Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
P 3 E S ID A
Lembar suara dalam Pemilu 2009 berukuran sangat besar sebagai akibat dari
jumlah partai yang sangat banyak (Pemilu Legislatif 2009 memiliki 38 partai
peserta). Ukuran yang besar ini ternyata tidak disesuaikan dengan besarnya bilik
tempat pemungutan suara dilakukan. Silakan lihat gambar yang saya ambil dalam
salah satu simulasi Pemilu dibawah ini.
Kertas yang besar dengan lipatan yang tidak mudah. Berbagai hal akan
muncul sebagai dampak dari ukuran bilik yang kecil yang sudah tentu akan
merugikan berbagai pihak.
Ada beberapa pemilih yang membuka lembar suara sambil memegang pulpen.
Akibatnya bisa terjadi coretan tidak sengaja yang bisa membuat lembar suara tersebut
menjadi tidak sah! Coretan tersebut terjadi –lagi-lagi– akibat membuka lembar suara
yang besar didalam bilik yang kecil.
Pada beberapa daerah pilih, lembar suara tidak hanya besar, tetapi juga terdiri
dari dua lembar suara. Tentu hal ini semakin membuat pemilih merasa kesulitan, baik
saat membuka, melipat bahkan memasukannya kedalam kotak suara.
Entah kenapa, para perancang Undang-undang Pemilu di negara kita ini benar-
benar tidak mau mempercayai teknologi. Buktinya, Indonesia tetap memilih
menggunakan hitungan manual di abad informasi saat ini. Hitungan secara eletronik
diperkenankan, tetapi yang menjadi patokan tetap hitungan manual yang yang
hasilnya bisa memakan waktu satu bulan. Padahal selain masalah waktu yang jika
dinilai dengan uang adalah sulit, penggunaan IT juga akan memangkas biaya secara
signifikan –tentu dengan catatan jika dibuat dengan benar.
Oleh sebab itu, tidak berlebihan kiranya jika bangsa Indonesia mulai
memikirkan untuk menggunakan IT dalam pemungutan suara di tahun 2014 seperti
yang telah dilakukan oleh banyak negara maju di dunia. Penggunaa IT dalam pemilu
berikutnya bukan hanya membicarakan masalah waktu dan biaya, namun juga sesuatu
yang lebih penting yakni masalah transparansi hasil Pemilu.
Bahan dasar dari sebuah pemungutan suara tidak lain adalah pemilihnya.
Artinya data pemilih sangat memegang peranan atas kesuksesan atau tidaknya sebuah
Pemilu. Sayangnya, lagi-lagi IT kurang dimanfaatkan untuk hal ini. Data-data pemilih
disimpan dalam file Excel yang memiliki beragam format yang sudah tentu
Memelihara data pemilih sebanyak 171 juta dari 33 propinsi bukan lah perkara
mudah, apalagi dilakukan menggunakan sistem semi manual seperti yang dilakukan
KPU saat ini. Diperlukan sebuah sistem dengan DBMS yang baik sehingga
pemeliharaannya jauh lebih mudah dan tentu akan menghasilkan kualitas data yang
jauh lebih baik. Saya tidak percaya jika tidak ada satu pun SDM Indonesia yang
mampu membuat ini semua dengan biaya yang relatif murah.
Di tempat yang berbeda, Ketua KPUD Asahan Edy Prayetno melalui Divisi
Teknis Penyelanggaraan M Yusuf Sinambela di konfirmasi Waspada, tadi malam,
menjelaskan, kesalahan pemilih yang di bawah umur yang masuk di DPT dan pemilih
ganda adalah merupakan kesilapan yang dilakukan anggotanya yang kurang dalam
meneliti dalam pengetikan.
Baik asal maupun penggunaan dana kampanye, kata Hafiz Anshary akan
diaudit oleh kantor akuntan publik.
Maroli mengaku kaget atas temuan itu karena selama ini KPUD selalu
meyakinkan Panwas bahwa DPT Pilpres akan lebih baik. Itu karena pengecekan DPT
KPUD memakai program dan perangkat teknologi yang lebih canggih.
Menurut Maroli, temuan 3.182 DPT ganda dan 150 pemilih di bawah umur
sudah disampaikan ke KPUD Provinsi dan KPUD Kota Jambi. Namun hingga
kemarin belum ada tanggapan.
Sementara itu, lanjut dia, panwas kabupaten kini sedang mencermati soft copy
DPT yang didapat dari KPUD Provinsi Jambi untuk mengetahui ada tidaknya masalah
pada DPT di masing-masing daerah.
Ketua KPUD Kota Jambi Ratna Dewi mengaku sudah menerima laporan
Panwas. Saat ini pihaknya sedang mencocokkan temuan Panwas dengan data KPUD
Kota.
“Sejauh ini tim IT mengatakan tidak ada lagi pemilih ganda. Makanya kami
juga terkejut dengan temuan Panwas,” ujarnya di sekretariat KPUD Kota Jambi
kemarin.
Malah saat penyampaian di KPU Pusat juga tak ditemukan masalah pada DPT
Kota Jambi. Karena itu pihaknya bertanya-tanya, jangan-jangan data yang digunakan
Panwas adalah data pemilih yang belum “dibersihkan”.
Penyerahan ke KPUD Provinsi dan KPU Pusat pun selalu dengan tanda terima.
“Yang ada itu tanda terima di bawah tanggal 28 untuk DPS (daftar pemilih sementara)
yang belum kita bersihkan,” ujarnya.
“Makanya kami menanyakan ke Panwas Kota, apakah soft copy itu didapatkan
melalui jalur resmi atau tidak, ada tanda terima atau tidak. Karena di luar sana banyak
bertebaran DPT. Tapi yang asli dikeluarkan KPU Kota pasti ada bukti tanda
terimanya,” jelas Ratna panjang-lebar.
Soal 180 pemilih ganda yang ditemukan sebelumnya, Agus Fiyadi, koordinator
Pemutakhiran Data Pemilih KPUD Kota Jambi, memastikan bahwa itu hanya
kesalahan entry. Di salah satu TPS, kata dia, jumlah pemilih yang seharusnya 450 ter-
entry hanya 300.
Sisanya masuk ke daftar pemilih di TPS lain. “Kalau itu kita akui. Sudah kita
perbaiki. Temuan terakhir ini yang tidak masuk akal,” katanya.
Ketua Panwas Kota Jambi Taufik Hidayat mengaku menerima soft copy dari
KPUD Kota Jambi pada Juni. Itu berarti data yang diberikan tidak mungkin DPS.
“Besok saya jelaskan. Lihat sama staf saya soft copy yang didapat dari KPUD
Kota,” kata Taufik yang saat dihubungi mengaku masih berada di Bawaslu Jakarta.
Distribusi Logistik
Selain DPT, masalah lain yang juga dapat menghambat pelaksanaan Pilpres
adalah logistik yang belum cukup. Ada kekurangan 5.052 lembar surat suara. Menurut
Koordinator Divisi Logistik KPUD Provinsi Jambi Pahmi SY, masalah logistik
merupakan kesalahan teknis dari pusat.
Dia mengakui, khusus untuk surat suara, terjadi kesalahan dari KPU Pusat
karena jumlah pengiriman tidak sesuai dengan permintaan. “Semua sudah kita
konfirmasikan. Insya Allah temuan yang rusak dan lainnya Kamis (besok) akan datang
dan langsung didistribusikan ke setiap daerah,” kata Pahmi yang saat dihubungi
sedang berada di Jakarta. Menurut Fahmi, semua logistik Pilpres sudah didistribusikan
ke daerah.
Untuk diketahui, logistik Pilpres yang dipersiapkan KPUD Provinsi Jambi antara lain
formulir dan kelengkapan administrasi. Sedangkan surat suara dan tinta berasal dari
KPU Pusat.
Bila distribusi logistik Pemilu tidak dilakukan tepat waktu maka pelaksanaan
Pemilu 9 April 2009 bisa terganggu. Hal ini dikatakan Direktur Monitoring
Demokrasi Sulawesi Tenggara (SulTra DeMo ), Arafat SE, ketika dihubungi via
telpon koran ini, kemarin.
Karena itu, mantan anggota KPU Kota Kendari ini memprediksi, kemungkinan
salah satu masalah pokok yang akan timbul sebelum pelaksanaan Pemilu yang akan
dilaksanakan sekitar 38 hari lagi adalah masalah logistik Pemilu.
Hal ini, kata Arafat, didasarkan pada analisis waktu yang mepet terhadap
ketersediaan logistik Pemilu dan distribusinya, sebab sebahagian logistik Pemilu
seperti kertas suara, tinta dan segel diadakan oleh KPU Pusat.
Selain itu, kata dia, logistik Pemilu seperi kekurangan kotak dan bilik suara
dan segala kebutuhan administrasi logistik pemilu lainnya, baik kebutuhan di tingkat
KPU Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS, dan KPPS diadakan oleh KPU
Provinsi belum lagi secara geografis wilayah Sulawesi Tenggara daratan dan
kepulauan cukup luas, sehingga sarana dan prasarana pengangkutan menjadi mutlak
diperhitungkan, belum lagi kendala cuaca yang kemungkinannya sulit untuk ditebak
“Hal ini harus memerlukan keseriusan analisis waktu yang tersedia, kapan
logistik Pemilu yang diadakan KPU Pusat tiba di KPU Provinsi dan berapa lama pula
KPU Provinsi memilah dan mendistribusikannya kepada KPU Kabupaten/Kota.
Begitu pula KPU Kabupaten/Kota, berapa waktu mereka memilah, melipat kertas
suara, serta merakit bilik dan kotak suara, maupun memverifikasi jumlah kebutuhan
kelengkapan administrasi lainnya serta mendistribusikannya ke PPK, PPS dan KPPS,”
ulas Arafat.
Olehnya itu, lanjut Arafat, jika jadwal waktu tidak dipertimbangkan secara
matang, maka dengan sisa waktu yang sudah semakin singkat ini akan terjadi
emergensi-emergensi diluar dugaan, baik pada pengadaan maupun distribusi logistik.
“Karenanya, analisis waktu dan scedul sangat penting agar kalau terjadi
hambatan kendala logistik dalam pelaksanaan pemilu 9 April 2009 dalam setiap
tingkatan penyelenggara Pemilu tidak saling lempar tanggung jawab antara KPU
Provinsi, KPU Kabupaten/Kota, PPK, PPS dan KPPS, sebab mata rantai distribusi
cukup panjang sampai ketingkat KPPS/TPS, tidak menutup kemungkinan ada
beberapa TPS pada tanggal 9 April 2009 belum tiba logistik pemilu," tandasnya.
"KTP bisa diperoleh dengan mudah, sehingga seorang pemilih dapat memiliki
kartu lebih dari satu, makanya harus diseriusi," kata Direktur Lingkar Madani (Lima)
Ray Rangkuti dalam Dialog Publik Quo Vadis Pemilu 2009 di Jakarta, Selasa (7/7).
Sudah bukan rahasia, kata Rangkuti, bahwa banyak penduduk Indonesia yang
memiliki KTP ganda, terutama mereka yang bekerja di kota tapi berasal dari pedesaan.
Memang, kata Rangkuti para pemilih akan diberikan tinta di jari. Tetapi masih
"Ini mungkin prestasi terburuk KPU, sebab mereka hanya mengatakan beres
semua tidak ada masalah," ujar Rangkuti.
Dari sisi partisipasi masyarakat cukup baik, karena respon demikian tinggi,
tetapi sayangnya pelayanan KPU tidak optimal sehingga banyak pemilih tidak
terdaftar.
"Kita seperti kembali di jaman kemerdekaan tahun 1945 dimana saat itu
banyak penduduk belum memiliki tanda sebagai penduduk," pungkas Rangkuti.
Masalah Kotak Suara Dan Bilik Suara
Permasalahan kotak suara untuk Pemilu 2009 bukan hanya ditemukan di Bener
Meriah tetapi juga di Kabupaten Bireuen. Seperti halnya di Bener Meriah, kotak suara
yang dikirim ke Bireuen juga berlobang kecil sehingga dikhawatirkan akan merusak
surat suara pemilih.
Laporan banyaknya kotak suara yang tidak bisa digunakan di Kabupaten Bener
Meriah mengundang respon dari Komisi Independen Pemilihan Umum (KPU) Aceh.
Menurut Pj Sekeretaris KPU Aceh, Nasir Zalba SE, tidak ada persoalan dengan
spesifikasi dan kualitas kotak suara di Kabupaten Bener Meriah.
10 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Banta Husen, anggota PPK dari Kecamatan Peusangan yang ditemui di gudang
logistik pemilu mengatakan, lobang kotak suara kecil dikhawatirkan akan merusak
kertas suara saat dimasukkan oleh pemilih. “Ini lobangnya kecil, terkesan dikerjakan
buru-buru,” kata Banta.
Menurut Banta, kotak suara peninggalan pemilu lalu dari alumunium lebih
bagus dari kotak suara yang dikirim ke KIP Bireuen saat ini.
Imran anggota KIP Bireuen saat menerima kiriman kotak suara melalui Pos
dan Giro mengatakan, kecilnya lobang kotak suara sudah disampaikan ke KIP Aceh
untuk dicarikan solusinya.
“KIP Aceh mengatakan kotak suara sudah sesuai standar. Namun banyak PPK
mengeluh ketika melihat lobang kotak suara kecil dan kunci pengaman pada tutup
kotak mudah rusak,” kata Imran.
“Misalkan Aceh Jaya tidak ada laporan bahwa itu (lubang kotak) tidak muat.
Padahal yang buat rekanan yang sama. Malah di Aceh Jaya ada rusak 11 buah bilik
karena engsel copot. Tapi sudah diganti. Tapi kita kaget ketika Pak Ahamdi dari Bener
Meriah mengatakan lubang kotak suara itu kecil,” ujarnya.
11 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Menurut laporan yang diterima KIP, ternyata spesifikasi kotak suara sudah
sesuai dengan kontrak yakni panjangnya 18 cm, lebar 0,8 cm sesuai dengan peraturan
KPU. Bahkan, katanya, oleh rekanan ukuran lebar ditambah menjadi 1 cm.
“Kalau menurut aturan lebarnya itu 0,8 cm. Ketika diukur sudah sesuai dengan
spek. Jadi kenapa teriak-teriak di koran. Kita tidak bisa main-main dalam persoalan
ini,” jelasnya.
Menurut Nasir, bila ditemukan ada masalah terhadap logistik pemilu yang
diadakan di provinsi, kepada semua KIP kabupaten/kota diminta melakukan
koordinasi dengan KIP Provinsi.
Ini penting agar semua persoalan bisa dipecahkan secara bersama. Karena itu
pihaknya meminta agar KIP setempat mengecek kembali kondisi kotak suara yang
telah diterima.
“Kalau pun ditambah ukurannya, itu akan menambah cost lagi. Kecuali
rekanan bertindak tidak sesuai dengan kontrak itu persoalannya menjadi lain,”
katanya.
Surat suara pengganti akan dikirim KPU ke KIP provinsi. Selanjutnya KIP
akan memanggil Ketua Pokja Logistik untuk mengambil.
Terhadap surat suara yang rusak dan telah mendapat ganti harus dimusnahkan
12 | F e b r i a M a r t a S i s k a
dengan disaksikan polisi dan anggota panwaslu. Proses pemusnahan harus dibuat
berita acara.
Tambah kotak suara; Sementara itu, Nasir menyebutkan, hingga kemarin sudah
92 persen logistik pemilu yang pengadaannya di provinsi sudah disalurkan ke
kabupaten/kota. Sebanyak 8 persen sisanya saat ini masih dalam pengerjaan dan
distribusi. Pihak KIP menyatakan optimis pada 20 Maret, baik bilik dan kotak suara
sudah sampai ke seluruh kabupaten/kota. “Kecauali sampul. Keterlambatan ini karena
adanya keterlambatan peraturan KPU. Sehingga kita belum bisa cetak,” katanya.
Selain itu, jumlah kotak suara dan bilik suara juga terjadi penambahan di luar
angka dalam kesepakatan kontrak. Seperti jumlah kotak suara dalam kontrak awal
berjumlah 5.046 bertambah menjadi 6.501. Sedangkan bilik dari 16.265 bertambah
menjadi 22.996. Penamban ini terjadi antara lain karena adanya kotak suara dan bilik
yang rusak setelah diterima oleh KIP kabupaten/kota.(yus/sar)
Pemilu 1955
Ini merupakan pemilu yang pertama dalam sejarah bangsa Indonesia. Waktu itu
Republik Indonesia berusia 10 tahun. Kalau dikatakan pemilu merupakan syarat
minimal bagi adanya demokrasi, apakah berarti selama 10 tahun itu Indonesia benar
benar tidak demokratis? Tidak mudah juga menjawab pertanyaan tersebut.
13 | F e b r i a M a r t a S i s k a
pembentukan par-tai-partai politik. Maklumat tersebut menyebutkan, pemilu untuk
me-milih anggota DPR dan MPR akan diselenggarakan bulan Januari 1946. Kalau
kemudian ternyata pemilu pertama tersebut baru terselenggara hampir sepuluh tahun
setelah kemudian tentu bukan tanpa sebab.
Tidak terlaksananya pemilu pertama pada bulan Januari 1946 seperti yang
diamanatkan oleh Maklumat 3 Nopember 1945, paling tidak disebabkan 2 (dua) hal :
2. Belum stabilnya kondisi keamanan negara akibat konflik internal antar kekuatan
politik yang ada pada waktu itu, apalagi pada saat yang sama gangguan dari luar
juga masih mengancam. Dengan kata lain para pemimpin lebih disibukkan oleh
urusan konsolidasi.
Namun, tidaklah berarti bahwa selama masa konsolidasi kekuatan bangsa dan
perjuangan mengusir penjajah itu, pemerintah kemudian tidak berniat untuk
menyelenggarakan pemilu. Ada indikasi kuat bahwa pemerintah punya keinginan
14 | F e b r i a M a r t a S i s k a
politik untuk menyelengga-rakan pemilu. Misalnya adalah dibentuknya UU No. UU
No 27 tahun 1948 tentang Pemilu, yang kemudian diubah dengan UU No. 12 tahun
1949 tentang Pemilu. Di dalam UU No 12/1949 diamanatkan bahwa pemilihan umum
yang akan dilakukan adalah bertingkat (tidak langsung). Sifat pemilihan tidak
langsung ini didasarkan pada alasan bahwa mayoritas warganegara Indonesia pada
waktu itu masih buta huruf, sehingga kalau pemilihannya langsung dikhawatirkan
akan banyak terjadi distorsi.
Kemudian pada paroh kedua tahun 1950, ketika Mohammad Natsir dari
Masyumi menjadi Perdana Menteri, pemerintah memutuskan untuk menjadikan
pemilu sebagai program kabinetnya. Sejak itu pembahasan UU Pemilu mulai
dilakukan lagi, yang dilakukan oleh Panitia Sahardjo dari Kantor Panitia Pemilihan
Pusat sebelum kemudian dilanjutkan ke parlemen. Pada waktu itu Indonesia kembali
menjadi negara kesatuan, setelah sejak 1949 menjadi negara serikat dengan nama
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Patut dicatat dan dibanggakan bahwa pemilu yang pertama kali tersebut berhasil
diselenggarakan dengan aman, lancar, jujur dan adil serta sangat demokratis. Pemilu
1955 bahkan mendapat pujian dari berbagai pihak, termasuk dari negara-negara asing.
Pemilu ini diikuti oleh lebih 30-an partai politik dan lebih dari seratus daftar
kumpulan dan calon perorangan.
15 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Yang menarik dari Pemilu 1955 adalah tingginya kesadaran berkom-petisi
secara sehat. Misalnya, meski yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana
menteri dan menteri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas
negara dan otoritasnya kepada pejabat bawahan untuk menggiring pemilih yang
menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai
pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala cara. Karena
pemilu kali ini dilakukan untuk dua keperluan, yaitu memilih anggota DPR dan
memilih anggota Dewan Kons-tituante, maka hasilnya pun perlu dipaparkan
semuanya.
Sangat disayangkan, kisah sukses Pemilu 1955 akhirnya tidak bisa dilanjutkan
dan hanya menjadi catatan emas sejarah. Pemilu pertama itu tidak berlanjut dengan
pemilu kedua lima tahun beri-kutnya, meskipun tahun 1958 Pejabat Presiden Sukarno
sudah melantik Panitia Pemilihan Indonesia II.
16 | F e b r i a M a r t a S i s k a
sepihak dengan senjata Dekrit 5 Juli 1959 membentuk DPR-Gotong Royong (DPR-
GR) dan MPR Sementara (MPRS) yang semua anggotanya diangkat presiden.
Pemilu 1971
Sebagai pejabat presiden Pak Harto tetap menggunakan MPRS dan DPR-GR
bentukan Bung Karno, hanya saja ia melakukan pembersihan lembaga tertinggi dan
tinggi negara tersebut dari sejumlah anggota yang dianggap berbau Orde Lama.
Pada prakteknya Pemilu kedua baru bisa diselenggarakan tanggal 5 Juli 1971,
yang berarti setelah 4 tahun pak Harto berada di kursi kepresidenan. Pada waktu itu
ketentuan tentang kepartaian (tanpa UU) kurang lebih sama dengan yang diterapkan
Presiden Soekarno.
17 | F e b r i a M a r t a S i s k a
UU yang diadakan adalah UU tentang pemilu dan susunan dan kedudukan
MPR, DPR, dan DPRD. Menjelang pemilu 1971, pemerintah bersama DPR GR
menyelesaikan UU No. 15 Tahun 1969 tentang Pemilu dan UU No. 16 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD. Penyelesaian UU itu sendiri
memakan waktu hampir tiga tahun.
Hal yang sangat signifikan yang berbeda dengan Pemilu 1955 adalah bahwa
para pejebat negara pada Pemilu 1971 diharuskan bersikap netral. Sedangkan pada
Pemilu 1955 pejabat negara, termasuk perdana menteri yang berasal dari partai bisa
ikut menjadi calon partai secara formal. Tetapi pada prakteknya pada Pemilu 1971
para pejabat pemerintah berpihak kepada salah satu peserta Pemilu, yaitu Golkar. Jadi
sesungguhnya pemerintah pun merekayasa ketentuan-ketentuan yang menguntungkan
Golkar seperti menetapkan seluruh pegawai negeri sipil harus menyalurkan
aspirasinya kepada salah satu peserta Pemilu itu.
Jelasnya, pembagian kursi pada Pemilu 1971 dilakukan dalam tiga tahap, ini
dalam hal ada partai yang melakukan stembus accoord. Tetapi di daerah pemilihan
yang tidak terdapat partai yang melakukan stembus acccord, pembagian kursi hanya
dilakukan dalam dua tahap.
Tahap pembagian kursi pada Pemilu 1971 adalah sebagai berikut. Pertama,
suara partai dibagi dengan kiesquotient di daerah pemi-lihan. Tahap kedua, apabila
ada partai yang melakukan stembus accoord, maka jumlah sisa suara partai-partai
yang menggabungkan sisa suara itu dibagi dengan kiesquotient. Pada tahap
berikutnya apabila masih ada kursi yang tersisa masing-masing satu kursi diserahkan
kepada partai yang meraih sisa suara terbesar, termasuk gabungan sisa suara partai
yang melakukan stembus accoord dari perolehan kursi pembagian tahap kedua.
18 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Apabila tidak ada partai yang melakukan stembus accoord, maka setelah pembagian
pertama, sisa kursi dibagikan langsung kepada partai yang memiliki sisa suara
terbesar.
Dengan cara pembagian kursi seperti Pemilu 1955 itu, hanya Murba yang
tidak mendapat kursi, karena pada pembagian kursi atas dasar sisa terbesar pun
perolehan suara partai tersebut tidak mencukupi. Karena peringkat terbawah sisa
suara terbesar adalah 65.666. PNI memperoleh kursi lebih banyak dari Parmusi,
karena suaranya secara nasional di atas Parmusi.
Setelah 1971, pelaksanaan Pemilu yang periodik dan teratur mulai terlaksana.
Pemilu ketiga diselenggarakan 6 tahun lebih setelah Pemilu 1971, yakni tahun 1977,
setelah itu selalu terjadwal sekali dalam 5 tahun. Dari segi jadwal sejak itulah pemilu
teratur dilaksanakan.
19 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Hasilnya pun sama, Golkar selalu menjadi pemenang, sedangkan PPP dan PDI
menjadi pelengkap atau sekedar ornamen. Golkar bahkan sudah menjadi pemenang
sejak Pemilu 1971. Keadaan ini secara lang-sung dan tidak langsung membuat
kekuasaan eksekutif dan legislatif berada di bawah kontrol Golkar. Pendukung utama
Golkar adalah birokrasi sipil dan militer. Berikut ini dipaparkan hasil dari 5 kali
Pemilu tersebut secara berturut-turut.
Pemungutan suara Pemilu 1977 dilakukan 2 Mei 1977. Cara pembagian kursi
masih dilakukan seperti dalam Pemilu 1971, yakni mengikuti sistem proporsional di
daerah pemilihan. Dari 70.378.750 pemilih, suara yang sah mencapai 63.998.344
suara atau 90,93 persen. Dari suara yang sah itu Golkar meraih 39.750.096 suara atau
62,11 persen. Namun perolehan kursinya menurun menjadi 232 kursi atau kehilangan
4 kursi dibandingkan Pemilu 1971.
Pada Pemilu 1977 suara PPP naik di berbagai daerah, bahkan di DKI Jakarta
dan DI Aceh mengalahkan Golkar. Secara nasional PPP berhasil meraih 18.743.491
suara, 99 kursi atau naik 2,17 persen, atau bertambah 5 kursi dibanding gabungan
kursi 4 partai Islam dalam Pemilu 1971. Kenaikan suara PPP terjadi di banyak basis-
basis eks Masjumi. Ini seiring dengan tampilnya tokoh utama Masjumi mendukung
PPP. Tetapi kenaikan suara PPP di basis-basis Masjumi diikuti pula oleh penurunan
suara dan kursi di basis-basis NU, sehingga kenaikan suara secara nasional tidak
begitu besar.
PPP berhasil menaikkan 17 kursi dari Sumatera, Jakarta, Jawa Barat dan
Kalimantan, tetapi kehilangan 12 kursi di Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur dan
Sulawesi Selatan. Secara nasional tambahan kursi hanya 5.
20 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Hasil Pemilu 1982
Hasil Pemilu kali ini ditandai dengan kemerosotan terbesar PPP, yakni
hilangnya 33 kursi dibandingkan Pemilu 1982, sehingga hanya mendapat 61 kursi.
Penyebab merosotnya PPP antara lain karena tidak boleh lagi partai itu memakai asas
Islam dan diubahnya lambang dari Ka'bah kepada Bintang dan terjadinya
penggembosan oleh tokoh- tokoh unsur NU, terutama Jawa Timur dan Jawa Tengah.
Cara pembagian kursi untuk Pemilu 1992 juga masih sama dengan Pemilu
sebelumnya. Hasil Pemilu yang pemungutan suaranya dilaksanakan tanggal 9 Juni
1992 ini pada waktu itu agak mengagetkan banyak orang. Sebab, perolehan suara
Golkar kali ini merosot dibandingkan Pemilu 1987. Kalau pada Pemilu 1987
perolehan suaranya mencapai 73,16 persen, pada Pemilu 1992 turun menjadi 68,10
persen, atau merosot 5,06 persen. Penurunan yang tampak nyata bisa dilihat pada
21 | F e b r i a M a r t a S i s k a
perolehan kursi, yakni menurun dari 299 menjadi 282, atau kehilangan 17 kursi
dibanding pemilu sebelumnya.
PPP juga mengalami hal yang sama, meski masih bisa menaikkan 1 kursi dari
61 pada Pemilu 1987 menjadi 62 kursi pada Pemilu 1992 ini. Tetapi di luar Jawa
suara dan kursi partai berlambang ka’bah itu merosot. Pada Pemilu 1992 partai ini
kehilangan banyak kursi di luar Jawa, meski ada penambahan kursi dari Jawa Timur
dan Jawa Tengah. Malah partai itu tidak memiliki wakil sama sekali di 9 provinsi,
termasuk 3 provinsi di Sumatera. PPP memang berhasil menaikkan perolehan 7 kursi
di Jawa, tetapi karena kehilangan 6 kursi di Sumatera, akibatnya partai itu hanya
mampu menaikkan 1 kursi secara nasional.
Yang berhasil menaikkan perolehan suara dan kursi di berbagai daerah adalah
PDI. Pada Pemilu 1992 ini PDI berhasil meningkatkan perolehan kursinya 16 kursi
dibandingkan Pemilu 1987, sehingga menjadi 56 kursi. Ini artinya dalam dua pemilu,
yaitu 1987 dan 1992, PDI berhasil menambah 32 kursinya di DPR RI.
Sampai Pemilu 1997 ini cara pembagian kursi yang digunakan tidak berubah,
masih menggunakan cara yang sama dengan Pemilu 1971, 1977, 1982, 1987, dan
1992. Pemungutan suara diselenggarakan tanggal 29 Mei 1997. Hasilnya
menunjukkan bahwa setelah pada Pemilu 1992 mengalami kemerosotan, kali ini
Golkar kembali merebut suara pendukungnnya. Perolehan suaranya mencapai 74,51
persen, atau naik 6,41. Sedangkan perolehan kursinya meningkat menjadi 325 kursi,
atau bertambah 43 kursi dari hasil pemilu sebelumnya.
PPP juga menikmati hal yang sama, yaitu meningkat 5,43 persen. Begitu pula
untuk perolehan kursi. Pada Pemilu 1997 ini PPP meraih 89 kursi atau meningkat 27
kursi dibandingkan Pemilu 1992. Dukungan terhadap partai itu di Jawa sangat besar.
Sedangkan PDI, yang mengalami konflik internal dan terpecah antara PDI Soerjadi
dengan Megawati Soekarnoputri setahun menjelang pemilu, perolehan suaranya
merosot 11,84 persen, dan hanya mendapat 11 kursi, yang berarti kehilangan 45 kursi
di DPR dibandingkan Pemilu 1992.
22 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Pemilu kali ini diwarnai banyak protes. Protes terhadap kecurangan terjadi di
banyak daerah. Bahkan di Kabupaten Sampang, Madura, puluhan kotak suara dibakar
massa karena kecurangan penghitungan suara dianggap keterlaluan. Ketika di
beberapa tempat di daerah itu pemilu diulang pun, tetapi pemilih, khususnya
pendukung PPP, tidak mengambil bagian.
Pemilu 2004
23 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Aturan
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh partai politik atau
gabungan partai politik peserta Pemilihan Umum Anggota DPR 2009. Pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang mendapatkan suara lebih dari 50% dari jumlah
suara dalam pemilihan umum dengan sedikitnya 20% suara di setiap provinsi yang
tersebar di lebih dari setengah jumlah provinsi di Indonesia, dilantik menjadi Presiden
dan Wakil Presiden. Apabila tidak ada pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden
terpilih, dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua
dalam pemilihan umum dipilih oleh rakyat secara langsung dan pasangan yang
memperoleh suara rakyat terbanyak dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
1. K.H. Abdurrahman Wahid dan Marwah Daud Ibrahim (dicalonkan oleh Partai
KebangkitanBangsa)
2. Prof. Dr. HM. Amien Rais dan Dr. Ir. H. Siswono Yudo Husodo (dicalonkan oleh
Partai Amanat Nasional)
3. Dr. H. Hamzah Haz dan H. Agum Gumelar, M.Sc. (dicalonkan oleh Partai
Persatuan Pembangunan)
4. Hj. Megawati Soekarnoputri dan KH. Ahmad Hasyim Muzadi (dicalonkan oleh
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan)
6. H. Wiranto, SH. dan Ir. H. Salahuddin Wahid (dicalonkan oleh Partai Golongan
Karya)
24 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Pemilu Presiden dan Wakil Presiden Putaran Pertama
Pemilu putaran pertama diselenggarakan pada tanggal 5 Juli 2004 dan diikuti
oleh 5 pasangan calon. Berdasarkan hasil Pemilihan Umum yang diumumkan pada
tanggal 26 Juli 2004, dari 153.320.544 orang pemilih terdaftar, 122.293.844 orang
(79,76%) menggunakan hak pilihnya. Dari total jumlah suara, 119.656.868 suara
(97,84%) dinyatakan sah. Karena tidak ada satu pasangan yang memperoleh suara
lebih dari 50%, maka diselenggarakan pemilihan putaran kedua yang diikuti oleh 2
pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua, yakni SBY-JK
dan Mega Hasyim.
Dari sejarah pemilu tersebut diatas dengan mengetahuinya daru kita dapat
mengetahui perubahan yang terjadi jika kita bandingkan pemilu 2004 dengan
pemiluhan 2099 pada saat sekarang ini. Adapun perubahan yang terjadi dari
25 | F e b r i a M a r t a S i s k a
pelaksanaan pemilu baik legislatif dan presiden antara tahun 2004 dengan 2009 antara
lain sebagi berikut. Berikut adalah artikel-artikel yang berkaitan, menguatkan,
menerangkan bahwa adanya perubahan tersebut, untuk lebih lanjut dapat kita lihat
sebagai berikut:
Banyak iklan para Caleg yang bisa dilihat di sepanjang jalan dan juga di
beberapa kendaraan umum memberikan contoh posisi centang/contreng keluar dari
kotaknya. Saya tidak tahu pasti apakah hal tersebut bisa dianggap sah atau tidak jika
dilakukan saat pemilihan nanti. Jika ternyata diputuskan bahwa
mencentang/mencontreng hingga goresannya keluar dari kotak adalah tidak sah, maka
banyak Caleg turut menanggung dosa karena memberikan contoh yang tidak benar
dalam iklan-iklannya.
26 | F e b r i a M a r t a S i s k a
KPU dalam hal ini tidak tinggal diam, peraturan KPU Nomor 35 Tahun 2008
tentang pedoman teknis tata cara pemungutan dan penghitungan suara dalam pemilu
legislatif akan segera direvisi untuk mengakomodasi kemungkinan pemberian tanda
lain seperti silang atau garis datar. Permasalahannya, bagaimana dengan sosialisasi
revisi tersebut? Cukupkah waktunya? mengingat pelaksanaan pemilu sudah tinggal
hitungan hari.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) tahun 1995, bahasa yang
benar adalah Centang, bukan Contreng.
27 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Berikut ini alur memilih pada TPS:
Fantastis! Itulah kata yang terlontar saat Komisi Pemilihan Umum atau KPU, 7
Juli 2008, mengumumkan 34 partai politik nasional dan enam parpol lokal di Aceh
akan mengikuti Pemilihan Umum 2009.
Fantastis kedua, masa kampanye Pemilu 2009 yang dimulai 12 Juli 2008,
berlangsung delapan bulan, lebih lama dibanding masa kampanye pemilu
sebelumnya. Ini akan menimbulkan ingar-bingar politik. Selain itu, kita juga tak dapat
membayangkan, berapa triliun rupiah yang akan dikeluarkan oleh seluruh partai
nasional dan partai lokal, baik untuk kampanye tertutup maupun terbuka, arak-
arakan, pertemuan tatap muka, dan iklan-iklan di media cetak dan elektronik di pusat
dan daerah.
28 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Sebagai contoh, Badan Pemenangan Pemilu (Bapilu) Partai Golkar menyiapkan
Rp 200 miliar untuk kampanye hingga April 2009. Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
sudah membagi uang jutaan rupiah kepada UKM sebagai modal kerja sebelum
kampanye 12 Juli 2008 dimulai (The Jakarta Post, 9/7/2008). Dana kampanye dari
mana-mana, iuran anggota, donasi individu atau perusahaan, dan lainnya.
Lantas, berapa pengeluaran individu para bakal calon anggota legislatif 2009-
2014 agar dapat menduduki kursi legislatif. Jika Golkar dan PDI-P menyiapkan
14.000-15.000 bakal calon legislatif, masing-masing partai menengah menyiapkan
8.000-10.000 dan partai-partai kecil 5.000-8.000. Jika tiap bakal calon legislatif
mengeluarkan dana Rp 200 juta, berapa triliun akan terkumpul? Fantastis. Itulah
harga demokrasi. Belum lagi pemilu presiden 2009. Tak mengherankan jika survei
Indo Barometer Desember 2007 menunjukkan, bagi 88,2 persen responden, 24 parpol
dinilai terlalu banyak. Idealnya, kata survei itu, Indonesia hanya memiliki lima parpol
(24,0 persen), tiga parpol (21,6 persen) atau maksimal 10 parpol (18,3 persen).
Fantastis ketiga, meski ada 34 parpol, hasil survei Indo Barometer (9/7/2008)
benar-benar mengejutkan, yaitu hanya akan ada tujuh besar partai pemenang pemilu,
jumlah yang sama dengan pemilu legislatif 2004. Bedanya, jika pada tahun 2004
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) masuk tujuh besar, pada 2009 partai ini
mungkin akan menjadi nomor 8, sedangkan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura)
pimpinan Jenderal (Pur) Wiranto ke nomor 7 dengan 2,3 persen pemilih.
Sebagai saluran kontrol, parpol juga masih setengah hati, baik terhadap
pemerintah maupun anggotanya. Lihat saja hiruk-pikuk di DPR soal hak angket
terkait kenaikan harga BBM atau kian maraknya terungkap korupsi yang dilakukan
anggota DPR. Lihat juga Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) antara pakar politik
dan DPR saat pembuatan undang-undang, tidak jarang anggota DPR dari ideologi apa
pun, secara bersemangat bersatu mengecam para pakar politik yang katanya
mengelabui masyarakat soal legislative heavy. Bipartishanship antara legislatif dan
eksekutif juga jarang terjadi, kecuali soal ”musuh bersama” dari luar, atau soal
kenaikan gaji pegawai negeri sipil dan TNI/Polri dan terlebih lagi soal kenaikan
tunjangan anggota Dewan!
Pemilu legislatif dan pilpres 2009 dapat menjadi saluran kontrol masyarakat
atas parpol. Sebagai warga negara yang demokratis, para pemilih bukan hanya akan
antusias mendukung parpol atau capres/ cawapres, tetapi juga dapat memilih untuk
tidak memilih lagi parpol dan/atau capres/cawapres yang kinerja politiknya buruk.
Rakyat kian canggih menggunakan otoritas politiknya menentukan masa depan
Indonesia. Inilah esensi kedaulatan rakyat.
Bagi rakyat, demokrasi bukan lagi sekadar prosedur, tetapi bagaimana menata
Indonesia ke depan yang lebih baik, anak cucu dapat menikmati kesejahteraan, rasa
aman, dan martabat Indonesia yang semakin tinggi di mata internasional.
30 | F e b r i a M a r t a S i s k a
4. Penetapan serentak secara nasional
5. Tabulasi elektronik real count dapat menampilkan data 80%
6. Logistik di beberapa daerah tidak tepat waktu.
7. Sejumlah pengadaan logistik pemilu ditunjuk langsung.
Pemilu 2009:
1. Jumlah Suara Sah 104,099,785
2. Total Pemilih 171.265.442
3. Rekapitulasi Tertutup, pemantau dan wartawan tidak bisa menyaksikan langsung
di ruang rekapitulasi.
4. Penetapan dengan catatan karena rekapitulasi ulang penghitungan suara di Nias
Selatan, dapil Sumut 2
5. Tabulasi elektronik real count hanya menampilkan data di bawah 10%.
6. Surat suara tertukar sebanyak 254 kasus.
7. Pengadaan logistik pemilu ditenderkan.
Dari data yang ada dapat kita simpulkan bahwa antara lain terjadinya kenaikan
pemilih dan lainnya. Adapun perubah tersebut diatas juga banyak disebabkan oleh
sistem pemilu yang mana pada pemilu 2009 menggunakan sistem suara terbanyak,
sistem nomor urut yang mana berdampak atas data-data tersebut sehingga
menimbulkan perubahan pemilu 2004 dengan 2009.
Pada pemilu 2009 terdapat perubahan pelaksanaan pileg dan pilpres jika
dibandingkan dengan pemilu 2004. Banyak terjadi perubahan antara lain adalah revisi
UU Pemilu yang menjelaskan sistem suara terbanyak. Perubahan tersebut memberi
warna tersendiri pada pemilu 2009 dan memberikan berbagai macam dampak yang
ditimbulkan dengan revisi tersebut. Berikut penjelasan mengenai revisi tersebut dapat
kita lihat sebagai man dibah ini.
Penerapan suara terbanyak sangat ideal dan akan meningkatkan citra parpol di
mata masyarakat. Mekanisme ini dimungkinkan karena adanya klausul pada Pasal
218 UU No 10 Tahun 2008 yang mengatur pengunduran diri caleg. Karena itu
sejumlah parpol yang menggunakan suara terbanyak meminta bakal calegnya
menandatangani perjanjian internal partai sebelum benar-benar diajukan sebagai
31 | F e b r i a M a r t a S i s k a
caleg. Intinya, caleg akan menyatakan mengundurkan diri dari caleg jadi apabila tidak
memperoleh suara terbanyak.
Setelah caleg mundur, parpol akan menarik namanya dari KPU dan mengganti
dengan caleg peraih suara terbanyak. Bila yang meraih suara terbanyak caleg nomor
bawah, katakan nomor urut tiga, maka para caleg nomor urut lebih kecil satu dan dua
harus mengundurkan diri. Inilah yang harus diatur melalui mekanisme internal partai,
karena UU menetapkan caleg terpilih adalah yang meraih 30 persen BPP dalam
pemilu.
Bertolak dari semua itu, hemat saya perlu dilakukan perubahan secara terbatas
UU Pemilu. Ini agar suara terbanyak mendapat legitimasi yang kuat dari UU.
Langkah ini juga bisa menghapus kesan inkonsistensi parpol yang kini duduk di
dewan. Mereka yang membahas dan menyetujui UU Pemilu, namun ternyata tidak
melaksanakan UU tersebut. Dari segi waktu, saya juga melihat waktu tersedia sampai
Desember 2008 jika parpol-parpol bermaksud melakukan perubahan tersebut.
32 | F e b r i a M a r t a S i s k a
meraih suara minimal 30 persen, caleg jadi akan ditetapkan berdasarkan nomor urut.
Apa pun hasilnya, diharapkan sistem yang diterapkan dapat mengakomodasi dua
kepentingan yang berbeda itu, sehingga pemilu berjalan lancar.
Sistim pemilihan umum 2009 berbeda dari sistim pemilu 20004 lalu. Hal itu
diungkapkan oleh anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Konawe,
Suhardin dalam sebuah sosialisasi dan tahapan kampaye yang digelar di enam
kecamatan di Kabupaten Konawe, sejak Kamis-Minggu (20-23/11). Sosialisasi di
enam kecamatan, Kecamatan Wawotobi, Konawe, Meluhu, Amonggedo, Pondidaha
dan Wonggeduku, di lakukan di tiap-tiap PPK yang dihadiri oleh anggota PPS, tokoh
masyarakat dan calon anggota legislatif di daerah pemilihan (dapil) tersebut. Kepada
Kendari Ekspres, Selasa (25/11) kemarin, Suhardin mengungkapkan, halhal yang
dibahas dalam pertemuan itu mengenai sistim pemilu tahun 2009. Dikatakan Ketua
Pokja ferivikasi DPD, Partai Politik dan logistik KPU Konawe, Suhardin, pemilu
2009 berbeda dengan pemilu 2004 dimana sistim pemilu 2004 mecoblos pake paku
sementara pemilu 20009 sistimnya mencheck list salah satu calon pilihan
menggunakan folpen di kertas suara sesuai UU No 10 tahun 2008. Begitu pula dengan
peserta pemilu, peserta pemilu 2009 ada dua yakni peserta pemilu dari partai politik
yang mencalonkan sebagai anggota DPR-RI, DPR Prov dan DPR Kabupaten Kota.
Sedanngkan peserta kedua adalah calon perseorangan yaitu calon anggota
DPD. Pemahaman masyarakay mengenai sistimpemilu 2009 ini sangat diharapkan
mengingat pemilu 2009 ini merupakan momen yang sangat penting dalam
menentukan nasib dan kelangsungan nasib masyarakat selama lima tahun mendatang.
Olehnya itu Suhardin mengharapkan partisipasi masyarakat untuk ikut serta dalam
pesta demokrasi pemilu 2009 yang akan dihelat, (9/4) 2009 mendatang. Dan yang
perlu digaris bawahi kata Suhardin, bahwa KPU Konawe sebagai penyelenggara
pemilu legislatif hanya diporsikan untuk 30 anggota DPRD Kabupaten sementara
untuk anggota DPR RI asal Sultra hanya lima orang, DPRD Prov Daerah pemilihan
Konawe/Konawe Utara hanya lima orang serta anggota DPD Sultra berjumlah empat
orang. "Itulan yang menjadi tugas dan tanggung jawab KPU Kab/Kota, KPU Prov dan
KPU pusat,"kata Suhardin mengingatkan. Lanjutnya Pemilu 2009 bisa dikatakan
berhasil apabila nanti jumlah suara sah lebih banyak dari pada suara yang tidak sah.
33 | F e b r i a M a r t a S i s k a
Itu artinya, paartisipasi dan animo masyarakat mengikuti pesta demokrasi pemilihan
calon anggota legislatif 2009, sudah tinggi.
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari berbagai artikel yang terkait
mengenai konflik atau masalah penyelenggaraan pemilu diatas adalah sebagai berikut:
1. Tidak jelas bagaimana kekacauan dalam DPT dapat menguntungkan partai
politik tertentu karena tidak diketahui afiliasi politik penduduk yang tidak
terdaftar.
2. Tidak jelas bagaimana anggota KPU bisa berpihak kepada partai politik
tertentu karena mereka tidak mempunyai afiliasi partai politik yang sama.
3. Kelihatannya kekacauan DPT lebih banyak disebabkan oleh kelemahan dalam
pencatatan data kependudukan bukan oleh permainan politik partai politik
tertentu.
4. Tidak jelas bagaimana kekacauan dalam DPT dapat menguntungkan partai
politik tertentu karena tidak diketahui afiliasi politik penduduk yang tidak
terdaftar.
5. Tidak jelas bagaimana anggota KPU bisa berpihak kepada partai politik
tertentu karena mereka tidak mempunyai afiliasi partai politik yang sama.
6. Kelihatannya kekacauan DPT lebih banyak disebabkan oleh kelemahan dalam
pencatatan data kependudukan bukan oleh permainan politik partai politik
tertentu.
Sehingga dari permasalah tersebut memberikan konsekuensi yang timbul dari pemilu
2009 dan saran yaitu:
1. Kelemahan-kelemahan dalam penyelenggaraan pemilu jangan sampai
menimbulkan gugatan terhadap hasil pemilu atau menghasilkan tuntutan bagi
pemilu ulang.
2. Tuntutan pembatalan hasil Pemilu 2009 atau tuntutan pemilu ulang akan
berakibat buruk bagi perkembangan politik di Indonesia.
3. Kelemahan-kelemahan itu harus digunakan untuk memperbaiki
penyelenggaraan Pilpres.
4. Bila ada kecurangan, perlu digunakan jalur hukum tanpa pengerahan massa.
34 | F e b r i a M a r t a S i s k a
D. REFERENSI
Bhakti. Ikrar Nusa, 2009, Parpol Dan Pemilu 2009, Di akses dari
http://wwwsiwah.com tanggal 12 Juli 2009
Riyogatra, 2009, Berbagai Permasalahan Ppada Pemilu 2009, Di akses dari
http://www.riyogarta.com tanggal 12 Juli 2009
Sespamardi, 2009, Cara Memilih Pada Pemilu Legislatif 2009, Diakses dari
http://www.sespamardi.com tanggal12 Juli 2009
Krestanti. Elin Yuniya, Mahaputra. Sandy adam, 2009, KPU Lansir Dana Kampanye
Pemilu Presiden, Diakses dari http://www.calegindonesia.com tanggal12 Juli
2009
Siti. M, Fahrul. R, 2009, KPUD Pertanyakan Kaslian DPT Yang Didapat Panwas,
Diakses dari http://www.jambi-independet.co.id tanggal 12 Juli 2009
Rauh. Maswadi, 2009, Evaluasi Awal Pemilu 2009: Proyeksi Demokrasi Indonesia
Dan Masalah Penyelenggara Pemilu, Depok
Rangkuti, 2009, KTP Ganda Masalah Baru Pilpres, Diakses dari http://www.inilah
.com tanggal 12 Juli 2009
KIP Aceh, 2009, Masalah DPT Dan Pemilih GandaWarnai Pilpres Asahan, Diakses
dari http://www/waspada .co.id tanggal 12 Juli 2009
Redaksi, 2009, Sistem Pemilu 2004 Dan 2009 Beda, Diakses dari
http://www.kendariekspres.com tanggal12 Juli 2009
Redaksi, 2009, Distribusi Tidak Tepat Dapat Menghambat Pemilu, Diakses dari
http://www.kendariekspres.com tanggal 12 Juli 2009
Antara News, 2009, Masalah DPT Berpotensi Timbulkan Gugatan Hasil Pemilu,
Diakses dari http://www.antara.co.id tanggal 12 Juli 2009
Warta Sumut, 2009, Masalah DPT Dan Pemilih Ganda Warnai Pipres Asahan,
Diakses dari http://www.waspada.co.id tanggal 12 Juli 2009
Penetapan KPU Tentang Hasil Pemilu Dan Perbandingan Pemilu 2004 dan 2009,
Diakses dari http://www.kpu.go.id, tanggal 10 Juli 2009
Sejarah Pemilu Di Indonesia, Diakses dari http://www.ppln-penang.org tanggal 10
Juli 2009
35 | F e b r i a M a r t a S i s k a