Nani Sukasediati Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI, Jakarta
PENDAHULUAN Proses menua yang alamiah Akan berakibat pula pada kemunduran fungsi organ tubuh, termasuk organ yang ikut serta dalam proses farmakokinetik obat. Kemunduran ter- sebut tentunya akan mengubah profil farmakokinetik obat- obat yang digunakan. Beberapa keadaan yang umumnya ter- jadi pada orang lanjut usia seperti penyakit yang diderita, keadaan kurang gizi, dapat juga mengubah profil farmakoki- netik obat. Asma pada usia lanjut seringkali telah terkondisi sejak lama dan umumnya bait nampak setelah usia 50 tahun, dan seringkali disertai pula dengan penyakit lain 1,2 . Dengan demikian memerlukan penanganan yang cermat dan menye- luruh untuk mengatasinya. Asma ringan biasanya teratasi dengan obat simpatomimetik inhalasi. Namun bila serangan asma semakin sering dan tak teratasi, diperlukan pemberian teofilin secara oral 1,3 . Teofilin sebagai obat asma, memiliki margin of safety yang sempit. Kadar terapi optimal berada disekitar 1020 ug/ml. Di luar kadar tersebut, efek terapi menjadi tidak me- madai, atau sebaliknya dapat timbul efek samping yang dapat berakibat buruk pada orang tua. Selain itu umumnya respons penderita terhadap teofilin sangat bervariasi. Adanya variasi individual yang sangat besar menyebabkan kadar terapi efektif teofilin tidak begitu saja dapat diramalkan dari dosis oral yang lazim diberikan . Oleh karena itu faktor-faktor yang dapat mempengaruhi proses farmakokinetik teofilin perlu diper- timbangkan sebelum memberikan obat ini. Selain itu, pada penderita usia lanjut perlu dipertimbangkan pula faktor ke- patuhan mereka untuk minum obat. Kepatuhan ini penting artinya untuk mempertahankan kadar terapi optimal teofilin dalam serum penderita. Berikut ini akan dibicarakan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi proses farmakokinetik dan faktor lain, yang mengakibatkan perubahan kadar serum teofilin. PERUBAHAN KADAR SERUM TEOFILIN Perubahan farmakokinetik yang menentukan tingginya kadar serum teofilin antara lain volume distribusi, klirens, waktu paruh. Perubahan besar-besaran tersebut akan mem- pengaruhi kadar serum yang akan dicapai. Teofilin sediaan oral yang biasa, umumnya diabsorpsi secara cepat, lengkap dan menyeluruh. Volume distribusi dan ikatan protein umumnya tidak banyak dipengaruhi oleh faktor lain. Dengan demikian, variasi kadar serum teofilin yang terjadi pada tiap orang lebih mungkin disebabkan oleh eliminasinya. Beberapa faktor yang mempengaruhi eliminasi teofilin melalui biotransformasi di hepar dapat dilihat pada tabel berikut 5 . Tabel-1. Beberapa faktor yang mempengaruhi klirens teofilin.
Faktor
Klirens Meningkat
menurun Penyakit
Obat
Lain-lain
demam?
fenobarbital fenitoin
alkohol merokok makan panggang arang diit tinggi protein diit rendah karbohidrat edema paru sirosis hati pnemonia COPD infeksi saluran napas atas antibakteri makrolid allopurinol (dosis tinggi) simetidin proses menua
PERUBAHAN FARMAKOKINETIK PADA USIA LANJUT Absorpsi obat secara umum tidak banyak berubah dengan
Cermin Dunia Kedokteran No. 48, 1988 22 meningkatnya usia. Kalaupun ada, perubahan tersebut secara klinis tidak bermakna 6 . Fox dkk, membandingkan beberapa parameter fannako- kinetik pada kelompok sukarelawan dewasa muda dan kelom- pok lanjut usia, diatas 60 tahun 7 . Hasilnya menunjukkan ada- nya kenaikan volume distribusi dan waktu parch, sedangkan AUC (= luas area di bawah kurva waktu dan kadar serum, banyaknya teofilin dalam sirkulasi sistemik) menurun. Fox mendapatkan, klirens total tidak dipengaruhi oleh pertambahan usia. Pada. usia lanjut, lemak tubuh semakin banyak sedangkan massa tubuh (lean body mass) justru menurun, sehingga obat- obat yang mudah larut dalam lemak akan didistribusi lebih luas. Penurunan masukan protein karena kurang gizi yang umum terjadi pada orang tua, juga akan menurunkan albumin plasma. Akibatnya ikatan protein makin berkurang dan teofilin 'bebas makin tinggi pula. Efek farmakologik teofilin ditentukan oleh kadar bebasnya dalam serum. Meningkatnya kadar teofilin bebas tak dapat diketahui dari pengukuran kadar teofilin dalam serum, karena pengukuran kadar obat dalam serum akan mengukur jumlah obat yang ada dalam serum baik yang bebas maupun yang terikat oleh albumin. Dari segi ini pengukuran kadar serum teofilin untuk tujuan individualisasi dosis atau monitoring pada penderita asma usia lanjut, .perlu interpretasi yang cermat.
PENYAKIT YANG MENYERTAI DAN OBAT YANG DI- BERIKAN BERSAMA. Pada penderita dengan edema paru, klirens teofilin me- nurun, sehingga waktu parch menjadi memanjang 8 . Oleh karena sebagian besar biotransformasi teofilin melalui hepar, gangguan fungsi hepar akan mengubah klirens. Pada penderita sirosis hati yang tak teratasi, akan menurunkan klirens dan mengkibatkan perpanjangan waktu parch yang bermakna 9 . Beberapa penyakit lain seperti obstruksi paru kronik (COPD), gagal jantung kronik (CHF), pnemonia, infeksi juga menunjuk kan penurunan klirens 5 . Beberapa obat yang diberikan bersama teofilin dapat mempengaruhi klirens teofilin. Eritromisin, antibiotik makrolid yang terpilih untuk infeksi saluran napas atas. Eritromisin menurunkan klirens teofilin 10 . Mekanisme interaksi ini masih belum jelas namun efek interaksinya telah terbukti. Beberapa obat yang dikenal sebagai enzyme inducer seperti fenitoin, fenobarbital, akan mempercepat biotrans- formasi teofilin: Obat-obat tersebut akan menginduksi aktivitas enzim metabolisme di hepar. Sedangkan allopurinol, pada pemberian jangka panjang justru menghambat enzim xantin- oksidase dan enzim mikrosom hepar yang lain, sehingga eliminasi teofilin diperlambat 11 . Karena itu diperlukan pengkajian dan pengamatan klinik yang lebih cermat terhadap penyakit yang diderita dan obatobat yang sedang dimakan oleh penderita yang bersangkutan, sebelum pemberian teofilin.
PENGARUH LAIN. Kebiasaan merokok, terutama pada perokok berat yang mengisap lebih dari 20 batang per hari, eliminasi teofilin se- telah pemberian sediaan tablet biasa, akan dipercepat 12 . Sehingga pada penderita asma yang perokok, dosis terapi yang diperlukan mungkin harus ditambah, karena kadar serum yang dicapai lebih rendah daripada orang yang bukan perokok. Namun perlu tetap diingat adanya kemungkinan interaksi dengan faktor lain yang mungkin akibatnya berlawanan atau searah. Interaksi yang efeknya hampir serupa dengan kebiasaan merokok adalah gemar makanan yang dipanggang dengan arang, seperti sate, ikan bakar dan lain-lain, yang juga akan mempercepat eliminasi obat 13 . Persamaan antara keduanya mungkin adanya asap yang tertelan. Dalam asap yang tertelan itu mungkin terdispresi sejenis hidrokarbon yang dapat meng- induksi enzim metabolisme. Faktor lain yang dikatakan berpengaruh adalah diit tinggi protein dan rendah karbohidrat. Protein merupakan bahan dasar pembentukan enzim. Sehingga mudah dimengerti bila masukan protein yang tinggi juga akan memperbesar produksi enzim, termasuk enzim metabolisme.
KEPATUHAN PENDERITA. Pada penderita, faktor kepatuhan penderita seringkali menjadi masalah pada keberhasilan terapi. Apalagi pada orang lanjut usia yang cenderung pelupa, dan memerlukan orang lain untuk membantu mengingatkannya. Dalam hal teofilin, kepatuhan minum obat sangat diperlukan. Oleh karena dengan minum obat sesuai regimen dosis yang dianjurkan oleh dokter, kadar terapi diharapkan akan dipertahankan antara 1020 pg/ml, sehingga penderita kemungkinan besar akan terlindung dari serangan sesak napas. Kepatuhan penderita ini mungkin dapat ditingkatkan dengan pendekatan yang bersifat mendidik. Pada penderita yang mulai pelupa itu diberikan penjelasan tentang penyakitnya, faktor-faktor penyebab kambuh dan profil farmakokinetik teofilin pada usia yang lanjut. Penjelasan yang diberikan dengan bahasa awam itu kemungkinan akan menjalin kerjasama dan pengertian antara dokter dan penderita: Setelah kerjasama ini tercapai, dokter dapat memberikan instruksi tertulis 3 . Instruksi atau perintah lainnya sebaiknya diberikan tertulis agar dapat dibaca kembali atau dibacakan oleh anggota keluarganya. Cara lain untuk meningkatkan kepatuhan penderita adalah pemberian sediaan teofilin lepas lambat yang dapat diberikan setiap 12 jam. Namun sediaan teofilin lepas lambat yang beredar di Indonesia masih memerlukan penelitian yang lebih luas untuk konfirmasi.tujuan diatas 14 .
EFEK SAMPING Efek samping teofilin merupakan kelanjutan dari efek farmakologik. Beratnya efek samping bergantung pada tinggi- nya dosis. Namun lebih dapat dihubungkan dengan kadar serum yang dicapai. Pada kadar serum sekitar 10 pg/ml yang merupakan efek terapi, pada beberapa orang telah timbul efek samping ringan seperti mual, kadang-kadang muntah atau sakit kepala. Pada kadar di atas 15 pg/ml efek samping menjadi lebih berat, seprti takikardi, - Sedangkan di atas 20 pg/ml dapat terjadi konvulsi. Karena itu, pemberian teofilin pada usia lanjut perlu memperhatikan adanya efek samping yang mungkin timbul, meskipun masih dalam batas kadar terapi efektif.
KESIMPULAN DAN SARAN Dari pembicaraan di atas dapat disimpulkan, faktor yang Cermin Dunia Kedokteran No. 48, 1988 23 dapat mengubah profil farmakokinetik teofilin sangat ber- variasi. Proses menua itu sendiri mungkin . berperan dalam merubah parameter farmakokinetiknya. Dalam hal teofilin ini nampaknya kecepatan eliminasi sangat besar pengaruhnya terhadap tingginya kadar yang dicapai. Padahal kadar terapi yang optimal hares dipertahankan agar serangan asma teratasi. Semua faktor di atas; perlu dipertimbangkan sebelum memberikan obat ini. Selanjutnya pengamatan klinik terhadap efek terapi sebaiknya diikuti dengan cennat disamping monitoring kadar sen;mnya. Akhirnya kerjasama dengan penderita atau anggota keluarganya dalam hal regimen terapi mungkin dapat mengatasi masalah kepatuhan penderita dalam minum obatnya.
KEPUSTAKAAN
1. Parson GH. Asthma m the elderly: diagnostic and treatnent concerns. Geriatrics 1985; 40(4) : 89-96. 2. Breslin AX. Chronic asthma: which treatment. Med Prof 1979; 13. 6(11) : 41-51. 3. Plummer AL. Asthma : special challenge in the elderly. Geriatrics 1981; 36(6) : 87-91. 14. 4. Jacobs MH, Senior RM, Kessler G. Chemical experience with theophylline relationship between dosage, serum concentration, and toxicity. JAMA 1976; 235 : 1983-6. 5. Koenig HG, Blake RL. Rational theophylline use in older asthma- tics. Geriatrics 1986; 41(8) 49-58. 6. Caird F. Drugs in the elderly. WHO Regional office Europe 1986. 7. Fox RW, Samman S, Bukantz SC, Loeckkey RF. Theophylline kinetics in a geriatric group. Clin Pharmacol Ther 1983; 34(1) : 607. 8. Piafsky KM, Sitar DS, Rango RE, Ogilvie RI. Theophylline kinetics in acute pulmonary edema. Clin Pharmacol Ther 1977; 21 : 310-6. 9. Piafsky KM, Sitar DS, Rango RE, Ogilvie RI. Theophylline dispo- sition in patients with hepatic cirrhosis. New Engl J Med 1977; 196 : 1495-7. 10. AMA Drug Evaluation 1986. 11. Manfredi RL, Vessel ES. Inhibition of theophylline metabolisme by long term allopurinol administration, Clin Pharmacol Ther 1981; 29 : 224-9. 12. Horai Y. Ishizaki T. Sasaki T, et al. Bioavailability and pharmaco- kinetics of theophyllinein uncoated and sustained release dosage forms in relation to smoking habit. Single dose study. Eur J Clin Pharmacol 1983; 24 : 79-87. 13. Birkett DJ, Grygiel JJ, Meffin PJ, Wing LMH. Fundamental in clinical Pharmacology: drug biotransformation. Med Prog 1979; 6 : 61-9. 14. Sukasediati N, Setiawati A, Setiabudy R, Asikin N. Pengaruh makanan terhadap biovailabilitas dan pole absorpsi sediaan teofilin lepas lambat. (Sedang dalam proses penerbitan oleh majalah Farmakologi Indonesia dan terapi).