Anda di halaman 1dari 14

MODIFIKASI CUACA

ANALISIS KEADAAN CUACA DENGAN DATA RADIOSONDE


TANGGAL 7 OKTOBER 2013 DI JAKARTA

Oleh :
NUR SETIAWAN
12813604

PROGRAM STUDI METEOROLOGI


FAKULTAS ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
2013
Nur Setiawan / 12813604

Page 1

I.
I.1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Secara geografis, Jakarta terletak pada 6,12 LS dan 106,65 BT dan beriklim tropis

lembab dan hangat. Hujan deras disertai petir dan angin kencang sering melanda Jakarta.
Hujan deras seperti ini biasanya terjadi pada masa transisi. Namun karena musim hujan
terjadi hampir di sepanjang tahun sehingga hujan deras yang disertai angin dan petir dapat
terjadi kapan saja. Hal ini sangat dipengaruhi oleh pembentukan cuaca lokal.
Data radiosonde dapat digunakan untuk memprakirakan cuaca jangka pendek serta
dapat digunakan juga untuk melakukan analisa keadaan cuaca yang bersifat lokal. Dengan
data radiosonde tersebut dapat dilihat stabilitas atmosfer, tinggi dasar dan puncak awan dan
yang lainya yang menunjang prakirawan dalam membuat prakiraan dan anilisis keadaan
cuaca.
I.2

Tujuan
Tujuan penulisan ini adalah mengetahui parameter-parameter cuaca dari data

radiosonde yang mempengaruhi keadaan cuaca di wilayah Jakarta. Serta gambaran


keadaan stabilitas atmosfer di Jakarta pada tanggal 07 Oktober 2013.
I.3

Batasan Masalah
Dalam penulisan ini parameter-parameter yang akan di analisis adalah kelembapan

udara (RH), tekanan uap air dan tekanan uap air jenuh, suhu potensial dan suhu bola basah
potensial, suhu ekivalen dan suhu ekivalen potensial, arah dan kecepatan angin. Dari
parameter tersebut dianalisis pada lapsai 1000 mb, 800 mb dan 700 mb. Serta analisis
stablitas atmosfer dari nilai-nilai Lifting Condensation Level (LCL), Convection
Condensation Level (CCL), Level of Free Convection (LFC), Equilibrium Level (EL),
Convective Available Potential Energy (CAPE) dan Convective Inhibition (CIN). Serta
daerah yang di analisis hanya mencakup wilayah jakarta dan sekitarnya pada tanggal 07
Oktober 2013.

II. LANDASAN TEORI


II.1 Stabilitas Atmosfer
Nur Setiawan / 12813604

Page 2

Stabilitas atmosfer dalah kemampuan atmosfer untuk naik atau tetap dalam
pergerakan atmosferik yang mempengaruhi pergerakan udara secara vertikal. Stabilitas
atmosfer mempunyai tiga kemungkinan yaitu stabil, tidak stabil dan netral.

Kondisi stabil adalah kondisi parsel udara cenderung kembali ke posisi awalnya
setelah naik atan turun, biasanya terjadi ketika suhu parsel lebii cepat dingin
dibandingkan suhu lingkungannya atau laju penunman suhu parsel lebii besar

dibandimgkan laju penurunan suhu lingkungannya.


Kondisi tidak stabil adalah kondisi parsel udara cendemng terus naik atau turun dari
posisi awalnya, biasanya terjadi ketika suhu lingkungan lebih cepat dingin
dibandiigkan suhu parsel atau laju penman suhu panel lebih kecil dibandiiglcan laju

penurunan suhu lingkungannya.


Kondisi netral adalah kondisi parsel udara tetap pada posisi awalnya, biasanya tejadi
ketika laju penwan suhu parsel terhadap ketinggian sama dengan laju penurunan
suhu tingkungan terhadap ketinggian.

II.2 Radiosonde
Radiosonde adalah alat observasi meteorologi konvensional yang terdiri dari balon
berisi gas helium yang membawa sensor tranceiver gelombang radio. Dengan melacak
posisi balon dan menerima signal radio yang berisi data pengukuran suhu, kelembaban
pada waktu tertentu , maka di dapat profil parameter cuaca atmosfer di lapisan atas.
Parameter-parameter cuaca yang diperoleh dari pengamatan radiosonde tersebut dengan
menggunakan diagram skew-T dianalisis untuk mengetahui stabilitas atmosfer. Indek
indek yang diperoleh dari perhitungan menggunakan skew-T adalah CCL (Convective
Condensation Level), LCL (Lifting Condensation Level) dan LFC (Level of Free
Convection). CCL adalah ketinggian dasar awan yang dihasilkan oleh udara naik dari
permukaan yang disebabkan oleh daya apung akibat adanya pemanasan dari permukaan,
sedangkan LFC merupakan lapisan yang terbentuk apabila suhu parsel udara yang diangkat
sama dengan suhu titik embun melalui suhu konveksi. LFC merupakan batas bawah dari
nilai CAPE, parsel udara pada LFC akan terus naik tanpa energi dari luar sampai dengan
lapisan atas CAPE. LCL adalah level parsel udara yang menjadi jenuh setelah mengalami
pengangkatan secara adiabatik kering. Level LCL juga digunakan untuk mengidentifikasi
tinggi dasar awan.
III. DATA DAN METODE
III.1 Data

Nur Setiawan / 12813604

Page 3

Analisis keadaan cuaca di Jakarta menggunakan data radiosonde yang diperoleh dari
http://weather.uwyo.edu/upperair/sounding.html. Data ini diperoleh dua kali sehari pada
0Z dan 12Z melalui balon cuaca yang dilengkapi paket instrumen radiosonde. Z
merupakan singkatan dari Greenwich Mean Time (GMT). Selisih waktu antara GMT dan
Jakarta adalah 7 jam. Jakarta termasuk ke dalam zona waktu Indonesia Barat (WIB). Maka
data pada 0Z mengindikasikan data pada jam 7,00 WIB di pagi hari sedangkan data 12Z
adalah data pada jam 19,00 WIB di malam hari. Data radiosonde untuk wilayah Jakarta
menggunakan data radiosonde di Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta Cengkareng
(6,1 LS dan 106,7 BT) dengan elevasi 8 m di atas permukaan laut. Data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah data radiosonde di Jakarta pada tanggal 07 Oktober 2013 jam
00Z atau jam 07.00 WIB yaitu data suhu (T), titik embun (Td), arah dan kecepatan angin.
III.2 Metode
III.2.1 Menentukan indek-indek yang di analisis
Dari data radiosonde suhu (T) dan titik embun (Td) dengan menggunakan diagram
skew-T dapat dicari nilai dari parameter-parameter yang akan dianalisis, dengan cara
sebagai berikut:
- Menentukan Kelembapan Relatif (RH)
1. Dari grafik titik embun (Td) ditarik garis sejajar
mixing ratio dari lapisan yang dicari menuju
lapisan 1000 mb (lihat step 1)
2. Dari lapisan 1000 mb ditarik garis sejajar
dengan garis isoterm (lihat step 2)
3. Dari grafik suhu (T) ditarik garis sejajar garis
mixing ratio sampai memotong garis pada step
2 (lihat step 3)
Gambar 1. Cara menentukan kelembapan relatif
menggunakan grafik suhu dan titik embun

- Menentukan Tekanan Uap Air (e) dan Nilai


Tekanan Uap Air Jenuh ( )
1. Membuat garis mendatar pada lapisan 622
mb.
Nur Setiawan / 12813604
Gambar 2. Cara menentukan tekanan uap air dan
tekanan uap air jenuh menggunakan grafik suhu
dan titik embun

Page 4

2. Untuk mencari tekanan uap air (e) menggunakan grafik titik embun (Td), ditarik
sejajar isoterm sampai memotong lapsan no. 1 (lapisan 622 mb). Nilai tekanan uap
air (e) didapat dari nilai yang ditunjukkan garis mixing ratio.
3. Untuk mencari tekanan uap air jenuh ( ) menggunakan grafik suhu (T), ditarik
sejajar isoterm sampai memotong lapsan no. 1 (lapisan 622 mb). Nilai tekanan uap
air jenuh ( ) didapat dari nilai yang ditunjukkan garis mixing ratio.

- Menentukan Suhu Potensial () dan Suhu Bola Basah Potensial (


1. Untuk mencari suhu potensial () dengan dari

grafik suhu (T) ditarik garis sejajar dengan


garis adiabatik kering sampai dengan lapisan
1000 mb.
2. Untuk mencari suhu bola basah potensial (

terlebih dahulu mencari suhu bola basah (Tw).


Untuk mencari suhu bola basah (Tw) dari grafik
titk embun (Td) ditarik garis sejajar mixing
ratio (lihat step 1) dari grafik suhu (T) ditarik
garis sejajar adiabatik kering (lihat step 2)
kemudian titik potong dari kedua grais tersebut

Gambar 3. Cara menentukan suhu potensial, suhu


bola basah potensial menggunakan grafik suhu
dan titik embun

ditarik garis sejajar adiabatik basah (lihat step 3). Nilai dari suhu bola basah (T w)
adalah perpotongan garis pada step 3 pada lapisan yang yang dicari, sedangkan nilai
suhu bola basah potensial (w) adalah perpotongan pada lapisan 1000 mb.

- Menentukan Suhu Ekuivalen ( ) dan Suhu Ekuivalen Potensial ( )


1. untuk mencari suhu ekuivalen ( ) dari grafik
titik embun (Td) ditarik garis sejajar mixing
ratio, dari grafik suhu (T) ditarik garis sejajar
adiabatik kering (lihat step 1) kemudian garis
perpotongannya ditarik garis sejajar dengan
adiabatik basah sampai sejajar dengan adiabatik
kering(lihat step 2) setelah sejajar tarik garis
tersebut sejajar dengan adiabatik kering (lihat
sep 3).
Nur Setiawan / 12813604

Page 5
Gambar 4. Cara menentukan suhu ekuivalen dan
suhu ekuivalen potensial menggunakan grafik
suhu dan titik embun

2. Nilai dari suhu ekuivalen ( )


adalah garis pada step 3 yang
memotong garis yang dicari
(contoh gambar pada lapisan
700 mb) sedangkan suhu

CCL

ekuivalen potensial ( ) yang


Gambar 6. Cara menentukan Convective
available potensal energy menggunakan grafik
suhu dan titik embun

memotong lapisan 1000 mb.


Gambar 5. Cara menentukan CCL, LCL, dan LFC

menggunakan grafik suhu dan titik embun


- Menentukan CCL (Convective
Condensation Level), LCL (Lifting Condensation Level)
dan LFC (Level of Free Convection)
1. Untuk mencari CCL dari grafik titik embun (Td) lapisan 1000 mb tarik garis sejajar
mixing ratio sampai memotong grafik suhu (T).
2. Untuk mencari LCL dari grafik titik embun (Td) lapisan 1000 mb tarik garis sejajar

mixing ratio dari grafik suhu (T) ditarik garis sejajar adiabatik kering perpotongan
kedua garis tersebut merupakan LCL.
3. Untuk mencari LFC dari titik LCL ditarik garis sejajar adiabatik basah sampai
memotong garis suhu (T).
4. Untuk mencari EL dari titik LCL ditarik garis sejajar adiabatik basah perpotongan
pertama dengan grafik suhu adalah LFC sedangkan perpotongan kedua adalah EL.

- Menentukan Convective Available Potential Energy (CAPE) dan Convective Inhibition


(CIN)
1. Untuk mencari CAPE dari titik CCL ditarik garis sejajar dengan adiabatik basah
sampai dengan memotong grafik suhu (T). Area disebelah kanan grafik suhu mulai
dari CCL sampai dengan titik perpotongan tersebut merupakan area CAPE.
2. Untuk mencari CIN dari titik CCL ditarik garis kebawah sejajar dengan adiabatik
kering sampai dengan lapisan 1000 mb. Area disebelah kanan grafik suhu sampai
dengan lapisan 1000 mb merupakan area CIN.

Nur Setiawan / 12813604

Page 6

IV. ANALISA DAN PEMBAHASAN


IV.1 Analisis Kelembapan Relatif (RH)
Kelembapan yang diperoleh dari pengamatan udara atas tanggal 07 Oktober 2013 di
Jakarta pada lapisan 1000 mb, 800 mb dan 700 mb adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Nilai dari kelembapan relatif tanggal 07 Oktober 2013


Lapisan (mb)
Kelembapan Relatif (%)
1000
77
800
80
700
76 Garis hijau di kanan adalah
Gambar 7. Diagram Skew-T di Jakarta jam 07.00 WIB pada 07 Oktober 2013.
Nur

profil suhu dan garis biru di kiri adalah profil suhu titik embun. Garis merah putus-putus adalah garis
perhitungan
untuk 7mencari kelembaban relatif.
Setiawan / 12813604
Page

Pada lapisan 1000 mb menunjukkan keadaan di kelembapan di permukaan yang


masih terkena pengaruh topografi, sehingga nilai nya sulit digunakan sebagai acuan karena
setiap daerah berbeda-beda. Sedangkan lapisan 800 mb merupakan lapisan boundry layer
atau lapisan bebas hambatan dan lapisan 700 mb mewakili lapisan menengah. Dari nilai
yang ditunjukkan pada pengamatan diatas di dapat nilai kelembapan relatif pada lapisan
800 mb adalah 80 yang berarti pada lapisan tersebut udaranya lembab. Dan pada lapisan
700 mb adalah 76 yang berarti lembab juga pada lapisan tersebut.
IV.2 Analisis Tekanan Uap Air (e) dan Tekanan Uap Air Jenuh ( )
Tekanan uap air (e) dan tekanan uap air jenuh ( ) sangat erat kaitanya dengan
kelembapan udara hal tersebut dapat dilihat dari rumus :
RH =

x 100 %

Dari rumus diatas dapat diartikan bahwa semakin tinggi tekanan uap air (e) semakn tinggi
pula kelembaban udaranya, begitu pula sebaliknya semakin tinggi nilai tekanan uap air
jenuh ( ) semakin kecil nilai kelembapan udaranya.

622

Gambar
8. Diagram
Skew-T di
Jakarta
jam tekanan
7,00 WIB uap
padaair
07 Oktober
2013. Garis
hijau di kanan
Tabel
2. Nilai
dari tekanan
uap
air dan
jenuh tanggal
07 Oktober
2013
adalah profil suhu dan garis biru di kiri adalah profil suhu titik embun. Garis merah putus-putus adalah
Lapisan (mb)
Tekanan Uap Air
Tekanan Uap Air Jenuh
garis perhitungan untuk mencari tekanan uap air dan tekanan uap air jenuh. RH = x 100 %
1000
27
36
75
800
13,2
16,2
82

Nur Setiawan / 12813604

Page 8

700

7,8

10,4

75

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa pada tanggal 07 Oktober 2013 dijakarta pada
lapisan 1000 mb atau lapisan permukaan tekanan uap airnya adalah 26 dan tekanan uap air
jenuhnya adalah 36 kemudian didapat kelembapan udaranya sebesar 75. Sedangkan pada
lapisan 800 mb dan 700 mb didapat nilai kelembapan 82 dan 75 hal tersebut menunjukkan
kelembapan udara di lapisan tersebut lembab.

IV.3 Analisis Suhu Potensial () dan Suhu Bola Basah Potensial ( )


Suhu potensial merupakan suhu parsel udara yag seandainya parsel udara tersebut
dipindahkan pada secara adiabatik ke level tekanan 1000 mb. Nilai suhu potensial pada
lapisan yang lebih tinggi memiliki nilai yang lebih tinggi pula (lihat tabel 3).

Tabel 3. Nilai dari Suhu Potensial dan Suhu Bola Basah Potensial tanggal 07 Oktober 2013
Lapisan (mb)
Suhu Potensial (C)
Suhu bola basah Potensial (C)
1000
25.5
21.0
800 Skew-T di Jakarta jam
32.07,00 WIB pada 07 Oktober 2013.
29.0 Garis hijau di kanan adalah
Gambar 9. Diagram
38.0
31.0 putus-putus adalah garis
profil suhu 700
dan garis biru di kiri adalah
profil suhu titik embun. Garis merah
perhitungan untuk mencari suhu potensial dan suhu bola basah potensial

Nilai suhu potensial () dan suhu potensial bola basah (

) naik terhadap ketinggian.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa nilai suhu potensial () lebih tinggi di bandingkan
dengan suhu potensial bola basah (

).

IV.4 Analisis Suhu Ekuivalen ( ) dan Suhu Ekuivalen Potensial ( )

Nur Setiawan / 12813604

Page 9

Berdasarkan perhitungan menggunakan skew-T hanya mendapatkan nilai dari suhu


ekuivalen pada ketinggian 800 mb dan 700 mb. Sedangkan untuk suhu ekuivalen potensial
tidak mendapatkan nilai. Berikut adalah gambar perhitungan dan tabel hasil dari
perhitungan.

Tabel 4. Nilai dari Suhu Ekuivalen dan Suhu Ekuivalen Potensial tanggal 07 Oktober 2013
Lapisan (mb)
Suhu Ekuivalen (C)
Suhu Ekuivalen Potensial (C)
1000
800
32.0
- hijau di kanan adalah
Gambar 10. Diagram Skew-T di Jakarta jam 7,00 WIB pada 07 Oktober 2013. Garis
700
25.5
profil suhu dan garis biru di kiri adalah profil suhu titik embun. Garis orange putus-putus
adalah garis
perhitungan untuk mencari suhu ekuivalen dan suhu ekuivalen potensial

IV.5 Analisis Arah dan Kecepatan Angin


Gambar 11 yang merupakan gambar grafik kecepatan angin vertikal menunjukkan
mulai dari ketinggian 500 m angin mengalami penurunan yang signifikan sampai dengan
ketinggian 1000 m. Pada ketinggian 1000 m sampai dengan 5000 m angin relatif lemah
hal tersebut diindikasikan baha ada awan yang menyebabkan angin melambat. Pada
ketinggian 5000 m sampai 7000 m angin meningkat kecepatanya. Dari gambar 11 dan
analisis diatas dapat diindikasikan bahwa pada ketinggian 1000 m adalah titik CCL yang
merupakan tunggi dasar awan dan ketinggian 7000 m adalah EL yang merupakan tinggi
puncak awan.

Nur Setiawan / 12813604

Page 10

Gambar 11. Grafik kecepatan angin tanggal 07 Oktober 2013 di Jakarta

EL

LFC
L
CCL
L

LCL
L

NE

SE

SW

NW

Gambar 13. Diagram Skew-T di JakartaGambar


jam 7,00
pada
07 Oktober
2013. 07
Garis
hijau 2013
di kanan
adalah
12.WIB
Grafik
Arah
angin tanggal
Oktober
di Jakarta
profil suhu dan garis biru di kiri adalah profil suhu titik embun. Garis orange adalah garis perhitungan
Sedangkan
arah
angin
permukaan sampai dengan ketinggian
untuk mencari
LFC
(Levelmulai
of Free dari
Convection)

4000 m

berhembus dari Selatan Timur. Sedangkan arah dan kecepatan angin pada lapisan 1000
mb, 800 mb dan 700 mb adalah sebagai berikut.
Tabel 5. Arah dan Kecepatan Angin tanggal 07 Oktober 2013
Lapisan (mb)
1000
800
700

Kecepatan (knot)
6
4
4

Arah ()
Selatan
Timur
Barat Daya

IV.6 Analisis CCL (Convective Condensation Level), LCL (Lifting Condensation Level)
dan LFC (Level of Free Convection)
Dari gambar dibawah ini dapat dilihat ketinggian ketinggian dari LCL, CCL, LFC
dan EL. Maka dari ketinggian-ketinggian tersebut dapat diketahui tinggi dasar dan puncak
awan serta daerah konveksi. Seperti yang telah di jelaskan di metode penulisan daerah
yang berada disebelah kanan grafik suhu (T) di ketinggian antar LFC sampai EL
merupakan daerah positif (+) yang berpotensi terjadinya konveksi.

Nur Setiawan / 12813604

Page 11

Tabel 6. Ketinggian dari CCL (Convective Condensation Level), LCL (Lifting


Condensation Level) dan LFC (Level of Free Convection) tanggal 07 Oktober 2013
Stabilitas Atmosfer
LCL
CCL
LFC
EL

Lapisan (mb)
940
875
790
420

Ketinggian (km)
0.5
1.25
2
7

Dari tabel 5 diatas dapat dilihat ketinggian dari CCL yaitu 1,25 km yang
merupakan tinggi dasar awan dan EL yang ketinggiannya 7 km yang kemungkinan
menjadi tinggi puncak awan. Sedangkan pada ketinggian 2 km yang merupakan
kenggian LFC sampai dengan ketinggian EL 7 km merupakan daerah pertumbuhan
awan.
IV.7 Analisis Convective Available Potential Energy (CAPE) dan Convective Inhibition
(CIN)
Convective available potensial eergi merupakan jumlah energi yang dimiliki oleh
sebuah parsel udara jika diangkat secara vertikal pada jarak tertentu di atmosfer. CAPE
dapat menggambarkan buoyancy positif dari sebuah parsel udara dan dapat
mengindikasikan ketidakstabilan atmosfer. Akan tetapi, dalam penulisan kali ini bukan
mencari nilai dari CAPE melainkan area dari CAPE. Daerah CAPE adalah daerah yang
berada disebelah kanan grafik suhu (T) dengan ketinggian mulai dari CCL sampai dengan
EL. Sedangkan daerah CIN adalah daerah disebelah kanan grafik suhu (T) mulai dari
lapisan 1000 mb sampai CCL (lihat gambar 12), yang merupakan daerah negative, karena
pada area ini energi harus disediakan untuk mengangkat parsel udara. Krena itu pada
lapisan ini dianggap sebagai lapisan stabil karena konveksi terhambat pada lapisa ini.

CAPE

LFC
L

Nur Setiawan / 12813604

Page 12

LCL
L

CCL
L

CIN

Gambar 14. Diagram Skew-T di Jakarta jam 7,00 WIB pada 07 Oktober 2013. Garis hijau di kanan adalah
profil suhu dan garis biru di kiri adalah profil suhu titik embun. Garis orange adalah garis perhitungan
untuk mencari CAPE (Convective Available Potential Energy)

Berdasarkan gambar di atas energi yng di bentuk atau yang berpotensi terjadi
pertumbuhan awan konvektif adalah daerah CAPE yaitu pada ketinggian CCL (1,25 km)
sampai dengan ketinggian EL. Sedangkan CIN yang merupakan daerah stabil mulai dari
lapisan 1000 mb sampai dengan CCL (1,25 km). Dari gambar 14 diatas dapat dilihat juga
stabilitas atmosfernya, berikut tabel stabilitas atmosfer di Jakarta pada tanggal 07 Oktober
2013.
Tabel 7. Stabilitas atmosfer tanggal 07 Oktober 2013
Lapisan (mb)
1000 - CCL
LCL - CCL
CCL - EL

Nur Setiawan / 12813604

Adiabatik Kering
Stabil
Stabil
Stabil

Page 13

Adiabatik Basah
Labil
Labil
Labil

V.

KESIMPULAN
1. Keadaan kelembapan udara di daerah Jakarta pada tanggal 07 Oktober 2013
adalah lembab. Hal tersebut ditunjukkan dari hasil analisis kelembapan relatif
dan perhitungan dari tekanan uap ai dan tekanan uap air jenuh.
2. Keadaan arah dan kecepatan angin pada ketinggian 1000 m 5000 m
diindikasikan terjadi pertumbuhan awan yang dtunjukkan dari melemahnya
kecepata angin.
3. Tinggi dasar awan pada tanggal 07 Oktober 2013 ditunjukkan dari ketinggian
CCL yaitu 1,25 km. Sedangkan tinggi puncak awan ditunjukan dari ketinggian
EL yaitu 7 km.
4. Nilai CAPE yang cukup tinggi berpotensi membentuk awan konvektif yang
tinggi pula yaitu mulai ketinggian CCL sampai dengan EL.
5. Stabilitas atmosfer pada tanggal 07 Oktober 2013 di jakarta menunjuk nilai labil
pada ketinggian diatas CCL sampai dengan EL.

Nur Setiawan / 12813604

Page 14

Anda mungkin juga menyukai