Anda di halaman 1dari 12

12

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. ENDAPAN KUROKO DAN TIPE VMS
Endapan mineral tipe Kuroko merupakan suatu endapan polimetalik stratabound
tak termalihkan sampai termalihkan lemah, yang secara genetik berhubungan dengan
aktifitas vulkanik bawah laut selama periode Miosen, 13-13,5 juta tahun yang lalu.
Istilah kuroko (kata dalam Bahasa Jepang yang berarti bijih hitam) umumnya
diaplikasikan untuk 6 (enam) kategori mineralogi bijih, yaitu
1. Bijih silisius (keiko) yang mengandung sulfida, terutama kalkopirit,
terdiseminasi dalam batuan tersilisifikasi.
2. Bijih kuning (oko) terutama pirit dengan sedikit kalkopirit dan kuarsa.
3. Bijih hitam (kuroko) percampuran kuat antara sfalerit kaya besi berwarna
gelap, galena, barit, dan sejumlah kecil pirit dan kalkopirit; wurzit, enargit,
tetrahedrit, markasit, serta sejumlah mineral lainnya yang ditemukan
setempat dalam jumlah kecil.
4. Urat (vein) dan massa-massa besar gipsum (sekkoko) yang saling
berhubungan tetapi dalam tubuh yang terpisah-pisah, serta tubuh-tubuh
besar barit.
5. Zona stringer kaya kalkopirit dalam pipa-pipa di bawah bijih (ryukoko).
6. Akhirnya, bijih sulfida yang dilapis-bawahi oleh rijang ferruginous (lapisan
tetsusekiei).
Pirajno (1992), mengelompokkan mineralisasi hidrotermal tipe kuroko ke dalam
katagori umum Endapan Sulfida Masif Volkanogenik. Endapan tipe ini berhubungan
dengan volkanisme bawah laut, yang terbentuk dalam berbagai tatanan tektonik.
13

Endapan sulfida masif polimetalik tipe Kuroko terbentuk pada discharge site sistem
hidrotermal bawah laut yang berasosiasi dengan struktur kaldera. Umumnya berumur
Fanerozoikum, dan berasosiasi dengan busur-busur volkanik yang berhubungan
dengan subduksi. Endapan tipe kuroko berhubungan dengan sekuens volkanik bimodal
yang umumnya terdiri atas basal toleitik di bagian bawah dan ke arah atas diikuti oleh
dasit, rio-dasit, dan batuan-batuan piroklastik yang sejenis. Sekuens bimodal ini sering
ter-superimposed pada volkanik kalk-alkalin yang mencirikan busur magmatik yang
terbentuk di atas zona subduksi. Sillitoe (1982) mengusulkan tatanan (settings) busur-
dalam dan busur-belakang sebagai lokasi endapan tipe-kuroko, yang dicirikan oleh
rifting (peretakan/pencelahan) dan volkanisme bimodal yang dominan. Menurut Sillitoe
(1997), rifting dari suatu busur kepulauan bisa terjadi sebagai akibat dari subduksi
yang miring (oblique), dan juga memungkinkan untuk berkembang ke arah cekungan
pinggiran (marginal basin). Lingkungan intra-kontinental yang meluas, juga
dipertimbangkan oleh Sillitoe (1997) untuk endapan sulfida masif yang umumnya
berasosiasi dengan sekuens bimodal.
Endapan tipe kuroko merupakan lensa-lensa polimetalik bijih sulfida masif
selaras (conformable) yang menampakkan hubungan stratigrafi yang kuat dengan
volkanisme felsik, yang terbentuk pada sabuk Tufa Hijau Miosen di daerah Honshu dan
Hokkaido di Jepang, dan juga memperlihatkan hubungan ruang-waktu yang kuat
dengan vulkanik bawah laut fragmental berkomposisi dasitik-riolitik. Di Jepang, semua
endapan kuroko terbentuk selama periode yang relatif terbatas yang menandai
berakhirnya tahapan major pulse dari suatu aktifitas volkanik yang dimulai pada
Oligosen Akhir (Sawkins, 1984 & 1990).
Tubuh-tubuh bijih endapan kuroko, terutama yang tersebar di timur laut
Jepang, umumnya menempati horizon-horizon stratigrafi yang dicirikan oleh akumulasi
14

sedimen pasiran dan lumpuran (sandy and muddy) yang mengandung limpahan fosil
moluska dari spesies-spesies air-hangat. Pengendapannya diduga terjadi pada
cekungan-cekungan danau kaldera yang terisolasi, dangkal, dan relatif tenang, yang
kemungkinan dekat dengan permukaan laut dan laut terbuka. Aktifitas volkanik
tersebut dimulai dengan akumulasi debris piroklastik di lantai samudera yang
merupakan Formasi Dasit Motoyama berumur Miosen. Unit-unit Formasi Motoyama ini
sebagian kemudian ter-reworked oleh arus turbid selama terjadinya pembentukan
kubah-kubah (domes) dan aliran lava. Material-material volkanik ini, di mana bijih
sering ditemukan berasosiasi, adalah riolit dan dasit silisik yang mengintrusi Dasit
Motoyama. Intrusi-intrusi lebur ini kemudian memicu terjadinya volkanisme eksplosif
ketika bertemu dengan air laut di sekitar puluhan meter di bawah permukaan Formasi
Motoyama, di dasar laut, atau di atas kubah-kubah ekstrusi yang sedang memijar.
Ketika kubah-kubah tersebut meledak akibat volkanisme eksplosif tersebut, maka
lembar-lembar breksi-aglomerat akan terbentuk. Larutan-larutan yang membawa sulfur
dan logam-logam dasar (basemetals) bergerak ke atas menembus dan mengitari (di
sekeliling) kubah-kubah riolit, membentuk jaringan urat kalkopirit dan zona-zona klorit
pada footwall batuan volkanik yang relatif rapuh (brittle). Ketika larutan-larutan
tersebut bertemu dengan breksi dan tufa jenuh air garam yang unconsolidated di atas
dan sekitar kubah, tanpa menyentuh lantai samudera, maka akan bereaksi dengan
cepat. Sulfida-sulfida masif, bersama-sama dengan silika, gipsum, dan barit, akan
mereplace secara besar-besaran material terbreksikan dekat permukaan dan kemudian
terendapkan di permukaan air bagian footwall. Perubahan-perubahan volume dan
densitas akibat alterasi batuan lantai samudera menyebabkan terjadinya slumping dan
percampuran berbagai macam blok material yang telah ter-replace sebagian ke dalam
bijih. Berbagai macam larutan bercampur. Tubuh-tubuh masif gipsum, barit, sulfida-
sulfida, atau material campuran dari berbagai tipe kemudian terbentuk ketika yang
15

terdiri atas berbagai spesies logam dasar dan sulfur yang berbeda-beda tertuang ke
atas permukaan bawah laut. Setelah periode utama mineralisasi tersebut, endapan ini
kemudian ter-covered oleh piroklastik dan aliran lava yang berkomposisi dasitik.
Pergerakan larutan kemudian menyusut/berkurang dari sumber sub-volkaniknya
menyebabkan terjadinya alterasi lemah pada lapisan-lapisan volkanik yang lebih muda
dan pada lokasi yang lebih tinggi. (Guilbert dan Park, Jr., 1986).
Endapan tipe Kuroko di Daerah Sangkaropi Tana Toraja Sulawesi Selatan
merupakan endapan polimetalik Cu-Pb-Zn yang menunjukkan hubungan genetik yang
sangat kuat dengan volkanisme-asam bawah laut berumur Miosen, dalam tufa hijau.
Berdasarkan studi stratigrafi-volkanik dan paleontologi, diketahui bahwa volkanisme-
asam bawah laut tersebut berhubungan dengan mineralisasi Kuroko di daerah
Sangkaropi.
Dari yang diketahui berdasarkan hasil studi global, endapan mineral Sangkaropi
berhubungan dengan mineralisasi tipe Kuroko di Jepang, yang dinamakan sulfida
masif tipe-Kuroko, yang merupakan tubuh-tubuh bijih sulfida masif dalam busur
kepulauan moderen, di Kuroko, timur laut Jepang. Semua endapan tersebut
berasosiasi dengan batuan volkanik yang dominan klastik-dasitik atau sebagian kecil
andesitik.
Di daerah Sangkaropi, endapan tipe Kuroko berasosiasi dengan zeolit dan kaolin
di sepanjang zona sesar, dan berhubungan dengan alterasi tufa andesitik dan tufa
dasitik. Tufa zeolit umumnya memiliki kilap lempungan (earthy luster) dan resisten.
Walaupun sebagian tufa zeolit ini memperlihatkan warna (pastel shades) kuning,
coklat, merah, atau hijau, tetapi umumnya berwarna putih atau abu-abu pucat.
Endapan bijih di Daerah Sangkaropi diperkirakan merupakan tipe Kuroko (bijih hitam),
16

yang merupakan campuran mineral-mineral sfalerit, galena, barit, kalkopirit,
tetrahedrit, dan pirit. Genesisnya adalah terjadinya sirkulasi konveksi panas dari air laut
yang masuk ke batuan volkanik (yang panas). Tingkat kelarutan gipsum menurun
dengan bertambahnya temperatur, mengakibatkan terpresipitasinya gipsum dan
anhidrit secara langsung dari air laut.
Air laut yang tersirkulasi ke dalam batuan volkanik panas tersebut,
menyebabkan terbentuknya larutan bijih, akibat terjadinya penurunan tingkat oksidasi
dan pelarutan logam-logam dari batuan volkanik. Sedikit air magmatik atau air
meteorik juga akan tercampur dengan sirkulasi air laut.
3.2. MINERALOGI
Dalam suatu mineral ada beberapa macam karakteristik, diantaranya adalah :
a. Warna
Warna dari mineral adalah warna yang terlihat dipermukaan dengan mata
telanjang. Untuk mineral yang berwarna terang mungkin dipengaruhi oleh
pengoloran, Adakalanya memperhatikan warna yang berangsur atau
berubah. Jadi dalam hal ini, biasanya lebih bersifat umum dari pada sebagai
petunjuk yang spesifik.

b. Kilap
Refleksi dan kilap suatu mineral sangat penting untuk diketahui.
Beberapa kilap biasanya dipergunakan adalah :
1) Kilap logam
Kilap yang dihasilkan dari mineral-mineral logam seperti :
kalkopirit, besi dan platina.
17

2) Kilap Sub logam
Kilap yang dihasilkan dari mineral hasil alterasi sebelumnya,
seperti ilmenit, mangan dan pyrite.
3) Kilap intan
Kilap sangat cemerlang seperti pada intan pertama.
4) Kilap kaca
Kilap seperti pada pecahan kaca atau kuarsa.
5) Kilap damar
Kilap seperti damar, misalnya monasit.
6) Kilap lemak
Kilap seperti lemak, seakan - akan terlapis oleh lemak, misalnya nefelin.
7) Kilap mutiara
Kilap seperti mutiara, biasanya terlihat pada bidang - bidang belah
dasar mineral.
8) Kilap sutera
Kilap seperti sutera, biasanya terlihat pada mineral - mineral yang
menyerap.
9) Kilap tanah
Biasanya terlihat pada mineral-mineral yang kempal, misalnya bauksit.
c. Kekerasan ( Hardness )
Kekerasan mineral pada umumnya diartikan sebagai daya tahan mineral
terhadap goresan (scratching).Penentuan kekerasan relative mineral ialah
dengan jalan menggoreskan permukaan mineral yang rata pada mineral standar
dari skala Mohs yang sudah diketahui kekerasannya.
Skala kekerasan relatif mineral dari Mohs :
1) Talk Mg
3
Si
4
O
10
(OH)
2

18

2) Gipsum CaSO
2
2H
2
O
3) Kalsit CaCO
3

4) Fluorite CaF
2

5) Apatit Ca
5
(PO
4
)
3
F
6) Orthoklas K(AlSi
3
O
8
)
7) Kuarsa SiO
2

8) Topaz Al
2
SiO
4
(FOH)
2

9) Korondum Al
2
O
3

10) Intan C
Misal suatu mineral di gores dengan kalsit (H = 3) ternyata mineral itu tidak
tergores, tetapi dapat tergores oleh Fluorite (H = 4), maka mineral tersebut
mempunyai kekerasan antara 3 dan 4. Dapat pula penentuan kekerasan relatif
mineral dengan mempergunakan alat-alat sederhana yang sering terdapat di
sekitar kita.
Misalnya :
Kuku jari manusia H = 2,5
Kawat tembaga H = 3
Pecahan kaca H = 5,5
Pisau baja H = 5,5
Kikir baja H = 6,5
Lempeng baja H = 7
Bila mana suatu mineral tidak tergores oleh kuku jari manusia tetapi oleh
kawat tembaga, maka mineral tersebut mempunyai kekerasan antara 2,5 dan 3.
d. Cerat
19

Gores merupakan warna asli dari mineral apabila mineral tersebut ditumbuk
sampai halus. Gores ini dapat lebih dipertanggungjawabkan karena stabil dan
penting untuk membedakan 2 mineral yang warnanya sama tetapi goresnya
berbeda. Gores ini diperoleh dengan cara menggorekan mineral pada
permukaan kristal porselin, tetapi apabila mineral mempunyai kekerasan lebih
dari 6, maka dapat dicari dengan cara menumbuk sampai halus menjadi berupa
tepung.
Mineral yang berwarna terang biasanya mempunyai gores berwarna putih.
Contoh :
- Kuarsa = putih / tak berwarna
- Gipsum = putih / tak berwarna
Mineral bukan logam ( non Kristal mineral ) dan berwarna gelap akan
memberikan gores yang lebh terang daripada warna mineralnya sendiri.
Contoh :
- Leusit = warna abu-abu / gores hitam.
- Dolomit = warna kuning sampai merah jambu /
gores putih
Mineral yang mempunyai kilap metalik kadang-kadang mempunyai warna
gores yang lebih gelap dari warna mineralnya sendiri.
Contoh :
- Pirit = warna kuning 19rista / gores hitam
- Kopper = warna merah tembaga / gores hitam
Pada beberapa mineral, warna dan gores sering menunjukkan warna yang
sama.
Contoh :
- Sinnabar = warna dan gores merah
20

- Magnetit = warna dan gores hitam
e. Belahan ( Cleavage )
Apabila suatu mineral mendapat tekanan yang melampaui batas elastisitas
dan plastisitasnya, maka pada akhirnya mineral akan pecah. Belahan mineral akan
selalu sejajar dengan bidang permukaan kristal yang rata karena belahan
merupakan gambaran dari struktur dalam dari kristal. Belahan tersebut akan
menghasilkan kristal menjadi bagian-bagian yang kecil, yang setiap bagian kristal
dibatasi oleh bidang yang rata. Berdasarkan dari bagus atau tidaknya permukaan
bidang belahannya, belahan dapat dibagi menjadi :
a) Sempurna ( Perfect )
Yaitu apabila mineral mudah terbelah melalui arah belahannya yang
merupakan bidang yang rata dan sukar pecah selain melalui bidang
belahannya.
Contoh :
- Kalsit
- Muskofit
b) Baik ( Good )
Yaitu apabila mineral mudah terbelah melalui bidang belahannya yang
rata, tetapi dapat juga terbelah tidak melalui bidang belahannya .
Contoh :
Feldspar
Hiperstin
c) Jelas ( Distinct )
Yaitu apabila bidang belahan mineral dapat terlihat jelas, tetapi mineral
tersebut sukar membelah melalui bidang belahannya dan tidak rata.
Contoh :
21

Staurolit
Scapolit
d) Tidak Jelas ( Indistinct )
Yaitu apabila arah belahan mineral masih terlihat, tetapi kemungkinan
untuk membentuk belahan dan pecahan sama besar.
Contoh :
Beril
Korundum
e) Tidak sempurna ( Imperfect )
Yaitu apabila mineral sudah tidak terlihat arah belahannya, dan mineral
akan pecah dengan permukaan yang tidak rata.
Contoh :
Apatit
Kassiterit
f) Pecahan ( Fracture )
Apabila suatu mineral mendapatkan tekanan yang melampaui batas
plastisitas dan elastisitasnya, maka mineral tersebut akan pecah.
Pecahan dapat dibagi :
Choncoidal, pecahan mineral yang menyerupai pecahan botol atau
kulit bawang yang memperlihatkan gelombang melengkung
dipermukaan.
Contoh :
- Kuarsa
- Obsidian
Hackly, pecahan mineral seperti pecahan runcing-runcing tajam,
serta kasar tak beraturan atau seperti tak bergerigi.
22

Contoh :
- Kopper
- Platina
Even, pecahan mineral dengan permukaan bidang pecah kecil-kecil
dengan ujung pecahan mendekati bidang datar.
Contoh :
- Muskofit
- Talk
- Biotit
Uneven, dan tidak teratur. Kebanyakan mineral mempunyai
pecahan uneven.
Contoh :
- Kalsit
- Markasit
Splintery, pecahan mineral yang hancur menjadi kecil-kecil dan
tajam menyerupai benang atau berserabut.
Contoh :
- Fluorit
- Anhidrit
Earthy, pecahan mineral yang hancur seperti tanah.
Contoh :
- Kaolin
- Biotite
g) Daya Tahan Terhadap Pukulan ( Tenacity )
Tenacity adalah suatu daya tahan mineral terhadap pemecahan,
pembengkokan, penghancuran, dan pemotongan.
23

h) Berat Jenis ( Specific Gravity )
Banyak mineral-mineral yang mempunyai sifat fisis yang banyak
persamaannya, dapat dibedakan dari berat jenisnya. Salah satu penentuan
berat jenis dengan teliti dapat menggunakan Pycnometer. Berat jenis adalah
angka perbandingan antara berat suatu mineral di bandingkan dengan berat
air pada volume yang sama.
i) Rasa & Bau ( Taste & Odour )
Disamping dari sifat-sifat yang sudah dibahas diatas, beberapa mineral
mempunyai rasa dan bau.
j) Sifat Kemagnetan
Adalah sifat mineral terhadap gaya magnet. Dikatakan sebagai
feromagnetik bila mineral dengan mudah tertarik gaya magnet. Mineral-
mineral yang menolak gaya magnet disebut diamagnetic dan yang
tertarik lemah adalah paramagnetik.

Anda mungkin juga menyukai