Anda di halaman 1dari 5

Peradilan Agama Sebagai Sistem Peradilan Di Indonesia

Oleh:
ALDIAN HARIKHMAN, SH

Sistem peradilan di suatu negara masing-masing dipengaruhi oleh sistem


hukum yang dianut oleh negara tersebut. Menurut Eric L. Richard, sistem hukum
utama di dunia adalah sebagai berikut :
1. Civil Law, hukum sipil berdasarkan kode sipil yang terkodifikasi. Sistem ini
berasal dari hukum Romawi (Roman Law) yang dipraktekkan oleh negara-negara
Eropa Kontinental, termasuk bekas jajahannya.
2. Common Law, hukum yang berdasarkan custom.kebiasaaan berdasarkan preseden
atau judge made law. Sistem ini dipraktekkan di negara-negara Anglo Saxon,
seeprti Inggris dan Amerika Serikat.
3. Islamic Law, hukum yang berdasarkan syariah Islam yang bersumber dari Al
Qur’an dan Hadits.
4. Socialist Law, sistem hukum yang dipraktekkan di negara-negara sosialis.
5. Sub-Saharan Africa Law, sistem hukum yang dipraktekkan di negara Afrika yang
berada di sebelah selatan Gunung Sahara.
6. Far Fast Law, sistem hukum Timur jauh - merupakan sistem hukum uang
kompleks yang merupakan perpaduan antara sistem Civil Law, Common Law,
dan Hukum Islam sebagai basis fundamental masyarakat.
Pada dasarnya sistem hukum nasional Indonesia terbentuk atau dipengaruhi
oleh 3 sub-sistem hukum, yaitu :
1. Sistem Hukum Barat, yang merupakan warisan para penjajah kolonial Belanda,
yang mempunyai sifat individualistik. Peninggalan produk Belanda sampai saat
ini masih banyak yang berlaku, seperti KUHP, KUHPerdata, dsb.
2. Sistem Hukum Adat, yang bersifat komunal. Adat merupakan cermin
kepribadiansuatu bangsa dan penjelmaan jiwa bangsa yang bersangkutan dari
abad ke abad (Soerojo Wigdjodipuro, 1995 : 13).
3. Sistem Hukum Islam, sifatnya religius. Menurut seharahnya sebelum penjajah
Belanda datang ke Indonesia, Islam telah diterima oleh Bangsa Indonesia.Adanya
pengakuan hukum Islam seperti Regeling Reglement, mulai tahun 1855,
membuktikan bahwa keberadaan hukum Islam sebagai salah satu sumber hukum
Indonesia nerdasarkan teori “Receptie” (H. Muchsin, 2004).
Sistem Peradilan Indonesia dapat diartikan sebagai “suatu susunan yang
teratur dan saling berhubungan, yang berkaitan dengan kegiatan pemeriksaan dan
pemutusan perkara yang dilakukan oleh pengadilan, baik itu pengadilan yang berada
di lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, maupun peradilan
tata usaha negara, yang didasari oleh pandanganm, teori, dan asas-asas di bidang
peradilan yang berlaku di Indonesia”.
Oleh karena itu dapat diketahui bahwa Peradilan yang diselenggarakan di
Indonesia merupakan suatu sistem yang ada hubungannya satu sama lain,
peradilan/pengadilan yang lain tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling
berhubungan dan berpuncak pada Mahkamah Agung. Bukti adanya hubungan antara
satu lembaga pengadilan dengan lembaga pengadilan yang lainnya salah satu
diantaranya adalah adanya “Perkara Koneksitas”. Hal tersebut terdapat dalam Pasal
24 Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman.
Sistem Peradilan Indonesia dapat diketahui dari ketentuan Pasal 24 Ayat (2)
UUD 1945 dan Pasal 10 Ayat (1) Undang-undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang
Kekuasaan Kehakiman. Dalam Pasal 15 UU Kekuasaan Kehakiman diatur mengenai
Pengadilan Khusus sebagai berikut :
1. Pengadilan khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 yang diatur dengan Undang-Undang.
2. Pengadilan Syariah Islam di Provinsi Nangro Aceh Darussalam merupakan
pengadilan khusus dalam lingkungan peradilan agama sepanjang kewenangannya
menyangkut kewenangan peradilan agama, dan merupakan pengadilan khusus
dalam lingkungan paradilan umum sepanjang kewenangannya menyangkut
peradilan umum.
Berdasarkan uraian tersebut, maka sistem peradilan yang ada di Indonesia
sebagai berikut:
1. MAHKAMAH AGUNG
UU No. 14 Tahun 1985 jo UU No. 5 Tahun 2005
A. PERADILAN UMUM
a. Pengadilan Anak (UU No. 3 Tahun 1997)
b. Pengadilan Niaga (Perpu No. 1 Tahun 1989)
c. Pengadilan HAM (UU No. 26 Tahun 2000)
d. Pengadilan TPK (UU No. 31 Tahun 1999 jo UU No. 20 tahun 2002)
e. Pengadilan Hubungan Industrial (UU No. 2 Tahun 2004)

2
f. Mahkamah Syariah NAD (UU No. 18 Tahun 2001)
g. Pengadilan Lalu Lintas (UU No. 14 Tahun 1992)
A. PERADILAN AGAMA
Mahkamah Syariah di Nangro Aceh Darussalam apabila menyangkut
peradilan Agama.
B. PERADILAN MILITER
a. Pengadilan Militer untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat prajurit
b. Pengadilan Militer Tinggi, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat
perwira s.d kolonel
c. Pengadilan Militer Utama, untuk mengadili anggota TNI yang berpangkat
Jenderal.
d. Pengadilan Militer Pertempuran, untuk mengadili anggota TNI ketika
terjadi perang.
A. PERADILAN TATA USAHA NEGARA
a. Pengadilan Pajak (UU No. 14 Tahun 2002)
A. PERADILAN LAIN-LAIN
a. Mahkamah Pelayaran
b. Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU)
c. MAHKAMAH KONSTITUSI (UU No. 24 Tahun 2003)
Tugas Mahkamah Konstitusi adalah :
• Menguji Undang-Undang terhadap UUD 1945
• Memutus sengketa kewenangan Lembaga Negara yang
kewenangannya diberi oleh UUD 1945.
• Memutus Pembubaran Partai Politik.
• Memutus perselisihan tentang PEMILU.
• Memberikan putusan atas pendapat DPR tentang dugaan
Presiden/Wakil Presiden melanggar hukum, berupa : mengkhianati
negara, korupsi, suap, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan
tercela lainnya.
Khusus mengenai peradilan agama dalam sistem hukum indonesia mendapat
perhatian tersendiri oleh penulis. Pada saat ini , wewenang peradilan agama makin
meluas, termasuk berbagai transaksi bisnis dan lain-lain bentuk kegiatan ekonomi
yang dilakukan menurut syariat islam. Hal ini membawa konsekuensi tuntutan

3
menghadirkan peradilan agama yang baik di tinggkat provinsi, kabupaten, atau kota
sebagai suatu sistem hukum indonesia makin menjadi sebuah kebutuhan.
Peradilan agama adalah peradilan yang khusus mengadili perkara-perkara
perdata dimana para pihaknya beragama Islam (muslim). Sebagaimana disebutkan
dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama (UUPA), peradilan agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama
Islam. Perkara-perkara yang diputus oleh peradilan agama antara lain perceraian,
perwalian, pewarisan, wakaf, dll. Pengadilan agama berkedudukan di kotamadya atau
ibu kota kabupaten, dan daerah hukumnya meliputi wilayah kotamadya atau
kabupaten. Sedangkan pengadilan tinggi agama berkedudukan di ibukota propinsi,
dan daerah hukumnya meliputi wilayah propinsi (Pasal 4 UUPA).
Pembinaan teknis peradilan agama dilakukan oleh Mahkamah Agung,
sedangkan pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan pengadilan dilakukan
oleh Menteri Agama (Pasal 5 ayat (1) dan (2) UUPA). Susunan pengadilan agama dan
pengadilan tinggi agama terdiri dari Pimpinan, Hakim Anggota, Panitera, Sekretaris.
Untuk pengadilan agama ditambah dengan Juru Sita (Pasal 9 UUPA). Pimpinan
pengadilan agama dan pengadilan tinggi agama terdiri dari seorang Ketua dan seorang
Wakil Ketua (Pasal 10 UUPA). Pengadilan agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkaraperkara perdata di tingkat pertama
antara orang-orang yang beragama Islam di bidang perkawinan, kewarisan, wasiat dan
hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam, wakaf dan shadaqah (Pasal 49
UUPA) Jika terjadi sengketa mengenai hak milik atau keperdataan lain dalam
perkara-perkara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49, maka khusus mengenai objek
yang menjadi sengketa tersebut harus diputus lebih dulu oleh Pengadilan dalam
lingkungan peradilan umum (Pasal 50 UUPA).
Pengadilan tinggi agama bertugas dan berwenang mengadili perkara yang
menjadi kewenangan pengadilan agama dalam tingkat banding, dan mengadili di
tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antar pengadilan agama
di daerah hukumnya (Pasal 51 UUPA). Hukum acara yang berlaku dalam peradilan
agama adalah hukum acara perdata yang berlaku dalam peradilan umum, kecuali yang
telah diatur khusus dalam UUPA (Pasal 54 UUPA). Pemeriksaan perkara di peradilan
agama dimulai sesudah diajukannya permohonan atau gugatan dan pihak-pihak yang
berperkara telah dipanggil menurut ketentuan yang berlaku (Pasal 55 UUPA).
Penetapan dan putusan peradilan agama hanya sah dan mempunyai kekuatan hukum

4
apabila diucapkan dalam siding yang terbuka untuk umum. Pemeriksaan sengketa
perkawinan Perceraian hanya dapat dilakukan di depan siding pengadilan setelah
pengadilan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Perceraian
terbagi dua, yaitu cerai talak dan cerai gugat. Yang dimaksud cerai talak adalah
perceraian yang terjadi karena talak suami kepada istrinya. Sedangkan yang dimaksud
gugat cerai adalah permohonan perceraian yang diajukan oleh pihak istri melalui
gugatan.

Referensi.
Annida. Sistem Peradilan Di Indonesia. http://annida.harid.web. 2008
Bagir Manan. Kewenangan Baru Peradilan Agama, Mutu SDM, Etika Profesi Hakim,
Serta Penyakit Di Tubuh Peradilan. www.badilag.net. Jakarta. 2006.
Kewenangan Peradialan Agama. http://www.pa-tanjungselor.net. Kaltim. 2009.

Anda mungkin juga menyukai