjadi rujukan perencanaan pembangunan dan menjadi salah satu Indikator
kegagalan atau keberhasilan sebuah negara menyejahterakan rakyatnya.
Selama satu dekade ini Indonesia berada pada Tier Medium Human
Development peringkat ke 110, terburuk di Asia Tenggara setelah Kamboja.
Jumlah kemiskinan dan persentase penduduk miskin selalu
berfluktuasi dari tahun ke tahun, meskipun ada kecenderungan menurun pada
salah satu periode (2000-2005). Pada periode 1996-1999 penduduk miskin
meningkat sebesar 13,96 juta, yaitu dari 34,01 juta (17,47%) menjadi 47,97
juta (23,43%) pada tahun 1999. Kembali cerah ketika periode 1999-2002,
penduduk miskin menurun 9,57 juta yaitu dari 47,97 (23,43%) menurun
menjadi 38,48 juta (18,20%). Keadaan ini terulang ketika periode berikutnya
(2002-2005), yaitu penurunan penduduk miskin hingga 35,10 juta pada tahun
2005 dengan presentasi menurun dari 18,20% menjadi 15,97%. Sedangkan
pada tahun 2006 penduduk miskin bertambah dari 35,10 juta (15,97%)
menjadi 39,05 juta (17,75%) berarti penduduk miskin meningkat sebesar 3,95
juta (1,78%).
Adapun laporan terakhir, Badan Pusat Statistika (BPS) yang telah
melaksanakan Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) pada bulan
Maret 2007 angka resmi jumlah masyarakat miskin adalah 39,1 juta orang
13

dengan kisaran konsumsi kalori 2100 kilo kalori (kkal) atau garis kemiskinan
ketika pendapatan kurang dari Rp152.847,00 per kapita per bulan.

2.2.4 Penjelasan Teknis dan Sumber Data
Sebagai tinjauan kevalidan dan pemahaman data di atas secara lugas,
dipaparkan penjelasan data dan sumber data yang diambil dari Berita Resmi
Statistika No.47/ IX/ 1 September 2006, yaitu sebagai berikut:
1. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (Basic Needs Approach). Dengan pendekatan
ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi.
Untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang
diukur dari sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini dapat dihitung Head
Count Indeks (HCI) yaitu persentase penduduk yang berada di bawah
garis kemiskinan.
2. Metode yang digunakan menghitung Garis Kemiskinan (GK) yang terdiri
dari dua komponen, yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis
Kemiskinan Bukan Makanan (GKBM). Perhitungan garis kemiskinan
dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan.
Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pendapatan
per kapita di bawah garis kemiskinan.
3. Sumber utama data yang dipakai untuk menghitung kemiskinan adalah
data Susenas (Survei Sosial Ekonomi Nasional) panel Februari 2005 dan
Maret 2006. Sebagai informasi tambahan, digunakan juga Survei Paket
Komoditi Kebutuhan Dasar (SPKKD) yang dipakai untuk
14

memperkirakan proporsi dari pengeluaran masing-masing komoditi
pokok bukan makanan.

2.2.5 Tantangan Kemiskinan di Indonesia
Masalah kemiskinan di Indonesia sarat sekali hubungannya dengan
rendahnya tingkat Sumber Daya Manusia (SDM). Dibuktikan oleh rendahnya
mutu kehidupan masyarakat Indonesia meskipun kaya akan Sumber Daya
Alam (SDA). Sebagaimana yang ditunjukkan oleh rendahnya Indeks
Pembangunan Masyarakat (IPM) Indonesia pada tahun 2002 sebesar 0,692.
Yang masih menempati peringkat lebih rendah dari Malaysia dan Thailand di
antara negara-negara ASEAN. Sementara, Indeks Kemiskinan Manusia
(IKM) Indonesia pada tahun yang sama sebesar 0,178. Masih lebih tinggi dari
Filipina, dan Thailand. Selain itu, kesenjangan gender di Indonesia masih
relatif lebih besar dibanding negara ASEAN lainnya.
Tantangan lainnya adalah kesenjangan antara desa dan kota. Proporsi
penduduk miskin di pedesaan relatif lebih tinggi dibanding perkotaan. Data
Susenas (National Social Economy Survey) 2004 menunjukkan bahwa sekitar
69,0% penduduk Indonesia termasuk penduduk miskin yang sebagian besar
bekerja di sektor pertanian. Selain itu juga tantangan yang sangat memilukan
adalah kemiskinan dialami oleh kaum perempuan yang ditunjukkan oleh
rendahnya kualitas hidup dan peranan wanita, terjadinya tindak kekerasan
terhadap perempuan dan anak, serta masih rendahnya angka pembangunan
gender (Gender-related Development Indeks, GDI), dan angka Indeks
Pemberdayaan Gender (Gender Empowerment Measurement, GEM).
15

Tantangan selanjutnya adalah otonomi daerah. Dimana hal ini
mempunyai peran yang sangat signifikan untuk mengentaskan atau
menjerumuskan masyarakat dari kemiskinan. Sebab ketika meningkatnya
peran keikutsertaan pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan.
Maka tidak mustahil dalam jangka waktu yang relatif singkat kita akan bisa
mengentaskan masyarakat dari kemiskinan pada skala nasional terutama
dalam mendekatkan pelayanan dasar bagi masyarakat. Akan tetapi ketika
pemerintah daerah kurang peka terhadap keadaan lingkungan sekitar, hal ini
sangat berpotensi sekali untuk membawa masyarakat ke jurang kemiskinan,
serta bisa menimbulkan bahaya laten dalam skala nasional.

2.2.6 Kebijakan dan Program Penuntasan Kemiskinan
Upaya penanggulangan kemiskinan Indonesia telah dilakukan dan
menempatkan penanggulangan kemiskinan sebagai prioritas utama kebijakan
pembangunan nasional. Kebijakan kemiskinan merupakan prioritas Rencana
Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 2004-2009 dan dijabarkan lebih
rinci dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) setiap tahun serta digunakan
sebagai acuan bagi kementrian, lembaga dan pemerintah daerah dalam
pelaksanaan pembangunan tahunan.
Sebagai wujud gerakan bersama dalam mengatasi kemiskinan dan
mencapai tujuan pembangunan milenium, Strategi Nasional Pembangunan
Kemiskinan (SPNK) telah disusun melalui proses partisipatif dengan
melibatkan seluruh stakeholders pembangunan di Indonesia. Selain itu,
sekitar 60% pemerintah kabupaten/kota telah membentuk Komite
16

Penanggulangan Kemiskinan Daerah (KPKD) dan menyusun Strategi
Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) sebagai dasar arus utama
penanggulangan kemiskinan di daerah dan mendorong gerakan sosial dalam
mengatasi kemiskinan.
Adapun langkah jangka pendek yang diprioritaskan antara lain
sebagai berikut:
1. Mengurangi kesenjangan antar daerah dengan;
a. Penyediaan sarana-sarana irigasi, air bersih dan sanitasi dasar
terutama daerah-daerah langka sumber air bersih.
b. Pembangunan jalan, jembatan, dan dermaga daerah-daerah
tertinggal.
c. Redistribusi sumber dana kepada daerah-daerah yang memiliki
pendapatan rendah dengan instrumen Dana Alokasi Khusus (DAK).
2. Perluasan kesempatan kerja dan berusaha dilakukan melalui bantuan
dana stimulan untuk modal usaha, pelatihan keterampilan kerja, dan
meningkatkan investasi dan revitalisasi industri.
3. Khusus untuk pemenuhan sarana hak dasar penduduk miskin diberikan
pelayanan antara lain;
a. Pendidikan gratis sebagai penuntasan program belajar sembilan
tahun termasuk tunjangan bagi murid yang kurang mampu.
b. Jaminan pemeliharaan kesehatan gratis bagi penduduk miskin di
puskesmas dan rumah sakit kelas tiga.
Di bawah ini merupakan contoh dari upaya mengatasi kemiskinan di
Indonesia.
17

Contoh dari upaya kemiskinan adalah di propinsi Jawa Barat tepatnya di
Bandung dengan diadakannya Bandung Peduli yang dibentuk pada tanggal
23-25 Februari 1998. Bandung Peduli adalah gerakan kemanusiaan yang
memfokuskan kegiatannya pada upaya menolong orang kelaparan, dan
mengentaskan orang-orang yang berada di bawah garis kemiskinan. Dalam
melakukan kegiatan, Bandung Peduli berpegang teguh pada wawasan
kemanusiaan, tanpa mengindahkan perbedaan suku, ras, agama, kepercayaan,
ataupun haluan politik.
Oleh karena sumbangan dari para dermawan tidak terlalu besar bila
dibandingkan dengan permasalahan kelaparan dan kemiskinan yang dihadapi,
maka Bandung Peduli melakukan targetting dengan sasaran bahwa orang
yang dibantu tinggal di Kabupaten/Kotamadya Bandung, dan mereka yang
tergolong fakir. Golongan fakir yang dimaksud adalah orang yang miskin
sekali dan paling miskin bila diukur dengan Ekuivalen Nilai Tukar Beras.
18



BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah yang telah diuraikan di atas,
dapat disimpulkan sebagai berikut:
Masalah dasar pengentasan kemiskinan bermula dari sikap pemaknaan kita
terhadap kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan.
Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah
kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan masyarakat
pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan tanggung jawab
bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja sama yang romantis
baik dari pemerintah, non-pemerintah dan semua lini masyarakat. Dengan
digalakkannya hal ini, tidak perlu sampai 2030 kemiskinan akan mencapai hasil
yang seminimal mungkin.




19

3.2 Saran

Dalam menghadapi kemiskinan di zaman global diperlukan usaha-usaha yang
lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi membuka peluang
untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia yang unggul untuk lebih
eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi ke depan mau tidak mau
dengan meningkatkan kualitas SDM dalam pengetahuan, wawasan, skill,
mentalitas, dan moralitas yang standarnya adalah standar global.
20



DAFTAR PUSTAKA


Nugroho, Gunarso Dwi.2006. Modul Globalisasi. Banyumas: CV Cahaya Pustaka
Riyadi, Slamet dkk. 2006. Kewarganegaraan untuk SMA/ MA. Banyumas: CV
Cahaya Pustaka.
Santoso Slamet, dkk. 2005. Pendidikan Kewarganegaraan. Unsoed: Purwokerto.
Santoso, Djoko. 2007. Wawasan Kebangsaan. Yogyakarta: The Indonesian Army
Press.
http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-kewarganegaraan-kemiskinan/

Anda mungkin juga menyukai